Anda di halaman 1dari 7

Bank Mandiri Syariah

Dalam pembahasan kali ini saya akan mengedepankan studi kasus masalah
kredit fiktif bank Mandiri Syariah. Sebelum membahas tentang kasusnya kita lihat
dulu overview dari Bank Mandiri Syariah. Bank Syariah Mandiri adalah salah satu
lembaga perbankan di Indonesia. Bank ini berdiri pada 1955 dengan nama Bank
Industri Nasional. Bank ini beberapa kali berganti nama dan terakhir kali berganti
nama menjadi Bank Syariah Mandiri pada tahun 1999 setelah sebelumnya bernama
Bank Susila Bakti yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai Bank Dagang
Negara dan PT Mahkota Prestasi.
PT Bank Mandiri (PERSERO) Tbk. adalah bank yang berkantor pusat di
Jakarta,[6] dan merupakan bank terbesar di Indonesia dalam hal aset, pinjaman, dan
deposit. Bank ini berdiri pada tanggal 2 Oktober 1998 sebagai bagian dari program
restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia. Pada bulan
Juli 1999, empat bank milik Pemerintah yaitu, Bank Bumi Daya (BBD), Bank
Dagang Negara (BDN), Bank Ekspor Impor Indonesia (Bank Exim), dan Bank
Pembangunan Indonesia (Bapindo), digabungkan ke dalam Bank Mandiri.

Kasus kreedit fiktif BSM bogor


Kronologisnya:
Polisi menyita tanah dan properti terkait kasus dugaan korupsi dan pencucian uang
kredit fiktif Rp102 miliar di Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang Bogor. Penyidik
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri
sebelumnya juga menyita belasan mobil mewah dan motor gede dalam kasus ini.
“Sekarang tanah dan properti dalam proses penyitaan,” kata Kasubdit Money
Laundry Ekonomi Khusus Bareskrim Polri. Berdasarkan informasi yang didapat,
properti yang akan disita adalah sebah vila. Namun secara detail di mana lokasi serta
berapa jumlah tanah dan properti yang disita dalam kasus kredit fiktif itu tidak
disebutkan.

1
Dalam kasus ini, Mabes Polri telah menahan 4 tersangka. Tiga di antaranya adalah
bos BSM Bogor, yaitu M Agustinus Masrie selaku Kepala Cabang Utama BSM
Bogor, Haerulli Hermawan selaku Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor, dan John
Lopulisa selaku accounting officer BSM Bogor. Satu tersangka lagi adalah developer
bernama Iyan Permana. Iyan merupakan pengusaha properti. Polisi terus
mengembangkan kasus ini, memeriksa intensif empat tersangka, dan membidik
tersangka lain. “Diduga ada pihak lain yang terlibat. Masih kami telusuri,” kata Irjen
Pol Ronny Sompie.
Pihak lain yang terlibat dalam kasus kredit fiktif itu memiliki peran penting dalam
proses penggelapan dana di BSM Bogor. Ia diduga menampung transferan dana untuk
dialihkan dalam bentuk aset. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal
Polisi Ronny Franky Sompie membenarkan kemungkinan adanya pihak lain yang
terlibat selain empat tersangka. BSM Pusat telah memecat tiga pegawainya yang
menjadi tersangka kredit fiktif tersebut. “John Lopulisa di-PHK November 2012,
Haerulli Hermawan di-PHK 1 Desember 2012, dan Agustinus Masrie di-PHK 4
Oktober 2013,” kata Senior Vice President Human Capital BSM Ahmad Fauzi.
Ketiga pegawai terebut yang kini ditahan Mabes Polri itu membuat nasabah fiktif
dalam fasilitas pendanaan KPR oleh BSM.
BSM melaporkan kejahatan perbankan di cabangnya di Bogor bulan lalu kepada
Bareskrim Mabes Polri, setelah mengetahui tindak pidana itu dari hasil audit internal.
BSM pun berjanji akan menyelesaikan pembiayaan terhadap nasabah dan memenuhi
tanggung jawab terhadap berbagai pihak terkait.
Berapa-berapa pembagian (pembagian kredit) dan sebagaimananya akan dijelaskan,"
ungkapnya. Dari ketiga tersangka, imbuh Ronny, penyidik menyita sejumlah barang
bukti. Sayangnya, ia enggan membeberkan apa saja barang bukti tersebut dengan
alasan, kasus tersebut masih dalam pemeriksaan. "Kepada tersangka disangkakan
Pasal 63 UU nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Pasal 3 ayat (5)
UU nomor 8 tentang TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang)," pungkasnya. Adapun
mobil mewah berbagai merek yang disita penyidik dan diparkir di halaman Bareskrim

2
Mabes Polri, yakni Toyota Fortuner putih F 1030 DO, Honda Freed Putih F 630 CW,
Honda CRV Hitam F 1299 L, Honda Jazz Putih F 39 A, Mercy SLK 300 B 1 ADG.
Mercy E 300 putih B 741 NDH, Hummer hitam B 741 FKD, Toyota Alphard putih B
1650 RL, Toyota Altis hitam F 1649 DK, dan satu sepeda motor merk Honda Gold
Wing 2013
Gambaran umum dari kronologis
Dari kronologis diatas kita dapat mengetahui sedikit gambaran tentang kasus
kredit fiktif di Bank Syariah Mandiri tersebut. Juga kita bisa sedikit berasumsi jika
kesalahan mendasar terletak pada kurangnya pengawasan terhadap karyawan bnak
tersebut juga internal audit yang bisa dikatakan kurang tanggap, karena kejadian ini
sudah berlangsung dari jauh-jauh hari. Kemudian baru melapor ke pihak yang
berwajib beberapa bulan setelah internal auditnya benar-benar telah kecolongan. Saya
menawarkan solusi untuk peristiwa diatas, saya menyoroti dua bagian yang
sepertinya ada miss disini, yaitu pengawasan BI selaku bank sentral di Indonesia, dan
juga bagian internal bank tersebut. Dimana kedua bagian ini harus dilakukan evaluasi
kinerja, yaitu kualitas, kredibelitas, dan moral dari SDM bank; juga untuk regulator
bank di Indonesia untuk lebih di atur mekanisme pengawasannya.
menanggapi hal ini Prof.Ahmad Erani Yustika mencontohkan, di bagian kredit, bisa
dibuat aturan yang memungkinkan rotasi SDM lebih sering demi mencegah
penyelewengan yang dilakukan kalangan internal. ”Saya yakin BI lebih mengetahui
detail aturan yang dibutuhkan,”tambahnya. Masih menurut Prof Erani, Bank sentral
mesti mengambil langkah penegakan hukum yang tegas untuk mencegah kasus-kasus
serupa kembali terjadi di masa depan. ”Kalau tidak selesai ya berarti BI gagal, pindah
ke OJK, kalau tidak selesai lagi, OJK gagal,”ujarnya.
Menurut Harry, manajemen bank menurutnya harus mampu
mempertanggungjawabkan penyelewengan yang dilakukan pegawai bank. Penegakan
aturan oleh BI dan OJK harus dijalankan karena kedua regulator tersebut memiliki
hak untuk menurunkan tingkat kesehatan bank dan bahkan mencabut izinnya. ”Harus
ada sanksi,” tandasnya. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan,

3
kasus pembobolan bank menunjukkan fungsi pengawasan internal bank lemah.
Menurutnya, kepengurusan bank merupakan tanggung jawab manajemen bank
bersangkutan. ”Namun tentu, setelah ada kasus tersebut, regulator akan melakukan
pembinaan,” ujarnya. Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs
menuturkan, penyelesaian kasus di BSM yang mencuat akhir-akhir ini di media
murni ranah hukum pidana. Adapun di sisi administratif, bank sentral sudah
melakukan tindakan berupa pembinaan kepada BSM. ”Ini sudah murni pidana, yaitu
pada orang yang melakukannya,” ujar Peter.
Seperti diketahui, dalam kasus ini, BSM telah menemukan adanya
pelanggaran ketentuan internal yang berindikasi adanya dugaan tindak pidana
perbankan di BSM Kantor Cabang Bogor pada 2012. Kecurigaan awal perseroan
akan adanya penyelewengan penyaluran kredit adalah berupa dugaan
penggelembungan dana (mark-up) dalam penyaluran pembiayaan perumahan di
kawasan Bogor.
”Dari kecurigaan kemudian kami dapatkan hasil adanya indikasi pelanggaran
dugaan tindak pidana perbankan,” ujar konsultan hukum BSM Sulistio. Dia
mengungkapkan, berdasarkan temuan awal tersebut, perseroan kemudian meneliti
penyaluran kredit yang telah dilakukan yang kemudian dijadikan alat bukti. Sulistio
mengklaim terungkapnya kasus tersebut justru karena proses pengucuran pembiayaan
di perseroan cukup ketat. ”Memang tidak mungkin ada sistem yang sempurna, tapi
kami berusaha untuk memiliki sistem yang baik. Terungkapnya indikasi kasus ini
justru menandakan early warning system BSM bekerja dengan baik,” ujarnya.
Kesimpulan
Saya perjelas lagi, bahwa benang merah dari kasus kredit fiktif ini adalah dari
kurangnya pengawasan di internal bank dan ada kelemahan dari system pengendalian
didalam bank yang dimanfaatkan dengan baik oleh oknum internal bank untuk
melakuka tindakan kecurangan atau Fraud dan hampir saja kasus ini tidak terungkap
ke public. Juga untuk Bank Indonesia, selaku pemegang kebijakan perbankan di
Indonesia sebaiknya lebih memperketat aturan di sector kredit bank dan di sector-

4
sektor lain yang sekiranya masih memiliki kelemahan yang pada suatu saat
kelemahan system tersebut dapat dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang kurang
bertanggung jawab,harapannya dengan kejadian ini semoga dapat menjadi
pembelajaran bagi semua pihak agar kejadian seperti ini tidak terjadi lagi
kedepannya. Juga kepada pihak yang berwajib dalam hal ini adalah kepolisian, agar
mengusut kasus ini dengan mendetail da memberikan hukuman yang setimpal tanpa
pilih kasih kepada pelakunya, agar dikemudian hari oknum yang ingin melakukan
tindakan kecurangan ini berpikir dua kali sebelum melakukan aksinya. Disini juga
saya mengusulkan untuk pihak bank agar memperbarui system pengendalian
internalnya, menurut Committee of Sponsoring Organizations of the Treatway
Commission (COSO) ada lima komponen pengendalian intern meliputi:
 Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Lingkungan pengendalian perusahaan mencakup sikap para manajemen dan
karyawan terhadap pentingnya pengendalian yang ada di organisasi tersebut.
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap lingkungan pengendalian adalah
filosofi manajemen dan gaya operasi manajemen, struktur organisasi serta
praktik kepersonaliaan. Lingkungan pengendalian ini amat penting karena
menjadi dasar keefektifan unsur-unsur pengendalian intern yang lain.
 Penilaian Resiko (Risk Assesment)
Semua organisasi memiliki risiko, dalam kondisi apapun yang namanya risiko
pasti ada dalam suatu aktivitas, baik aktivitas yang berkaitan dengan bisnis
maupun non bisnis. Suatu risiko yang telah di identifikasi dapat di analisis dan
evaluasi sehingga dapat di perkirakan intensitas dan tindakan yang dapat
meminimalkannya.
 Prosedur Pengendalian (Control Procedure)
Prosedur pengendalian ditetapkan untuk standarisasi proses kerja sehingga
menjamin tercapainya tujuan perusahaan dan mencegah atau mendeteksi
terjadinya fraud dan kesalahan.

5
 Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan terhadap sistem pengendalian intern akan dapat menemukan
kekurangan serta meningkatkan efektivitas pengendalian, pengendalian intern
dapat di monitor dengan baik dengan cara penilaian khusus atau sejalan
dengan usaha manajemen.
 Informasi dan Komunikasi (Information and Communication).
Informasi dan komunikasi merupakan elemen yang penting dari pengendalian
intern perusahaan, informasi tentang lingkungan pengendalian, penilaian
risiko, prosedur pengendalian dan monitoring diperlukan oleh manajemen
sebagai pedoman operasional dan menjamin ketaatan dengan pelaporan
hukum dan peraturan-peraturan yang berlaku pada perusahaan. Informasi ini
juga diperlukan dari pihak luar perusahaan. Manajemen dapat menggunakan
informasi jenis ini untuk menilai standar eksternal.
Masih untuk pihak bank, sebaiknya lebih memperhatikan transaksi-transaksi yang
terjadi transaction risk dimana risiko ini timbul akibat kejahatan Fraud, kesalahan
Error, dan ketidakmampuan menyerahkan produk atau jasa dan mengolah informasi.
Juga harap memperhatikan Compliance Risk dimana risiko ini terjadi karena
pelanggaran atas penyimpangan dari undang-undang, peraturan,ketentuan, prosedur
dan kebijakan intern atau standar etika bank. Risiko ini jika dilanggar oleh internal
bank sendiri, maka kana berdampak pada buruknya citra atau reputasi bank dan
terbatasnya peluang bisnis.

6
DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Bank
http://ekonomikelasx.blogspot.com/2012/03/jenis-jenis-bank.html
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/453908-kronologi-kasus-kredit-fiktif-
rp102-m-di-bank-syariah-mandiri-bogor

http://masalahperbankan-rachman.blogspot.com/

http://coolaleur.wordpress.com/2012/04/05/a-fraud-perban/

http://riskiramadania.blogspot.com/2013/10/normal-0-false-false-false-in-x-none-
x.htm
Analisis hubungan leteratur, Rosy Mustika Maharani, FE UI 2009
http://projusticia.me/pelajaran-berharga-dari-kasus-bank-mandiri/

Anda mungkin juga menyukai