PENDAHULUAN
Hospitalis pada anak suatu proses yang mengharuskan anak untuk tinggal di
rumah sakit, menjalani terapi dan dan perawatan sampai anak tersebut kembali lagi ke
rumah (Supartini,2004, h. 188). Anak-anak yang mengalami hospitalis akan
merasakan kecemasan karena perpisahan, ketakutan tentang tubuh yang sakit dan
nyeri yang nantinya akan mempegaruhi perilaku anak tersebut (Wong 1995 dalam
potter & perry 2005, hh. 666-667).
Dampak jangka pendek dari kecemasan dan ketakutan yang tidak segera di
tangani akan membuat anak melakukan penolakan terhadap tindakan keperawatan dan
pengobatan yang do berikan sehingga berpengaruh terhadap lamanya hari rawat,
memperberat kondisi anak dan bahkan menyebabkan kematian pada anak. Dampak
jangka panjang dari anak sakit dan dirawat dan tidak segera ditangani akan
menyebabkan kesulitan dan kemampuan membaca yang buruk, memiliki gangguan
bahasa dan perkembangan kognitif, menurunnya kemmpuan intelektual dan sosial
serta fungsi imun.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana memahami konsep hospitalisasi pada anak ?
1.3 Tujuan
A. Tujuan umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
keperawatan anak dan menambah pengetahuan tentang konsep hospoitalisasi
pada anak.
B. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah menambah wawasan bagi
perawat tentang konsep hospitalisasi pada anak .
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian.
2.2 Factor yang dapat menimbulkan stress ketika anak menjalani hospitalisasi.
Rumah sakit dapat menjadi suatu tempat yang terlihat menakutkan dilihat
dari sudut pandang anak-anak. Suasana rumah sakit yang tidak familiar,
wajah-wajah yang asing, berbagai macam bunyi dari mesin yang diguanakan,
dan bau yang khas dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan baik bagi
anak.
3
4. Factor kehilangan kebebasan dan kemandirian.
6. Factor prilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit khusunya perawat.
Pada anak usia lebih dari 6bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila
berhadapan dengan orang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang
4
sering muncul pada anak ini adalah menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan
sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya, bayi akan merasakan cemas
karena perpisahan dan perilaku yang ditunjukkan adalah dengan menangis keras,
pergerakan tubuh yang banyak, dan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan.
a. Protes
b. Putus asa
c. Pengingkara (denial)
6
o Masa remaja (12 sampai 18tahun)
7
1. Perasaan cemas dan takut
Seperti diuraikan di atas, orang tua akan merasa begitu cemas dan
takut terhadap kondisi anaknya. Perasaan tersebjut muncul pada saat orang
tua melihat anak mendapat prosedur menyakitkan, seperti pengambilan
darah, injeksi, infus, dilakukan pungsi lumbal, dan prosedur invasif
lainnya. Sering kali pada saat anak akan dilakukan prosedur tersebut,
orang tua bahkabn menangis tidak tega melihat anaknya, dan pada kondisi
ini perawat atau petugas kesehatan harus bijaksana bersikap pada anak dan
orang tuanya.
2. Perasaan sedih
8
mau didekati orang lain, bahkan bisa tidak kooperatif terhadap petugas
kesehatan {supartini,2000}.
3. Perasaan frustasi
Pada kondisi yang telah dirawat yang cukup lama dan dirasakan
tidak mengalami perubahan serta tidak adekuatnya dukungan psikologis
yang diterima dari keluarga maupun kerabat lainnya maka orang tua akan
merasa putus asa bahkan frustasi. Oleh karena itu sering kkali orang tua
menunjukan prilaku tidak kooperatif,putusa asa, menolak tindakan, bahkan
menginginkan pulang paksa.
Reaksi yang sering muncul pada saudara kandung (sibling) terhadap kondisi
ini adalah marah, cemburu, benci, dan rasa bersalah. Rasa marah timbul karena
jengkel terhadap orang tua yang dinilai tidak memperhatikannya. Cemburu atau iri
timbul karena dirasakan orang tuanya lebih mementingkan saudaranya yang sedang
ada di rumah sakit, dan ia tidak dapat memahami kondisi ini dengan baik. Perasaan
benci juga timbul tidak hanya pada saudaranya, tetapi juga pada situasi yang
dinialainya sangat tidak menyenangkan. Selain perasaan tersebut, rasa bersalah juga
dapat muncul karena anak berfikir mungkin saudaranya sakit akibat kesalahanya. Ia
mungkin akan mengingat kejadian yang telah berlalu sebelum saudranya sakit dan ia
menghubungkan hal ini dengan kesalahannya.
Selain perasaan tersebut, takut dan cemas serta perasaan kesepian juga sering
muncul. Perasaan takut dan cemas tentang keberadaan saudaranya yang sedang
dirawat sering kali muncul karena ketidaktahuan tentang kondisi saudaranya.
Perasaan sepi dan sendiri muncul karena situasi di rumah dirasakan tidak sepreti
biasanya ketika anggota keluarga lengkap berada di rumah , dalam situasi penuh
kehangatan, bercengkrama dengan orang tua dan saudaranya.
Kondisi di atas terutama sering muncul pada anak yang lebih muda dan
dihadapkan pada terlalu banyak perubahan, dirawat atau ditemani oleh orang lain
yang bukan saudaranya, dan kurang menerima informasi yang adekua dari orang tua
berkaitan dengan kondisi saudranya di rumah sakit (Wong, 2000).
9
2.6 Intervensi keperawatan dalam mengatasi dampak hospitalisasi.
a) Berikan dukungan pada keluarga untuk mau tinggal dengan anak di rumah
sakit.
b) Apabila diperlukan, fasilitas keluarga untuk berkonsultasi pada psikolog
atau ahli agama karena sangat dimungkinkan kelurga mengalami masalah
psikososial spiritual yang memetlukan bantuan ahli.
10
3. Mempersipkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit.
Pada tahap sebelum masuk rumah sakit dapat dilakukan: siapkan ruang
rawat sesuai dengan tahapan usia anak dan jenis penyakit dengan peralatan
yang diperlukan, apabila anak harus dirawat secara berencana 1-2 hari
sebelum dirawat diorientasikan dengan situasi rumah sakit dengan bentuk
miniature bangunan rumah sakit.
a) Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak dengan cara
memperbolehkan meraka untuk tinggal bersama anak selama 24 jam (rooming
in).
b) Jika tidak mungkin untuk rooming in, beri kesempatan orang tua untuk
melihat anak setiap saat dengan maksud mempertahankan kontak antar
mereka.
c) Modifikasi ruang perawatan dengan cara membuat situasi ruang rawat seperti
dirumah, di antaranya dengan membuat dekorasi ruang yang bernuansa anak.
11
d) Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah, di antaranya dengan
memfasilitasi pertemuan dengan guru, teman sekolah dan memabtunya
melakukan surat-menyurat dengan siapa saja yang anak inginkan.
a) Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif terhadap petugas kesehatan.
Apabila anak harus diisolasi, lakukan modifikasi lingkungan sehingga isolasi tidak
terlalu dirasakan oleh anak dan orang tua, pertahankan kontak antara orang tua dan
anak terutama pada bayi untuk mengurangi stress.
b) Buat jadwal kegitan untuk prosedur terapi, latihan, bermain, dan aktivitas lain dalam
perawatan untuk menghadapi perubahan kebiasaan atau kegiatan sehari-hari.
12
BAB III
ANALISA JURNAL
Comparison :-
13
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau
darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan
sampai pemulangannya kembali ke rumah.
4.2 SARAN
14
DAFTAR PUSTAKA
15