Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tuberkulosis (TB)


1. Definisi Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang di
sebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar (80%)
menyerang paru-paru. Bakteri tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh melalui
udara lewat saluran pernafasan dan dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh
lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,melalui saluran
nafas,bronkus atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya. Penyakut TB
paru dapat menyerang semua kelompok usia (Depkes RI, 2014).
TB Paru adalah kasus TB yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru) (Depkes RI, 2013). Penyakit TB merupakan
penyakit menahun, bahkan dapat seumur hidup. Setelah seseorang terinfeksi
bakteri Mycobacterium tuberculosis, hampr 90% penderita secara klinis tidak
sakit, hanya di dapatkan test tuberculin positif dan 10% akan sakit. Penderita yang
sakit bila tanpa pengobatan, setelah 5 tahun 50% penderita TB paru akan mati,
25% sehat dengan pertahanan tubuh yang baik dan 25% menjadi kronik dan
infeksius (Jusuf, 2010).
Bakteri tuberculosis berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan.Oleh karena itu di sebut pula sebagai basil
tahan asam (BTA). Bakteri TB paru cepat mati dengan sinar matahari langsung,
tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab
(Burhan, 2010 ).

2. Morfologi
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini
berbentuk batang atau sedikit melengkung, tidak berspora, tidak berkapsu dan

7
ukuran panjang 1-4 µm dan tebal 0,3-0,6µm (Amir, 2014). Reservoir infeksi
biasanya di temukan pada manusia dengan penyakit paru aktif (Kumar dkk,
2013).
Penyebab dari penyakit tuberculosis paru adalah bakteri
Mycobacterium tuberculosis yang merupakan bakteri tahan asam. Di kenal ada 2
tipe bakteri Mycobacterium tuberkulosis paru di sebabkan oleh tipe humans
walaupun tipe bovinus dapat juga menyebabkan terjadinya tuberculosis paru,
namun hal itu sangat jarang terjadi (Depkes, 2007).
M.tuberkulosis hominis bersifat aerob abligat yang pertumbuhannya
terhambat oleh pH kurang dari 6,5 (Kumar dkk, 2013). Sebagian besar dinding
kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih
tahan terhadap asam (asam alcohol) sehingga di besut bakteri tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun
dalam keadaan dingin (dapat bertahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini
dapat terjadi karena kuman dalam sifat dormant. Dari sifat dorment ini kuman
dapat bangkit kembali dan menjadi penyakit tuberculosis menjadi aktig lagi
(Amin 2014). Sifat lain M, tuberculosis adalah aerob. Sifat ini menunjukkan
kuman lebih menyenagi jaringan yang tinggi kandungan okseigennya. Dalam hal
ini tekanan oksegen pada bagian apical paru-paru lebih tinggi dari bagian lain,
sehingga bagian apical ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis
(PDPI, 2006).
Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium
Tuberkulosis. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0.504 mikron x 0.3-0.6
mikron dan bentuk dari bekteri ini yaitu batang, tipis, lurus atau agak bengkok,
tidak mempunyai selubung tetapi bakteri ini mempunyai lapisan luar yang tebal
terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Sifat dari bakteri ini agak istimewah,
karena bakteri ini dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan
alcohol sehingga sering di sebut bakteri tahan asam (BTA). Selain itu bakteri ini
juga tahan terhadap suasana kering dan dingin. Bakteri ini juga tahan pada kondisi

7
rumah atau lingkungan yang lembab dan gelap bias sampai berbulan-bulan namun
bakteri ini tidak tahan atau dapat mati apabila terkena sinar matahari (Widoyono,
2011).

3. Epidemologi
A. Personal
a) Umur
Tb Paru Menyerang siapa saja tua, muda bahkan anak-anak.Sebagian
besar penderita Tb Paru di Negara berkembang berumur dibawah 50 tahun.
Data WHO menunjukkan bahwa kasus TB paru di Negara berkembang
banyak terdapat pada umur produktif 15-29 tahun. Penelitian Rizkiyani pada
tahun 2008 menunjukkan jumlah penderita baru Tb Paru positif 87,6%
berasal dari usia produktif (15-54 tahun) sedangkan 12,4 % terjadi pada usia
lanjut (≤ 55 tahun) (Kandun, 2006).

b) Jenis Kelamin
Penyakit Tb Paru menyerang orang dewasa dan anak-anak, laki-laki
dan perempuan. Tb paru menyerang sebagian besar laki-laki usia produktif
(Kandun, 2006).

c) Stasus gizi
Status nutrisi merupakan salah satu faktor yang menetukan fungsi
seluruh sistem tubuh termasuk sistem imun. sistem kekebalan dibutuhkan
manusia untuk memproteksi tubuh terutama mencegah terjadinya infeksi
yang disebabkan oleh `mikroorganisme (Laban, 2008). Bila daya tahan
tubuh sedang rendah, kuman Tb paru akan mudah masuk ke dalam tubuh.
Kuman ini akan berkumpul dalam paru-paru kemudian berkembang biak.
Tetapi, orang yang terinfeksi kuman TB Paru belum tentu menderita Tb
paru. Hal ini bergantung pada daya tahan tubuh orang tersebut. Apabila,

7
daya tahan tubuh kuat maka kuman akan terus tertidur di dalam tubuh
(dormant) dan tidak berkembang menjadi penyakit namun apabila daya
tahan tubuh lemah, maka kuman Tb akan berkembang menjadi penyakit.
Penyakit Tb paru lebih dominan terjadi pada masyarakat yang status gizi
rendah karena sistem imun yang lemah sehingga memudahkan kuman Tb
Masuk dan berkembang biak. (Kandun, 2006).
B. Tempat
a) Lingkungan
TB paru merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang
ditularkan melalui udara. Keadaan berbagai lingkungan yang dapat
mempengaruhi penyebaran Tb paru salah satunya adalah lingkungan yang
kumuh kotor. Penderita Tb Paru lebih banyak terdapat pada masyarakat
yang menetap pada lingkungan yang kumuh dan kotor (Kandun, 2006).
b) Kondisi sosial ekonomi
Sebagai penderita TB paru adalah dari kalangan miskin. Data WHO
pada tahun 2011 yang menyatakan bahwa angka kematian akibat Tb paru
sebagaian besar berada di Negara yang relatif miskin (Kandun, 2006).
c) Waktu
Penyakit Tb paru dapat menyerang siapa saja, dimana saja, dan kapan
saja tanpa mengenal Penyakit TB paru dapat menyerang siapa saja, dimana saja,
dan kapan saja tanpa mengenal waktu. Apabila kuman telah masuk ke dalam
tubuh pada saat itu kuman akan berkembang biak dan berpotensi untuk terjadinya
TB paru waktu. Apabila kuman telah masuk ke dalam tubuh pada saat itu kuman
akan berkembang biak dan berpotensi untuk terjadinya TB paru (Kandun, 2006).

7
4. Klasifikasi penyakit
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena
1. TB Paru
TB paru adalah tuberkulosisi yang menyerang haringan paru, tidak
termasuk plura ( selaput paru ) dan kelenjar pada hilus.
2. TB Ekstra Paru
TB ekstra paru adalah tubekulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya plura, selaput otak, selapur jantung, kelenjar limfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan
lain-lain.
b. Klasifikasi bedasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopik, TB paru terbagi
dalam :
1. TB Paru BTA Positif
Kriteria diagnostic TB paru BTA positif harus meliputi: sekurang-
kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif: 1 spesimen
dahak menunjukan gambaran tuberculosis: 1 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif dan biakkan kuman TB positif: 1 atau lebih spesimen dahak
hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya
hasilnya BTA negative dan tidak ada perbaikkan setelah pemberian
antibiotic dan OAT.
2. TB Paru Negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA
positif.Kriteria diagnostic TB paru BTA negatif haru meliputi: paling tidak 3
spesimen dahak SPS hasilnya negatif : foto toraks abnormal menunjukan
gambaran tuberculosis: tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non
OAT, di tentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
(PDPI, 2011).

7
c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
TB ekstra paru ringanbi bagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakit, yaitu :
1. TB ekstra paru ringan misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
2. TB ekstra paru berat misalnya meningitis, milier, parikarditis,
peritonitis,pleuritis eksudative , TB tulang belakang, TB usus, TB saluran
kemih dan alat kelamin (PDPI,2011).
d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya di bagi menjadi beberapa
tipe pasien, yaitu :
1. Kasus Baru
Yaitu pasien yang belum pernah di obati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
2. Kambuh
Yaitu pasien tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapatkan
pengobatan tuberculosis dan telah di nyatakan sembuh kemudian kembali
berobat dengan hasil pemeriksaan BTA positif.
3. Perpindahan (Transfer-in)
Yaitu penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu
kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita
perpindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindahan (Form TB 09).
4. Setelah lalai (pengobatan setelah default/drop out)
Yaitu penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan dan berhenti
2 bulan atau lebih,kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita
tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif .

7
5.Gagal
Yaitu penderita BTA positif yang masih hidup atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan atau
lebih).
6.Kasus Kronik
Yaitu penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulang kategoti 2 (Depkes RI, 2008).
5. Patogenesis
a. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil: ukurannya, sehingga dapat melewati
sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di
alveolus dan menetap di sana. Infeksi di mulai saat kuman TBC berhasil
berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan
peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar
limfe di sekitar hilus paru, dan di sebut dengan sebagai kompleks primer. Waktu
antara terjadi infeksi sampai pembentukkan kompleks primer adalah sekitar 4-6
minggu. Adanya infeksi dapat di buktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberculin dari negates menjadi positif. (Depkes RI,2008 ).
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang
masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya
reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman
TBC. Meski demikian, ada beberapa kuman akan menetapkan sebagai kuman
persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu
menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang
bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang
dibutuhkan mulai dari terinfeksi sampai menjadi sakit, di perkirakan sekitar 6
bulan (DepkesRI,2008). Tanpa pengobatan,setelah 5 tahun, 50% dari penderita

7
TBC akan meninggal, 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi,
dan 25 % sebagai “kasus kronik” yang tetap menular (WHO, 1999).
b. Tuberculosis pasca primer
Tuberculosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau
tahun sesudah terinfeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun
akbiat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberculosis
pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau
efusi pluara (Depkes RI, 2008).
Sarang dini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-
10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari
sel-sel histiosit dan sel datia langhans (sel besar dengan banyak inti) yang di
kelilingi oleh sel-sel limfosit berbagai jaringan ikat (Amin, 2014).
Saat terbentuknya kompleks primer, infeksi TB primer telah terjadi setelah
terjadi kompleks primer, imunitas seluler tubuh terhadap TB terbentuk, yang
dapat di ketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu
uji tuberculin positif. Selama masa inkubasi (2-12 minggu), uji tuberculin masih
negative, pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik,
pada saat imunitas seluler berkembang, proriferasi bakteri TB terhenti. Akan
tetapi, sejumlah kecil bakteri TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila
imunitas selalar telah terbentuk, bakteri TB paru yang masuk ke dalam alveoli
akan segara di musnahkan oleh imunitas seluler spesifik (Rahajoe, 2008).
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya
akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau klasifikasi
setelah terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Bakteri TB dapat tetap hidup
dan menetap selama bertahun-tahun, tetapi tidak menimbulkan gejala
sakit.Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang
terjadi dapat di sebabkan oleh fokus di paru ataudi kelenjar limfe regional. TB
pasca primer juga dapar berasal dari infeksi eksogen di usia muda menjadi TB di
usia tua. Focus primer di paru dapat membesar dan dapat menyebabkan

7
pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekosis perkijuan yang berat, bagiab
tengah lesi akan mencair dan dapat meninggalkan rongga di jaringan paru
(Rahajoe, 2008)
6. Gejala Klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.

a. Gejala respiratorik
 batuk ≥ 3 minggu
 batuk darah
 sesak napas
 nyeri dada

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis
pada saat medical checkup. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit,
maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yangpertama terjadi
karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak
ke luar.Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan
tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat
gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak
napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pluranya terdapat cairan
(Depkes,2007) .

b. Gejala sistemik
 Demam
 Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam,
anoreksia, berat badan menurun

7
7. Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan melalui pemeriksaan gejala klinis,
mikrobiologi, radiologi, dan patologi klinik.Pada program tuberkulosis nasional,
penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis
utama. Pemeriksaan lain seperti radiologi, biakan dan uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis tuberkulosis hanya berdasarkan pemeriksaan
fototoraks saja.Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis (Depkes, 2002).

a. Pemeriksaan dahak mikroskopis


Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.Pemeriksaan dahak
untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak
yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan sewaktu-pagi
sewaktu (SPS) (Depkes, 2007).

 S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberculosis datang


berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspekmembawa sebuah pot
dahak untuk mengumpulkan dahak pada pagihari kedua
 P(pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segerasetelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepadapetugas.
 S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saatmenyerahkan dahak
pagi hari.
Pemeriksaan mikroskopisnya dapat dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan
mikroskopis biasa di mana pewarnaannya dilakukan dengan Ziehl Nielsen dan
pemeriksaan mikroskopis fluoresens di mana pewarnaannya dilakukan dengan
auramin-rhodamin (khususnya untuk penapisan)

7
Tabel 1 Intepretasi hasil pemeriksaan Tb paru
3 kali positif atau dua kali positif,1 kali BTA+
negatif
1 kali positif, 2 kali negative ulangi
BTA 3
kali
Bila 1 kali positif, dua kali negatif BTA +
Bila 3 kali negatif BTA -

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD


(International Union Against Tuberculosis and lung Tuberculosis) yang
merupakan rekomendasi dari WHO.
Tabel 2 Interpretasi pemeriksaan mikroskopis Tb paru skalaUATLD
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang Negative
Temukan 1-9 BTA dalam 100 lapangan pandang Di tulis
dalam jumlah
jumlah kuman
yang di temukan
Di temukan 10-99 BTA dalam 100 lapangan pandang +(1+)
Di temukan 1-10 BTA dalam 1 lapangan pandang ++ (2+)
Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapangan pandang +++(3+)

b. Pemeriksaan Bactec
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. Mycobacterium tuberculosa metabolisme asam lemak yang
kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh
mesinini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan
secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji

7
kepekaan. Bentuk lain teknik ini adalah dengan memakai Mycobacteria
GrowthIndicator Tube (MGIT) (Amin, 2009).

c. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi
ialah foto lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus dimana pada
pemeriksaan sputum SPS positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada beberapa
kasus dengan hapusan positif perlu dilakukan foto toraks bila10,11:
 Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)
 Hemoptisis berulang atau berat
 Didapatkan hanya 1 spesimen BTA +
Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam
bentuk.Gambaran radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif:
 Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan
segmen superior lobus bawah paru.
 Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau
nodular.
 Bayangan bercak milier.
 Efusi Pleura
Gambaran radiologi yang dicrigai Tb paru inaktif:
 Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan
atau segmen superior lobus bawah.
 Kalsifikasi.
 Penebalan plura

d . Pemeriksaan laboratoium penunjang


Tuberkulosis dapat menimbulkan kelainan hematologi, baik sel-sel
hematopoiesis maupun komponen plasma. Kelainan-kelainan tersebut sangat

7
bervariasi dan kompleks. Kelainan – kelainan hematologis ini dapat merupakan
bukti yang berharga sebagai petanda diagnosis, pentunjuk adanya komplikasi
atau merupakan komplikasi obat-obat anti tuberkulosis (OAT). Untuk melihat
kelainan-kelainan hematologi ini dapat di lakukan Pemeriksaan darah lengkap.
Pemeriksaan yang dapat menunjang untuk mendiagnosis TB paru dan kadang-
kadang juga dapat untuk mengikuti perjalanan penyakit yaitu :
1. Laju endap darah ( LED )
2. Hematokrit
3. Trombosit
4. Jumlah Leukosit
5. Hitung Jumlah Leukosit
Pemeriksaan hitung jenis leukosit (Differesia Count) adalah salah satu
pemeriksaan laboratorium di perlukan sebagai salah satu penunjang untuk
mengetahui penyebab timbulnya suatu penyakit, salah satunya infeksi
tuberculosis. Pemeriksaan hitung leukosit termasuk pemeriksaan penyaring
karena tidak sulit dan manfaatnya besar untuk diagnosa penyakit. Ada beberapa
metode yang dapat di lakukan untuk pemeriksaan hitung jenis leukosit, satu
satunya dengan menggunakan metode hematologi Analyzer.
Untuk menghitung hitung jenis leukosit menggunakan hematologi
Analyzer, waktu yang di gunakan untuk mengeluarkan hasil pemeriksaan, cepat
dan akuratannya tinggi.
e. Pemeriksaan uji tuberculin
Pemeriksaan uji tuberculin merupakan prosedur dignostik paling penting
pada TB paru anak, kadang-kadang merupakan satu-satunya bukti adanya
infeksi Mycobacterium tuberculosis.Sedangkan pada orang dewasa, terutama
dei daerag dengan pravalensi TB paru masih tinggi seperti Indonesia
sensitivitasnya rendah. Hal ini sesuai denga penelitian Hendoko dkk terhadap
penderita TB paru dewasa yang menyimpulkan bahwa reaksi uji tuberculin
tidak mempunyai arti diagnostik, hanya sebagai alat bantu diagnostik saja

7
sehingga uji tuberkulin ini jarang di pakai untung mendiagnosis kecuali
keadaan tertentu, dimana sukar untuk menengakkan diagnosis (Yoga, 2006).

8. Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan
pasien,mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai
penularan danmencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Depkes,
2007).
OAT adalah obat untuk mengobati tuberculosis yang kandungannya
terdiri dari isoniazid, rimfapisin, pirazinamid streptomisin, dan etambutol. OAT
merupakan salah satu obat yang di gunakan dalam proses terapi penderita TB,
karena obat ini dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangbiakan, dan
kelangsungan hidup bakteri. Pengobatan OAT di lakukan pada penderita TB
bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penunalaran dan mencegah terjadinya
resistenasi kuman terhadap obat OAT (Depkes, 2007).
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase, intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4-7 bulan. Mycrobcterium tuberculosis merupakan
kuman tahan asam yang sifatnya berbeda dengan kuman lain karena
tumbuhnyasangat lambat dan cepat sekali timbul resistensi bila terpajan dengan
satu obat.Umumnya antibiotika bekerja lebih aktif terhadap kuman yang cepat
membelahdibandingkan dengan kuman yang lambat membelah. Sifat lambat
membelahyang dimiliki mikobakteri merupakan salah satu faktor yang
menyebabkanperkembangan penemuan obat antimikobakteri baru jauh lebih
sulit dan lambatdibandingkan anti bakteri lain (Depkes, 2007).
Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: INH, Rifampisin,
Streptomisin, Etambutol. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin
,Amikasin, Kuinolon.

7
Tabel 3. Jenis dan Obat OAT
Obat Dosis Dosis (mg) /
Dosis yg dianjurkan
Maks berat badan (kg)
Dosis(mg/kg
Harian (mg/ Intermitten (mg) < 40 40- >60
BB/hari)
kgBB / hari) (mg/kg/BB/ 60
hari)
R 08-Des 10 10 600 300 450 600
H 04-Jun 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
Sesu
aika
S 15-18 15 15 1000 750 1000
n
BB

Pengobatan Tb paru pada orang dewasa di bagi dalam beberapa kategori


yaitu
1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan
etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat
INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan
kepada:
a. Penderita baru TBC paru BTA positif.
b. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
2. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada :
a. Penderita kambuh.
b. Penderita gagal terapi
3. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif
4. Kategori 4: RHZES

7
Diberikan pada kasus Tb kronik .
a. Panduan Obat Anti Tuberkulosis
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi :
1. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto thoraks lesi luas.
Panduan obat yang di anjurkan : 2RHZE/4RH atau 2RHZE/6HR atau
2RHZE/4R3H3
2. RB paru (kasus baru), BTA negative, pada foto thoraks lesi minimal.
Panduan obat yang di anjurkan : 2RHZE/4RH atau 6RHE atau
2RZE/4R3H3
3. TB paru kasus kambuh, sebelum ada hasil uji resistensi dapat di berikan
2RHZES/1RHZE. Fase lanjutan dengan hasil uji resistensi .bila tidak
terdapat hasi uji resistensi dapat di berikan obat RHE selama 5 bulan.
4. TB paru kasus gagal pengobatan. Sebelum ada hasil uji resistendi
seharusnya di berikan obat lini 2 contoh panduan 3-4 bulan
Kanamisin,Ofloksasin,Etionamid, Sikloserin, dilanjutkan 15-18 bulan
Oflaksasin, Etionamid, Sikloserin. Pada keadaan tidak memungkinkan
pada fase awal dapat di berikan 2RHZES/1RHZE. Fase lanjutan sesuai
dengan hasil uji resistensi dapat di berikan obat RHE selama 5 bulan.
Dapat pula dipertimbangkan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal.
5. TB paru kasus putus obat, pasien TB paru kasus putus lalai berobatakan
dimulai pengobatan kembali dengan kriteria sebagai berikut:
a. Berobat > 4 bulan
(1) BTA saat ini negative
Klinis dan radilogi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan
OAT di hentikan.Bila gambaran radilogi aktif, lakukan analisis
lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan
mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lainnya.Bila
terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan pandua
obat yang lebi kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.

7
(2) BTA saat ini positif
Pengobatan di mulai dari awal dengan pandua obat yang lebih kaut
dan jangka waktu pengobatan yang lama.
b. Berobat <4 bulan
(1) Bila BTA positif, pengobatan di mulai dari awal dengan panduan
obat yang lebih kaut dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
(2) Bila TB negative, gambaran foto thoraks positif TB aktif
pengobatan di teruskan.
6. TB paru kasus kronik, pengobatan TB paru kasus kronik. Jika belum ada
hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi,
sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam obat OAT
yang masih sensitive) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon,
betalaktam, makrolid, dll. Pengobatan minimal 18 bulan. Jiak tidak mampu
dapat di berikan INH seumur hidup. Pertimbangan pembedahan untuk
meningkatkan kemungkinana penyembuhan. Kasus TB kronik perlu di rujuk
ke dokter spesialis paru (Yoga,2006).

B. Tinjuan Umum Tentang Limfosit Dan Monosit


1. Limfosit

Limfosit Merupakan sel yang berbentuk bulat dengan ukuran 12 µm. Sel
ini kompeten secara imunologik karena kemampuanya membantu fagosit dan
jumlahnya mencapai 20 – 40%. Sebagai imunosit, limfosit memiliki
kemampuan spesifisitas antigen dan ingatan imunologik. Peningkatan limposit
terdapat pada leukemia limpositik, infeksi virus dan infeksi kronik. Sedangkan
penurunan limposit terjadi pada penderita kanker,anemia aplastik dan gagal
ginjal (Nugraha, 2015).
Jumlah limfosit menduduki nomer dua setelah netrofil yaitu sekitar 1000-
3000 per mm3 darah atau 20-30% dari seluruh leukosit.Di antara tiga jenis

7
limfosit, limfosit kecil terdapat paling banyak.Limfosit kecil ini mempunyai inti
bulat yang kadang-kadang bertakik sedikit.Intinya gelap karena khromatinnya
berkelompok dan tidak nampak nukleolus. Sitoplasmanya yang sedikit tampak
mengelilingi inti sebagai cincin berwarna biru muda. Kadang-kadang
sitoplasmanya tidak jelas mungkin karena butir-butir azurofil yang berwarna
ungu.Limfosit kecil kira-kira berjumlah 92% dari seluruh limfosit dalam darah
(Nugraha,2015).
Limfosit mempunyai kedudukan yang penting dalam sistem imunitas
tubuh, sehingga sel-sel tersebut tidak saja terdapat dalam darah, melainkan
dalam jaringan khusus yang dinamakan jaringan limfoid. Berbeda dengan sel-
sel leukosit yang lain, limfosit setelah dilepaskan dari sumsum tulang belum
dapat berfungsi secara penuh oleh karena harus mengalami differensiasi lebih
lanjut. Apabila sudah masak sehingga mampu berperan dalam respon
immunologik, maka sel-sel tersebut dinamakan sebagai sel imunokompeten. Sel
limfosit imunokompeten dibedakan menjadi limfosit B dan limfosit T,
walaupun dalam sediaan apus tidak dapat membedakannya. Limfosit T
sebelumnya mengalami diferensiasi di dalam kelenjar thymus, sedangkan
limfosit B dalam jaringan yang dinamakan Bursa ekivalen yang diduga keras
jaringan sumsum tulang sendiri.Kedua jenis limfosit ini berbeda dalam fungsi
immunologiknya (Hoffbrand,1996).
Sel-sel limfosit T bertanggung jawab terhadap reaksi immune seluler dan
mempunyai reseptor permukaan yang spesifik untuk mengenal antigen
asing.Sel limfosit B bertugas untuk memproduksi antibodi humoral antibodi
response yang beredar dalam peredaran darah dan mengikat secara khusus
dengan antigen asing yang menyebabkan antigen asing tersalut antibodi,
kompleks ini mempertinggi fagositosis, lisis sel dan sel pembunuh (killer sel
atau sel K) dari organisme yang menyerang.Sel T dan sel B secara marfologis
hanya dapat dibedakan ketika diaktifkan oleh antigen.
Sel T di bagi menjadi tiga kelompok :

7
a. Sel T- pembunuh, yang mengenali dan menghancurkan sel abnormal atau sel
yang terinfeksi
b. Sel T- penolong yang membantu sel lainnya untik menghancurkan
organisme penyebab infeksi
c. Sel T-penekan, yang menekan aktivita limfoit lainnua, sehingga mereka
menghancurkan jaringan normal.

Limfosit T setelah pembentukanya di sumsum tulang, mula mula


bermigrasi ke kelenjar timus.Di sini limfosit T membelah secara cepat dan
dalam waktu yang bersamaan membentuk keanekaragaman yang ekstrim untuk
bereaksi melawan berbagai antigen yang spesifik.Artinya tiap satu limfosit
membentuk reaktivitas yang spesifik untuk melawan antigen. Kemudian
limfosit berikutnya membentuk spesifitas melawan antigen yang lain. Hal ini
terus berlangsung sampai terdapat bermacam-macam limfosit timus dengan
reaktivitas spesifik untuk melawan jutaan antigen yang berbeda-beda.Berbagai
tipe limfosit T yang diproses ini sekarang meninggalakan timus dan menyebar
keseluruh tubuh untuk memenuhi jaringa limfoid disetiap tempat. Proses ini
berlangsung beberapa waktu sebelum bayi lahir dan selama beberapa bulan
setelah bayi lahir. (Hoffbrand,1996).

Rincian pengolahan limfosit B sedikit diketahui dari pada yang diketahui


mengenai limfosit T. Pada manusia,limfosit B diketahui diolah lebih dahulu
dihati selama pertengahan kehidupan janin dan disumsum tulang selama masa
akhir janin dan setelah lahir. Nama limfosit B karena mula-mula pengolahannya
ditemukan pada bursa fabrikus dari burung,sehingga dinamakan limfosit B
(Dorland,2012).

Setelah diolah terlebih dulu,limfosit B seperti juga limfosit T, bermigrasi


ke jaringan limfoid diseluruh tubuh dimana mereka menempati daerah yang
sedikit lebih kecil dari pada limfosit .Bila antigen spesifik datang berkontak

7
dengan limfosit T dan B di dalam jaringan limfoid, maka limfosit T menjadi
teraktivasi membentuk sel T teraktivasi dan limfosit B membentuk antibodi. Sel
T teraktivasi dan antibodi ini kemudian bereaksi dengan sangat spesifik
terhadap antigen tertentu yang telah mulai perkembangannya (Dorland,2012).

Sebelum terpapar dengan antigen yang spesifik,kelompok limfosit B tetap


dalam keadaan dormant (tidur) didalam jaringan limfoid. Bila ada antigen asing
yang masuk,makrofag dalam jaringan limfoid akan memfagositosis antigen dan
kemudian membawanya ke limfosit B didekatnya. Disamping itu antigen dapat
juga dibawanya ke limfosit T pada saat yang bersamaan. Limfosit B yang
spesifik terhadap antigen segera membesar tampak seperti gambar limfoblas,
limfoblas kemudian berdiferensiasi lebih lanjut untuk membentuk plasmablas
(prekursor dari sel plasma). Sel plasma yang matur kemudian menghasilkan
antibodi.Antibodi yang disekresi ini kemudian masuk kedalam cairan linfe dan
diangkut ke darah sirkulasi. Proses ini berlanjut terus selama beberapa hari atau
beberapa minggu sampai sel plasma kelelahan dan mati (Gay,1999).

Limfopenia adalah penurunan jumlah limfosit di bawah 1500/mm3.


Limfopenia menunjukkan proses tuberkulosis aktif. Tuberkulosis yang aktif
menyebabkan penurunan total limfosit T sebagai akibat penurunan sel T4. Sel
T8 tidak mengalami perubahan secara konsisten, Sel B total juga menurun.
Pengobatan tuberkulosis yang berhasil, memperbaiki jumlah sel-sel tersebut
menjadi normal Limfositosis adalah peningkatan jumlah limfosit di atas
4000/mm3. Limfositosis merupakan respon imun normal di dalam darah dan
jaringan limfoid terhadap tuberkulosis. Repon ini menimbulkanpeningkatan
limfosit dalam sirkulasi. Limfositosis menunjukkan proses penyembuhan
tuberculosis (Oyer,1994).

2. Monosit

7
Jenis sel agranulosit ini berjumlah sekitar 3-8% dari seluruh leukosit.Sel
ini merupakan sel yang terbesar diantara sel leukosit karena diameternya sekitar
12-15 μm.Bentuk inti dapat berbentuk oval, sebagai tapal kuda atau tampak
seakan-akan terlipat-lipat.Butir-butir khromatinnya lebih halus dan tersebar rata
dari pada butir khromatin limfosit (Nugraha,2015).
Sitoplasma monosit terdapat relatif lebih banyak tampak berwarna biru
abu-abu.Berbeda dengan limfosit, sitoplasma monosit mengandung butir-butir
yang mengandung perioksidase seperti yang diketemukan dalam netrofil
(Hoffbrand,1996).
Monopoiesis hamper sama dengan granulopoiesis, yaitu melalui tahapai-
tahapan dari sel muda di sumsum tulang hingga menjadi sel dewasa di
peredaran darah. Sintesis dimulai dari Monoblas, promonosit, dan monosit.

a. Monoblas
Monoblas merupakan stadium paling awal dari monopoiesis.Sel ini
merupakan sel muda yang berukuran besar. Ciri-ciri monoblas adalah sebagai
berikut ; ukuran 15 - 25 m, bentuk oval, kadang-kadang bulat, warna
sitoplasma biru, biasanya muda, tanpa granul, atau sedikit granul halus
azurofilik. Bentuk inti oval, bulat, kadang-kadang tidak teratur, tipe kromatin
kromatin kasar atau berkelompok, nucleolus tampak, ukuran sedang atau besar,
lebih terang dari kromatin, jumlah 1 sampai 3. Rasio inti/sitoplasma tinggi
sangat tinggi. Sel ini normalnya hanya ditemukan di sumsum tulang saja
dengan presentase < 1%, di peredaran darah tidak ada
b. Promonosit
Promonosit merupakan stadium muda dari monosit, sel ini masih
berukuran besar karena merupakan sel muda. Ciri-ciri promonosit adalah
sebagai berikut ; Ukuran 15 - 25 m, bentuk oval, kadang-kadang bulat, warna
sitoplasma terang, biru kelabu, tanpa granul, atau sedikit granul halus azurofilik

7
Bentuk inti biasa tidak teratur, tipe kromatin kasar atau berkelompok .
Nukleolus hampir tak tampak, ukuran sedang atau besar; lebih terang dari
kromatin, 1 sampai 3.Rasio inti/sitoplasma sedang Distribusi di peredaran darah
tidak ada, di sumsum tulang < 1 % .
c. Monosit
Monosit merupakan stadium akhir dari monopoiesis, sel ini merupakan sel
dewasa/matur yang normalnya lebih banyak berada pada peredaran
darah.Monosit merupakan leukosit yang memiliki ukuran paling besar dengan
bentuk tidak beraturan.Dalam peredaran darah, monosit memiliki waktu transit
yang lebih singkat, yaitu 10-20 jam, sebelum menembus membrane kapiler
menuju jaringan. Sel monosit di jaringan jika teraktivasi akan membengkak dan
ukuranya menjadi lebih besar menjadi makrofag jaringan. Makrofag dapat
bertahan kurang lebih satu bulan dan didestruksi jika melakukan fungsi fagosit.
Ciri-ciri monosit adalah sebagai berikut ; ukuran 15 - 25 m, bentuk bulat, oval
atau tidak teratur, warna sitoplasma abu-abu biru, granula tidak ada atau sedikit
granul azurofilik halus. Bentuk inti biasanya tidak teratur, tipe kromatin
kromatin kasar, berkelompok, nucleolus tidak terlihat.Rasio inti/sitoplasma
sedang.Distribusi di peredaran darah: 1-6 %, di sumsum tulang: < 2 %
Monosit mampu mengadakan gerakan dengan jalan membentuk
pseudopodia sehingga dapat bermigrasi menembus kapiler untuk masuk ke
dalam jaringan pengikat.Dalam jaringan pengikat monosit berbah menjadi sel
makrofag atau sel-sel lain yang diklasifikasikan sebagai sel fagositik.Didalam
jaringan mereka masih mempunyai membelah diri. Selain berfungsi fagositosis
makrofag dapat berperan menyampaikan antigen kepada limfosit untuk bekerja
sama dalam sistem imun (Nugraha,2015).
Sama seperti netrofil, makrofag memiliki daya fagosit yang besar.
Makrofag merupakan monosit yang sudah teraktivasi dan masuk ke dalam
jaringan. Di dalam tubuh, makrofag akan menempati jaringan tubuh, ada

7
beberapa makrofag yang menempati jaringa tertentu, yaitu makrofag di
sinusoid hepar (sel Kupffer), makrofag di otak (microglia), makrofag di kulit
dan subkutan (histiosit), makrofag di limfonodi, dan makrofag di paru-paru
(makrofag alveolar). Jika sudah diaktifkan oleh system imun tubuh (TNF alfa,
IL-1daya fagosit jauh lebih besar dari netrofil, karena mampu memfagosit
sekitar 100 bakteri.Makrofag juga memiliki kemampuan untuk memakan
partikel yang jauh lebih besar, seperti eritrosit, parasit malaria.Setelah
memfagosit, makrofag dapat menampung produk residu di sitoplasma dan inti
(terbentuk vakuola) dan mampu bertahan beberapa bulan di jaringan
(Winarto,2014)
Partikel yang difagosit akan dicerna oleh intraselular enzim, partikel asing
akan oleh lisosom setelah kontak dengan vesikel fagosit dan fusi dari
membrane. Setelah itu, fagosit vesikel akan menjadi vesikel digestif yang akan
segera mencerna partikel. Selain itu, lisosom pada makrofag juga mengandung
lipase dalam jumlah besar yang akan mencerna lipid yang tebal pada beberapa
dinding sel bakteri, terutama M.tuberkulosis Pada makrofag juga mengandung
bactericidal agent yang akan membunuh bakteri jika enzim lisosom gagal
mencerna bakteri. Efek pencernaan antigen juga berasal dari agen oksidasi yang
kuat yang dibentuk oleh enzim pada membrane fagosome atau oleh special
organelle, yaitu peroksisom.Oksidasi agen meliputi superoksida (O2-) dalam
jumlah besar, jidrogen peroksida (H2O2) dan ion hidroksil (-OH-) yang
semuanya bersifat lethal terhadap bakteri meskipun dalam jumlah
terbatas.Selain itu juga enzim lisosomal, myeloperoksidase, katalisasi reaksi
antara H2O2 dan ion clorida yang membentuk hipochlorit yang sangat
bakterisidal (Winarto,2014).
Monosit dalam peredaran darah jumlahnya 8-10%, jika >10% dalam 100
sel leukosit disebut monositosis. Monositosis antara lain disebabkan oleh :
infeksi bakteri kronik (TBC, bruselosis, endokarditis bakterialis, tifoid), infeksi
protozoa (malaria, trypanosomiasis), netropenia kronik, penyakit Hodgkin dan

7
keganasan lain, mielodisplasia (khususnya leukemia mielomonositik kronik),
pengobatan dengan GM-CSF atau M-CSF. Apabila dalam peredaran darah
jumlahnya < 8% dalam 100 sel leukosit, disebut Monositopenia, misalnya pada
penyakit autoimmune (SLE), hairy cell leukemia, obat-obatan : glukokortikoid,
chemotherapy (Sufro,2012).

C. Tinjuan Umum Tentang Metode Pemeriksaan


1. Metode Automatic Hematologi Analyzer
Pemeriksaan hematologi merupakan bagian kelompok pemeriksaan
laboratorium klinik yang terdiri dari beberapa macam pemeriksaan seperti
kadar hemoglobin, hitung jumlah leukosit, eritrosit, trombosit, laju endap
darah (LED), sediaan apus darah tepi, hematokrit, retikulosit dan pemeriksaan
hemostasis. (Wirawan, et al: 1996)
Pemeriksaan hitung jenis leukosit (Differential Count) digunakan untuk
mengetahui jumlah berbagai jenis leukosit. Terdapat lima jenis leukosit yang
masing-masing memiliki fungsi yang khusus. Sel-sel itu adalah neutrofil,
limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil. (Freud, 2012)
Hitung jenis leukosit dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
cara. Pada diagnosis rutin pemeriksaan hitung jenis leukosit dilakukan dengan
mesin penghitung sel. Teknologi yang digunakan untuk pemeriksaan hitung
jenis bergantung pada tipe mesin, dengan mengenali berbagai karakteristik
sel, seperti ukuran, pembiasan optik, impedansi dan sebagian juga menurut
pulasan sitokimiawi. Namun bila hal tersebut berkenaan dengan pengenalan
sel-sel patologis. validitas jenis pemeriksaan diferensiasi tersebut sebagian
besar terbatas. Karena itu penilaian morfologis sediaan apus darah dengan
menggunakan mikroskop masih menjadi dasar diagnosis hematologi. (Freud,
2012)
Salah satu cara langsung yang digunakan adalah cara otomatis dengan
menggunakan alat hitung otomatis ( sysmex KX – 21 ) yang berprinsip pada

7
impedansi yaitu berdasar pengukuran besarnya resistensi elektronik antara dua
electrode (Adisti,2012).
Hematology Analyzer adalah alat untuk mengukur sampel berupa
darah. Alat ini biasa digunakan dalam bidang Kesehatan. Alat ini dapat
membantu mendiagnosis penyakit yang diderita seorang pasien seperti
kanker, diabetes, dan lain-lain. Alat yang digunakan untuk memeriksa darah
lengkap dengan cara menghitung dan mengukur sel darah secara otomatis
berdasarkan impedansi aliran listrik atau berkas cahaya terhadap sel-sel yang
di lewatkan. Mengukur sampel berupa darah. Pemeriksaan hematology rutin
seperti meliputi pemeriksaan hemoglobin, hitung sel leukosit, dan hitung
jumlah sel trombosit (Izzah,2014).

Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dengan cara otomatis yang


menggunakan alat hematology analyzer bekerja berdasarkan beberapa prinsip
diantaranya impedance dan laserbased (optical) flowcytometry. Pada
impedance flowcytometry, jenis-jenis leukosit dibedakan menurut ukurannya
saja, sehingga hanya bisa membedakan 3 (tiga) jenis leukosit yaitu sel yang
berukuran kecil dimasukkan dalam kelompok limfosit, sel yang berukuran
besar dimasukkan kelompok granulosit dan sel yang berukuran sedang
dimasukkan dalam kelompok mid-cells. Pada aser-based flowcytometry,
untuk membedakan sel-sel darah putih selain berdasarkan ukuran sel juga
berdasarkan granula yang kompleks dari masing-masing sel sehingga teknik
ini dapat membedakan seluruh jenis leukosit yang ada pada darah. Pada
kondisi di lapangan tidak semua pemeriksaan hitung jenis leukosit
berlangsung lancer seperti yang diharapkan. Terkadang alat tidak dapat
membaca karena berbagai faktor sehingga diperlukan teknik lain, teknik lain
yang digunakan untuk melakukan perhitungan jenis leukosit adalah dengan
cara manual yaitu dengan membuat sediaan apus darah tepi. Pembuatan
preparat sediaan apus darah adalah untuk menilai berbagai unsur sel darah tepi

7
seperti eritrosit, leukosit, rombosit dan mencari adanya parasit seperti malaria,
microfilaria dan lain sebagainya. Bahan pemeriksaan yang digunakan
biasanya adalah darah kapiler tanpa antikoagulan atau darah vena dengan
antikoagulan EDTA dengan perbandingan 1mg/ cc darah. (Wahid, 2008)

7
7

Anda mungkin juga menyukai