Anda di halaman 1dari 28

A.

PENDAHULUAN

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas
otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai
bentuk akut dan kronis. Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media
yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan
dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah.1
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada telinga
tengah dengan perforasi membran tympani dan sekret yang keluar dari telinga tengah
secara terus menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau
berupa nanah.2
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis
media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi
kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk. 2
Gejala otitis media supuratif kronis antara lain othorea yang bersifat purulen atau
mokoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia, tinitus, rasa penuh di telinga dan
vertigo.1
Otitis media supuratif kronik (OMSK) didalam masyarakat Indonesia dikenal
dengan istilah congek, teleran atau telinga berair. Kebanyakan penderita OMSK
menganggap penyakit ini merupakan penyakit yang biasa yang nantinya akan sembuh
sendiri. Penyakit ini pada umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali apabila
sudah terjadi komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada penderita OMSK tipe
maligna seperti labirinitis, meningitis, abses otak dan dapat menyebabkan kematian.
Perburukan penyakit dan komplikasi akibat OMSK harus dihindari, dengan demikian
perlu ditegakkan diagnosis yang tepat dan dini pada penderita OMSK sehingga
penatalaksanaan yang tepat pun dapat segera dilakukan.

1
B. ANATOMI TELINGA
Telinga tengah berbentuk kubus dengan 1

1. Batas luar : membrane timpani


2. Batas depan : tuba eustachius
3. Batas bawah : vena jugularis
4. Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis
5. Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
6. Batas dalam : berturut turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis
horizontal,
kanalis facialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar (round window) dan promontorium. 1

Gambar 1 : Anatomi Telinga

2
Gambar 2 : Anatomi telinga tengah

Telinga tengah terdiri dari gendang telinga (membrane tympanic), tulang


pendengaran (malleus, incus, stapes), dan tuba eustachius. Membran timpani
berbentuk bundar dan cekung bila di lihat dari arah liang telinga, mempunyai ukuran
panjang vertikal rata-rata 9-10 mm, diameter 8-9 mm dan tebalnya kira-kira 0,1 mm.
Bagian atas disebut pars flaksida, sedangkan bagian bawah disebut pars tensa. Pars
flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar merupakan lanjutan epitel kulit liang
telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia. Pars tensa mempunyai satu
lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat
elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam.
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus
longus malleus melekat pada membran timpani, malleus melekat pada incus, dan
incus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap oval yang berhubungan
dengan cochlea. Tuba eustachius merupakan saluran yang menghubungkan rongga
telinga tengah dengan nasofaring. Tuba eustachius terdiri dari tulang pada 1/3 (satu
pertiga) bagian dan tulang rawan pada 2/3 (dua pertiga) ke arah nasofaring. Pada
anak, tuba lebih pendek, lebih lebar, dan kedudukannya lebih horizontal dari tuba

3
orang dewasa. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah 9 bulan
adalah 17,5 mm.
Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe/jenis
OMSK. Perforasi membrane timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal,
atau atik. Pada perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan di seluruh
tepi perforasi masih ada sisa membrane timpani. Pada perforasi marginal sebagian
tepi perforasi langsung berhubungan dengan annulus atau sulkus timpanikum.
Perforasi atik ialah perforasi yang terletak di pars flaksida. 1

C. DEFINISI
Suatu radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan
riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus
atau hilang timbul.1

D. EPIDEMIOLOGI

Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden
OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering
dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan
orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia
akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat,
Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang
rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan
faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang
sedang berkembang.1
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal
definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia
akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya
(39–200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum,

4
prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari
pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.1
E. ETIOLOGI

Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran


bakteri dari meatus auditoris eksternal, kadang berasal dari nasofaring melalui tuba
eustachius saat infeksi saluran nafas atas. Banyak penderita anak-anak yang
mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat
mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh
terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga
memudahkan pertumbuhan bakteri. Organisme-organisme dari meatus auditoris
eksternal termasuk staphylococcus, pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan
aspergillus. Organisme dari nasofaring diantaranya streptococcus viridans
Streptococcus A hemolitikus, streptococcus B hemolitikus, pneumococcus dan virus
hemofilus influenza.2

Otitis media supuratif kronik terjadi hampir selalu dimulai dengan otitis media
berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal
dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor
predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom.
Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor
insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor Host yang berkaitan dengan
insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik. Kelainan
humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell- mediated ( seperti infeksi HIV,
sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis

F. PATOGENESIS
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal
menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang

5
menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah
(kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya otitis media1
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup
dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan
udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang
relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi
saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga
lebih sering menimbulkan otitis media daripada dewasa.1

Gambar 3. Anatomi tuba eustachius anak dan dewasa3


Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring
melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari
telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator
peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti
netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit
akibat proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan
menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan
beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena
stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga
tengah.1

6
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari
satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory
epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi
ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta
pembuluh darah. Penyembuhan otitis media ditandai dengan hilangnya sel-sel
tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.1

G. KLASIFIKASI OMSK4
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
1. Tipe tubotimpani (tipe benigna)
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan
gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor
lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi
saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien
dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan
anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel
skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel,
metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang
jelek.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
a) Fase aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah
berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi
dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar
jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang
besar pada liang telinga luar. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid
mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap
harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi, atau

7
jika granulasi pada mesotimpanum dengan atau tanpa migrasi sekunder dari
kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret yang berpulsasi diatas kuadran
posterosuperior.
b) Fase tenang
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa
telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan.
Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam
telinga.
Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :
1. Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis
2. Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis
3. Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat
yang terkontaminasi
4. Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia
5. Otitis media supuratif akut yang berulang

2. Tipe atikoantral (tipe maligna)


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral
lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong
retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna
putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat
dibagi atas 2 tipe yaitu :
1. Kongenital
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan
Clemis (1965) adalah :
a) Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
b) Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.

8
c) Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari
epitel undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama
perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau
tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis
parese, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.

2. Akuisital
Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang dari suatu kantong
retraksi. Jika telah terbentuk adhesi antara permukaan bawah kantong retraksi
dengan komponen telinga tengah, kantong tersebut sulit untuk mengalami
perbaikan bahkan jika ventilasi telinga tengah kembali normal : mereka
menjadi area kolaps pada segmen atik atau segmen posterior pars tensa
membrane timpani.
Epitel skuamosa pada membrane timpani normalnya membuang
lapisan sel-sel mati dan tidak terjadi akumulasi debris, tapi jika terbentuk
kantong retraksi dan proses pembersihan ini gagal, debris keratin akan
terkumpul dan pada akhirnya membentuk kolesteatoma.
Pengeluaran epitel melalui leher kantong yang sempit menjadi sangat
sulit dan lesi tersebut membesar. Membran timpani tidak mengalami
‘perforasi’ dalam arti kata yang sebenarnya : lubang yang terlihat sangat kecil,
merupakan suatu lubang sempit yang tampak seperti suatu kantong retraksi
yang berbentuk seperti botol, botol itu sendiri penuh dengan debris epitel yang
menyerupai lilin.
Teori lain pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa metaplasia
skuamosa pada mukosa telinga tengah terjadi sebagai respon terhadap infeksi
kronik atau adanya suatu pertumbuhan ke dalam dari epitel skuamosa di
sekitar pinggir perforasi, terutama pada perforasi marginal.

9
Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma
didapat, yang dapat terjadi akibat aktivitas enzimatik pada lapisan subepitel.
Granuloma kolesterol tidak memiliki hubungan dengan kolesteatoma,
meskipun namanya hampir mirip dan kedua kondisi ini dapat terjadi secara
bersamaan pada telinga tengah atau mastoid.
Granuloma kolesterol, disebabkan oleh adanya kristal kolesterol dari
eksudat serosanguin yang ada sebelumnya. Kristal ini menyebabkan reaksi
benda asing, dengan cirsi khas sel raksasa dan jaringan granulomatosa.

Gambar 4. Perjalanan Penyakit OMSK3


H. DIAGNOSIS5
OMSK tipe benigna

Dari anamnesis pasien biasa datang dengan keluhan telinga mengeluarkan


cairan berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk, penurunan
pendengaran dan keluhan ini sudah terjadi sejak lama lebih dari 2 bulan. Pada
pemeriksaan fisik ketika pertama kali ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi
dengan pembersihan dan penggunaan antibiotiklokal biasanya cepat menghilang,
discharge mukoid dapat konstan atau intermitten. Discharge terlihat berasal dari
rongga timpani dan orifisium tuba eustachius yang mukoid dan setelah satu atau dua

10
kali pengobatan lokal bau busuk berkurang. Cairan mukus yang tidak terlalu bau
datang dari perforasi besar tipe sentral dengan membran mukosa yang berbentuk garis
pada rongga timpani merupakan diagnosis khas pada omsk tipe benigna.

Pada pemeriksaan dengan menggunakan Otoskop perforasi membran tympani


sentral sering berbentuk seperti ginjal tapi selalu meninggalkan sisa pada bagian
tepinya. Proses peradangan pada daerah timpani terbatas pada mukosa sehingga
membran mukosa menjadi berbentuk garis. Ukuran dan warna tergantung derajat
infeksi membran mukosa, dapat tipis dan pucat atau merah dan tebal, kadang suatu
polip didapat tetapi mukoperiosteum yang tebal dan mengarah pada meatus
menghalangi pandangan membran timpani dan telinga tengah hingga polip tersebut
diangkat.

Pemeriksaan audiometri: Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK


biasanya didapati tuli konduktif. Beratnya ketulian tergantung besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara
ditelinga tengah. Gangguan pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan
derajat ketulian tergantung beratnya kerusakan tulang-tulang pendengaran dan koklea
selama infeksi nekrotik akut pada awal penyakit.

OMSK tipe maligna

Pada anamnesis pasien datang dengan keluahan keluarnya sekret beraroma


khas, Sekret yang sangat bau dan berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga
terlihat keeping-keping kecil, berwarna putih mengkilat. Gangguan pendengaran pasti
sudah terjadi, vertigo perifer. Pada pemeriksaan fisik dengan menggunakan otoskop
ditemukan perforasi membran timpani marginal atau pada atik. Sedangkan pada
proses yang sudah lanjut sering ditemukan fistel retroaurikular, polip, atau jaringan
granulasi di liang telinga luar yang berasal dari telinga tengah dan terdapat
kolesteotoma pada telinga tengah.

11
Gangguan pendengaran yang didapatkan pada OMSK tipe bahaya adalah tipe
konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom bersamaan juga karena hilangnya
alat penghantar udara pada otitis media nekrotikans akut. Selain tipe konduktif dapat
pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea yaitu karena erosi pada tulang-
tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik kolesteatom.

Rontgen mastoid atau CT scan kepala dilakukan untuk mengetahui adanya


penyebaran infeksi ke struktur di sekeliling telinga. Biasanya mengungkap mastoid
yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan peneumatisasi lebih sedikit dibanding
mastoid yang satunya. Erosi tulang pada daerah attic (kehilangan skutum) memberi
kesan kolestoma. Radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai
diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
I. TANDA KLINIS
a) Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan
encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh
aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe
jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali
sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani
dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah
sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang
telinga luar setelah mandi atau berenang. 6
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga.
Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan
kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil,
berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret
telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara
luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan
granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang

12
mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah
kemungkinan tuberkulosis. 6
b) Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat
hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat
bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli
konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran
masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran
menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga
tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat
karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan
fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi
karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel
labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis
supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan
sisa fungsi kohlea. 6
c) Otalgia (nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena
terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi
akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus
lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada
tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda

13
berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau
trombosis sinus lateralis. 6
d) Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin
akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya
akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang
sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran
timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh
perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan
keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.
Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat
berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul
labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula
perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini
memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani,
dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah. 6

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pemeriksaan Radiologi.
1) Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto
ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen.
2) Proyeksi Mayer atau Owen,
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-
tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah
mengenai struktur-struktur3.
3) Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas
memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis.

14
Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat
menunjukan adanya pembesaran akibat
4) Proyeksi Chause III
Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan
kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat
menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom.

- CT Scan
1. Jika OMSK tidak responsif terhadap terapi medikamentosa, maka CT scan
terhadap tulang temporal dapat memberikan penjelasan. Alasan yang mungkin terjadi
pada kegagalan terapi termasuk kolesteatoma atau adanya benda asing.
2. CT scan perlu dilakukan apabila pemeriksa curiga adanya proses neoplastik pada
telinga tengah atau untuk mengantisipasi komplikasi intratemporal atau intrakranial.
3. CT scan dapat menunjukkan adanya erosi tulang akibat kolesteatoma, erosi
osikular, keterlibatan apeks petrosus, mastoiditis koalesen, erosi saluran Fallopi, dan
abses subperiosteal.

K. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan OMSK yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor
penyebab dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian haruslah dievaluasi
faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan
anatomi yang menghalangi penyembuhan serta mengganggu fungsi, dan proses
infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus
dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi
sebelum operasi.5
Medikamentosa
Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan medikamentosa.
Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa
larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang maka terapi dilanjutkan

15
dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan
kortikosteroid. banyak ahli berpendapat bahwa semua obat tetes yang dijual di
pasaran ini mengandung antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh sebab itu penulis
menganjurkan agar obat tetes telinga jangan diberikan secara terus menerus lebih dari
1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral diberikan
antibiotika dari golongan ampisilin atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap
penisilin), sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena
penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam
klavulanat. 1

Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama
2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini
bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membrane
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran
yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. 1

Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau
terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu,
mungkin juga perlu melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan
tonsilektomi.
Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotika
topikal untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dengan secret
yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak
progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.
Dianjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan merupakan
media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakan bahwa tempat
infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono
menggunakan antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup
memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga
tengah dan kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar

16
masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik
misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik
yang paling baik adalah dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji
resistensi. Obat-obatan topikal tetes telinga yang biasanya dipakai setelah telinga
dibersihkan dahulu.5
Pengobatan antibiotika topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK
aktif, dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa.
Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif
melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan
Pseudomonas karena meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif melawan
Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif melawan
organisme gram positif. Seperti aminoglikosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin
sulfat aktif melawan basil gram negative. Tidak ada satu pun aminoglikosida yang
efektif melawan kuman anaerob.5
Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan
hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes
mata. Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit
bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram negative
kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob,
khususnya. Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang mengandung
aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang akan menyebabkan
ototoksik.5
Antibiotika topikal yang sering digunakan pada pengobatan Otitis Media
Supuratif Kronik (OMSK) adalah6 :

17
Pemilihan antibiotika sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus
disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.5
Dalam penggunaan antimikroba, perlu diketahui daya bunuh antimikroba
terhadap masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap
masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing-masing
jaringan tubuh dan toksisitas obat terhadap kondisi tubuh. Berdasarkan konsentrasi
obat dan daya bunuh terhadap mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2
golongan. Golongan pertama antimikroba dengan daya bunuh yang tergantung
kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya
golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang
pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak
menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.5
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin) mempunyai
aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan
diberikan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi
III (sefotaksim, seftazidim dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi

18
harus diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk
OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol
mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Metronidazol dapat diberikan pada
OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama
2-4 minggu.5
Operatif
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses
sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.5
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :
a. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan
konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang
mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga
tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki. 1
b. Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau kolesteatoma
yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan
dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga
tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut
menjadi 1 ruangan. Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan
patologik dan mencegah komplikasi ke intracranial. 1
Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur
hidupnya. Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol supaya tidak terjadi
infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat menghambat
pendidikan atau karier pasien. 1
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga
operasi serta membuat meatoplasti yang lebar, sehingga rongga operasi kering

19
permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang telinga luar menjadi lebar.
1

c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)


Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah atikapi
belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding
posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ialah untuk membuang semua
jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang
masih ada. 1
d. Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga
dengan nama timpanoplasti tipe I. rekonstruksi hanya dilakukan pada membrane
timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah
pada OMSK tipe aman dengan perforasi yang menetap. 1
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang sudah tenang dengan
ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membrane timpani. 1
e. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih
berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medika
mentosa. Tujuan operasi ini ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki
pendengaran.
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus
dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi
tulang pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV,
dan V.
Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum
timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis.
Tidak jarang pula operasi ini terpaksa dilakukan 2 tahap dengan jarak waktu 6-12
bulan. 1
f. Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined Approach Tympanoplasty)
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada
kasus OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas.

20
Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa
melakukan teknik mastoidektomi radikal ( tanpa meruntuhkan dinding posterior liang
telinga).
Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum timpani,
dikerjakan melalui 2 jalan (combined approach) yaitu melalui liang telinga dan
rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada
OMSK tipe bahaya belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering terjadi
kambuhnya kolesteatoma kembali. 1

Bagan 2. Pembedahan pada tatalaksana OMSK6

K. Komplikasi
Beberapa penulis mengemukakan klasifikasi komplikasi otitis media yang supuratif
dibagi menjadi : 1

1. Komplikasi di telinga tengah


Akibat infeksi telinga tengah hampir selalu berupa tuli konduktif. Pada
membrane timpani yang masih utuh, tetapi rangkaian tulang pendengaran terputus,
akan menyebabkan tuli konduktif yang berat. Biasanya derajat tuli konduktif tidak
selalu berhubungan dengan penyakitnya, sebab jaringan patologis yang terdapat di
kavum timpani pun, misalnya kolesteatoma dapat menghantarkan suara ke telinga
dalam.
a. Perforasi membrane timpani persisten
b. Kerusakan tulang pendengaran

21
c. Paresis nervus facialis
Nervus facialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung ke kanalis
facialis pada otitis media akut. Pada otitis media kronis kerusakan terjadi oleh erosi
tulang oleh kolesteatom atau oleh jaringan granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam
kanalis facialis tersebut.
Pada otitis media akut operasi dekompresi kanalis facialis tidak diperlukan. Perlu
diberikan antibiotika dosis tinggi dan terapi penunjang lainnya, serta menghilangkan
tekanan di dalam kavum timpani dengan drainase. Bila dalam jangka waktu tertentu
ternyata tidak ada perbaikan setelah diukur dengan elektrodiagnostik (misalnya
elektromiografi), barulah dipikirkan untuk melakukan dekompresi.
Pada otitis media supuratif kronis, tindakan dekompresi harus segera dilakukan
tanpa harus menunggu pemeriksaan elektrodiagnositik. 1
2. Komplikasi di telinga dalam
Apabila terdapat peninggian tekanan di telinga tengah oleh produk infeksi, ada
kemungkinan produk infeksi itu akan menyebar ke telinga dalam melalui tingkap
bulat (fenestra rotundum). Selama kerusakan hanya sampai bagian basalnya saja
biasanya tidak menimbulkan keluhan pada pasien. Akan tetapi apabila kerusakan
telah menyebar ke koklea akan menjadi masalah. Hal ini sering dipakai sebagai
indikasi untuk melakukan miringotomi segera pada otitis media akut yang tidak
membaik dalam 48 jam dengan pengobatan medika mentosa saja. 1
Penyebaran oleh proses destruksi seperti oleh kolesteatoma atu infeksi langsung
ke labirin akan menyebabkan gangguan keseimbangan dan pendengaran. Misalnya
vertigo, mual dan muntah, serta tuli saraf. 1
a. Fistula labirin dan labirinitis
Otitis media supuratif kronis terutama yang dengan kolesteatom, dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada bagian vestibuler labirin, sehingga terbentuk
fistula. Pada keadaan ini infeksi dapat masuk, sehingga terjadi labirinitis dan akhirnya
akan terjadi komplikasi tuli total atau meningitis.
Fistula di labirin dapat diketahui dengan tes fistula, yaitu dengan memberikan
tekanan udara positif atau negative ke liang telinga melalui otoskop Siegel dengan
corong telinga yang kedap atau balon karet dengan bentuk elips pada ujungnya yang
dimasukkan ke dalam liang telinga. Balon karet dipencet dan udara di dalamnya akan

22
menyebabkan perubahan tekanan udara di liang telinga. Bila fistula yang terjadi
masih paten, maka akan terjadi kompresi dan ekspansi labirin membrane. Tes fistula
positif akan menimbulkan nistagmus atau vertigo. Tes fistula bisa negative, bila
fistulanya sudah tertutup oleh jaringan granulasi atau bila labirin sudah mati atau
paresis kanal.
Pemeriksaan radiologic tomografi atau CT Scan yang baik kadang kadang dapat
memperlihatkan fistula labirin yang iasanya ditemukan di kanalis semisirkularis
horizontal.
Pada fistula labirin atau labirinitis, operasi harus segera dilakukan untuk
menghilangkan infeksi dan menutup fistula, sehingga fungsi telinga dalam dapat
pulih kembali. Tindakan bedah yang adekuat, untuk mengontrol penyakit primer.
Matriks kolesteatoma dan jaringan granulasi harus diangkat dari fistula sampai bersih
dan daerah tersebut harus segera ditutup dengan jaringan ikat atau sekeping tulang
tulang rawan.
b. Labirinitis
Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin, disebut labirinitis umum
(general), dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirinitis yang
terbatas (sirkumskripta) menyebabkan terjadinya vertigo saja atau tuli saraf saja.
Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perilymph. Terdapat 2
bentuk labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan supuratif. Labirinitis serosa dapat
terbentuk labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta. Labirinitis
supuratif dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif aku difus dan labirinitis supuratif
kronik difus.
Pada labirinitis serosa toksin menyebabkan disfungsi serosa toksin menyebabkan
disfungsi labirin tanpa invasi sel radang, sedangkan pada labirinitis supuratif, sel
radang menginvasi labirin, sehingga terjadi kerusakan yang irreversible, seperti
fibrosis dan osifikasi.
Pada kedua bentuk labirinitis itu operasi harus segera dilakukan untuk
menghilangkan infeksi dari telinga tengah. Kadang kadang diperlukan juga drainase
nanah dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis. Pemberian antibiotika yang

23
adekuat terutama ditujungan kepada pengobatan otitis media kronik dengan atau
tanpa kolesteatoma. 1
3. Komplikasi ke ekstradural
a. Petrositis
Kira kira sepertiga dari populasi manusia, tulang temporalnya mempunyai sel sel
udara sampai ke apeks os petrosum. Terdapat beberapa cara penyebaran infeksi dari
telinga tengah ke os petrosum. Yang sering ialah penyebaran langsung ke sel sel udara
tersebut.
Adanya petrositis sudah harus dicurigai apabila pada pasien otitis media terdapat
keluhan diplopia, karena kelemahan N VI. Seringkali disertai dengan rasa nyeri di
daerah parietal, temporal atau oksipital, oleh karena terkenanya N V ditambah dengan
terdapatnya otore yang persisten, terbentuklah suatu sindrom yang disebut sindrom
Gradenigo.
Kecurigaan terhadap petrositis terutama bila terdapat nanah yang keluar terus
menerus dan rasa nyeri yang menetap pasca mastoidektomi. Pengobatan petrositis
ialah operasi serta pemberian antibiotika protokol komplikasi intrakranial. Pada
waktu melakukan operasi telinga tengah dilakukan juga eksplorasi sel sel udara
tulang petrosum serta mengeluarkan jaringan patogen.
b. Tromboflebitis sinus lateralis
Invasi infeksi ke sinus sigmoid ketika melewati tulang mastoid akan
menyebabkan terjadinya thrombosis sinus lateralis. Komplikasi ini sering ditemukan
pada zaman pra-antibiotik, tetapi kini sudah jarang terjadi.
Demam yang tidak dapat diterangkan penyebabnya merupakan tanda pertama
dari infeksi pembuluh darah. Pada mulanya suhu tubuh turun naik, tetapi setelah
penyakit menjadi berat didapatkan kurva suhu yang naik turun dengan sangat curam
disertai dengan menggigil. Kurva suhu demikian menandakan adanya sepsis.
Rasa nyeri biasanya tidak jelas, kecuali bila sudah terdapat abses perisinus.
Kultur darah biasanya positif, terutama bila darah diambil bila demam. Pengobatan
haruslah dengan jalan bedah, membuang sumber infeksi di sel sel mastoid,
membuang tulang yang berbatasan dengan sinus (sinus plate) yang nekrotik, atau
membuang dinding sinus yang terinfeksi atau nekrotik. Jika sudah terbentuk trombus
harus juga dilakukan drainase sinus dan mengeluarkan trombus. Sebelum itu

24
dilakukan dulu ligase vena jugularis interna atau mencegah trombus terlepas ke paru
dan ke dalam tubuh lain.
c. Abses ekstradural
Abses ekstradural adalah terkumpulnya nanah di antara durameter dan tulang.
Pada otitis media supuratif kronis keadaan ini berhubungan dengan jaringan granulasi
dan kolesteatoma yang menyebabkan erosi segmen timpani atau mastoid.
Gejala utamanya berupa nyeri telinga hebat dan nyeri kepala. Dengan foto
rontgen mastoid yang baik, terutama posisi Schuller, dapat dilihat kerusakan di
lempeng tegmen yang menandakan tertembusnya tegmen. Pada umumnya abses ini
baru diketahui pada waktu operasi mastoidektomi.
d. Abses subdural
Abses subdural jarang terjadi sebagai perluasan langsung dari abses ekstradural
biasanya sebagai perluasan tromboflebitis melalui pembuluh vena.
Gejalanya dapat berupa demam, nyeri kepala, dan penurunan kesardaran sampai
koma pada pasien OMSK. Gejala kelainan susunan saraf pusat bisa berupa kejang,
hemiplegia dan pada pemeriksaan terdapat tanda kernig positif.
Pungsi lumbal perlu untuk membedakan abses subdural dengan meningitis. Pada
abses subdural pada pemeriksaan CSS kadar protein biasanya normal dan tidak
ditemukan normal. Kalau pada abses ekstradural nanah keluar pada waktu operasi
mastoidektomi, pada abses subdural nanah harus dikeluarkan secara bedah saraf
(neuro-surgical), sebelum dilakukan operasi mastoidektomi. 1
4. Komplikasi ke susunan saraf pusat
a. Meningitis
Komplikasi otitis media ke susunan saraf pusat yang paling sering ialah
meningitis. Keadaan ini dapat terjadi oleh OMA, maupun kronis, serta dapat
terlokalisasi, atau umum (general). Walau secara klinik kedua bentuk ini mirip, pada
pemeriksaan CSS terdapat bakteri pada bentuk yang umum (general), sedangkan pada
bentuk yang terlokalisasi tidak ditemukan bakteri.
Gambaran klinik meningitis biasanya berupa kaku kuduk, kenaikan suhu tubuh,
mual, muntah, yang kadang kadang muntahnya muncrat (proyektif), serta nyeri
kepala hebat. Pada kasus yang berat biasanya kesadaran menurun (delirium sampai
koma). Pada pemeriksaan klinik terdapat kaku kuduk waktu difleksikan dan terdapat

25
tanda kernig positif. Biasanya kadar gula menurun dan kadar protein meninggi di
CSS.
Pengobatan meningitis otogenik ini ialah dengan mengobati meningitisnya dulu
dengan antibiotik yang sesuai, kemudian infeksi di telinganya ditanggulangi dengan
operasi mastoidektomi.
b. Abses otak
Abses otak sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis dapat ditemukan di
serebelum, fosa kranial posterior atau di lobus temporal, di fosa kranial media.
Keadaan ini sering berhubungan tromboflebitis sinus lateralis, petrositis, atau
meningitis. Abses otak biasanya merupakan perluasan langsung dari infeksi telinga
dan mastoid atau trombofletbitis. Umumnya didahului oleh suatu abses ekstradural.
Gejala abses serebelum biasanya lebih jelas daripada abses lobus temporal. Abses
serebelum dapat ditandai dengan ataksia, disdiadokokinesis, tremor intensif dan tidak
tepat menunjuk suatu objek. Afasia dapat terjadi pada abses lobus temporal. Gejala
lain yang menunjukkan adanya toksisitas, berupa nyeri kepala, demam, muntah serta
keadaan letargik. Selain itu sebagai tanda yang nyata suatu abses otak ialah nadi yang
lambat serta serangan kejang. Pemeriksaan CSS memperlihatkan kadar protein yang
meninggi serta kenaikan tekanan liquor. Mungkin juga terdapat edema papil. Lokasi
abses dapat ditentukan dengan pemeriksaan angiografi, ventrikulografi atau dengan
tomografi computer.
Pengobatan abses otak ialah dengan antibiotika parenteral dosis tinggi (protocol
terapi komplikasi intracranial), dengan atau tanpa operasi untuk melakukan drenasi
dari lesi. Selain itu pengobatan dengan antibiotika harus intensif. Mastoidektomi
dilakukan untuk membuang sumber infeksi, pada waktu keadaan umum lebih baik.
c. Hidrosefalus otitis
Hidrosefalus otitis ditandai dengan peninggian tekanan CSS yang hebat tanpa
adanya kelainan kimiawi dari liquor itu. Pada pemeriksaan terdapat edema papil.
Keadaan ini dapat menyertai OMA, maupun OMK. Gejala berupa nyeri kepala yang
menetap, diplopia, pandangan yang kabur, mual, dan muntah. Keadaan ini
diperkirakan disebabkan oleh tertekannya sinus lateralis yang mengakibatkan
kegagalan absropsi liquor serebrospinal oleh lapisan araknoid. 1

26
5. Mastoiditis4

Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak
pada tulang temporal yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah.
4
Mastoiditis adalah penyakit sekunder dari otitis media yang tidak sembuh.
Mastoiditis terjadi karena Streptococcus ß hemoliticus / pneumococcus. Selain itu
kurang dalam menjaga kebersihan pada telinga seperti masuknya air ke dalam telinga
serta bakteri yang masuk dan bersarang yang dapat menyebabkan infeksi traktus
respiratorius. Pada pemeriksaan telinga akan menunjukkan bahwa terdapat pus yang
berbau busuk akibat infeksi traktus respiratorius. Mastoiditis merupakan hasil dari
infeksi yang lama pada telinga tengah, bakteri yang didapat pada mastoiditis biasanya
sama dengan bakteri yang didapat pada infeksi telinga tengah. Bakteri gram negative
dan streptococcus aureus adalah beberapa bakteri yang paling sering didapatkan pada
infeksi ini. Seperti telah disebutkan diatas, bahwa keadaan-keadaan yang
menyebabkan penurunan dari system imunologi dari seseorang juga dapat menjadi
faktor predisposisi mastoiditis. Pada beberapa penelitian terakhir, hampir sebagian
dari anak-anak yang menderita mastoiditis, tidak memiliki penyakit infeksi telinga
tengah sebelumnya. Bakteri yang berperan pada penderita anak-anak ini adalah S.
Pnemonieae. 4

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Aboet, A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru


Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah
Kepala Leher pada Fakultas Kedokteran USU. Medan; 2007.

2. Paparella et al. Otolaryngology. Volume II-Otology and Neuro-otology Third


Edition. WB Saunders Company; 1991. p:1363.

3. Soetjipto, damayanti et.al. Komite Nasional Penaggulangan Gangguan


Pendengaran dan Ketulian.

4. Burton, Martin et al. Hall & Collman’s Diseases of The Ear, Nose and Throat
Fifteenth Edition. Hartcourt Brace and Company Limited; 2000.p: 41-42

5. Nursiah, Siti. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan terhadap
beberapa Antibiotika di bagian THT FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
Medan; 2003.

6. Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK). Cermin Dunia


Kedokteran 163/vol.35 no.4/ Juli–Agustus 2008.

7. Soepardi, Efiaty Arsyad et.al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke enam. FKUI. Jakarta; 2007: p 79-80.

8. Acuin, Jose. Chronic Suppurative Otitis Media. BMJ Clinical Evidence.


London; January 2007.

28

Anda mungkin juga menyukai