Anda di halaman 1dari 35

Asuhan Keperawatan Aplikasi NANDA

Silahkan berkunjung keblog saya, semoga bermanfaat bagi kita semua dan dapat memajukan
dunia keperawatan.
http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2012/02/konsep-asuhan-keperawatan-
keluarga.html

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN TB PARU

Diposkan oleh Rizki Kurniadi


A. KONSEP DASAR KELUARGA

1. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan

dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari

keluarga. (Friedman 1998).

Keluarga adalah suatu ikatan / persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa

yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang

sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam

sebuah rumah tangga.(Sayekti 1994).

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa

orang yang berkumpul dan tinggal di suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. (Effendy,

1998)

2. Bentuk / Type Keluarga

a. Keluarga inti (nuclear family)

Keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu, dananak yang diperoleh dari keturunannya, adopsi atau

keduanya.

b. Keluarga besar (extended family)


Keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-

nenek, paman bibi).

c. Keluarga bentukan kembali (dyadic family)

Keluarga baru yang bentuk terbentuk dari pasangan yng bercerai atau kehilangan pasangannya.

d. Orang tua tunggal (single parent family)

Keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal

pasangannya.

e. Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother)

Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (the single

adult living alone)

Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the non marital heterosexsual cobabiting

family)

f. Keluarga yang di bentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and lesbian family).

g. Keluarga Indonesia menganut keluarga besar (extended family), karena masyarakat Indonesia

terdiri dari berbagai suku hidup dalam satu kominiti dengan adat istiadat yang sangat kuat

(Depkes RI. 2002)

3. Peranan &. Struktur keluarga

a. Pola komunikasi

Bila dalam keluarga komunikasi yang terjadi secara terbuka dan dua arah akan sangat

mendukung bagi penderita TBC. Saling mengingatkan dan memotivasi penderita untuk terus

melakukan pengobatan dapat mempercepat proses penyembuhan.

b. Struktur peran keluarga


Bila anggota keluarga dapat menerima dan melaksanakan perannya dengan baik akan membuat

anggota keluarga puas dan menghindari terjadinya konflik dalam keluarga dan masyarakat.

c. Struktur kekuatan keluarga

Kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk

mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan. Penyelesaian masalah dan

pengambilan keputusan secara musyawarah akan dapat menciptakan suasana kekeluargaan.

Akan timbul perasaan dihargai dalam keluarga.

d. Nilai atau norma keluarga

Perilaku individu masing-masing anggota keluarga yang ditampakan merupakan gambaran dari

nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga.(Suprajitno, 2004: 7)

4. Fungsi Keluarga (Friedman, 1998)

a. Fungsi Afektif

Keluarga yang saling menyayangi dan peduli terhadap anggota keluarga yang sakit TBC akan

mempercepat proses penyembuhan. Karena adanya partisipasi dari anggota keluarga dalam

merawat anggota keluarga yang sakit.

b. Fungsi Sosialisasi dan Tempat Bersosialisasi

Fungsi keluarga mengembangkan dan melatih untuk berkehidupan sosial sebelum

meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain.

Tidak ada batasan dalam bersosialisasi bagi penderita dengan lingkungan akan mempengaruhi

kesembuhan penderita asalkan penderita tetap memperhatikan kondisinya .Sosialisasi sangat

diperlukan karena dapat mengurangi stress bagi penderita.

c. Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.Dan

juga tempat mengembangkan fungsi reproduksi secara universal, diantaranya : seks yang sehat

dan berkualitas, pendidikan seks pada anak sangat penting.

d. Fungsi Ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti kebutuhan makan, pakaian dan

tempat untuk berlindung (rumah).Dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu

meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

e. Fungsi Perawatan / Pemeliharaan Kesehatan

Berfungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki

produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.

5. Tugas keluarga di bidang Kesehatan

Dikaitkan dengan kemampuan keluarga dalam melaksanakan 5 tugas keluarga di bidang

kesehatan yaitu :

a. Mengenal masalah kesehatan keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan

segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya

dan dana keluarga habis.Ketidaksanggupan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan pada

keluarga salah satunya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan . Kurangnya pengetahuan

keluarga tentang pengertian, tanda dan gejala, perawatan dan pencegahan TBC.

b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga


Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai

dengan keadaan keluarga,dengan pertimbangkan siapa diantara keluarga yang mempunyai

kemampuan memutuskan menentukan tindakan.keluarga.Tindakan kesehatan yang dilakukan

oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi bahkan

teratasi.Ketidaksanggupan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang

tepat,disebabkan karena keluarga tidak memahami mengenai sifat, berat dan luasnya masalah

serta tidak merasakan menonjolnya masalah.

c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.

Keluarga dapat mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki

keterbatasan.Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dikarenakan tidak

mengetahui cara perawatan pada penyakitnya.Jika demikian ,anggota keluarga yang mengalami

gangguan kesehatanperlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan dapat dilakukan di

institusi pelayanan kesehatan.

d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga

Pemeliharaan lingkungan yang baik akan meningkatkan kesehatan keluarga dan membantu

penyembuhan. Ketidakmampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan bisa di sebabkan

karena terbatasnya sumber-sumber keluarga diantaranya keuangan, kondisi fisik rumah yang

tidak memenuhi syarat.

e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga

Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan akan membantu

anggota keluarga yang sakit memperoleh pertolongan dan mendapat perawatan segera agar

masalah teratasi.
B. KONSEP DASAR TUBERKULOSIS

1. Definisi

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang disebabkan oleh kuman TB

(Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia

melalui udara (pernapasan) ke dalam paru-paru, kemudian menyebar dari paru-paru ke organ

tubuh yang lain melalui peredaran darah, yaitu : kelenjar limfe, saluran pernafasan atau

penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes RI, 2002).

Tuberkulos adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis

dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe

(Smeltzer 2001).

2. Etiologi

Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis. . Kuman Mycobacterium

Tuberkulosis adalah kuman berbentuk batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat

dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet (Smelzer, 2001: 5584).

Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih

tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan

hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam

lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant.Dari sifat dormant ini kuman

dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif lagi (Bahar, 1999: 715).

Sifat lain kuman ini adalah kuman aerob, sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenani

jaringan yang lebih tinggi kandungan oksigennya.Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian

apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal inimerupakan tempat

prediksi penyakit tuberculosis.


Kuman TBC menyebar melalui udara (batuk,tertawa dan bersin) dan melepaskan droplet. Sinar

matahari langsung dapat mematikan kuman, akan tetapi kuman dapat hidup beberapa jam dalam

suhu kamar (Dep Kes RI 2002).

3. Patofisiologi

Tempat masuk kuman M. Tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan

dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC) terjadi melalui udara, yaitu

melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang

yang terinfeksi.

Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas dengan melakukan

reaksi inflamasi Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ,basil tuberkel yang mencapai

permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil

; gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkhus

dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, basil tuberkel ini

membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan

memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama

leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul

gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak

ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau

berkembang-biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar

getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian

bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini

membutuhkan waktu 10 – 20 hari .


Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju, isi

nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini disebut dengan lesi primer. Daerah yang

mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid

dan fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa

membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi

tuberkel.

Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar

getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Respon lain yang dapat terjadi

pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkhus dan

menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk

kedalam percabangan trakheobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain di paru-

paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah, atau usus. Lesi primer menjadi

rongga-rongga serta jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar bersama batuk. Bila lesi ini

sampai menembus pleura maka akan terjadi efusi pleura tuberkulosa.

Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan

jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan tertutup

oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat

mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh

dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini

dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus

dan menjadi tempat peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang

lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal

sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen

merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi

apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam

sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh.

Komplikasi yang dapat timbul akibat tuberkulosis terjadi pada sistem pernafasan dan di

luar sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan antara lain menimbulkan pneumothoraks, efusi

pleural, dan gagal nafas, sedang diluar sistem pernafasan menimbulkan tuberkulosis usus,

meningitis serosa, dan tuberkulosis milier.

4. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala yang sering terjadi pada tuberkulosis adalah batuk yang tidak spesifik

tetapi progresif. Biasanya tiga minggu atau lebih dan ada dahak. Selain tanda-tanda tersebut

diatas, penyakit TBC biasanya tidak tampak adanya tanda dan gejala yang khas. Biasanya

keluhan yang muncul adalah :

1. Demam : terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.

2. Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang / mengeluarkan produksi

radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulent ( menghasilkan sputum ).

3. Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.

4. Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga

menimbulkan pleuritis.

5. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan

keringat di waktu di malam hari.


5. Klasifikasi

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk menetapkan paduan

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan dimulai.

Klasifikasi penyakit

1.1. Tuberculosis Paru

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam

a. Tuberkulosis Paru BTA (+)

 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+).

 1 spesimen dahak SPS hasilnya (+) dan foto rontgen dada menunjukan gambaran tuberculosis

aktif.

b. Tuberkulosis Paru BTA (-)

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto rontgen dada menunjukan

gambaran tuberculosis aktif. TBC Paru BTA (-), rontgen (+) dibagi berdasarkan tingkat

keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgan

dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas

.1.2. Tuberculosis Ekstra Paru

TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :

1. TBC ekstra-paru ringan

Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan

kelenjar adrenal.

2. TBC ekstra-paru berat


Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TBC tulang belakang,

TBC usus, TBC saluran kencing dan alat kelamin.

Tipe penderita

Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya,ada beberapa tipe penderita yaitu :

a. Kasus Baru

Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT

kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

b. Kambuh (Relaps)

Adalah penderita tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis dan

telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat denga hasil pemeriksaan dahak BTA

(+).

c. Pindahan (Transfer In)

Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian

pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahhhan tersebut harus membawa surat

rujukan/pindah (Form TB.09).

d. Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)

Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih,

kemudian dating kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).

Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Diagnostik.

2) Pemeriksaan sputum
3) Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya kuman BTA diagnosis

tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali yaitu: dahak sewaktu

datang, dahak pagi dan dahak sewaktu kunjungan kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif

maka dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu positif, dua kali negatif maka pemeriksaan

perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan

mikroskopik BTA negatif. Untuk memastikan jenis kuman mengidentifikasi perlu dilakukan

pemeriksaan biakan/kultur kuman dari dahak yang diambil (Depkes RI, 2002).

4) Ziehl-Neelsen (pewarnaan terhadap sputum)

5) Positif jika ditemukan bakteri tahan asam.

6) Skin test (PPD, Mantoux)

7) Hasil tes mantoux dibagi menjadi dalam;

8) Indurasi 0-5 mm (diameternya) : mantoux negatif

9) Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan

10) Indurasi 10-15 mm : hasil mantoux positif

11) Indurasi lebih dari 16 mm : hasil mantouk positif kuat

12) Reaksi timbul 48 – 72 jam setelah injeksi antigen intra kutan,berupa indurasi kemerahan yang

terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara antibody dan antigen tuberculin.

13) Rontgen dada menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan kalsium

dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang menunjukkan perkembangan

tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area fibrosa.

14) Pemeriksaan histologi/kultur jaringan

15) Positif bila terdapat mikobakterium tuberkulosis.

16) Biopsi jaringan paru


17) Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan terjadinya nekrosis.

18) Pemeriksaan elektrolit

Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi, misalnya hipernatremia yang

disebabkan retensi air mungkin ditemukan pada penyakit tuberkulosis kronis.

19) Analisa gas darah (BGA)

Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan jaringan paru.

20) Pemeriksaan fungsi paru

Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang rugi, meningkatnya rasio residu udara pada

kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat infiltrasi parenkim/fibrosa,

hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat dari tuberkulosis kronis).

6. Penatalaksanaan

Pengobatan TBC Paru

Tujuan pemberian obat pada penderita tuberculosis adalah: menyembuhkan, mencegah

kematian,dan kekambuhan, menurunkan tingkat penularan (Depkes RI. 2002).

Sejak ditemukannya obat-obat anti TB dan dimulainya dengan monotherapi, kemudian

mulai timbul masalah resistensi terhadap obat-obat tersebut, maka pengobatan secara paduan

beberapa obat ternyata dapat mencapai tingkat kesembuhan yang tinggi dan memperkecil jumlah

kekambuhan.

Paduan obat jangka pendek 6 – 9 bulan yang selama ini dipakai di Indonesia dan

dianjurkan juga oleh WHO adalah 2 RHZ/4RH dan variasi lain adalah 2 RHE/4RH, 2 RHS/4RH,
2 RHZ/4R3H3/ 2RHS/4R2H2, dan lain-lain. Untuk TB paru yang berat ( milier ) dan TB Ekstra

Paru, therapi tahap lanjutan diperpanjang jadi 7 bulan yakni 2RHZ / 7RH. Departemen

Kesehatan RI selama ini menjalankan program pemberantasan TB Paru dengan panduan 1RHE /

5R2H2.

Bila pasien alergi/hipersensitif terhadap Rifampisin, maka paduan obat jangka panjang

12–18 bulan dipakai kembali yakni SHZ, SHE, SHT, dan lain-lain.

Beberapa obat anti TB yang dipakai saat ini adalah :

1. Obat anti TB tingkat satu

Rifampisin (R), Isoniazid (I), Pirazinamid (P), Etambutol (E), Sterptomisin ( S ).

2. Obat anti TB tingkat dua

Kanamisin ( K ), Para-Amino-Salicylic Acid ( P ),Tiasetazon ( T ), Etionamide, Sikloserin,

Kapreomisin, Viomisin, Amikasin, Ofloksasin, Sifrofloksasin, Norfloksasin, Klofazimin dan

lain-lain.

Obat anti TB tingkat dua ini daya terapeutiknya tidak sekuat yang tingkat satu dan beberapa

macam yang teakhir yaitu golongan aminoglikosid dan quinolon masih dalam tahap

eksperimental.

Belakangan ini WHO menyadari bahwa pengobatan jangka pendek tersebut baru berhasil

bila obat-obat yang relatif mahal ( R & Z ) tersedia sampai akhir masa pengobatan. Di beberapa

negara berkembang, pengobatan jangka pendek ini banyak yang gagal mencapai angka

kesembuhan yang ( cure rate ) ditargetkan yakni 85 % karena :

- Program pemberantasan kurang baik

- Buruknya kepatuhan berobat

Hal ini menyebabkan :


- Populasi TB semakin meluas

- Timbulnya resistensi terhadap bermacam obat

Adanya epidemi AIDS akan lebih mengobarkan kembali aktifnya TB.

Menyadari bahaya tersebut di atas, WHO pada tahun 1991 mengeluarkan pernyataan baru

dalam pengobatan TB Paru sebagai berikut :

Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap yakni

Tahap intensif ( initial ), dengan memberikan 4 – 5 macam obat anti TB per hari dengan tujuan :

- Mendapatkan konversi sputum dengan cepat ( efek bakterisidal )

- Menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih lanjut

- Mencegah timbulnya resistensi obat

Tahap lanjutan ( continuation phase ), dengan hanya memberikan 2 macam obat per hari atau secara

intermitten dengan tujuan :

- Menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisasi )

- Mencegah kekambuhan

Pemberian dosis diatur berdasarkan berat badan yakni kurang dari 33 kg, 33 – 50 kg dan lebih

dari 50 kg.

Pengobatan dibagi atas 4 katagori yakni :

1. Katagori I

Ditujukan terhadap :

 Kasus baru dengan sputum negatif

 Kasus baru dengan bentuk TB berat seperti meningitis, TB diseminata, perikarditis, peritonitis,

pleuritis, spondilitis dengan gangguan neurologis, kelainan paru yang luas dengan BTA negatif,

TB usus, TB genito urinarius.


Pengobatan tahap intensif adalah dengan paduan 2RHZS ( E ). Bila setelah dua bulan

BTA menjadi negatif, diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila setelah dua bulan masih positif,

tahap intensif diperpanjang lagi selama 2 – 4 minggu dengan 4 macam obat. Pada populasi

dengan resistensi primer terhadap INH rendah pada tahap intensif cukup diberikan 3 macam obat

yakni RHZ.

Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 4 RH atau 4R3H3. Pasien dengan TB

berat ( meningitis, TB diseminata, spondilitis dengan kelainan neurologis ), R dan H harus

diberikan setiap hari selama 6 – 7 bulan. Paduan obat alternatif adalah 6 HE ( T ).

2. Kategori II

Ditujukan terhadap :

 Kasus kambuh

 Kasus gagal dengan sputum BTA positif

Pengobatan tahap intensif selama 3 bulan dengan 2 RHZE / 1RHZE. Bila setelah tahap

intensif BTA menjadi negatif, maka diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila setelah 3 bulan tahap

intensif BTA tetap positif, maka tahap intensif tersebut diperpanjang lagi 1 bulan dengan RHZE.

Bila setelah 4 bulan BTA masih juga positif pengobatan dihentikan selama 2 – 3 hari, lalu

diperiksa biakan dan resistensi terhadap BTA dan pengobatan diteruskan dengan tahap lanjutan.

Bila pasien masih mempunyai data resistensi BTA dan ternyata BTA masih sensitif terhadap

semua obat dan setelah tahap intensif BTA menjadi negatif, maka tahap lanjutan harus diawasi

dengan ketat di RS rujukan. Kemungkinan konversi sputum masih cukup besar. Bila data

menunjukkan resiten terhadap R dan H, maka kemungkinan keberhasilan menjadi kecil.


Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 5 RHE atau paduan 5 R3H3E3 yang

perlu diawasi dengan ketat. Bila sputum BTA masih tetap positif setelah selesai tahap lanjutan,

maka pasien tidak perlu diobati lagi.

3. Kategori III

Ditujukan terhadap :

 Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas.

 Kasus TBC ekstra paru selain yang disebut dalam kategori I

Pengobatan tahap intensif dengan panduan 2 RHZ atau 2 R3H3Z3

Pengobatan tahap lanjutan dengan panduan 2RH atau 2 R3H3. Bila kelainan paru lebih

luas dari 10 cm2 atau pada TB ekstra paru yang belum remisi sempurna, maka tahap lanjutan

diperpanjang lagi dengan H saja selama empat bulan lagi. Paduan obat alternatif adalah 6 HE ( T

4. Kategori IV

Ditujukan terhadap kasus TB kronik.

Prioritas pengobatan disini rendah, terdapat resistensi terhadap obat-obat anti TB

(sedikitnya R dan H), sehingga masalahnya jadi rumit. Pasien mungkin perlu dirawat beberapa

bulan dan diberikan obat-obat anti TB tingkat dua yang kurang begitu efektif, lebih mahal dan

lebih toksis.

Di negara yang maju dapat diberikan obat-obat anti TB eksperimental sesuai dengan

sensitivitasnya, sedangkan di negara yang kurang mampu cukup dengan pemberian H seumur

hidup dengan harapan dapat mengurangi infeksi dan penularan.


Departemen Kesehatan RI dalam program baru pemberantasan TB paru telah mulai

dengan paduan obat : 2RHZE / 4R3HE ( kategori I ), 2 RHZSE / 1 RHZE / 5 R3H3E3 ( kategori

II ), 2 RHZ/2 R3H3 ( kategori IV ).

Evaluasi Pengobatan.

Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis ( hilangnya keluhan, nafsu

makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain ), berkurangnya kelainan radiologis paru dan

konversi sputum menjadi negatif.

Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6. Pada

yang memakai paduan obat 8 bulan sputum BTA diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8.

Biakan BTA dilakukan pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan. Pemeriksaan

resistensi dilakukan pada pasien baru yang BTA-nya masih positif setelah tahap intensif dan

pada awal terapi pasien yang mendapat pengobatan ulang ( retreatment ).

Kontrol terhadap pemeriksaan radiologis dada, kurang begitu berperan dalam evaluasi

pengobatan. Bila fasilitas memungkinkan foto dapat dibuat pada akhir pengobatan sebagai

dokumentasi untuk perbandingan bila nanti timbul kasus kambuh.

Untuk mengetahui efek samping obat ( yang terbanyak hepatitis ), perlu pemeriksaan

darah terhadap enzim hati, bilirubin, kreatinin/ureum, darah perifer. Asam urat darah perlu

diperiksa bagi yang memakai obat Z. bila terdapat hepatitis karena obat ( kebanyakan karena R

dan H ), maka obat yang hepatotoksis diganti dengan yang non-hepatotoksis. Pemberian steroid

dapat dipertimbangkan. R atau H kemudian dapat diberikan kembali secara desensitisasi. Tes

mata untuk warna perlu bagi yang memakai E, sedangkan tes audiometri perlu bagi yang

memakai S.
Resistensi obat sudah harus diwaspadai yakni bila dalam 1 – 2 bulan pengobatan tahap

intensif tidak terlihat perbaikan. Di Amerika Serikat prevalensi pasien yang resisten terhadap

obat anti TB makin meningkat dan sudah mencapai 9 %. Di negara yang sedang berkembang

seperti di Afrika, diperkirakan lebih tinggi lagi. BTA yang sudah resisten terhadap obat anti TB

saat ini sudah dapat dideteksi dengan cara PCR-SSCP (Single Stranded Confirmation

Polymorphism) dalam waktu satu hari. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi 99% BTA yang

resisten terhadap R, 70% terhadap H, dan 60% terhadap S.

Ada 3 Dampak masalah.

a. Terhadap individu.

1. Biologis.

Adanya kelemahan fisik secara umum, batuk yang terus menerus, sesak napas, nyeri dada, nafsu

makan menurun, berat badan menurun, keringat pada malam hari dan kadang-kadang panas yang

tinggi.

2. Psikologis.

Biasanya klien mudah tersinggung , marah, putus asa oleh karena batuk yang terus menerus

sehingga keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan.

3. Sosial.

Adanya perasaan rendah diri oleh karena malu dengan keadaan penyakitnya sehingga klien

selalu mengisolasi dirinya.

4. Spiritual.
Adanya distress spiritual yaitu menyalahkan Tuhan karena penyakitnya yang tidak sembuh-

sembuh juga menganggap penyakitnya yang manakutkan

5. Produktifitas menurun oleh karena kelemahan fisik.

b. Terhadap keluarga.

1. Terjadinya penularan terhadap anggota keluarga yang lain karena kurang pengetahuan

dari keluarga terhadap penyakit TB Paru serta kurang pengetahuan penatalaksanaan pengobatan

dan upaya pencegahan penularan penyakit.

2. Produktifitas menurun.

Terutama bila mengenai kepala keluarga yang berperan sebagai pemenuhan kebutuhan keluarga,

maka akan menghambat biaya hidup sehari-hari terutama untuk biaya pengobatan.

3. Psikologis.

Peran keluarga akan berubah dan diganti oleh keluarga yang lain.

4. Sosial.

Keluarga merasa malu dan mengisolasi diri karena sebagian besar masyarakat belum tahu pasti

tentang penyakit TB Paru .

c. Terhadap masyarakat.

Apabila penemuan kasus baru TB Paru tidak secara dini serta pengobatan Penderita TB Paru

positif tidak teratur atau droup out pengobatan maka resiko penularan pada masyarakat luas akan

terjadi oleh karena cara penularan penyakit TB Paru

.Untuk keberhasilan pengobatan, oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) dilakukan strategi DOTS

(Directly Observed Treatmen Shortcourse). Strategi ini merupakan yang paling efektif untuk

mengontrol pengobatan tuberculosis .


Lima langkah strategi DOTS adalah dukungan dari semua kalangan, semua orang yang batuk

dalam 3 minggu harus diperiksa dahaknya, harus ada obat yang disiapkan oleh pemerintah,

pengobatan harus dipantau selama 6 bulan oleh Pengawas Minum Obat (PMO) dan ada system

pencatatan/pelaporan.

Perawatan bagi penderita TBC

Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberculosis adalah :

1) Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang terdekat yaitu keluarga.

2) Mengetahui adanya gejala samping obat dan merujuk bila diperlukan.

3) Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita

4) Istirahat teratur minimal 8 jam per hari

5) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua, kelima dan enam

6) Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik (Depkes RI, 2002)

Pencegahan penularan TBC

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :

1) Menutup mulut bila batuk

2) Membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak pada wadah tertutup yang diberi

lisol

3) Makan, makanan bergizi

4) Memisahkan alat makan dan minum bekas penderita

5) Memperhatikan lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi yang baik

6) Untuk bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI, 2002)


Proses Keperawatan

Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang diberikan melalui praktek

keperawatan, keluarga untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan keluarga tersebut

dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan (Depkes RI, 1998:3).

Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang digunakan secara sistematis untuk mengkaji dan

menentukan masalah kesehatan dan keperawatan keluarga, merencanakan asuhan keperawatan

dan melaksanakan intervensi keperawatan terhadap keluarga sesuai rencana yang telah disusun

dan mengevaluasi mutu hasil asuhan keperawatan yang dilaksanakan terhadap keluarga (Effendi,

1998:55).

1. Pengkajian

Lima tahap proses keperawatan terdiri dari pengkajian terhadap keluarga, identifikasi masalah

keluarga dan individu (diagnosa keperawatan), rencana keperawatan, implementasi rencana

pengerahan sumber-sumber dan evaluasi perawatan.

Proses keperawatan memiliki tahapan-tahapan yang saling bergantung dan disusun secara

sistematis untuk menggambarkan perkembangan dari tahap satu ke tahap lain,

(Friedman,1998:55).

Menurut Friedman (1998:56) proses pengkajian keperawatan dengan pengumpulan informasi

secara terus-menerus terhadap arti yang melekat pada informasi yang sedang dikumpulkan

tersebut. Pengkajian yang dilakukan meliputi pengumpulan informasi dengan cara sistematis,

diklasifikasi dianalisa artinya.

Pengumpulan data
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara wawancara, pengamatan, studi dokumentasi

(melihat KMS, kaetu keluarga) dan pemeriksaan fisik (Effendi,1998:47).

Data yang dikumpulkan meliputi:

a. Identitas keluarga, yang dikaji adalah umur,pekerjaan dan tempat tinggal.

Yang beresiko menjadi penderita tuberculosis adalah: individu tanpa perawatan kesehatan yang

adekuat (tuna wisma,tahanan), dibawah umur 15 tahun dan dewasa muda antara 15-44 tahun

,tinggal ditempat kumuh dan perumahan di bawah standart dan pekerjaan.

b. Latar belakang budaya atau kebiasaan keluarga

 Kebiasaan makan

Pada penderita tuberculosis mengalami nafsu makan menurun bila terjadi terus menerus akan

menyebabkan penderita menjadi lemah. Bagi penderita tuberculosis dianjurkan diet Tinggi

Kalori Tinggi Protein (TKTP) (Tempointeraktif, 23 Juli 2005).

 Pemanfaatkan fasilitas kesehatan

Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan sangat berpengaruh dalam

perawatan tuberculosis baik untuk mendapatkan informasi maupun pengobatan. Beberapa tempat

yang memberikan pelayanan kesehatan bagi tuberculosis adalah Puskesmas, BP4, Rumah Sakit

dan Dokter pratek swasta (Depkes RI, 2002).

 Status Sosial Ekonomi

Pendidikan yang rendah berpengaruh terhadap pola pikir dan tindakan keluarga dalam mengatasi

masalah dalam keluarga (Effendy, 1998). Sebaliknya dengan tingkat pendidikan tinggi keluarga
akan mampu mengenal masalah dan mampu mengambil keputusan untuk menyelesaikan

masalah.

 Pekerjaan dan Penghasilan

Pekerjaan dan penghasilan merupakan hal yang sangat berkaitan. Penghasilan keluarga akan

menentukan kemampuan mengatasi masalah kesehatan yang ada. Kemampuan menyediakan

perumahan yang sehat, kemampuan pengobatan anggota keluarga yang sakit dan kemampuan

menyediakan makanan dengan Gizi yang seimbang. 60% penderita tuberculosis adalah

penduduk miskin (Sinar Harapan, 23 Juli 2005).

 Aktivitas

Selain kebutuhan makanan, kebutuhan istirahat juga harus diperhatikan. Bagi penderita

tuberculosis dianjurkan istirahat minimal 8 jam perhari (Depkes RI, 2002).

 Tingkat perkembangan dan riwayat keluarga

Tingkat perkembangan pada tahap pembentukan keluarga akan didapati masalah dengan social

ekonomi yang rendah karena harus belajar menyesuaikan dengan kebutuhan yang harus

dipenuhi. Keluarga baru belajar memecahkan masalah. Dengan keadaan tersebut berpengaruh

pada tingkat kesehatan keluarga. Social ekonomi yang rendah pada umumnya berkaitan erat

dengan masalah kesehatan yang mereka hadapi disebabkan karena ketidak mampuan dan ketidak

tahuan dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi (Effendy,1998). Tidak adanya riwayat

keluarga yang mempunyai masalah kesehatan tidak berpengaruh pada status kesehatan keluarga.

Data lingkungan

1. Karakteristik rumah
Keadaan rumah yang sempit, ventilasi kurang, udara yang lembab termasuk rumah dengan

kondisi di bawah standart kesehatan. Salah satu factor yang bisa menyebabkan kuman

tuberculosis bertahan hidup adalah kondisi udara yang lembab (Depkes RI, 2002).

a. Karakteristik lingkungan

Lingkungan rumah yang bersih, pembuangan sampah dan pembuangan limbah yang benar dapat

mengurangi penularan TBC dan menghambat pertumbuhan bakteri tuberkulosa. TBC sangat erat

berhubungan dengan kondisi lingkungan yang kumuh .

b. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

Kuman tuberculosis dapat menular dari ke orang melalui udara. Semakin sering kontak langsung

dengan penderita bereksiko sekali tertular TBC. Terutama yang merawat di rumah

berkesempatan terkena TBC dari pada yang berada di tempat umum

2. Struktur keluarga

a. Pola komunikasi

Bila dalam keluarga komunikasi yang terjadi secara terbuka dan dua arah akan sangat

mendukung bagi penderita TBC. Saling mengingatkan dan memotivasi penderita untuk terus

melakukan pengobatan dapat mempercepat proses penyembuhan.

b. Struktur peran keluarga

Bila anggota keluarga dapat menerima dan melaksanakan perannya dengan baik akan membuat

anggota keluarga puas dan menghindari terjadinya konflik dalam keluarga dan masyarakat.

c. Struktur kekuatan keluarga

Kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk

mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan. Penyelesaian masalah dan


pengambilan keputusan secara musyawarah akan dapat menciptakan suasana kekeluargaan.

Akan timbul perasaan dihargai dalam keluarga.

d. Nilai atau norma keluarga

Perilaku individu masing-masing anggota keluarga yang ditampakan merupakan gambaran dari

nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga.(Suprajitno,.2004: 7)

3. Fungsi Keluarga (Friedman, 1998)

a. Fungsi Afektif

Keluarga yang saling menyayangi dan peduli terhadap anggota keluarga yang sakit TBC akan

mempercepat proses penyembuhan. Karena adanya partisipasi dari anggota keluarga dalam

merawat anggota keluarga yang sakit.

b. Fungsi Sosialisasi dan Tempat Bersosialisasi

Fungsi keluarga mengembangkan dan melatih untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan

rumah untuk berhubungan dengan orang lain.

Tidak ada batasan dalam bersosialisasi bagi penderita dengan lingkungan akan mempengaruhi

kesembuhan penderita asalkan penderita tetap memperhatikan kondisinya .Sosialisasi sangat

diperlukan karena dapat mengurangi stress bagi penderita.

c. Fungsi Perawatan/Pemeliharaan Kesehatan

Dikaitkan dengan kemampuan keluarga dalam melaksanakan 5 tugas keluarga di bidang

kesehatan yaitu :

 Mengenal masalah kesehatan keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan

segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya
dan dana keluarga habis. Ketidak sanggupan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan pada

keluarga salah satunya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan . Kurangnya pengetahuan

keluarga tentang pengertian, tanda dan gejala, akibat, pancegahan, perawatan dan pengobatan

TBC.

 Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai

dengan keadaan keluarga,dengan pertimbangkan siapa diantara keluarga yang mempunyai

kemampuan memutuskan menentukan tindakan .keluarga.Tindakan kesehatan yang dilakukan

oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi bahkan teratasi. Ketidak

sanggupan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat, disebabkan

karena keluarga tidak memahami mengenai sifat, berat dan luasnya masalah serta tidak

merasakan menonjolnya masalah.

 Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.

Keluarga dapat mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan.

Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dikarenakan tidak mengetahui

cara perawatan pada penyakitnya. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan

kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan dapat dilakukan di institusi

pelayanan kesehatan.

 Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga

Pemeliharaan lingkungan yang baik akan meningkatkan kesehatan keluarga dan membantu

penyembuhan. Ketidakmampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan bisa di sebabkan

karena terbatasnya sumber-sumber keluarga diantaranya keuangan, kondisi fisik rumah yang

tidak memenuhi syarat.


 Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga

Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan akan membantu

anggota keluarga yang sakit memperoleh pertolongan dan mendapat perawatan segera agar

masalah teratasi.

4. Fungsi Reproduksi

Keluarga berfungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.Dan

juga tempat mengembangkan fungsi reproduksi secara universal, diantaranya : seks yang sehat

dan berkualitas, pendidikan seks pada anak sangat penting.

5. Fungsi Ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti kebutuhan makan, pakaian dan

tempat untuk berlindung (rumah).Dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu

meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

6. Koping keluarga

Bila koping keluarga tidak efektif terhadap stressor yang akan menyebabkan stress yang

berkepanjangan.Hal ini akan mempengaruhi daya tahan tubuh .

2. Perumusan Diagnosa Keperawatan

Perumusan diagnosis keperawatan keluarga menggunakan aturan yang telah disepakati, terdiri

dari

Masalah (problem, P) adalah suatu pernyataan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang

dialami oleh keluarga atau anggota (individu).

Penyebab (etiology ,E) adalah suatu pernyataan yang dapat menyebabkan masalah dengan

mengacu kepada lima tugas keluarga, yaitu mengenal masalah, mengambil keputusan yang tepat,
merawat anggota keluarga, memelihara lingkungan, atau memanfaatkan fasilitas pelayanan

kesehatan .

Tanda (Sign, S) adalah sekumpulan data subyektif dan obyektif yang diperoleh perawat dari

keluarga secara langsung atau tidak yang mendukung masalah dan penyebab.

Apabila perawat merumuskan diagnosis keperawatan lebih dari satu perlu dilakukan skor Proses

skoring menggunakan skala yang telah dirumuskan oleh Bailon dan Maglaya (1978). Proses

scoring untuk setiap diagnosis keperawatan:

 Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang di buat perawat.

 Selanjutnya skor dibagi dengan skor tertinggi dan dikalikan dengan bobot.

Skor yang diperoleh


_______________ x bobot
Skor tertinggi
 Jumlah skor untuk semua kriteria (skor maksimum sama dengan jumlah bobot, yaitu 5).

Tipologi diagnosis keperawatan keluarga dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:

a) Diagnosis actual adalah masalah keperwatan yang sedang dialami oleh keluarga dan

memerlukan bantuan dari perawat dengan cepat.

b) Diagnosis resiko / resiko tinggi adalah masalah keperawatan yang belum terjadi, tetapi tanda

untuk menjadi masalah keperawatan actual dapat terjadi dengan cepat apabila tidak segera

mendapat bantuan perawat.

c) Diagnosis potensial adalah suatu keadaan sejahtera dari keluarga ketika keluarga telah mampu

memenuhi kebutuhan kesehatannya dan mempunyai sumber penunjang kesehatan yang

memungkinkan dapat ditingkatkan.

Diagnosa yang mungkin muncul pada keluarga dengan penyakit TBC adalah :

a. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia

b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan secret yang keluar


c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret yang berlebih.

d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplay O2 yang menurun (Doenges,1999:240-

247).

Dalam merumuskan diagnosa dalam keperawatan keluarga perlu dilakukan prioritas masalah dan

adanya kriteria prioritas masalah.

Prioritas masalah

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prioritas masalah adalah sebagai berikut :

a. Tidak mungkin masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang ditemukan dalam keluarga

dapat diatasi sekaligus.

b. Perlu mempertimbangkan masalah-masalan yang dapat mengancam kehidupan keluarga seperti

masalah penyakit.

c. Perlu mempertimbangkan respon dan perhatian keluarga terhadap asuhan keperawatan yang

akan diberikan.

d. Keterlibatan keluarga dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi.

e. Sumber daya keluarga yang dapat menunjang pemecahan masalah kesehatan/ keperawatan

keluarga.

f. Penetahuan dan kebudayaan keluarga (Effendy,1998).

Kriteria prioritas masalah

Beberapa kriteria dalam penyusunan prioritas masalah menurut Effendy (1998:52)

1. Sifat masalah, dikelompokkan menjadi : ancaman kesehatan, keadaan sakit atau kurang sehat

dan situasi krisis.

2. Kemungkinan masalah dapat dirubah, adalah kemungkinan keberhasilan untuk mengurangi

masalah atau mencegah masalah bila dilakukan intervensi keperawatan dan kesehatan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi masalah TBC dapat dirubah adalah:

a. Pengetahuan dan tindakan untuk menangani masalah TBC.

b. Sumber daya keluarga, diantaranya adalah keuangan, tenaga, sarana dan prasarana.

c. Sumber daya perawatan, diataranya adalah pengetahuan dan ketrampilan dalam penanganan

masalah TBC serta waktu.

d. Sumber daya masyarakat, dapat dalam bentuk fasilitas, organisasi, seperti posyandu, polindes

dan sebagainya.

3. Potensi masalah TBC untuk dicegah, adalah sifat dan beratnya masalah TBC yang akan timbul

dan dapat dikuraangi atau dicegah melalui tindakan keperawatan dan kesehatan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi pencegahan masalah TBC adalah :

a. Kepelikan/kesulitan masalah,hal ini berkaitan dengan beratnya penyakit atau masalah TBC yang

menunjukkan pada prognosa dan beratnya TBC yang diderita oleh anggota keluarga.

b. Tindakan yang sudah dan sedang dijalankan, adalah tindakan untuk mencegah dan mengobati

masalah TBC dalam rangka meningkatkan status kesehatan keluarga.

c. Lamanya masalah, berhubungan dengan beratnya masalah TBC pada keluarga dan potensi

masalah untuk dicegah.

d. Adanya kelompok resiko tinggi dalam keluarga atau kelompok yang sangat peka menambah

potensi untuk mencegah masalah.

4. Menonjolnya masalah TBC,adalah cara keluarga melihat dan menilai masalah TBC dalam hal

beratnya dan mendesaknya untuk diatasi melalui intervensi keperawatan dan kesehatan.

3. Rencana Keperawatan
Perencanaan keperawatan mencakup tujuan umum dan khusus yang didasarkan pada masalah

yang dilengkapi dengan kriteria dan standar yang mengacu pada penyebab. Selanjutnya

merumuskan tindakan keperawatan yang berorientasi pada kriteria dan standart.

Ada beberapa tingkatan tujuan dalam penyusunan rencana keperawatan menurut Friedman

(1998;64). Tujuan jangka pendek yang sifatnya dapat diukur, langsung dan spesifik. Dan tujuan

jangka panjang yang merupakan tingkatan akhir yang menyatakan maksud-maksud luas yang

diharapkan oleh perawat dan keluarga agar dapat tercapai.

Penyusunan kriteria evaluasi dan standar evaluasi, disesuaikan dengan sumber daya yang ada

pada keluarga Tn .S yaitu biaya, pengetahuan dan sikap dari keluarga Tn.S berupa respon verbal,

afektif dan psikomotor untuk mengatasi masalahnya.

Tujuan asuhan keperawatan pada keluarga dengan masalah TBC :

1. Tujuan jangka pendek antara lain :

Setelah di berikan informasi kepada keluarga mengenai TBC, maka keluarga mampu mengenal

masalah TBC, mampu mengambil keputusan dan mampu merawat anggota keluarga yang

menderita TBC.

Kriteria evaluasi :

a. Respon verbal,keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, penyebab, cara

penularan perawatan dan pencegahan TBC.

b. Respon efektif, keluarga mampu merawat anggota keluarga yang menderita TBC.

c. Respon Psikomotor, keluarga mampu memodifikasi lingkungan bagi penderita TBC.

Standar evaluasi :

Pengertian, tanda dan gejala, penyebab, cara pencegahan TBC, cara pencegahan penularan dan

cara perawatan TBC.


2. Tujuan jangka panjang

Masalah TBC dalam keluarga dapat teratasi / dikurangi setelah dilakukan tindakan keperawatan.

Tahap intervensi diawali dengan penyelesaian perencanaan perawatan. Seperti pendapat

Friedman (1998: 67). Selama pelaksanaan intervensi keperawatan, data-data baru secara terus-

menerus mengalir masuk. Karena informasi ini (respon dari klien, perubahan situasi, dll)

dikumpulkan, perawat perlu cukup fleksibel dan dapat beradaptasi untuk mengkaji ulang situasi

keluarga dengan membuat modifikasi-modifikasi tanpa rencana terhadap perencanaan. Dalam

memilih tindakan keperawatan tergantung pada sifat masalah dan sumber-sumber yang tersedia

untuk pemecahan.

Intervensi pada keluarga dengan masalah TBC antara lain sebagai berikut (Doenges, 1999) :

1. Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tissue dan menghindarkan meludah

di sembarang tempat.

2. Dorongan keluarga untuk memberi makanan yang bergizi.

3. Kontrol berat badan secara periodic

4. Dorong pasien untuk makan sedikit tapi sering dengan makanan tinggi karbohidart dan tinggi

protein.

5. Dorong pasien untuk minum obat secara teratur

4. Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap keluarga, didasarkan pada rencana keperawatan

yang telah disusun.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap keluarga

dengan TBC adalah :

a. Sumber daya Keluarga (keuangan)


Sumber daya (keuangan) yang memadai diharapkan mampu menunjang proses penyembuhan

pada anggota keluarga yang menderita TBC

b. Tingkat pendidikan keluarga

Tingkat pendidikan keluarga dapat mempengaruhi kemampuam keluarga dalam mengenal

masalah TBC dan mengambil keputusan mengenai tindakan yang tepat terhadap anggota

keluarga yang menderita TBC.

c. Adat istiadat yang berlaku

Adat istiadat yang berlaku berpengaruh pada kemampuan kelurga dalam merawat anggota

keluarga yang menderita TBC

d. Respon dan penerimaan keluarga

Respon dan penerimaan keluarga sangat berpengaruh pada penyembuhan karena keluarga

mampu memberi motivasi.

e. Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga

Dengan adanya sarana dan prasarana yang baik pada keluarga akan memudahkan keluarga dalam

memberikan perawatan dan pengobatan pada anggota keluarga yang menderita TBC.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Menurut Friedman (1998)

evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya intervensi-intervensi yang dilakukan oleh

keluarga, perawat dan yang lainnya. Ada beberapa metode evaluasi yang dipakai dalam

perawatan. Faktor yang paling penting adalah bahwa metode tersebut harus disesuaikan dengan

tujuan dan intervensi yang sedang dievaluasi. Bila tujuan tersebut sudah tercaapai maka kita

membuat recana tindak lanjut.


Hari Senin, Februari 20, 2012
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Anda mungkin juga menyukai