Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang

Hospitalis pada anak suatu proses yang mengharuskan anak untuk tinggal di
rumah sakit, menjalani terapi dan dan perawatan sampai anak tersebut kembali lagi ke
rumah (Supartini,2004, h. 188). Anak-anak yang mengalami hospitalis akan
merasakan kecemasan karena perpisahan, ketakutan tentang tubuh yang sakit dan
nyeri yang nantinya akan mempegaruhi perilaku anak tersebut (Wong 1995 dalam
potter & perry 2005, hh. 666-667).

Hospitalisasi juga berdampak pada perkembangan ank. Hal ini tergantung


karena faktor-faktor yang saling berhybyngan seperti sifat anak, keadaan perawatan
dan keluarga. Perwatan anak yang berkualitas tinggi dapat mempengaruhi
perkembangan intelektual anak yang baik terutama pada anak-anak yang kurang
beruntung yang mengalami sakit dan di rawat di rumah sakit. Anak yang sakit dan
dirawat akan mengalami kecemasan dan ketakutan.

Prevalensi untuk kecemasan anak pada saat hospitalis mencapai 75%.


Kecemasan merupakan kejadian yang mudah terjadi atau menyebar, namun tidak
mudah diatasi karena faktor penyebabnya yang tidak spesifik (Sari dan Sulisno,2012).
Kecemasan yag terjadi oada anak tidak dapat dibiarkan, karenahal ini dapat
berdampak buruk opada proses pemulihan kesehatan anak.

Dampak jangka pendek dari kecemasan dan ketakutan yang tidak segera di
tangani akan membuat anak melakukan penolakan terhadap tindakan keperawatan dan
pengobatan yang do berikan sehingga berpengaruh terhadap lamanya hari rawat,
memperberat kondisi anak dan bahkan menyebabkan kematian pada anak. Dampak
jangka panjang dari anak sakit dan dirawat dan tidak segera ditangani akan
menyebabkan kesulitan dan kemampuan membaca yang buruk, memiliki gangguan
bahasa dan perkembangan kognitif, menurunnya kemmpuan intelektual dan sosial
serta fungsi imun.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana memahami konsep hospitalisasi pada anak ?

1.3 Tujuan

A. Tujuan umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
keperawatan anak dan menambah pengetahuan tentang konsep hospoitalisasi
pada anak.
B. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah menambah wawasan bagi
perawat tentang konsep hospitalisasi pada anak .

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian.

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang


berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani
terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses
tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut
beberapa penelitian ditunjukan dengan pengalaman yang sangat traumatic dan penuh
dengan stres (Supartini, 2004).

Hospitalisasi adalah masuknya individu ke rumah sakit sebagai pasien dengan


berbagai alasan seperti pemeriksaan diagnostic, prosedur operasi, perawatan medis,
pemberian obat dan menstabilkan atau pemantauan kondisi tubuh ().

2.2 Factor yang dapat menimbulkan stress ketika anak menjalani hospitalisasi.

1. Faktor lingkungan rumah sakit.

Rumah sakit dapat menjadi suatu tempat yang terlihat menakutkan dilihat
dari sudut pandang anak-anak. Suasana rumah sakit yang tidak familiar,
wajah-wajah yang asing, berbagai macam bunyi dari mesin yang diguanakan,
dan bau yang khas dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan baik bagi
anak.

2. Faktor berpisah dengan orang yang sangat berarti.

Berpisah dengan suasana rumah sendiri, benda-benda yang familiar


digunakan sehari-hari, juga rutinitas yang biasa dilakukan dan juga berpisah
dengan anggota keluarga lainnya.

3. Factor kurangnya informasi.

Yang didapat orangtuanya ketika akan menjalani hospitalisasi. Hal ini


dimungkinkan mengingat proses hospitalisasi merupakan hal yang tidak
umum di alami olej semua orang. Proses ketika menjalani hospitalisasi juga
merupakan hal yang rumit dengan berbagai prosesdur.

3
4. Factor kehilangan kebebasan dan kemandirian.

Aturan ataupun rutinitas ramah sakit, prosedur medis yang dijalani


seperti tirah baring, pemasangan infuse dan lain sebagainya sangat
mengganggu kebebasan dan kemandirian anak yang sedang dalam taraf
perkembangan.

5. Factor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan.

Semakin sering seorang anak berhubungan dengan rumah sakit, maka


semakin kecil bentuk kecemasan atau malah sebaliknya.

6. Factor prilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit khusunya perawat.

Mengingat anak masih memiliki keterbatasan dalam perkembangan


kognitif, bahasa dan komunikasi. Perawat juga merasakan hal yang sama
ketika berkomunikasi, berinteraksi dengan pasien anak uang menjadi sebuah
tantangan, dan dibutuhkan sensitifitas yang tinggi serta lebih komplek
dibandingkan dengan pasien dewasa. Selain itu berkomunikasi dengan anak
juga sangat dipengaruhi oleh usia anak, kemampuan kognitif, tingkah laku,
kondisi fisik dan psikologis tahapan penyakit dan respon pengobatan.

2.3 Reaksi anak terhadap hospitalisasi.

Anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap


pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual, dan sangat bergantung
pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit,
sistem pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping yang dimiliki. Pada
umumnya reaksi anak terhadapa sakit adalah kecemasan karena perpisahan,
kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Berikut reaksi anak terhadap sakit dan
dirawat dirumah sakit sesuai dengan tahapan perkembangan anak.

- Masa bayi (0 sampai 1tahun)

Pada anak usia lebih dari 6bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila
berhadapan dengan orang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang

4
sering muncul pada anak ini adalah menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan
sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya, bayi akan merasakan cemas
karena perpisahan dan perilaku yang ditunjukkan adalah dengan menangis keras,
pergerakan tubuh yang banyak, dan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan.

- Masa todler (2 sampai 3tahun)

Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber


stresnya. Sumber stres yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon perilaku
anak sesuai dengan tahapannya yaitu tahap:

a. Protes

Perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil


orang tua atau menolak perhatian yang diberikan orang lain.

b. Putus asa

Perilaku yang ditunjukkan adalah menangis berkurang, anak tidak


aktif, kurang menunjukkan minat untuk bermain dan makan, sedih, dan
apatis.

c. Pengingkara (denial)

Perilaku yang ditunjukkan adalah secara samar mulai menerima


perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak mulai terlihat
menyukai lingkungannya.

Oleh karena adanya pembatasan terhadap pergerakan, anak akan


kehilangan kemampuan untuk mengontrol diri dan anak menjadi tergantung
pada lingkunganny. Akhirnya anak akan kembali mundur pada kemampuan
sebelumnya atau agresi. Terhadap perlukaan yang dialami atau nyeri yang
dirasakan karena mendapatkan tindakan invasif, seperti injeksi, infus,
pengambilan darah, anak akan menangis dan menggigit bibirnya, dan
5
memukul. Walaupun demikian anak dapat menunjukkan lokasi rasa nyeri dan
mengkomunikasikan rasa nyerinya.

o Masa prasekolah (3 sampai 6tahun)

Perawatan anak dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari


lingkungan yang dirasakan aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan,
yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman sepermainannya. Reaksi
terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia prasekolah adalah dengan
menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan
tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. Perawatan dirumah sakit juga
membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya. Perawatan dirumah sakit
mengharuskan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa
kekuatan diri. Perawatan dirumah sakit sering kali dipersepsikan anak
prasekolah sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau
takut.

Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap


tindakan dan prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Oleh karena itu,
hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi
verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama dengan
perawat, dan ketergantungan pada orang tua.

o Masa sekolah (6 sampai 12 tahun)

Perawatan anak dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan


lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga terutama kelompok sosialnya dan
menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol juga terjadi akibat dirawat
dirumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan kontrol
tersebut berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan
kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau
pergaulan sosial, perasaan takut mati. Dan adanya kelemahan fisik. Reaksi
terhadap perlakuan atau rasa mati akan ditunjukkan dengan ekspresi baik
secara verbal maupun nonverbalkarena anak sudah mampu
mengkomunikasikan. Anak usia sekolah sedah mampu mengontrol
perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir dan atau
menangis dan memegang sesuatu dengan erat.

6
o Masa remaja (12 sampai 18tahun)

Anak usia remaja memersepsikan perawatan dirumah sakit menyebabkan


timbulnya perasaan cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya.
Telah diuraikan pada kegiatan belajar sebelumnya bahwa anak remaja begitu
percaya dan sering kali terpengaruh oleh kelompok sebayanya. Apabila harus
dirawat dirumah sakit, anak akan merasa kehilangan dan timbul perasaan
cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas dirumah sakit
membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menjadi bergantung
pada keluarga atau petugas kesehatan dirumah sakit. Reaksi yang sering
muncul terhadap pembatasan aktivitas ini adalah dengan menolak perawatan
atau tindakan yang dilakukan padanya atau anak tidak mau kooperatif dengan
petugas kesehatan atau menarik diri dari keluarga, sesama pasien, dan petugas
kesehatan. Perasaan sakit karena perlukaan atau pembedahan menimbulkan
respon anak bertanya-tanya, menarik dari lingkungan, dan atau menolak
kehadiran orang tua.

2.4 Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi anak.

Perawatan anak di rumah sakit tidak hanya menimbulkan masalah bagi


anak, tetapi juga bagi orang tua. Banyak penelitian membuktikan bahwa
perawatan anak di rumah sakit menimbulkan stres pada orang tua, yaitu takut,
rasa bersalah, stres, dan cemas {Hallstrom dan elander,1997, Callery
1997}.Brewis{1997} menemukzan rasa takut pada orang tua selama
perawatan anak di rumah sakit terutama pada kondisi sakit anak yang terminal
karena takut akan kehilanmgan anak yang di cintainya dan adanya per4asaan
yang berduka. Stresor lain yang membuat orang tua stres adalah mendapat
informasi buruk tentang diagnosis nmedik anaknya, perawatan yang tidak
direncanakan, dan pe4ngalaman perawatan dirumah salit senbelumya yang
dirasakan menimbulkan trauma {supartini,2000}. Untuk itu, perasaaan orang
tua tidak boleh di abaikan apabila karena apabila orang tua merasa stres, hal
ini akan dapat membuat ia tidak dapat merawat anaknya dengan baik dan akan
menyebabkan anak menjadi semakin stres {supartini,2000}. Reaksi orang tua
terhadap perawatan anak di rumah sakit dan latar belakang yang menyebabkan
dapat di uraikan sebagai berikut:

7
1. Perasaan cemas dan takut

Seperti diuraikan di atas, orang tua akan merasa begitu cemas dan
takut terhadap kondisi anaknya. Perasaan tersebjut muncul pada saat orang
tua melihat anak mendapat prosedur menyakitkan, seperti pengambilan
darah, injeksi, infus, dilakukan pungsi lumbal, dan prosedur invasif
lainnya. Sering kali pada saat anak akan dilakukan prosedur tersebut,
orang tua bahkabn menangis tidak tega melihat anaknya, dan pada kondisi
ini perawat atau petugas kesehatan harus bijaksana bersikap pada anak dan
orang tuanya.

Penelitian membuktikan bahwa rasa cemas paling tinggi dirasakan


orang tua pada saat menunggu informasi tentang diagnosis penyakit
anaknya {supartini,2000}, sedangkan rasa takut muncul pada orang tua
terutama akibat takut kehilangan anak pada kondisi takut sakit yang
terminal {Brewis,1995}. Perasaan cemas juga dapat muncul.

Pada saat pertama kali datang kerumah sakit dan membawa


anaknya untuk di rawat, merasa asing dengan lingkungan rumah sakit.
Bahkan, bisa saja walaupun orang tua pernah mempunyai pengalaman
dirawat di rumah sakit atau pernah mengenal lingkungan runah sakit,
tetapi tetap perasaan cemas tersebut muncul karena pengalaman
sebelumnya dirasakan menimbulkantrauma. Pengalaman sebelumnya yang
traumatik bisa di alami karena ada interaksi yang tidak baik dengan
petugas kesehatan atau menunggu/menjenguk kerabat yang sakit dan
meninggal di rumah sakit.

2. Perasaan sedih

Perasaan ini muncul terutama pada saat anak dalam kondisi


terminal dan orang tua mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan anaknya
untuk sembuh. Bahkan, pada saat menghadapi anaknya yang menjelang
ajal, rasa sedih dan berduka akan dialami orang tua. Di satu sisi orang tua
di tuntut untuk berada di samping anaknya dan memberi bimbingan
spiritual pada anaknya, dan di sisi lain mereka menghadapi
ketidakberdayaannya karena perasaan terpiukul dan sedih yang amat
sangat. Pada kondisi ini, orang tua menunjukkan prilaku isolasi atau tidak

8
mau didekati orang lain, bahkan bisa tidak kooperatif terhadap petugas
kesehatan {supartini,2000}.

3. Perasaan frustasi

Pada kondisi yang telah dirawat yang cukup lama dan dirasakan
tidak mengalami perubahan serta tidak adekuatnya dukungan psikologis
yang diterima dari keluarga maupun kerabat lainnya maka orang tua akan
merasa putus asa bahkan frustasi. Oleh karena itu sering kkali orang tua
menunjukan prilaku tidak kooperatif,putusa asa, menolak tindakan, bahkan
menginginkan pulang paksa.

2.5 Reaksi saudara kandung terhadap perawatan anak di rumah sakit.

Reaksi yang sering muncul pada saudara kandung (sibling) terhadap kondisi
ini adalah marah, cemburu, benci, dan rasa bersalah. Rasa marah timbul karena
jengkel terhadap orang tua yang dinilai tidak memperhatikannya. Cemburu atau iri
timbul karena dirasakan orang tuanya lebih mementingkan saudaranya yang sedang
ada di rumah sakit, dan ia tidak dapat memahami kondisi ini dengan baik. Perasaan
benci juga timbul tidak hanya pada saudaranya, tetapi juga pada situasi yang
dinialainya sangat tidak menyenangkan. Selain perasaan tersebut, rasa bersalah juga
dapat muncul karena anak berfikir mungkin saudaranya sakit akibat kesalahanya. Ia
mungkin akan mengingat kejadian yang telah berlalu sebelum saudranya sakit dan ia
menghubungkan hal ini dengan kesalahannya.

Selain perasaan tersebut, takut dan cemas serta perasaan kesepian juga sering
muncul. Perasaan takut dan cemas tentang keberadaan saudaranya yang sedang
dirawat sering kali muncul karena ketidaktahuan tentang kondisi saudaranya.
Perasaan sepi dan sendiri muncul karena situasi di rumah dirasakan tidak sepreti
biasanya ketika anggota keluarga lengkap berada di rumah , dalam situasi penuh
kehangatan, bercengkrama dengan orang tua dan saudaranya.

Kondisi di atas terutama sering muncul pada anak yang lebih muda dan
dihadapkan pada terlalu banyak perubahan, dirawat atau ditemani oleh orang lain
yang bukan saudaranya, dan kurang menerima informasi yang adekua dari orang tua
berkaitan dengan kondisi saudranya di rumah sakit (Wong, 2000).

9
2.6 Intervensi keperawatan dalam mengatasi dampak hospitalisasi.

1. Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak.

Meskipun hospitalisasi menyebabkan stress pada anak, hospitalisasi juga dapat


memberikan dampak yang baik, antara lain:

a) Membantu perkembangan orang tua dan anak dengan cara member


kesempatan orang tua mempelajari tumbuh kembang anak dan reaksi
anak terhadap stressor yang dihadapi selama dalam perawatan di
rumah sakit.
b) Hospitalisasi dapat dijadikan media untuk belajar orang tua. Untuk itu,
perawat dapat member kesempatan pada orang tua untuk belajat
tentang penyakit anak, terapi yang didapat, dan prosedur keperawatan
yang dilakukan pada anak, terutama sesuai dengan kapasitas
belajarnya.
c) Untuk meningkatkan kemampuan kontrol diri dapat dilakukan dengan
member kesempatan pada untuk mengambil keputusan, tidak terlalu
bergantung pada orang lain dan percaya diri. Tentunya hal ini hanya
dpat dilakukan oleh anak yang lebih besar dan bukan bayi. Berikan
selalu penguatan yang positif dengan selalu memberikan pujian atas
kemampuan anak dan orang tua dan dorong terus untuk
meningkatkanny.
d) Fasilitas anak untuk tetap menjaga sosialisasinya dengan sesame
pasien yang ada, taman sebaya atau teman sekolah. Beri kesempatan
padanya untuk saling kenal dan membagi pengalamannya. Demikian
juga interaksi denagn petugas kesehatan dan sesam orang tua harus
difasilitsi oleh peraat karena selama dirumah sakit orang tua dan anak
mempunyai kelompok sosial yang baru.

2. Memberikan dukungan pada anggota lain.

a) Berikan dukungan pada keluarga untuk mau tinggal dengan anak di rumah
sakit.
b) Apabila diperlukan, fasilitas keluarga untuk berkonsultasi pada psikolog
atau ahli agama karena sangat dimungkinkan kelurga mengalami masalah
psikososial spiritual yang memetlukan bantuan ahli.

10
3. Mempersipkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit.

Persiapan anak sebelum dirawat di rumah sakit didasarkan pada


adanya asumsi bahwa ketakutan akan sesuatu yang tidak diketahui akan
menjadi ketajutan yang nyata.

Pada tahap sebelum masuk rumah sakit dapat dilakukan: siapkan ruang
rawat sesuai dengan tahapan usia anak dan jenis penyakit dengan peralatan
yang diperlukan, apabila anak harus dirawat secara berencana 1-2 hari
sebelum dirawat diorientasikan dengan situasi rumah sakit dengan bentuk
miniature bangunan rumah sakit.

Pada hari pertama dirawat lakukan tindakan: kenalkan perawat dan


dokter yang akan merawatnya, orientasikan anak dan orang tua pada ruangan
rawat yang ada beserta fasilitas yang dapat digunakan, kenalkan dengan pasien
anak lain yang akan menjadi team sekamarnya, berikan identitas pada anak,
misalnya pada papan nama anak, jelaskan aturan rumah sakit yang berlaku dan
jadwal kegitan aan diikuti, laksanakan pengkajian riwayat keperawatan,
lakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lainnya sesuai yang dengan
diprogamkan.

4.Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stress.

Upaya meminimalkan stressor dapat dilakukan dengan cara mencegah atau


mengurangi dampak perpisahan , mencegah perasaan kehilangan kontrol, dan
mengurangi atau meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri.

Upaya mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan dapaat dilakukan dengan


cara:

a) Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak dengan cara
memperbolehkan meraka untuk tinggal bersama anak selama 24 jam (rooming
in).
b) Jika tidak mungkin untuk rooming in, beri kesempatan orang tua untuk
melihat anak setiap saat dengan maksud mempertahankan kontak antar
mereka.
c) Modifikasi ruang perawatan dengan cara membuat situasi ruang rawat seperti
dirumah, di antaranya dengan membuat dekorasi ruang yang bernuansa anak.

11
d) Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah, di antaranya dengan
memfasilitasi pertemuan dengan guru, teman sekolah dan memabtunya
melakukan surat-menyurat dengan siapa saja yang anak inginkan.

Untuk mencegah persaan kehilangan kontrol depat dilakukan dengan cara:

a) Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif terhadap petugas kesehatan.
Apabila anak harus diisolasi, lakukan modifikasi lingkungan sehingga isolasi tidak
terlalu dirasakan oleh anak dan orang tua, pertahankan kontak antara orang tua dan
anak terutama pada bayi untuk mengurangi stress.
b) Buat jadwal kegitan untuk prosedur terapi, latihan, bermain, dan aktivitas lain dalam
perawatan untuk menghadapi perubahan kebiasaan atau kegiatan sehari-hari.

12
BAB III

ANALISA JURNAL

“EFEKTIFITAS TERAPI BERMAIN MENGGAMBAR TERHADAP KECEMASAN


ANAK USIA PRA SEKOLAH AKIBAT HOSPITALISASI”

Nama Peneliti :Aida Rusmariana, Nur Faridah, Rieza Ariyani

Tujuan Penelitian :Bertujuan untuk mengetahui keefektifan terapi bermain menggambar


terhadap kecemasan anak usia pra sekolah akibat hospitalisasi.

Problem : Hospitalisasi sering menimbulkan kecemasan bagi anak-anak.

Interversion :Perawat dapat mengurangi kecemasan anak-anak tersebut dengan


terapi bermain. Terapi bermain yang tidak banyak mengeluarkan
energi seperti terapi bermain aktif menggambar.

Comparison :-

Outcome :Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan terapi


bermain aktif menggambar mengalami penurunan, yaitu skor
kecemasan The OSBD sebelum diberikan terapi bermain aktif
menggambar paling rendah 7 dan paling tinggi 16 dan setelah
dilakukan terapi bermain aktif menggambar mengalami penurunan
yaitu skor kecemasan The OSBD paling rendah 0 dan paling tinggi 9.

Conclution : 1. Manfaat bagi keperawatan

 Perawat dapat mengurangi kecemasan anak-anak tersebut


dengan terapi bermain.
 Perawat dapat memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis
anak selama hospitalisasi dengan terapi tersebut.

2. Manfaat bagi keluarga/umum.

 Terapi bermain yang tidak banyak mengeluarkan energi seperti


terapi bermain aktif menggambar bisa digunakan untuk
memenuhi kebutuhan fisik dan psikososial anak selama
hospitalisasi.

13
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau
darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan
sampai pemulangannya kembali ke rumah.

Factor yang dapat menimbulkan stress ketika anak menjalani hospitalisasi.

1. Faktor lingkungan rumah sakit.


2. Faktor berpisah dengan orang yang sangat berarti.
3. Factor kurangnya informasi.
4. Factor kehilangan kebebasan dan kemandirian.
5. Factor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan.
6. Factor prilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit khusunya perawat.

4.2 SARAN

Mahasiswa/I mampu memahami konsep tentang hospitalisasi pada anak dan


mengaplikasikan bagaimana mengatasi hospitalisasi pada anak.

14
DAFTAR PUSTAKA

Supartini,Yupi.2004.Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak.Jakarta:EGC

Suparto,Heri & Intan Fazrin.2017.Penerapan Terapi Bermain Anak Sakit Proses,


Manfaat dan Pelaksanaannya.Ponorogo:Forum Ilmiah (Forikes).

15

Anda mungkin juga menyukai

  • Anatomi Sistem Kardiovaskuler
    Anatomi Sistem Kardiovaskuler
    Dokumen9 halaman
    Anatomi Sistem Kardiovaskuler
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Askep
    Askep
    Dokumen6 halaman
    Askep
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen22 halaman
    Bab I
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Soal Kel 3
    Soal Kel 3
    Dokumen2 halaman
    Soal Kel 3
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Sindrom Nefrotik
    Sindrom Nefrotik
    Dokumen10 halaman
    Sindrom Nefrotik
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Sistem Endokrin
    Anatomi Sistem Endokrin
    Dokumen5 halaman
    Anatomi Sistem Endokrin
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Sistem Muskuloskeletal
    Anatomi Sistem Muskuloskeletal
    Dokumen9 halaman
    Anatomi Sistem Muskuloskeletal
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Sindrom Klinis Dan Terapi
    Sindrom Klinis Dan Terapi
    Dokumen2 halaman
    Sindrom Klinis Dan Terapi
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Lesi
    Lesi
    Dokumen5 halaman
    Lesi
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Aaaaaaaaaa
    Aaaaaaaaaa
    Dokumen19 halaman
    Aaaaaaaaaa
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen12 halaman
    Bab I
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Ispa
    Ispa
    Dokumen10 halaman
    Ispa
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Os
    Os
    Dokumen12 halaman
    Os
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Intervensi KKP Dari Nomor 29-38
    Intervensi KKP Dari Nomor 29-38
    Dokumen10 halaman
    Intervensi KKP Dari Nomor 29-38
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Hemoragic Ante Partum
    Hemoragic Ante Partum
    Dokumen1 halaman
    Hemoragic Ante Partum
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Christy
    Christy
    Dokumen5 halaman
    Christy
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Ispa
    Ispa
    Dokumen10 halaman
    Ispa
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Format Pengkajian Keluarga
    Format Pengkajian Keluarga
    Dokumen27 halaman
    Format Pengkajian Keluarga
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Patoflow HG
    Patoflow HG
    Dokumen2 halaman
    Patoflow HG
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Dermatitis
    Dermatitis
    Dokumen33 halaman
    Dermatitis
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • K 3
    K 3
    Dokumen17 halaman
    K 3
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Spiritual Charitas.
    Spiritual Charitas.
    Dokumen5 halaman
    Spiritual Charitas.
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Hospitalisasi
    Hospitalisasi
    Dokumen11 halaman
    Hospitalisasi
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Lesi
    Lesi
    Dokumen5 halaman
    Lesi
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang
    Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang
    Dokumen17 halaman
    Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen12 halaman
    Bab I
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Sap Maternitas
    Sap Maternitas
    Dokumen5 halaman
    Sap Maternitas
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Askep Teori Gonore
    Askep Teori Gonore
    Dokumen3 halaman
    Askep Teori Gonore
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Askep Mastitis
    Askep Mastitis
    Dokumen32 halaman
    Askep Mastitis
    Dita Oktaviana Mentari
    89% (9)