PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Mahasiswa dapat memahami metode pengujian produk berbahan kulit,
karet dan plastik serta metode praktis dalam ilmu pengujian berikut
analisisnya.
1.3.2 Mahasiswa dapat memahami metode kalibrasi besaran-besaran pokok
dan turunan serta metode praktis dalam ilmu pengukuran.
2
1.3.3 Mahasiswa dapat mengasah intuisi fisisnya lewat pembelajaran secara
praktis.
1.3.4 Mahasiswa dapat memperoleh gambaran dunia kerja khususnya industri
sehingga dapat menambah wawasannya.
1.3.5 Mahasiswa dapat memenuhi SKS mata kuliah Kerja Praktik di Prodi
Fisika, Departemen Fisika, FMIPA, UGM.
1.4 Profil singkat instansi
1.4.1 Sejarah
Pada tahun 1972 didirikan di Bogor bernama Leerloirij in
Lederbewerking Stichting met Het Laboratorium Voor Lederbewerking
en Schoen Makerij is een Van Drie Centrale Nijverheldsvoor Lichting :
Departement van Economische Zaken. Kemudian pada tahun 1935
pindah ke Yogyakarta di Jalan Diponegoro dengan nama Laboratorium
voor Lederbewerking en Schoemakerij dan pada tahun 1958 pindah di
Jalan Sokonandi No. 9 dengan nama Balai Penyelidikan Kulit.
Berdasarkan SK BPU PNPR No.142/Sek/BPU/61, tanggal 16 Juli 1961
Balai Penyelidikan Kulit berganti nama menjadi Balai Penelitian Kulit.
Kemudian berubah nama kembali Berdasarkan SK Menteri
Perindustrian No.218/M/SK/6/80, tanggal 5 Juni 1980 berubah menjadi
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Barang Kulit, Karet
dan Plastik.
Tanggal 6 Desember 1995 Departemen Perindustrian digabung
dengan Departemen Perdagangan, menjadi Departemen Perindustrian
dan Perdagangan (Depperindag). Organisasi dan tata kerja BBKKP
tidak berubah. Berdasarkan SK Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No.783/MPP/Kep/11/2002 tanggal 29 November 2002
terjadi perubahan Organisasi dan Tata Kerja dari Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Industri Barang Kulit, Karet, dan Plastik menjadi
Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP). Kemudian pada tahun
2006, Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan
dilakukan pemisahan kembali menjadi dua departemen yaitu
3
Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan. BBKKP
berada di bawah Departemen Perindustrian sesuai dengan SK Menperin
No. 45/M-IND/PER/6/2006.
Pada tanggal 3 November 2009, Berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara, Departemen Perindustrian berganti nama menjadi
Kementerian Perindustrian, namun Organisasi dan Tata Kerja BBKKP
tidak berubah. Pada tahun 2010, Berdasarkan Peraturan Menteri
Perindustrian Nomor : 105/M-IND/PER/2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Perindustrian, BBKKP berada di bawah Badan
Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI) dengan tanpa
mengalami perubahan tugas pokok dan fungsi. Hingga akhirnya pada
tahun 2015, Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
29 Tahun 2015 tentang Kementerian Perindustrian, Badan Pengkajian
Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI) berubah menjadi Badan
Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI). Sehingga, BBKKP
sekarang berada di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
(BPPI) dengan tanpa mengalami perubahan tugas pokok dan fungsi.
Dan sekarang Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP) beralamat
di Jl. Sokonandi No. 9 Yogyakarta 55166, Telp 0274512929, 563939,
Fax. 0274563655 dan email : bbkkp_jogja@kemenperin.go.id,
bbkkp_jogja@yahoo.com
1.4.2 Visi dan Misi
VISI
MISI
4
3. Meningkatkan kemampuan sumber daya BBKKP dan Industri.
4. Meningkatkan jejaring nasional maupun internasional.
Kebijakan Mutu
Menerapkan kebijakan sistem manajemen mutu secara konsisten
dengan melakukan peningkatan secara terus menerus di berbagai bidang
dengan berupaya terpenuhinya peraturan perundang-undangan yang
berlaku menujuke pada tercapainya kepuasan pelanggan.
1.4.3 Tugas Pokok dan Fungsi
5
1.4.4 Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik berdasarkan SK Menteri
Perindustrian No:45/M-IND/PER/6/2006.
Gambar 1.1 Struktur Organisasi Balai Besar Kulit Karet dan Plastik Yogyakarta
6
1.4.5 Layanan dan Fasilitas BBKKP
Memberikan jasa layanan di bidang :
1. Pengujian kulit, produk kulit dan sepatu
2. Pengujian karet, produk karet, plastik dan produk plastik serta
sepatu
3. Pengujian kualitas lingkungan, air dan air limbah
4. Pengujian ban luar dan ban dalam kendaraan bermotor dan mobil
Memberikan fasilitas
1. Laboratorium
1.1 Laboratorium Kalibrasi
1.2 Laboratorium Uji Produk Kulit, Karet dan Plastik
1.3 Laboratorium Uji Lingkungan
7
Untuk melaksanakan kegiatannya, Laboratorium Kalibrasi
BBKKP menerapkan sistem manajemen mutu laboratorium ISO
17025:2005 yang diadopsi menjadi SNI ISO 17025:2008. Komite
Akreditasi Nasional (KAN) memberikan beberapa ruang lingkup yang
telah terakreditasi, yaitu: massa, suhu, peralatan volumetri, gaya,
instrumen analisis dan dimensi. Dalam perkembangan selanjutnya,
Laboratorium Kalibrasi BBKKP akan mengembangkan ruang lingkup
tekanan. Motto kami : Profesional, Terpercaya, dan Prima dalam
Pelayanan.
1. Massa
2. Suhu
AS
2 Oven 30 ~ 200 °C Resolusi s.d. 0,1 °C
2853:1986
AS
3 Waterbath 30 ~ 100 °C Resolusi s.d. 0,1 °C
2853:1986
8
AS
4 Inkubator 0 ~ 70 °C Resolusi s.d. 0,1 °C
2853:1986
AS
5 Muffle Furnace 200 ~ 600 °C Resolusi s.d. 0,1 °C
2853:1986
Peralatan
AS
6 enclosure 0 ~ 600 °C Resolusi s.d. 0,1 °C
2853:1986
lainnya
3. Peralatan Volumetrik
Berbagai alatgelas:
Buret, Pipet ukur, Pipet ASTM E
1 volume, Labuukur, 542-01 0,1 ~ 1000 mL -
Piknometer, Gelasukur, (2012)
Pipet komagome
4. Gaya
Tensile strength /
ASTM E 0 ~ 500 kgf
1 Universal testing -
4-2014 (0 ~ 4,5 kN)
machine
9
5. Instrumen Analisis
ASTM D1293-
1 pH Meter 4, 7, 10 -
2012
6. Dimensi
Mikrometer
JIS B 7502- Manual, dial,
2 luar (outside 0 ~ 100 mm
1994 digital
micrometer)
Alat ukur
ketebalan JIS B 7503- Manual, dial,
3 0 ~ 30 mm
(thickness 2011 digital
gauge)
10
Tarif Biaya Kalibrasi
SUHU
1 Oven s.d. 200 oC Rp 350.000;
2 Water Bath s/d 100 oC Rp 500.000;
3 Incubator Rp 525.000;
4 Muffle furnace s/d 600 oC Rp 455.000;
5 Termometer Gelas 0 s/d 100 oC Rp 250.000;
6 Thermo Hygrometer (Verifikasi) Rp 300.000;
VOLUME
1 Buret Rp 150.000;
2 Pipet Ukur Rp 125.000;
3 Pipet Volume Rp 125.000;
4 Labu Ukur Rp 100.000;
5 Piknometer Rp 100.000;
6 Gelas Ukur Rp 100.000;
7 Botol BOD Rp 100.000;
8 Erlemeyar Rp 100.000;
GAYA
1 Mesin Uji Tarik (tensile strength, max 500 kgf) Rp 650.000;
INSTRUMENTASI ANALISIS
1 pH Meter Rp 200.000;
DIMENSI
1 Jangka sorong manual 0 - 200 mm Rp 40.000;
2 Jangka sorong digital 0 - 200 mm Rp 100.000;
3 Micrometer 0 - 100 mm Rp 100.000;
4 Alat ukur ketebalan 0 - 30 mm Rp 125.000;
11
1.4.6 Standardisasi
Melakukan kajian dan perumusan SNI untuk produk kulit, karet
dan plastik serta penyusunan dan penerapan SNI. Standar Nasional
Indonesia (SNI) merupakan standar nasional yang disepakati oleh
semua pihak terkait yang terdiri dari pemerintah, produsen, konsumen,
assosiasi, ilmuwan dan ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional
(BSN). SNI disusun dari Rancangan SNI yang dirumuskan oleh Panitia
Teknis dengan melalui tahap pembahasan dalam rapat teknis, rapat
prakonsensus dan rapat konsensus yang dihadiri oleh semua pihak
terkait. BBKKP sebagai anggota Panitia Teknis mempunyai
pengalaman dalam melakukan penyusunan Rancangan SNI dan kaji
ulang SNI untuk produk kulit, karet dan plastik. Standar yang telah
disusun meliputi Standar produk, Standar unjuk kerja mesin dan
Standar pengujian.
1.4.7 Alih Teknologi & Inkubasi
Memberikan transfer teknologi kepada masyarakat industri serta
membina tenang inkubator untuk pengembangan wira usaha dibidang
kulit, karet, dan plastik.
1.4.8 Pelatihan Teknis
Dalam rangka pengembangan kompetensi industri kulit, karet dan
plastik BBKKP menawarkan berbagai jenis pelatihan sebagai berikut :
1.4.8.1 Bidang Kulit
Proses penyamakan kulit termasuk finishing kulit meliputi :
kulit sapi mentah s/d boks/jaket/jok, domba mentah s/d glace/jaket,
kelinci, reptil, buaya, kaki ayam, kulit itik, babi, ikan tuna, kakap,
pari, dan jenis kulit ikan lainnya.
1. Teknologi pengolahan air limbah penyamakan kulit termasuk
pengoperasian UPAL
2. Teknologi pembuatan acuan sepatu
3. Teknologi pembuatan sepatu
12
4. Teknologi pembuatan barang kulit (tas, dompet, hiasan kunci,
cinderamata, jaket kulit, celana panjang kulit, rompi kulit, rok
kulit, sarung tangan, dasi, topi)
5. Desain dan pola
6. Pengendalian Mutu Kulit
7. Pelatihan pengujian produk kulit
8. Pelatihan kalibrasi
9. Pelatihan sistem manajemen mutu sistem manajemen
lingkungan dan sistem manajemen laboratorium
1.4.9 Konsultansi
BBKKP mempunyai kemampuan memberikan jasa konsultansi dalam
bidang-bidang :
1. Bimbingan penyusunan dan penerapan bagi perusahaan : SNI.19-
17025
2. Penyusunan dokumen : AMDAL , UKL-UPL
3. Teknologi proses kulit, karet dan plastik serta penanganan limbah
13
4. Rancang bangun dan perekayasaan alat/mesin untuk industri kulit,
karet dan plastik
5. Pengurusan HKI (paten, merek, desain produk
Tempat : Lab Kalibrasi dan Lab Uji Produk Kulit Karet dan Plastik Balai
Besar Kulit Karet dan Plastik
15
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Karet
2.1.1 Pengertian Karet
Karet adalah adalah tanaman perkebunan tahunan berupa
pohon batang lurus. Sumber utama karet adalah pohon karet Hevea
brasiliensis (Euphorbiaceae).Pohon karet pertama kali hanya tumbuh
di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan berkali-kali oleh
Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara,
di mana sekarang ini tanaman ini banyak dikembangkan sehingga
sampai sekarang Asia merupakan sumber karet alami. Di Indonesia,
Malaysia dan Singapura tanaman karet mulai dicoba dibudidayakan
pada tahun 1876. Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di
Kebun Raya Bogor.
Untuk mendapatkan karet alam, dilakukan penyadapan
terhadap batang pohon tanaman karet hingga dihasilkan getah
kekuning-kuningan yang disebut dengan lateks.Lateks merupakan
cairan atau sitoplasma yang berisi ±30% partikel karet.Penyadapan
lateks dapat dilakukan dengan mengiris sebagian dari kulit batang.
Produk dari penggumpalan lateks selanjutnya diolah untuk
penghasilkan lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak), atau karet
remah (crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet.
Ekspor karet dari Indonesia dalam berbagai bentuk, yaitu dalam
bentuk bahan baku industri (sheet, crumb rubber) dan produk
turunannya seperti ban, komponen dan sebagainya. Hasil utama dari
pohon karet adalah lateks yang dapat dijual atau diperdagangkan di
masyarakat berupa lateks segar, slab/ koagulasi, atau pun sit asap/ sit
angin. Selanjutnya produk-produk tersebut akan digunakan sebagai
bahan baku pabrik Crumb Rubber (Karet Remah), yang menghasilkan
16
berbagai bahan baku untuk berbagai industri hilir seperti ban, bola,
sepatu, karet, sarung tangan, baju renang, karet gelang dan lainnya.
2.1.2 Jenis-jenis karet
Saat ini karet yang digunakan dalam industri terdiri karet alam
dan karet sintetis. Karet alam adalah karet yang berasal dari getah
pohon karet(atau dikenal dengan istilah latex). Karet alam didapatkan
dengan cara melukai pohon karetnya langsung. Sedangkan karet
sintetis didapatkan dengan diproduksi oleh manusia. Karet sintesis ini
berbahan baku lapisan minyak bumi. Seiring perkembangan zaman,
karet sintesis mulai diproduksi besar-besaran sehingga mengurangi
permintaan karet alami
2.1.3 Proses Vulkanisasi
Karet alam maupun karet sintetik tidak dipergunakan dalam
keadaanmentah, karena tidak kuat dan sebagian mudah
teroksidasi. Oleh karena itu, karet mentah harus terlebih dahulu
diproses denganperlakuan-perlakuan tertentu serta penambahan
bahan-bahan kimia tertentuuntuk memperoleh suatu kompon.
Kompon adalah campuran karet mentahdengan bahan-bahan kimia
yang belum divulkanisasi. Proses vulkanisasi adalah proses
pembentukan ikatan silang kimia dari rantai molekul yang berdiri
sendiri, meningkatkan elastisitas dan menurunkan plastisitas. Selain
proses vulkanisasi, diperlukan bahan-bahan tambahan dalam
pembentukan kompon, yaitu akselerator, activator, filter,
antidegradant, dll.
2.2 Standarisasi, Kalibrasi dan Metrologi
2.2.1 Definisi
Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan,
menerapkan, memelihara, memberlakukan, dan mengawasi standar
yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua
Pemangku Kepentingan. Sedangkan kalibrasi adalah kegiatan
membandingkan hasil pengukuran suatu alat dengan nilai standar yang
17
tertelusur ke SI (Satuan Internasional) untuk mendapatkan koreksi dan
ketidakpastian.
Metrologi mencakup semua aktivitas yang diperlukan untuk
dapat melakukan pengukuran yang benar, tertelusur dan diakui
kebenarannya dalam tingkat nasional, regional maupun internasional,
sedemikian hingga dapat menciptakan rasa saling percaya di antara
pihak-pihak yang melakukan atau berkepentingan dengan pengukuran.
2.2.2 Standardisasi
Standardisasi mencakup banyak subjek dan aspek. Melalui
kegiatan standardisasi dapat melahirkan standar. Di Indonesia berlaku
suatu standar untuk berbagai macam proses dan produk. Standar
tersebut adalah SNI atau Standar Nasional Indonesia. Sedangkan pada
kancah internasional, standar yang umum digunakan adalah standar
yang dikeluarkan oleh ISO (International Organization of
Standardization). Untuk setiap produk memiliki standarnya masing-
masing bergantung pada tujuan penggunaan, tingkat keamanan, dll.
2.2.3 Kalibrasi
Seperti yang dijelaskan pada bagian definisi, kalibrasi ialah
kegiatan untuk mendapatkan nilai ketidakpastian dan koreksi yang
tertelusur ke SI serta dilakukan oleh personil yang telah terbukti
kemampuannya dalam mengkalibrasi. Kalibrasi dilakukan untuk
menjamin mutu dan memenuhi persyaratan. Tanpa dilakukannya
kalibrasi maka berakibat hasil pengukuran yang tidak akurat sehingga
mengurangi mutu dan kualitas suatu produk yang diukur. Kegiatan
kalibrasi berbeda dengan peneraan. Tera menurut Undang-undang
Metrologi No. 2 tahun 1981 adalah hal menandai dengan tanda tera
sah atau tanda tera batal yang berlaku, atau memberikan keterangan-
keterangan tertulis yang bertanda tera sah atau tanda tera batal yang
berlaku, dilakukan oleh pegawai-pegawai yang berhak melakukannya
berdasarkan pengujian yang dijalankan atas alat-alat ukur, takar,
timbang dan perlengkapannya yang belum dipakai. Peneraan
18
dilakukan dengan tujuan untuk transaksi perdagangan dan untuk
melindungi konsumen.
2.2.4 Metrologi
Kegiatan kalibrasi dan tera termasuk dalam dunia metrologi.
Metrologi erat hubungannya dengan pengukuran. Di dalam
pengukuran terdapat koreksi dan ketidakpastian. Koreksi adalah
perbedaan antara nilai hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya dari
objek yang diukur. Ketidakpastian adalah kuantifikasi dari keraguan
tentang hasil pengukuran.
2.3 Konsep Penyajian Data
Semua angka yang diperoleh dari hasil pengukuran disebut
Angka Penting, terdiri atas angka-angka pasti dan angka angka
terakhir yang ditaksir (angka taksiran). Berikut adalah aturan
penulisan/penyajian angka penting dalam pengukuran:
1. Semua angka yang bukan nol adalah angka penting.
Contoh: 72,753 (5 angka penting).
2. Semua angka nol yang terletak di antara angka-angka bukan nol
adalah angka penting.
Contoh: 9000,1009 (9 angka penting).
3. Semua angka nol yang terletak di belakang angka bukan nol yang
terakhir, tetapi terletak di depan tanda desimal adalah angka
penting.
Contoh: 3,0000 (5 angka penting).
4. Angka nol yang terletak di belakang angka bukan nol yang
terakhir dan di belakang tanda desimal adalah angka penting.
Contoh: 67,50000 (7 angka penting).
5. Angka nol yang terletak di belakang angka bukan nol yang
terakhir dan tidak dengan tanda desimal adalah angka tidak
penting.
Contoh: 4700000 (2 angka penting).
19
6. Angka nol yang terletak di depan angka bukan nol yang pertama
adalah angka tidak penting.
Contoh: 0,0000789 (3 angka penting).
Pada hasil pengukuran fisika terdapat ketidakpastian dan koreksi.
Adapun aturan penyajian hasil akhir dari pengukuran beserta
ketidakpastian dan koreksinya antara lain :
1. Ketidakpastian ditampilkan dalam satu atau dua angka penting.
2. Koreksi ditampilkan sejumlah digit pembacaan alat atau lebih
satudari digit pembacaan alat.
3. Jumlah digit antara ketidakpastian dan koreksi harus sama.
20
LABORATORIUM KALIBRASI
21
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Kalibrasi Massa (Neraca Elektronik)
1. Kain bersih
2. Sikat halus
3. Satu set anak timbangan terkalibrasi
4. Penjepit
5. Sarung tangan
6. Neraca yang akan dikalibrasi
3.1.2 Kalibrasi Stopwatch
1. Stopwatch standar
2. Stopwatch alat (yang diuji)
3. Lap pembersih/tissue
3.1.3 Kalibrasi Anak Timbangan
1. Satu set anak timbangan yang terkalibrasi
2. Satu set anak timbangan yang akan dikalibrasi
3. Neraca elektronik
4. Penjepit non magnetik
5. Sarung tangan
6. Thermohygro-meter
3.1.4 Kalibrasi Volumetri (Buret)
1. Kain bersih dan kering
2. Air suling
3. Termometer
4. Neraca elektronik Mettler Toledo
5. Tissue
6. Buret yang akan dikalibrasi
7. Barometer
8. Thermohygro meter
9. Beker gelas/erlenmeyer sebagai wadah
22
3.2 Tata Laksana
3.2.1 Kalibrasi Massa (Neraca Elektronik)
1. Uji Daya Ulang (Repeatibility Test)
1. Neraca diatur pada pembacaan nol mutlak dan dicatat (O)
2. Anak timbangan seberat setengah kapasitas untuk Half Load
diambil kemudian diletakkan hati-hati di atas piringan neraca
3. Pembacaan neraca dicatat (M)
4. Anak timbangan dikembalikan ke tempatnya
5. Pembacaan neraca diamati dan dicatat
6. Langkah 2 sampai 5 diulangi kembali sampai 10 kali
pengulangan
7. Langkah 1 sampai 6 diulangi menggunakan anak timbang
seberat kapasitas penuh untuk Full Load
2. Uji Penyimpangan dari Nominal (Uniformity of Scale)
1. Satu set anak timbangan terkalibrasi disiapkan dan dicatat nilai
konvensionalnya
2. Pembacaan neraca pada posisi tanpa beban dicatat
3. Anak timbangan yang terkalibrasi dengan besarnya 10% dari
kapasitas maksimum neraca diletakkan hati-hati di atas piringan
neraca
4. Pembacaan neraca dicatat
5. Anak timbangan diangkat kemudian diletakkan kembali di atas
piringan neraca dan pembacaan neraca dicatat
6. Anak timbangan diangkat dan pembacaan neraca dicatat
7. Langkah 3 sampai 6 diulangi untuk anak timbangan dengan
besarnya 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90% dan
100% dari kapasitas maksimum neraca
3. Uji Pembebanan tak Simetris (Off Center Loading)
1. Anak timbangan dengan massa setengah kapasitas maksimal
neraca diambil dan diletakkan ditengah piringan neraca
2. Pembacaan pada neraca dicatat
23
3. Langkah 1 dan 2 diulangi dengan anak timbangan diletakkan
pada piringan neraca bagian depan, belakang, kiri dan kanan
4. Uji Histeresis (Hysteresis)
1. Standar massa M1 dengan nominal setengah kapasitas
maksimum neraca diletakkan dan hasil pembacaan neraca
dicatat sebagai p1
2. Massa M2 ditambahkan sehingga M1+M2 mendekati kapasitas
maksimum neraca
3. Massa M2 diambil dengan massa M1 tetap di piringan
neracadan pembacaan neraca dicatat sebagai q1
4. Massa M1 diambil kemudian massa M1+M2 diletakkan kembali
diatas piringan neraca
5. Massa M2 diambil dengan massa M1 tetap di piringan
neracadan pembacaan neraca dicatat sebagai q2
6. Massa M1 diambil kemudian diletakkan kembali di atas
piringan neraca kemudian hasil pembacaan neraca dicatat
sebagai p2
7. Ulangi langkah 1 sampai 6 untuk memperoleh p3, q3 dan p4, q4
3.2.2 Kalibrasi Stopwatch
1. Lakukan setting alat dan standar pada posisi nol
2. Alat dan standar diaktifkan secara bersamaan dengan menekan
tombol START
3. Penunjukkan alat diamati dan bersiap-siap ketika mendekati
nominal pengukuran
4. Tombol STOP ditekan bersamaan pada alat dan standar ketika
pembacaan alat mencapai nominal pengukuran
5. Langkah 1-4 diulangi sehingga didapatkan 5 kali pengulangan
3.2.3 Kalibrasi anak timbangan
1. Sebelum kalibrasi dilakukan, neraca elektronik dinyalakan dan
dilakukukan warming up minimal selama 1 jam.
24
2. Pan pada neraca elektronik dipastikan bersih dan kosong dan
ditunggu hingga stabil. Kemudian dilakukan tare atau zero
3. Skema penimbangan yang digunakan yaitu, STTS. S adalah
penimbangan standar dan T adalah penimbangan alat.
4. Standar diletakkan di atas pan, ditunggu hingga stabil, kemudian
dicatat sebagai 𝑆1.
5. Standar diangkat dari pan dan alat diletakkan di atas pan,
ditunggu hingga stabil, dicatat sebagai 𝑇1 .
6. Alat diangkat kemudian diletakkan lagi, ditunggu hingga stabil,
dicatat sebagai 𝑇2 .
7. Alat diangkat dari pan kemudian standar diletakkan di atas pan,
ditunggu hingga stabil, dicatat sebagai 𝑆2 .
8. ∆𝑚1 dan ∆𝑚2 dihitung dengan rumus ∆𝑚1 = 𝑆1 − 𝑇1 ; ∆𝑚2 =
𝑆2 − 𝑇2 .
9. Langkah 4 s.d. 8 diulang sebanyak 2 kali lagi sehingga
didapatkan nilai ∆𝑚3 , ∆𝑚4 , ∆𝑚5 , dan ∆𝑚6 .
10. Nilai∆𝑚1 , ∆𝑚2 , ∆𝑚3 , ∆𝑚4 , ∆𝑚5 , dan ∆𝑚6 dihitung rata-ratanya.
3.2.4 Kalibrasi Volumetrik (Buret)
1. Suhu kamar (T1), kelembaban (H1), tekanan udara (P1) dan
suhu air suling (T2) diukur kemudian dicatat dalam blangko
kerja
2. Neraca disiapkan dan diset titik nolnya
3. Beker gelas/erlenmeyer diambil sesuai dengan kapasitas buret
dengan massa seringan mungkin kemudian ditimbang dan
hasilnya dicatat (𝐼𝐸 )
4. Buret yang akan dikalibrasi disiapkan pada sebuat statif
kemudian diatur sedemikian rupa sehingga ujungnya berada di
tengah beker gelas/erlenmeyer
5. Buret diisi air suling sesuai dengan kapasitasnya
6. Air suling dikeluarkan dengan membuka kran buret secara
berhati-hati sambil meniskus dan skala alat diperhatikan
25
7. Pengeluaran air suling dihentikan jika meniskus mencapai titik
ukur tertentu yaitu interval 10% kapasitas buret
8. Beker gelas/erlenmeyer yang berisi air suling ditimbang dan
hasilnya dicatat
9. Langkah 6 sampai 8 dilakukan kembali pada nominal
20%;30%;40%;50%;60%;70%;80%;90%; dan 100% dari
kapasitas buret
10. Langkah 6 sampai 9 dilakukan kembali untuk didapat 3x
pengulangan
3.3 Analisa Data
3.3.1 Kalibrasi Massa (Neraca Elektronik)
3.3.1.1 Uji Daya Ulang (Repeatibility Test)
1. Standar Deviasi
(3.1)
̅ = rata-rata perbedaan
𝑀
n = jumlah penimbangan
3.3.1.2 Uji Penyimpangan dari Nominal (Uniformity of Scale)
1. Koreksi skala
𝐶𝑖 = 𝑀 - (𝑀𝑚 - 𝑀0 ) (3.2)
dimana : 𝐶𝑖 = koreksi skala
𝑀 = massa terkalibrasi
𝑀𝑚 = rata-rata pembacaan skala M
𝑀0 = rata-rata pembacaan skala nol
26
(3.3)
2. Koefisien sensitivitas
Untuk menyeragamkan satuan semua ketidakpastian
3. Ketidakpastian gabungan
𝑢𝑐 = ±√(𝑢1 . 𝑐1 )2 + (𝑢2 . 𝑐2 )2 + (𝑢3 . 𝑐3 )2 + (𝑢4 . 𝑐4 )2 + (𝑢5 . 𝑐5 )2 (3.10)
𝑢𝑐 4
𝑉𝑒𝑓𝑓 = (𝑢1 .𝑐1)4 (𝑢 .𝑐 )4 (𝑢3 .𝑐3 )4 (𝑢4 .𝑐4 )4 (𝑢5 .𝑐5 )4
(3.11)
+ 2 2 + + +
𝑣1 𝑣2 𝑣3 𝑣4 𝑣5
27
5. Faktor cakupan
Dicari dari tabel, lihat di lampiran
6. Ketidakpastian bentangan
U95 = ± k . 𝑢𝑐 (3.12)
7. Evaluasi ketidakpastian
Gambar 3.1Format tabel evaluasi Ketidakpastian
Σ(𝑡−𝑡𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 )2
𝑆𝑑 = √ (𝑛−1)
(3.13)
Ket:
n : jumlah data t
3.3.2.2 Ketidakpastian Baku
𝑆𝑑 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖
a. Ulangan pembacaan alat : 𝑢1 = (3.14)
√𝑛
1⁄ 𝑅𝑒 𝑠
2
b Resolusi Alat : 𝑢2 = (3.15)
√3
0,12 𝑠
c. Waktu reaksi START : 𝑢3 = (3.16)
√3
28
0,12 𝑠
d. Waktu reaksi STOP : 𝑢4 = (3.17)
√3
𝑈95
e. Ketidakpastian standar : 𝑢6 = (3.18)
𝑘
10% 𝑈95
f. Drift standar : 𝑢7 = (3.19)
√3
29
3.3.3 Kalibrasi Anak Timbangan
3.3.3.1 Perhitungan selisih penimbangan
1. ∆𝑚1 = 𝑇1 − 𝑆1 (3.23)
2. ∆𝑚2 = 𝑇2 − 𝑆2 (3.24)
3.3.3.2 Rata-rata selisih penimbangan
∆𝑚1 + ∆𝑚2 +∆𝑚3 +∆𝑚4 + ∆𝑚5 ,+∆𝑚6
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = (3.25)
6
𝑆𝑑𝑚𝑎𝑥
𝑢1 = (3.27)
√𝑛
1⁄ ress_alat
2
𝑢2 = (3.28)
√3
10% . Densitas_Udara
𝑢5 = (3.31)
√3
2. Koefisien Sensitivitas, 𝑐1
a. Nilai 𝑐1 = 𝑐2 = 𝑐3 = 𝑐4 = 1 (3.32)
1 1
b. 𝑐5 = [ − ] . 𝑀 (3.33)
𝐿𝑖𝑚𝑖𝑡_𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠_𝐴𝑇𝑎𝑙𝑎𝑡_𝑚𝑖𝑛 𝐿𝑖𝑚𝑖𝑡_𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠_𝐴𝑇𝑠𝑡𝑑_𝑚𝑎𝑥
3. Ketidakpastian gabungan, 𝑢𝑐
5. Faktor cakupan, k
30
K dicari dari tabel t-student terlampir pada tingkat kepercayaan
95% dengan derajat bebas = 𝑉𝑒𝑓𝑓 .
Nominal U std(mg)
1 gr 0.00003
10 gr 0.0001
100 gr 0.0004
500 gr 0.0012
31
Tabel 3.6Referensi Limit of Density
6. Ketidakpastian bentangan
𝑈95 = ±𝑘 ∙ 𝑢𝑐 (3.36)
7. Evaluasi ketidakpastian
Tabel 3.7 Evaluasi Ketidakpastian
32
W = bobot penimbangan (gram)
0,348444𝑝−(0,00252𝑡−0,020582)ℎ
𝛿𝑢 = (3.38)
273,15+𝑡
2. Standar Deviasi
∑𝑛 ̅ 2
𝑖=1(𝑀𝑖 −𝑀)
𝑠=√ (3.39)
𝑛−1
4. Koefisien sensitifitas
𝛿𝑢 1
𝑐1 = 1,000013 . [1 − ] . [𝛿 ] . [1 – 𝛼∆𝑡] (3.41)
𝛿𝑡 𝑎 − 𝛿𝑢
1 𝛿 −𝛿
𝑐2 = 1,000013 . W . [𝛿 ] . [(𝛿 𝑡 − 𝛿 𝑎)2 ] . [1 – 𝛼∆𝑡] (3.42)
𝑡 𝑎 𝑢
𝛿𝑢 1
𝑐3 = - 1,000013 . W . [1 − ] . [(𝛿 ] . [1 – 𝛼∆𝑡] (3.43)
𝛿𝑡 𝑎 − 𝛿𝑢 )2
𝛿𝑢 1
𝑐4 = 1,000013 . W . [ 2 ] . [𝛿 ] . [1 – 𝛼∆𝑡] (3.44)
𝛿𝑡 𝑎 − 𝛿𝑢
𝛿𝑢 1
𝑐5 = - 1,000013 . W . [1 − ] . [𝛿 ].𝛼 (3.45)
𝛿𝑡 𝑎 − 𝛿𝑢
𝛿𝑢 1
𝑐6 = - 1,000013 . [1 − ] . [𝛿 ] . ∆𝑡 (3.46)
𝛿𝑡 𝑎 − 𝛿𝑢
5. Ketidakpastian
2 2
𝑢𝑊 2 = (𝑆𝑑_𝑚𝑎𝑥⁄ ) + (𝐿𝑂𝑃⁄ ) (3.47)
√3 2√3
10% . 𝛿𝑢
𝑢𝛿𝑢 = ⁄ (3.48)
√3
33
𝑘𝑔⁄
𝑢𝛿𝑎 = 0,05 𝑚3 (3.49)
10% . 𝛿𝑡
𝑢𝛿𝑡 = ⁄ (3.50)
√3
𝑈
𝑢𝑡𝑎𝑖𝑟 = 𝑡𝑒𝑟𝑚𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟⁄𝑘 (3.51)
𝑢𝛼 = 10% . 𝛼⁄ (3.52)
√3
𝜎
𝑢𝑚𝑒𝑛𝑖𝑠𝑘𝑢𝑠 = 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙_𝑐ℎ𝑎𝑟𝑡⁄ (3.53)
√𝑛
dimana
k= 2
𝜎𝑐𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙_𝑐ℎ𝑎𝑟𝑡 = 0,04959
𝑛=7
6. Ketidakpastian gabungan
𝑢𝑐 = √∑7𝑖=1 (𝑢𝑖 . 𝑐𝑖 )2 (3.54)
8. Faktor cakupan
Nilainya diperoleh berdasarkan 𝑉𝑒𝑓𝑓 sesuai tabel coverage
factor
9. Ketidakpastian bentangan
U95 = ± k . 𝑢𝑐 (3.56)
BAB IV
35
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1 Hasil Uji Daya Ulang Neraca pada Setengah Kapasitas
36
O 0,0000
10 100,0009
M 100,0009
Tabel 4.2 Hasil Uji Daya Ulang Neraca padaKapasitas Penuh
37
Tabel 4.3 Hasil Uji Penyimpangan Nilai Nominal
NO PAN PEMBACAAN
NERACA
1 M1 100,0008
M1+M2 200,0018
M1 100,0008
TANPA BEBAN 0
M1+M2 200,0021
M1 100,0008
TANPA BEBAN 0
M1 100,0009
2 M1 100,0009
M1+M2 200,0019
M1 100,0008
TANPA BEBAN 0
M1+M2 20,0018
M1 100,0009
TANPA BEBAN 0
39
M1 100,0011
̅ |)2
(|(Mm – Mo) − 𝑀
Standar Deviasi = √∑ = 0,0000567646 g
n−1
̅ |)2
(|(Mm – Mo) − 𝑀
Standar Deviasi = √∑ = 0,0000567646 g
n−1
4. Ketidakpastian
41
Tabel 4.7 Ketidakpastian Kalibrasi Neraca
42
5 5 menit Alat 299,78 300 299,66 299,84 299,66 299,788
Standar 299,78 299,966 299,628 299,821 299,662 299,7718
2
Koreksi - -0,0503 -0,0483 -0,0353 -0,0143 -0,0325 0,0175
0,0143
HASIL AKHIR
Nominal Koreksi Ketidakpastian
1 menit -0,01 0,20
2 menit -0,01 0,20
3 menit 0,03 0,20
4 menit 0,01 0,20
5 menit -0,03 0,20
43
4.1.3 Kalibrasi Anak Timbangan
PENGULANGAN Massa
NO SKEMA NOM ∆𝑚1 ∆𝑚3 ∆𝑚5 𝑆𝑑𝑚𝑎𝑥 Rata-rata∆𝑚
I II III Alat
44
Tabel 4.12 Hasil Akhir
Ulangan Penimbangan
No Nom (mL) Penimbangan
1 2 3
B. Kosong 63,5676 63,5672 63,5665
(+) Air Suling 69,2200 69,2115 69,2481
1 5
B. Air Suling 5,6524 5,6443 5,6816
(+) Air Suling 74,8855 74,8845 74,9391
2 10
B. Air Suling 11,3179 11,3173 11,3726
(+) Air Suling 80,5905 80,5487 80,5808
3 15
B. Air Suling 17,0229 16,9815 17,0143
(+) Air Suling 86,1965 86,2196 86,2350
4 20
B. Air Suling 22,6289 22,6524 22,6685
(+) Air Suling 91,9046 91,8966 91,9113
5 25
B. Air Suling 28,3370 28,3294 28,3448
(+) Air Suling 97,5896 97,5682 97,5647
6 30
B. Air Suling 34,0220 34,0010 33,9982
(+) Air Suling 103,2055 103,2105 103,2367
7 35
B. Air Suling 39,6379 39,6433 39,6702
(+) Air Suling 108,8792 108,8561 108,9066
8 40
B. Air Suling 45,3116 45,2889 45,3401
(+) Air Suling 114,5152 114,5907 114,5156
9 45
B. Air Suling 50,9476 51,0235 50,9491
45
(+) Air Suling 120,1496 120,2533 120,1531
10 50
B. Air Suling 56,5820 56,6861 56,5866
46
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kalibrasi Massa Neraca Elektronik
Kalibrasi neraca sendiri merupakan kegiatan pengunkuran dalam
keadaan khusus untuk menentukan hubungan antara nilai kuantitas neraca
dengan ketidakpastian pengukuran berdasarkan standar tertelusur
sehingga diperoleh hasil pengukuran dan ketidakpstian dari hasil yang
diperoleh alat tersebut. Dalam tersebut menunjukkan bahwa untuk
kalibrasi neraca elektronik merupakan suatu hal yang penting khususnya
untuk menjamin mutu dan keakuratan neraca elektronik yang dikalibrasi.
Dalam kalibrasi neraca yang dilakukan, digunakan anak timbangan kelas
E2 terkalibrasi yang sudah diketahui massanya sebagai standar. Dengan
menimbang standar pada neraca elektronik, maka akan diperoleh koreksi
dari pembacaan neraca dengan massa anak timbangan yang sesungguhnya
(sesuai sertifikat kalibrasi). Dengan menghitung faktor-faktor koreksi
maka nilai skala timbangan dapat dapat ditentukan nilai pengukuran dan
nilai ketidakpastiannya.
Kalibrasi massa dilakukan di laboratorium yang telah menerapkan
standar ISO 17025. Setelah dilakukan kalibrasi massa, maka neraca
elektronik akan mendapat sertifikat kalibrasi yang berisi nilai koreksi dan
ketidakpastian dari neraca tersebut yang menggambarkan penjaminan
mutu dan tingkat kehandalan dari neraca tersebut. Di Laboratorium
Kalibrasi Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik Yogyakarta dimana telah
menerapkan standar ISO 17025 maka kalibrasi neraca elektronik
dilakukan sesuai dokumen standar kalibrasinya. Dilakukan empat
pengujian untuk Neraca Elektronik merk Mettler Toledo kapasitas 220
gram dengan resolusi 0,0001 gram yaitu Repeatability Test (Uji Daya
Ulang), Uniformity of Scale (Uji Penyimpangan Nilai Nominal), Off
Center Loading (Pembebanan Tak Simetris) dan Uji Pengamatan
Histeresis (Hysteresis).
Repeatability Test (Uji Daya Ulang) dilakukan untuk mengetahui
kemampuan dan keakuratan neraca elektronik dalam pembacaan secara
berulang untuk beban yang sama. Uji daya ulang dilakukan dengan dua
metode yaitu Half Load (setengah kapasitas) dan Full Load (kapasitas
penuh). Untuk Half Load, neraca elektronik akan diberi anak timbangan
47
dengan massa setengah kapasitas maksimumnya atau mendekati sebanyak
10x pengulangan. Pada kalibrasi yang dilakukan digunakan anak
timbangan dengan massa 100 gram. Setelah pengujian Half Load maka
diperoleh data sesuai tabel 4.1. Dari hasil tersebut dapat diketahui selisih
atau perbedaan pembacaan neraca saat tidak diberi beban dan saat diberi
beban. Dari tabel 4.1 menunjukkan bahwa pembacaan neraca terhadap
anak timbangan dengan massa 100 gram tidak tetap atau fluktuatif namu
sangat kecil perbedaannya. Dengan mengurangkan pembacaan neraca saat
diberi anak timbangan dan saat tidak diberi anak timbangan maka
diperoleh perbedaan pembacaannya. Dari 10 data tersebut diperoleh
bahwa perbedaan atau penyimpangan terbesar (Max. Dif) sebesar 0,0001
gram. Dan dengan persamaan 3.1 maka diperoleh nilai standar deviasi
sebesar 0,0000567646 gram.
Pengujian Full Load sama seperti Half Load dimana naraca
elektronik diberi anak timbangan dengan massa maksimal neracanya atau
mendekati. Pada pengujian full load digunakan anak timbangan kelas E2
dengan massa 200 gram. Setelah pengujian Full Load maka diperoleh data
sesuai tabel 4.2. Dari hasil tersebut dapat diketahui selisih atau perbedaan
pembacaan neraca saat diberi beban dan saat tidak diberi beban, Dari tabel
4.2 nampak bahwa pembacaan neraca terhadap anak timbangan fluktuatif
namun relatif kecil perbedaannya. Dengan mengurangkan pembacaan
neraca saat diberi anak timbangan dan saat tidak diberi anak timbangan
maka diperoleh perbedaan pembacaannya. Dari 10 data tersebut diperoleh
bahwa perbedaan atau penyimpangan terbesar (Max. Dif) sebesar 0,0002
gram. Dan dengan persamaan 3.1 maka diperoleh nilai standar deviasi
sebesar 0,0000567646 gram. Dari hasil tersebut diketahui bahwa ketika
neraca elektronik digunakan untuk mengukur massa secara terus-menerus
maka dapat terjadi penyimpangan pembacaan neraca maksimal sebesar
0,0002 gram.
Uniformity of Scale (Uji Penyimpangan Nilai Nominal) dilakukan
untuk mengetahui penyimpangan pembacaan neraca ketika diberi anak
timbangan lebih dari satu sehingga dapat diketahui sumbangan kesalahan
tiap anak timbangan dan kombinasinya. Kombinasi anak timbangan
dimulai dari 10% dari kapastitas maksimum dimana untuk neraca
48
berkapasitas 220 gram maka digunakan anak timbangan dengan massa 20
gram hingga kapasitas maksimumnya dengan interval 10% atau sebesar
20 gram. Setelah melakukan pengujian maka diperoleh data seperti pada
tabel 4.3. Dari hasil tersebut dapat diperoleh nilai koreksi untuk tiap
kombinasi anak timbangan dengan menggunakan persamaan 3.2 dengan
membandingkan terhadap nilai standar dari setiap anak timbangan.
Koreksi tersebut menggambarkan selisih atau perbedaan pembacaan
neraca dengan nilai massa standar tiap anak timbangan. Hasil koreksi
yang diperoleh relatif kecil dengan orde 10−4 untuk pengukuran massa 20
gram hingga 120 gram dan orde 10−3 untuk massa 140 hingga 200 gram.
Kemudian diperoleh pula nilai ketidakpastian untuk tiap anak timbangan
dan kombinasinya sesuai dengan tabel 4.14. Dari hasil ketidakpastian
tersebut nampak bahwa semakin banyak kombinasi anak timbangan yang
digunakan maka nilai ketidakpastiannya semakin besar. Hal tersebut
karena semakin banyak anak timbangan maka sumbangan kesalahannya
pun semakin banyak sehingga nilai ketidakpastiannya akan semakin besar.
Off Center Loading (Pembebanan Tak Simetris) dilakukan untuk
mengetahui kemampuan pembacaan beban pada neraca disaat penempatan
anak timbangan tidak berada di tengah piringan. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan anak timbangan setengah kapasitas maksimum
neraca yaitu 100 gram. Dari pengujian diperoleh data seperti pada tabel
4.4. Dari hasil tersebut nampak bahwa terjadi perbedaan pembacaan
neraca jika anak timbangan diletakkan diposisi yang berbeda pada
piringan neraca. Kemudian dapat diperoleh nilai penyimpangan
maksimumnya (Max Dif) yaitu sebesar 0,001 gram. Jadi, ketika anak
timbangan diletakkan sembarang dan tidak konstan di atas piringan neraca
maka muncul koreksi maksimum dari pembacaan neraca sebesar 0,001
gram.
Uji Pengamatan Histeresis (Hysteresis) dilakukan dengan berbagai
kombinasi anak timbangan yaitu ketika tidak diberi beban, diberi satu
anak timbangan, diberi dua anak timbangan dan dilakukan berulang
sehingga dapat diketahui kemampuan neraca elektronik tersebut. Dari
pengujian diperoleh hasil seperti pada tabel 4.5. Dari hasil tersebut dapat
diperoleh nilai Histeresis dari neraca dengan menggunakan persamaan 3.3
49
sebesar 0,0001. Hal tesebut berarti kemampuan neraca ketika diberi
perlakukan yang cukup ekstrim maka hasil pembacaan neraca tetap baik
dikarenakan perbedaan pembacaan neraca tidak terlalu jauh.Dari semua
pengujian diperoleh hasil akhir seperti tabel berikut
Tabel 4.15 Tabel Koreksi dan Ketidakpastian
50
4.2.2 Kalbrasi Stopwatch
51
Pada kalibrasi anak timbangan ini digunakan dua jenis neraca yaitu
neraca dengan dua digit dan empat digit. Neraca dua digit diperuntukkan
bagi anak timbangan dengan nominal 500 gram, sedangkan neraca empat
digit diperuntukkan bagi anak timbangan dengan nominal 1 g, 10 g, dan
100 g. Perbedaan antara kedua neraca tersebut dapat dikatakan bahwa
neraca elektronik dengan empat digit memiliki tingkat akurasi yang lebih
tinggi daripada neraca dua digit karena dapat mengukur hingga 10
mikrogram, sedangkan pada neraca dua digit hanya dapat mengukur
hingga orde 10−2. Pada neraca dua digit ini pula masih terdapat gangguan
yang disebabkan oleh gesekan udara karena pada neraca tidak dilindungi
kaca pembatas seperti yang dimiliki neraca empat digit di laboratorium
BBKKP.
53
LABORATORIUM UJI PRODUK KULIT, KARET DAN PLASTIK
54
BAB III METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Uji Ketahanan Sobek
3.1.1.1 Uji Ketahanan Sobek Sol Sepatu
1. Sampel Sol Sepatu
2. Jangka Sorong
3. Thickness Gauge
4. Pemotong Sampel
5. Tensile Strain Tester Merek Zwick/Roell
6. Bolpoin/Spidol
55
6. Lap Pembersih (Tisu)
7. Pemotong/Cutter
3.1.3.2 Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap Larutan Asam
Oleat
1. Sampel Bot PVC
2. Pemotong dan Cutter
3. Larutan Aseton
4. Asam Oleat
5. Gelas yang Tertutup
6. Spidol/Bolpoin
56
3.1.4 Uji Bengkuk
1. Sample yang akan diuji
2. Alat uji bengkuk
3. Paku/Chisel
4. Palu
5. Spidol
6. Kaca Pembesar
7. Jangka sorong
57
3. Gunting/cutter
4. Mistar
5. Alat perpanjangan sample
6. Mesin ozone
3.1.10Uji Breaking Energy
1. Ban yang akan diuji
1. Alat uji verifikasi ban
2. Mesin uji breaking energy ban
3.1.11 Uji Kuat Tarik & Perpanjangan Putus
1. Tensille Strain Tester merek Zwick-Roell dan merek Kao Tieh
2. Caliper (jangka sorong)
3. Thickness Gauge
4. Meteran
5. Sample (karet, ban dalam, kain rumah sakit, kertas daur ulang, dll)
3.1.12 Uji Aging (Pengusangan) Produk Ban Dalam dan Bantalan Karet pada Rel
Crane
1. Sample ban dalam & banyalan rel pada crane
2. Pemotong sample
3. Oven
3.1.13 Uji Kikis Produk Sol Sepatu
1. Sample sol sepatu
2. Alat uji kikis (Abrassion Tester)
3. Analytic Balance
4. Kuas
3.1.14 Uji Kekerasan Produk Bantalan Karet pada Rel Crane dan sepatu boot PVC
1. Sample bantalan karet pada rel crane dan sepatu boot PVC
2. Shore A
58
3.2 Tata Laksana
3.2.1 Uji Ketahanan Sobek
63
43 50
59
3. Spesimen dipotong (dibelah) menjadi dua, kurang lebih setengah dari
panjang totalnya.
63
43 50
1. Sampel kain rumah sakit tipe A dan tipe B dipotong dengan bentuk
spesimen (cuplikan) persegi panjang masing-masing sebanyak 5
cuplikan. Pemotongan dilakukan pada masing-masing alur bujur dan
lintang
2. Spesimen dipotong (dibelah) menjadi dua, kurang lebih setengah dari
panjang totalnya.
63
43 50
60
6. Spesimen ditempatkan pada Alat Tensile strength tester dan pengujian
dimulai dengan meng-click tombol start
7. Nilai beban dan hasil uji dari spesimen didapatkan dan dicatat
64
61
b. Bagian bawah (sol) dengan ukuran panjang 150 mm, lebar 25 mm
sebanyak 9 cuplikan (untuk diuji bengkuk dan kerasnya setelah
direndam bahan kimia) dan ukuran yang lebih kecil sebanyak 9
cuplikan (untuk diukur berat sebelum dan sesudah)
150
25
62
64
64
150
25
Gambar 3.8 Spesimen Uji Ketahanan Larutan Asam Oleat Bagian Sol
2. Lem dan benang yang masih merekat pada bagian dalam spesimen
dibersihkan menggunakan aseton
3. Spesimen dinomori dan ditandai
4. Spesimen dimasukan ke dalam gelas berisi asam oleat dan direndam
selama 120 jam
5. Setelah 120 jam, spesimen diangkat dan ditiriskan menggunakan tisu
untuk diuji bengkuk
63
3.2.4 Uji Bengkuk
1. Lakukan pengujian dengan alat uji ketahanan bengkung SATRA STM
601
2. Potong cuplikan di bagian yang tipis dari bagian atas sepatu (boot
upper) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran sisi (64±1)mm
3. Pasang cuplikan pada alat uji ketahanan bengkung
4. Kencangkan sekrup dan jalankan alat sehingga mencapai 150.000
bengkungan
3.2.5 Uji Dimensi Sepatu
64
3.2.5.4Tebal sol luar
1. Ukur tebal sol luar di berbagai titik pada kembangan sol atau tanpa
kembangan.
2. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Jangka sorong.
3.2.5.5Tebal hak
1. Ukur tebal hak di berbagai titik pada kembangan sol atau tanpa
kembangan.
2. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Jangka sorong.
3.2.6 Uji Dimensi Karung
1. Identifikasi warna karung
2. Identifikasi Sablon logo
a. Mengukur ukuran sablon logo (cm x cm)
b. Identifikasi warna logo
c. Identifikasi letak logo
3. Mengukur panjang karung (cm)
4. Mengukur lebar karung (cm)
5. Menghitung nomor pita, Denier
6. Menghitung jumlah anyaman karung
a. Arah horizontal per 10 cm
b. Arah vertikal per 10 cm
7. Menghitung jumlah jahitan per 10 (cm)
8. Mengukur lebar lipatan jahitan (cm)
9. Mengukur jarak jahitan dari tepi lipatan (cm)
10. Mengukur panjang ekor jahitan (cm)
65
3.2.8 Pengukuran Bobot Jenis
1. Sample di potong dengan bentuk sembarang sebanyak 5 buah dengan
berat kurang lebih 2 gram.
2. Pengambilan sample dilakukan pada daerah yang acak namun memiliki
struktur/tipe yang hampir sama.
3. Misalkan pada kulit, karet/plastik berupa bahan,dapat diambil bagian
manapun dikarenakan belum ada penambahan material lain untuk
dijadikan produk sehingga bobot jenis bahan masih murni.
4. Sedangkan pada sample yang merupakan produk, misal pada sepatu.
Pengambilan sample yang diukur bobot jenisnya adalah bagian yang
murni karet/kulit. Apabila ada serat lain yang berupa jahitan, maupun
lem wajib untuk dihilangkan. Hal ini bertujuan agar tidak
mempengaruhi bobot jenis yang terukur.
5. Cuplikan ditimbang terlebih dahulu untuk memastikan berat cuplikan
kurang lebih 2 gram. Hal ini agar memudahkan pengukuran bobot
jenis. Dikarenakan apabila sample terlalu ringan, saat dimasukkan
kedalam densimeter akan bergerak gerak sehingga pembacaan pada
densimeter berubah ubah.
6. Densimeter (alat pengukur bobot jenis) disiapkan dan di tera.
7. Sample dimasukkan kedalam densimeter
8. Pembacaan densimeter dicatat.
3.2.9 Uji Breaking Energy
1. Dilakukan uji dimensi dan verifikasi sample ban yang sudah dijelaskan
pada bab 2.1 (misal)
2. Ban yang akan diuji dibersikan dari debu maupun lumpur yang
menempel
3. Ban dipasang pada alat uji breaking energy
4. Kemudian dikunci dengan pengunci velg yang sesuai dengan ukuran
ban
5. Jarum penusuk yang digunakan juga disesuaikan dengan ukuran dan
jenis ban
6. Pada penusukan pertama dilakukan uji coba untuk mengetahui
kedalaman penusukan yang sesuai agar breaking energy yang
didapatkan pada data sesuai atau mencapai nilai breaking energy sesuai
66
dengan SNI yang berlaku, untuk ban truk menggunakan SNI ban/truk,
untuk ban mobil penumpang menggunakan SNI ban mobil penumpang
yang berlaku.
7. Kedalaman penusukan diatur kemudian ban mulai ditusuk pada bagian
tengah dari permukaan ban
8. Saat kedalaman penusukan sudah mencapai breaking energy yang
sesuai, dilakukan penusukan 4 kali pada bagian permukaan yang
lainnya.
9. Breaking energy penusukan yang dicatat adalah breaking energy
minimum dari 4 kali penusukan.
10. Setelah itu data yang didapat dianalisa dengan standar yang ada.
3.2.10 Uji Ozon
1. Sample dipotong dengan potongan persegi panjang ± 10 cm
2. Sample ditandai dengan jarak 5 cm pada bagian tengah seperti gambar
5cm
Gambar 3.10 Spesimen Uji Ozon
4 Sample dipasang pada alat yang dapat menarik sample hingga
perpanjangan yang diinginkan.
5 Setiap alat dipasang satu sample.
6 Skrup alat diputar hingga jarak antar penanda 5 cm berubah menjadi 6
cm.
7 Alat dimasukkan kedalam ruangan tertutup yang gelap selama 72 jam.
8 Setelah 72 jam sample dikeluarkan dari ruang gelap untuk dimasukkan
ke dalam alat uji ozon
9 Mesin ozone climate simulator SIM 6300-T dihidupkan
10 Suhu pada alat diatur pada 40oC dengan konsentrasi paparan ozon
dalam alat 5 pphm( (part per hundred milion) denan rentang waktu 48
jam.
11 Sirine merah yang menyala pada alat ditunggu hingga berubah warne
menjadi hujau.
67
12 Suhu dan kadar ozon pada penunjuk alat ditunggu hingga mamenuhi
angka yang diinputkan.
13 Sample dimasukkan kedalam mesin dengan menggantungkan alat
perpanjangan sample pada roda putar dalam alat simulator ozon
14 Kemudian tekan tombol start.
15 Setelah 48 jam mesin dimatikan
16 Sample dalam alat dikeluarkan kemudian diamati
17 Hal yang diamati adalah perubahan bentu fisik dari sample,
pengamatan dilakukan dengan kaca pembesar agar perubahan fisik
sample lebih terlihat.
18 Perubahan sample dicatat untuk kemudian dibandingkan atau dianalisa
dengan SNI yang ada.
3.2.11 Uji Tarik dan Perpanjangan Putus
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Sample dipotong dalam bentuk dayung (dumb bell) dan ditandai untuk
bagian cuplikan sepanjang 20 mm
3. pada cuplikan diukur lebar terkecilnya menggunakan jangka sorong,
dan tebal terkecilnya menggunakan thickness gauge
4. Alat uji mulai dinyalakan. Tensille Strength Tester yang digunakan
merek Zwick-Roell yang telah dihubungkan dengan komputer. Alat
disetel dengan grip to grip separationnya 50 mm dan modulusnya
100% (tergantung bahan yang diuji dan standar)
5. Sample dijepit pada grip, dan alat mulai dioperasikan ketika force
sudah di nol-kan. Ketika proses penarikan dimulai, ujung atas dan
ujung bawah ditarik berlawanan arah sehingga sample memanjang
dengan kecepatan 500 mm/menit.
6. Untuk perpanjangan putus, diukur menggunakan meteran yang
dipegang beriringan dengan perpanjangan sample.
7. Force ketika perpanjangan sample telah memenuhi modulus dicatat
sebagai Force maksimal (beban yang dibutuhkan untuk sample tersebut
putus). Panjang elongasi produk uji juga dicatat. Force maksimal dan
elongasi juga dapat dicatat dari tampilan komputer.
8. Setelah satu sample selesai diuji, langkah 5-7 diulangi dengan sample
berikutnya.
68
3.2.12 Uji Pengusangan (uji aging)
3.2.12.1 Produk ban dalam
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Produk ban dalam dipotong dalam bentuk dayung (dumb bell)
dan ditandai cuplikannya sepanjang 20 mm
3. Sebelum dilakukan uji aging, oven disetting menggunakan suhu
105℃ dan didiamkan hingga oven dapat mencapai suhu
tersebut.
4. Setelah oven siap, sample dimasukkan ke oven lalu dioven
selama 3-4 jam.
5. Oven dimatikan lalu sample diukur tebal dan lebarnya
menggunakan jangka sorong dan thickness gauge.
6. Dilakukan uji tarik pada sample dan dicatat data perpanjangan
putus dan force maksimalnya.
3.2.12.2 Produk Bantalan Karet pada Rel Crane
1. Alat dan bahan disiapkan
2. produk dipotong menjadi sample berbentuk bundar-bundar kecil
dengan ukuran seragam
3. Oven dinyalakan dan disetting pada suhu 100 oC lalu didiamkan
beberapa saat.
4. sampel dimasukkan pada oven setelah diuji kekerasannya
menggunakan shore A.
5. pengusangan (aging) dilakukan selama 72 jam. Lalu sample
dikeluarkan dari oven dan diamati performance dari sample setelah
aging dilakukan.
3.2.13 Uji kikis produk sol sepatu
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Sol sepatu dipotong-potong dengan mesin menjadi bundar-bundar kecil
3. salah satu permukaan sample dikikis menggunakan alat uji kikis
(Abrassion Tester) dalam satu kali jalan
4. Sample tersebut ditimbang massanya menggunakan alat analytic
balance
69
5. sample dikikis kembali menggunakan alat uji kikis sebelumnya. Setiap
setelah mengikis 1 sampel, alat dibersihkan dengan kuas dengan 7
sapuan sambil mesin dinyalakan
6. Lalu dilanjutkan dengan mengikis sampel yang lain.
7. Lalu ditimbang massa setelah pengikisan dan dilanjutkan dengan
pengukuran bobot jenisnya.
70
3.3 Analisa Data
𝑤
𝑖
𝐺𝑟𝑎𝑚𝑚𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒𝑖 = 𝐴𝑟𝑒𝑎 (3.2)
𝑖
𝑤1 +𝑤2
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐺𝑟𝑎𝑚𝑚𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒 = (3.3)
2
71
3.3.2 Uji Ketahanan Minyak Pelumas
Tabel 3.4 Uji Ketahanan Minyak Pelumas pada Sampel Sol Sepatu
3.3.3.1 Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap Larutan
H2S04, HCl, dan NaOH
72
Tabel 3.6 Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC
terhadapLarutan HCl
Kode No. Berat sebelum (gram) Berat sesudah (gram)
Upper/Sol
3. Larutan NaOH
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑠𝑎×𝑛
𝑁= (3.13)
𝑀𝑟×𝑉𝑜𝑙
𝑀𝑟×𝑉𝑜𝑙×𝑁
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 = (3.14)
𝑛
73
3.3.4 Uji Tarik dan Perpanjangan Putus
𝐹
𝑀𝑜𝑑𝑢𝑙𝑢𝑠 100% = 𝑡 𝑥 𝑤 𝑁/𝑚𝑚2 (3.17)
𝐿1 −𝐿0
𝑃𝑒𝑟𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑝𝑢𝑡𝑢𝑠 = 𝑥 100% (3.18)
𝐿1
Keterangan :
F = beban tarik pada perpanjangan 100% (N atau kgf)
t = tebal cuplikan (mm)
w = lebar cuplikan (mm)
L1 = panjang cuplikan setelah penarikan (mm)
L0 = panjang cuplikan sebelum penarikan (mm)
3.3.5 Uji Kikis Produk Sol Sepatu
Berat terkikis = berat setelah pengikisan − berat sebelum pengikisan (3.19)
3.3.6 Uji Kekerasan
Hasil uji = kekerasan setelah perendaman − kekerasan sebelum perendaman (3.20)
74
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Data
4.1.1 Uji Ketahanan Sobek
4.1.1.1 Uji Ketahanan Sobek Sol Sepatu (Cara Lidah)
Tabel 4.1 Data Uji Ketahanan Sobek Sol Sepatu
75
VARIASI 100 7,377 150
1 100 10,5597 100
150
25
VARIASI 100 5,4464 175
2 100 5,7313 175
150
175
VARIASI 100 5,9079 300
3 100 7,1398 125
300
200
76
4.1.1.3 Uji Ketahanan Sobek Sampel Kain Rumah Sakit (Cara Lidah)
a. Bujur
Tabel 4.5 Data Uji Ketahanan Sobek Sampel Kain Rumah Sakit Bagian Bujur
No. Tebal Lebar Beban
(mm) (mm) (kgf)
1 0,25 0,5 0,317
2 0,24 0,5 0,248
3 0,25 0,5 0,328
4 0,25 0,5 0,313
5 0,24 0,5 0,341
Tabel 4.6 Perhitungan Uji Ketahanan Sobek Sampel Kain Rumah Sakit Bagian
Bujur
No. Area (mm2) Beban (kgf) Ketahanan Sobek (kgf/cm2)
1 0,125 0,317 253,60
2 0,12 0,248 206,67
3 0,125 0,328 262,40
4 0,125 0,313 250,40
5 0,12 0,341 284,17
b. Lintang
Tabel 4.7 Data Uji Ketahanan Sobek Sampel Kain Rumah Sakit Bagian Lintang
No. Tebal Lebar Beban
(mm) (mm) (kgf)
1 0,24 0,5 0,556
2 0,24 0,5 0,584
3 0,25 0,5 0,651
4 0,24 0,5 0,621
5 0,25 0,5 0,631
77
Tabel 4.8 Perhitungan Uji Ketahanan Sobek Sampel Kain Rumah Sakit Bagian
Lintang
No. Area (mm2) Beban (kgf) Ketahanan Sobek (kgf/cm2)
1 0,12 0,556 463.33
2 0,12 0,584 486.67
3 0,125 0,651 520.80
4 0,12 0,621 517.50
5 0,125 0,631 504.80
Tabel 4.9 Data Uji Ketahanan Minyak Pelumas pada Sampel Sol Sepatu
Tabel 4.10 Perhitungan Uji Ketahanan Minyak Pelumas pada Sampel Sol Sepatu
No. Berat di Berat di air Berat di Berat di air Hasil Uji
udara sebelum (gr) udara sesudah sesudah (gr) (%)
sebelum (gr) (gr)
1 1,87 -2,69 2,17 -2,53 16,04
2 1,79 -2,58 2,14 -2,34 19,55
3 1,85 -2,67 2,07 -2,59 11,89
4 2,15 -3,00 2,43 -2,86 13,02
5 1,95 -2,72 2,15 -2,64 10,26
78
4.1.3 Uji Ketahanan Kimia
4.1.3.1 Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap Larutan H2S04, HCl dan
NaOH
1. Larutan H2S04 97% B/V
𝐵 kg
= 97% × 1,84 = 178,48 %
𝐵 liter
1000 𝑚𝐿 × 30 %
30% 𝐻2 𝑆𝑂4 = = 168,086 𝑚𝐿
178,48 %
Tabel 4.11 Data Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap Larutan H2S04
Tabel 4.12 Perhitungan Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap
Larutan H2S04
Kode No. Berat sebelum (gram) Berat sesudah (gram) Hasil Uji (%)
Upper 1 1,4118 1,4236 0,836
2 1,1667 1,1749 0,703
3 1,4521 1,4639 0,813
Sol 1 5,8642 5,8738 0,164
2 5,6056 5,6135 0,141
3 6,4398 6,4454 0,087
79
Tabel 4.13 Data Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap Larutan HCl
Tabel 4.14 Perhitungan Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap
Larutan HCl
Kode No. Berat sebelum (gram) Berat sesudah (gram) Hasil Uji (%)
Upper 1 1,5509 1,5648 0,896
2 1,4680 1,4773 0,634
3 1,6026 1,6137 0,693
Sol 1 5,1794 5,1972 0,344
2 3,9617 3,9826 0,528
3 2,6397 2,6708 1,178
3. Larutan NaOH
gr
40 mol × 1𝐿 × 1
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 = = 40 𝑔𝑟𝑎𝑚
1
Tabel 4.15 Data Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap Larutan NaOH
80
Tabel 4.16 Perhitungan Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap
Larutan NaOH
Kode No. Berat sebelum (gram) Berat sesudah (gram) Hasil Uji (%)
Upper 1 1,6159 1,6247 0,544
2 1,2618 1,2746 1,038
3 1,3278 1,3390 0,844
Sol 1 4,9543 4,9604 0,123
2 5,8656 5,8722 0,112
3 5,2883 5,2932 0,093
Tabel 4.18 Perhitungan Uji Ketahanan Kimia Sol Sepatu terhadap Larutan Isooktan
81
1. Bagian Upper
Tabel 4.19 Hasil Uji Bengkuk Standar Bagian Upper
No. Sampel 1 2 3
Hasil Uji Tidak Retak Tidak Retak Tidak Retak
2. Bagian Sol
Tabel 4.20 Hasil Uji Bengkuk Standar Bagian Sol
No. Sampel Sebelum (mm) Sesudah (mm) Hasil Uji (mm)
1 1,6 5,24 3,64
2 1,6 7,52 5,92
3 1,6 2,34 0,74
2. Bagian Sol
Tabel 4.22 Hasil Uji Bengkuk H2SO4 Bagian Sol
No. Sampel Sebelum (mm) Sesudah (mm) Hasil Uji (mm)
1 1,6 2,45 0,85
2 1,6 2,87 1,27
3 1,6 3,24 1,64
2. Bagian Sol
Tabel 4.24 Hasil Uji Bengkuk HCl Bagian Sol
82
No. Sampel Sebelum (mm) Sesudah (mm) Hasil Uji (mm)
1 1,6 2,85 1,25
2 1,6 6,73 5,13
3 1,6 5,47 3,87
2. Bagian Sol
Tabel 4.26 Hasil Uji Bengkuk NaOH Bagian Sol
No. Sampel Sebelum (mm) Sesudah (mm) Hasil Uji (mm)
1 1,6 7,57 5,97
2 1,6 3,78 2,18
3 1,6 4,66 3,06
2. Bagian Sol
Tabel 4.28 Hasil Uji Bengkuk Asam Oleat Bagian Sol
No. Sampel Sebelum (mm) Sesudah (mm) Hasil Uji (mm)
1 1,6 23,68 22,08
2 1,6 23,68 22,08
3 1,6 24,50 22,9
83
4.1.5.1 Tinggi bagian atas sepatu
Tabel 4.29Hasil Uji Dimensi Tinggi Bagian Atas Sepatu
I II III
358 mm 361 mm 362 mm
b. Tanpa Kembangan
Tabel 4.33Hasil Uji Dimensi Tebal Bagian Bawah Sepatu Tanpa Kembangan
I II III
Tebal sol luar (mm) 6,40 6,72 6,77
Tebal hak (mm) 6,43 6,52 6,28
84
4.1.6 Pengukuran Bobot Jenis
Tabel 4.34 Hasil Uji Pengukuran Bobot Jenis
NO SAMPLE KULIT SINTETIS BOBOT JENIS (gr/cm3)
1 82 1,27
2 82 1,25
3 82 1,24
4 82 1,27
5 82 1,26
a. Ketidakpastian repeat/pegulangan
Rata rata = 1,258 gr/cm3
U pengulangan = 0,0058 gr/cm3
b. Ketidakpastian kalibrasi alat
U 95 densimeter = ± 0,0076 gr/cm3
K =2
c. Ketidakpastian gabungan = 4,8 x 10-3 gr/cm3
d. Ketidakpastian diperluas = 9,6 x 10-3 gr/cm3
85
1. 2,70 3,83 10,341 8,777 20 117 485
2. 2,67 3,91 10,4397 7,877 20 113 465
3. 2,80 3,80 10,64 7,473 20 106 430
4. 2,55 3,87 9,8685 9,540 20 105 425
5. 2,84 3,92 11,1328 10,129 20 119 495
86
2. 20 65 225
3. 20 75 275
b. Kain lintang
Tabel 4.41Hasil Uji Tarik dan Perpanjangan Putus Kain Rumah Sakit Bagian Lintang
No Tebal (mm) Fmax (kgf) Perpanjangan putus
1. 0,25 6,059 79,80
2. 0,24 7,199 115,18
3. 0,24 5,766 72,34
4. 0,25 7,274 119,03
5. 0,24 7,541 118,77
87
4.1.11 Uji Kekerasan
4.1.11.1 Uji kekerasan pada sepatu boot PVC
1. Pengujian kekerasan pada sepatu bagian atas tanpa dilanjut uji lain
Tabel 4.43 Hasil Uji Kekerasan Sepatu PVC Standar Bagian Atas
No Hasil uji (Shore A)
1. 71
2. 73
3. 71
2. Pengujian kekerasan pada sepatu boot PVC dilanjut uji kimia (𝐻2 𝑆𝑂4 30% 70 jam)
a. Pada sepatu boot PVC bagian atas
Tabel 4.44 Hasil Uji Kekerasan Sepatu PVC Rendaman H2 SO4 Bagian Atas
No Sebelum Perendaman Setelah Perendaman Hasil Uji (Shore A)
(Shore A) (Shore A)
1. 65 70 5
2. 66 69 3
3. 66 70 4
b. Pada sepatu boot PVC bagian bawah
Tabel 4.45 Hasil Uji Kekerasan Sepatu PVC Rendaman H2 SO4 Bagian Bawah
No Sebelum Perendaman Setelah Perendaman Hasil Uji (Shore A)
(Shore A) (Shore A)
1. 57 58 1
2. 57 62 5
3. 58 61 3
3. Pengujian kekerasan pada sepatu boot PVC dilanjut uji kimia dengan larutan HCl
20% 70 jam
a. Pada sepatu boot PVC bagian atas
Tabel 4.46 Hasil Uji Kekerasan Sepatu PVC Rendaman HCl Bagian Atas
No Sebelum Perendaman Setelah Perendaman Hasil Uji (Shore A)
(Shore A) (Shore A)
1. 66 69 3
2. 67 68 1
3. 66 69 3
88
b. Pada sepatu boot PVC bagian bawah
Tabel 4.47 Hasil Uji Kekerasan Sepatu PVC Rendaman HCl Bagian Bawah
No Sebelum Perendaman Setelah Perendaman Hasil Uji (Shore A)
(Shore A) (Shore A)
1. 58 59 1
2. 59 57 2
3. 59 58 1
4. Pengujian kekerasan pada sepatu boot PVC dilanjut uji kimia dengan larutan NaOH
20% 70 jam.
a. Pada sepatu boot PVC bagian atas
Tabel 4.48 Hasil Uji Kekerasan Sepatu PVC Rendaman NaOHBagian Atas
No Sebelum Perendaman Setelah Perendaman Hasil Uji (Shore A)
(Shore A) (Shore A)
1. 67 70 3
2. 67 70 3
3. 67 69 2
89
4.2 Pembahasan
4.3.1 Uji Ketahanan Sobek
Uji ketahanan sobek dilakukan untuk menguji kekuatan spesimen menahan
parameter sobek yang dinyatakan dalam besaran gaya (kilogram force).
4.2.2.1 Uji Ketahanan Sobek Sol Sepatu
Pada uji ketahanan sobek sol sepatu, digunakan cara lidah dan alat Tensile
Strength Tester merek Zwick/Roell. Setelah diukur lebar dan tebalnya, luas area
dihitung menggunakan rumus pada Pers. 3.1 dan pengujian siap dilakukan pada lima
spesimen sampel. Program pada alat diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
syarat standar, yakni modulus dan kecepatannya. Secara visual, hingga alat berhenti,
hasil pengujian menunjukan pertambahan sobekan dan menyebabkan spesimen putus
(sobek secara sempura). Dari pengujian tersebut didapatkan pula nilai beban dan
ketahanan sobekyang dinyatakan dalam Tabel 4.2. Data yang diperoleh lantas diolah
menggunakan Ms. Excel untuk dibandingkan dengan standar. Dalam pengujian
standar, akan diambil tiga nilai terbaik dari lima spesimen yang diuji.
4.2.2.2 Uji Ketahanan Sobek Kertas Daur Ulang
Pada uji ketahanan sobek kertas daur ulang, digunakan cara lidah dan alat
Tearing Tester Elemendorf. Setelah ditimbang berat dan diukur tebalnya, pengujian
dilakukan pada sampel kontrol, variasi 1, variasi 2 dan variasi 3. Pada sampel kontrol,
sobekan hasil pengujian seringkali tidak tepat mengenai bagian tengah spesimen, arah
sobekan seringkali mengenai bagian tepi spesimen. Hal ini dikarenakan sampel yang
cukup rapuh. Akibatnya, nilai beban yang didapat sangat kecil, dapat dilihat pada
Tabel 4.2. Pada variasi 1, sampel tidak serapuh sampel kontrol sehingga beberapa
spesimen, sobekannya tepat mengenai bagian tengah, dan nilai bebannya lebih besar
dibanding sampel kontrol. Untuk variasi 2, sobekan yang terjadi cukup banyak yang
mengenai bagian tengah spesimen dan nilai bebannya lebih besar dibanding sampel
variasi 1 maupun kontrol, artinya tingkat kerapuhan sampel semakin kecil. Adapun
pada sampel variasi 3, nilai beban yang dihasilkan paling besar jika dibandingkan
dengan nilai beban pada kontrol, variasi 1, maupun variasi 2. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat kerapuhan sampel variasi 3 paling kecil diantara sampel yang lain.
Akan tetapi, dari keempat sampel, kestabilan hasil uji paling tinggi adalah pada
sampel variasi 2. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat homogenitas bahan dari sampel
variasi 2 adalah yang terbaik dibanding tiga sampel lainnya. Data hasil uji sobek
90
kertas daur ulang yang diperoleh dicari grammaturenya menggunakan rumus pada
Pers. 3.2-3.4, beban dalam satuan miliNewton, dan hasil ujinya (Tabel 4.12). Lantas
data tersebut diolah menggunakan Ms. Excel untuk dianalisis dan dibandingkan
dengan standar. Dalam pengujian standar, akan diambil tiga nilai terbaik dari lima
spesimen yang diuji.
Pada uji ketahanan sobek sampel kain rumah sakit, digunakan cara lidah dan
alat Tensile Strength Tester merek Zwick/Roell. Setelah preparasi sampel dan
pengukuran tebal, luas area dihitung menggunakan rumus pada Pers. 3.5 dan
pengujian dilakukan pada lima spesimen sampel bagian lintang dan lima spesimen
bagian bujur. Berdasarkan hasil visual dan modulus perpanjangannya, pengujian
menunjukan bahwa bagian bujur lebih mudah sobek dibanding bagian lintang,
(modulus perpanjangan bagian lintang lebih besar, lih. Tabel 4.13 dan 4.14 ). Hal ini
dikarenakan pada bagian lintang, arah sobekan melawan serat benang sehingga sulit
untuk sobek dan pada bagian bujur arah sobekan sejajar dengan serat benang,
sehingga lebih mudah sobek. Data hasil uji sobek yang diperoleh lantas diolah
menggunakan Ms. Excel untuk dianalisis dan dibandingkan dengan standar. Dalam
pengujian standar, akan diambil tiga nilai terbaik dari lima spesimen yang diuji.
91
4.2.4 Uji Ketahanan Kimia
Uji ketahanan kimia dilakukan untuk menguji efek perendaman sampel dalam
larutan kimia. Uji kimia ini sangat berhubungan dengan parameter uji lain, seperti
timbangan berat, uji kekerasan dan uji bengkuk. Dalam pengujian ini akan
dibandingkan efek perendaman sampel yang diuji terhadap parameter tersebut dengan
sampel yang tidak mengalami perendaman.
4.3.3.1 Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap Larutan H2S04, HCl dan
NaOH
Uji ketahanan kimia ini dilakukan untuk memenuhi syarat pengujian sepatu
bot PVC terhadap larutan kimia (SNI 1547-2017). Sebelum dilakukan perendaman,
sampel ditimbang berat dan diukur kekerasannya. Setelah dilakukan perendaman
selama 70 jam, secara visual, sampel H2S04 yang direndam tidak mengalami
perubahan fisik yang signifikan, begitupun pada sampel yang direndam larutan HCl
dan NaOH. Perbedaan yang terlihat dari ketiganya hanya pada kelunturan tinta spidol
di permukaan sampel. Pada perendaman H2S04, tulisan pada sampel menjadi tidak
jelas (luntur), sedangkan pada perendaman HCl dan NaOH tulisan pada sampel masih
cukup jelas. Artinya, dari ketiga larutan yang digunakan untuk merendam, larutan
H2S04bersifat paling korosif. Sampel yang telah direndam akan ditimbang kembali,
diuji bengkuk dan diuji kekerasannya. Pada perendaman larutan H2S04, HCl, maupun
NaOH,berat sesudah perendaman lebih berat dibanding berat sebelum, baik pada
bagian sol maupun upper (Tabel 4.6-4.8). Hal ini menunjukkan bahwa selama
perendaman, sampel menyerap larutan kimia. Perubahan berat tersebut dicari hasil
ujinya menggunakan rumus pada Pers. 3.9, 3.12, 3.15, dan direpresentasikan dalam
bentuk persen (Tabel 4.16-4.18). Semakin besar persentase hasil ujinya, semakin kecil
ketahanan sampel terhadap rendaman larutan tersebut. Untuk hasil uji bengkuk dan uji
kekerasan akibat efek perendaman akan dibahas pada pembahasan uji bengkuk
berikut analisa terhadap standar acuannya (SNI 1547-2017).
4.3.3.2 Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap Larutan Asam Oleat
Pada uji ketahanan kimia terhadap larutan Asam oleat, sampel tidak perlu
ditimbang beratnya maupun diuji kekerasannya, karena efek perendaman asam oleat
hanya akan diuji bengkuknya saja. Setelah dilakukan perendaman selama 120 jam,
secara visual, sampel yang direndam mengalami perubahan fisik yang signifikan
92
yakni, sampel menjadi sangat kaku dan tinta tulisan pada sampel menjadi sangat tidak
jelas. Sampel tersebut akan diuji bengkuk dan hasilnya akan dibahas pada
pembahasan uji bengkuk berikut analisa terhadap standar acuannya (SNI 1547-2017).
Uji ketahanan kimia ini dilakukan untuk memenuhi syarat pengujian sol
sepatu terhadap larutan kimia ISO 1517-2015. Sebelum dilakukan perendaman,
spesimen ditimbang terlebih dahulu beratnya di udara maupun di dalam air. Sesudah
dilakukan perendaman selama 24 jam, spesimen diangkat dan ditimbang lagi
beratnya. Berat sebelum perendaman dan sesudah perendam tidak jauh berbeda,
hanya beberapa spesimen yang mengalami pertambahan berat. Artinya, sampel tidak
begitu menyerap larutan isooktan selama perendaman. Data yang diperoleh
ditentukan hasil ujinya menggunakan rumus pada Pers. 3.16 dan dinyatakan dalam
bentuk persen (Tabel 4.19). Semakin kecil nilai persentasenya, semakin tahan pula sol
sepatu terhadap larutan isooktan. Pada hasil uji yang didapat, terdapat 4 spesimen
yang memiliki persentase sebesar 0%. Artinya, tidak ada pengaruh rendaman isooktan
terhadap perubahan berat sampel. Hal ini juga dikarenakan waktu perendaman yang
hanya sebentar, yakni hanya 24 jam. Data yang didapat, lantas diolah menggunakan
Ms. Excel untuk dibandingkan dengan standar yang menjadi acuan pengujiannya
(ISO 1517-2015). Dalam pengujian standar, akan diambil tiga nilai terbaik dari lima
spesimen yang diuji.
93
6 mm. Untuk bagian boot upper, material yang memenuhi standar dapat dilihat
melalui retak atau tidaknya material tersebut setelah diberi bengkungan.
Kemudian, sample dipasang ke dalam alat uji bengkung yang telah di setup
150.000 bengkungan. Dari sample yang diuji terhadap larutan H2SO4 terlihat bahwa
material boot upper tidak retak setelah adanya perlakuan bengkungan 150.000
bengkungan. Hal ini menandakan bahwa material tersebut memenuhi standar yang
ada. Kemudian untuk bagian solnya, diperoleh perluasannya yaitu 3,64;5,92;0,74 mm,
maka dari itu sample tersebut memenuhi standar yang ada yaitu tidak lebih dari 6 mm.
Kemudian, sample yang diuji terhadap larutan HCI terlihat bahwa material
boot upper tidak retak setelah adanya perlakuan bengkungan 150.000 bengkungan.
Hal ini menandakan bahwa material tersebut memenuhi standar yang ada. Kemudian
untuk bagian solnya, diperoleh perluasannya yaitu 1,25;5,13;3,87 mm, maka dari itu
sample tersebut memenuhi standar yang ada yaitu tidak lebih dari 6 mm.
Kemudian, sample yang diuji terhadap larutan NaOH terlihat bahwa material
boot upper tidak retak setelah adanya perlakuan bengkungan 150.000 bengkungan.
Hal ini menandakan bahwa material tersebut memenuhi standar yang ada. Kemudian
untuk bagian solnya, diperoleh perluasannya yaitu 5,97;2,18;3,06 mm, maka dari itu
sample tersebut memenuhi standar yang ada yaitu tidak lebih dari 6 mm.
Kemudian, sample yang diuji terhadap larutan Asam Oleat terlihat bahwa
material boot upper retak setelah adanya perlakuan bengkungan 150.000 bengkungan.
Hal ini menandakan bahwa material tersebut tidak memenuhi standar yang ada.
Kemudian untuk bagian solnya, diperoleh perluasannya yaitu 22,08;22,08;22,90 mm,
maka dari itu sample tersebut tidak memenuhi standar yang ada yaitu tidak lebih dari
6 mm.
4.2.6 Uji Dimensi Sepatu
Pada uji dimensi sepatu, pengukuran dilakukan sesuai dengan acuan yaitu SNI
1547:2017 untuk sepatu boot PVC. Berdasarkan SNI tersebut dimensi yang harus
diukur adalah Tinggi Bagian Atas Sepatu; Tebal Bagian Atas Sepatu; Tebal Foksing;
dan Tebal Bagian Bawah Sepatu. Hasil pengukuran yang didapat untuk Tinggi bagian
atas sepatu adalah 358;361;362 mm. Berdasarkan SNI, Tinggi bagian atas sepatu
yaitu untuk pria: 330 s.d 429 mm dan untuk wanita: 280 s.d 380 mm, sehingga sample
tersebut memenuhi standar yang ada. Kemudian untuk Tebal Bagian Atas Sepatu
diperoleh hasil pengukuran yaitu 2,54;2,35;2,13 mm dan hasil tersebut telah
memenuhi standar yang ada yaitu sebesar minimum 1,5 mm.
94
Selanjutnya untuk Tebal Foksing, pengukuran dilakukan di 3 tempat berbeda
yaitu di depan jari-jari dengan hasil pengukuran 4,21;4,32;6,39 mm, di bagian atas
hak dengan hasil pengukuran 2,49;2,76;2,56 mm, serta di bagian lain dengan hasil
pengukuran 3,05;2,94;2,77 mm. Dengan hasil pengukuran diatas maka sample sepatu
boot pvc tersebut telah memenuhi standar yang ada yaitu sebesar minimum 4,0 mm
untuk bagian depan jari-jari dan bagian atas hak, sementara standar untuk tebal
foksing di bagian lain adalah minimum 3,0 mm. Terakhir adalah pengukuran untuk
Tebal Bagian Bawah Sepatu dengan dan tanpa kembangan. Bagian yang diukur
adalah tebal sol luar dan tebal hak. Hasil yang diperoleh untuk dengan kembangan
yaitu 11,50;11,54;11,34 mm untuk tebal sol luar dan 21,60;20,96;21,22 mm untuk
tebal hak. Kemudian, hasil yang diperoleh untuk tanpa kembangan yaitu
6,40;6,72;6,77 mm untuk tebal sol luar dan 6,43;6,52;6,28 mm untuk tebal hak.
Dengan hasil yang diperoleh tersebut, maka sample sepatu boot pvc tersebut tidak
memenuhi standar yang ada.
4.2.7 Uji Dimensi Karung
Dimensi yang harus diukur adalah Panjang, Lebar, Nomor pita, Jumlah
anyaman arah horizontal dan vertikal, Jumlah jahitan per 10cm, Lebar Lipatan jahitan,
Jarak jahitan dari tepi lipatan serta Panjang ekor jahitan. Standar untuk pengukuran
dimensi karung dapat dilihat pada ISO 23560:2015 dan SNI ISO 7211-5:2010.
4.2.8 Uji Dimensi Ban
Untuk pengukuran dimensi pada Ban, dimensi yang harus diukur adalah
Lebar, Keliling dan Keausan (TWI). Dalam pengukuran lebar, alat yang digunakan
adalah jangka sorong. Benda uji diukur pada bagian tengah benda uji. Pengukuran di
lakukan di 3 tempat berbeda. Kemudian setelah diperoleh lebar maka dapat diketahui
diameternya. Dalam pengukuran keliling, alat yang digunakan adalah meteran.
Pengukuran di lakukan di 3 tempat berbeda pada benda uji. Dalam Pengukuran TWI
(keausan), diukur TWI dalam dan TWI luar menggunakan alat untuk mengukur TWI
(keausan).
4.2.9 Pengukuran Bobot Jenis
Bobot jenis adalah rasio bobot suatu zat terhadap bobot zat baku yang volume
dan suhunya sama dan dinyatakan dalam desimal. Antara kerapatan (density) dan
bobot jenis memiliki perbedaan. Kerapatan adalah massa per satuan volume, yaitu
bobot per satuan volume. Contohnya, 1 ml raksa berbobot 13,6 g dengan demikian
kerapatannya (density) adalah 13,6 g/ml. Jika kerapatan dinyatakan sebagai satuan
95
bobot dan volume, maka bobot jenis merupakan bilangan abstrak. Bobot jenis
menggambarkan hubungan antara bobot suatu zat terhadap bobot suatu zat baku.
Contohnya air, yang merupakan zat baku untuk sebagian besar perhitungan dalam
farmasi dengan bobot jenis 1,00. Sebagai perbandingan, bobot jenis gliserin adalah
1,25 artinya bobot gliserin 1,25 kali bobot volume air yang setara. Dalam
penerapannya di Farmasi bobot jenis digunakan untuk mengubah pernyataan kekuatan
dalam b/b, b/v, dan v/v. Bobot jenis dapat digunakan untuk : mengetahui kepekaan
suatu zat, mengetahui kemurnian suatu zat, mengetahui jenis zat. Misal bobot jenis =
1→ air, bobot jenis < 1→ zat yang mudah menguap, bobot jenis > 1→ sirup – pulvis.
Pengukuran bobot jenis yang dilakukan dalam laboratorium pengujian
BBKKP dilakukan sebagai salah satu rposedur dalam berbagai uji sample. Antara lain
dalam uji kikis, uji tarik dan sobek, maupun uji lainnya untuk menentukan struktur
kerapatan sample itu sendiri. Dalam pengukuran bobot jenis yang dilakukan di
laboratorium ini menggunakan alat densimeter yang merupakan alat untuk mengukur
kerapatan zat cair secara langsung. Dalam pengukuran bobot jenis sample, bagian
yang diamil adalah bagian yang murni bahan produk sample. Apabila ada bahan lain
misal dekorasi, lem, jahitan maupun yang lainya harus dibersihkan agar pengukuran
bobot jenis sample tidak dipengaruhi oleh bobot jenis bahan tersebut. Selain itu berat
minimum sample ± 2 gram. Hal ini bertujuan agar sample tidak terlalu ringan
sehingga saat dimasukkan kedalam densimeter, sample tidak bergerak gerak sehingga
membuat pembacaan pada densimeter berubah ubah. Hal ini akan menyulitkan
penguji dalam menentukan bobot jenis yang terbaca pada alat.
Densitimeter harus dalam keadaan stabil atau ter tera dengan baik. Dimana
penunjukkan bobot jenis adalah 1 gr/cm3 yang merupakan bobot jenis aquades dalam
densimeter. Selain itu logam penahan sample dalam desnsimeter harus berada
dibawah permukaan air. Pengukuran bobot jenis yang dilakukan tentu tidak akurat
dikarenakan banyak faktor ketidakpastian yang mempengaruhi pengukuran. Antara
lain ketidakpastian dalam pengulangan pengukuran, ketidakpastian kalibrasi alat dan
juga faktor penguji dan lingkungan. Faktor penguji antara lain paralaks yakni
kesalahan pembacaan skala yang ditunjuk oleh alat misalkan pada sample yang tidak
stabil sehingga bergerak gerak dan skala pembacaan alat berubah ubah sehingga
sangat bergantung pada penglihatan penguji untuk menentukan berapa bobot jenis
yang ditunjukkan alat. Selain itu lingungan juga mempengaruhi pembacaan alat
96
dikarenakan densimeter mudah terpengaruh suhu lingkungan, kelembaban, debu,
benda magnet, asam dll sehingga kondisi lingkungannya harus terjaga.
4.2.10 Uji Breaking Energy
Uji energy breaking merupakan salah satu syarat uji kelayakan ban yang
dilakukan untuk mengetahui seberapa kuat ban menahan energy yang dapat merusak
ban yang dihasilkan dari benda-benda dari luar seperti batu, kayu, besi, permukaan
jalan yang tidak rata, dll. Pada saat penggunaan pada kendaraan bermotor tentu saja
ban mengalami dorongan energy yang dapat berasal dari beban kendaraan itu sendiri
maupun hambatan pada jalan yang dilalui. Dalam SNI ban terdapat syarat besarnya
energy breaking suatu ban untuk dinyatakan layak digunakan. Energy breaking yang
tertera pada SNI berbeda beda bergantung pada jenis ban yang diketahui dari uji
dimensi dan verifikasi yang sudah dijelaskan. Komponen verifikasi ban yan
digunakan untuk menentukan nilai breaking energy ban antara lain
1. Diameter nominal pelek
2. Lebar nominal ban
3. Jenis material yang digunakan ban
4. Jenis bias ban/radial ban
5. Beban maksimum ban
6. Banyaknya lapisan penyusun ban
7. Jenis ban apakah tubeless atau tidak dan lain sebagainya
Pada SNI terdapat tabel kesesuaian antara syarat diatas dengan nilai breaking energy.
Dalam uji breaking energy, bagian ban yang ditusuk idealnya adalah seperti gambar
berikut:
97
Verifikasi yang dilakukan adalah menyatakan kesesuaian apakah beban maksimum
yang tercantum pada ban sesuai dengan besarnya breaking energy ban. Karena
breaking energy sebenarnya adalah energi yang dikenakan pada ban karena adanya
tumpuan beban pada ban.
Apabila dalam uji breaking energy ban mengalami kerusakan, misal ban
sobek/bocor saat ditusuk dengan jarum maka ban tersebut dinyatakan tidak lolos uji.
Selain itu ban juga disebut tidak lolos uji apabila breaking energy ban tidak mencapai
standar/dibawah standar SNI yang dijadikan acuan. Misalkan pada sample yang diji
hasil verifikasi ban menunjukkan bahwa ban tersebut memiliki tipe dan ukuran
tertentu, Dari hasil verifikasi apabila disesuaikan dengan SNI maka akan diperoleh
breakig energy minimum yang harus dimiliki ban agarlolos uji. Hasil uji breaking
energy pada mesin dibandingan dengan breaking energy minimum yang diperoleh
dari SNI yang berlaku. Apabila dibandingkan dengan standar maka sample uji
tersebut dinyatakan lolos uji karena memiliki nilai breaking energy diatas standar.
Sehingga dapat dikatakan bahwa ban tersebut mampu untuk menahan beban tumpuan
dengan energi maksimum, sesuai dengan yang tertera pada bagian luar ban. Breaking
energy juga dapat digunakan sebagai validasi berbagai komponen pada hasil verifikasi
ban. Apakah hasil verifikasi tersebut sesuai dengan penggunaannya atau tidak.
4.2.11 Uji Ozon
Ozon (O3) merupakan bentuk oksigen yang sangat reaktif. Gas berwarna biru
pucat yang beracun, dengan bau yang menyengat mirip dengan klorin dan sifat
pengoksidasi kuat, dapat terbentuk secara alamiah atau akibat ulah manusia. Ozon
dapat memiliki pengaruh baik dan buruk bag kehidupan di bumi. Hal ini karena
bergantung pada letak ozon dalam atmosfer, ozon dapat memengaruhi kehidupan di
bumi dengan cara yang baik dan buruk. Saat muncul di lapisan yang jauh tinggi
(bagian dari stratosfer dengan konsentrasi ozon yang lebih tinggi, 2 hingga 8 ppm),
ozon sebenarnya merupakan hal yang baik karena membantu mencegah sinar
ultraviolet yang merusak mencapai permukaan bumi. Saat ozon yang sama berada di
permukaan tanah, ozon menjadi bahaya pernapasan serius). Alasan mengapa sangat
berbahaya di udara yang kita hirup adalah bahwa sebagai oksidan yang kuat, ozon
dapat merusak jaringan mukosa dan pernapasan manusia, binatang, dan tumbuhan
saat konsentrasinya di atas 50 ppb.
Sumber utama ozon permukaan tanah di dalam ruangan adalah dari udara
yang terbawa masuk dari luar ruangan, penyebab utamanya adalah gas buang mobil.
98
Itulah sebabnya mengapa pada hari-hari saat ozon di luar lebih tinggi, seperti hari
musim panas; mengakibatkan tingkat ozon dalam ruangan lebih tinggi. Konsentrasi
ozon dapat lebih rendah di dalam ruangan daripada di luar ruangan, tetapi kita juga
menghabiskan lebih banyak waktu di dalam, yang menyebabkan mengapa jumlah
ozon yang rendah pun dapat memiliki dampak yang berpotensi negatif.Ozon tidak
hanya berbahaya bagi makhluk hidup namun juga benda mati, sifat ozon sebagai
oksida yang kuat dapat merusak struktur fisik/kimiawi suatu materi yang dikenainya.
Produk2 yang dihasilakn suatu perusahaan misalkan sepatu, bantalan rel, dll tentunya
ditempatkan pada udara luar dimana terdapat ozon dalam kandungan udara yang
dapat mengenai produk. Atas dasar hal ini maka dilakukan uji ozon yang merupakan
simulasi aparan ozon yang dikenakan pada sample.
Uji paparan ozon pada sample dilakukan untuk mengetahu bagaimana daya
kekuatan sample apabila ditempatkan pada lingkungan luar yang tentunya memiliki
kadar ozon dalam udara. 5 pphm paparan ozon yang dikenakan pada sample selama
48 jam merupakan simulasi paparan ozon pada sample di lingkungan luar dalam
rentan waktu tertentu. Ozon memiliki sifat dapat merusak struktur fisik/kimiawi suatu
materi yang dikenainya. Sehingga dalan pengujian ini saat sample dikenai paparan
ozon maka sifat kimia dalam sample dapat berubah seperti ikatan carbon dalam
sample yang dapat mengubah sifat sample seperti kekuatannya, keelastisannya dll.
Ozon juga dapat membuat sample mengalami perubahan fisik seperti retak pada
bahan, sobek, bahkan putus karena tidak mampu menahan paparan ozon yang
diberikan.
Uji dilakukan dengan memasukkan sample pada Mesin ozone climate
simulator SIM 6300-T. Mesin ini merupakan simulator paparan ozon yang terdapat
dalam udara. Suhu, konsenstrasi paparan ozon dan waktu paparan dapat diatur. Alat
ini berbahaya bagi tubuh apabila terkena paparan ozon langsung saat mesin
dijalankan. Saat mesin dinyalakan sirine merah akan menyala hal ini menandakan
bahwa mesin dalam keadaan berbahaya dengan tingkat paparan ozon yang tinggi,
sehingga mesin tidak boleh dibuka karena apabila ozon mengenai tubuh akan
memberikan berbagai efek yang berbahaya. Antara lain iritasi mata, kulit kering, dan
berbagai gangguan pernafasan seperti asma, bronkitis emfisema dan lain sebagainya.
Pada uji yang dilakukan, sample yangsemula mempunyai keadaan fisik yang
baik baik, setelah dikenai ozon memiliki keretakan pada pinggiran badannya. Hal ini
menyatakan bahwa mungkin saja sifat fisik dan kimiawi sample berubah sehingga
99
muncul retak pada sample. Keretakan yang muncul pada sample yang diuji tidak
terlalu nampak dengan mata telanjang, dengan kaca pembesar pun masih kurang jelas
untuk melihat kerusakan pada sample. Jika dibandingkan dnegan SNI yang tertera
tingkat kerusakan pada sample ini masih tertoleransi. Sample dianggap dapat bertahan
dengan baik saat dikenai paparan ozon 5 pphm selama 48 jam. Ozon yang mengenai
sample tidak cukup mampu untuk merusak struktur sample secara penuh atau
signifikan. Sehingga sample yang diuji dinyatakan baik dalam menahan paparan ozon.
4.2.12 Uji Tarik dan Perpanjangan Putus
Pengujian kuat tarik pada sample dilakukan untuk menentukan kemampuan
produk karet dan kulit dapat dilakukan penarikan dengan beban maksimal tertentu.
Sedangkan pengukuran perpanjangan putus dilakukan untuk mengukur seberapa
panjang suatu produk dapat mengalami perpanjangan ketika proses penarikan
dilakukan. Pada uji kuat tarik, semakin besar beban maksimal yang dibutuhkan untuk
menarik produk agar putus berarti semakin baik pula kualitas dari produk tersebut.
Pada pengukuran perpanjangan putus, semakin besar selisih panjang sample produk
sebelum dengan sesudah penarikan maka semakin baik kualitas produk tersebut.
Pada pengujian kuat tarik dibutuhkan modulus tertentu pada saat penyetelan
alat uji kuat tarik yang digunakan. Modulus disetel dengan memperkirakan kekuatan
tarikan dan perpanjangan putus yang mungkin dicapai suatu sample untuk putus.
Penyetelan alat pada uji kuat tarik sample sepatu boot PVC sesuai SNI 1547:2017
dibutuhkan modulus 100%. Modulus 100% dicapai pada saat panjang cuplikan awal
ditambah 100% dari panjang awal cuplikan dan merupakan saat dimana gaya atau
bebannya dicatat sebagai data. Jika modulus 200% yang digunakan maka pencatatan
data dilakukan ketika panjang cuplikan sampel telah mencapai panjang awal cuplikan
ditambah 200% dari panjang awal cuplikan sampel.
Setelah dilakukan pengujian maka didapatkan data area cuplikan dan beban
maksimal ketika cuplikan putus. Data tersebut kemudian dihitung menggunakan
program dan diambil 3 data terbaik dari total 5 data. Menurut persyaratan mutu pada
SNI 1547:2017 untuk sepatu boot PVC, uji kekuatan tarik memiliki syarat 1,3 s.d 4,6
MPa untuk bagian atas sepatu dan 2,1 s.d 5 MPa. Setelah dihitung, didapatkan 3 data
terbaik untuk bagian atas sepatu yaitu 4,748 MPa, 4,705 MPa, dan 4,679 MPa. Ketiga
hasil tersebut yang paling mendekati dengan persyaratan SNI namun telah melampaui
syarat yang ada. Hal tersebut berarti bahwa untuk kekuatan tarik sample sepatu boot
PVC bagian atas tidak memenuhi persyaratan SNI. Sedangkan pada sample sol luar
100
didapatkan data hasil uji antara lain 2,643 MPa, 2,662 MPa, dan 2,505 MPa. Ketiga
data tersebut menunjukkan bahwa sample sol luar mempunyai kekuatan tarik yang
memenuhi syarat SNI.
Menurut SNI 1547:2017, perpanjangan putus bagian atas sepatu minimum 250
% dan minimum 300% untuk sol luar. Setelah dilakukan uji tarik, didapatkan data
perpanjangan putus bagian atas sepatu antara lain 325 %, 320 %, dan 300%.
Sedangkan data perpanjangan putus untuk sol luar sepatu antara lain 230%, 225%,
dan 275%. Dari data-data tersebut dapat dikatakan sample sepatu bagian atas telah
memenuhi persyaratan perpanjangan putus dari SNI tetapi sample sol luar tidak
memenuhi persyaratan.
Selain sepatu boot PVC, terdapat sample-sample lainnya yang dilakukan uji
kekuatan tarik. Namun tidak semua sample dilakukan uji perpanjangan putus. Pada
sample kain rumah sakit yang telah dipotong dalam dua bagian. Dua bagian tersebut
ialah kain membujur dan melintang. Pada uji tarik ini, akan dibandingkan beban
maksimal yang dibutuhkan masing-masing kain untuk putus dan seberapa panjang
dari perpanjangan putusnya. Pada tabel dapat diamati bahwa Fmax yang dicapai kain
bujur lebih besar dari pada kain lintang. Begitu pula perpanjangan putusnya,
perpanjangan putus kain lintang lebih pendek dari kain lintang. Data tersebut dapat
dijelaskan secara fisis disebabkan oleh alur serat-serat kain tersebut. Pada kain lintang
dimana serat-seratnya memiliki arah vertikal, serat tersebut searah dengan arah
penarikan sample oleh alat sehingga akan lebih mudah putus daripada kain bujur.
Kain bujur yang mempunyai serat berarah horizontal memberikan hambatan pada saat
dilakukan penarikan sehingga beban yang dibutuhkan untuk putus (Fmax) lebih besar.
Apabila beban maksimalnya lebih besar maka begitu pula dengan perpanjangan
putusnya semakin panjang.
4.2.13 Uji Kikis Produk Sol Sepatu
Pengujian kikis adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui berat
sampel yang terkikis setelah dikikis menggunakan alat kikis dengan mengikuti
metode yang disediakan. Alat yang digunakan Abrassion Tester untuk mengikis
sample kemudian ditimbang beratnya menggunakan Analytic Balance. Berdasarkan
metode yang digunakan, salah satu permukaan sample dikikis dalam satu kali
jalannya alat. Kemudian dicari berat terkikisnya dengan cara mencari selisih berat
sebelum dan sesudah pengikisan. Hasilnya dapat jelas diamati bahwa berat sesudah
yang didapat lebih ringan daripada berat sebelum dikikis. Hal itu disebabkan karena
101
pengikisan ialah proses memberikan gesekan pada permukaan sampel menggunakan
amplas dengan kecepatan tertentu sehingga permukaan sampel terkikis.
4.2.14 Uji Kekerasan
Pengujian kekerasan ialah pengujian yang dilakukan untuk menguji tingkat
kekerasan dari sample produk. Pada uji ini digunakan alat uji kekerasan jenis Shore A.
Alat uji tersebut cocok digunakan untuk menguji sample berupa lembaran vulkanisir.
Pada sepatu boot PVC dilakukan uji kekerasan pada sepatu bagian atas dan bawah.
Pada saat keadaan normal dan dipengaruhi zat kimia, sample diukur kekerasannya.
Menurut SNI 1547:2017, standar kekerasan sepatu bagian atas pada rentang 50-75
shore A. Untuk sepatu yang dilakukan uji kimia (H2 SO4 , HCl, dan NaOH), standar
perubahan kekerasannya maksimum 10. Setelah dilakukan pengukuran kekerasan,
didapatkan bahwa sampel sepatu boot PVC yang digunakan telah memenuhi
persyaratan dalam SNI.
Apabila diamati dari data kekerasan sample pada uji kimia, maka tingkat
kekerasan dari sample produk mengalami dapat mengalami penurunan dan kenaikan
tingkat kekerasan. Namun secara umum, sample mengalami kenaikan tingkat
kekerasan setelah dilakukan perendaman menggunakan bahan kimia. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa adanya perendaman zat kimia menyebabkan kekerasan sample
produk bertambah.
102
BAB V
5.1 Kesimpulan
1. Mahasiswa telah memahami metode pengujian produk berbahan kulit, karet, dan plastik
serta metode praktis dalam ilmu pengujian berikut analisisnya.
2. Mahasiswa telah memahami metode kalibrasi besaran-besaran pokok dan turunan serta
metode praktis dalam ilmu pengukuran.
3. Mahasiswa telah dapat mengasah intuisi fisisnya lewat pembelajaran secara praktis.
4. Mahasiswa telah dapat memperoleh gambaran dunia kerja khusunya industri sehingga
dapat menambah wawasannya
5. Mahasiswa telah dapat memenuhi SKS mata kuliah Kerja Praktik di Prodi Fisika,
Departemen Fisika, FMIPA, UGM
5.2 Saran
Pengujian dilakukan secara beruntut mulai dari penerimaan sampai sertifikasi
sehingga dapat lebih dipahami prosesnya dengan baik
103
DAFTAR PUSTAKA
104
14. NIST Special Publication 960-12, Stopwatch and Timer Calibrations (2009 Edition)
15. SNI 1547:2017, Sepatu bot PVC cetak tahan kimia
16. Suplemen DP.01.23: Suplemen 1 Pedoman Evaluasi Ketidakpastian Pengukuran
17. Tim Penulis PS.2008.Panduan Lengkap Karet.Jakarta:Penebar Swadaya
18. Yuda, I Gusti Ngurah Hari. Angka Penting.
http://www.mediabali.net/fisika_hypermedia/angka_penting.html
105
LAMPIRAN
106
30 2.042 67 1.996 104 1.963
31 2.040 68 1.995 105 1.962
32 2.037 70 1.994 106 1.961
33 2.035 72 1.993 107 1.960
Preparasi sample uji sepatu boot PVC Sample uji sepatu boot PVC
Pengujian kimia dengan proses perendaman Pemasangan sample untuk uji bengkuk
107
Penimbangan sample uji kimia Penirisan sample uji kimia
Persiapan uji bengkuk sepatu boot PVC Uji bengkuk sepatu boot PVC bagian upper
bagian sol
108
Sample sepatu boot PVC setelah uji bengkuk Preparasi sample uji bengkuk
Pengukuran tebal sample sepatu boot PVC Pengukuran dimensi sepatu boot PVC
untuk uji tarik
109
Proses uji sobek sample ban dalam Proses uji sobek sample ban dalam
Sample uji tarik dan sobek ban dalam Proses uji tarik sample ban dalam
110
Grafik hasil uji tarik Mengukur dimensi sample karung
Sample kertas 3 variasi untuk uji sobek dan Alat untuk uji sobek sample kertas
tarik
Preparasi mesin untuk uji tarik sample kertas Sample kulit sintetis untuk uji tarik,sobek
111
Preparasi sample dengan perpanjangan tetap Alat untuk pengusangan sample (oven
untuk pengusangan pengusangan)
Sample ban dalam hasil pengusangan Uji tarik sample ban dalam hasil
pengusangan
112
Mengukur kekerasan sample bantalan crane Alat uji kekerasan sample
113
Preparasi sample ban untuk uji ozon dengan Proses uji ozon sample ban
perpanjangan tetap
114
Kalibrasi neraca elektronik Anak timbang kelas E2 dengan massa 100 g
115
Kalibrasi buret
116