Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran
nafas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan
yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak nafas
dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya
bersifat reversible baik dengan atau tanpa pengobatan.1 Gejala dan batasan aliran
udara secara khas bervariasi dari waktu ke waktu dan intensitasnya. Variasi ini
sering dipicu oleh faktor-faktor seperti olah raga, paparan alergi atau iritasi,
perubahan cuaca, atau infeksi pernapasan virus.1
Gejala dan pembatasan aliran udara bisa sembuh secara spontan atau sebagai
respons terhadap pengobatan, dan kadang kala tidak ada selama berminggu-
minggu atau berbulan-bulan pada suatu waktu. Di sisi lain, pasien dapat
mengalami serangan episodik (eksaserbasi) asma yang mungkin mengancam jiwa
dan membawa beban yang signifikan bagi pasien dan masyarakat. Asma biasanya
dikaitkan dengan responsivitas saluran napas terhadap rangsangan langsung atau
tidak langsung, dan dengan peradangan saluran napas kronis.2
Saat ini penyakit Asma masih menunjukan prevalensi yang tinggi.
Berdasarkan data dari WHO 2013 di seluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta
orang menderita Asma dan tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien Asma
mencapai 400 juta. Jumlah ini dapat saja lebih besar mengingat Asma merupakan
penyakit yang underdiagnosed. Buruknya kualitas udara dan berubahnya pola
hidup masyarakat diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya penderita Asma.3
Data dari berbagai negara menunjukan bahwa prevalensi penyakit Asma
berkisar antara 1-18%. Sedangkan untuk nasional prevalensi penyakit Asma
menurut provinsi tahun 2007 ada 18 provinsi yang mempunyai prevalensi
penyakit Asma melebihi angka nasional.3 Pada tahun 2013 dilakukan survey
kembali mengenai prevalensi asma menurut provinsi, didapatkan 18 provinsi yang

1
2

mempunyai prevalensi penyakit Asma melebihi angka nasional, dari 18 provinsi


tersebut lima provinsi teratas adalah Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, D I
Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan.3
Jika prevalensi pada tahun 2007 dibandingkan dengan tahun 2013 didapat
kenaikan prevalensi penyakit Asma secara nasional sebesar 1%. Akan tetapi
terdapat perbedaan dalam mendiagnosis penyakit Asma di Riskesdas 2007
melalui wawancara berdasarkan diagnosa oleh tenaga kesehatan atau dengan
gejala, sedangkan Riskesdas 2013 melalui wawancara semua umur berdasarkan
gejala.3
Pada pasien asma seringkali dijumpai adanya tanda dan gejala GERD. GERD
berhubungan erat dengan berbagai gejala dan kelainan saluran napas termasuk
batuk kronik serta asma.4 Hubungan penyakit GERD dan asma dipikirkan oleh
William Osler pertama kali pada tahun 1912. Osler memperkirakan bahwa
serangan asma mungkin disebabkan oleh iritasi langsung mukosa bronkus atau
tidak langsung oleh pengaruh refleks lambung.5
Gastroesophageal Refluks Diseases (GERD) adalah suatu keadaan patologis
sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai
gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan seluran napas.6
Gejala yang timbul seperti heartburn (rasa terbakar di dada yang kadang disertai
rasa nyeri dan pedih) serta gejala-gejala lain seperti regurgitasi (rasa asam dan
pahit di lidah), nyeri epigastrium, disfagia, dan odinofagia.7
Data epidemiologi di Amerika Serikat menunjukan satu dari lima orang
dewasa mempunyai gejala refluks esophageal (heartburn) dan atau regurgutasi
asam satu kali seminggu, dan sekitar 40% dari mereka memiliki gejala setidaknya
sekali dalam sebulan.8 Studi terbaru mengenai prevalensi di Jepang
mengungkapkan nilai rata-rata 11,5% dan GERD di definisikan sebagai rasa
sensasi terbakar di daerah dada dirasakan paling tidak dua kali dalam seminggu.9
Indonesia sampai saat ini belum mempunyai data epidemiologi yang lengkap
mengenai kondisi ini. Laporan yang ada dari penelitian Lelosutan SAR dkk di
FKUI/RSCM-Jakarta menunjukkan bahwa dari 127 subyek penelitian yang
menjalani endoskopi SCBA, 22,8% (30%) subyek di antaranya menderita
3

esofagitis.10 Penelitian lain, dari Syam AF dkk, juga dari RSCM/FKUI-Jakarta,


menunjukkan bahwa dari 1718 pasien yang menjalani pemeriksaan endoskopi
SCBA atas indikasi dispepsia selama 5 tahun (1997-2002) menunjukkan adanya
peningkatan prevalensi esofagitis, dari 5,7% pada tahun 1997 menjadi 25,18%
pada tahun 2002 (rata-rata 13,13% per tahun).11
Ada beberapa faktor yang berperan menimbulkan refluks gastroesofagus pada
pasien asma. Faktor-faktor tersebut adalah disregulasi otonom, perbedaan tekanan
antara rongga toraks dan abdomen, serta penggunaan obat-obat asma.12-14
Terjadinya penyakit refluks gastroesofagus pada asma secara pasti tidak diketahui,
diperkirakan antara 34-89%.13-15
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin meneliti hubungan kontrol
asma bronkial dengan kejadian GERD di Rumah Sakit Dustira.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat disusun klasifikasi masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana gambaran kontrol asma bronkial di Poli Paru Rumah Sakit Dustira
tahun 2017?
2. Apakah terdapat hubungan tingkat kontrol asma bronkial dengan kejadian
GERD di Rumah Sakit Dustira tahun 2017?
3. Apakah jenis kelamin dan usia mempengaruhi kejadian GERD pada pasien
asma bronkiale?
4. Apakah lamanya pasien menderita asma bronkiale mempengaruhi terjadinya
GERD?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kontrol asma bronkial
dengan kejadian gastroesophageal refluks disease (GERD) di Rumah Sakit
Dustira tahun 2017.
4

1.3.2 Tujuan Khusus Penelitian


1. Mengetahui kontrol asma bronkiale di Rumah Sakit Dustira tahun 2017.
2. Mengetahui hubungan tingkat kontrol asma bronkiale dengan kejadian GERD
di Rumah Sakit Dustira tahun 2017.
3. Mengetahui pengaruh kejadian GERD pada pasien asma bronkiale
berdasarkan usia dan jenis kelamin.
4. Mengetahui pengaruh terjadinya GERD pada pasien asma bronkiale
berdasarkan lama menderita.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Akademis
1. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi data untuk mengetahui hubungan
kontrol asma bronkial dengan kejadian GERD.
2. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi penelitian berikutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran awal tentang
hubungan kontrol asma bronkial dengan kejadian GERD dan menambah
informasi kepada masyarakat dan institusi pelayanan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai