Anda di halaman 1dari 18

HUBUNGAN PANCASILA DAN AGAMA

BAB I

ABSTRAKSI

Semua agama memiliki ajaran-ajaran yang menjadi patokan norma dan


keutamaan-keutamaan moral bagi setiap penganutnya. Setiap agama mengajarkan
kebaikan dan keadilan yang patut dijalankan oleh setiap anggotanya dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Jika dikaji lebih dalam, semua ajaran dari setiap agama
sebenarnya terangkum jelas dan tegas dalam kelima sila Pancasila. Maka menurut hemat
saya, antara Pancasila dan agama secara tidak langsung terdapat sebuah hubungan
teologis-dogmatis yang mesti diterjemahkan dalam praksis hubungan antaragama. Umat
beragama semakin Pancasilais dan Pancasila semakin ”dimuliakan” jika kelima silanya
tidak hanya dimuliakan dalam kata-kata belaka melainkan diaktualisasikan dalam
perbuatan konkret yaitu hubungan antaragama dalam kerangka menyelamatkan bangsa
dari konflik antarumat beragama.

Keberadaan Pancasila yang memuat kelima sila, semakin menegaskan dan


memberi ruang gerak kepada setiap agama untuk mengaktualisasikan ajaran-ajarannya
dalam tindakan konkret. Artinya Pancasila tidak hanya dijadikan retorika politik yang
semakin memperkokoh kekuatan status quo kelompok atau agama tertentu melainkan
menjadi inspirator agama-agama untuk membangun dialog dalam semangat saling
menjaga, dan menghormati satu sama lain serta semangat perbedaan dalam persaudaraan
sekaligus bersaudara dalam perbedaan.

Ketika Pancasila hanya dijadikan sebagai ritual politik belaka tanpa diterjemahkan
dalam praksis kehidupan beragama maka pada saat itu juga agama tersebut menorehkan
sikap anti Pancasila, karena agama tanpa keadilan adalah sesuatu yang non-sense.

Paul Ricoeur, seorang Filsuf sosial berkebangsaan Prancis, mengatakan bahwa


problematika untuk menegaskan gerak bersama dalam proses mencapai keadilan adalah
masalah presentasi, teks, dan action.
Menurut Ricoeur presentasi dan teks dalam hal ini Pancasila senantiasa menjadi
aksi atau tindakan refigurasi/transfigurasi dalam konteks, sehingga menjadi sebuah kisah
yang membebaskan menuju dialog kontruktif dalam hubungan antaragama. Menghidupi
Pancasila sebagai dasar gerak langkah bersama baik di kalangan umat beragama yang
diakui maupun non-agama dalam kerangka menyelamatkan bangsa Indonesia dari
keterpurukan moral, dibutuhkan kesadaran dan semangat penerimaan dari semua
komponen agama sebagai kekuatan menerjemahkan kemanusiaan yang semakin
manusiawi dalam semangat persatuan dan kedaulatan rakyat yang semakin adil. Jika
tidak, Pancasila sendiri akan terus mengalami tragedi demi tragedi yang dikhianati dalam
konflik dan tindakan anarkis antarumat beragama.

A. Latar Belakang Masalah

Siapa yang tidak kenal dengan Pancasila dan Soekarno sebagai penggalinya? Pada
tanggal 1 Juni 1945 untuk pertama kalinya Bung Karno mengucapkan pidatonya di depan
sidang rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan.

Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan pemersatu bangsa


Indonesia yang majemuk. Mengapa begitu besar pengaruh Pancasila terhadap bangsa dan
negara Indonesia? Kondisi ini dapat terjadi karena perjalanan sejarah dan kompleksitas
keberadaan bangsa Indonesia seperti keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat
istiadat, kebiasaan budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu sama lain tetapi mutlak
harus dipersatukan.

Sejarah Pancasila adalah bagian dari sejarah inti negara Indonesia. Sehingga tidak
heran bagi sebagian rakyat Indonesia, Pancasila dianggap sebagai sesuatu yang sakral
yang harus kita hafalkan dan mematuhi apa yang diatur di dalamnya. Ada pula sebagian
pihak yang sudah hampir tidak mempedulikan lagi semua aturan-aturan yang dimiliki
oleh Pancasila. Namun, di lain pihak muncul orang-orang yang tidak sepihak atau
menolak akan adanya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.

Mungkin kita masih ingat dengan kasus kudeta Partai Komunis Indonesia yang
menginginkan mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi Komunis. Juga kasus kudeta
DI / TII yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan mendirikan sebuah negara Islam.
Atau kasus yang masih hangat di telinga kita masalah pemberontakan tentara GAM.
Jika kita melihat semua kejadian di atas, kejadian-kejadian itu bersumber pada
perbedaan dan ketidakcocokan ideologi Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia
dengan ideologi yang mereka anut. Dengan kata lain mereka yang melakukan kudeta atas
dasar keyakinan akan prinsip yang mereka anut adalah yang paling baik, khususnya bagi
orang-orang yang berlatar belakang prinsip agama.

Berdasarkan Latar Belakang permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk menulis


makalah yang berjudul “PANCASILA VS AGAMA”.

Masalah pokok yang hendak dikemukakan di sini adalah kenyataan bahwa


Pancasila tidak merupakan paham yang lengkap, juga tidak merupakan kesatuan yang
bulat. Kelengkapannya bergantung pada pemikiran lain yang dijabarkan ke dalam
Pancasila; dan kesatuan bulatnya juga demikian. Dalam rangka ini, paham agama bisa
pula masuk.

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Apakah Pancasila masih cocok menjadi ideologi yang dianut oleh bangsa Indonesia
yang terdapat beragam kepercayaan (agama).

2. Apakah dengan terus menjadikan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, dapat
menuju negara yang aman dan stabil.

C. Pendekatan

Historis

Kebanyakan orang tidak mengetahui bagaimana sebenarnya proses terjadinya


pancasila itu. Pancasila sebagai dasar Negara tentunya harus di mengerti dan di pahami
pula bagaimana proses terciptanya ideologi yang luhur menurut bangsa Indonesia itu.
Agar memiliki pengetahuan yamg lengakp tentang proses terjadinya pancasila, maka
secara ilmiah di tinjau dari proses kausalitas. Maka secara kausalitas proses terjadinya
pancasila dapat di badakan menjadi dua yaitu: asal mula yang langsung dan asal mula
yang tidak langsung. Adapun pengrtian asal mula tersebut adalah sebagai berikut :
A. Asal Mula yang Langsung

Pengertian asal mula secara ilmiah filsafati di bedakan menjadi empat yaitu: Kausa
Materialis, Kausa Formalis, Kausa Efficient, dan Kausa Finalis (Bagus, 1991 : 158. asala
mula yang langsung terjadinya Pancasila sebagi dasar filsafat Negara yaitu asal mula
yang sesudah dan menjelang Proklamasi Kemerdekaan sejak di rumuskan oleh para
pendiri bangsa sejak Sidang BPUPKI pertama, Panitia Sembilan, Sidang BPUPKI kedua,
dan siding PPKI dan pemecahannya. Adapun rincian asal mual langsung Pancasila
menurut Notonegora adalah sebagai berikut :

1. Asal mula bahan (Kausa Materialis)

Asal bahan Pancasila adalah bangsa Indonesia itu sendiri karena Pancasila di gali dari
nilai-nilai, adapt-istiadat, kebudayaan serta nilai-nilai religius yang terdapat dalam
kehidupan sehari hari.

2. Asal mula bentuk (Kausa Formalis)

Hal ini di maksudkan bagaimana asal mula bentu atau bagaimana bentuk Pancasila itu
di rumuskan sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945. maka asal mula bentuk
Pancasila adalah ; Soekarno bersama-sam denagn Drs. Moh Hatta serta anggota BPUPKI
lainya merumuskan dan membahas pancasila terutama hubungan bentuk,rumusan dan
nama Pancasila.

3. Asal mula karya (Kausa Efficient)

Asal mula karya yaitu asal mula yang menjadikan Pancasila dari calon dasar Negara
menjadi dasar negarayang satu. Adapun asal mula krya adalah PPKI sebagai pembentuk
Negara dan atas dasar pembentuk Negara tang mengesahkan Pncasila menjadi dasar
Negara yang sah, setelah melakukan pembahasan baik yang di lakuakan oleh BPUPKU ,
Panitia Sembilan.

4. Asal mula tujuan ( Kausa finalis )

Pancasila dirumuskan dan dibahas dalam siding-sidang pendiri Negara bertujuan


untuk menjadikan Pancasila itu sebagai dasar Negara. Oleh karena itu asal mual tujuan
tersebut adalah para anggota BPUPKI dan Panitia Sembilan termasuk Soekarno dan
Hatta yang menentukan tujuan dirumuskannya pancasila sebelum ditetapkan oleh
PPKIsebagi dasar Negara yang sah.

B. Asal mula yang tidak langsung

Secara kausalitas asal mula yang tidak langsung Pancasila adalah asal mula sebelum
proklamasi kemerdekaan. Berarti bahwa asala mula nilai-nilai Pancasila yang terdapat
dalam adapt-istiadat, dalam kebudayaan serta dalam nialai-nilai agama bangsa Indonesia.
Maka asal mula tidak langsung Pancasila bilaman di rinci adalah sebagai berikut :

a. unsur Pancasila tersebut sebelum secara langsung dirumuskan menjadi dasar filsafat
Negara. Nilai-nilainya yaitu nilai keuhanan, niali kemanusiaan, nilai persatuan, niali
kerakyatan, niali keadilan telah ada dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari bangsa
Indonesia sebelum membentuk Negara.

b. Nilai-nilai tersebut terkandung dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum


membentuk Negara, yang berupa nilai-nilai adapt istiadat, nilai kebudayaan serta nilai
religius. Nilai-nilai tersebut menjadi pedoman dalam memecahkan problema
kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.

c. Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa asal mula tidak langsung Pancasila pada
hakikatnya bangsa Indonesia sendiri, atau dengan kata lain bangsa Indonesia sebagai
“Kausa materialis” atau sebagai asal mula tidak langsung nilai-nilai Pancasila.

Sosiologis

Secara filosofis, bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai bangsa
yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan objektif bahwa
manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Syarat mutlak suatu negara adalah
adanya persatuan yang terwujudkan sebagai rakyat (merupakan unsure pokok negara),
Sehingga secara filosofis negara berpersatuan dan berkerakyatan.
Konsekuensinya rakyat adalah merupakan dasar ontologis demokrasi, karena rakyat
merupakan asal mula kekuasaan negara.

Yuridis

Landasan yuridis perkuliahan pancasila di perguruan tinggi teruang dalam Undang-


Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 2
disebutkan bahwasistem pendidikan nasional berdasarkan pancasila. Hal ini mengandung
makna bahwa secara material pancasila merupakan sumber hukum pandidikan nasional.

Meskipun secara eksplisit nama mata kuliah pancasila tidak disebutkan dalam
Undang-Undang Sisdiknas, namun mata kuliah pancasila adalah mata kuliah yang
mendidik warga negara akan dasar filsafat negaranya, nilai-nilai kebangsaan serta
kecintaan terhadap tanah air yang dalam kurikulum internasional disebut sebagai civic
education, citizenship education.

Dalam SK Dirjen Dikti No. 43/DIKTI/KEP/2006, dijelaskan bahwa Misi Pendidikan


Kewarganegaraan adalah untuk memantapkan kepribadian mahasiswa agar secara
konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta
tanah air dalam menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jadi,
berdasarkan ketentuan tersebut maka materi pendidikan pancasila wajib diberikan di
perguruan tinggi.

D. Tujuan dan Kegunaan Penulisan Makalah

1. Tujuan Penulisan Makalah

a. Untuk mengetahui sejauh mana Pancasila cocok dengan agama.

b. Untuk mengetahui arti penting dari adanya Pancasila di negara Indonesia.

c. Untuk mengetahui bagaimana seharusnya negara yang memiliki masyarakat


yang beragam agama.
2. Kegunaan Penulisan Makalah

a. Bagi Penulis

Penulisan makalah ini disusun sebagai salah satu pemenuhan tugas terstruktur
dari mata kuliah Pancasila.

b. Bagi pihak lain

Makalah ini diharapkan dapat menambah referensi pustaka yang berhubungan


antara Pancasila dengan Agama.

E. Pembatasan Masalah

1. Penulisan makalah ini dibatasi pemasalahannya yaitu hanya membahas sangkut


paut agama dengan Pancasila.

2. Agama yang menjadi objek utama dalam penulisan makalah ini adalah Agama
yang ada di Indonesia (Islam, dll).
BAB II

METODE PENULISAN

A. OBJEK PENULISAN

Objek penulisan makalah ini adalah mengenai Pancasila dan hubungannya dengan
gama-agama yang ada di Indonesia. Dalam makalah ini juga dibahas mengenai
kontroversi penerapan ideologi pancasila di Indonesia.

B. DASAR PEMILIHAN OBJEK

Saya sebagai penyusun makalah ini, memilih objek Pancasila dengan Agama
karena kedua hal ini adalah dua komponen negara Indonesia yang masing-masing
mempunyai pengaruh yang sangat kuat bagi para penganutnya. Jika terjadi
ketidakserasian antara dua komponen ini, maka akan terjadi suatu yang sulit untuk
diselesaikan.

C. METODE PENGUMPULAN DATA

Dalam pembuatan makalah ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah
kaji pustaka terhadap bahan-bahan kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang
diangkat dalam makalah ini yaitu mengenai hubungan Pancasila dengan agama.
Disamping itu, penulis juga mendapatkan data dari hasil wawancara dengan orang-orang
yang berkompeten di bidang pancasila dan agama. Sebagai referensi juga diperoleh dari
situs web internet yang membahas mengenai falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah
negara Indonesia.

D. METODE ANALISIS

Penyusunan makalah ini berdasarkan metode deskriptif analistis, yaitu


mengidentifikasi permasalahan berdasarkan fakta dan data yanag ada, menganalisis
permasalahan berdasarkan pustaka dan data pendukung lainnya, serta mencari alternatif
pemecahan masalah
BAB III

KEBERADAAN PANCASILA

DAN SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA

A. ARTI PENTING KEBERADAAN PANCASILA

Pancasila sebagai dasar negara memang sudah final. Menggugat Pancasila hanya
akan membawa ketidakpastian baru. Bukan tidak mungkin akan timbul chaos (kesalahan)
yang memecah-belah eksistensi negara kesatuan. Akhirnya Indonesia akan tercecer
menjadi negara-negara kecil yang berbasis agama dan suku. Untuk menghindarinya maka
penerapan hukum-hukum agama (juga hukum-hukum adat) dalam sistem hukum negara
menjadi urgen untuk diterapkan. Sejarah Indonesia yang awalnya merupakan kumpulan
Kerajaan yang berbasis agama dan suku memperkuat kebutuhan akan hal ini. Pancasila
yang diperjuangkan untuk mengikat agama-agama dan suku-suku itu harus tetap
mengakui jati diri dan ciri khas yang dimiliki setiap agama dan suku.

B. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA

Sebagai negara yang bermayoritas penduduk agama islam, Pancasila sendiri yang
sebagai dasar negara Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh agama yang tertuang dalam
sila pertama yang berbunyi sila “Ketuhanan yang Maha Esa”. yang pada awalnya
berbunyi “… dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluknya” yang sejak
saat itu dikenal sebagai Piagam Jakarta.

Namun dua ormas Islam terbesar saat itu dan masih bertahan sampai sekarang
yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah menentang penerapan Piagam Jakarta
tersebut, karena dua ormas Islam tersebut menyadari bahwa jika penerapan syariat Islam
diterapkan secara tidak langsung namun pasti akan menjadikan Indonesia sebagai negara
Islam dan secara “fair” hal tersebut dapat memojokkan umat beragama lain. Yang lebih
buruk lagi adalah dapat memicu disintegrasi bangsa terutama bagi provinsi yang
mayoritas beragama nonislam. Karena itulah sampai detik ini bunyi sila pertama adalah
“ketuhanan yang maha esa” yang berarti bahwa Pancasila mengakui dan menyakralkan
keberadaan Agama, tidak hanya Islam namun termasuk juga Kristen, Katolik, Budha dan
Hindu sebagai agama resmi negara pada saat itu.
C. BUTIR-BUTIR PANCASILA SILA PERTAMA

Atas perubahan bunyi sila pertama menjadi Ketuhanan yang Maha Esa membuat
para pemeluk agama lain di luar islam merasa puas dan merasa dihargai.

Searah dengan perkembangan, sila Ketuhanan yang Maha Esa dapat dijabarkan
dalam beberapa point penting atau biasa disebut dengan butir-butir Pancasila.
Diantaranya:

Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang


Maha Esa.

Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.

Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antra pemeluk agama


dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan


terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai


dengan agama dan kepercayaannya masing-masing

Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
kepada orang lain.

Dari butir-butir tersebut dapat dipahami bahwa setiap rakyat Indonesia wajib
memeluk satu agama yang diyakini. Tidak ada pemaksaan dan saling toleransi antara
agama yang satu dengan agama yang lain.
BAB IV

BENTUK KOLABORASI PANCASILA DENGAN AGAMA

· IDEOLOGI PANCASILA SEBAGAI PILIHAN

Keberagaman agama dan pemeluk agama di Indonesia menjadi sebuah kenyataan


yang tak terbantahkan. Kenyataan ini menuntut adanya kesadaran dari setiap pemeluk
agama untuk menjaga keharmonisan hubungan di antara mereka.

Semua pemeluk agama memang harus mawas diri. Yang harus disadari adalah
bahwa mereka hidup dalam sebuah masyarakat dengan keyakinan agama yang beragam.
Dengan demikian, semestinya tak ada satu kelompok pemeluk agama yang mau menang
sendiri.

Seperti yang telah kita ketahui bahwa di Indonesia terdapat berbagai macam suku
bangsa, adat istiadat hingga berbagai macam agama dan aliran kepercayaan. Dengan
kondisi sosiokultur yang begitu heterogen dibutuhkan sebuah ideologi yang netral namun
dapat mengayomi berbagai keragaman yang ada di Indonesia.

Karena itu dipilihlah Pancasila sebagai dasar negara. Namun saat ini yang menjadi
permasalahan adalah bunyi dan butir pada sila pertama. Sedangkan sejauh ini tidak ada
pihak manapun yang secara terang-terangan menentang bunyi dan butir pada sila kedua
hingga ke lima. Namun ada ormas-ormas yang terang-terangan menolak isi dari Pancasila
tersebut.

Akibat maraknya parpol dan ormas Islam yang tidak mengakui keberadaan
Pancasila dengan menjual nama Syariat islam dapat mengakibatkan disintegrasi bangsa.
Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia yang cinta atas keutuhan NKRI maka banyak dari
mereka yang mengatasnamakan diri mereka Islam Pancasilais, atau Islam Nasionalis.

Konsep negara Pancasila adalah konsep negara agama-agama. Konsep negara


yang menjamin setiap pemeluk agama untuk menjalankan agamanya secara utuh, penuh
dan sempurna. Negara Pancasila bukanlah negara agama, bukan pula negara sekuler
apalagi negara atheis. Sebuah negara yang tidak tunduk pada salah satu agama, tidak pula
memperkenankan pemisahan negara dari agama, apalagi sampai mengakui tidak tunduk
pada agama manapun. Negara Pancasila mendorong dan memfasilitasi semua penduduk
untuk tunduk pada agamanya.
Penerapan hukum-hukum agama secara utuh dalam negara Pancasila adalah
dimungkinkan. Semangat pluralisme dan ketuhanan yang dikandung Pancasila telah siap
mengadopsi kemungkinan itu. Tak perlu ada ketakutan ataupun kecemburuan apapun,
karena hukum-hukum agama hanya berlaku pada pemeluknya. Penerapan konsep negara
agama-agama akan menghapus superioritas satu agama atas agama lainnya. Tak ada lagi
asumsi mayoritas – minoritas.

Bahkan pemeluk agama dapat hidup berdampingan secara damai dan sederajat.
Adopsi hukum-hukum agama dalam negara Pancasila akan menjamin kelestarian dasar
negara Pancasila, prinsip Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.

Pikirkan jika suatu kebenaran, kesalahan maupun etika moral ditentukan oleh
sebuah definisi sebuah agama dalam hal ini agama Islam. Sedangkan ketika anda terlibat
didalamnya anda adalah seseorang yang memeluk agama diluar Islam! Apakah yang anda
pikirkan dan bagai mana perasaan di hati anda ketika sebuah kebenaran dan moralitas
pada hati nurani anda ditentukan oleh agama lain yang bukan anda anut?

Sekarang di beberapa provinsi telah terjadi, dengan alasan moral dan budaya maka
diterapkanlah aturan tersebut. Sebagai contoh, kini di sebuah provinsi semua wanita harus
menggunakan jilbab. Mungkin bagi sebagian kecil orang yang tinggal di Indonesia
merupakan keindahan namun bagai mana dengan budaya yang selama ini telah ada?
Jangankan di tanah Papua, pakaian Kebaya pun artinya dilarang dipakai olah putri daerah.
Bukankah ini merupakan pengkhianatan terhadap kebinekaan bangsa Indonesia yang
begitu heterogen.

Jika anda masih ragu, silakan lihat apa yang terjadi di Saudi Arabia dengan aliran
Salafy Wahabinya. Tidak ada pemilu, tidak ada kesetaraan gender dan lihat betapa
tersisihnya kaum wanita dan penganut agama minoritas di sana. Jika memang anda cinta
dengan Adat, Budaya dan Toleransi umat beragama di Indonesia dukung dan jagalah
kesucian Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa.

· KONTROVERSI PANCASILA

Sebagai dasar negara RI, Pancasila juga bukanlah perahan murni dari nilai-nilai
yang berkembang di masyarakat Indonesia. Karena ternyata, sila-sila dalam Pancasila,
sama persis dengan asas Zionisme dan Freemasonry. Seperti Monoteisme (Ketuhanan
YME), Nasionalisme (Kebangsaan), Humanisme (Kemanusiaan yang adil dan beradab),
Demokrasi (Musyawarah), dan Sosialisme (Keadilan Sosial). Tegasnya, Bung Karno,
Yamin, dan Soepomo mengadopsi (baca: memaksakan) asas Zionis dan Freemasonry
untuk diterapkan di Indonesia.

Selain alasan di atas, agama-agama yang berlaku di Indonesia tidak hanya Islam,
tetapi ada Kristen Protestan dan Katolik, Hindu, Budha, bahkan Konghucu. Kesemua
agama itu, menganut paham atau konsep bertuhan banyak, bahkan pengikut animisme.
Hanya agama Islam saja yang memiliki konsep Berketuhanan YME (Allahu Ahad).

Pada masa pra kemerdekaan tatanan sosial masyarakat di Nusantara, kebanyakan


terdiri dari Kerajaan-kerajaan Hindu. Dari sistem monarkis seperti ini, belum dikenal
konsep musyawarah untuk mufakat; tetapi yang berlaku adalah sabda pandita ratu. Rakyat
harus tunduk dan patuh pada titah sang raja tanpa reserve. Sekaligus, minus demokrasi,
karena kedudukan raja diwarisi turun temurun. Kala itu, tidak ada persatuan. Perpecahan,
perebutan kekuasaan dan wilayah, selalu mengundang pertumpahan darah.

Sejak awal, Pancasila agaknya tidak dimaksudkan sebagai alat pemersatu, apalagi
untuk mengakomodir ke-Bhinekaan yang menjadi ciri bangsa Indonesia. Tetapi untuk
menjegal peluang berlakunya Syari’at Islam. Para nasionalis sekuler, terutama Non
Muslim, hingga kini menjadikan Pancasila sebagai senjata ampuh untuk menjegal Syariat
Islam, meski konsep Ketuhanan yang terdapat dalam Pancasila berbeda dengan konsep
bertuhan banyak yang mereka anut. Mereka lebih sibuk menyerimpung orang Islam yang
mau menjalankan Syariat agamanya, ketimbang dengan gigih memperjuangkan haknya
dalam menjalankan ibadah dan menerapkan ketentuan agamanya. Bagaimana toleransi
bisa dibangun di atas konstruksi filsafat yang menghasilkan anarkisme ideologi seperti
ini?

Pancasila, sudah kian terbukti, cuma sekadar alat politisi busuk yang anti Islam,
namun mengatasnamakan ke-Bhinekaan. Padahal, bukan hanya Indonesia yang
masyarakatnya multietnis, multi kultural, dan multi agama. Di Amerika Serikat, untuk
mempertahankan ke-Bhinekaannya mereka tidak perlu Pancasila, begitu pun negara jiran
Malaysia. Nyatanya, mereka justru lebih maju dari Indonesia.
Kenyataan ini, betapapun pahitnya haruslah diakui secara jujur. Sayangnya,
sejumlah pejabat dan mantan pejabat di negeri ini, belum juga siuman dari mimpinya
tentang kemanusiaan yang adil dan beradab, sebagaimana sila kedua Pancasila. Sedang
sejarah membuktikan, apa yang dilakukan rezim penguasa selama 60 tahun Indonesia
merdeka, justru penindasan terhadap kemanusiaan.

Dalam memperingati hari lahir Pancasila, 4 Juni 2006, di Bandung, muncul


sejumlah tokoh nasional berupaya memperalat isu Pancasila untuk kepentingan zionisme.
Celakanya, mereka menggunakan cara yang tidak cerdas dan manipulatif. Dengan
berlandaskan asas Bhineka Tunggal Ika, mereka memosisikan agama seolah-olah
perampas hak dan kemerdekaan bangsa Indonesia. Segala hal yang berkaitan dengan
agama dianggap membelenggu kebebasan. Kebencian pada agama, pada gilirannya,
menyebabkan parameter kebenaran porak-poranda, kemungkaran akhlak merajalela.
Kesyirikan, aliran sesat, dan perilaku menyesatkan membawa epidemi kerusakan dan juga
bencana.

Anehnya, peristiwa bencana gempa bumi yang menewaskan lebih dari 6000 jiwa
di Jogjakata, 27 Mei 2006, malah yang disalahkan Islam dan umat Islam. Seorang
paranormal mengatakan,”Bencana gempa di Jogjakarta, terjadi akibat pendukung RUU
APP yang kian anarkis.” Lalu, pembakaran kantor Bupati Tuban, cap jempol atau silang
darah di Jatim, yang dilakukan anggota PKB dan PDIP, dan menyatroni aktivis FPI,
Majelis Mujahidin, dan Hizbut Tahrir. Apakah bukan tindakan anarkis? Jangan lupa,
Bupati Bantul, Idham Samawi, yang daerahnya paling banyak korban gempa bumi
berasal dari PDIP.

Tidak itu saja. Upaya penyeragaman budaya, maupun moral atas nama agama,
juga dikritik pedas. “Bhineka Tunggal Ika sebagai landasan awal bangsa Indonesia harus
dipertahankan. Masyarakat Indonesia beraneka ragam, sehingga tindakan
menyeragamkan budaya itu tidak dibenarkan,” kata Megawati. Penyeragaman yang
dimaksud, sebagaimana dikatakan Akbar Tanjung,”Keberagaman itu tidak dirusak dengan
memaksakan kehendak. Pihak yang merongrong Bhineka, adalah kekuatan-kekuatan yang
ingin menyeragamkan.”
Padahal, justru Bung Karno pula orang pertama yang mengkhianati Pancasila.
Dengan memaksakan kehendak, ia berusaha menyeragamkan ideologi, budaya, dan seni.
Ideologi NASAKOM (Nasionalisme, agama, dan komunis) dipaksakan berlaku secara
despotis. Demikian pula, seni yang boleh dipertunjukkan hanya seni gaya Lekra.
Sementara yang berjiwa keagamaan dinyatakan sebagai musuh revolusi. Begitu pun
Soeharto, berusaha menyeragamkan ideologi melalui asas tunggal Pancasila. Hasilnya,
kehancuran.

· PEMAHAMAN DAN PELANGGARAN TERHADAP PANCASILA SAAT INI

Ideologi Pancasila merupakan dasar negara yang mengakui dan mengagungkan


keberadaan agama dalam pemerintahan. Sehingga kita sebagai warga negara Indonesia
tidak perlu meragukan konsistensi atas Ideologi Pancasila terhadap agama. Tidak perlu
berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi berbasis agama dengan alasan
bahwa ideologi Pancasila bukan ideologi beragama. Ideologi Pancasila adalah ideologi
beragama.

Sesama umat beragama seharusnya kita saling tolong menolong. Tidak perlu
melakukan permusuhan ataupun diskriminasi terhadap umat yang berbeda agama,
berbeda keyakinan maupun berbeda adat istiadat.

Hanya karena merasa berasal dari agama mayoritas tidak seharusnya kita
merendahkan umat yang berbeda agama ataupun membuat aturan yang secara langsung
dan tidak langsung memaksakan aturan agama yang dianut atau standar agama tertentu
kepada pemeluk agama lainya dengan dalih moralitas.

Hendaknya kita tidak menggunakan standar sebuah agama tertentu untuk


dijadikan tolak ukur nilai moralitas bangsa Indonesia. Sesungguhnya tidak ada agama
yang salah dan mengajarkan permusuhan.

Agama yang diakui di Indonesia ada 5, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Budha dan
Hindu. Sebuah kesalahan fatal bila menjadikan salah satu agama sebagai standar tolak
ukur benar salah dan moralitas bangsa. Karena akan terjadi chaos dan timbul gesekan
antar agama. kalaupun penggunaan dasar agama haruslah mengakomodir standar dari
Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu bukan berdasarkan salah satu agama entah
agama mayoritas ataupun minoritas.
BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

· KESIMPULAN

Berdasarkan latar belakang, pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pancasila adalah ideologi yang sangat baik untuk diterapkan di negara Indonesia yang
terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras dan bahasa. Sehingga jika ideologi
Pancasila diganti oleh ideologi yang berlatar belakang agama, akan terjadi
ketidaknyamanan bagi rakyat yang memeluk agama di luar agama yang dijadikan
ideologi negara tersebut.

Dengan mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara, jika


melaksanakannya dengan baik, maka perwujudan untuk menuju negara yang aman
dan sejahtera pasti akan terwujud.

· IMPLIKASI

Untuk semakin memperkokoh rasa bangga terhadap Pancasila, maka perlu adanya
peningkatan pengamalan butir-butir Pancasila khususnya sila ke-1. Salah satunya
dengan saling menghargai antar umat beragama.

Untuk menjadi sebuah negara Pancasila yang nyaman bagi rakyatnya, diperlukan
adanya jaminan keamanan dan kesejahteraan setiap masyarakat yang ada di
dalamnya. Khususnya jaminan keamanan dalam melaksanakan kegiatan beribadah.

· SARAN

Untuk mengembangkan nilai-nilai Pancasila dan memadukannya dengan agama,


diperlukan usaha yang cukup keras. Salah satunya kita harus memiliki rasa
nasionalisme yang tinggi. Selain itu, kita juga harus mempunyai kemauan yang keras
guna mewujudkan negara Indonesia yang aman, makmur dan nyaman bagi setiap
orang yang berada di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 1980. Manusia dan Agama. Jakarta: PT. Gramedia.

Nopirin. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta: Pancoran
Tujuh.

Notonagoro. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila dengan Kelangsungan


Agama, Cet. 8. Jakarta: Pantjoran Tujuh.

Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta: Rineka Cipta


MAKALAH PANCASILA

HUBUNGAN PANCASILA DAN AGAMA

NAMA : IVHAN GILANG RIEDWAN

NPM : 11.01.2988

KELOMPOK :B

PROGRAM STUDI : D3-TEKNIK INFORMATIKA

DOSEN : IRTON, SE, M.Si

Anda mungkin juga menyukai