Anda di halaman 1dari 5

Manusia, nilai, moral dan hukum

Pengertian Manusia, Nilai, Moral dan Hukum

 Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang
berarti berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain).
Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau
realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Manusia adalah makhluk yang tidak
dapat dengan segera menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

 Nilai
Nilai dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia baik lahir maupun batin. Bagi manusia nilai dijadikan sebagai landasan,
alasan atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku, baik disadari maupun tidak.

 Moral
Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan
manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka
orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Jadi moral adalah tata
aturan norma-norma yang bersifat abstrak yang mengatur kehidupan manusia untuk melakukan
perbuatan tertentu dan sebagai pengendali yang mengatur manusia untuk menjadi manusia yang
baik.

 Hukum
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan
masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial
antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan
cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi
penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara
perwakilan di mana mereka yang akan dipilih.
A. Hakikat Fungsi Perwujudan nilai, moral dan hukum
Terdapat beberapa bidang filsafat yang ada hubungannya dengan cara manusia mencari
hakikat sesuatu, satu di antaranya adalah aksiologi (filsafat nilai) yang mempunyai dua kajian
utama yakni estetika dan etika. Keduanya berbeda karena estetika berhubungan dengan
keindahan sedangkan etika berhubungan dengan baik dan salah, namun karena manusia selalu
berhubungan dengan masalah keindahan, baik, dan buruk bahkan dengan persoalan-persoalan
layak atau tidaknya sesuatu, maka pembahasan etika dan estetika jauh melangkah ke depan
meningkatkan kemampuannya untuk mengkaji persoalan nilai dan moral tersebut sebagaimana
mestinya.
Menurut Bartens ada tiga jenis makna etika, yaitu:

1. Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
2. Etika berarti juga kumpulan asas atau nilai moral (kode etik).
3. Etika mempunyai arti ilmu tentang yang baik dan yang buruk (filsafat moral).

Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu
kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan
kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial.
Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi
sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok
agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun
agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang
diharapkan.

 Nilai Moral di Antara Pandangan Objektif dan Subjektif Manusia


Nilai erat hubungannya dengan manusia, dalam hal etika maupun estetika. Manusia
sebagai makhluk yang bernilai akan memaknai nilai dalam dua konteks, pertama akan
memandang nilai sebagai sesuatu yang objektif, apabila dia memandang nilai itu ada meskipun
tanpa ada yang menilainya. Kedua, memandang nilai sebagai sesuatu yang subjektif, artinya nilai
sangat tergantung pada subjek yang menilainya.
Dua kategori nilai itu subjektif atau objektif:
Pertama, apakah objek itu memiliki nilai karena kita mendambakannya, atau kita
mendambakannya karena objek itu memiliki nilai Kedua, apakah hasrat, kenikmatan, perhatian
yang memberikan nilai pada objek, atau kita mengalami preferensi karena kenyataan bahwa
objek tersebut memiliki nilai mendahului dan asing bagi reaksi psikologis badan organis kita
(Frondizi, 2001, hlm. 19-24).

 Nilai di Antara Kualitas Primer dan Kualitas Sekunder


Kualitas primer yaitu kualitas dasar yang tanpanya objek tidak dapat menjadi ada, sama
seperi kebutuhan primer yang harus ada sebagai syarat hidup manusia, sedangkan kualitas
sekunder merupakan kualitas yang dapat ditangkap oleh pancaindera seperti warna, rasa, bau,
dan sebagainya, jadi kualitas sekunder seperti halnya kualitas sampingan yang memberikan nilai
lebih terhadap sesuatu yang dijadikan objek penilaian kualitasnya.
Perbedaan antara kedua kualitas ini adalah pada keniscayaannya, kualitas primer harus
ada dan tidak bisa ditawar lagi, sedangkan kualitas sekunder bagian eksistesi objek tetapi
kehadirannya tergantung subjek penilai. Nilai bukan kualitas primer maupun sekunder sebab
nilai tidak menambah atau memberi eksistensi objek. Nilai bukan sebuah keniscayaan bagi
esensi objek. Nilai bukan benda atau unsur benda, melainkan sifat, kualitas, yang dimiliki objek
tertentu yang dikatakan “baik”. Nilai milik semua objek, nilai tidaklah independen yakni tidak
memiliki kesubstantifan.

 Metode Menemukan dan Hierarki Nilai dalam Pendidikan


Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia menghubungkan sesuatu dengan
sesuatu yang lain, yang selanjutnya diambil sebuah keputusan, nilai memiliki polaritas dan
hierarki, yaitu:

1. Nilai menampilkan diri dalam aspek positif dan aspek negatif yang sesuai (polaritas)
seperti baik dan buruk, keindahan dan kejelekan.
2. Nilai tersusun secara hierarkis, yaitu hierarki urutan pentingnya.

Ada beberapa klasifikasi nilai yaitu klasifikasi nilai yang didasarkan atas pengakuan,
objek yang dipermasalahkan, keuntungan yang diperoleh, tujuan yang akan dicapai, hubungan
antara pengembangan nilai dengan keuntungan, dan hubungan yang dihasilkan nilai itu sendiri
dengan hal lain yang lebih baik. Sedangkan Max Scheller berpendapat bahwa hierarki terdiri
dari, nilai kenikmatan, kehidupan, kejiwaan, dan nilai kerohanian. Dan masih banyak lagi
klasifikasi lainnya dari para pakar, namun adapula pembagian hierarki di Indonesia (khususnya
pada masa dekade Penataran P4), yakni, nilai dasar, nilai instrumental, dan yang terakhir nilai
praksis.

 Makna Nilai bagi Manusia


Nilai itu penting bagi manusia, apakah nilai itu dipandang dapat mendorong manusia
karena dianggap berada dalam diri manusia atau nilai itu menarik manusia karena ada di luar
manusia yaitu terdapat pada objek, sehingga nilai lebih dipandang sebagai kegiatan menilai.
Nilai itu harus jelas, harus semakin diyakini oleh individu dan harus diaplikasikan dalam
perbuatan.

 Pengaruh Kehidupan Keluarga dalam Pembinaan Nilai Moral


Persoalan merosotnya intensitas interaksi dalam keluarga, serta terputusnya komunikasi
yang harmonis antara orang tua dengan anak, mengakibatkan merosotnya fungsi keluarga dalam
pembinaan nilai moral anak. Keluarga bisa jadi tidak lagi menjadi tempat untuk memperjelas
nilai yang harus dipegang bahkan sebaliknya menambah kebingungan nilai bagi si anak.

 Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Pembinaan Nilai Moral


Setiap orang yang menjadi teman anak akan menampilkan kebiasaan yang dimilikinya,
pengaruh pertemanan ini akan berdampak positif jika isu dan kebiasaan teman itu positif juga,
sebaliknya akan berpengaruh negatif jika sikap dan tabiat yang ditampikan memang buruk, jadi
diperlukan pula pendampingan orang tua dalam tindakan anak-anaknya, terutama bagi para
orang tua yang memiliki anak yang masih di bawah umur.

 Pengaruh Figur Otoritas Terhadap Perkembangan Nilai Moral Individu


Orang dewasa mempunyai pemikiran bahwa fungsi utama dalam menjalin hubungan
dengan anak-anak adalah memberi tahu sesuatu kepada mereka: memberi tahu apa yang harus
mereka lakukan, kapan waktu yang tepat untuk melakukannya, di mana harus dilakukan,
seberapa sering harus melakukan, dan juga kapan harus mengakhirinya. Itulah sebabnya seorang
figur otoritas (bisa juga seorang public figure) sangat berpengaruh dalam perkembangan nilai
moral.

 Pengaruh Media Komunikasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral


Setiap orang berharap pentingnya memerhatikan perkembangan nilai anak-anak. Oleh
karena itu dalam media komunikasi mutakhir tentu akan mengembangkan suatu pandangan
hidup yang terfokus sehingga memberikan stabilitas nilai pada anak. Namun ketika anak
dipenuhi oleh kebingungan nilai, maka institusi pendidikan perlu mengupayakan jalan keluar
bagi peserta didiknya dengan pendekatan klarifikasi nilai.

 Pengaruh Otak atau Berpikir Terhadap Perkembangan Nilai Moral


Pendidikan tentang nilai moral yang menggunakan pendekatan berpikir dan lebih
berorientasi pada upaya-upaya untuk mengklarifikasi nilai moral sangat dimungkinkan bila
melihat eratnya hubungan antara berpikir dengan nilai itu sendiri, meskipun diakui bahwa ada
pendekatan lain dalam pendidikan nilai yang memiliki orientasi yang berbeda.

 Pengaruh Informasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral


Munculnya berbagai informasi, apalagi bila informasi itu sama kuatnya maka akan
mempengaruhi disonansi kognitif yang sama, misalnya saja pengaruh tuntutan teman sebaya
dengan tuntutan aturan keluarga dan aturan agama akan menjadi konflik internal pada individu
yang akhirnya akan menimbulkan kebingungan nilai bagi individu tersebut.

 Manusia Dan Hukum


Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin
menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau di luar masyarakat. Maka manusia, masyarakat,
dan hukum merupakan pengertian yang tidak bisa dipisahkan. Untuk mencapai ketertiban dalam
masyarakat, diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar-manusia dalam masyarakat.
Kepastian ini bukan saja agar kehidupan masyarakat menjadi teratur akan tetapi akan
mempertegas lembaga-lembaga hukum mana yang melaksanakannya.
Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law)
dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat tersebut.
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu
hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana ada
masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu bangunan
struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan yang bersifat
sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu, dan yang
berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum.
Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur
tatanan (organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial (social order)
yang bernama: m a s y a r a k a t. Guna membangun dan mempertahankan tatanan sosial
masyarakat yang teratur ini, maka manusia membutuhkan pranata pengatur yang terdiri dari dua
hal: aturan (hukum) dan si pengatur(kekuasaan).

 Hubungan Hukum Dan Moral


Hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas, hukum akan kosong tanpa moralitas.
Oleh karena itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral dan perundang-
undangan yang immoral harus diganti.
Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap
berbeda, sebab dalam kenyataannya mungkin ada hukum yang bertentangan dengan moral atau
ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dengan
moral.

http://m-isbd.blogspot.co.id/2013/08/manusia-nilai-moral-dan-hukum_19.html

Anda mungkin juga menyukai