Anda di halaman 1dari 20

ETIKA PROFESI

TENAGA LABORATORIUM KESEHATAN

Dosen Pembimbing :

Indah Lestari, S.Si M.Kes

Nama Kelompok:

Herlinda Dwi Ariska (P27834013003) Vidya Silva Maharani (P27834013038)


Lailatul Mukaromah (P27834013004) Sonny Marsetyo (P27834013039)
Fauziah Hidayati (P27834013005) Prisdianto Abrinirbaya(P27834013040)
Uun Mudzalifah (P27834013006) Satrio Bagus Permadi (P27834013041)
Nur Farah Dina (P27834013007) Armei Binariati (P27834013042)
Qurrota A’yunina D.R(P27834013008) Moch Rizky Fanani (P27834013043)
Sabrina Qoyimah (P27834013009) Zulmearisa Auliyanti (P27834013044)

JURUSAN ANALIS KESEHATAN


POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
2015
ETIKA PROFESI TENAGA LABORATORIUM KESEHATAN
I. PENGERTIAN
Kata etik atau etika berasal dari kata ethos (Yunani) yang berarti
karakter, watak kesusilaan atau adat. Etika berkaitan dengan konsep yang
dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-
tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Etika merupakan cerminan dari sebuah mekanisme kontrol yang dibuat
dan diterapkan oleh dan untuk kepentingan suatu kelompok sosial atau profesi.
Kehadiran organisasi profesi dengan kode etik profesi diperlukan untuk menjaga
martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari
segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan keahlian
Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan
kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi
kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang
benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan
dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas,
mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya; serta
adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok
anggota yang menyandang profesi tersebut.

Ciri-ciri Profesi :
1. Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki
sebuah profesi;
 Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan;
 Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada
masyarakat.
 Adanya proses lisensi atau sertifikat;
 Adanya organisasi;
 Otonomi dalam pekerjaannya.

Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang
secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan
tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau
salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan
kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai jasa.
Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Orientasi kode etik hendaknya ditujukan kepada : profesi, pekerjaan, rekan,
pemakai jasa, dan masyarakat.
Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya
kegiatan-kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang
tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan serta ikrar untuk menerima panggilan
tersebut dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan
kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan di tengah gelapnya kehidupan
(Wignjosoebroto, 1999).

Etika profesi Analis Kesehatan memiliki tiga dimensi utama, yaitu :

 Keahlian (pengetahuan, nalar atau kemampuan dalam asosiasi dan


terlatih)
 Keterampilan dalam komunikasi (baik verbal & non verbal)
 Profesionalisme (tahu apa yang harus dilakukan dan yang sebaiknya
dilakukan)

Kewajiban Terhadap Profesi

 Menjunjung tinggi serta memelihara martabat, kehormatan, profesi,


menjaga integritas dan kejujuran serta dapat dipercaya.
 Meningkatkan keahlian dan pengetahuannya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
 Melakukan pekerjaan profesinya sesuai dengan standar prosedur
operasional, standar keselamatan kerja yang berlaku dan kode etik
profesi.
 Menjaga profesionalisme dalam memenuhi panggilan tugas dan
kewajiban profesi

Kewajiban Terhadap Pekerjaan

 Bekerja dengan ikhlas dan rasa syukur


 Amanah serta penuh integritas
 Bekerja dengan tuntas dan penuh tanggung jawab
 Penuh semangatdan pengabdian
 Kreatif dan tekun
 Menjaga harga diri dan jujur
 Melayani dengan penuh kerendahan hati

Kewajiban Terhadap Rekan

 Memperlakukan setiap teman sejawat dalam batas-batas norma yang


berlaku
 Menjunjung tinggi kesetiakawanan dalam melaksanakan profesi.
 Membina hubungan kerjasama yang baik dan saling menghormati
dengan teman sejawat dan tenaga profesional lainnya dengan tujuan
utama untuk menjamin pelayanan tetap berkualitas tinggi.

Kewajiban Terhadap Pasien

 Bertanggung jawab dan menjaga kemampuannya dalam memberikan


pelayanan kepada pasien / pemakai jasa secara profesional.
 Menjaga kerahasiaan informasi dan hasil pemeriksaan pasien /
pemakai jasa, serta hanya memberikan kepada pihak yang berhak.
 Dapat berkonsultasi / merujuk kepada teman sejawat atau pihak yang
lebih ahli untuk mendapatkan hasil yang akurat

Kewajiban Terhadap Masyarakat

 Memiliki tanggung jawab untuk menyumbangkan kemampuan


profesionalnya kepada masyarakat luas serta selalu mengutamakan
kepentingan masyarakat.
 Dalam melaksanakan pelayanan sesuai dengan profesinya harus
mengikuti peraturan dan perundang-undangan yang berlaku serta
norma-norma yang berkembang pada masyarakat.
 Dapat menemukan penyimpangan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar norma yang berlaku pada saat itu serta melakukan
upaya untuk dapat melindungi kepentingan masyarakat.

Langkah Menuju Profesional

 Self comitment (teguh pada tujuan yang ingin dicapai dan berprinsip
namun tidak kaku)
 Self management (manajemen prioritas dan manajemen waktu)
 Self awareness (pengelolaan kelemahan dan kelebihan diri)

Harapan Profesionalisme Analis Kesehatan

 Tangibles (bukti langsung dan nyata) meliputi kemampuan hasil


pengujian, dapat menunjukkan konsep derajat kesehatan pada diri
sendiri
 Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan
yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan
 Responsiveness (daya tanggap), yaitu tanggap dalam memberikan
pelayanan yang baik terhadap pemakai jasa (pasien, klinisi, dan
profesi lain)
 Assurance (jaminan), mencakup kemampuan, kesopanan, sifat dapat
dipercaya yang dimiliki Analis Kesehatan dan bebas dari risiko
bahaya atau keragu-raguan
 Emphaty (empati) meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pemakai jasa
(pasien, klinisi, dan profesi lain)

II. TATA KERJA LABORATORIUM NEGERI


Dalam peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 52 tahun
2013 tentang organisasi dan tata kerja balai besar laboratorium kesehatan di
lingkungan kementerian kesehatan dengan rahmat tuhan yang maha esa menteri
kesehatan republik indonesia,
Menimbang: a.bahwa dalam rangka peningkatan mutu, cakupan
pelayanan rujukan laboratorium kesehatan regional, dan dengan telah
ditetapkannya Balai Besar Laboratorium Kesehatan sebagai Instansi Pemerintah
yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, maka
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 558/Menkes/Per/VII/2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Laboratorium Kesehatan sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
2352/Menkes/Per/XI/2011 sudah tidak sesuai lagi; b. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menyempurnakan dan
menata kembali Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Laboratorium Kesehatan
di lingkungan Kementerian Kesehatan dengan Peraturan Menteri Kesehatan;
Mengingat: 1.Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 100 Tahun 1992,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495); 2. Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4502) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5340); 4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011; 5.
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan
Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi
Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011; 6. Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Per/18/M.PAN/11/2008 tentang
Pedoman Organisasi UPT Kementerian dan Lembaga Pemerintah
Nonkementerian; 7. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
Per/02/M.PAN/1/2007 tentang Pedoman Organisasi Satuan Kerja di Lingkungan
Instansi Pemerintah yang menerapkan PPK BLU; 8. Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 585), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 35 Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
741); 9. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 13/KMK.05/2010 Tentang
Penetapan BBLK Palembang pada Departemen Kesehatan sebagai instansi yang
menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum; 10. Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 34/KMK.05/2010 Tentang Penetapan BBLK Jakarta
pada Departemen Kesehatan sebagai instansi yang menerapkan Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum; 11. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
56/KMK.05/2010 Tentang Penetapan BBLK Makassar pada Kementerian
Kesehatan sebagai instansi yang menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan
layanan Umum; 12. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 57/KMK.05/2010
Tentang Penetapan BBLK Surabaya pada Kementerian Kesehatan sebagai
instansi yang menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;
Memperhatikan : Persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi dengan Surat Nomor B/2/37/M.PAN-RB/6/2013
tanggal 20 Juni 2013;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : peraturan menteri kesehatan republik indonesia tentang
organisasi dan tata kerja balai besar laboratorium kesehatan di lingkungan
kementerian kesehatan.

BAB I
KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI

Pasal 1

(1) Balai Besar Laboratorium Kesehatan yang selanjutnya disebut BBLK adalah
Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementerian Kesehatan yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Kementerian Kesehatan.
(2) BBLK masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala dan dalam melaksanakan
tugas secara administratif dibina oleh Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Upaya
Kesehatan dan secara teknis fungsional dibina oleh Direktorat Bina Pelayanan
Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan.

Pasal 2

BBLK mempunyai tugas melaksanakan pelayanan laboratorium klinik, uji


kesehatan dan laboratorium kesehatan masyarakat, dan pemberian bimbingan teknis
di bidang laboratorium kesehatan.
Pasal 3

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, BBLK


menyelenggarakan fungsi:
a. pelaksanaan pelayanan laboratorium klinik, uji kesehatan dan laboratorium
kesehatan masyarakat;
b. pemantauan, analisis dan evaluasi pemantapan mutu laboratorium kesehatan;
c. pelaksanaan bimbingan teknis laboratorium kesehatan di wilayah kerja;
d. pelaksanaan sistem rujukan laboratorium kesehatan;
e. pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan di bidang laboratorium kesehatan; dan
f. pelaksanaan urusan keuangan dan administrasi umum BBLK.
BAB II
SUSUNAN ORGANISASI

Pasal 4

BBLK terdiri atas:


a. Bagian Keuangan dan Administrasi Umum;
b. Bidang Pelayanan;
c. Bidang Pemantapan Mutu dan Bimbingan Teknis;
d. Kelompok Jabatan Fungsional;
e. Instalasi; dan
f. Satuan Pemeriksaan Intern.
Pasal 5

Bagian Keuangan dan Administrasi Umum mempunyai tugas melaksanakan


penyusunan rencana, program, anggaran, keuangan, dan administrasi umum.
Pasal 6

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Bagian


Keuangan dan Administrasi Umum menyelenggarakan fungsi:
a. pelaksanaan penyusunan rencana, program, anggaran, evaluasi dan pelaporan;
b. pelaksanaan urusan keuangan dan barang milik negara;
c. pelaksanaan urusan informasi, hukum, organisasi, dan hubungan masyarakat; dan
d. pengelolaan sumber daya manusia, tata usaha, dan rumah tangga.
Pasal 7

Bagian Keuangan dan Administrasi Umum terdiri atas:


a. Subbagian Keuangan dan Barang Milik Negara; dan
b. Subbagian Administrasi Umum.
Pasal 8

(1) Subbagian Keuangan dan Barang Milik Negara mempunyai tugas melakukan
urusan keuangan dan barang milik negara.
(2) Subbagian Administrasi Umum mempunyai tugas melakukan penyusunan
rencana, program, anggaran, urusan informasi, hukum, organisasi, hubungan
masyarakat, sumber daya manusia, tata usaha, dan rumah tangga, serta evaluasi dan
pelaporan.

Pasal 9

Bidang Pelayanan mempunyai tugas melaksanakan pelayanan laboratorium klinik,


uji kesehatan, dan laboratorium kesehatan masyarakat serta pelaksanaan sistem
rujukan laboratorium kesehatan.
Pasal 10

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Bidang


Pelayanan menyelenggarakan fungsi:
a. pelaksanaan pemeriksaan laboratorium klinik dan uji kesehatan;
b. pelaksanaan pemeriksaan laboratorium kesehatan masyarakat;
c. pelaksanaan sistem rujukan; dan
d. pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan di bidang laboratorium kesehatan.
Pasal 11

Bidang Pelayanan terdiri atas:


a. Seksi Laboratorium Klinik dan Uji Kesehatan; dan
b. Seksi Laboratorium Kesehatan Masyarakat.
Pasal 12

(1) Seksi Laboratorium Klinik dan Uji Kesehatan mempunyai tugas melakukan
fasilitasi urusan pemeriksaan, pelayanan sistem rujukan, dan jejaring kerja serta
kemitraan di bidang laboratorium klinik dan uji kesehatan.
(2) Seksi Laboratorium Kesehatan Masyarakat mempunyai tugas melakukan
fasilitasi urusan pemeriksaan, pelayanan sistem rujukan, dan jejaring kerja serta
kemitraan di bidang laboratorium kesehatan masyarakat.

Pasal 13

Bidang Pemantapan Mutu dan Bimbingan Teknis mempunyai tugas melaksanakan


pemantauan, analisis dan evaluasi pemantapan mutu, dan bimbingan teknis
laboratorium kesehatan di wilayah kerja.
Pasal 14

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Bidang


Pemantapan Mutu dan Bimbingan Teknis menyelenggarakan fungsi:
a. pelaksanaan pemantauan, analisis dan evaluasi pemantapan mutu eksternal;
b. pelaksanaan bimbingan teknis laboratorium kesehatan di wilayah kerja; dan
c. pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan di bidang pemantapan mutu.
Pasal 15

Bidang Pemantapan Mutu dan Bimbingan Teknis terdiri atas:


a. Seksi Pemantapan Mutu; dan
b. Seksi Bimbingan Teknis.
Pasal 16

(1) Seksi Pemantapan Mutu mempunyai tugas melakukan pemantauan, analisis dan
penyiapan evaluasi serta pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan di bidang
pemantapan mutu.
(2) Seksi Bimbingan Teknis mempunyai tugas melakukan bimbingan teknis
laboratorium kesehatan di wilayah kerja.

BAB III
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 17

Di lingkungan BBLK dapat ditetapkan jabatan fungsional tertentu sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 18

(1) Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang
terbagi atas berbagai kelompok jabatan fungsional sesuai dengan bidang
keahliannya.
(2) Masing-masing Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh
Kepala BBLK.
(3) Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan
berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.
(4) Jenis dan jenjang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IV
INSTALASI

Pasal 19

(1) Instalasi adalah unit pelayanan non struktural yang menyediakan fasilitas
penunjang penyelenggaraan pelayanan laboratorium klinik, uji kesehatan, dan
laboratorium kesehatan masyarakat serta penunjang administrasi.
(2) Instalasi dipimpin oleh seorang Kepala dalam jabatan non struktural yang berada
di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BBLK, yang diangkat dan
diberhentikan oleh Kepala BBLK.
(3) Kepala Instalasi mempunyai tugas mengoordinasikan dan bertanggung jawab
pada penyelenggaraan kegiatan dan fasilitas pelayanan pada Instalasi dan
berkoordinasi dengan unit struktural terkait.
(4) Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Instalasi dibantu oleh Kelompok Jabatan
Fungsional.
(5) Jenis Instalasi disesuaikan dengan kebutuhan dan pengembangan pelayanan,
yang sekurang-kurangnya dibentuk Instalasi Mikrobiologi, Imunologi, Kimia
Kesehatan, Patologi Klinik, Media dan Reagensia, dan Uji Kesehatan serta
Pemeliharaan Sarana dan Prasarana.
(6) Jumlah dan jenis Instalasi ditetapkan oleh Kepala BBLK setelah mendapat
persetujuan tertulis dari Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan.

BAB V
SATUAN PEMERIKSAAN INTERN

Pasal 20

(1) Satuan Pemeriksaan Intern adalah satuan kerja yang mempunyai tugas
merancang, mengembangkan, mengawasi, mengevaluasi dan menilai sistem
pengendalian intern, dan melaksanakan audit dan pengawasan kinerja di lingkungan
Balai Besar Laboratorium Kesehatan.
(2) Satuan Pemeriksaan Intern dipimpin oleh seorang Ketua yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Kepala BBLK.
(3) Ketua Satuan Pemeriksaan Intern ditetapkan oleh Kepala BBLK setelah
mendapat persetujuan tertulis dari Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan.
BAB VI
TATA KERJA

Pasal 21

Dalam melaksanakan tugas setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan BBLK


wajib menerapkan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik dalam lingkungan
masing-masing maupun dengan instansi lain di luar BBLK sesuai bidang tugas
masing-masing.
Pasal 22

Setiap pimpinan satuan kerja wajib mengawasi bawahan, dan apabila terjadi
penyimpangan wajib mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 23

Setiap pimpinan satuan kerja bertanggung jawab memimpin dan mengoordinasikan


bawahannya dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas
bawahan.
Pasal 24

Setiap pimpinan satuan kerja wajib mengikuti dan mematuhi prosedur kerja dan
bertanggung jawab kepada atasan serta menyampaikan laporan secara berkala tepat
pada waktunya.
Pasal 25

Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan satuan kerja dari bawahan, wajib diolah
dan dipergunakan sebagai bahan untuk menyusun laporan lebih lanjut dan untuk
memberikan arahan kepada bawahan.
Pasal 26

Para Kepala BBLK, para Kepala Bagian, para Kepala Bidang, para Kepala Seksi,
para Kepala Subbagian, dan para Kepala Instalasi wajib menyampaikan laporan
berkala kepada atasan masing-masing.
Pasal 27

Dalam menyampaikan laporan kepada atasannya, tembusan laporan lengkap dengan


semua lampiran disampaikan juga kepada satuan kerja lainnya yang secara
fungsional mempunyai hubungan kerja.

Pasal 28

Dalam melaksanakan tugasnya, setiap pimpinan satuan kerja dibantu oleh kepala
satuan kerja di bawahnya dan dalam rangka pemberian bimbingan dan pembinaan
kepada bawahan masing-masing wajib mengadakan rapat berkala.
BAB VI
LOKASI

Pasal 29
(1) Sejak berlakunya Peraturan ini di lingkungan Kementerian Kesehatan terdapat 4
(empat) BBLK.
(2) BBLK di lingkungan Kementerian Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang mencakup nama, tempat kedudukan, dan lingkup wilayah kerja terdapat
dalam Lampiran II Peraturan ini.

BAB VII
ESELON

Pasal 30

(1) Kepala BBLK adalah jabatan struktural eselon II.b.


(2) Kepala Bagian dan Kepala Bidang adalah jabatan struktural eselon III.b.
(3) Kepala Subbagian dan Kepala Seksi adalah jabatan struktural eselon IV.a.
Pasal 31

Struktur Organisasi BBLK adalah sebagaimana terdapat pada Lampiran I Peraturan


ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 32

Perubahan atas organisasi dan tata kerja menurut Peraturan ini ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari
Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan
reformasi birokrasi.
Pasal 33

Dengan berlakunya Peraturan ini, maka Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 558/Menkes/Per/VII/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Balai Besar Laboratorium Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2352/Menkes/Per/XI/2011 dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 34

(1) Tata laksana dari Peraturan ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri Kesehatan.
(2) Semua ketentuan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 558/Menkes/Per/VII/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Balai Besar Laboratorium Kesehatan tetap berlaku sepanjang belum diganti atau
ditetapkan berdasarkan Peraturan ini.

Pasal 35

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juli 2013
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

NAFSIAH MBOI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Agustus 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN

III. PERIZINAN LABORATORIUM SWASTA

BAB IV
PERIZINAN

Pasal 12

Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan, laboratorium kesehatan swasta


harus memiliki izin dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.

Pasal 13

(1) Izin sebagaimana dimaksud Pasal 12 berlaku selama 5 tahun, dan


selanjutnya dapat diperpanjang kembali.
(2) Laboratorium kesehatan swasta yang mengalami perubahan nama
laboratorium, pemilikan dan penanggung jawab teknis harus mengganti
izinnya.
(3) Laboratorium kesehatan swasta yang akan pindah lokasi harus mengajukan
permohonan izin yang baru.
(4) Laboratorium kesehatan swasta yang akan meningkatkan atau mengubah
klasifikasinya harus mengajukan permohonan izin yang baru.

Pasal 14

(1) Permohonan izin disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota dengan menggunakan Formulir A dan lampiran-
lampirannya (Formulir A.1 sampai dengan Formulir A.5).
(2) Jawaban atas surat permohonan izin sebagaimana dimaksud ayat (1)
diterbitkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam waktu
selambat-lambatnya 4 (empat) bulan sejak diterimanya surat permohonan.
(3) Sebelum memberikan jawaban permohonan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengeluarkan surat
tugas kepada tim pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan di tempat
terhadap kelengkapan persyaratan permohonan. Tim pemeriksa sekurang-
kurangnya terdiri dari staf Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan tenaga
teknis laboratorium kesehatan.
(4) Tim pemeriksa dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah
menerima surat penugasan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
wajib menyampaikan Berita Acara Pemeriksaan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan Formulir B.
(5) Apabila persyaratan untuk memperoleh izin telah dipenuhi, maka Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menerbitkan izin dengan menggunakan
Formulir C.
(6) Apabila persyaratan untuk memperoleh izin belum dipenuhi maka :
a. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota akan mengeluarkan surat
pemberitahuan kepada pemohon untuk segera melengkapi persyaratan
dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya surat pemberitahuan
dimaksud dengan menggunakan Formulir D.
b. Apabila dalam waktu 3 (tiga) bulan pemohon telah dapat melengkapi
persyaratan untuk memperoleh izin, maka Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dalam jangka waktu 1 (satu) bulan menerbitkan izin.
c. Apabila dalam waktu 3 (tiga) bulan pemohon masih tidak dapat
memenuhi persyaratan untuk memperoleh izin, maka Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu 1 (satu) bulan
mengeluarkan surat penolakan terhadap permohonan dengan
menggunakan Formulir E.
d. Permohonan Pendaftaran yang ditolak sebagaimana dimaksud dalam
butir 6 (enam) c, dapat diajukan kembali sebagai permohonan baru.
(7) Apabila setelah jangka waktu 4 (empat) bulan tidak ada jawaban dari
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud ayat (2),
maka berarti permohonan diterima dan pemohon dapat membuat surat
pemberitahuan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bahwa
pemohon siap melakukan kegiatan laboratorium dengan menggunakan
Formulir F.

Pasal 15

(1) Untuk memperoleh penggantian izin, pemohon harus mengajukan


permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
menggunakan Formulir G dan disertai :
a. Surat pernyataan penggantian nama laboratorium yang ditanda tangani
oleh pemilik, apabila terjadi penggantian nama laboratorium
b. Surat bukti pemindahan pemilikan yang ditanda tangani oleh pemilik
lama dan pemilik baru disertai surat pernyataan mengetahui dari
penanggung jawab teknis apabila terjadi penggantian pemilik;
c. Surat pernyataan pengunduran diri dari penanggung jawa teknis lama
dan surat pernyataan kesanggupan bekerja dari penanggung jawab
teknis baru, apabila terjadi penggantian penanggung jawab teknis.
(2) Penggantian izin dikeluarkan dan ditandatangani oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan formulir C.
(3) Penggantian izin sebagaimana dimaksud ayat (2) diterbitkan oleh Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten Kota dalam waktu selambat-lambatnya 1
(satu) bulan sejak diterimanya surat permohonan.

Pasal 16

(1) Permohonan perpanjangan izin disampaikan kepada Kepala Dinas


Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan formulir H dan lampiran
Surat Pernyataan (Formulir I), selambat-lambatnya 4 (empat) bulan sebelum
habis masa izin laboratorium yang bersangkutan.
(2) Jawaban atas surat permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diterbitkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam waktu
selambat-lambatnya 4 (empat) bulan sejak diterimanya surat permohonan.
(3) Sebelum memberikan jawaban permohonan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengeluarkan surat
tugas kepada tim pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan di tempat
terhadap kelengkapan persyaratan permohonan. Tim pemeriksa sekurang-
kurangnya terdiri dari staf dinas kesehatan kabupaten/kota dan tenaga
teknis laboratorium kesehatan.Tim Pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan
di tempat terhadap kebenaran surat pernyataan pemohon.
(4) Apabila dalam waktu 4 (empat) bulan tidak ada jawaban berarti
permohonan perpanjangan izin disetujui.
(5) Apabila permohonan perpanjangan izin ditolak karena tidak memenuhi
syarat, maka laboratorium yang bersangkutan harus mengajukan
permohonan izin laboratorium yang baru, dan laboratorium yang
bersangkutan harus menghentikan semua kegiatannya.

Pasal 17

Laboratorium klinik rumah sakit swasta tidak memerlukan perizinan


sebagaimana diatur di dalam Keputusan ini.

Pasal 18

(1) Dokter praktek perorangan diperbolehkan melakukan pelayanan


laboratorium klinik yang bersifat bed side.

(2) Pelayanan laboratorium klinik yang bersifat bed side yang dimaksud pada
ayat (1) adalah pelayanan laboratorium yang dilakukan di tempat praktek
dokter tersebut untuk kepentingan pengambilan keputusan dalam
penanganan dan tindakan yang harus segera dilakukan pada saat itu juga.
Pasal 19

Dokter praktek berkelompok yang akan melakukan kegiatan pelayanan


laboratorium harus memiliki izin sebagaimana diatur dalam Keputusan ini.

IV. PERILAKU DI LINGKUNGAN KERJA


PERILAKU DILINGKUNGAN KERJA TENAGA LABORATORIUM KESEHATAN

Laboratorium umumnya digunakan untuk berbagai kegi atan, misalnya praktikum,


penelitian, dan kegiatan pengujian dan/atau kalibrasi. Oleh karena dalam laboratorium
melibatkan banyak orang maka risiko bahaya kerja dilaboratorium juga dapat
melibatkan banyak orang, sehingga semua yang terlibat di laboratorium harus memiliki
pengetahuan yang cukup tentang keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium. Para
pekerja laboratorium diharapkan terus meningkatkan pengetahuannya tentang sifat-sifat
bahan dan teknik percobaan serta pengoperasian peralatan sebagaimana seharusnya.
Kemampuan untuk mengendalikan bahaya kecelakaan di laboratorium memungkinkan
para pekerja dapat menciptakan sendiri suasana yang aman dan nyaman dalam bekerja
sehingga dapat bekerja dan berkarya secara maksimal. masalah keamanan dan keselamatan
kerja di laboratorium diberikan perhatian dan penekanan yang cukup sejalan dengan
pelaksanaan kegiatan pendidikan, penelitian dan analisis. Perlu kiranya terus di upayakan
pemberian informasi yang jelas, terperinci dan menyeluruh tentang bahaya di
laboratorium serta berupaya menciptakan keselamatan kerja di labortorium. Pekerja di
laboratorium harus selalu mempelajari dan mendeteksi setiap kemungkinan timbul risiko
kecelakaan di laboratorium, harus senantiasa meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan
dalam menta′ati peraturan, dengan demikian dapat meminimalkan risiko yang akan
terjadi. Hendaklah disadari bahwa kecelakaan dapat berakibat kepada dirinya maupun
orang lain serta lingkungannya.
Pendahuluan
Era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang,
kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam
hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antara negara yang harus dipenuhi
oleh seluruh negara anggota, termasuk Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut
serta mewujudkan perlindungan masyarakat Hal. 53-61 Vol. 7 No. 1 Juni ISSN0854-
6770 pekerja Indonesia, maka telah ditetapkan visi Indonesia sehat 2010 yaitu gambaran
masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan
perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta
memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya (Depkes RI, 2002).
Garis-garis Besar Haluan Negara (1993), menegaskan bahwa perlindungan tenaga kerja
meliputi hak Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), serta jaminan sosial tenaga kerja
yang mencakup jaminan hari tua, jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan
terhadap kecelakaan, jaminan kematian, serta syarat-syarat kerja lainnya. Hal tersebut
perlu dikembangkan secara terpadu dan bertahap dengan mempertimbangkan dampak
ekonomi dan moneter-nya, kesiapan sektor terkait, kondisi pemberi kerja, lapangan kerja,
dan kemampuan tenaga kerja. Amanat GBHN ini menuntut dukungan dan komitmen
untuk perwujudannya melalui penerapan K3. Upaya K3 sendiri sudah diperkenalkan
dengan mengacu pada peraturan perundangan yang diterbitkan sebagai landasannya, di
samping UU No. 1/1970 tentang Keselamatan Kerja upaya K3 telah dimantapkan
dengan UU No. 23/1992 tentang Kesehatan yang secara eksplisit mengatur kesehatan
kerja. Dalam peraturan perundangan tersebut ditegaskan bahwa setiap tempat kerja wajib
diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Hal itu mengatur pula sanksi
hukum bila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan tersebut (Komite K3, 1994).
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu kondisi keharusan di dalam mencegah
terjadinya kecelakaan pada waktu bekerja. Tidak seorang pun manusia yang menginginkan
suatu kecelakaan yang menimpa dirinya, apalagi sampai menyebabkan cidera, luka, dan
cacat. Olehnya itu, kecelakaan dalam lingkungan kerja merupakan gangguan yang dapat
menghambat dan merugikan ataupun mengganggu rencana dan proses kerja. Berdasarkan
informasi dan pengalaman yang diperoleh bahwa terjadinya kecelakaan tidak semata-
mata diakibatkan oleh kondisi lingkungan kerja melainkan juga oleh pekerja yang
bersangkutan. Terjadinya kecelakaan dapat terjadi akibat kurangnya perhatian pekerja
mengenai pentingnya penerapan Hal. 53-61 Vol. 7 No. 1 Juni ISSN0854-6770 kesehatan
dan keselamatan kerja di tempat kerja.
Pembahasan
Pentingnya penerapan kesehatan dan keselamatan kerja pada laboratorium dikarenakan
kecelakaan kerja pada saat praktek dapat terjadi kelalain pengguna laboratorium akibat
tidak mematuhi aturan dalam laboratorium dan tidak menggunakan alat sesuai
fungsinya. Olehnya itu, penerapan kesehatan dan keselamatan kerja sangatlah mutlak
dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan pada saat praktek, karena jelas
akan mengganggu jalannya proses pembelajaran dan akan mengancam jiwa bagi setiap
pengguna laboratorium yang melakukan praktek. Saat ini perkembangan industri sudah
semakin pesat sejalan dengan perkembangan peralatan yang semakin canggih keahlian
dalam mengerjakannya, peralatan yang canggih terkadang membawa resiko kecelakaan
yang besar, dan tidak terkecuali dalam
Laboratorium PKK itu sendiri telah banyak menggunakan alat-alat modern. Olehnya itu
usaha mencegah kecelakaan pada saat praktek dengan penerapan kesehatan dan
keselamatan kerja tidak dapat diabaikan, sebab keselamatan merupakan faktor utama yang
perlu dikedepankan dalam melakukan sesuatu. Sehubungan dengan hal tersebut di atas,
maka setiap pengguna laboratorium harus betul-betul menerapkan kesehatan dan
keselamatan kerja agar tidak terjadi kecelakaan pada saat praktek. Pelaksanaan kesehatan
dan keselamatan kerja dalam setiap proses pembelajaran mata kuliah praktek harus
senantiasa diperhatikan dan diterapkan oleh pengguna pada saat praktek dalam proses
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran tersebut, diharapkan bukan hanya melihat
bagaimana seorang mahasiswa menerima ilmu pengetahuan dalam proses pembelajaran
itu dengan mengenyampingkan pelakasanaan kesehatan dan keselamatan kerja yang
dapat menyebabkan kecelakaan dalam praktek. Olehnya itu, kesehatan dan keselamatan
kerja ini harus betul-betul diperhatikan sebab dengan mengesampingkan, berarti
mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Sejalan dengan kenyataan tersebut, Mulyawan
(1983:27) Hal. 53-61 Vol. 7 No. 1 Juni ISSN0854-6770 menyatakan: "Keselamatan kerja
sesungguhnya menyangkut eksistensi nilai-nilai kemanusiaan, orang yang menghargai
nilai-nilai kemanusiaan akan lebih memperhatikan keselamatan kerja, baik untuk dirinya
maupun orang lain". Berdasarkan pernyataan di atas maka kesehatan dan keselamatan
kerja harus betul-betul dijalankan dengan cara setiap siswa harus memperhatikan dengan
baik aspek kecelakaan kerja sehingga semua siswa dapat mengerjakan tugas mereka
dengan baik dan benar serta penuh rasa tanggung jawab agar dalam proses pembelajaran
mata pelajaran praktek mendapatkan hasil yang optimal dan tidak terjadi lagi kecelakaan
pada saat praktek. Gejala-gejala kecelakaan pada saat praktek disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain:
Penggunaan alat dan bahan praktek, 2) Kelengkapan alat-alat kesehatan dan
keselamatan kerja, 3) Keadaan lingkungan kerja tempat praktek, 4) kelalaian
mahasiswa dalam penggunaan alat pelindung diri, dan lain-lain.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan suatu ilmu yang membahas tentang
kesehatan dan keselamatan kerja, lingkungan kerja, dan hasil kerja. Kesehatan dan
keselamatan kerja dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan oleh
seseorang dalam setiap proses pekerjaanya, sehingga dapat terhindar dari
kecelakaan serta berhasil dari setiap pekerjaannya.
Yahya (2003:4) mengemukakan pengertian tentang kesehatan dan
keselamatan kerja yaitu: kata kesehatan berasal dari kata sehat yang artinya tidak
mengalami suatu penyakit. Kerja adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang
untuk menghasilkan sesuatu produk, jadi kesehatan kerja adalah suatu keadaan
dimana kesehatan kerja, lingkungan kerja dan hasil kerja yang dihasilkan
kondisinya sehat. Untuk memberikan pengertian secara terperinci tentang arti
keselamatan kerja, selanjutnya Suma'mur (1994:1) memberikan defenisi yaitu:
"Keselamatan kerja adalah keselamatan dengan mesin-mesin, pesawat, alat kerja,
bahan dan proses pengolahannya, landasan dan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan".
Sedangkan Sendjung Manulang dalam Rifai (1995:13) memberikan
pengertian tentang keselamatan kerja yang antara lain: "Kesehatan dan
Keselamatan kerja adalah ilmu pengetahuan dalam usaha mencegah kemungkinan
Hal. 53-61 Vol. 7 No. 1 Juni ISSN0854-6770
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat-tempat kerja".
Berdasarkan penjelasan di atas, maka kesehatan dan keselamatan kerja tidak lain
merupakan upaya untuk mencegah kecelakaan, dan memberikan perlindungan
serta keselamatan bagi orang-orang yang bekerja serta mengamankan peralatan
yang dipergunakan dalam pekerjaan, sehingga tercipta sebuah kenyamanan dan
ketenangan dalam proses pekerjaan, demi terciptanya hasil maksimal sebagaimana
yang diinginkan oleh semua orang.
Aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Aspek kesehatan dan keselamatan kerja memiliki ruang lingkup yang
sangat luas, karena bukan hanya melingkupi ruang manusia sebagai subjek, akan
tetapi seluruh objek pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang pekerja. Dalam
pasal 2 ayat 1 UU no 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja mengatur tempat
kerja baik di darat, dalam tanah, di permukaan air, maupun di udara yang berada
dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Menyangkut tentang masyarakat cakupan atau lingkup kesehatan dan
keselamatan kerja tersebut, Suma'mur (1994:3) menyatakan: "Keselamatan dan
perlindungan kerja meliputi aspek-aspek yang sangat luas, yaitu perlindungan
keselamatan, kesehatan, moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat
manusia dan moral agama".
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa cakupan
keselamatan kerja sangat luas sehingga hampir menyentuh segala aspek dalam
setiap usaha atau pekerjaan. Kesehatan dan keselamatan kerja sebagaimana telah
dijelaskan terlebih dahulu, bahwa kesehatan dan keselamatan kerja adalah usahausaha yang
dimaksudkan sebagai pencegahan kecelakaan, memberikan
perlindungan dan keselamatan bagi siswa yang praktek, serta mengamankan alatalat yang
dipergunakan, sehingga tercipta ketenangan dalam proses pelajaran
praktek, demi tercapainya tujuan dan hasil yang optimal.
Sejalan dengan itu, pada prinsipnya tujuan kesehatan dan keselamatan
kerja adalah terjaminnya keamanan, keutuhan, kesempurnaan, baik jasmani dan
rohani. Jadi eksistensi kesehatan dan keselamatan kerja ditujukan kepada
Hal. 53-61 Vol. 7 No. 1 Juni ISSN0854-6770
perlindungan, penjaminan serta pemeliharaan alat-alat praktek. Setelah diketahui
pengertian dan ruang lingkup kesehatan dan keselamatan kerja, maka yang
penting pula dalam pelaksanaannya adalah syarat-syarat kesehatan dan
keselamatan kerja. Syarat tersebut dimaksudkan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan lebih lanjut, menyangkut tentang syarat-syarat kesehatan dan
keselamatan kerja ini, selengkapnya (anonim 1970) pasal 3 ayat 1 menjelaskan
bahwa:
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2. Memberi alat-alat pelindung diri pada mahasiswa
3. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
4. Menyelenggarakan suhu dan lembap udara yang baik
5. Penyelenggaraan udara yang cukup
6. Memelihara kebersihan, ketertiban dan kesehatan.
7. Memperoleh keserasian antara mahasiswa, alat praktek, lingkungannya dan
cara proses kerjanya.
Syarat-syarat kesehatan dan keselamatan kerja tersebut tentunya menjadi
prasyarat yang harus dipedomani oleh pengguna laboratorium agar tercipta suatu
yang betul-betul dapat mendukung kenyamanan dan aktivitas pembelajaran. Jadi
setiap pengguna laboratorium harus betul-betul bertanggung jawab atas tugas dan
tanggung jawabnya masing-masing agar hasil yang diperoleh dari pembelajaran
tersebut sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
IV. PELAYANAN LABORATORIUM KESEHATA
PELAYANAN LABORATORIUM KESEHATAN
Laboratorium kesehatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan harus
diselenggarakan secara bermutu, merata dan terjangkau yang sangat diperlukan untuk
mendukungnpelayanannlaboratoriumnkesehatannyangnbaik.

Di dalam sebuah Laboratorium kesehatan masyarakat dilaksanakan pelayanan pemeriksaan di


bidang mikrobiologi, fisika, kimia dan atau bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan
kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan terutama untuk menunjang upaya
pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan masyarakat

Beberapa pelayanan laboratorium kesehatan meliputi:


CostumernSatisfactionn(kepuasannpelayanan)
Costumer satisfaction atau kepuasan pelayanan adalah rasa puas dan senang yang
ditunjukkan oleh costumer terhadap pelayanan yang dilakukan dimana para pelanggan
biasanya mengukur dari delapan indikator yaitu kejelasan informasi dari perawat, kepekaan,
responsivitas, keramahan, kemauan perawat untuk menjelaskan gejala dari penyakit,
kemauan perawat untuk menjelaskan kondisi kesehatan dan pilihan bagi pasien atas
perawatan tambahan, dan kemauan perawat untuk membantu mempersiapkan semua
perawatan yang diperlukan ketika di rumah.
Exceedingnexpectation
Dalam bidang kesehatan, kepuasaan pelanggan sangatlah penting. Seseorang akan merasa
terpikat dan akan terus-menerus mendatangi laboratorium kita jika apa yang kita berikan
kepada costumer mendapat tempat di hati mereka jadi sebab itulah kreativitas dan inovasi
menjadi factor pendukung hal ini. Namun, dalam berbisnis hal ini sangat memiliki resiko
akan tetapi perlu dipikirkan resiko yang ada tidak sampai mengganggu koridor etika.
Melampaui apa yang diharapkan bisa dilakukan dengan cara mengantisipasi perubahan
harapanncostumerndengannkonsistenndalamnbekerja.

Benchmarknsetting
dalam sebuah laboratorium kita harus memberikan yang terbaik adalah wujud suatu etika
yang berbudi luhur. Sama rata dan berlaku adil. Sikap inilah yang harus tetap dijunjung
sebagai pelaku kesehatan terhadap beragam costumer yang datang dari kalangan menengah
ke bawah dan kalangan menengah ke atas. karena tanpa mereka, sebuah laboratorium tidak
akan maju. Sebab inilah laboratorium harus mementingkan pelayanan terhadap costumer
tanpanmembeda-bedakan.
DAFTAR PUSTAKA
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/inc/buka.php?czozMjoiZD1ibisyMDEzJmY9Ym4xMDE
4LTIwMTMuaHRtJmpzPTEiOw==
http://ripanimusyaffalab.blogspot.co.id/2011/04/pelayanan-laboratorium-
kesehatan.html

Anda mungkin juga menyukai