Anda di halaman 1dari 11

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

A.PANCASILA
Syahrial Syarbaini dan Aliaras Wahid memberikan penjelasan Pancasila sebagai filsafat
sebagai berikut: Pancasila sebagai sebuah filsafat, memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda
dengan filsafat lainnya, yaitu Sila-sila
Pancasila merupakan satu kesatuan sistem yang bulat dan utuh (sebagai suatu totalitas).
Dengan pengertian lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-
pisah, maka itu bukan Pancasila.12 Untuk memahami apa yang dikemukakan Syahrial Syarbaini
dan Aliaras Wahid terebut maka kita akan membahasnya langkah demi langkah berkaitan dengan
pembahasan sebelumnya menngenai filsafat dan sistem. Berdasarkan pembahasan sebelumnya
mengenai filsafat dan sistem maka kita akan memaknai Pancasila sebagai sistem filsafat ke
dalam dua tahapan. Pertama, memaknai
Pancasila sebagai sistem filsafat dengan menitik beratkan pada pemaknaan pada term
filsafat. Pancasila sebagai sistem filsafat dapat diartikan bahwa pancasila merupakan sebuah
sistem pemikiran yang mendalam mengenai Indonesia dalam segala hal. Pancasila merupakan
perasan pemikiran mengenai Indonesia yang diwujudkan dalam sila-sila. Artinya, untuk melihat
bagaimana Indonesia atau bagaimana Indonesia seharusnya kita bisa melihat dan memaknai
Pancasila. Bagaimana manusia-manusia Indonesia kita dapat melihat dan memaknai Pancasila.
Bagaimana melihat ekonomi, hukum, budaya, dsb segala sesuatu yang bersangkutan dengan
Indonesia kita dapat mengetahuinya dengan cara melihat dan memaknai Pancasila.
Kedua, memaknai Pancasila sebagai sebiah sistem filsafat dengan menitik beratkan pada
term sistem. Sebagai sebuah sistem filsafat Pancasila merupakan satu kesatuan utuh yang
terbentuk dari bagian-bagian pembentuknya yang berupa sila-sila, yang masing-masing sila-sila
yang dimaksud mempunyai fungsi sendiri-sendiri tetap sangat berkaitan dan tidak bisa
dilepaskan satu dan lainnya sebagai suatu kesatuan yang utuh dengan tujuan untuk mencapai
tujuan berdirinya Negara Republik Indonesia.
Dari kedua uraian di atas mengenai pemaknaan Pancasila sebagai sebagai sistem filsafat,
maka kita dapat memaknai Pancasila sebagai perwujudan pemikiran terdalam bangsa Indonesia,
bersifat menyeluruh dan utuh yang terdiri dari bagianbagian berupa sila-sila, dimana masing-
masing sila tidak dapat dilepaskan satu dan lainnya untuk mencapai tujuan berdirinya Negara
Republik Indonesia. Tujuan berdirinya Negara Republik Indonesia tertuang dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tujuan yang dimaksud adalah
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Hal
tersebut untuk mencapai sebuah cita-cita terwujudnya Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur.
KESIMPULAN
Pancasila dianggap sebagai sistem filsafat karena memuat ciri-ciri sistem filsafat dan menjadi
pedoman tingkah laku dan tindakan masyarakat. Hal ini juga dipandang sebagai cerminan
mendalam bangsa Indonesia, mencakup berbagai aspek Indonesia, dan penting untuk memahami
negara. Pancasila merupakan suatu sistem yang utuh dan terpadu, yang masing-masing asasnya
saling berhubungan dan esensial bagi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan
berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945, yang
antara lain mencakup perlindungan seluruh rakyat Indonesia dan kemajuan
kesejahteraannya. Oleh karena itu, Pancasila dianggap sebagai perwujudan pemikiran terdalam
bangsa Indonesia yang mencakup seluruh bagian dan asas untuk mencapai tujuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Hakikat filosofis Pancasila juga terlihat dari fungsinya sebagai
landasan ideologi negara dan landasan filosofis kehidupan bangsa.

Hasil penelusuran memberikan pemahaman komprehensif mengapa Pancasila dianggap sebagai


sistem filosofis, menekankan refleksi mendalam bangsa Indonesia dan peran integralnya dalam
membimbing perilaku dan tindakan masyarakat. Hasil penelitian ini juga menyoroti keterkaitan
prinsip-prinsip tersebut dan kontribusi pentingnya terhadap berdirinya Republik Indonesia.

B.BENTURAN DAN IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN


SEHARI-HARI
1. Toleransi dan Penghargaan Terhadap Keragaman: Menghormati dan bersikap ramah
terhadap tetangga dari berbagai latar belakang budaya, suku, dan agama adalah contoh
konkret dari prinsip Bhinneka Tunggal Ika.
2. Partisipasi dalam Musyawarah: Saat mengambil keputusan keluarga, melibatkan
seluruh anggota keluarga dalam diskusi untuk mencapai keputusan yang disepakati
bersama adalah penerapan prinsip musyawarah.
3. Gotong Royong dalam Masyarakat: Bergabung dalam kegiatan membersihkan
lingkungan, mengadakan kegiatan amal bersama, atau membantu tetangga yang
membutuhkan adalah contoh gotong royong dan kepedulian sosial.
4. Menghargai Pilihan Agama Lain: Menghormati ibadah dan tradisi keagamaan yang
berbeda dari agama sendiri adalah contoh penerapan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dan
toleransi beragama.
5. Menghormati Orang Tua dan Orang Lanjut Usia: Memberikan perhatian dan
penghormatan kepada orang tua, serta terlibat dalam kegiatan sosial yang memperhatikan
orang lanjut usia, adalah wujud penerapan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.
Setiap tindakan baik yang mencerminkan nilai-nilai seperti toleransi, keadilan, kerja sama, dan
penghargaan terhadap keberagaman merupakan contoh nyata dari penerapan Filsafat Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari.

KESIMPULAN
Teks tersebut membahas tentang benturan dan implementasi Pancasila dalam kehidupan sehari-
hari. Dalam teks tersebut, disebutkan beberapa contoh konkret dari penerapan nilai-nilai
Pancasila, seperti toleransi, musyawarah, gotong royong, menghargai pilihan agama lain, dan
menghormati orang tua dan orang lanjut usia. Setiap contoh tersebut mencerminkan penerapan
nilai-nilai seperti toleransi, keadilan, kerja sama, dan penghargaan terhadap keberagaman, yang
merupakan contoh nyata dari penerapan Filsafat Pancasila dalam kehidupan sehari-hari

C.AKTUALISASI NILAI PANCASILA DALAM PARADIGMA BERPIKIR


DAN BERSIKAP
Ada beberapa alasan mengapa filsafat Pancasila perlu ada. Beberapa alasan itu dapat dibedakan
ke dalam orientasi atau wawasan kepada masa lampau dan masa kini serta orientasi kepada masa
depan. Berikut ini uraian masing-masing.
a. Orientasi kepada masa lampau dan terjadinya penyimpangan
Orientasi kepada masa lampau berarti melihat perkembangan Pancasila dalam sejarah bangsa
Indonesia, utamanya sejak dirumuskannya Pancasila sebagai dasar negara sebagai tuntutan
Proklamasi Kemerdekaan. Sejarah bangsa Indonesia pada dasarnya juga sejarah Pancasila itu
sendiri.
Dari sejarah bangsa Indonesia kita yakin bahwa Pancasila dapat menjadi ukuran
tentang tercapai atau tidaknya tujuan dari Proklamasi Kemerdekaan, yaitu masyarakat adil dan
makmurberdasarkan nilai-nilai Pancasila. Tujuan dari Kemerdekaan bangsa Indonesia hanya
dapat dicapai dengan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila. Sejarah telah
membuktikan bahwa sejauh bangsa Indonesia mengamalkan nilai-nilai Pancasila dengan baik,
maka terjadilah ketenangan, ketenteraman, kedamaian, dan kesejahteraan yang menuju kepada
keadilan dan kemakmuran. Sebaliknya, sejauh nilai-nilai Pancasila tidak dihayati dan diamalkan
dengan baik, sejauh itu pula timbul kekacauan, yang mengarah kepada perpecahan dan
kehancuran, dan itulah yang sedang terjadi. Belajar dari sejarah itulah muncul pemikiran
bagaimana menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai milik bangsa yang diyakini kebenarannya
dan akhirnya dipatuhi. Untuk itu perlu mempelajari berbagai penyimpangan Pancasila dan sebab-
sebabnya.
1) Penyimpangan Pancasila
Penyimpangan Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia dapat dikategorikan ke dalam:
pengurangan, penambahan, dan penggantian serta pengaburan. Berikut ini penjelasan rincinya.
a) Pengurangan
Pancasila dirumuskan sebagai alat pemersatu. Dalam hal ini, karena sebagai alat
pemersatu, dapat dibuang setelah cita-cita bersatu terwujud. Komentar semacam ini bersumber
dari orang-orang komunis (PKI = Partai Komunis Indonesia). Hal ini dikategorikan ke dalam
pengurangan karena bersifat mengurangi peran Pancasila. Memang tidak salah bahwa Pancasila
merupakan alat pemersatu bangsa, tanpa Pancasila barangkali bangsa Indonesia belum mencapai
persatuan seperti yang ada sekarang. Selain itu kelahiran Pancasila, oleh para pendiri Negara
Republik Indonesia ini memang juga dimaksudkan untuk membuat persatuan di antara kelompok
atau golongan yang ada pada saat itu. Namun demikian peran Pancasila bukan hanya sebagai alat
pemersatu. Mereka (PKI) lupa bahwa Pancasila juga berperan sebagai dasar negara yang tidak
mungkin dapat dibuang. Kalau dasar negara dibuang, Negara itu sendiri akan runtuh, dan bila
alat pemersatu dibuang kesatuan dan persatuan itu akan berantakan.
Perlu dicatat bahwa PKI menerima Pancasila sebagai taktik perjuangan.
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab diterima sebagai internasionalisme yang tidak
mengakui nasionalisme atau kebangsaan. Mereka menerima kebebasan beragama dalam
arti bebas tidak beragama, atau bebas berpropaganda anti agama.
b) Penambahan
Pancasila disamakan dengan Nasakom (Nasional, agama dan Komunis). Dalam hal ini terjadi
penambahan, yaitu unsur kom (Komunis) yang sebenarnya di luar Pancasila.
Perlu diperhatikan bahwa di dalam Pancasila tidak mungkin ada Komunis. Pancasila
menjamin hidup berketuhanan, sedang komunis anti Tuhan. Keduanya tidak mungkin hidup
bersama dalam arti yang sebenarnya; bila hal itu terjadi sifatnya hanya sementara dan tidak
mendasar; hanya sebagai taktik, bukan startegi.
c) Penggantian dan pengaburan
Penyimpangan dalam hal ini bersifat mengganti (substitusi) terhadap pengertian nilai-
nilai dan sila-sila Pancasila dengan maksud untuk menguburkan atau membuat tidak jelas.
Contoh-contohnya adalah: Pancasila is Nasakom (Pancasila adalah Nasakom), Keadilan sosial
adalah masyarakat tanpa hak milik, Kemanusiaan is Internasionalisme, Kebebasan agama adalah
bebas anti agama/tidak beragama, orang komunis juga “berkeyakinan”, yaitu yakin bahwa Tuhan
tidak ada.
Berbagai jenis penyimpangan tersebut di atas. (pengurangan, penambahan dan
penggantian) dapat dikategorikan sebagai penyimpangan prinsipial, kategoritematis. Di samping
itu juga terjadi penyimpangan faktual bersifat praktis dan kontradiktif, kategori operatif, yaitu
dalam bentuk pelanggaran atau penentangan, seperti pemberontakan dan lain-lain.
2) Sebab-sebab terjadinya penyimpangan
Dari jenis-jenis pernyimpangan yang telah dibicarakan di atas, dapat ditarik
simpulan mengapa timbul penyimpangan dan dengan demikian juga dapat ditentukan
bagaimana cara mengatasinya. Penyimpangan terhadap Pancasila dapat timbul karena
kurang pengertian dan keinginan yang jahat.
a) Untuk penyimpangan yang timbul karena kurang pengertian dapat diatasi dengan memberikan
pengertian yang jelas. Dalam hal ini tampak pentingnya mempelajari Pancasila. Di samping
diajarkan di sekolah-sekolah (termasuk di perguruan tinggi), juga diadakan penataran P-4
(Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Ketika saat ini Pancasila tidak diajarkan lagi
di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, perlu dipikirkan kembali. Kalau penataran P-4 tidak
diinginkan lagi; perlu dipikirkan penguatan eksistensi BPIP (Badan Pembinaan Ideologi
Pancasila).
b) Penyimpangan yang timbul karena keinginan yang jahat dapat berupa lain-lain pengurangan,
penambahan, penggantian, pengaburan, pemalsuan idealisme; disebabkan oleh pendirian dan
pandangan politik. Untuk itu diperlukan suatu kewaspadaan. Dalam hal ini diperlukan kaum
intelektual Pancasila yang berani bicara dan ambil peranan. Dengan demikian pendidikan
Pancasila menjadi penting. Perlu dicatat bahwa peyimpangan dapat timbul pada diri setiap
penduduk dan warga negara, baik dari rakyat maupun pemerintah. Tidak satu orang atau
kelompok dan juga golongan yang boleh merasa paling berhak dan bertanggung jawab, serta
merasa lebih dari yang lain. Pancasila bukan suatu yang otomatis ada pada mereka yaitu
mengakuinya, melainkan perlu diupayakan atau diperjuangkan adanya dalam bentuk pengalaman
kongkret dan dirasakan oleh sesama warga Negara.
b. Orientasi masa kini
1) Realitas material, menurut isi dan keluasannya, tata nilai dan tata masyarakat dalam sosio-
budaya bangsa ideologi mengandung nilai-nilai filsafat. Nilai-nilai itu belum dirumuskan sebagai
filsafat, melainkan sebagai sikap hidup masyarakat; untuk dalam bahasa Jerman kita kenal
sebagai Weltanschauung merupakan filsafat pada tahap awal atau sering mendahului timbulnya
filsafat, tepatnya yang kemudian dapat dirumuskan sebagai filsafat dari para pendukungnya.
2) Realita fungsional-praktis, nilai-nilai Pancasila yang disebut sebagai nilai-nilai dasar, tersebut
telah menjadi tata nilai dalam sosio-budaya sepanjang sejarah.
3) Realita formal, secara yuridis-konstitusional nilai-nilai Pancasila kini, sejak bangsa Indonesia
mendirikan negara merdeka, telah dijadikan dasar negara, dasar kerohanian negara, sebagai
sumber tertib hukum atau sumber dari segala sumber hukum tercantum di dalam Pembukaan.
Baik realita material, realita fungsional-praktis maupun realita formal, ketiga-tiganya
mewujudkan das Sein, yaitu kenyataan yang ada, sedang yang merupakan das Sollen-nya atau
yang diharapkan adalah :
4) Secara harapan, wajar bahwa bangsa Indonesia menghendaki nilai-nilai tersebut di atas
menjadi sistem filsafatnya, karena memiliki sifat-sifat: fundamental, universal, spiritual,
komprensif dan metafisis (hakiki).
c. Orientasi ke masa depan
Kelangsungan hidup bangsa dan negara memerlukan ketahanan nasional dan ketahanan nasional
memerlukan adanya filsafat Pancasila. Hal ini telah dibuktikan dalam perjalanan sejarah bangsa
Indonesia bahwa hanya dengan berpegang pada nilai-nilai dasar Pancasila bangsa Indonesia
berhasil mendirikan negara merdeka dan mempertahankannya dari berbagai ancaman, baik dari
luar (usaha-usaha kembalinya penjajah Belanda, gerakan suvervisi), maupun rongrongan dari
dalam (perpecahan, pemberontakan, gerakan separatisme atau pemisahan, unitarisme atau
federasi, feodalisme, paham kedaerahan dan lain-lain). Ancaman tersebut memuncak dengan
adanya G.30 S/PKI, pada saat mana nilai-nilai Pancasila berkobar dengan seindah-indahnya,
sehingga berhasil menggagalkan gerakan tersebut dan dengan demikian Pancasila dinyatakan
sebagai ”sakti”, dan 1 Oktober dinyatakan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

KESIMPULAN

Teks tersebut membahas tentang pentingnya aktualisasi nilai Pancasila dalam paradigma berpikir
dan bersikap, serta penyimpangan-penyimpangan yang terjadi terhadap nilai-nilai Pancasila.
Secara singkat, teks tersebut menguraikan alasan mengapa filsafat Pancasila perlu ada, baik dari
orientasi terhadap masa lampau, masa kini, maupun masa depan. Selain itu, teks juga
menjelaskan tentang berbagai bentuk penyimpangan terhadap Pancasila, seperti pengurangan,
penambahan, penggantian, dan pengaburan nilainya. Penyimpangan tersebut dapat berdampak
pada lunturnya jiwa patriotisme, hilangnya identitas bangsa, serta munculnya kesenjangan sosial.
Dengan demikian, teks tersebut menekankan pentingnya memahami dan mengatasi
penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan nilai-nilai tersebut.
Selain itu dirasakan perlunya pewarisan nilai-nilai Pancasila sebagai sistem filsafat. Sudah
sewajarnya kalau generasi tua yang telah mengalami dan meyakini nilai-nilai Pancasila sebagai
yang terbaik dan benar berniat untuk mewariskan kepada generasi penerusnya. Apa bila tidak
demikian maka generasi tua itu akan dikecam sebagai tidak konsekuen, tidak konsisten dan
pantas digugat oleh generasi penerusnya. Pewarisan nilai-nilai itu akan menjadi kokoh apabila
terumus sebagai filsafat.

PERTANYAAN DAN JAWABAN


1. Bagaimana Pancasila sebagai sistem filsafat dapat menjadi panduan untuk
menghadapi perubahan sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia?

Pancasila sebagai sistem filsafat dapat menjadi panduan yang relevan untuk menghadapi
perubahan sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia melalui beberapa cara:

1. Keadilan Sosial: Nilai-nilai Pancasila, seperti keadilan sosial, dapat menjadi pedoman
dalam merespons perubahan sosial. Dengan memastikan bahwa perubahan tersebut
memberikan manfaat secara adil kepada seluruh lapisan masyarakat, Pancasila dapat
mengarahkan kebijakan sosial yang inklusif.

2. Demokrasi dan Partisipasi: Konsep demokrasi yang terkandung dalam Pancasila


memberikan panduan untuk merespons perubahan politik dengan melibatkan partisipasi
masyarakat. Hal ini memungkinkan penerimaan ide dan aspirasi dari berbagai kelompok
dalam menghadapi dinamika politik yang berkembang.
3. Keseimbangan Antara Kemajuan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial: Pancasila
menekankan pentingnya keseimbangan antara kemajuan ekonomi dan kesejahteraan
sosial. Dalam menghadapi perubahan ekonomi, prinsip ini dapat menjadi pedoman untuk
memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi diarahkan pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan.

4. Ketahanan Nasional: Pancasila dapat digunakan sebagai panduan dalam membangun


ketahanan nasional, baik dari segi keamanan maupun ketahanan ekonomi. Nilai-nilai
persatuan, gotong royong, dan ketuhanan yang maha esa dapat memperkuat solidaritas
dan stabilitas nasional.

5. Pengelolaan Keanekaragaman: Dalam menghadapi perubahan sosial dan politik,


Pancasila sebagai sistem filsafat dapat membimbing penanganan keanekaragaman
budaya dan agama dengan pendekatan yang inklusif dan menghormati perbedaan.

6. Moralitas dan Etika dalam Ekonomi: Pancasila memandang ekonomi sebagai sarana
mencapai kesejahteraan, namun dengan prinsip moralitas dan etika yang tinggi. Panduan
ini dapat membentuk praktik ekonomi yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.

7. Penegakan Hukum dan Keadilan: Nilai-nilai Pancasila, seperti keadilan, dapat menjadi
dasar dalam pembentukan dan penegakan hukum yang adil, memastikan bahwa
perubahan sosial dan politik diikuti dengan tata kelola yang benar dan berkeadilan.

Dengan demikian, Pancasila sebagai sistem filsafat bukan hanya menjadi aspek teoretis
tetapi juga menjadi panduan praktis untuk menghadapi dan merespons perubahan
dinamis di berbagai sektor kehidupan di Indonesia.

2. Bagaimana subjektivitas dan kesadaran ber-Pancasila mempengaruhi cara individu


dalam mengambil keputusan dan bertindak?

Subjektivitas dan kesadaran ber-Pancasila memiliki pengaruh yang signifikan terhadap cara
individu dalam mengambil keputusan dan bertindak. Berikut adalah beberapa aspek yang dapat
menjelaskan pengaruh tersebut:

1. Penentuan Nilai dan Prioritas:* Subjektivitas individu dalam ber-Pancasila memengaruhi cara
individu menentukan nilai-nilai yang diutamakan dan prioritas dalam hidup. Kesadaran akan
nilai-nilai Pancasila, seperti keadilan sosial dan persatuan, memandu individu dalam mengambil
keputusan yang sejalan dengan prinsip-prinsip tersebut.
2. Orientasi pada Kesejahteraan Bersama: Kesadaran ber-Pancasila memicu orientasi individu
pada kesejahteraan bersama dan keberlanjutan masyarakat. Ini mempengaruhi cara individu
memilih tindakan yang tidak hanya menguntungkan diri sendiri tetapi juga memberikan
kontribusi positif pada lingkungan sekitarnya.

3. Toleransi dan Keanekaragaman: Kesadaran ber-Pancasila mendorong toleransi dan


penghargaan terhadap keanekaragaman budaya dan agama. Hal ini mempengaruhi cara individu
berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki pandangan dan latar belakang yang berbeda,
membentuk sikap yang terbuka dan inklusif.

4. Pemilihan Karir dan Pelayanan Masyarakat: Individu yang memiliki kesadaran ber-Pancasila
mungkin cenderung memilih karir atau bentuk kegiatan yang dapat memberikan kontribusi pada
kesejahteraan sosial dan keadilan. Pilihan ini tercermin dalam tindakan nyata yang mendukung
pembangunan masyarakat.

5. Partisipasi dalam Proses Demokratis: Kesadaran ber-Pancasila mendorong partisipasi aktif


dalam proses demokratis. Individu yang ber-Pancasila cenderung terlibat dalam kegiatan politik,
memberikan suara mereka, dan berkontribusi pada pembentukan kebijakan yang sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila.

6. Penanaman Nilai pada Generasi Berikut: Kesadaran ber-Pancasila juga mencakup tanggung
jawab untuk menanamkan nilai-nilai tersebut pada generasi berikut. Ini dapat tercermin dalam
cara individu mendidik anak-anak atau memberikan pengaruh positif pada lingkungan sekitar
mereka.

7. Pengambilan Keputusan Etis: Subjektivitas yang ber-Pancasila memandu individu dalam


pengambilan keputusan etis. Kesadaran akan nilai-nilai moral seperti kejujuran dan tanggung
jawab dapat memengaruhi keputusan yang diambil dalam berbagai konteks kehidupan.

Dengan demikian, subjektivitas dan kesadaran ber-Pancasila tidak hanya menciptakan kerangka
nilai personal, tetapi juga membentuk tindakan dan keputusan individu dalam arah yang sesuai
dengan prinsip-prinsip Pancasila
3. Apa dampak dari implementasi nilai-nilai Pancasila sebagai sistem filsafat terhadap
etika dan moralitas masyarakat?
Implementasi nilai-nilai Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki dampak yang signifikan
terhadap etika dan moralitas masyarakat. Beberapa dampak tersebut meliputi:

1. Pembentukan Dasar Etika Sosial: Nilai-nilai Pancasila, seperti keadilan sosial, persatuan, dan
ketuhanan yang maha esa, membentuk dasar etika sosial yang menjadi pedoman perilaku
masyarakat. Ini menciptakan norma-norma moral yang mengarah pada kehidupan bermasyarakat
yang adil dan seimbang.

2. Pengaruh pada Norma-Norma Sosial dan Budaya: Implementasi nilai-nilai Pancasila


memengaruhi norma-norma sosial dan budaya masyarakat. Nilai-nilai tersebut diintegrasikan
dalam kehidupan sehari-hari, membentuk cara berpikir dan bertindak yang mencerminkan
prinsip-prinsip moral Pancasila.

3. Penekanan pada Keseimbangan dan Harmoni: Pancasila menekankan pentingnya


keseimbangan antara hak dan kewajiban, individual dan kolektif. Implementasinya dapat
menciptakan suasana harmoni dalam masyarakat dengan menghindari ketidakseimbangan
ekstrem yang dapat merugikan.

4. Pendorong Toleransi dan Menghargai Keanekaragaman: Nilai-nilai Pancasila, seperti toleransi


dan menghargai keanekaragaman budaya dan agama, meresapi etika masyarakat. Ini
menghasilkan sikap terbuka terhadap perbedaan dan mengurangi konflik antarindividu atau
kelompok.

5. Basis untuk Pembangunan Moral Individu: Implementasi Pancasila memberikan dasar untuk
pembangunan moral individu. Nilai-nilai seperti integritas, tanggung jawab, dan gotong royong
ditekankan, memandu individu dalam mengambil keputusan moral yang bertanggung jawab.

6. Pengaruh pada Pendidikan dan Sosialisasi: Implementasi nilai-nilai Pancasila tercermin dalam
sistem pendidikan dan proses sosialisasi. Pendidikan Pancasila memberikan pemahaman
mendalam tentang nilai-nilai moral, membentuk karakter siswa, dan menyebarkan prinsip-
prinsip etika kepada generasi muda.

7. Landasan untuk Kebijakan Publik: Nilai-nilai Pancasila menjadi landasan bagi pembuatan
kebijakan publik yang berorientasi pada keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat. Ini
menciptakan kerangka kerja yang mendukung pembangunan masyarakat yang berlandaskan
etika.

8. Penguatan Solidaritas dan Kebersamaan: Nilai-nilai Pancasila, seperti gotong royong dan
persatuan, memperkuat solidaritas dan kebersamaan dalam masyarakat. Ini menciptakan
lingkungan di mana individu saling mendukung demi kepentingan bersama.

Dengan demikian, implementasi nilai-nilai Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki dampak
positif yang luas terhadap etika dan moralitas masyarakat, menciptakan dasar untuk kehidupan
bermasyarakat yang adil, harmonis, dan bertanggung jawab.

4. Bagaimana pancasila sebagai sistem filsafat mempengaruhi pandangan hidup dan


tindakan masyarakat indonesia?
Pancasila, sebagai sistem filsafat, mempengaruhi pandangan hidup dan tindakan masyarakat
Indonesia dalam beberapa aspek. Berikut adalah beberapa peran yang dimainkan oleh Pancasila
dalam kehidupan masyarakat:
1. Pandangan hidup bangsa : Pancasila berfungsi sebagai dasar negara dan pandangan hidup
bangsa Indonesia. Nilai-nilai yang disampaikan oleh Pancasila, seperti Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara
2. Sumber hukum : Pancasila dijadikan sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia dan
menjadi pedoman dalam pembuatan peraturan-undangan
3. Ideologi bangsa : Pancasila berfungsi sebagai ideologi bangsa yang menjadi pedoman
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Dalam konteks ini, Pancasila mempengaruhi pandangan hidup dan tindakan masyarakat
Indonesia dengan menjadi pedoman dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam politik,
ekonomi, sosial, dan budaya. Selain itu, Pancasila juga menjadi isi pembentukan ideologi bangsa
Indonesia, yang mencakup nilai-nilai filosofis yang dikembangkan oleh para founding fathers
atau pendiri bangsa Indonesia
5. Mengapa Pancasila sebagai sistem filsafat itu penting bagi mahasiswa?
Mengapa mahasiswa perlu memahami Pancasila secara filosofis? Alasannya karena mata
kuliah Pancasila pada tingkat perguruan tinggi menuntut mahasiswa untuk
berpikir secara terbuka, kritis, sistematis, komprehensif, dan mendasar sebagaimana ciri-ciri
pemikiran filsafat.

Anda mungkin juga menyukai