NIM : 1712384
Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, bukan
terbentuk secara mendadak serta tidak hanya diciptakan oleh seseorang melainkan terbentuknya
melalaui proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia.
Ditinjau dari kausalitasnya, asal mula Pancasila dibedakan menjadi dua macam yaitu: asal
mula yang langsung dan asal mula yang tidak langsung. Adapun pengertiannya adalah sebagai
berikut:
Asal mula yang langsung tentang Pancasila adalah asal mula yang langsung terjadinya
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara yaitu asal mula yang sesudah dan menjelang proklamasi
kemerdekaan. Adapun rincian asal mula langsung Pancasila tersebut menurut Notonagoro
(1975) adalah sebagai berikut:
Asal bahan Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri yang terdapat dalam kepribadian
dan pandangan hidup. Unsur-unsur Pancasila tersebut dapat berupa nilai-nilai adat istiadat
kebudayaan serta nilai-nilai religius yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari bangsa
Indonesia.
Asal mula bentuk Pancasila adalah Ir. Soekarno bersama-sama dengan Drs. Moh. Hatta
serta anggota BPUPKI lainnya merumuskan dan membahas Pancasila terutama dalam hal
bentuk, rumusan serta nama Pancasila.
Asal mula karya yaitu asal mula yang menjadikan Pancasila dari calon dasar negara
menjadi dasar negara yang sah. Adapun asal mula Pancasila adalah PPKI sebagai pembentuk
negara dan atas kuasa pembentuk negara yang mengasahkan Pancasila menjadi dasar negara
yang sah, setelah dilakukan pembahasan baik dalam siding-sidang BPUPKI maupun oleh
Panitia Sembilan.
Asal mula tidak langsung Pancasila adalah asal mula sebelum proklamasi kemerdekaan
yang terdapat pada kepribadian serta dalam pandangan hidup sehari-hari bangsa Indonesia.
Adapun rincian asal mula tidak langsung Pancasila adalah sebagai erikut:
c. Dengan demikian asal mula tidak langsung Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri
sebagai Kausa Materialis yaitu sebagai asal mula tidak langsung nilai-nilai Pancasila.
Ketiga asas tersebut tidak dapat dipertentangkan karena merupakan unsur-unsur yang
membentuk Pancasila (Notonagoro, 1975).
Kedudukan dan fungsi Pancasila secara pokok ada dua macam yaitu sebagai Dasar
Negara Republik Indonesia dan sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Adapun
kedudukan dan fungsi Pancaila dapat diuraikan sebagai berikut:
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam perjuangan untuk
mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang
dijunjungnya sebagai suatu pandangan hidup. Pandangan hidup tersebut berfungsi sebagai
kerangka acuan untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antar manusia
dalam masyarakat serta alam sekitarnya.
Sebagai makhluk individu dan sosial manusia akan senantiasa hidup sebagai bagian dari
lingkungan sosial yang lebih luas mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa
dan negara. Dalam kehidupan bersama tersebut, muncul pandangan hidup dalam masyarakat
yang dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup bangsa, selanjutnya pandangan
hidup bangsa dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup negara.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa memberikan pedoman dan kekuatan rohaniah bagi
bangsa untuk berperilaku luhur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sehingga dalam Pancasila terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan
serta dasar pemikiran dan gagasan mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik
(Darmohardjo, 1996).
Pancasila sebagai dasar negara merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur
penyelenggaraan negara. Akibatnya seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara terutama
peraturan perundang-undangan harus dijabarkan dan dirumuskan dari nilai-nilai Pancasila.
Maka Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukumyang mempunyai kekuatan
mengikat secara hukum.
Menurut Kaelan (2004) kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai
berikut:
a. Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum (sumber
tertib hukum) Indonesia. Sehingga Pancasila merupakan asas kerokhanian tertib hukum
Indonesia.
e. Pancasila sebagai sumber semangat bagi Undang-Undang Dasar 1945, bagi penyelenggara
Negara, dan para pelaksana pemerintahan.
Dasar formal kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia tertuang dalam
pembukaan UUD 1945 alinea IV, Ketetapan No. XX/MPRS/1966, Ketetapan MPR No.
V/MPR/1973 dan Ketetapan No. IX/MPR/1978.
Sebagai suatu ideologi bangsa dan Negara Indonesia maka pancasila pada hakikatnya
bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang
sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia, namun pancasila diangkat dari nilai-nilai adat
istiadat, nilai-nilai budaya serta nilai religious yang terdapat dalam pandangan hidup
masyarakat Indonesia sebelum membentuk Negara, dengan kata lain unsur-unsur yang
merupakan materi (bahan) pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat
Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini merupakan kausa materialis (asal bahan) pancasila.
a. Pengertian Ideologi
Istilah ideologi berasal dari kata ‘idea’ yang berarti “gagasan, konsep, pengertian
dasar, cita-cita’ dan ‘lagos’ yang berarti ‘ilmu’. Kata ‘idea’ berasal dari kata bahasa
Yunani ‘eidos’ yang berarti ‘bentuk’. Di samping itu ada kata ‘idein’ yang
artinya ‘melihat’. Maka secara harafiah, ideologi berarti ilmu pengertian-pengertian dasar.
Dalam pengertian sehari-hari, ‘idea’disamakan artinya dengan ‘cita-cita’. Cita-cita yang
dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau
faham. Memang pada hakikatnya, antara dasar dan cita-cita itu sebenarnya dapat merupakan
satu kesatuan. Dasar ditetapkan karena atas suatu landasan, asas atau dasar yang telah
ditetapkan pula. Dengan demikian ideologi mencangkup pengertian tentang idea-idea,
pengertian dasar, gagasan dan cita-cita (Kaelan, 2004).
Apabila ditelusuri secara historisistilah ideologi pertama kali dipakai dan dikemukakan
oleh seorang perancis, Destutt de Tracy, pada tahun 1796. Seperti halnya Leibniz, de Tracy
mempunyai cita-cita untuk membangun suatu sistem pengetahuan. Apabila Leibniz
menyebutkan impiannya sebagai “one great system of truth”, dimana tergabung segala cabang
ilmu dan segala kebenaran ilmiah, maka de Tracy menyebutkan “ideologie”, yaitu”science of
ideas”, suatu program yang diharapkandapat membawa perubahan institusional dalam
masyarakat perancis. Namun Napoleon mencemoohkan-nya sebagai suatu khayalan belaka,
yang tidak mempunyai artipraktis. Hal semacam itu hanya impian belaka yang tidak akan
menemukan kenyataan. (Pranarka, 1987).
Maka ideologi Negara dalam arti cita-cita Negara atau cita-cita yang menjadi basis bagi
suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada
hakikatnya merupakan asas kerohaniannyayang antara lain memiliki ciri sebagai berikut:
a. Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
b. Oleh karena itu mewujudkan suatu asas kerohanian, pandangan dunia, pandangan hidup,
pedoman hidup,pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan
kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban
(Notonegoro, Pancasila Yuridis Kenegaraan, tanpa tahun, hal 2,3)
Ideologi sebagai suatu sistem pemikiran (system of thought), maka ideologi terbuka itu
merupakan suatu sistem pemikiran terbuka, sedangkan ideologi tertutup itu merupakan suatu
sistem pemikiran tertutup. Suatu ideologi tertutup dapat dikenali dari berbagai ciri khas.
Ideologi itu bukan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat, melainkan merupakan cita-
cita suatu kelompok orang yang mendasari suatu program untuk mengubah dan memperbaharui
masyarakat. Dengan demikian adalah menjadi cita-cita ideologi tertutup, bahwa atas nama
ideologi dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang dibebankan kepada masyarakat.
Dari segi sosiologis pengetahuan mengenai ideologi dikembangkan oleh Karl Mannhein
yang beraliran Marx. Mannhein membedakan dua macam kategori secara sosiologis, yaitu
ideologi yang bersifat partikular dan ideologi yang bersifat komprehensif. Kategori pertama
diartikan sebagai suatu keyakinan-keyakinan yang tersusun secara sistematis yang terkait erat
dengan suatu kelas social tertentu dengan masyarakat (Mahendra, 1999). Kategori kedua
diartikan sebagai suatu system pemikiran menyeluruh mengenai semua aspek kehidupan sosial
ideologi dalam kategori kedua ini bercita-cita melakuakn transformasi sosial secara besar-
besaran.
Filsafat sebagai pandangan hidup dan hakikatnya merupakan system nilai yang secara
epistemologis kebenarannya telah diyakini sehingga dijadikan dasar atau pedoman hidup
manusia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan negara,
tentag makna hidup serta sebagai dasar pedoman bagi manusia dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapi dalam kehidupan (Abdulgani, 1986).
Tiap ideologi sebagai suatu rangkaian kesatuan cita-cita yang mendasar dan menyeluruh
yang saling menjalin menjadi satu sistem pemikiran yang logis dan bersumber kepada filsafat.
Dengan kata lain, ideologi sebagai system of trought mencari nilai, norma dan cita-cita yang
bersumber kepada filsafat.
Jadi filsafat sebagai dasar dan sumber bagi perumusan ideologi yang menyangkut stategi
dan doktrin, telah timbul di dalam kehidupan bangsa dan Negara, termasuk di dalamnya
menentukan sudut pandang atau filsafat hidup yang merupakan norma ideal yang melandasi
ideologi (Kaelan, 2004).
Manusia dalam mewujudkan tujuannya untuk meningkatkan harta dan martabatnya, dan
kenyataannya senantiasa membutuhkan orang lain. Oleh karena itu manusia membutuhkan
suatu lembaga bersama untuk melindungi haknya, dalam pengertian inilah manusia membentuk
suatu negara. Negara sebagai lembaga kemasyarakatan, sebagai organisasi hidup manusia
senantiasa memiliki cita-cita dan harapan, ide-ide serta pemikiran-pemikiran yang secara
bersama merupakan suatu yang orientasi yang bersifat dasariah bagi semua tindakan dalam
hidup kenegaraan.
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat
reformatif, dinamis, dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat
aktual, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi pancasila adalah bersifat
aktual, dinamis, aspiratif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman,
ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat.
Keterbukaan ideologi pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasaryang terkandung di
dalamnya, naun mengeksplisitkan wawasannya secara lebih komplit, sehingga memiliki
kemampuan reformatif untuk memecahkan masalah-masalah actual yang seiring dengan
aspirasi rakyat, perkembangan iptek serta zaman.
Menurut Kaelan berdasarkan pengertian tentang ideologi terbuka, nilai-nilai yang terkandung
dalam ideologi pancasila sebagai ideologi terbuka adalah sebagai berikut :
a. Nilai dasar yaitu : hakikat kelima sila pancasila yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kesatuan, kerakyatan dan keadilan.
b. Nilai instrumental yang merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran serta lembaga
pelaksanaanya.
c. Nilai praksis yaitu merupakan realisassi nilai-nilai instrumental dalam suatu realisasi
perkembangan yang bersifat nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara (BP-7 Pusat, 1994).
Oleh karena itu pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural memiliki tiga dimensi
yaitu:
1. Dimensi idealis, yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam pancasilayang bersifat
sistematis, rasional dan menyeluruh, yaitu hakikat nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila
pancasila yaitu Ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
2. Dimensi normatif yaitu nilai yang terkandung dalam pancasila perlu dijabarkan dalam suatu
sistem norma, sebagaimna terkandung dalam norma-norma kenegaraan.
3. Dimensi realistis, yaitu suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas yang hidup dan
berkembang di dalam masyarakat.