Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Pancasila merupakan pedoman
kehidupan bernegara dan berbangsa. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
bersumber dari nilai bangsa Indonesia, seperti kebudayaan, sosial, dan religius.
Nilai nilai tersebut telah ada dan melekat serta teramalkan dalam kehidupan
sehari hari sebagai pandangan hidup, sehingga materi Pancasila yang berupa nilai
nilai tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri. Nilai nilai tersebut
kemudian diangkat dan dirumuskan secara formal oleh para pendiri negara untuk
dijadikan sebagai dasar filsafat negara Indonesia.
Setelah melalui proses panjang, akhirnya pancasila disahkan pada 18 Agustus
1945, dalam sidang PPKI. Berdasarkan hal ini kami kelompok 3 (tiga)
merumuskan beberapa masalah sebagai landasan utama dalam pembuatan
makalah ini agar mudah untuk dipahami.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah yang kelompok kami rumus kan adalah :
a. Bagaimanakah asal mula pancasila
b. Bagaimanakah perbedaan pancasila secara formal dan pancasila
sebagai pengetahuan ilmiah.
c. Apa yang di maksud dengan pancasila sebagai sistem etika.
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
a. Agar pembaca dapat mengetahui asal mula pancasila
b. Agar pembaca mengetahui perbedaan pancasila baik secara formal
mau pun sebagai pengetahuan ilmiah
c. Agar pembaca mampu memahami bagaimana pancasila sebagai
sistem etika.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 TEORI ASAL MULA PANCASILA
Setelah kemerdekaan Indonesia sebelum sidang resmi PPKI Pancasila
sebagai calon dasar filsafat Negara dibahas serta disempurnakan kembali dan
akhirnya pada tanggal 18 agustus 1945 disahkannya oleh PPKI Sebagai dasar
filsafat Negara Republik Inodesia, maka secara ilmiah harus ditinjau berdasarkan
kausalitas asal mula pancasila dibedakan atas 2 macam yaitu: Asal mula yang
langsung dan asal mula yang tidak langsung
A. Asal mula yang langsung
Adapun rincian asal mula langsung pancasila tersebut menurut Noto Nagoro
adalah sebagai berikut:
1. Asal mula bahan (kausa materialis)
Bangsa Indonesia adalah sebagai asal dari nilai-nilai pancasila. Sehingga
pancasila itu pada hakikatnya nilai-nilai yang merupakan unsure-unsur pancasila
digali dari bangsa Indonesia yang berupa nilai-nilai religius yang terdapat dalam
kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Berdasarkan teori kausa materialis
Pancasila berasal dari adat kebiasaan, kebudayaan, dan agama . catatan yang yang
perlu mendapatkan perhatian , bahwa nilai-nilai yang terdapat pada ke -5 sila
pancasila merupakan kristalisasi nilai0nilai yang ideal, sedangkan yang dianggap
tidak ideal tidak diakomodasikan.
2. Asal mula bentuk (Kausa formalis)
Hal ini dimaksudkan bagaimana asal mula bentuk atau bagaimana bentuk
pancasila itu di rumuskan sebagaimana termuat dalam pembukaan UUD 1945.
Maka asal mula bentuk pancasila Ir. Soekarno bersama Drs. Moh Hatta serta
anggota BPUPKI lainnya merumuskan dan membahas pancasila terutama dalam
bentuk dan rumusan serta nama pancasila sebagai kesatuan.

2
3. Asal mula karya (Kausas eficient)
Kausa efecient atau asal mula karya yaitu asal mula yang menjadikan
pancasila dari calon dasar negara menjadi dasar negara yang sah. Adapun asal
mula karya adalah PPKI sebagai pembentuk negara dan dan atas bentuk negara
yang mengesahkan pancasila menjadi dasar yang sah, setelah dilakukan
pembahasan baik dalam sidang-sidang BPUPKI dan panitia 9.
4. Asal Mula tujuan (Kausa Finalis)
Pancasila dirumuskan dan dibahas dalam sidang-sidang para pendiri
negara, tujuan adalah untuk menjadikan sebagai dasar negara. Oleh karena itu,
asal mula tujuan tersebut adalah para anggota BPUPKI dan panitia sembilan
termasuk IR. Soekarna Dan Hatta yang menentukan tujuan dirumuskannya
pancasila sebelum ditetapkan PPKI sebagai dasar negara yang sah. usaha untuk
sampai kepada asal mula tujuan ( kausa finalis) tersebut merupakan kausa akhir,
sehingga merupakan kelanjutan kausa-kausa lainnya.

B. Asal Mula yang tidak Langsung


Secara kausalitas asal mula tidak langsung pancasila adalah asal mula
sebelum proklamasi kemerdekaan, sehingga dengan demikian asal mula tidak
langsung pancasila adalah terdapat pada kepribadian serta dalam pandangan hidup
sehari-hari bangsa Indonesia. Maka asal mula tidak langsung pancasila bila mana
dirinci adalah sebagai berikut:

1. Unsur-unsur pancasila tersebut sebelum secara langsung dirumuskan


menjadi dasar filsafat negara, nilai-nilainya yaitu nilai ketuhanan, nilai
kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai keadilan telah
ada dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia
sebelum membentuk negara.
2. Nilai-nilai tersebut terkandung dalam pandangan hidup masyarakat
Indonesia sebelum membentuk negara, yang berupa nilai-nilai adat
istiadat, nilai kebudayaan serta nilai-nilai religius. Nilai-nilai tersebut

3
menjadi pedoman dalam memecahkan problema kehidupan sehari-hari
bangsa Indonesia
3. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa asal mula tidak langsung
pancasila pada hakikatnya bangsa Indonesia sendiri, atau dengan lain
perkataan bangsa Indonesia sebagai kausa materealis atau sebagai asal
mula tidak langsung nilai-nilai pancasila.

C. Bangsa Indonesia ber-Pancasila dalam ‘Tri-Prakara’


Proses terbentuknya Pancasila melalui proses yang cukup panjang dalam
sejarah kebangsaan Indonesia. Dengan demikian kita mendapatkan suatu kesatuan
pemahaman bahwa Pancasila sebelum disahkan oleh PPKI sebagai dasar filsafat
negara Indonesia secara yuridis, dalam kenyataanya unsur unsur Pancasila telah
ada pada ada bangsa Indonesia telah melekat pada bangsa Indonesia dalam
kehidupan sehari hari berupa nilai nilai kebudayaan serta nilai nilai religious.
Berdasarkan pengertian tersebut maka pada hakekatnya bangsa Indonesia ber-
Pancasila dalam tiga asasatau ‘Tri Prakara’ yang rinciannya adalah sebagai
berikut :

 Pertama : Bahwa unsur unsur Pancasila sebelum disahkan menjadi dasar


filsafat negara secara yuridis sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai
asas asas dalam adat-istiadat dan kebudayaan dalam arti luas (Pancasila
Asas Kebudayaan).
 Kedua : Demikian juga unsur unsur pancasila telah terdapat pada bangsa
indonesia sebagai asas asas dalam agama-agama (nilai nilai religius)
(Pancasila Asas Religius).
 Ketiga : Unsur-unsur tadi kemudian diolah, dibahas dan dirumuskan
sebagai cara saksama oleh para pendiri negara dalam sidang-sidang
BPUPKI dan Panitia Sembilan (PPKI). Setelah bangsa Indonesia merdeka
rumusan pancasila calon dasar negara tersebut kemudian disahkan oleh
PPKI sebagai Dasar Filsafat Negara Indonesia dan terwujudlah Pancasila

4
sebagai Dasar Filsafat Negara Indonesia serta terwujudlah Pancasila
sebagai asas kenegaraan (Pancasila Asas Kenegaraan).

Oleh karena itu, pancasila yang terwujud dalam tiga asas tersebut atau tri
prakara yaitu pancasila asa kebudayaan , pancasila asa religious, serta pancasila
asas kenegaraan dalam kenyataannya tidak dapat di pertentangkan karena ketiga
nya terjalin dalam suatu proses kausalitas, sehingga ketiga hal tersebut pada
hakikatnya merupakan unsur-unsur yang membentuk pancasila.
( Notonagoro, 1975: 16,17).

5
2.2 PERBEDAAN PANCASILA SECARA FORMAL DAN
PANCASILA SEBAGAI PENGETAHUAN ILMIAH

A. PANCASILA SECARA FORMAL


Menurut KBBI kata formal berarti suatu kondisi yang bersesuaian dengan
peraturan yang valid atau sah. pancasila secara formal artinya pancasila di jadikan
dasar dalam penyelenggaraan Negara, serta sebagai norma positif. Pancasila
memiliki kedudukan yang kuat dan tidak dapan di ubah.
Unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri, walaupun
secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada
tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia
telah memiliki unsur-unsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam
kehidupan mereka. Sejarah bangsa Indonesia memberikan bukti yang dapat kita
cari dalam berbagai adat istiadat, tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama
dan kebudayaan pada umumnya
Dicantumkannya pancasila dalam kemerdekaan undang-undang 1945
memiliki arti pancasila memperoleh kedudukan sebagai norma dasar hukum
positif. Berikut adalah hubungan secara lengkap :

 rumusan pancasila sebagai dasar Negara republic Indonesia


tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke IV
 pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah Negara yang
fundamental. kedudukannya terhadap tertib hukum Indonesia ada 2
, yakni sebagai dasarnya sekaligus sebagai tertib hukum tertinggi.
 selain sebagai mukaddimah, pembukaan UUD1945 , memiliki
kedudukan dan fungsi yang berbeda dengan pasal-pasalnya.
pembukaan UUD 1945 dengan pancasila sebagai intinya tidak
tergantung pada batang tubuh UUD 1945, namun justru sebagai
sumbernya.

6
 pancasila mempunyai hakikat, sifat, kedudukan dn fungsi sebagai
pokok kaidah Negara yang fundamental. juga menjadi dasar
kelangsungan hidup Negara Indonesia.
 pancasila sebagai inti pembukaan UUD 1945 mempunyai
kedudukan yang kuat, tetap, tidak dapat diubah, dan melekat pad
kehidupan Negara republic Indonesia.
Hubungan pancasila dengan UUD 1945 secara formal berdasarkan
pengetahuan kita mengenai sejarah perumusan pancasila dan sejarah pembuatan
UUD 1945, kita dapat melihat banyak hal yang tidak dapat terlepas diantara kedua
hal ini. pancasila dan UUD 1945 merupakan satu kesatuan dalam hal mengatur
dan membingkai kehidupan segenap rakyat Indonesia beserta dengan praktek
penyelenggaraan kedaulatan Negara.
mengenai hubungan pancasila dengan UUD 1945 secara formal, yakni :
1) Pancasila merupakan kaidah Negara yang mendasar
ketika suatu Negara menyatakan kemerdekaannya, tentu Negara terebut
membutuhkan suatu panduan atau pedoman untuk arah gerakan Negara
itu.tanpa adanya pedoman atau panduan tersebut, tentu suatu Negara akan
mengalami kebingungan dan tidak jelas hendak menghasilkan suatu
kebijakan. maka dari itu, dibutuhkan adanya kaidah Negara yang mendasar
sebagai upaya untuk memperjelas jalannnya suatu Negara.
begitupun hal nya dengan Negara kita, pancasila menjadi kaidah yang
mendasar dalam setiap langkah dan penentuan kebijakan yang berpuhak
kepada rakyat. pancasila sebagai kaidah Negara selanjutnya di jiwai di
dalam seluruh batang tubuh atau pasal dan ayat dalam UUD 1945,
sehingga secara tidak langsung UUD 1945 merupakan kaidah dasar
Negara juga yang berpedoman berdasarkan pancasila.
2) Pancasila sebagai inti dari pembukaan UUD 1945
tentunya banyak di antara banyak orang yang telah mengetahui atau
bahkan mengahapal dari isi pembukaan UUD 1945. bersama kita
mengetahui bahwa aline ke IV dari pembukaan UUD 1945 tidak lain dan
tidak bukan merupakan rumusan dari pancasila yang kita kenal hingga saat

7
ini. hal ini menunjukkan bahwa inti dari pembukaan UUD 1945 ialah
pancasila itu sendiri.
UUD 1945 yang merupakan sumber hukum tertinggi di Negara ini. maka
dari itu, sejatinya intin dari sumber hukum tertinggi itu ialah pancasila. isi
dari UUD 1945 tidak boleh bertentangan dengan isi dari pancasila. ketika
terjadi pertentangan itu, maka supramasi hukum di Indonesia tidak dapat
diwujudkan dengan semestinya. dengan demikian, keserasian diantara
pancasila dengn UUD 1945 merupakan sebuah hal yang tidak dapat di
tawar-tawar . karena semua diterapkan demi terlaksana nya demokrasi
pancasila yang seharusnya.
3) pembukaan UUD 1945 tidak bergantung pada batang tubuh UUD 1945
batang tubuh UUD 1945 yang terdiri dari pasal-pasal dan ayat-ayat
merupakan penjabaran dari pembukaan UUD 1945, sedangkan inti dari
UUD 1945 adalah pancasila. ini merupakan salah satu hubungan pancasila
dengan UUD 1945 berdasarkan sejarah dalam ruang lingkup formal. dapat
disimpulkan bahwa sejatinya pembukaan UUD 1945 tidak bergantung
pada batang tubuhnya.
arti dari hal ini ialah , batang tubuh dari UUD 1945 dapat terus berubah
mengikuti perkembangan zaman selama ia tidak bertentangan dengan
nilai-nilai pancasila yang terdapat di dalam pembukaan UUD 1945. ketika
terjadi pertentengan diantara batang tubuh dengan pancasila , maka hal
tersebut haruslah di cegah agar tidak terjadi benturan didalam peraturan
perundang-undangan. sekalipun demikian , maka yang tetap harus di
pertahankan ialah nilai-nilai yang dimiliki oleh ideology Negara kita
pancasila.
4) pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah Negara
poin pertama dari hubungan pancasila dengan UUD 1945 ialah pancasila
merupakan kaidah dasar Negara, sedangkan inti dari pembukaan UUD
1945 ialah pancasila.maka dari itu, hubungan pancasila dengan UUD 1945
selanjutnya ialah pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah Negara .

8
ketika pembukaan UUD 1945 menjadi pokok kaidah Negara, maka setiap
kebijakan public yang dilakukan pemerintah harus senantiasa berdasarkan
pada pembukaan UUD 1945 tersebut. pihak yang memegang kekuasaan
legislatif harus selalu mengawasi pemerintah agar pemerintah tetap
berpegang teguh pada pancasila dan ketentuan didalam UUD 1945 baik
didalam pembukaan atau batang tubuhnya.

B. PANCASILA SEBAGAI PENGETAHUAN ILMIAH


1. Pengertian Ilmiah

Pengetahuan ilmiah dapat disebut juga dengan istilah ilmu , ilmu ,menurut
The Liang Gie (1998:15) merupakan seraingaikan kegiatan manusia dengan
peikirian dan menggunakan berbagai tatacara sehingga menghasilkan sekumpulan
pengetaahuan yang teratur mengenai genjala-genjala
alami,kemasyarakatan,perorangan dan tujuan mencapai kebenaran,memperloleh
pengalaman,dan memberilan penjelasan,atau melakukan penerapan . pengertian
ilmu dapat dijelaskan dengan tiga segi yakni kegiatan,tata cara, dan pengatahuan
yang teratur sebagai hasil kegiatan.

Pengetahuan dikatakan ilmiah jika memenuhi sayarat-sayarat ilmiah :

1. Berobjek
2. Bermetode
3. Berseistem
4. Bersifat universal

Menurut Poedjawijatna pada dasarnya setiap dasarnya setiap orang itu


mempunyai hasrat "ingin tau". Apabila hasrat itu terpebuhi, maka orang menjadi
tahu atau mempunyai pengetahuan tentang sesuatu. Pengetahuan itu dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) Pengetahuan biasa, (2) Pengetahuan ilmiah, (3)
Pengetahuan filsasati. Pengetahuan Biasa (Ordinery Knowledge) terdiri dari
pengetahuan nir ilmiah dan pengetahuan pra-ilmiah 

9
1. Pengetahuan nir-ilmiah adalah hasil pencerapan dengan indra terhadap

objek tertentu yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan termasuk

pula pengetahuan intuitif. Pengetahuan pra-ilmiah merupakan hasil

pencerapan indra dan pengetahuan yang merupakan hasil pemikiran

rasional yang tersedia untuk diuji lebih lanjut kebenarannya dengan

menggunakan metode-metode ilmiah. 

2.  Pengetahuan Ilmiah (Scientific Knowledge) adalah pengetahuan yang


diperoleh lewat penggunaan metode-metode ilmiah yang telah menjamin
kepastian kebenaran yang dicapai. 

Pengetahuan Filsafati (Philosophical Knowledge) diperoleh lawat


pemikiran rasional yang didasarkan pada pemahaman,
penafsiran,spekulasi,penilaian kritis, dan pemikran-pemikran yang
logis, analitis,dan sistematis.Pengetahuan Filsafati adalah pengetahuan yang
berkaitan dengan hakekat,prinsip,dan asas dari seluruh realitas yang dipersoalkan
selaku objek yang hendak diketahui.

2. Keilmiahan Pancasila

Pancasila memenuhi empat syarat sifat ilmiah sebagai mana diutarakan

diatas, sehingga pancasila juga merupakan pengetahuan ilmiah. Keilmiahan

pancasial itu dapat dijelaskan sebagai berikut : 

1. Berobjek, yakni "materia" pancasila adalah tata cara hidup bangsa

indonesia yang telah membudaya , dan objek "forma" Pancasila adalah

rumusan yang otentik. 

2. Bermetode, yakni memakai metode "analitiko sintetik" yakni ajaran

Notonagoro guna menganilisis rumusan sila-sila pancasila untuk

10
dicocokkan dengan realitanya, kemudian hasilnya disintesakan dan

akhirnya dirumuskan secara umum untuk dijadikan pedoman. 

3. Bersistem, yakni mempunyai susunan yang teratur dan konsisten dari

kelima silanya sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, antara satu sila

dengan sila lainnya mempunyai keterkaitan, sehingga tidak boleh dilepas-

pisahkan satu sama lain. 

4. Bersifat universal, yakni unsur-unsur kelima sila pancasila benar-benar

sesuai dengan kenyataan  dan dapat berlaku secara umum dimana saja

dan kapan saja tidak terbatas oleh ruang dan waktu .

sedangkan pengetahuan ilmiah dari disiplin ilmu Pancasila itu sebagai

berikut:

1. Pengetahuan deskritif dari pancasila adalah bentuk susunan dan rumusan

pancasila yang otentik.

2.  Pengetahuan kausal dari pancasila ialah tata cara kehidupan bangsa

Indonesia yang telah membudaya.

3.  Pengetahuan normatif dari pancasila adalah UUD 1945 sebagai peraturan

perundangan tertinggi guna melaksanakan Pancasila secara formal. 

4. Pengetahuan esensi dari Pancasila adalah hakikat dari isi arti Pancasila.

11
2.3 PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
A. PENGERTIAN ETIKA
Pancasila sebagai sistem etika merupakan way of life bangsa Indonesia,
juga sebagai struktur pemikiran untuk memberikan tuntunan/panduan dalam
bersikap dan bertingkah laku. Pancasila sebagai sistem etika ditujukan untuk
mengembangkan moralitas dalam diri setiap individu, agar memiliki sikap
spiritualitas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Mahasiswa sebagai peserta didik yang termasuk ke dalam anggota masyarakat
ilmiah-akademik, memerlukan sistem etika yang komprehensif agar dapat
mewarnai setiap keputusan yang diambilnya dalam profesi ilmiah. Keputusan
ilmiah yang diambil tanpa memperhatikan moralitas, akan berdampak pada
dunia ilmiah yang tidak memiliki nilai-nilai.Mengaktualisasikan Pancasila sebagai
sistem etika merupakan suatu keniscayaan yang harus dimiliki oleh seorang
mahasiswa dalam kehidupannya.

Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti watak kesusilaan
atau adat. Etika merupakan teori tentang perbuatan manusia yang menimbang baik
dan buruk sifat dasar manusia. Dalam bentuk jamaknya (tetha) berartinya adat
kebiasaan. Kata etha kemudian menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah
“etika” . Menurut Aristoteles (284-322 SM) kata tersebut menunjukkan pada
filsafat moral. Jadi, dapat dikatakan bahwa “etika” dimaknai sebagai ilmu tentang
yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. (Reksiana, Jurnal
Thaqafiyyat, No. 1, Juni 2018: 11-12)
Secara umum, etika diklasifikasikan menjadi dua jenis;
a. Etika deskriptif yang menekan pada pengkajian ajaran moral yang
berlaku, membicarakan masalah baik-buruk tindakan manusia
dalam hidup bersama.
b. Etika normatif, yang merupakan kajian terhadap ajaran norma
baik-buruk sebagai suatu fakta, tidak untuk diajukan secara
rasional tetapi merefleksikan sebagai suatu keharusan. Etika ini

12
terbagi menjadi dua yaitu etika umum yang membicarakan tentang
kebaikan secara umum, dan etika khusus yang membicarakan
pertimbangan baik-buruk dalam bidang tertentu.
(Sri Rahayu Wilujeng, Filsafat, Etika dan Ilmu: Upaya memahami Hakikat
Ilmu dalam Konteks Keindonesiaan, 2011)
Secara umum dapat dikatakan bahwa etika merupakan filsafat tentang
situasi atau kondisi ideal yang harus dimiliki atau dicapai manusia. Orientasinya
tertuju pada cara pandang tentang bagaimana harusnya manusia bertingkah laku di
masyarakat. (Reksiana, Jurnal Thaqafiyyat, No. 1, Juni 2018: 11-12)

1. Nilai
Nilai pada dasarnya merupakan kajian filsafat, yang disebut aksiologi,
yang dalam bahasa Inggris disebut “” biasa diartikan sebagai harga, penghargaan,
atau taksiran. Menurut Bambang Daroeso, nilai dapat dimaknai sebagai suatu
kualitas atau penghargaan terhadap sesuatu, yang dapat menjadi dasar penentu
tingkah laku seseorang. Pengertian nilai bersifat subjektif artinya bahwa nilai dari
suatu objek tergantung pada subjek yang menilainya. Suatu objek akan dinilai
secara berbeda oleh berbagai orang, sehingga nilai tidak ada ukuran pastinya
tergantung oleh subjek yang menilainya.
Berbeda halnya dengan pendapat Plato dan Aristoles, menurut mereka
nilai itu bersifat objektif. Artinya, nilai suatu objek melekat pada objeknya dan
tidak tergantung pada subjek yang menilainya. Nilai diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu:
a) Nilai Instrumental, yaitu nilai yang dianggap baik karena bernilai
untuk sesuatu yang lain. Nilai ini dikategorikan sebagai nilai yang
bersifat relative dan subjektif.
b) Nilai instrinsik, yaitu nilai yang dianggap baik, tidak untuk sesuatu
yang lain melainkan didalam dan dirinya sendiri. Nilai ini lebih
tinggi daripada nilai instrumental.

13
Sedangkan Notonegoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu:
a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur
jasmani manusia
b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk
mengadakan kegiatan atau aktivitas.
c. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani
manusia.

2. Norma
Norma memiliki arti ukuran, garis pengarah, aturan, kaidah pertimbangan
dan penilaian. Norma dimaknai sebagai nilai yang menjadi milik bersama dalam
suatu masyarakat yang telah tertanam menjadi kesepakatan bersama. klasifikasi
norma seperti norma sopan santun, norma hukum, norma kesusilaan (moral), dan
norma agama. Menurut Durkheim dan Weber, norma merupakan sesuatu yang
fundamental bagi semua kelompok sosial dalam masyarakat baik yang bersifat
mekanik maupun organik atau tradisional maupun rasional.jika dilihat dari
perspektif sosiologi, norma merupakan “rules” yang diharapkan diikuti oleh
masyarakat. Norma-norma ini pada umumnya tidak dinyatakan secara eksplisit
seperti dalam kitab undang-undang.
Di dalam norma, ada tiga elemen yang termuat yakni; Nilai (value),
memuat ide-ide yang penting bagi dan oleh masyarakat; penghargaan (rewards),
dan sanksi (punishment), bersifat konkrit kerena langsung menentukan perilaku
manusia. ( Ruman, Jurnal Hukum Prioris, No. 2, Februari 2009, 109-111).

3. Moral
Moral berasal dari kata “mores” yang berarti cara hidup atau adat, yang
tertuju pada tindakan atau perbuatan yang sedang dinilai, dan bisa juga dimaknai
sebagai sistem ajaran tentang nilai baik buruk. Menurut Gilligan dalam
“Implications for Moral Theory” mengatakan bahwa moral memiliki keterkaitan
dengan kepedulian seseorang terhadap orang lain, tidak hanya terkait tingkah laku
tetapi lebih luas lagi yaitu mengarahkan seseorang untuk

14
dapat berbuat baik kepada oranglain. Moral melibatkan emosi, kognisi dan
tindakan yang saling berkaitan. (Gilligan, Chicago Junal 2009, 474-476).
Soejono Soekanto menerangkan bahwa norma-norma yang ada dalam
masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Norma-norma
yang mengikat tersebut secara sosiologis dibagi menjadi empat pengetian, yaitu:
cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores), dan adat istiadat
(custom). Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang
tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
Sehingga tugas penting yang harus dikuasai adalah mempelajari sesuatu yang
diharapkan oleh masyarakat dan kemudian mau membentuk perilakunya agar
sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan
diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak. (Jahroh, Prosiding
Seminar Nasional Inovasi Pendidikan, 2016, 398-399).

B. ALIRAN-ALIRAN ETIKA
Ada beberapa aliran etika yang dikenal dalam filsafat, yaitu:
1. Etika keutamaan
Etika keutamaan merupakan teori etika yang berpendapat bahwa filsafat
moral tidak hanya tentang benar atau salahnya tindakan manusia menurut norma
atau prinsip moral tertentu, akan teapi mengenai baik burukya kelakuan atau
watak manusia. Etika keutamaan lebih menekankan pada bagaimana manusia
sebagai manusia hidup ( what should I be?) bukan pada tindakan mana yang harus
dilakukan.Para penganut etika keutamaan umumnya menyayangkan banyak teori
etika modern terlalu menekankan prinsip atau peraturan yang memberi batas-batas
bagi tugas dan kewajiban moral, tetapi tidak memberi perhatian pada cita-cita
keluhuran watak atau kepribadian manusia. Orang yang setia menjalankan
kewajibannya saja belumlah cukup untuk dijadikan ideal hidup orang yang
bermoral.Contohnya kejujuran atau keadilan, tidak dimaknai sebagai sebagai jenis
tindakan yang memenuhi kewajiban dalam hubungan dengan sesama, melainkan
sebagai suatu keutamaan suatu kualitas keluhuran watak.( Gufron, Jurnal ,
Yaqzhan, No.1, Juni 2016, 104-106).

15
2. Etika teologis
Etika teologis merupakan teori yang menyatakan bahwa hasil dari
tindakan moral dapat menentukan nilai suatu tindakan/kebenaran tindakan. Etika
ini bersifat situsional dan subjektif, dalam artian akan dinilai benar jika akibatnya
baik dan dinilai salah jika akibatnya buruk. Etika teologi digolongkan menjadi
dua, yaitu:
a. Egoisme etis yaitu menilai suatu tindakan sebagai baik karena
berakibat baik bagi pelakunya. Walaupun bersifat egoistis, tindakan
ini dinilai baik secara moral karena setiap orang dibenarkan untuk
mengejar kebahagiaan bagi dirinya.
b. Utilitarianisme yaitu menilai baik buruknya suatu tindakan
berdasarkan akibatnya bagi banyak orang. Dalam hal ini dapat
dicontohkan seperti kebijakan sosial, kebijakan ekonomi dan
kebijakan sosial yang berdampak bagi banyak orang. Dasar dari
kebijakan tersebut adalah “manfaat atau akibat yang berguna” atau
sebaliknya kerugian bagi orang-orang terkait.

3. Etika deontologist
Etika deontologis adalah teori etis yang bersangkutan dengan kewajiban
moral sebagai hal yang benar dan bukannya membicarakan tujuan atau akibat.
Kewajiban moral bertalian dengan kewajiban yang seharusnya, kebenaran moral
atau kelayakan, kepatutan. Kewajiban moral mengandung kemestian untuk
melakukan tindakan. Pertimbangan tentang kewajiban moral lebih diutamakan
daripada pertimbangan tentang nilai moral. Konsep-konsep nilai moral (yang
baik) dapat didefinisikan berdasarkan pada kewajiban moral atau kelayakan
rasional yang tidak dapat diturunkan dalam arti tidak dapat dianalisis (Mudhofir,
2009: 141).
Pancasila sebagai sistem etika di samping merupakan way of life bangsa
Indonesia, juga merupakan struktur pemikiran yang disusun untuk memberikan
tuntunan atau panduan kepada setiap warga negara Indonesia dalam bersikap dan
bertingkah laku. Pancasila sebagai sistem etika, dimaksudkan untuk

16
mengembangkan dimensi moralitas dalam diri setiap individu sehingga memiliki
kemampuan menampilkan sikap spiritualitas dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Mahasiswa sebagai peserta didik termasuk anggota
masyarakat ilmiah-akademik yang memerlukan sistem etika yang orisinal dan
komprehensif agar dapat mewarnai setiap keputusan yang diambilnya dalam
profesi ilmiah. Sebab keputusan ilmiah yang diambil tanpa pertimbangan
moralitas, dapat menjadi bumerang bagi dunia ilmiah itu sendiri sehingga
menjadikan dunia ilmiah itu hampa nilai (value –free).
Etika Pancasila merupakan salah satu cabang dari filsafat yang kemudian
dijabarkan melalui sila-sila Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia. Nilai-nilai yang ada dalam
Pancasila, merupakan nilai-nilai yang digali dari kekayaan budaya bangsa
Indonesia. Pada dasarnya bangsa Indonesia telah mempunyai nilai-nilai
Ketuhanan, Kemanusia, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan sejak ribuan ratusan
tahun yang lampau, ketika negara Indonesia belum berdiri. Nilai-nilai etika yang
terkandung dalam kelima sila Pancasila tersebut dapat membentuk perilaku
manusia dalam semua aspek kehidupannya;
1. Sila Pertama, “Ketuhanan yang Maha Esa” mengandung dimensi moral
berupa nilai spiritualitas mendekatkan diri kepada sang pencipta, ketaatan
kepada nilai-nilai agama dan kepercayaan yang dianutnya.
2. Sila kedua, “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, mengandung dimensi
humanisme, yang menjadikan manusia lebih manusiawi dalam upaya
peningkatan kualitas kemanusian dalam pergaulan antar bangsa.
3. Sila ketiga, “Persatuan Indonesia”, mengandung dimensi nilai-nilai
solidaritas yang tinggi, rasa kebersamaan, dan rasa cinta terhadap tanah
air. Berjuang bersama dalam rangka bela negara.
4. Sila keempat, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan”, mengandung dimensi nilai sikap
menghargai orang lain, mempunyai kemauan untuk mendengar pendapat
orang lain, saling menghargai jika berlainan pendapat, tidak memaksakan

17
kehendak dan tidak bersikap ekslusif merasa pendapat dan cara pandan
sendiri paling benar.
5. Sila kelima, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, mengandung
dimensi peduli terhadap orang lain, ikut serta dalam membantu kesusahan,
musibah atau bencana yang terjadi kepada orang lain.
Pancasila itu lebih dekat pada pengertian etika keutamaan atau etika
kebajikan, meskipun corak kedua mainstream yang lain, deontologis dan
teleologis termuat pula di dalamnya. Namun, etika keutamaan lebih dominan
karena etika Pancasila tercermin dalam empat tabiat saleh, yaitu kebijaksanaan,
kesederhanaan, keteguhan, dan keadilan. Kebijaksanaan artinya melaksanakan
suatu tindakan yang didorong oleh kehendak yang tertuju pada kebaikan serta atas
dasar kesatuan akal – rasa – kehendak yang berupa kepercayaan yang tertuju pada
kenyataan mutlak (Tuhan) dengan memelihara nilai-nilai hidup kemanusiaan dan
nilai-nilai hidup religius. Kesederhaaan artinya membatasi diri dalam arti tidak
melampaui batas dalam hal kenikmatan. Keteguhan artinya membatasi diri dalam
arti tidak melampaui batas dalam menghindari penderitaan. Keadilan artinya
memberikan sebagai rasa wajib kepada diri sendiri dan manusia lain, serta
terhadap Tuhan terkait dengan segala sesuatu yang telah menjadi haknya
(Mudhofir, 2009: 386).
Beberapa alasan mengapa Pancasila sebagai sistem etika itu diperlukan
dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara di Indonesia, meliputi hal-hal
sebagai berikut. Pertama, korupsi akan bersimaharajalela karena para
penyelenggara negara tidak memiliki rambu-rambu normatif dalam menjalankan
tugasnya. Para penyelenggara negara tidak dapat membedakan batasan yang boleh
dan tidak, pantas dan tidak, baik dan buruk (good and bad). Pancasila sebagai
sistem etika terkait dengan pemahaman atas kriteria baik (good) dan buruk (bad).
Archie Bahm dalam Axiology of Science, menjelaskan bahwa baik dan buruk
merupakan dua hal yang terpisah. Namun, baik dan buruk itu eksis dalam
kehidupan manusia, maksudnya godaan untuk melakukan perbuatan buruk selalu
muncul. Ketika seseorang menjadi pejabat dan mempunyai peluang untuk
melakukan tindakan buruk (korupsi), maka hal tersebut dapat terjadi pada siapa

18
saja. Oleh karena itu, simpulan Archie Bahm, ”Maksimalkan kebaikan,
minimalkan keburukan” (Bahm, 1998: 58)
Kedua, dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat, terutama
generasi muda sehingga membahayakan kelangsungan hidup bernegara. Generasi
muda yang tidak mendapat pendidikan karakter yang memadai dihadapkan pada
pluralitas nilai yang melanda Indonesia sebagai 197 akibat globalisasi sehingga
mereka kehilangan arah. Dekadensi moral itu terjadi ketika pengaruh globalisasi
tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, tetapi justru nilai-nilai dari luar berlaku
dominan. Contoh-contoh dekadensi moral, antara lainpenyalahgunaan narkoba,
kebebasan tanpa batas, rendahnya rasa hormat kepada orang tua, menipisnya rasa
kejujuran, tawuran di kalangan para pelajar. Kesemuanya itu menunjukkan
lemahnya tatanan nilai moral dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
Pancasila sebagai sistem etika diperlukan kehadirannya sejak dini, terutama dalam
bentuk pendidikan karakter di sekolah-sekolah.
Ketiga, pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan
bernegara di Indonesia ditandai dengan melemahnya penghargaan seseorang
terhadap hak pihak lain. Kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilaporkan di
berbagai media, seperti penganiayaan terhadap pembantu rumah tangga (PRT),
penelantaran anak-anak yatim oleh pihak-pihak yang seharusnya melindungi,
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan lain-lain. Kesemuanya itu
menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai
sistem etika belum berjalan maksimal. Oleh karena itu, di samping diperlukan
sosialisasi sistem etika Pancasila, diperlukan pula penjabaran sistem etika ke
dalam peraturan perundang-undangan tentang HAM (Lihat Undang-Undang No.
39 Tahun 1999 tentang HAM).
Keempat, kerusakan lingkungan yang berdampak terhadap berbagai aspek
kehidupan manusia, seperti kesehatan, kelancaran penerbangan, nasib generasi
yang akan datang, global warming, perubahan cuaca, dan lain sebagainya. Kasus-
kasus tersebut menunjukkan bahwa kesadaran terhadap nilai-nilai Pancasila
sebagai sistem etika belum mendapat tempat yang tepat di hati masyarakat.
Masyarakat Indonesia dewasa ini cenderung memutuskan tindakan

19
berdasarkan sikap emosional, mau menang sendiri, keuntungan sesaat, tanpa
memikirkan dampak yang ditimbulkan dari perbuatannya. Contoh yang paling
jelas adalah pembakaran hutan di Riau sehingga menimbulkan kabut asap. Oleh
karena itu, Pancasila sebagai sistem etika perlu diterapkan ke dalam peraturan
perundang-undangan yang menindak tegas para pelaku pembakaran hutan, baik
pribadi maupun perusahaan yang terlibat. Selain itu, penggiat lingkungan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara juga perlu mendapat
penghargaan.
Etika keutamaan lebih dominan karena etika Pancasila tercermin dalam
empat tabiat saleh, yaitu kebijaksanaan, kesederhanaan, keteguhan, dan keadilan.
Kebijaksanaan.

C. Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila


sebagai Sistem Etika
1) Sumber Historis
Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih
berbentuk sebagai Philosofische Grondslag atau Weltanschauung.
Artinya, nilai-nilai Pancasila belum ditegaskan ke dalam sistem etika,
tetapi nilai-nilai moral telah terdapat pandangan hidup masyarakat.
Masyarakat dalam masa orde lama telah mengenal nilai-nilai
kemandirian bangsa yang oleh Presiden Soekarno disebut dengan
istilah berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Pada zaman Orde Baru,
Pancasila sebagai sistem etika disosialisasikan melalui penataran P-4
dan diinstitusionalkan dalam wadah BP-7. Ada banyak butir Pancasila
yang dijabarkan dari kelima sila Pancasila sebagai hasil temuan dari
para peneliti BP-7.

2) Sumber Sosiologis
Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem etika dapat ditemukan
dalam kehidupan masyarakat berbagai etnik di Indonesia. Misalnya,
orang Minangkabau dalam hal bermusyawarah memakai prinsip

20
“bulat air oleh pembuluh, bulat kata oleh mufakat”. Masih banyak
lagi mutiara kearifan lokal yang bertebaran di bumi Indonesia ini
sehingga memerlukan penelitian yang mendalam.

3) Sumber Politisi

Sumber politis Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam


norma-norma dasar (Grundnorm) sebagai sumber penyusunan
berbagai peraturan perundanganundangan di Indonesia. Hans Kelsen
mengatakan bahwa teori hukum itu suatu norma yang berbentuk
piramida. Norma yang lebih rendah memperoleh kekuatannya dari
suatu norma yang lebih tinggi. Semakin tinggi suatu norma, akan
semakin abstrak sifatnya, dan sebaliknya, semakin rendah
kedudukannya, akan semakin konkrit norma tersebut (Kaelan, 2011:
487). Pancasila sebagai sistem etika merupakan norma tertinggi
(Grundnorm) yang sifatnya abstrak, sedangkan perundang-undangan
merupakan norma yang ada di bawahnya bersifat konkrit.

Etika politik mengatur masalah perilaku politikus, berhubungan juga


dengan praktik institusi sosial, hukum, komunitas, struktur-struktur sosial, politik,
ekonomi. Etika politik memiliki 3 dimensi, yaitu tujuan, sarana, dan aksi politik
itu sendiri. Dimensi tujuan terumuskan dalam upaya mencapai kesejahteraan
masyarakat dan hidup damai yang didasarkan pada kebebasan dan keadilan.
Dimensi sarana memungkinkan pencapaian tujuan yang meliputi sistem dan
prinsip-prinsip dasar pengorganisasian praktik penyelenggaraan negara dan yang
mendasari instituisi-institusi sosial. Dimensi aksi politik berkaitan dengan pelaku
pemegang peran sebagai pihak yang menentukan rasionalitas politik. Rasionalitas
politik terdiri atas rasionalitas tindakan dan keutamaan. Tindakan politik
dinamakan rasional bila pelaku mempunyai orientasi situasi dan paham
permasalahan (Haryatmoko, 2003: 25 – 28).

21
Etika politik memiliki tiga dimensi, yaitu :
1. Dimensi Tujuan, terumuskan dalam upaya mencapai kesejahteraan
masyarakat dan hidup damai yang didasarkan pada kebebasan dan
keadilan.

2. Dimensi Sarana, memungkinkan pencapaian tujuan yang meliputi


system dan prinsip-prinsip dasar pengorganisasian praktik
penyelenggaraan negara dan yang mendasari institusi-institusi
sosial.

3. Dimensi Aksi Politik, berkaitan dengan pelaku pemegang peran


sebagai pihak yang menentukan rasionalitas politik.Rasionalitas
politikterdiri atas rasionalitas tindakan dan keutamaan. Tindakan
politik dinamakan rasional bila pelaku mempunyai orientasi situasi
dan paham permasalahan.

22
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri, walaupun
secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada
tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia
telah memiliki unsur-unsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam
kehidupan mereka. Sejarah bangsa Indonesia memberikan bukti yang dapat kita
cari dalam berbagai adat istiadat, tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama
dan kebudayaan pada umumnya.
Setiap bangsa di mana pun pasti selalu mempunyai pedoman sikap hidup yang
dijadikan acuan di dalam hidup bermasyarakat. Demikian juga dengan bangsa
Indonesia. Bagi bangsa Indonesia, sikap hdup yang diyakini kebenarannya
tersebut bernama Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung di dalam sila-sila
Pancasila tersebut berasal dari budaya masyarakat bangsa Indonesia sendiri. Oleh
karena itu, Pancasila sebagai inti dari nilai-nilai budaya Indonesia maka Pancasila
dapat disebut sebagai cita-cita moral bangsa Indonesia. Cita-cita moral inilah yang
kemudian memberikan pedoman, pegangan atau kekuatan rohaniah kepada bangsa
Indonesia di dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila di
samping merupakan cita-cita moral bagi bangsa Indonesia, juga sebagai perjanjian
luhur bangsa Indonesia. Pancasila sebagaimana termuat dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 adalah hasil kesepakatan bersama bangsa Indonesia
yang pada waktu itu diwakili oleh PPKI. Oleh karena Pancasila merupakan
kesepakatan bersama seluruh masyarakat Indonesia maka Pancasila sudah
seharusnya dihormati dan dijunjung tinggi.
Pancasila sebagai sistem etika adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari
sila-sila Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, di dalam etika Pancasila terkandung
nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima
nilai tersebut membentuk perilaku manusia Indonesia dalam semua aspek

23
kehidupannya. Pentingnya pancasia sebagai sistem etika bagi bangsa Indonesia
ialah menjadi rambu normatif untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Dengan demikian, pelanggaran dalam
kehidupan bernegara, seperti korupsi (penyalahgunaan kekuasaan) dapat
diminimalkan.
Pancasila dan etika adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena
merupakan suatu sistem yang membentuk satu kesatuan yang utuh, saling
berkaitan satu dengan yang lain yang dijadikan pedoman dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Implementasi Pancasila sebagai sistem
etika dapat terwujud apabila pemerintah dan masyarakat dapat menerapkan nilai-
nilai yang ada dalam pancasila dengan mengedepankan prinsip keseimbangan
antara hak dan kewajiban.

3.2 SARAN
Saran dari kami kelompok 2 (dua) sebagai penulis , kami menyarankan
agar kita sebagai generasi penerus Negara dan bangsa dapat lebih memahami
tentang Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta menerapkan
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

24
DAFTAR PUSTAKA
www.academia.edu/pancasila-sebagai-pengetahuan-ilmiah
www.stie-igi.ac.id/pembahasan-pancasila-secara-ilmiah
www.academia.edu/sejarah-dan-asal-mula-pancasila
www.adoc.pub/asal-usul-kedudukan-dan-landasan-pancasila-dalam-negara-
kesatuan-republik-indonesia
www.mahasiswa.yai.ac.id/zahid-ahmad-pancasila-sebagai-dasar-negara
www.lms-paralel.esaunggul.ac.id/pancasila-sebagai-sistem-etika
www.elearning.ikipjember.ac.id/pancasila-menjadi-sistem-etika
www.kompasiana.com.cdn.ampproject.org/pancasila-sebagai-sistem-etika
www.kompas.com/skola/read/2021/07/15/132944669/hubungan-pancasila-
dengan-pembukaan-uud-1945

Rahmah Ningsih, S.H.I., MA.Hk, 2019, universitas esa unggul. modul


pembelajaran online 11 (pancasila sebagai sistem etika)
Nina Meina Rahmawati, universitas gunadharma-kampus kalimalang,
pendidikan pancasila.

25

Anda mungkin juga menyukai