Anda di halaman 1dari 24

DAFTAR ISI

1.

Case Overview................................................................................... 2

2.

Peta konsep....................................................................................... 5

3.

Definisi.............................................................................................. 6

4.

Basic Science..................................................................................... 6

5.

Etiologi............................................................................................ 15

6.

Faktor Risiko.................................................................................... 15

7.

Patogenesis dan Patofisiologi.............................................................16

8.

Epidemiologi.................................................................................... 17

9.

Pemeriksaan Penunjang....................................................................17

10. Penatalaksanaan.............................................................................. 17
11. Komplikasi....................................................................................... 21
12. Prognosis......................................................................................... 21
13. Bioetika Humaniora...........................................................................21

1. Case Overview
Keterangan

Interpretasi

Pria
Usia: 60 tahun

Faktor risiko

Keluhan Utama:
Sesak nafas, disertai dengan suara

Ada kelainan paru / jantung.

mengi selama 2 minggu yang dirasakan

Mengi

bertambah berat
Keluhan Penyerta:

restriksi paru akibat cairan paru

1 minggu ini penderita mengalami


bengkak pada kedua tungkai
Ini adalah kali ke 2X masuk RS

Tanda decom jantung kanan

dikarenakan

Riwayat pengobatan

gangguan

Penderita ini adalah perokok berat mulai

Faktor resiko

usia muda
Sejak 10 tahun yang lalu penderita

Bersifat kronis

mengalami batuk berdahak sampai 6X /


tahun
Bertambah berat saat infeksi saluran

Akumulasi cairan paru

nafas
Sejak 2 tahun ini penderita berhenti

Dyspneu of effort kronis

bekerja

karena

sesak

nafas

yang

memberat
Hasil Pemeriksaan Fisik:
Sakit sedang, nyaman pada posisi

Sesak udem paru

duduk
Tanda Vital
TD: 110/70 mmHg

Normal

Nadi: 110 x/menit

Takikardi

Respirasi: 36 x/menit

Takipneu

Suhu: 37,5C
Udem di kedua tungkai

Tanda dekom jantung kanan

dan tibialis posterior teraba

Thorax foto:
-Pembesaran jantung apeks bulat
-Hiperaerasi paru dengan penurunan
tanda

vaskuler

perifer

paru

Hipertrofi ventrikel kanan


Perbesaran dari alveolus

(emfisematous)
-ICS melebar & difragma datar

Tanda PPOK

EKG
Pembesaran jantung: CTR > 50 %
Diagnosis Banding:

Cardiomegali

1. Cor pulmonale kronik dengan


gagal jantung

2. Bronkitis
3. Asma
4. Perikarditis konstriktif
Diagnosis Kerja:
Cor pulmonale kronik dengan gagal
jantung
1.

2. Peta konsep

3. Definisi
Cor Pulmonale adalah keadaan patologis dengan ditemukannya hipertrofi
ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional struktur dan paru.
Tidak termasuk kelainan karena penyakit jantung primer pada jantung kiri dan
penyakit jantung kongenital. (WHO, 1963).
Cor pulmonale adalah keadaan patologis akibat hipertrofi atau dilatasi
ventrikel kanan yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal. (Braunwahl, 1980).

4. Basic Science
Anatomi Jantung

Gambar 1. Anatomi Jantung

Topografi

-terletak di rongga thorax disekitar garis tengah antara sternum dan


vertebrae.

Memiliki 4 ruang
-2 atrium: dextra dan sinistra
-2 ventrikel: dextra dan sinistra

Memiliki 2 jenis katup


-katup AV
-katup semilunaris

Penyangga katup: chorda tendinae diperkuat oleh musculus papillaris

Lapisan dinding jantung:


-endokardium
-miokardium
-perikardium

Vaskularisasi
-arteri: a.coronaria dextra et sinistra
-vena: v.coronaria

Inervasi:
-simpatis: T1-T4
-parasimpatis: N.vagus

Anatomi paru-paru

Paru-paru mempunyai sumber suplai darah dari Arteria Bronkialis dan Arteria
pulmonalis. Arteria Bronkialis berasal dari Aorta torakalis dan berjalan sepanjang
dinding posterior bronkus. Vena bronchialis yang besar mengalirkan darahnya ke
dalam sistem azigos, yang kemudian bermuara ke vena cava superior dan
mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena brochialis yang lebih kecil akan
mengalirkan darah vena pulmonalis, karena sirkulasi bronchial tidak berperanan
pada pertukaran gas, darah yang tidak teroksigenasi mengalami pirau sekitar 23% curah jantung. Sirkulasi bronchial menyediakan darah teroksigenisasi dari
sirkulasi sistemik dan
kebutuhan

Gambar 2. Anatomi Paruparu

berfungsi

memenuhi

metabolisme jaringan

paru-paru.
Arteri Pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena
campuran ke paru-paru dimana darah tersebut mengambil bagian dalam
pertukaran gas. Jalinan kapiler paru-paru yang halus mengitari dan menutup
alveolus, merupakan kontak erat yang diperlukan untuk proses pertukaran gas
antara alveolus dan darah. Darah yang teroksigenasi kemudian dikembalikan

melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri yang selanjutnya membagikannya


kepada sel-sel melalui sirkulasi sistemik.

Pada paru-paru basis nya terletak diatas diafragma, dengan apex nya terdapat
diatascosat 1 dan kedalam pangkal leher. Paru-paru mempunyai batas-batas
yaitu, margo inferior, margo anterior, dan margo posterior.
Aliran pembuluh limfe nya bermuara ke dalam nodi lymphatici yang disebut nodi
trancheobronchiater
Histologi Jantung
Dinding jantung tersusun atas 3 lapisan, dari paling dalam yaitu endokardium,
miokardium, dan perikardium paling luar. Perikardium berupa kantong yang
melipat dan membentuk rongga perikardium. Rongga ini berisikan cairan
sehingga memudahkan kontraksi jantung. Bagian perikardium yang melekat ke
miokardium disebut perikardium visceral atau epikardium. Sedangkan bagian
yang melekat ke struktur lain di rongga thorax disebut perikardium parietal.
Secara histologis struktur perikardium yang penting ialah epikardium.
a. Endokardium, merupakan lapisan dinding jantung paling tipis. Terdiri atas
selapis sel endotel gepeng diatas lapisan tipis jaringan ikat longgar yang
didominasi serabut kolagen dan elastin, dan beberapa sel otot polos. Di bawah
endokardium terdapat lapisan subendokardium yang memisahkan endokardium
dengan miokardium. Lapisan ini lebih tebal dari endokardium, terdiri atas jaringan
ikat yang diantara serabutnya dapat ditemukan vena, nervus dan di dinding
ventrikel dapat ditemukan pula serabut sistem konduksi jantung atau serabut
Purkinje.
Struktur jantung penting lainnya di endokardium ialah katup, ada 4 katup jantung
yang melekat pada skeleton fibrosa atau rangka jaringan ikat jantung yang sering
disebut anulus fibrosus. Katup merupakan modifikasi endokardium yang memiliki
jaringan ikat sangat padat akan kolagen dengan selapis endotel. Sedangkan
anulus fibrosus berasal dari jaringan ikat padat endokardium yang sangat kaya
kolagen pada kanal atrioventrikular. Katup memiliki struktur pendukung berupa
chorda tendinea dan muskulus papillaris yang terdapat di ventrikel. Chorda
tendinea berupa jaringan ikat padat yang menghubungkan katup dengan
muskulus papillaris. Sedangkan muskulus papillaris merupakan bagian dari
miokardium yang menonjol dan melekat dengan chorda tendinea. Keberadaan
kedua struktur ini penting untuk mencegah prolaps katup.
8

b. Miokardium, merupakan lapisan dinding jantung paling tebal. Serabut otot


jantung tersusun spiral dalam dinding jantung, sehingga pada preparat histologi
akan tampak gambaran susunan serabut ke berbagai arah. Sel otot jantung
memiliki banyak ciri unik yang hanya ada pada sel otot jantung. Ciri ciri ini
menunjukkan susunan histologi yang mendukung fisiologinya sebagai otot
jantung. Ada 2 jenis serabut pada lapisan miokardium, serabut kontraktil yang
berfungsi untuk kontraksi jantung, dan serabut sistem konduksi yang merupakan
modifikasi serabut otot jantung
Sel otot jantung pada serabut kontraktil, memperlihatkan pola garis melintang
yang mirip dengan otot rangka,namun kontraktilitasnya involunter mirip dengan
otot polos. Meskipun tampak memiliki pola mirip dengan sel otot rangka, sel otot
jantung memiliki 1-2 inti pucat di tengah, lebih mirip otot polos dibanding otot
rangka yang multinuklear. Sel otot jantung memiliki diskus interkalaris, berupa
garis gelap melintang yang tersusun ireguler. Diskus ini merupakan kompleks
pertautan antar sel otot jantung untuk membantu kontraktilitas otot jantung. Pada
diskus interkalaris akan banyak ditemukan struktur hubungan antar sel seperti
desmosom, fascia adherentes (menyerupai zonula adherens) dan taut celah
(gap junction) yang memungkinkan terjadinya komunikasi antar sel otot jantung,
mengikat sel sel otot jantung dan mendukung kontraktilitas sel otot jantung
secara bersamaan. Untuk itu pula, sel otot jantung memiliki banyak tubulus T
dengan ukuran yang lebih besar.
Metabolisme otot jantung bersifat aerob dengan asam lemak sebagai sumber
utama, asam lemak ini kemudian ditimbun dalam bentuk trigliserida dan glikogen
yang banyak ditemukan di perikardium. Karena kebutuhan metabolismenya yang
tinggi, otot jantung memiliki
banyak mitokondria yang menempati hingga 40% sitoplasma. Karena aktivitas
ventrikel lebih tinggi dibanding atrium, maka ukuran sel dan tubulus T berjumlah
lebih sedikit pada atrium. Atrium memiliki granul produsen ANF (atrium natriuretic
factor) pada pada kedua kutub inti otot jantung yang terhubung dengan kompleks
Golgi. ANF merupakan hormon polipeptida regulator ekskresi natrium dan air
yang berperan dalam pengaturan tekanan darah.

Lapisan miokardium juga memiliki serabut konduksi yang merupakan modifikasi


otot jantung. Sistem konduksi jantung tersusun atas nodus sinoatrial (SA) yang
berperan sebagai pacemaker dan terletak di dinding posterior atrium kanan,
nodus atrioventrikular (nodus AV) dan berkasnya (berkas atrioventrikular/berkas
His) yang berlanjut menjadi serabut Purkinje kearah ventrikel. Nodus AV terletak
di dasar atrium kanan, berlanjut menjadi berkas His ke septum interventrikel
hingga akhirnya menuju ventrikel menjadi serabut Purkinje kearah lapisan
subendokardium membentuk jejaring hingga masuk kembali ke miokardium
ventrikel.
Nodus SA merupakan modifikasi sel otot jantung berbentuk fusiform berukuran
lebih kecil dibanding sel otot kontraktil. Nodus AV memiliki struktur serupa namun
dengan juluran sitoplasma lebih banyak untuk mendukung perannya membentuk
jejaring konduksi.Serabut Purkinje, sama seperti sel kontraktil, memiliki 1-2 inti di
tengah,namun sitoplasmanya sangat kaya akan mitokondria dan glikogen hingga
terpulas sangat pucat pada preparat.
Diantara serabut miokardium terdapat serabut saraf otonom simpatis dan
parasimpatis yang mempengaruhi frekuensi denyut dan irama jantung. Selain itu
terdapat pula ujung saraf bebas yang berhubungan dengan sensibilitas dan
berperan dalam munculnya nyeri (angina pectoris)
c. Epikardium, tersusun atas lapisan epitel skuamous selapis (mesotel) dan
jaringan ikat longgar tipis. Mesotel berperan dalam sekresi cairan perikardium. Di
bawah epikardium,ke arah luar terdapat lapisan subepikardium yang mirip
dengan lapisan subendokardium, berisikan arteri koroner, vena, saraf serta
sebagai ciri khasnya, memiliki adiposit.
Histologi Paru-paru
Paru merupakan sepasang organ terletak di dalam rongga dada pada tiap
tiap sisari daerah pusat atau mediastinu, yang terisi jantung dan pembuluh darah
besar, esophagus, bagian bawah trakea dan sisa sisa kelenjar tinus.
Di mediastinum trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan.
Brokus primer (utama) kanan bercabang lagi sebelum memasuki jaringan paru
10

menjadi bronkus sekunder lobus atas dan lobus bawah. Jadi, tiga lobus kanan
dan dua lobus kiri diisi oleh bronkus sekunder dan setiap bronkus lobaris
bercabang lebih lanjut menjadi bronkus tersier, yang turut menyusun segmen
bronkopulmonar, dalam tiap paru terdapat sepuluh segmen.
1. Bronchus
Bronchus terdiri dari bronchus primer, sekunder dan tersier. Terdapat
dua percabangan dari bronchus primer yang terbagi menjadi bronchus
primer kiri dan kanan yang masing-masing akan masuk ke paru-paru
bagian kanan dan kiri. Bronchus kanan bentuknya lebih vertical, pendek
dan lebar dibandingkan dengan bronchus kiri.
Sama seperti trachea, bronchus primer berisi incomplete ring of
cartilage dan dilapisi oleh sel epitel pseudostratified columnar bersilia.
Pada bagian entering paru-paru, bronchus primer membelah menjadi
bronchus yang lebih kecil yang disebut dengan bronchus sekunder, yang
terdapat satu di tiap lobus dari paru-paru. Kemudian bronchus sekunder
membelah menjadi bronchus yang lebih kecil lagi yang disebut dengan
bronchus

tersier

yang

akan

membelah

menjadi

bronkhiolus.

Percabangan-percabangan ini yang dinamakan dengan bronchial tree.


Beberapa struktur yang berubah pada bronchial tree, yaitu:
a. Membrane mukosa berubah dari sel epitel pseudostratified
columnar bersilia dengan beberapa sel goblet di bronkhiolus lebih
besar di bronchus primer, sekunder dan tersier menjadi epitel
simple columnar bersilia tanpa sel goblet di bronkhiolus yang lebih
kecil, kemudian ke epitel simple kuboidal tak bersilia.di terminal
bronkhiolus.
b. Piringan kartilago perlahan digantikan oleh cincin kartilago
incomplete di bronchus primer dan akhirnya menghilang di
bronkhiolus distal.
c. Peningkatan jumlah dari

smooth

mengelilingi lumen di spiral band.

11

muscle.

Smooth muscle

2. Bronkhiolus
Bronkhiolus terbagi dua menjadi terminal bronkhiolus dan respiratory
bronkhiolus. Terminal bronkhiolus adalah saluran yang menyambung dari
bronchus dan bercabang menjadi respiratory bronkhiolus yang akan
berpenetrasi dalam ke dalam paru-paru. Terjadi perubahan epitel dari
simple cuboidal ke simple squamous.

12

3. Alveolus
Alveolus adalah sebuah kantung yang berbentuk cup yang dilapisi oleh
epitel simple squamous dan ditopang oleh thin elastic basement
membrane. Dinding dari alveolus memiliki dua macam tipe sel. Sel
alveolus tipe I adalah sel epitel selapis gepeng yang membentuk a nearly
continuous lining of the alveolar wall dan merupakan sel yang paling
banyak. Sel alveolus tipe II yang juga disebut septal sel adalah sel epitel
cuboidal atau round dengan free surface yang berisi microvilli. Juga
terdapat alveolar makrofag pada dinding alveolus yang memfagosit dust
particle dan debris lainnya dari alveolar space. Juga terdapat fibroblast
yang memproduksi reticular dan elastic fiber.

13

Fisiologi
Terdapat 4 Fungsi saluran pernafasan:

Ventilasi paru, masuk keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru

Difusi o2 dan co2 antara alveoli dan darah

Pengangkutan o2 dan co2 dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari
seluruh tubuh

Pengaturan ventrilasi

Sirkulasi pulmonal -> Kurang lebih 50 mmHg


Antara alveoli dan pembuluh kapiler paru terjadi difusi gas berdasarkan prinsip
perbedaan tekanan parsial gas yang bersangkutan.
Sirkulasi :
14

Udara

nasal

alveolus

faring

alveoli kapiler

O2

trakea
jantung

bronkus

bronkiolus

seluruh tubuh

5. Etiologi
Etiologi Cor Pulmonale dapat digolongkan dalam 4 kelompok:
1. Penyakit pembuluh darah paru
2. Tekanan darah pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma,
granuloma atau fibrosis.
3. Penyakit neuor muscular dan dinding dada.
4. Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli, termasuk PPOK.
Penyakit paru lain adalah penyakit paru interstisial dan gangguan
pernapasan saat tidur

6. Faktor Risiko
Faktor risiko penyakit cor pulmonale:
1. Merokok
2. Gaya hidup

15

7. Patogenesis dan Patofisiologi

16

8. Epidemiologi
Insidens diperkirakan 6-7% dari semua penyakit jantung pada orang dewasa
disebabkan oleh PPOK. Umumnya pada daerah dengan polusi udara yang tinggi
dan kebiasaan merokok yang tinggi dengan prevalensi bronchitis kronik dan
emfisema didapatkan peningkatan kekerapan cor pulmonale. Lebih banyak
disebabkan exposure dari pada predisposisi dan pria lebih sering terkena dari
pada wanita. Data kematian yang dikumpulkan sejak tahun 1991 dari bagian Ilmu
Kedokteran Respirasi FK UI Unit paru RSU Persahabatan penyebab kematian
akibat cor pulmonal sebanyak 7 kasus dari 175 jumlah total kematian pasien
penderita penyakit paru atau sebesar 4,10%. Cor pulmonal menduduki ranking
kelima setalah TB paru, tumor paru, pneumonia, dan bronkhiektasis

9. Pemeriksaan Penunjang

Foto thorax: CTR > 50 % menandakan cardiomegaly, reserve coomma

sign, emphysema, hiperaerasi, apex membulat


EKG: irama sinus takikardi HR > 100, right axis deviation (lead 3

negative, aVF positive), p pulmonal (II, III, Avf), T inverted (VI, II, III)
Echocardiography: dilatasi ventrikel kanan, dilatasi atrium kanan,

ventrikel kanan tebal


Analisis gas darah: hiperventilation, hipoventilation, alveolar
Sputum dahak: Lihat bakteri (untuk menentukan penatalaksanaan)
Kateterisasi jantung: ditemukan peningkatan tekanan jantung kanan &
tahanan pembuluh paru

10.

Penatalaksanaan

Terapi Oksigen
Terapi oksigen berfungsi mengurangi vasokonstrinksi dan menurunkan
resistensi vascular paru yang kemudian meningkatkan isi sekuncup
ventrikel kanan. Selain itu, dapat meningkatkan kadar oksigen arteri dan
meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak dan organ vital lain.
Indikasi:
a. PaO2 < 55 mmHg atau SaO2 <88%

17

b. PaO2 55 mmHg-59mmHg disertai salah satu tanda yaitu edema


yang disebabkan gagal jantung kanan, terdapat p pulmonal pada

ekg, dan eritrositosis hematokrit >56%


Diuretik
Diuretik digunakan sebagai terapi kor pulmonale, terutama jika volume
pengisian ventrikel kanan meningkat secara bermakna dan terjadi edema
perifer. Golongan diretik dapat meningkatkan fungsi kedua ventrikel.
Meski demikian, diuretik dapat dapat merugikan status hemodinamik jika
tidak digunakan secara hati-hati. Penurunan volume cairan dalam jumlah
banyak dapat menurunkan cardiac output.
Komplikasi potensial lain dari diuretik adalah terjadinya hipokalemi
disertai alkalosis metabolik. Gangguan elektrolit dan asam basa yang
terjadi juga dapat menyebabkan aritmia jantung, yang pada akhirnya juga
memperburuk cardiac output. Jadi, diuretik dapat digunakan sebagai
manajemen kor pulmonale namun harus digunakan secara hati-hati.
Diuretik diberikan bila ditemukan tanda gagal jantung kanan. Pemberian
diuretik yang berlebihan dapat menimbulkan alkolosis metabolik yang
bisa memicu peningkatan hiperkapnia. Di samping itu dengan terapi
diuretik dapat terjadi kekurangan cairan yang mengakibatkan preload
ventrikel kanan dan curah jantung menurun.
Contoh agen diuretik yang digunakan dalam terapi kor pulmonal kronis
adalah furosemide. Furosemide adalah loop diuretik kuat yang bekerja
pada loop of Henle, menyebabkan blok reversibel dalam reabsorpsi
natrium dan kalium klorida
Dosis dewasa:
20-80 mg / per hari/ PO / IV / IM (dosis maksimum 600 mg / hari)

Vasodilator
Vasodilator telah digunakan sebagai terapi jangka panjang pada kor

pulmonale kronikum dengan hasil yang cukup memuaskan. Golongan


calcium channel blocker, seperti sustained release nifedipine dan diltiazem,
dapat menurunkan tekanan pulmonum, meski obat golongan ini lebih efektif
digunakan

pada

pasien

hipertensi
18

pulmonale

primer

dibanding

sekunder. Calsium channel blockers dapat digunakan sebagai vasodilator


arteri pulmonalis yang telah terbukti keampuhannya dalam pengobatan
jangka panjang cor pulmonale kronis yang diakibatkan oleh hipertensi arteri
pulmonalis.
Golongan vasodilator lain, seperti beta agonis, nitrat, dan ACE inhibitor telah
dicoba, namun tidak menunjukkan efek yang menguntungkan pada pasien
PPOK, sehingga tidak digunakan secara rutin (Sovari, 2011).
Vasodilator (nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa adrenergik,
ACE inhibitor, dan prostaglandin sampai saat ini belum direkomendasikan
pemakaiannya

secara

rutin.

Rubin

menemukan

pedoman

untuk

menggunakan vasodilator bila didapatkan 4 respons hemodinamik sebagai


berikut:
1. Resistensi vaskular paru diturunkan minimal 20%
2. Curah jantung meningkatkan atau tidak berubah
3. Tekanan arteri pulmonal menurunkan atau tidak berubah
4. Tekanan darah sistemik tidak berubah secara signifikan.
Kemudian harus dievaluasi setelah 4 atau 5 bulan untuk menilai apakah
keuntungan hemodinamik di atas masih menetap atau tidak. Pemakaian
sildenafil untuk melebarkan pembuluh darah paru padaPrimary Pulmonary
Hypertension, sedang ditunggu hasil penelitian untuk kor pulmonal lengkap

Beta-agonis selektif
Beta-agonis selektif memiliki keuntungan tambahan selain sebagai

bronkodilator juga memiliki efek kliren mukosiliar. Agonis beta selektif memiliki
keuntungan tambahan sebagai bronkodilator dan efek mukosiliar. Epoprostenol,
treprostinil, dan iloprost adalah analog prostasiklin dan memiliki efek vasodilator
yang kuat. Epoprostenol dan treprostinil diberikan secara intravena dan iloprost
sebagai inhaler. Bosentan yang merupakan antagonis reseptor endotelin-A dan
endotelin-B diindikasikan untuk hipertensi arteri pulmonalis termasuk hipertensi
pulmonal primer. Dalam uji klinis, bosentan meningkatkan kapasitas, penurunan
laju kerusakan klinis, dan peningkatan hemodinamika.

Antikoagulan
Pemberian antikoagulan pada kor pulmonal berdasarkan indikasi atas

kemungkinan terjadinya tromboemboli akibat pembesaran dan disfungsi ventrikel

19

kanan dan adanya faktor imobilisasi pada pasienataupun adanya hipertensi arteri
pulmonal primer.
Di samping terapi diatas pasien korpulmonal pada PPOK harus mendapat
terapi standar untuk PPOK, komplikasi dan penyakit penyerta (Sudoyo,W.2006).

Flebotomi
Tindakan flebotomi pada pasien kor pulmonal dengan hematokrit yang

tinggi diindikasikan jika hematokrit > 55%. Sasarannya adalah penurunan Hct di
bawah 50% (Sudoyo,W.2006).

Digitalis
Glikosida jantung seperti digitalis dapat digunakan pada gagal ventrikel

kanan karena dapat meningkatkan fungsi ventrikel kanan namun harus


digunankan

secara

hati-hati

dan

dihindari

selama

episode

akut

cor

pulmonale. Digitalis hanya digunakan pada pasien kor pulmonal bila disertai
gagal jantung kiri. Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kanan
pada pasien kor pulmonal dengan fungsi ventrikel kiri normal, hanya pada pasien
kor pulmonal dengan fungsi ventrikel kiri yang menurunkan digoksin bisa
meningkatkan fungsi ventrikel kanan. Di samping itu pengobatan dengan digitalis
menunjukkan peningkatan terjadinya komplikasi aritmia.
o

Digoxin (Lanoxin)

Memiliki efek inotropik positif pada gagal miokardium. Efek ini dicapai melalui
penghambatan Na + / K +-ATPase pompa, mengarah ke
peningkatan

konsentrasi

natrium

intraseluler

bersama

dengan

seiring

bertambahnya konsentrasi kalsium intraseluler dengan mekanisme pertukaran


kalsium-natrium. Hasilnya adalah augmentasi kontraktilitas miokard.
Dosis Dewasa : 0,125-0,375 mg PO / IV / IM
o

Teofilin
Selain efek bronchodilatory, teofilin (methilxanthin) telah dilaporkan untuk

mengurangi resistensi pembuluh darah paru dan tekanan di arteri paru pada
pasien kor pulmonal kronis sekunder karena PPOK. Teofilin memiliki efek
inotropik lemah dan dengan demikian dapat meningkatkan ejeksi ventrikel kanan
dan kiri.
Dosis rendah teofilin juga telah disarankan karena memiliki efek antiinflamasi yang membantu untuk mengontrol penyakit paru-paru yang mendasari

20

seperti PPOK. Sebagai hasilnya, penggunaan teofilin dipertimbangkan sebagai


terapi tambahan dalam pengobatan kor pulmonal kronis atau dekompensasi
dengan PPOK.
Teofilin (aminofilin, Theo-24, Theolair, Theo-Dur)
Dosis Dewasa
Loading doses:

5,6 mg / kg IV selama 20 menit (berdasarkan aminofilin)

Maintenance doses:

11.

IV infus pada 0,5-0,7 mg / kgBB / jam Komp

Komplikasi

Sinkop
Hipoksia
Efusi pleura
Gagal jantung kanan
Edema
Hepatomegaly

12.Prognosis
Quo Ad Vitam: dubia ad malam
Quo Ad Functionam: dubia ad malam

13.

Bioetika Humaniora

Aspek bioetik dan humaniora dengan pendekatan metode menurut Jonsen,


Siegler, dan Winslade:
a. Medical Indication
Prinsip kaidah dasar moral (KDM) yang terdapat dalam skenario
tersebut:

KDM

Beneficence:

Kriteria

meminimalisir

akibat

buruk.

Dokter

menangani pasien tersebut dengan tepat, sehingga pasien tersebut


dapat meminimalisir akibat buruk.
KDM Beneficence: Kriteria Golden Rule Principle. Dokter menegakan
diagnosis pasien mengalami cor pulmonale.

21

b. Patient Preferrences
Pada prinsip ini dokter melihat bagaimana penilaian pasien tersebut
tentang manfaat dan beban dari tindakan tindakan medis yang akan
diterima oleh pasien. KDM yang di nilai adalah:

KDM Autonomy: dalam kasus ini pasien berumur 60 tahun dengan


penyakit cor pulmonale dikategorikan sebagai pasien yang kompeten
dalam mengambil keputusan. Dalam hal ini informed consent segera
diberikan kepada pasien.

c. Quality of Live
Dalam

prinsip

ini

dokter

melakukan

penilaian

kualitas

hidup

pasientersebut dengan menilai bagaimana prognosis dari pasien tersebut.


KDM yang terkait:

Beneficence: Prognosis pasien tersebut dubia ad malam . Dokter harus


menjaga kondisi pasien agar tetap stabil pada kondisi tersebut

Nonmaleficence: Dokter dapat mengobati secara proposional sehingga


dapat mencegah komplikasi yang akan timbul.

d. Contextual Features
Dalam prinsip ini dokter diharapkan mampu menilai aspek non medis
yang mempengaruhi keputusan yang dibuatoleh pasien berkaitan dengan
tindakan medis seperti faktor keluarga, ekonomi, agama dan budaya.
KDM yang terkait:

Justice: kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian atas


tindakan medis kepada pasien dengan memperhatikan apakah ada
permasalahan dari ekonomi sosial dan budaya dari pasien atau keluarga
pasien yang mempengaruhi keputusan pasien terhadap tindakan medis
yang akan dilakukan dokter.

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland, W.A Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta: EGC;
2014.
2. Junqueira, L.C. dan Carneiro, J. 2014. Histologi Dasar. Ed ke-12. Jakarta:
EGC.
3. Guyton, Arthur C. Hal.l, John E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta: EGC; 2014.
4. Lorraine M. Wilson. Patofisiologi. Edisi 4. Jakarta: EGC; 1995.
5. Moore, Keith L. 2002. Essential Clinical Anatomy. Jakarta: Hipokrates.
6. Price, Sylvia. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC. 2002.
7. Robbins, Abbas, Aster. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9. Jakarta: Elsevier
Saunders; 2015.
8. Sobotta, Johannes. Atlas of Human Anatomy, 23th ed.

23

1. Resep
dr. Bonar
SIP: 010/XI/2015
Jl. Tutorial No.2, Cimahi
Cimahi, 22 November 2015
R/ Glibenclamide tab 5 mg No. XVI
S 1-0-0 h a.c.

Pro: Ny. Mumun


Usia: 35 tahun

24

Anda mungkin juga menyukai