Anda di halaman 1dari 20

KELOMPOK 2

Nama Anggota :
 Alisa Purnamasari R (88201001)
 Anggita Heryani (88200023)
 Angelina Merici C (88160033)
 Silvia Dinda Aryani (88200021)
PATOFISOLOGI
SISTEM PENCERNAAN
REVIEW ANATOMI
SISTEM PENCERNAAN
PATOFISIOLOGI ?

Patofisiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gangguan


fungsi-fungsi mekanis, fisik dan biokimia, baik disebabkan oleh
suatu penyakit, gejala atau kondisi abnormal yang tidak layak
disebut sebagai suatu penyakit.
1. XEROSTOMIA

Xerostomia adalah kondisi


mulut kering yang kronis.
Kondisi initerjadi akibat
gangguan fungsi kelenjar
ludah dalam memproduksi
ludah karena berkurangnya
produksi kelenjar ludah.
PATOFISIOLOGI
Xerostomia disebabkan karena terjadinya atropi pada kelenjar saliva yang akan menurunkan
produksi saliva dan mengubah komposisinya. Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi
perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana parenkim kelenjar akan hilang dan
digantikan oleh jaringan ikat dan jaringan lemak. Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah
aliran saliva.
Secara umum, saliva berperan dalam proses perlindungan pada permukaan mulut,
pengaturan kandungan air, pengeluaran virus-virus dan produk metabolisme organisme dan
mikroorganisme, pencernaan makanan dan pengecapan, serta diferensiasi dan pertumbuhan sel-
sel kulit, epitel dan saraf. Selain itu, penyakitpenyakit sistemik yang diderita pada usia lanjut dan
obat-obatan yang digunakan untuk perawatan dapat memberikan pengaruh mulut kering pada
usia lanjut. Saliva mempunyai fungsi yang sangat penting untuk kesehatan rongga mulut karena
mempunyai hubungan dengan proses biologis yang terjadi dalam rongga mulut.
2. GERD
GERD adalah refluks esofagus
yang berulang. Kondisi
patologis ini sering
menyebabkan peradangan
esofagus distal (lower-
esophagus) oleh refluks isi
lambung yang asam ke
esofagus karena lemahnya
sfingter esofagus bawah.
Pasiennya dengan keadaan ini
biasanya adalah pasien rawat
jalan.
PATOFISIOLOGI GERD

Secara garis besar, GERD terjadi karena masuknya konten dari gaster ke dalam
esofagus atau refluks gastroesofageal (RGE) yang berlangsung secara kronis.
Refluks merupakan salah satu proses yang secara fisiologi dapat terjadi, akan
tetapi sistem gastrointestinal memiliki mekanisme anti-refluks yang sangat
baik. Gangguan mekanisme anti-refluks ini dapat menyebabkan RGE yang
berlangsung secara kronis. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, di antaranya
paparan konten gaster, masalah sfingter esofagus, gangguan motilitas
gastrointestinal, hipersensitivitas esofagus, hernia hiatus, kelainan mukosa.
3. DIARE

Diare adalah penyakit


yang membuat
penderitanya menjadi
sering buang air
besardengan kondisi tinja
yang encer aau berair.
Diare umumnya terjadi
akibat mengkonsumsi
makanan dan minuman
yang terkontaminasi virus,
bakteri, atau parasit.
PATOFISIOLOGI DIARE
Meningkatnya mortilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan
akibat gangguan dari absorbsi dan ekskresi cairan dan elektolit yang berlebihan.
Diare yang terjadi merupakan proses dari transportasi aktif akibat rangsangan
toksin bakteri terhadap elektrolit kedalam usus halus. Sel dalam mukosa intestinal
mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme yang
masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga menurunkan area permukaan
intestinal, perubahan kapasitas intestinal dan terjadi gangguan absorbsi cairan
elektrolit.
Peradangan akan menurunkan kemampuan intestinal untuk mengabsorbsi cairan
dan elektrolit dan bahan-bahan makanan. Ini terjadi pada sindrom melabsorbsi.
Meningkatnya motilitas intestinal dapat mengakibatkan gangguan absorbsi intestinal
PENATALAKSANAAN
DIARE

1. Memberikan cairan elektrolit


2. Mngosumsi makanan yan tepat
3. Megonsumsi obat anti
4. Meningkatkan konsumsi cairan
4.Apendistis
 Apendisitis adalah suatu proses
obstruksi yang disebabkan oleh benda
asing batu feses kemudian terjadi
proses infeksi dan disusul oleh
peradangan dari apendiks verivormis
(Nugroho, 2011).
 Apendisitis merupakan peradangan
yang berbahaya jika tidak ditangani
segera bisa menyebabkan pecahnya
lumen usus (Williams & Wilkins, 2011).
PATOFISILOGI APENDISTIS

Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan


oleh fses yang terlibat atau fekalit.
Pada stadium awal apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa.
Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan peritoneal.
Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan
berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan. Dalam 10
stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen yang
menjadi distensi dengan pus.
Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks menjadi bertrombosit dan
apendiks yang kurang suplai darah menjadi nekrosis ke rongga peritoneal. Jika
perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses local akan terjadi.
MANIFESTASI KLINIS APENDIS
• Gejala-gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak enak sekitar
umbilikus diikuti anoreksia, nausea dan muntah, ini berlangsung lebih dari 1 atau 2
hari.

• Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke nyeri pindah ke kanan bawah dan
menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc. Burney, nyeri
rangsangan peritoneum tidak langsung, nyeri pada kuadran kanan bawah saat
kuadran kiri bawah ditekan, nyeri pada kuadran kanan bawah bila peritoneum
bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, dan mengedan, nafsu makan
menurun, demam yang tidak terlalu tinggi, biasanya terdapat konstipasi, tetapi
kadang-kadang terjadi diare.
PEMERIKSAAN PENUNJANG & PENATALAKSANAAN
APENDISTIS

PEMERIKSAAN
PENUNJANG :
PENATALAKSANAAN APENDISTIS :
1. Laboratorium’ 1. Sebelum operasi (observasi
2. Data pemeriksaan &pemberian antibiotik)
diagnostik 2. Operasi
3. Laparostomi
5. KONSTIPASI
Frekuensi buang air besar
yang lebih sedikit dari
biasanya. Jarak waktu
buang air besar pada
setiap orang berbeda-
beda. Namun umumnya
dalam satu minggu
manusia buang air besar
setidaknya lebih dari 3 kali.
PATOFISIOLOGI KONSTIPASI

Faktor Lumen Kolon dan Rektum :


1. Obstruksi kolon
2. Berkurangnya motilitas usus
3. Obtruksi pada jalan keluar

Faktor Luar : pola makan rendah serat.


Gejala Konstipasi

Gejala konstipasi, yaitu mengejan, rasa tidak tuntas setelah BAB,


tinja kering dan keras, ukuran tinja sangat besar atau kecil, rasa
mengganjal pada rektum, nyeri perut, mual, kembung, dan tidak
nafsu makan.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan konstipasi adalah dengan terapi komprehensif untuk
mengembalikan fungsi defekasi yang fisiologis dan mempertimbangkan
penyebab dari konstipasi. Pada pasien konstipasi kronik yang tidak
menunjukkan tanda bahaya, usia<40 tahun, tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan colok dubur, dan diduga tidak ada konstipasi sekunder, terapi
empirik dapat dilakukan dengan rawat jalan yaitu terapi farmakologis dan
nonfarmakologis.

POLA HIDUP LEBIH SEHAT.


TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai