Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Spondylitis merupakan penyakit peradangan pada tulang belakang.
Keadaan ini dapat terjadi akibat adanya infeksi dari bakteri. Spondylitis
ada 2 macam yaitu spondylitis tuberculosa dan spondylitis ankilosa.
Spondilitis ankilosis (SA) merupakan penyakit inflamasi kronik,
bersifat sistemik, ditandai dengankekakuan progresif, dan terutama
menyerang sendi tulang belakang (vertebra) dengan penyebab yang
tidak diketahui. Penyakit ini dapat melibatkan sendi-sendi perifer, sinovia,
dan rawan sendi, serta terjadi osifikasitendon dan ligamen yang akan
mengakibatkan fibrosis dan ankilosis tulang. Terserangnya sendi
sakroiliakamerupakan tanda khas penyakit ini. Ankilosis vertebra biasanya
terjadi pada stadium lanjut dan jarangterjadi pada penderita yang gejalanya
ringan. Nama lain SA adalah Marie Strumpell diseaseatau Bechterew's
disease
Spondylitis tuberculosis pertama kali dideskripsikan oleh Percival
Pott pada tahun 1779 yangmenemukan adanya hubungan antara
kelemahan alat gerak bawah dengan kurvatura tulangbelakang, tetapi hal
tersebut tidak dihubungkan dengan basil tuberkulosa hingga
ditemukannyabasil tersebut oleh Koch tahun 1882, sehingga etiologi untuk
kejadian tersebut menjadi jelas.Di waktu yang lampau, spondilitis
tuberkulosa merupakan istilah yang dipergunakanuntuk penyakit pada
masa anak-anak, yang terutama berusia 3 – 5 tahun. Saat ini dengan
adanyaperbaikan pelayanan kesehatan, maka insidensi usia ini mengalami
perubahan sehingga golonganumur dewasa menjadi lebih sering terkena
dibandingkan anak-anak.

1
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang penulis angkat adalah: “Bagaimana asuhan
keperawatan pada klien dengan Spondilitis?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Agar penulis mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Spondilitis menggunakan pendekatan manajemen keperawatan
secara benar, tepat dann sesuai dengan standart keperawatan secara
professional.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui pengkajian pada klien dengan Spondilitis.
b) Mampu mengangkat Diagnosa Keperawatan.
c) Mampu menentukan perencanaan Asuhan Keperawatan pada klien
dengan Spondilitis.
d) Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan pada klien dengan
Spondilitis.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi
Tulang
Sistem muskuloskeletal terdiri atas tulang rangka ( skeleton), sendi dan
otot rangka (voluntir) yang menggerakan tubuh. Walaupun tulang sering
dianggap statis atau permanen, struktur tulang yang kaya vaskular terus
mengalami kemodelan kembali ( remodelling).
Fungsi Tulang
Fungsi tulang meliputi :
1. Memberikan kerangka tubuh.
2. Memberikan pelekatan pada otot dan tendon.
3. Memungkinkan gerakan tubuh, dengan membentuk sendi yang
digerakan oleh otot.
4. Hemopoiesis, produksi sel darah dalam sumsum merah.
5. Menyimpan mineral, khususnya kalsium fosfat-reservoir mineral
dalam tulang penting untuk memelihara kadar kalsium darah yang
harus dikontrol ketat.

Jenis Tulang

Tulang diklasifikasikan menjadi tulang panjang dan tulang pendek,


iregular, pipih, serta sesamoid.

Tulang panjang. Tulang ini terdiri atas satu batang dan dua ekstremitas.
Seperti namanya, panjang tulang ini lebih besar daripada lebarnya. Tulang
ini meliputi femur, tibia, dan fibula.

Tulang pendek, iregular, pipih, dan sesamoid. Tulang ini tidak memiliki
batang atau ekstremitas dan terdiri atas berbagai ukuran dan bentuk.
Misalnya; tulang pendek (karpal/pergelangan tangan), tulang iregular (
vertebra dan sebagian tulang tengkorak), tulang pipih ( sternum, iga, dan

3
sebagian besar tulang tengkorak ), serta tulang sesamoid ( patela/
tempurung lutut).

Kolum vertebra

Terdapat 26 tulang di kolum vertebra. Sebanyak 24 vertebra memanjang


dari tulang oksipital kebawah ; kemudian terdapat sakrum, yang dibentuk
oleh lima tulang yang menyatu dan terakhir cocsigis, atau tulang ekor,
yang dibentuk oleh 3-5 tulang kecil yang menyatu. Kolum vertebra dibagi
menjadi beberapa regio, 7 vertebra pertama, dileher, membentuk tulang
servikalis; 12 vertebra berikutntya adalah toraksikis; dan 5 vertebra
selanjutnya adalah lumbalis, vertebra terbawah yang membentuk
persendian dengan sakrum.

Ciri khas vertebra. Ciri khas vertebra adalah sebagai berikut.

1. Badan. Tiap vertebra berada disisi anterior. Ukurannya bervariasi


bergantung pada tempatnya. Badan vertebra terkecil adalah regio
servikalis dan menjadi lebih besar menuju regio lumbalis.
2. Arkus ( lengkung) Vertebra. Membungkus foramen vertebra yang
besar. Area ini berada di belakang badan vertebra, dan membentuk
dinding posterior dan lateral foramen vertebra. Dinding lateral
dibentuk di lempeng tulang yang di sebut pedikel, dan dinding
posterior dibentuk oleh lamina. Area penonjolan dimana pedikel
bertemu lamina adalah tonjolan lateral atau prosesus transversum,
dan tonjolan dimana 2 lamina bertemu disebut prosesus spinosus.
Lengkung neuron memiliki 4 permukaan yang membentuk
persendian: 2 permukaan membentuk persendian dengan bagian
atas vertebra dan 2 permukaan membentuk persendian dengan
bagian bawah vertebra. Foramina vertebra membentuk saluran (
neuron) yang berisi medula spinalis.

Servikalis. Tulang vertebra servikalis yang pertama adalah atlas dan


dibawahnya adalah aksis. Atlas adalah cincin tulang yang tidak memiliki

4
badan atau prosesus spinosus, walaupun memiliki 2 prosesus transversum
yang pendek.

Atlas memiliki 2 sisi yang gepeng yang membentuk persendian dengan


tulang oksipital, merupakan sendi kondoloid yang memungkinkan gerakan
mengangguk pada kepala.

Aksis memiliki badan kecil dengan tonjolan kecil yang disebut prosesus
odontoid ( gigi). Struktur ini membentuk persendian dengan tulang atlas
yang memungkinkan gerakan kepala kesamping kiri dan kanan.

Prominens vertebra adalah vertebra servikalis ke 7. Vertebra ini memiliki


tonjolan spinosa yang panjang dan bermuara di tuberkel yang
membengkak, yang dengan mudah dapat teraba di pangkal leher.

Vertebra Torakalis. Vertebra ini berukuran lebih besar daripada


servikalis karena bagian kolum vertebra harus menopang lebih besar berat
badan.badan vertebra dan prosesus transversum membentuk persendian
dengan iga.

Vertebra Lumbalis. Vertebra ini merupakan vertebra terbesar karena


harus menopang berat badan bagian atas. Lumbalis memiliki prosesus
spinosus untuk tempat melekatkan otot.

Sakrum. Vertebra ini terdiri atas 5 vertebra rudimenter yang menyatu


untuk membentuk tulang berbentuk segitiga atau baji dengan permukaan
anterior yang cekung. Bagian atas sakrum, membentuk persendian dengan
vertebra lumbalis ke 5. Sakrum membentuk persendian dengan:

1) Tulang ilium dan membentuk 2 sendi sakroiliaka.


2) Pangkal inferior sakrum bersendi dengan koksisgis.
3) Bagian tepi anterior pangkal sakrum, promontorium, menonjol
hingga pelvis.

Sakrum memiliki foramen yang merupakan tempat lewatnya saraf.

5
Koksigis. Koksigis terdiri atas 4 vertebra terminal yang menyatu
membentuk tulang segitiga yang sangat kecil, bagian basal yang luas yang
membentuk persendian dengan ujung sakrum.

Gerakan Kolum Vertebra. Gerakan diantara tulang kolum vertebra


sangat terbatas. Gerakan ini meliputi gerakan fleksi, ekstensi, lateral smpai
fleksi (melengkung ke samping), dan rotasi.

Gambaran fisik kolum vertebra. Kolum vertebra terdiri atas bagian-


bagian berikut ini. Diskus intervertebra memisahkan badan vertebra yang
saling berdekatan. Diskus ini terdiri atas fibro kartilago (anulus fibrosus)
dan inti sentral materi gelatin yang lembut (nukleus pulposa). Diskus ini
paling tipis dibagian servikal dan paling tebal dibagian lumbalis. Ligamen
longitudinal posterior di kanal vertebra menjaga diskus ini tetap pada
tempatnya. Diskus ini memiliki fungsi shock absorber (bantalan penahan
goncangan ) dan sendi kartilago yang menyebabkan fleksibilitas kolum
vertebra.

Lengkung kolum vertebra. Jika dilihat dari samping, tampat 4 lengkung: 2


lengkung primer ( lengkung torasikis dan lengkung pelvis), yang sudah
terbentuk sejak masa janin dan 2 lengkung sekunder, yang baru ada saat
bayi dapat mengangkat kepala ( setelah usia 3 bulan ), disebut lengkung
servikalis dan saat individu mulai berdiri ( setelah usia 12-15 bulan),
disebut lengkung lumbalis.

Ligamen kolum vertebra untuk mempertahankan posisi vertebra dan


diskus intervertebra. Ligamen ini terdiri atas bagian-bagian berikut ini.

1. Ligamen transversum mempertahankan hubungan yang benar


antara prosesus odontoid aksis dan atlas.
2. Ligamen longitudilal anterior yang memanjang di kolum vertebra
dan berada di anterior badan vertebra.
3. Ligamen longitudinal posterior berada dikanal vertebra dan di
sepanjang kolum.
4. Ligamen flava menghubungkan lamina vertebra yang berdekatan.

6
5. Ligamen muka dan supraspinosa menghubungkan prosesus
spinosa, yang memanjang dari oksiput ke sakrum.

Fungsi kolum vertebra. Fungsinya meliputi hal-hal dibawah ini :

1. Foramina vertebra membentuk kanal vertebra yang memberi


perlindungan yang kuat kepada medula spinalis yang lunak.
Medula spinalis berada didalam kanal vertebra.
2. Pedikel pada vertebra yang berdekatan yang membentuk foramina
inter vertebra disisi, memberikan akses ke medula spinalis untuk
saraf spinal pembuluh darah, dan pembuluh limfe.
3. Jumlah tulang vertebra yang banyak memungkinkan gerakan
tertentu.
4. Menopang tengkorak.
5. Diskus inter vertebra bekerja sebagai shock absorber ( bantalan
penahan goncangan) yang melindungi otak.
6. Memvbentuk

B. Definisi

Spondilitis adalah Inflamasi pada tulang vertebrae yang bisa


disebabkan oleh beberapa hal, misalnya proses infeksi, imunitas.

C. Klasifikasi
Macam- macam spondilitis
1. Spondilitis ankilosis

Berasal dari bahasa Yunani, dari kata :


ankylos = melengkung
spondylos = vertebra

adalah merupakan penyakit inflamasi kronik, bersifatsistemik,


ditandai dg kekakuan progresif dan terutama menyerangsendi
tulang belakang (vertebra) dengan penyebab yg tidak diketahui.
Penyakit ini daapt melibatkan sendi-sendi perifer,sinovial dan

7
rawan sendi, serta terjadi osifikasi tendon dan ligamen yg akan
mengakibatkn fibrosis dan ankilosis tulang.

2. Spondilitis tuberculosa
adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis
di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa
yang mengenai tulang vertebra. Tuberkulosis yang menyerang
vertebra disebut dengan spondilitis Tuberkulosis. Spondilitis
tuberkulosis ini disebut juga dengan Pott Desease jika disertai
dengan paraplegi atau defisit neurologis. Spondilitis tuberkulosis
sering mengenai thorakal 8 hingga lumbal 3, dan sering mengenai
bagian korpus vertebra.

D. Etiologi
1. Spondilitis Ankilosis
Masih belum diketahui walaupun oleh beberapa ahli dianggap
sebagai varian atritis rheumatoid, pada sebagian besar pasien
dengan penyakit ini dan keluarga dekatnyaditemukan antigen
dengan HLA-B27 dan mungkin karena perubahan geneticatau
autoimun.
2. Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari
tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh
mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3dari
tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik.
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula
sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan
sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam
di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini
dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun.

8
E. Manifestasi Klinis
1. Spondylitis tuberkulosa
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan
gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu
makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat
(subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada
anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.
Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau
perut,kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin
memberat, spastisitas, klonus,, hiper-refleksia dan refleks Babinski
bilateral. Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang
vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang
bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan
spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya
destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar
50% kasus,termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang
menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda
yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus),
bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis
seperti yang sudah disebutkan di atas. (Harsono,2003).
Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah
belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat
adanya abses retrofaring. Harus diingat pada mulanya penekanan
mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama
gangguan motorik. Gangguan sensorik pada stadium awal jarang
dijumpai kecuali bila bagian posterior tulang juga terlibat.
(Harsono,2003)

9
2. Spondylitis ankilosis

a. Manifetasi Skeletal

 Low back pain

Nyeri pinggang (low back pain) pada ankylosing spondylitis


ditandai oleh :

a. dimulai dengan adanya rasa nyaman di pinggang dan


penderita sebelum berumur 40 tahun;

b. Permulaannya insidious (perlahan-lahan).

c. nyeri menetap paling sedikit selama 3 bulan;

d. berhubungan dengan kaku pada pinggang waktu pagi hari;

e. nyeri berkurang/membaik dengan olah raga.

 Rasa sakit mula-mula dirasakan pada daerah gluteus bagian


dalam, sulit untuk menentukan titik asal sakitnya dengan
permulaan yang insidious. Kadang-kadang pada stadium awal
nyeri dirasakan hebat di sendi sacroiliacs, dapat menjalar
sampai kista, iliaca atau daerah trochanter mayor, atau ke paha
bagian belakang. Nyeri menjalar ini sangat menyerupai nyeri
akibat kompresei nervus ischiadicus. Rasa sakit bertambah
pada waktu batuk, bersin atau melakukan gerakan memutar
punggung secara tiba-tiba.
Pada awalnya rasa sakit tidak menetap dan hanya menyerang
satu sisi (unilateral); sesudah beberapa bulan nyeri biasanya
akan menetap dan menyerang secara bilateral disertai rasa
kaku dan sakit pada bagian di bawah lumbal. Rasa sakit dan
kaku ini dirasakan lebih berat pada pagi hari yang kadang-
kadarig sampai membangunkan penderita dari tidurnya. Sakit/
kaku pagi hari ini biasanya menghilang sesudah 3 jam. Di
samping itu kaku/sakit pagi hari ini akan berkurang sampai
hilang dengan kompres panas, olah raga atau aktivitas jasmani
lain.

10
Pada penyakit yang ringan biasanya gejala timbul hanya di
pinggang saja dan apabila penyakitnya bertambah berat, maka
gejala berawal dari daerah lumbal, kemudian thorakal akan
akhirnya sampai pada daerah servikal : untuk mencapai daerah
servikal penyakit ini memerlukan waktu selama 12-25 tahun.
Penyakit ini kadang-kadang dirasakan sembuh sementara atau
untuk selamanya, akan tetapi kadang-kadang akan berjalan
terus dan mengakibatkan terserangnya seluruh tebrae.
Selama perjalanan penyakitnya dapat terjadi nyeri radi-kuler
karena terserangnya vertebra thorakal atau servikal dan apabila
telah terjadi ankylose sempurna, keluhan nyeri akan
menghilang.

 Nyeri dada
Dengan terserangnya vertebra thorakalis termasuk sendi
kostovertebra dan adanya enthesopati pada daerah persendian
kostosternal dan manubrium sternum, penderita akan
merasakan nyeri dada yang bertambah pada waktu batuk atau
bersin. Keadaan ini sangat menyerupai pleuritic pain. Nyeri
dada karena terserangnya persendian costovertebra dan
costotranver-sum sering kali disertai dengan nyeri tekan daerah
costosternal junction. Pengurangan ekspansi dada dari yang
ringan sampai sedang sering kali dijumpai pada stadium awal.
Keluhan nyeri dada sering ditemukan pada penderita dengan
HLA-B27 positif walaupun secara radiologis tidak tampak
adanya kelainan sendi sacroiliaca (sacroiliitis).

 Nyeri tekan pada tempat tertentu


Nyeri tekan ekstra-artikuler dapat dijumpai di daerah- daerah
tertentu pada beberapa penderita. Keadaan ini disebab-kan oleh
enthesitis, yaitu reaksi inflamasi yang terjadi pada inserasi
tendon tulang. Nyeri tekan dapat dijumpai pada daerah-daerah
sambungan costosternal, prosesus spinosus, krista iliaca,
trochanter mayor, ischial tuberosities atau tumtit (achiles

11
tendinitis atau plantar fasciitis). Pada pemeriksaan radiologis
kadang-kadang dapat ditemukan osteofit

 Nyeri sendi lutut dan bahu


Sendi panggul dan bahu merupakan persendian ekstra- axial
yang paling sering terserang (35%). Kelainan ini merupakan
manifestasi yang sering dijumpai pada juvenile ankylosing
spondylitis. Pada ankylosing spondylitis yang menyerang
anak-anak antara umur 8-10 tahun, keluhan pada sendi panggul
sering dijumpai, terutama pada penderita dengan HLA-B27
positif atau titer ANA negatif. Sendi lutut juga sering
terserang, dengan manifestasi efusi yang intermitten. Di
samping itu sendi temporomandibularis juga dapat terserang
(10%).

b. Manifestasi Ekstra sekeletal

 Mata
Uveitis anterior akut atau iridocyclitis merupakan manifestasi
ekstra skeletal yang sering dijumpai (20-30%). Permula-annya
biasanya akut dan unilateral, akan tetapi yang terserang dapat
bergantian. Mata tampak merah dan terasa sakit disertai
dengan adanya gangguan penglihatan, kadang-kadang
ditemukan fotopobia dan hiperlakrimasi.

 Jantung
Secara klinis biasanya tidak menunjukkan gejala.
Manifestasinya adalah : ascending aortitis, gangguan katup
aorta, gangguan hantaran, kardiomegali dan perikarditis.

 Paru-paru
Terserangnya paru-paru pada penderita ankylosing spondylitis
jarang terjadi dan merupakan manifestasi lanjut penyakit.
Manifestasinya dapat berupa: fibrosis baru lobus atas yang
progresif dan rata-rata terjadi pada yang telah menderita
selama 20 tahun. Lesi tersebut akhirnya menjadi kista yang

12
merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan aspergilus.
Keluhan yang dapat timbul pada keadaan ini antara lain: batuk,
sesak nafas dan kadang-kadang hemoptisis. Ventilasi paru-
paru biasanya masih terkompensasi dengan baik karena
meningkatnya peran diafragma sebagai kompensasi terhadap
kekakuan yang terjadi pada dinding dada. Kapasitas vital dan
kapasitas paru total mungkin menurun sampai tingkat sedang
akibat terbatasnya pergerakan dinding dada. Walaupun
demikian residual volume dan function residual capacity
biasanya meningkat.

 Sistem saraf
Komplikasi neurologis pada ankylosing spondylitis dapat
terjadi akibat fraktur, persendian vertebra yang tidak stabil,
kompresi atau inflamasi. Subluksasi persendian atlanto- aksial
dan atlanto-osipital dapat terjadi akibat inflamasi pada
persendian tersebut sehingga tidak stabil. Kompresi, termasuk
proses osifikasi pada ligamentum longitudinal posterior akan
mengakibatkan terjadinya mielopati kompresi; lesi destruksi
pada diskus intervertebra dan stenosis spinal. Sindrom cauda
equina merupakan komplikasi yang jarang terjadi tetapi
merupakan keadaan yang serius. Sindrom ini akan menyerang
saraf lumbosakral, dengan gejala-gejala incontinentia urine et
alvi yang berjalan perlahan-lahan, impotensi, saddle anesthesia
dan kadang-kadang refleks tendon achiles menghilang. Gejala
motorik biasanya jarang timbul atau sangat ringan. Sindrom ini
dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan CT scan atau
MRI. Apabila tidak ditemukan lesi kompresi, maka perlu
dipikirkan kemungkinan adanya arach-noiditis atau
perlengketan pada selaput arachnoid.

13
 Ginjal
Nefropati (lgA) telah banyak dilaporkan sebagai kom-plikasi
ankylosing spondylitis. Keadaan ini khas ditandai oleh kadar
1gA yang tinggi pada 93% kasus disertai dengan gagal ginjal
27%.

F. Patofisiologi

Patogenesis

1. Jika tulang terinfeksi, bagian dalam tulang yang lunak (sumsum tulang)
sering membengkak. Karena pembengkakan jaringan ini menekan
dinding sebelah luar tulang yang kaku, maka pembuluh darah di dalam
sumsum bisa tertekan, menyebabkan berkurangnya aliran darah ke
tulang.

2. Tanpa pasokan darah yang memadai, bagian dari tulang bisa mati.
Tulang, yang biasanya terlindung dengan baik dari infeksi, bisa
mengalami infeksi melalui 3 cara:
• Aliran darah
• Penyebaran langsung
• Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya.

a. Spondilitis tuberkulosa
merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya sekunder dari TBC
tempat lain di tubuh. Penyebarannya secara hematogen, di duga
terjadinya penyakit tersebut sering karena penyebaran hematogen dari
infeksi traktus urinarius melalui leksus Batson. Infeksi TBC vertebra di
tandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian
depan (anterior vertebral body).Penyebaran dari jaringan yang
mengalami pengejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang
sehingga berbentuk "tuberculos squestra". Sedang jaringan granulasi
TBC akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses para vertebral yang
dapat menjalar ke atas / bawah lewat ligamentum longitudinal anterior
dan posterior. Sedang diskus Intervertebralis oleh karena avaskular
lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan terjadi penyempitan

14
oleh karenadirusak jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif
bagian anterior vertebra akan menimbulkan kiposis.
b. Spondylitis ankilosis

Spondilitis ankilosis menyerang tulang rawan dan fibrokartilago sendi


pada tulang belakang dan ligamen – ligamen para vertebral. Bagian-
bagian intervetebrata menjadi meradang dan pada akhirnya terjadi
fusi/persatuan/ankilose tulang pada sendi sakroiliakadan spinal-spinal
lain melalui servikal. Fusi dari sendi sakroiliaka dan keatas vertebrata
dapat terjadi 10-20 tahun. Apabila diskusvertebralis juga terinvasi
oleh jaringan vaskular dan fibrosa maka akan timbul kalsifikasi sendi-
sendi dan struktur artikular .Kalsifikasi yang terjadi pada jaringan
lunak akan menjembatani satu tulang vertebra dengan vertebra
lainnya.Jaringan sinovial disekitar sendi yang terserang akan
meradang . penyakit ini timbul pada usia 10-30 tahun dan progresif
setelah 50 tahun dan lebih banyak pada laki-laki. Penyakit jantung
juga dapat timbul bersamaan dengan penyakit ini.

G. Pathway
Terlampir
H. Komplikasi
1. Spondylitis tuberculosa

Komplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling serius adalah


Pott’s paraplegia yang apabila muncul pada stadium awal
disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun sequester, atau
invasi jaringan granulasi pada medula spinalis dan bila muncul
pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari
jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas
kanalis spinalis.Mielografi dan MRI sangatlah bermanfaat untuk
membedakan penyebab paraplegi ini. Paraplegi yang disebabkan
oleh tekanan ekstradural oleh pus ataupun sequester membutuhkan
tindakan operatif dengan cara dekompresi medulla spinalis dan
saraf.

15
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses
paravertebra torakal ke dalam pleura sehingga menyebabkan
empiema tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal maka
nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang
merupakan cold abscess.

2. Spondylitis ankilosa

Komplikasi berupa lesi vertebra progresif. Komplikasi ini


sebaiknya dicurigai setiap saat nyeri timbul kembali setelah suatu
periode tenang, atau menjadi saat nyeri timbul kembali setelah
suatu periode tenang, atau menjadi terlokalisasi. Komplikasi lain
yaitu berupa ankilosis bilateral dari iga ke tulang belakang, dimana
bergabung dengan suatu penurunan pada tinggi struktur torakal
aksial, menyebabkan gangguan fungsi pernafasan yang mencolok.

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Spondylitis Ankilosis
a. Pemeriksaan Laboraturium
Tidak ada uji diagnostik yang patognomonik. Peninggian laju
endap darah ditemukan pada 75% kasus, tetapi hubungannya
dengan keaktifan penyakit kurang kuat. SerumC reactive
protein(CRP) lebih baik digunakan sebagai petanda keaktifan
penyakit. Kadang-kadang,ditemukan peninggian IgA. Faktor
rematoid dan ANA selalu negatif. Cairan sendi
memberikangambaran sama pada inflamasi. Anemia
normositik-normositer ringan ditemukan pada 15%kasus.
Pemeriksaan HLA B27 dapat digunakan sebagai pembantu
diagnosis
b. Radiologi
Kelainan radiologis yang khas pada SA dapat dilihat pada sendi
aksial, terutama padasendi sakroiliaka, diskovertebral, apofisial,
kostovertebral, dan kostotransversal. Perubahan padasendi S2
bersifat bilateral dan simetrik, dimulai dengan kaburnya

16
gambaran tulang subkonral,diikuti erosi yang memberi
gambaran mirip pinggir perangko pos. Kemudian, terjadi
penyempitancelah sendi akibat adanya jembatan interoseus dan
osilikasi. Setelah beberapa tahun, terjadiankilosis yang
komplit.Beratnya proses sakroilitis terdiri dari 5 tingkatan
berdasarkan radiologis, yaitu tingkat 0(normal), tingkat 1 (tepi
sendi menjadi kabur), tingkat 2 (tingkat 1 ditambah adanya
sclerosis periartikuler, jembatan sebagian tulang ataupseudo
widening, tingkat 3 (tingkat 2 ditambahadanya erosi dan
jembatan tulang), serta tingkat 4 (ankilosa yang lengkap).Akan
terlihat gambaransquaring (segi empat sama sisi) pada kolumna
vertebra danosifikasi bertahap lapisan superfisial anulus
fibrosus yang akan mengakibatkan timbulnya jembatan di
antara badan vertebra yang disebut sindesmofit. Apabila
jembatan ini sampai padavertebra servikal, akan
membentuk bamboo spine.
Keterlibatan sendi panggul memperlihatkanadanya
penyempitan celah sendi yang konsentris, ketidakteraturan
subkhondral, serta formasiosteofit pada tepi luar permukaan
sendi, baik pada asetabulum maupun femoral. Akhirnya,
terjadiankilosis tulang dan pada sendi bahu memperlihatkan
penyempitan celah sendi dengan erosi.
c. Tes Darah Rutin
d. Tes HLA – BR 27

2. Spondylitis Tuberculosa
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap :leukositosis, LED meningkat
b. Uji mantoux (+) TB
c. Uji kultur : biakan batkeri
d. Biopsi, jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
e. Pemeriksaan hispatologis : dapat ditemukan tuberkel

17
2. Pemeriksaan Radiologis
a. Foto toraks / X – ray
b. Pemeriksaan foto dengan zat kontras
c. Foto polos vertebra
d. Pemeriksaan mielografi
e. CT scan atau CT dengan mielografi
f. MRI

J. Penatalaksanaan
1. Spondylitis tuberculosa
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus
dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas
penyakit serta mencegah paraplegia.
Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut :
a) Pemberian obat antituberkulosis
b) Dekompresi medulla spinalis
c) Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi
d) Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)

Pengobatan spondylitis tuberculosaterdiri atas :


1. Terapi konservatif
Berupa tirah baring (bed rest),seperti:
 Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi
gerak vertebra
 Memperbaiki keadaan umum penderita
 Pengobatan antituberkulosa

18
 Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru
adalah :
1. Kategori 1
Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+),
diberikan dalam 2 tahap :
Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg
dan Pirazinamid 1.500 mg. Obat ini diberikan setiap hari
selama 2 bulan pertama (60 kali).
Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali
seminggu (intermitten) selama 4 bulan (54 kali).
2. Kategori 2
Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat
selama sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang
kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu :
Tahap I: diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg,
Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500mg dan Etambutol 750
mg. Obat ini diberikan setiap hari , Streptomisin injeksi hanya
2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90
kali).
Tahap 2:diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan
Etambutol 1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu
(intermitten) selama 5 bulan (66 kali).

Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum


penderita bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap,
gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta
gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra.

19
2. Terapi operatif
Indikasi operasi yaitu:
a. Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan
paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya tiga minggu
sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis
tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase
abses secara terbuka dan sekaligus debrideman serta bone
graft.
c. Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos,
mielografi ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan
adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.
2. Spondylitis ankilosis

 Nonmedikamentosa

 Mobilitas yang baik dan teratur (olahraga dan latihan)

Latihan fisik penting dilakukan karena penyakit ini cenderung


terjadi kelainan berupa fleksi spinalyang progresif. Oleh
karena itu, otot-otot ekstensor spinal harus diperkuat. Manuver
lain yang perludilakukan adalah bernapas dalam dan gerakan
fleksi lumbal yang isometrik. Posisi postur tubuh
harusdiperhatikan setiap saat. Kursi dengan sandaran yang
keras dianjurkan, tetapi diutamakan lebih banyak berjalan dari
pada duduk. Berenang merupakan latihan fisik yang terbaik
selama otot-otot masih boleh menahan dalamkeadaan ekstensi.
Fusi spinal merupakan komplikasi dari spondilitis. Karena itu,
postur harusdipertahankan dan menghindari terjadinya
kontraktur dalam posisi fleksi dari bahu dan lutut.
Penderitadianjurkan setiap saat tegak, seolah-olah tumit,
bokong, pundak, bahu, dan belakang kepala selalu bersandar
pada dinding.

 Penerangan/penyuluhan

20
 Radio terapi

 Operasi ( pembedahan)

Pembedahan mungkin dibutuhkan dalam beberapa kasus SA.


Mekanisme yang menyebabkanterjadinya osifikasi ligamen
dan sendi sehingga terjadi fusi pada columna vertebrae belum
dijelaskan secararinci. Sebagai dampak dari fusi columna
vertebrae ini terjadi keterbatasan dalam gerakan dan
elatisitas.Munurunnya fleksibilitas dapat berakibat akan
terjadinya berbagai kelainan pada tulang belakang
sepertifraktur dan dislokasi,atlanto-axial dan atlanto-occipital
subluxiationdeformitas tulang belakang, stenosistilang
belakang, dan kelainan pinggul. Ketika komplikasi ini terjadi.
Tindakan pembedahan mungkin dapatdibutuhkan.

 Medikamentosa

 OAINS
Bisa menggunakan Indometacyn, naproxen ataupun ibuprofen.
Dosis untuk dewasa Indometacyn yaitu 100-150 mg/hari dalam
dua atau tiga dosis. Sedangkan untuk anak-anak 1,5-3 mg/kg
BB/hari dalam dua atau tiga dosis.

 Sulfasaladzin
Mekanisme obat ini mengurangi gejala-gejala inflamasi dari
ankylosing spondylitis, dengan dosis untuk dewasa 2-3
gram/hari dibagi dalam dua atau tiga dosis. Sedangkan untuk
anak-anak 40-60 mg/kg BB/hari dibagi dalam dua atau tiga
dosis. Efek sampingnya yaitu, mual, muntah, diare, dan timbul
reaksi hipersensitivitas. Kontra indikasi pada orang-orang yang
mempunyai riwayat hipersensitivitas dan prophyria.

21
22

Anda mungkin juga menyukai

  • Anatomi Sistem Kardiovaskuler
    Anatomi Sistem Kardiovaskuler
    Dokumen9 halaman
    Anatomi Sistem Kardiovaskuler
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Askep
    Askep
    Dokumen6 halaman
    Askep
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen12 halaman
    Bab I
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Soal Kel 3
    Soal Kel 3
    Dokumen2 halaman
    Soal Kel 3
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Sindrom Nefrotik
    Sindrom Nefrotik
    Dokumen10 halaman
    Sindrom Nefrotik
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Sistem Endokrin
    Anatomi Sistem Endokrin
    Dokumen5 halaman
    Anatomi Sistem Endokrin
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Sistem Muskuloskeletal
    Anatomi Sistem Muskuloskeletal
    Dokumen9 halaman
    Anatomi Sistem Muskuloskeletal
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Sindrom Klinis Dan Terapi
    Sindrom Klinis Dan Terapi
    Dokumen2 halaman
    Sindrom Klinis Dan Terapi
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Os
    Os
    Dokumen12 halaman
    Os
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Hemoragic Ante Partum
    Hemoragic Ante Partum
    Dokumen1 halaman
    Hemoragic Ante Partum
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Lesi
    Lesi
    Dokumen5 halaman
    Lesi
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Ispa
    Ispa
    Dokumen10 halaman
    Ispa
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Aaaaaaaaaa
    Aaaaaaaaaa
    Dokumen19 halaman
    Aaaaaaaaaa
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Christy
    Christy
    Dokumen5 halaman
    Christy
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Intervensi KKP Dari Nomor 29-38
    Intervensi KKP Dari Nomor 29-38
    Dokumen10 halaman
    Intervensi KKP Dari Nomor 29-38
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Makalah Hospitalisasi
    Makalah Hospitalisasi
    Dokumen15 halaman
    Makalah Hospitalisasi
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Ispa
    Ispa
    Dokumen10 halaman
    Ispa
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Format Pengkajian Keluarga
    Format Pengkajian Keluarga
    Dokumen27 halaman
    Format Pengkajian Keluarga
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Patoflow HG
    Patoflow HG
    Dokumen2 halaman
    Patoflow HG
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Dermatitis
    Dermatitis
    Dokumen33 halaman
    Dermatitis
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • K 3
    K 3
    Dokumen17 halaman
    K 3
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Spiritual Charitas.
    Spiritual Charitas.
    Dokumen5 halaman
    Spiritual Charitas.
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Hospitalisasi
    Hospitalisasi
    Dokumen11 halaman
    Hospitalisasi
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Lesi
    Lesi
    Dokumen5 halaman
    Lesi
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang
    Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang
    Dokumen17 halaman
    Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen12 halaman
    Bab I
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Sap Maternitas
    Sap Maternitas
    Dokumen5 halaman
    Sap Maternitas
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Askep Teori Gonore
    Askep Teori Gonore
    Dokumen3 halaman
    Askep Teori Gonore
    wahyu yosia
    Belum ada peringkat
  • Askep Mastitis
    Askep Mastitis
    Dokumen32 halaman
    Askep Mastitis
    Dita Oktaviana Mentari
    89% (9)