Anda di halaman 1dari 116

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu pengetahuan fisika dan aplikasinya kian hari kian


berkembang dengan pesat. Ilmu fisika yang dahulu lebih banyak
dipahami secara fundamental, saat ini terus dikaji dan dikembangkan
kedalam sub-sub bidang yang manfaatnya dapat dirasakan oleh penduduk
di dunia. Salah satunya adalah aplikasi ilmu fisika dalam dunia teknologi.
Kini, teknologi kian merambah tiap lini kehidupan masyarkat, baik
elektronik maupun mekanik. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah
perkembangan ilmu tersebut tidak terlepas dari hasil penelitian yang
dilakukan akademisi dalam kurun waktu tertentu.

Sebagai seorang akademisi, mahasiswa memiliki andil dalam


pengembangan teknologi tersebut, baik dalam sub bidang laboratorium
maupun dunia kerja nantinya. Kendati demikian, sebelum memahami
pengembangan lebih lanjut, mahasiswa harus memahami konsep ilmu
yang akan dikembangkannya. Ilmu tersebut dapat dipelajari dari
Perguruan Tinggi. Selain pemahaman secara konseptual, mahasiswa
butuh keilmuan secara praktis agar menunjang intuisinya dalam
penelitian. Keilmuan yang praktis itu dapat diperoleh melalui kegiatan
Kerja Praktik.

Ruang lingkup industri tidak terlepas dari perkembangan teknologi.


Alat yang digunakan dalam perindustrian merupakan bagian dari
teknologi itu sendiri. Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik (BBKKP)
merupakan suatu badan di bawah Kementrian Perindustrian yang
melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, kerjasama,
standarisasi, pengujian, sertifikasi, kalibrasi dan pengembangan
kompetensi industri kulit, karet dan plastik. Bidang pengujian dan
kalibrasi sendiri merupakan salah satu bagian yang dipelajari dalam Ilmu
1
Fisika. Dua bidang tersebut berhubungan dengan intuisi dan analisis
secara fisis. Maka kegiatan kerja praktek di BBKKP bagi mahasiswa
fisika dianggap dapat menunjang keilmuan praktis yang sudah
disinggung sebelumnya.

Kerja Praktek mengenai pegujian dan kalibrasi tersebut dilakukan di


Balai Besar Kulit Karet dan Plastik (BBKKP) Yogyakarta Bidang
PASKAL (Pengujian, Sertifikasi dan Kalibrasi) khususnya di
Laboratorium Uji Produk Kulit Karet dan Plastik dan Laboratorium
Kalibrasi. Pengujian produk baik itu dari bahan kulit, karet maupun
plastik merupakan upaya membandingkan hasil uji produk tersebut
dengan parameter-parameter tertentu yang kemudian dibandingkan
dengan standar yang menjadi acuan pihak terkait sehingga dapat
disimpulkan bahwa produk tersebut sesuai/memenuhi standar atau tidak.
Kalibrasi sendiri merupakan kegiatan membandingkan nilai besaran
terukur dari suatu alat dengan standar yang telah diakui oleh lembaga
yang terpercaya sehingga diperoleh ketidakpastian dari alat tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Pengenalan ruang lingkup kerja yang mencakup prosedur pengujian dan
kalibrasi serta pemahaman cara kerja alat pengujian dan kalibrasi secara
umum.
1.2.2 Memahami konsep penerapan peralatan, sistem, metode serta analisis
pengujian dan kalibrasi terhadap standar yang menjadi acuannya.

1.3 Tujuan
1.3.1 Mahasiswa dapat memahami metode pengujian produk berbahan kulit,
karet dan plastik serta metode praktis dalam ilmu pengujian berikut
analisisnya.
1.3.2 Mahasiswa dapat memahami metode kalibrasi besaran-besaran pokok
dan turunan serta metode praktis dalam ilmu pengukuran.

2
1.3.3 Mahasiswa dapat mengasah intuisi fisisnya lewat pembelajaran secara
praktis.
1.3.4 Mahasiswa dapat memperoleh gambaran dunia kerja khususnya industri
sehingga dapat menambah wawasannya.
1.3.5 Mahasiswa dapat memenuhi SKS mata kuliah Kerja Praktik di Prodi
Fisika, Departemen Fisika, FMIPA, UGM.
1.4 Profil singkat instansi
1.4.1 Sejarah
Pada tahun 1972 didirikan di Bogor bernama Leerloirij in
Lederbewerking Stichting met Het Laboratorium Voor Lederbewerking
en Schoen Makerij is een Van Drie Centrale Nijverheldsvoor Lichting :
Departement van Economische Zaken. Kemudian pada tahun 1935
pindah ke Yogyakarta di Jalan Diponegoro dengan nama Laboratorium
voor Lederbewerking en Schoemakerij dan pada tahun 1958 pindah di
Jalan Sokonandi No. 9 dengan nama Balai Penyelidikan Kulit.
Berdasarkan SK BPU PNPR No.142/Sek/BPU/61, tanggal 16 Juli 1961
Balai Penyelidikan Kulit berganti nama menjadi Balai Penelitian Kulit.
Kemudian berubah nama kembali Berdasarkan SK Menteri
Perindustrian No.218/M/SK/6/80, tanggal 5 Juni 1980 berubah menjadi
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Barang Kulit, Karet
dan Plastik.
Tanggal 6 Desember 1995 Departemen Perindustrian digabung
dengan Departemen Perdagangan, menjadi Departemen Perindustrian
dan Perdagangan (Depperindag). Organisasi dan tata kerja BBKKP
tidak berubah. Berdasarkan SK Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No.783/MPP/Kep/11/2002 tanggal 29 November 2002
terjadi perubahan Organisasi dan Tata Kerja dari Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Industri Barang Kulit, Karet, dan Plastik menjadi
Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP). Kemudian pada tahun
2006, Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan
dilakukan pemisahan kembali menjadi dua departemen yaitu
3
Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan. BBKKP
berada di bawah Departemen Perindustrian sesuai dengan SK Menperin
No. 45/M-IND/PER/6/2006.
Pada tanggal 3 November 2009, Berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara, Departemen Perindustrian berganti nama menjadi
Kementerian Perindustrian, namun Organisasi dan Tata Kerja BBKKP
tidak berubah. Pada tahun 2010, Berdasarkan Peraturan Menteri
Perindustrian Nomor : 105/M-IND/PER/2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Perindustrian, BBKKP berada di bawah Badan
Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI) dengan tanpa
mengalami perubahan tugas pokok dan fungsi. Hingga akhirnya pada
tahun 2015, Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
29 Tahun 2015 tentang Kementerian Perindustrian, Badan Pengkajian
Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI) berubah menjadi Badan
Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI). Sehingga, BBKKP
sekarang berada di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
(BPPI) dengan tanpa mengalami perubahan tugas pokok dan fungsi.
Dan sekarang Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP) beralamat
di Jl. Sokonandi No. 9 Yogyakarta 55166, Telp 0274512929, 563939,
Fax. 0274563655 dan email : bbkkp_jogja@kemenperin.go.id,
bbkkp_jogja@yahoo.com
1.4.2 Visi dan Misi
VISI

Menjadi Pusat Inovasi Teknologi Kulit, Karet dan Plastik yang


Profesional, Terpercaya, dan Diakui di Tingkat Nasional maupun
Internasional.

MISI

1. Meningkatkan litbang inovatif dan aplikasi teknologi.


2. Meningkatkan layanan teknologi industri.

4
3. Meningkatkan kemampuan sumber daya BBKKP dan Industri.
4. Meningkatkan jejaring nasional maupun internasional.
Kebijakan Mutu
Menerapkan kebijakan sistem manajemen mutu secara konsisten
dengan melakukan peningkatan secara terus menerus di berbagai bidang
dengan berupaya terpenuhinya peraturan perundang-undangan yang
berlaku menujuke pada tercapainya kepuasan pelanggan.
1.4.3 Tugas Pokok dan Fungsi

BBKKP mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penelitian,


pengembangan, kerjasama, standardisasi, pengujian, sertifikasi,
kalibrasi dan pengembangan kompetensi industri kulit, karet dan
plastik. Adapun fungsi BBKKP sebagai berikut :

1. Penelitian dan pengembangan, pelayanan jasa teknis bidang


teknologi bahan baku, bahan pembantu, proses, produk, peralatan
dan pelaksanaan pelayanan dalam bidang pelatihan teknis,
konsultansi/penyuluhan, alih teknologi serta rancang bangun dan
perekayasaan industri, inkubasi, dan penanggulangan pencemaran
industri
2. Pelaksanaan pemasaran, kerjasama, pengembangan dan
pemanfaatan teknologi informasi
3. Pelaksanaan pengujian dan sertifikasi bahan baku, bahan
pembantu, dan produk industri kulit, karet dan plastik, serta
kegiatan kalibrasi mesin dan peralatan
4. Pelaksanaan perencanaan, pengelolaan, dan koordinasi sarana dan
prasarana kegiatan penelitian dan pengembangan di lingkungan
BBKKP, serta penyusunan dan penerapan standardisasi industri
kulit, karet dan plastik
5. Pelayanan teknis dan administrasi kepada semua unsur di
lingkungan BBKKP

5
1.4.4 Struktur Organisasi

Struktur Organisasi Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik berdasarkan SK Menteri
Perindustrian No:45/M-IND/PER/6/2006.

Gambar 1.1 Struktur Organisasi Balai Besar Kulit Karet dan Plastik Yogyakarta

6
1.4.5 Layanan dan Fasilitas BBKKP
Memberikan jasa layanan di bidang :
1. Pengujian kulit, produk kulit dan sepatu
2. Pengujian karet, produk karet, plastik dan produk plastik serta
sepatu
3. Pengujian kualitas lingkungan, air dan air limbah
4. Pengujian ban luar dan ban dalam kendaraan bermotor dan mobil

Memberikan fasilitas

1. Laboratorium
1.1 Laboratorium Kalibrasi
1.2 Laboratorium Uji Produk Kulit, Karet dan Plastik
1.3 Laboratorium Uji Lingkungan

Laboratorium Kalibrasi BBKKP

Saat ini, sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 untuk industri


dan pabrik dan sistem manajemen mutu laboratorium ISO 17025:2005
bagi laboratorium mampu menjamin konsistensi produk yang
dihasilkan dan efektifitas perbaikan berkesinambungan. Salah satu
persyaratan ISO 9001:2008 dan ISO 17025:2005 menyatakan bahwa
organisasi harus mengkalibrasi peralatan yang mempengaruhi hasil
pengukuran sebagai bukti ketertelusuran pengukuran.

Dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam persaingan


pasar global, Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP) memiliki
Laboratorium Kalibrasi yang terakreditasi oleh Komite Akreditasi
Nasional (KAN) dengan nomor LK-085-IDN. Laboratorium Kalibrasi
BBKKP berorientasi pada kepuasan pelanggan dalam membantu
pertumbuhan dunia usaha khususnya industri kecil, menengah maupun
besar.

7
Untuk melaksanakan kegiatannya, Laboratorium Kalibrasi
BBKKP menerapkan sistem manajemen mutu laboratorium ISO
17025:2005 yang diadopsi menjadi SNI ISO 17025:2008. Komite
Akreditasi Nasional (KAN) memberikan beberapa ruang lingkup yang
telah terakreditasi, yaitu: massa, suhu, peralatan volumetri, gaya,
instrumen analisis dan dimensi. Dalam perkembangan selanjutnya,
Laboratorium Kalibrasi BBKKP akan mengembangkan ruang lingkup
tekanan. Motto kami : Profesional, Terpercaya, dan Prima dalam
Pelayanan.

Kemampuan Laboratorium Kalibrasi BBKKP

1. Massa

NO NAMA ALAT METODE KEMAMPUAN KETERANGAN

CSIRO s.d. 200 gr Resolusi s.d. 0,1 mg


Neraca mekanik
1 Australia
/ elektronik
2007 s.d. 2000 gr Resolusi s.d. 10 mg

2. Suhu

NO NAMA ALAT METODE KEMAMPUAN KETERANGAN

Termometergel ASTM E 77-


1 0 ~ 100 °C Resolusi s.d. 0,4 °C
as 2014

AS
2 Oven 30 ~ 200 °C Resolusi s.d. 0,1 °C
2853:1986

AS
3 Waterbath 30 ~ 100 °C Resolusi s.d. 0,1 °C
2853:1986

8
AS
4 Inkubator 0 ~ 70 °C Resolusi s.d. 0,1 °C
2853:1986

AS
5 Muffle Furnace 200 ~ 600 °C Resolusi s.d. 0,1 °C
2853:1986

Peralatan
AS
6 enclosure 0 ~ 600 °C Resolusi s.d. 0,1 °C
2853:1986
lainnya

3. Peralatan Volumetrik

NO NAMA ALAT METODE KEMAMPUAN KETERANGAN

Berbagai alatgelas:
Buret, Pipet ukur, Pipet ASTM E
1 volume, Labuukur, 542-01 0,1 ~ 1000 mL -
Piknometer, Gelasukur, (2012)
Pipet komagome

4. Gaya

NO NAMA ALAT METODE KEMAMPUAN KETERANGAN

Tensile strength /
ASTM E 0 ~ 500 kgf
1 Universal testing -
4-2014 (0 ~ 4,5 kN)
machine

9
5. Instrumen Analisis

NO NAMA ALAT METODE KEMAMPUAN KETERANGAN

ASTM D1293-
1 pH Meter 4, 7, 10 -
2012

6. Dimensi

NO NAMA ALAT METODE KEMAMPUAN KETERANGAN

JIS B 7507- Vernier, manual,


1 Jangkasorong 0 ~ 225 mm
1993 dial, digital

Mikrometer
JIS B 7502- Manual, dial,
2 luar (outside 0 ~ 100 mm
1994 digital
micrometer)

Alat ukur
ketebalan JIS B 7503- Manual, dial,
3 0 ~ 30 mm
(thickness 2011 digital
gauge)

10
Tarif Biaya Kalibrasi

Sesuai Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2011

NO JENIS KALIBRASI BIAYA


MASSA (timbangan max 2 kg)
1 Neraca analitik (mekanik / elektronik) Rp 325.000;
2 Timbangan Mekanik Non Analitik Rp 200.000;
3 Top Loading Balance Rp 275.000;

SUHU
1 Oven s.d. 200 oC Rp 350.000;
2 Water Bath s/d 100 oC Rp 500.000;
3 Incubator Rp 525.000;
4 Muffle furnace s/d 600 oC Rp 455.000;
5 Termometer Gelas 0 s/d 100 oC Rp 250.000;
6 Thermo Hygrometer (Verifikasi) Rp 300.000;

VOLUME
1 Buret Rp 150.000;
2 Pipet Ukur Rp 125.000;
3 Pipet Volume Rp 125.000;
4 Labu Ukur Rp 100.000;
5 Piknometer Rp 100.000;
6 Gelas Ukur Rp 100.000;
7 Botol BOD Rp 100.000;
8 Erlemeyar Rp 100.000;

GAYA
1 Mesin Uji Tarik (tensile strength, max 500 kgf) Rp 650.000;

INSTRUMENTASI ANALISIS
1 pH Meter Rp 200.000;

DIMENSI
1 Jangka sorong manual 0 - 200 mm Rp 40.000;
2 Jangka sorong digital 0 - 200 mm Rp 100.000;
3 Micrometer 0 - 100 mm Rp 100.000;
4 Alat ukur ketebalan 0 - 30 mm Rp 125.000;

11
1.4.6 Standardisasi
Melakukan kajian dan perumusan SNI untuk produk kulit, karet
dan plastik serta penyusunan dan penerapan SNI. Standar Nasional
Indonesia (SNI) merupakan standar nasional yang disepakati oleh
semua pihak terkait yang terdiri dari pemerintah, produsen, konsumen,
assosiasi, ilmuwan dan ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional
(BSN). SNI disusun dari Rancangan SNI yang dirumuskan oleh Panitia
Teknis dengan melalui tahap pembahasan dalam rapat teknis, rapat
prakonsensus dan rapat konsensus yang dihadiri oleh semua pihak
terkait. BBKKP sebagai anggota Panitia Teknis mempunyai
pengalaman dalam melakukan penyusunan Rancangan SNI dan kaji
ulang SNI untuk produk kulit, karet dan plastik. Standar yang telah
disusun meliputi Standar produk, Standar unjuk kerja mesin dan
Standar pengujian.
1.4.7 Alih Teknologi & Inkubasi
Memberikan transfer teknologi kepada masyarakat industri serta
membina tenang inkubator untuk pengembangan wira usaha dibidang
kulit, karet, dan plastik.
1.4.8 Pelatihan Teknis
Dalam rangka pengembangan kompetensi industri kulit, karet dan
plastik BBKKP menawarkan berbagai jenis pelatihan sebagai berikut :
1.4.8.1 Bidang Kulit
Proses penyamakan kulit termasuk finishing kulit meliputi :
kulit sapi mentah s/d boks/jaket/jok, domba mentah s/d glace/jaket,
kelinci, reptil, buaya, kaki ayam, kulit itik, babi, ikan tuna, kakap,
pari, dan jenis kulit ikan lainnya.
1. Teknologi pengolahan air limbah penyamakan kulit termasuk
pengoperasian UPAL
2. Teknologi pembuatan acuan sepatu
3. Teknologi pembuatan sepatu

12
4. Teknologi pembuatan barang kulit (tas, dompet, hiasan kunci,
cinderamata, jaket kulit, celana panjang kulit, rompi kulit, rok
kulit, sarung tangan, dasi, topi)
5. Desain dan pola
6. Pengendalian Mutu Kulit
7. Pelatihan pengujian produk kulit
8. Pelatihan kalibrasi
9. Pelatihan sistem manajemen mutu sistem manajemen
lingkungan dan sistem manajemen laboratorium

1.4.8.2 Bidang Karet


1. Pembuatan barang karet (kompounding karet, spare part
sepeda motor (foot step, peredam kejut, vulkanisir dan
sabutret)
2. Pembuatan barang jadi berbasis lateks pekat
3. Teknologi cetak barang karet
4. Teknologi pengolahan limbah karet
5. Pengendalian mutu kare
1.4.8.3 Bidang Plastik
1. Pembuatan interior dan cinderamata dari plastik
2. Injection moulding
3. Teknologi pengolahan limbah plastik
4. Pengendalian mutu plastik

1.4.9 Konsultansi
BBKKP mempunyai kemampuan memberikan jasa konsultansi dalam
bidang-bidang :
1. Bimbingan penyusunan dan penerapan bagi perusahaan : SNI.19-
17025
2. Penyusunan dokumen : AMDAL , UKL-UPL
3. Teknologi proses kulit, karet dan plastik serta penanganan limbah
13
4. Rancang bangun dan perekayasaan alat/mesin untuk industri kulit,
karet dan plastik
5. Pengurusan HKI (paten, merek, desain produk

1.4.10 Rancang Bangun & Perekayasaan Alat


1. Melaksanakan kegiatan rekayasa dan pengembangan desain dan
prototipe peralatan untuk industri kulit, karet dan plastik
2. Rancang bangun unit pengolahan limbah cair penyamakan kulit

1.4.11 Penanganan Limbah Industri


1. Penanganan limbah cair industri penyamakan kulit
2. Pemanfaatan limbah industri kulit, karet dan plastik

1.4.12 Teknis Jenis Layanan BBKKP


1. Penelitian dan pengembangan
2. Kajian standar
3. Pengujian
4. Kalibrasi
5. Sertifikasi (Sistem Menejemen Mutu ISO 9001:2008, Sertifikasi
Produk, Sistem menejemen Lingkungan)
6. Pelatihan teknis
7. Konsultansi
8. Perekayasaan alat
9. Penanganan Limbah Industri Kulit
10. Pelayanan Jasa teknis lainnya :
11. Pelayanan Jasa Proses Penyamakan kulit
12. Jasa Finishing kulit
13. Pengolahan limbah penyamakan kulit
14. Proses Pembuatan Alas kaki dan Pembuatan acuan
15. Jasa Pembuatan Barang kulit dan garmen
14
16. Cetak injeksi barang plastik
17. Kompon karet
1.4.13 Kerjasama
Sampai saat ini BBKKP telah melaksanakan kerjasama untuk
menunjang peningkatan kinerja yang saling menguntungkan antara
BBKKP dengan pihak terkait seperti Asosiasi (APKI, GAPKINDO,
dll), LSM (PUPUK, YLKI, dll), Perguruan Tinggi (UGM, UNY, UNS,
UNSOED, UNDIP, UNIBRAW, IPB, UST, Universitas Atmajaya, UII,
Universitas Duta Wacana, STTN Batan, STT Nasional, STTL, UIN
Yogyakarta, Universitas Negeri Malang, UNPAD, IST AKPRIND),
Pemerintah Daerah, Lembaga Litbang (BPPT, LIPI), Kerjasama Luar
Negeri (UNIDO, BLC, CLRI, GTZ, EMDI, JICA), maupun industri
terkait.

1.5 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Waktu : 27 Desember 2017 – 31 Januari 2018

Tempat : Lab Kalibrasi dan Lab Uji Produk Kulit Karet dan Plastik Balai
Besar Kulit Karet dan Plastik

Alamat : Jalan Sokonandi No. 9 Yogyakarta

15
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Karet
2.1.1 Pengertian Karet
Karet adalah adalah tanaman perkebunan tahunan berupa
pohon batang lurus. Sumber utama karet adalah pohon karet Hevea
brasiliensis (Euphorbiaceae).Pohon karet pertama kali hanya tumbuh
di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan berkali-kali oleh
Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara,
di mana sekarang ini tanaman ini banyak dikembangkan sehingga
sampai sekarang Asia merupakan sumber karet alami. Di Indonesia,
Malaysia dan Singapura tanaman karet mulai dicoba dibudidayakan
pada tahun 1876. Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di
Kebun Raya Bogor.
Untuk mendapatkan karet alam, dilakukan penyadapan
terhadap batang pohon tanaman karet hingga dihasilkan getah
kekuning-kuningan yang disebut dengan lateks.Lateks merupakan
cairan atau sitoplasma yang berisi ±30% partikel karet.Penyadapan
lateks dapat dilakukan dengan mengiris sebagian dari kulit batang.
Produk dari penggumpalan lateks selanjutnya diolah untuk
penghasilkan lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak), atau karet
remah (crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet.
Ekspor karet dari Indonesia dalam berbagai bentuk, yaitu dalam
bentuk bahan baku industri (sheet, crumb rubber) dan produk
turunannya seperti ban, komponen dan sebagainya. Hasil utama dari
pohon karet adalah lateks yang dapat dijual atau diperdagangkan di
masyarakat berupa lateks segar, slab/ koagulasi, atau pun sit asap/ sit
angin. Selanjutnya produk-produk tersebut akan digunakan sebagai
bahan baku pabrik Crumb Rubber (Karet Remah), yang menghasilkan

16
berbagai bahan baku untuk berbagai industri hilir seperti ban, bola,
sepatu, karet, sarung tangan, baju renang, karet gelang dan lainnya.
2.1.2 Jenis-jenis karet
Saat ini karet yang digunakan dalam industri terdiri karet alam
dan karet sintetis. Karet alam adalah karet yang berasal dari getah
pohon karet(atau dikenal dengan istilah latex). Karet alam didapatkan
dengan cara melukai pohon karetnya langsung. Sedangkan karet
sintetis didapatkan dengan diproduksi oleh manusia. Karet sintesis ini
berbahan baku lapisan minyak bumi. Seiring perkembangan zaman,
karet sintesis mulai diproduksi besar-besaran sehingga mengurangi
permintaan karet alami
2.1.3 Proses Vulkanisasi
Karet alam maupun karet sintetik tidak dipergunakan dalam
keadaanmentah, karena tidak kuat dan sebagian mudah
teroksidasi. Oleh karena itu, karet mentah harus terlebih dahulu
diproses denganperlakuan-perlakuan tertentu serta penambahan
bahan-bahan kimia tertentuuntuk memperoleh suatu kompon.
Kompon adalah campuran karet mentahdengan bahan-bahan kimia
yang belum divulkanisasi. Proses vulkanisasi adalah proses
pembentukan ikatan silang kimia dari rantai molekul yang berdiri
sendiri, meningkatkan elastisitas dan menurunkan plastisitas. Selain
proses vulkanisasi, diperlukan bahan-bahan tambahan dalam
pembentukan kompon, yaitu akselerator, activator, filter,
antidegradant, dll.
2.2 Standarisasi, Kalibrasi dan Metrologi
2.2.1 Definisi
Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan,
menerapkan, memelihara, memberlakukan, dan mengawasi standar
yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua
Pemangku Kepentingan. Sedangkan kalibrasi adalah kegiatan
membandingkan hasil pengukuran suatu alat dengan nilai standar yang
17
tertelusur ke SI (Satuan Internasional) untuk mendapatkan koreksi dan
ketidakpastian.
Metrologi mencakup semua aktivitas yang diperlukan untuk
dapat melakukan pengukuran yang benar, tertelusur dan diakui
kebenarannya dalam tingkat nasional, regional maupun internasional,
sedemikian hingga dapat menciptakan rasa saling percaya di antara
pihak-pihak yang melakukan atau berkepentingan dengan pengukuran.
2.2.2 Standardisasi
Standardisasi mencakup banyak subjek dan aspek. Melalui
kegiatan standardisasi dapat melahirkan standar. Di Indonesia berlaku
suatu standar untuk berbagai macam proses dan produk. Standar
tersebut adalah SNI atau Standar Nasional Indonesia. Sedangkan pada
kancah internasional, standar yang umum digunakan adalah standar
yang dikeluarkan oleh ISO (International Organization of
Standardization). Untuk setiap produk memiliki standarnya masing-
masing bergantung pada tujuan penggunaan, tingkat keamanan, dll.
2.2.3 Kalibrasi
Seperti yang dijelaskan pada bagian definisi, kalibrasi ialah
kegiatan untuk mendapatkan nilai ketidakpastian dan koreksi yang
tertelusur ke SI serta dilakukan oleh personil yang telah terbukti
kemampuannya dalam mengkalibrasi. Kalibrasi dilakukan untuk
menjamin mutu dan memenuhi persyaratan. Tanpa dilakukannya
kalibrasi maka berakibat hasil pengukuran yang tidak akurat sehingga
mengurangi mutu dan kualitas suatu produk yang diukur. Kegiatan
kalibrasi berbeda dengan peneraan. Tera menurut Undang-undang
Metrologi No. 2 tahun 1981 adalah hal menandai dengan tanda tera
sah atau tanda tera batal yang berlaku, atau memberikan keterangan-
keterangan tertulis yang bertanda tera sah atau tanda tera batal yang
berlaku, dilakukan oleh pegawai-pegawai yang berhak melakukannya
berdasarkan pengujian yang dijalankan atas alat-alat ukur, takar,
timbang dan perlengkapannya yang belum dipakai. Peneraan
18
dilakukan dengan tujuan untuk transaksi perdagangan dan untuk
melindungi konsumen.
2.2.4 Metrologi
Kegiatan kalibrasi dan tera termasuk dalam dunia metrologi.
Metrologi erat hubungannya dengan pengukuran. Di dalam
pengukuran terdapat koreksi dan ketidakpastian. Koreksi adalah
perbedaan antara nilai hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya dari
objek yang diukur. Ketidakpastian adalah kuantifikasi dari keraguan
tentang hasil pengukuran.
2.3 Konsep Penyajian Data
Semua angka yang diperoleh dari hasil pengukuran disebut
Angka Penting, terdiri atas angka-angka pasti dan angka angka
terakhir yang ditaksir (angka taksiran). Berikut adalah aturan
penulisan/penyajian angka penting dalam pengukuran:
1. Semua angka yang bukan nol adalah angka penting.
Contoh: 72,753 (5 angka penting).
2. Semua angka nol yang terletak di antara angka-angka bukan nol
adalah angka penting.
Contoh: 9000,1009 (9 angka penting).
3. Semua angka nol yang terletak di belakang angka bukan nol yang
terakhir, tetapi terletak di depan tanda desimal adalah angka
penting.
Contoh: 3,0000 (5 angka penting).
4. Angka nol yang terletak di belakang angka bukan nol yang
terakhir dan di belakang tanda desimal adalah angka penting.
Contoh: 67,50000 (7 angka penting).
5. Angka nol yang terletak di belakang angka bukan nol yang
terakhir dan tidak dengan tanda desimal adalah angka tidak
penting.
Contoh: 4700000 (2 angka penting).

19
6. Angka nol yang terletak di depan angka bukan nol yang pertama
adalah angka tidak penting.
Contoh: 0,0000789 (3 angka penting).
Pada hasil pengukuran fisika terdapat ketidakpastian dan koreksi.
Adapun aturan penyajian hasil akhir dari pengukuran beserta
ketidakpastian dan koreksinya antara lain :
1. Ketidakpastian ditampilkan dalam satu atau dua angka penting.
2. Koreksi ditampilkan sejumlah digit pembacaan alat atau lebih
satudari digit pembacaan alat.
3. Jumlah digit antara ketidakpastian dan koreksi harus sama.

20
LABORATORIUM KALIBRASI

21
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Kalibrasi Massa (Neraca Elektronik)
1. Kain bersih
2. Sikat halus
3. Satu set anak timbangan terkalibrasi
4. Penjepit
5. Sarung tangan
6. Neraca yang akan dikalibrasi
3.1.2 Kalibrasi Stopwatch
1. Stopwatch standar
2. Stopwatch alat (yang diuji)
3. Lap pembersih/tissue
3.1.3 Kalibrasi Anak Timbangan
1. Satu set anak timbangan yang terkalibrasi
2. Satu set anak timbangan yang akan dikalibrasi
3. Neraca elektronik
4. Penjepit non magnetik
5. Sarung tangan
6. Thermohygro-meter
3.1.4 Kalibrasi Volumetri (Buret)
1. Kain bersih dan kering
2. Air suling
3. Termometer
4. Neraca elektronik Mettler Toledo
5. Tissue
6. Buret yang akan dikalibrasi
7. Barometer
8. Thermohygro meter
9. Beker gelas/erlenmeyer sebagai wadah
22
3.2 Tata Laksana
3.2.1 Kalibrasi Massa (Neraca Elektronik)
1. Uji Daya Ulang (Repeatibility Test)
1. Neraca diatur pada pembacaan nol mutlak dan dicatat (O)
2. Anak timbangan seberat setengah kapasitas untuk Half Load
diambil kemudian diletakkan hati-hati di atas piringan neraca
3. Pembacaan neraca dicatat (M)
4. Anak timbangan dikembalikan ke tempatnya
5. Pembacaan neraca diamati dan dicatat
6. Langkah 2 sampai 5 diulangi kembali sampai 10 kali
pengulangan
7. Langkah 1 sampai 6 diulangi menggunakan anak timbang
seberat kapasitas penuh untuk Full Load
2. Uji Penyimpangan dari Nominal (Uniformity of Scale)
1. Satu set anak timbangan terkalibrasi disiapkan dan dicatat nilai
konvensionalnya
2. Pembacaan neraca pada posisi tanpa beban dicatat
3. Anak timbangan yang terkalibrasi dengan besarnya 10% dari
kapasitas maksimum neraca diletakkan hati-hati di atas piringan
neraca
4. Pembacaan neraca dicatat
5. Anak timbangan diangkat kemudian diletakkan kembali di atas
piringan neraca dan pembacaan neraca dicatat
6. Anak timbangan diangkat dan pembacaan neraca dicatat
7. Langkah 3 sampai 6 diulangi untuk anak timbangan dengan
besarnya 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90% dan
100% dari kapasitas maksimum neraca
3. Uji Pembebanan tak Simetris (Off Center Loading)
1. Anak timbangan dengan massa setengah kapasitas maksimal
neraca diambil dan diletakkan ditengah piringan neraca
2. Pembacaan pada neraca dicatat
23
3. Langkah 1 dan 2 diulangi dengan anak timbangan diletakkan
pada piringan neraca bagian depan, belakang, kiri dan kanan
4. Uji Histeresis (Hysteresis)
1. Standar massa M1 dengan nominal setengah kapasitas
maksimum neraca diletakkan dan hasil pembacaan neraca
dicatat sebagai p1
2. Massa M2 ditambahkan sehingga M1+M2 mendekati kapasitas
maksimum neraca
3. Massa M2 diambil dengan massa M1 tetap di piringan
neracadan pembacaan neraca dicatat sebagai q1
4. Massa M1 diambil kemudian massa M1+M2 diletakkan kembali
diatas piringan neraca
5. Massa M2 diambil dengan massa M1 tetap di piringan
neracadan pembacaan neraca dicatat sebagai q2
6. Massa M1 diambil kemudian diletakkan kembali di atas
piringan neraca kemudian hasil pembacaan neraca dicatat
sebagai p2
7. Ulangi langkah 1 sampai 6 untuk memperoleh p3, q3 dan p4, q4
3.2.2 Kalibrasi Stopwatch
1. Lakukan setting alat dan standar pada posisi nol
2. Alat dan standar diaktifkan secara bersamaan dengan menekan
tombol START
3. Penunjukkan alat diamati dan bersiap-siap ketika mendekati
nominal pengukuran
4. Tombol STOP ditekan bersamaan pada alat dan standar ketika
pembacaan alat mencapai nominal pengukuran
5. Langkah 1-4 diulangi sehingga didapatkan 5 kali pengulangan
3.2.3 Kalibrasi anak timbangan
1. Sebelum kalibrasi dilakukan, neraca elektronik dinyalakan dan
dilakukukan warming up minimal selama 1 jam.

24
2. Pan pada neraca elektronik dipastikan bersih dan kosong dan
ditunggu hingga stabil. Kemudian dilakukan tare atau zero
3. Skema penimbangan yang digunakan yaitu, STTS. S adalah
penimbangan standar dan T adalah penimbangan alat.
4. Standar diletakkan di atas pan, ditunggu hingga stabil, kemudian
dicatat sebagai 𝑆1.
5. Standar diangkat dari pan dan alat diletakkan di atas pan,
ditunggu hingga stabil, dicatat sebagai 𝑇1 .
6. Alat diangkat kemudian diletakkan lagi, ditunggu hingga stabil,
dicatat sebagai 𝑇2 .
7. Alat diangkat dari pan kemudian standar diletakkan di atas pan,
ditunggu hingga stabil, dicatat sebagai 𝑆2 .
8. ∆𝑚1 dan ∆𝑚2 dihitung dengan rumus ∆𝑚1 = 𝑆1 − 𝑇1 ; ∆𝑚2 =
𝑆2 − 𝑇2 .
9. Langkah 4 s.d. 8 diulang sebanyak 2 kali lagi sehingga
didapatkan nilai ∆𝑚3 , ∆𝑚4 , ∆𝑚5 , dan ∆𝑚6 .
10. Nilai∆𝑚1 , ∆𝑚2 , ∆𝑚3 , ∆𝑚4 , ∆𝑚5 , dan ∆𝑚6 dihitung rata-ratanya.
3.2.4 Kalibrasi Volumetrik (Buret)
1. Suhu kamar (T1), kelembaban (H1), tekanan udara (P1) dan
suhu air suling (T2) diukur kemudian dicatat dalam blangko
kerja
2. Neraca disiapkan dan diset titik nolnya
3. Beker gelas/erlenmeyer diambil sesuai dengan kapasitas buret
dengan massa seringan mungkin kemudian ditimbang dan
hasilnya dicatat (𝐼𝐸 )
4. Buret yang akan dikalibrasi disiapkan pada sebuat statif
kemudian diatur sedemikian rupa sehingga ujungnya berada di
tengah beker gelas/erlenmeyer
5. Buret diisi air suling sesuai dengan kapasitasnya
6. Air suling dikeluarkan dengan membuka kran buret secara
berhati-hati sambil meniskus dan skala alat diperhatikan
25
7. Pengeluaran air suling dihentikan jika meniskus mencapai titik
ukur tertentu yaitu interval 10% kapasitas buret
8. Beker gelas/erlenmeyer yang berisi air suling ditimbang dan
hasilnya dicatat
9. Langkah 6 sampai 8 dilakukan kembali pada nominal
20%;30%;40%;50%;60%;70%;80%;90%; dan 100% dari
kapasitas buret
10. Langkah 6 sampai 9 dilakukan kembali untuk didapat 3x
pengulangan
3.3 Analisa Data
3.3.1 Kalibrasi Massa (Neraca Elektronik)
3.3.1.1 Uji Daya Ulang (Repeatibility Test)
1. Standar Deviasi

(3.1)

dimana : 𝑀𝑖 = perbedaan pembacaan neraca

̅ = rata-rata perbedaan
𝑀

n = jumlah penimbangan
3.3.1.2 Uji Penyimpangan dari Nominal (Uniformity of Scale)
1. Koreksi skala
𝐶𝑖 = 𝑀 - (𝑀𝑚 - 𝑀0 ) (3.2)
dimana : 𝐶𝑖 = koreksi skala
𝑀 = massa terkalibrasi
𝑀𝑚 = rata-rata pembacaan skala M
𝑀0 = rata-rata pembacaan skala nol

3.3.1.3 Uji Histeresis (Hysteresis)

26
(3.3)

3.3.1.4 Kemampuan Neraca


LOP = (2,26 x 𝑆𝑑𝑚𝑎𝑥 ) + |𝐶𝑚𝑎𝑥 | + U(𝐶𝑚𝑎𝑥 ) (3.4)
dimana : LOP = Limit of Performance
𝑆𝑑𝑚𝑎𝑥 = standar deviasi maksimum
𝐶𝑚𝑎𝑥 = koreksi maksimum
U(𝐶𝑚𝑎𝑥 ) = ketidakpastian terkait 𝐶𝑚𝑎𝑥
3.3.1.5 Ketidakpastian
1. Ketidakpastian baku
𝑆𝑑𝑚𝑎𝑥
𝑢1 = (3.5)
√10
1⁄ ress_alat
2
𝑢2 = (3.6)
√3

𝑢3 = √∑( 8% . 𝑀𝑃𝐸𝐴𝑇_𝑖 )2 (3.7)


10−6 . kap_neraca
𝑢4 = (3.8)
√3
∑(𝑈𝑠𝑡𝑑_𝐴𝑇_𝑖 )
𝑢5 = (3.9)
𝑘

2. Koefisien sensitivitas
Untuk menyeragamkan satuan semua ketidakpastian

3. Ketidakpastian gabungan
𝑢𝑐 = ±√(𝑢1 . 𝑐1 )2 + (𝑢2 . 𝑐2 )2 + (𝑢3 . 𝑐3 )2 + (𝑢4 . 𝑐4 )2 + (𝑢5 . 𝑐5 )2 (3.10)

4. Derajat bebas efektif

𝑢𝑐 4
𝑉𝑒𝑓𝑓 = (𝑢1 .𝑐1)4 (𝑢 .𝑐 )4 (𝑢3 .𝑐3 )4 (𝑢4 .𝑐4 )4 (𝑢5 .𝑐5 )4
(3.11)
+ 2 2 + + +
𝑣1 𝑣2 𝑣3 𝑣4 𝑣5

27
5. Faktor cakupan
Dicari dari tabel, lihat di lampiran
6. Ketidakpastian bentangan
U95 = ± k . 𝑢𝑐 (3.12)
7. Evaluasi ketidakpastian
Gambar 3.1Format tabel evaluasi Ketidakpastian

Komponen Sat. Distribusi Nilai Pembagi vi ui ci uici (uici)² (uici)^4/vi


Repeatibilitas gram Normal √10 9 1
Resolusi alat gram Rect. √3 50 1
Drift AT gram Rect. 1 4 1
Air Buoyancy gram Rect. √3 50 1
Ketidakpastian std gram t-student K V5 1
Sum
Ketidakpastian bagu gabungan, uc
Derajat kebabasan efektif, Veff
Faktor cakupan, k-student’s for v eff and CL 95%
Ketidakpastian bentangan, U95=k.uc (satuan, unit) gram

3.3.2 Kalibrasi Stopwatch


3.3.2.1 Standar Deviasi

Σ(𝑡−𝑡𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 )2
𝑆𝑑 = √ (𝑛−1)
(3.13)

Ket:

t : rata-rata pembacaan pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya

𝑡𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 : Rata-rata seluruh t

n : jumlah data t
3.3.2.2 Ketidakpastian Baku
𝑆𝑑 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖
a. Ulangan pembacaan alat : 𝑢1 = (3.14)
√𝑛
1⁄ 𝑅𝑒 𝑠
2
b Resolusi Alat : 𝑢2 = (3.15)
√3
0,12 𝑠
c. Waktu reaksi START : 𝑢3 = (3.16)
√3
28
0,12 𝑠
d. Waktu reaksi STOP : 𝑢4 = (3.17)
√3
𝑈95
e. Ketidakpastian standar : 𝑢6 = (3.18)
𝑘
10% 𝑈95
f. Drift standar : 𝑢7 = (3.19)
√3

3.3.2.3 Ketidakpastian gabungan, uc

𝑢𝑐 = ±√(𝑢1 . 𝑐1 )2 + (𝑢2 . 𝑐2 )2 + (𝑢3 . 𝑐3 )2 + (𝑢4 . 𝑐4 )2 + … + (𝑢𝑛 . 𝑐𝑛 )2 (3.20)

3.3.2.4 Koefisien sensitivitas, 𝑐𝑖


Digunakan untuk menyeragamkan satuan dari semua komponen
ketidakpastian. Dikarenakan semua komponen ketidakpastian
sudah memiliki satuan yang sama (detik) maka nilai 𝑐1 = 𝑐2 =
⋯ = 𝑐𝑖 = 1
3.3.2.5 Derajat bebas efektif, 𝑉𝑒𝑓𝑓
𝑢𝑐 4
𝑉𝑒𝑓𝑓 = (𝑢1 .𝑐1 )4 (𝑢 .𝑐 )4 (𝑢3 .𝑐3 )4 (𝑢4 .𝑐4 )4 (𝑢5 .𝑐5 )4
(3.21)
+ 2 2 + + +
𝑣1 𝑣2 𝑣3 𝑣4 𝑣5

3.3.2.6 Faktor cakupan = k


Nilai coverage factor dapat diperoleh dari nilai derajat
kebebasan efektif yang dihitung menggunakan excel.
3.3.2.7 Ketidakpastian bentangan

𝑈95 = ±𝑘. 𝑢𝑐 (3.22)

Tabel 3.2 Evaluasi Ketidakpastian

Komponen Sat. Distribusi Nilai Pembagi Vi ui ci uici (uici)² (uici)^4/vi


Ulangan pembacaan Dtk Normal √n n-1 1
Resolusi alat Dtk Rect. √3 50 1
Waktu reaksi START Dtk Rect. √3 50 1
Waktu reaksi STOP Dtk Rect. √3 50 1
Ketidakpastian std Dtk t-student K v7 1
Drift Standar Dtk Rect. √3 50 1
Sum
Ketidakpastian bagu gabungan, uc Detik
Derajat kebabasan efektif, Veff
Faktor cakupan, k-student’s for v eff and CL 95%
Ketidakpastian bentangan, U05=k.uc (satuan, unit) Detik

29
3.3.3 Kalibrasi Anak Timbangan
3.3.3.1 Perhitungan selisih penimbangan
1. ∆𝑚1 = 𝑇1 − 𝑆1 (3.23)
2. ∆𝑚2 = 𝑇2 − 𝑆2 (3.24)
3.3.3.2 Rata-rata selisih penimbangan
∆𝑚1 + ∆𝑚2 +∆𝑚3 +∆𝑚4 + ∆𝑚5 ,+∆𝑚6
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = (3.25)
6

3.3.3.3 Perhitungan massa konvensional


𝑀𝑎𝑙𝑎𝑡 = 𝑀𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 + 𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 ∆𝑚 (3.26)
3.3.3.4 Ketidakpastian
1. Ketidakpastian baku

𝑆𝑑𝑚𝑎𝑥
𝑢1 = (3.27)
√𝑛

1⁄ ress_alat
2
𝑢2 = (3.28)
√3

𝑢3 = √∑( 8% . 𝑀𝑃𝐸𝐴𝑇_𝑖 )2 (3.29)


∑(𝑈𝑠𝑡𝑑_𝐴𝑇_𝑖 )
𝑢4 = (3.30)
𝑘

10% . Densitas_Udara
𝑢5 = (3.31)
√3

2. Koefisien Sensitivitas, 𝑐1
a. Nilai 𝑐1 = 𝑐2 = 𝑐3 = 𝑐4 = 1 (3.32)
1 1
b. 𝑐5 = [ − ] . 𝑀 (3.33)
𝐿𝑖𝑚𝑖𝑡_𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠_𝐴𝑇𝑎𝑙𝑎𝑡_𝑚𝑖𝑛 𝐿𝑖𝑚𝑖𝑡_𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠_𝐴𝑇𝑠𝑡𝑑_𝑚𝑎𝑥

3. Ketidakpastian gabungan, 𝑢𝑐

𝑢𝑐 = ±√(𝑢1 ∙ 𝑐1 )2 + (𝑢2 ∙ 𝑐2 )2 + (𝑢3 ∙ 𝑐3 )2 + (𝑢4 ∙ 𝑐4 )2 + (𝑢5 ∙ 𝑐5 )2 (3.34)

4. Derajat bebas efektif, 𝑉𝑒𝑓𝑓


𝑢𝑐4
𝑉𝑒𝑓𝑓 = (𝑢1∙𝑐1)4 (𝑢 ∙𝑐 ) 4 (𝑢 ∙𝑐 )4 (𝑢 ∙𝑐 )4 (𝑢 ∙𝑐 )4
(3.35)
+ 2 2 + 3 3 + 4 4 + 5 5
𝑣1 𝑣2 𝑣3 𝑣4 𝑣5

5. Faktor cakupan, k

30
K dicari dari tabel t-student terlampir pada tingkat kepercayaan
95% dengan derajat bebas = 𝑉𝑒𝑓𝑓 .

Tabel 3.3Referensi MPE anak timbangan F1 dan M1

Nominal F1 (mg) M1(mg)


1 gr 0.0001 0.001
10 gr 0.0002 0.002
100 gr 0.0005 0.005
500 gr 0.0025 0.025

Tabel 3.4Referensi massa konvensional

Nominal Massa Konvensional (gr)


1 gr 1.000045
10 gr 9.99996
100 gr 100.0001
500 gr 500.0009

Tabel 3.5Referensi 𝑈𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟

Nominal U std(mg)
1 gr 0.00003
10 gr 0.0001
100 gr 0.0004
500 gr 0.0012

31
Tabel 3.6Referensi Limit of Density

Nominal F1 max(𝑘𝑔. 𝑚−3 ) M1 min(𝑘𝑔. 𝑚−3 )


1 gr 4000000 2000000
10 gr 12000000 2000000
100 gr 8730000 4400000
500 gr 8730000 4400000

6. Ketidakpastian bentangan
𝑈95 = ±𝑘 ∙ 𝑢𝑐 (3.36)
7. Evaluasi ketidakpastian
Tabel 3.7 Evaluasi Ketidakpastian

Komponen Satuan Distribusi Nilai Pembagi Vi ui ci uici (uici)² (uici)^4/vi


Repetabilitas Mg Normal √𝑛 n-1 1
Resolusi alat Mg Rect. √3 200 1
Drift AT Mg Rect. 1 4 1
Ketidakpastian std Mg t-student K v5 1
Air Buoyancy 3 Rect. 200 c5
mg/𝑚 √3
Sum
Ketidapastian baku gabungan, uc
Derajat kebebasan, 𝑉𝑒𝑓𝑓
Faktor cakupan, k-student’s for 𝑉𝑒𝑓𝑓 and CL 95%
Ketidakpastian bentangan, 𝑈95 = ±𝑘 ∙ 𝑢𝑐 (Satuan, Unit) Mg

3.3.4 Kalibrasi Volumetri (Buret)


1. Volume air terhitung
𝛿𝑢 1
𝑉20 = 1,000013 . W . [1 − ] . [𝛿 ] . [1 – 𝛼 . (t – 20)] (3.37)
𝛿𝑡 𝑎 − 𝛿𝑢

dimana : 𝛼 = koefisien muai ruang alat gelas=0,000010/⁰C


𝑡 = temperatur air suling (⁰C)
𝛿𝑢 = densitas udara (g/cm3)
𝛿𝑡 = densitas anak timbangan (g/cm3) = 7,78 g/cm3
𝛿𝑎 = densitas air suling (g/cm3) =0,997990 g/cm3
𝑉20 = volume air pada suhu 20ºC (cm3)

32
W = bobot penimbangan (gram)

0,348444𝑝−(0,00252𝑡−0,020582)ℎ
𝛿𝑢 = (3.38)
273,15+𝑡

Dengan : p= tekanan udara dalam (mbar)


t= suhu udara dalam(⁰C)
h= kelembaban relatif udara dalam (%RH)

2. Standar Deviasi
∑𝑛 ̅ 2
𝑖=1(𝑀𝑖 −𝑀)
𝑠=√ (3.39)
𝑛−1

dimana : 𝑀𝑖 = perbedaan pembacaan volume air suling


̅ = rata-rata perbedaan volume air suling
𝑀
n = jumlah data
3. Koreksi
𝐶 = 𝑉20 − 𝑛𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑙 (3.40)

4. Koefisien sensitifitas
𝛿𝑢 1
𝑐1 = 1,000013 . [1 − ] . [𝛿 ] . [1 – 𝛼∆𝑡] (3.41)
𝛿𝑡 𝑎 − 𝛿𝑢
1 𝛿 −𝛿
𝑐2 = 1,000013 . W . [𝛿 ] . [(𝛿 𝑡 − 𝛿 𝑎)2 ] . [1 – 𝛼∆𝑡] (3.42)
𝑡 𝑎 𝑢

𝛿𝑢 1
𝑐3 = - 1,000013 . W . [1 − ] . [(𝛿 ] . [1 – 𝛼∆𝑡] (3.43)
𝛿𝑡 𝑎 − 𝛿𝑢 )2
𝛿𝑢 1
𝑐4 = 1,000013 . W . [ 2 ] . [𝛿 ] . [1 – 𝛼∆𝑡] (3.44)
𝛿𝑡 𝑎 − 𝛿𝑢
𝛿𝑢 1
𝑐5 = - 1,000013 . W . [1 − ] . [𝛿 ].𝛼 (3.45)
𝛿𝑡 𝑎 − 𝛿𝑢
𝛿𝑢 1
𝑐6 = - 1,000013 . [1 − ] . [𝛿 ] . ∆𝑡 (3.46)
𝛿𝑡 𝑎 − 𝛿𝑢

5. Ketidakpastian
2 2
𝑢𝑊 2 = (𝑆𝑑_𝑚𝑎𝑥⁄ ) + (𝐿𝑂𝑃⁄ ) (3.47)
√3 2√3
10% . 𝛿𝑢
𝑢𝛿𝑢 = ⁄ (3.48)
√3

33
𝑘𝑔⁄
𝑢𝛿𝑎 = 0,05 𝑚3 (3.49)
10% . 𝛿𝑡
𝑢𝛿𝑡 = ⁄ (3.50)
√3
𝑈
𝑢𝑡𝑎𝑖𝑟 = 𝑡𝑒𝑟𝑚𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟⁄𝑘 (3.51)

𝑢𝛼 = 10% . 𝛼⁄ (3.52)
√3
𝜎
𝑢𝑚𝑒𝑛𝑖𝑠𝑘𝑢𝑠 = 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙_𝑐ℎ𝑎𝑟𝑡⁄ (3.53)
√𝑛

dimana

k= 2

𝜎𝑐𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙_𝑐ℎ𝑎𝑟𝑡 = 0,04959

𝑛=7

6. Ketidakpastian gabungan
𝑢𝑐 = √∑7𝑖=1 (𝑢𝑖 . 𝑐𝑖 )2 (3.54)

7. Derajat bebas aktif


𝑢𝑐 4
𝑉𝑒𝑓𝑓 = (𝑢 .𝑐 )4
(3.55)
∑7𝑖=1 𝑖 𝑖 ⁄𝑣
𝑖

8. Faktor cakupan
Nilainya diperoleh berdasarkan 𝑉𝑒𝑓𝑓 sesuai tabel coverage
factor

9. Ketidakpastian bentangan
U95 = ± k . 𝑢𝑐 (3.56)

Tabel 3.8Budget ketidakpastian kalibrasi volumetri


34
Komponen Satuan Distribusi Nilai Div. vi ui ci uici uici2 uici4/vi
Massa air
gram Normal 1 50
destilasi c1
Densitas udara g/mL Rect. √3 1,0E+10 c2
Densitas air g/mL Normal 1 1,0E+10 c3
Densitas AT g/mL Rect. √3 2 c4
Temperatur air ⁰C t-student 2 1,0E+10 c5
Koef muai
/⁰C Rect. 1,0E+10
bahan √3 c6
Efek meniskus mL Normal 1 1,0E+10 1
Jumlah

Ketidakpastian baku gabungan, uc

Derajat kebebasan efektif, Veff

Faktor cakupan, k-student's for V eff and CL 95%

Ketidakpastian bentangan, U95=k*uc (Satuan, Unit) mL

BAB IV

35
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Data

4.1.1 Kalibrasi Neraca

1. Repeatability Test (Uji Daya Ulang Neraca)

Tabel 4.1 Hasil Uji Daya Ulang Neraca pada Setengah Kapasitas

HALF LOAD (SETENGAH KAPASITAS)


Zero mass 0 g (O)
Nominal AT Standar 100 g (M)
Pembacaan Mm - Mo
Data ke - Beban Max. Dif
(g) (g)
O 0,0000
1 100,0008
M 100,0008
0,0000
O 0,0000
2 100,0008
M 100,0008
-0,0001
O 0,0000
3 100,0007
M 100,0007
-0,0001
O 0,0000
4 100,0008
M 100,0008
0,0000
O 0,0000
5 100,0008
M 100,0008
0,0000
O 0,0000
6 100,0008
M 100,0008
0,0000
O 0,0000
7 100,0008
M 100,0008
-0,0001
O 0,0000
8 100,0007
M 100,0007
0,0001
O 0,0000
9 100,0008
M 100,0008 0,0001

36
O 0,0000
10 100,0009
M 100,0009
Tabel 4.2 Hasil Uji Daya Ulang Neraca padaKapasitas Penuh

FULL LOAD (KAPASITAS PENUH)


Zero mass 0 g (O)
Nominal AT Standar 200 g (M)
Data ke - Beban Pembacaan (g) Mm - Mo (g) Max. Dif
O 0,0000
1 200,0024
M 200,0024
0,0000
O 0,0000
2 200,0024
M 200,0024
0,0000
O 0,0000
3 200,0024
M 200,0024
0,0000
O 0,0000
4 200,0024
M 200,0024
-0,0001
O 0,0000
5 200,0023
M 200,0023
0,0001
O 0,0000
6 200,0024
M 200,0024
-0,0001
O 0,0000
7 200,0023
M 200,0023
0,0002
O 0,0000
8 200,0025
M 200,0025
-0,0001
O 0,0000
9 200,0024
M 200,0024
0,0000
O 0,0000
10 200,0024
M 200,0024

2. Uniformity of Scale (Uji Penyimpangan Nilai Nominal)

37
Tabel 4.3 Hasil Uji Penyimpangan Nilai Nominal

NO BEBAN KOMBINASI PEMBACAA U3 U5 RATA MASSA KOREKSI


N NERACA RATA KONVESIONAL
1 20 20 0 6,40,E-06 0,0000055 20,0002 20,000003 -0,00020
20,0001
20,0003
2 40 20+20* 0 9,05,E-06 0,000011 40,00035 40,000006 -0,00034
40,0003
40,0004
3 60 50+10 0 9,33,E-06 0,000014 60,0006 59,9998775 -0,00072
60,0006
60,0006
4 80 50+20+10 0 1,13,E-05 0,0000195 80,0008 79,9998805 -0,00092
80,0008
80,0008
5 100 100 0 1,28,E-05 0,00001 100,0008 99,999859 -0,00094
100,0008
100,0008
6 120 100+20 0 1,43,E-05 0,0000155 120,0008 119,999862 -0,00094
120,0008
120,0008
7 140 100+20+20* 0 1,57,E-05 0,000021 140,0012 139,999865 -0,00134
140,0012
140,0012
8 160 100+50+10 0 1,58,E-05 0,000024 160,0015 159,9997365 -0,00181
5
160,0016
160,0015
9 180 100+50+20+1 0 1,58,E-05 0,0000295 180,0017 179,9997395 -0,00196
0
180,0017
180,0017
10 200 200 200,0021 2,40,E-05 0,0000405 200,0021 199,999949 -0,00215
200,0021

3. Off Center Loading (Pembebanan Tak Simestris)


38
Tabel 4.4 Hasil Uji Pembebanan Tak Simetris

No. POSISI ZERO PEMBACAAN


MASS NERACA
1 TENGAH 0 100,0007
2 DEPAN 0 100,0008
3 BELAKANG 0 100,0013
4 KIRI 0 100,0002
5 KANAN 0 100,0012

4. Uji Pengamatan Histeresis (Hysteresis)

Tabel 4.5 Data Kalibrasi Neraca Elektronik Uji Histeresis

NO PAN PEMBACAAN
NERACA
1 M1 100,0008
M1+M2 200,0018
M1 100,0008
TANPA BEBAN 0
M1+M2 200,0021
M1 100,0008
TANPA BEBAN 0
M1 100,0009
2 M1 100,0009
M1+M2 200,0019
M1 100,0008
TANPA BEBAN 0
M1+M2 20,0018
M1 100,0009
TANPA BEBAN 0

39
M1 100,0011

1. Repeatability Test (Uji Daya Ulang Neraca)

a. Half Load (Setengah Kapasitas)

̅ ) = ∑(Mm – Mo) = 100,00079 g


Pembacaan massa rata-rata (𝑀 10

̅ |)2
(|(Mm – Mo) − 𝑀
Standar Deviasi = √∑ = 0,0000567646 g
n−1

Max. Dif (dari tabel 4.1) = 0,0001 g

b. Full Load (Kapasitas Penuh)

̅ ) = ∑(Mm – Mo) = 200,00239 g


Pembacaan massa rata-rata (𝑀 10

̅ |)2
(|(Mm – Mo) − 𝑀
Standar Deviasi = √∑ = 0,0000567646 g
n−1

Max. Dif (dari tabel 5.2) = 0,0002 g

1. Uniformity of Scale (Uji Penyimpangan Nilai Nominal)


40
Tabel 4.6 Hasil Kalibrasi Standar AT kelas E2 tahun 2017
Nilai Nominal (g) Nilai Konvensional (g) Ketidakpastian (g)
1 1,00001 0,00003
2 2,00005 0,00004
5 5,00009 0,00005
10 10 0,00006
20* 20,00015 0,00007
20 20,00019 0,00007
50 50,00009 0,00009
100 100,00039 0,00015
200* 200,00042 0,00029
200 200,00003 0,00029
500 500,013 0,001
1000 1000,023 0,002
Koreksi = Massa Konvensional – Massa Pembacaan Neraca

Diperoleh Koreksi untuk masing-masing nomnal penimbangan


seperti pada tabel 4.3

2. Off Center Loading (Pembebanan Tak Simestris)


Max. Dif (dari tabel 5.4) = 0,0011 g

3. Uji Pengamatan Histeresis (Hysteresis)


(𝑝1 + 𝑝2 + 𝑝3 + 𝑝4 ) − (𝑞1 + 𝑞2 + 𝑞3 + 𝑞4 )
h= = 0,0001
4

4. Ketidakpastian
41
Tabel 4.7 Ketidakpastian Kalibrasi Neraca

NO NOMINAL (g) KOREKSI KETIDAKPASTIAN


1 20 -0,00020 0,00007
2 40 -0,00034 0,00009
3 60 -0,00072 0,00010
4 80 -0,00092 0,00012
5 100 -0,00094 0,00014
6 120 -0,00094 0,00016
7 140 -0,00134 0,00018
8 160 -0,00181 0,00020
4 9 180 -0,00196 0,00023
. 10 200 -0,00215 0,00026

4.1.2 Kalibrasi Stopwatch

Tabel 4.8 Data Kalibrasi Stopwatch

No. Nom Variabel Pembacaan Standar


1 2 3 4 5 Rata-rata Sd
1 1 menit Alat 60,03 60,06 60,03 60,03 60,01 60,05
Standar 60,053 60 60,032 60,07 60,127 60,0564
Koreksi 0,0067 -0,0763 -0,0143 0,0237 0,0107 -0,0099 0,0395
2 2 menit Alat 119,75 119,5 119,53 119,6 119,69 119,614
Standar 119,73 119,524 119,548 119,548 119,701 119,618
3
Koreksi - 0,0077 0,0017 -0,0323 -0,0053 -0,0123 0,0192
0,0333
3 3 menit Alat 180,9 179,87 179,88 179,56 179,79 179,998
Standar 180,98 179,904 179,893 179,539 179,893 180,0418
Koreksi 0,0637 0,0177 -0,0033 -0,0373 0,0967 0,0275 0,0532
4 4 menit Alat 239,72 239,78 239,94 239,43 239,59 239,692
Standar 239,71 239,788 239,959 239,486 239,629 239,7148
2
Koreksi - -0,0083 0,0027 0,0397 0,0227 0,0065 0,0252
0,0243

42
5 5 menit Alat 299,78 300 299,66 299,84 299,66 299,788
Standar 299,78 299,966 299,628 299,821 299,662 299,7718
2
Koreksi - -0,0503 -0,0483 -0,0353 -0,0143 -0,0325 0,0175
0,0143

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan akhir

HASIL AKHIR
Nominal Koreksi Ketidakpastian
1 menit -0,01 0,20
2 menit -0,01 0,20
3 menit 0,03 0,20
4 menit 0,01 0,20
5 menit -0,03 0,20

43
4.1.3 Kalibrasi Anak Timbangan

1. Standar deviasi kalibrasi anak timbangan


Tabel 4.11 Standar Deviasi Kalibrasi Anak Timbangan

PENGULANGAN Massa
NO SKEMA NOM ∆𝑚1 ∆𝑚3 ∆𝑚5 𝑆𝑑𝑚𝑎𝑥 Rata-rata∆𝑚
I II III Alat

1 S 1.0000 1.0000 1.0000 0.0001 -1E-04 0.0000 0.00010328 -0.0001 0.999978

T 1.0001 0.9999 1.0000 ∆𝑚2 ∆𝑚4 ∆𝑚6


T 1.0001 0.9999 0.9999 -1E-04 -1E-04 -0.0002
S 1 1.0002 1.0000 1.0001

2 S 10.0001 10.0001 10.0003 0.0011 0.0009 0.0007 0.000236643 0.001 10.00096


T 10.0012 10.0010 10.0010
T 10.0010 10.0014 10.0011 0.0009 0.0014 0.001
S 10 10.0001 10.0000 10.0001

3 S 100.0003 100.0003 100.0002 -0.0024 -0.0023 -0.0024 8.16497E-05 -0.00233333 99.99777


T 99.9979 99.9980 99.9978
T 99.9981 99.9980 99.9980 -0.0022 -0.0023 -0.0024
S 100 100.0003 100.0003 100.0004

4 S 500.01 500.01 500.00 0.01 0.01 0.01 0.004082483 0.008333333 500.0092


T 500.02 500.02 500.01
T 500.03 500.02 500.01 0.01 0.01 0
S 500 500.02 500.01 500.01

44
Tabel 4.12 Hasil Akhir

Massa konvensional (gr) Ketidakpastian Nilai k


0.99998 0.00013 2.06
10.00096 0.00061 1.97
99.9978 0.0016 1.97
500.01 0.01 1.96

4.1.4 Kalibrasi Volumetri

Tabel 4.13 Hasil Data Kalibrasi Volumetrik

Ulangan Penimbangan
No Nom (mL) Penimbangan
1 2 3
B. Kosong 63,5676 63,5672 63,5665
(+) Air Suling 69,2200 69,2115 69,2481
1 5
B. Air Suling 5,6524 5,6443 5,6816
(+) Air Suling 74,8855 74,8845 74,9391
2 10
B. Air Suling 11,3179 11,3173 11,3726
(+) Air Suling 80,5905 80,5487 80,5808
3 15
B. Air Suling 17,0229 16,9815 17,0143
(+) Air Suling 86,1965 86,2196 86,2350
4 20
B. Air Suling 22,6289 22,6524 22,6685
(+) Air Suling 91,9046 91,8966 91,9113
5 25
B. Air Suling 28,3370 28,3294 28,3448
(+) Air Suling 97,5896 97,5682 97,5647
6 30
B. Air Suling 34,0220 34,0010 33,9982
(+) Air Suling 103,2055 103,2105 103,2367
7 35
B. Air Suling 39,6379 39,6433 39,6702
(+) Air Suling 108,8792 108,8561 108,9066
8 40
B. Air Suling 45,3116 45,2889 45,3401
(+) Air Suling 114,5152 114,5907 114,5156
9 45
B. Air Suling 50,9476 51,0235 50,9491

45
(+) Air Suling 120,1496 120,2533 120,1531
10 50
B. Air Suling 56,5820 56,6861 56,5866

Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Kalibrasi Volumetrik


Rata-Rata (W) V20 Koreksi Ketidakpastian
Nominal (mL) Sd (mL)
(gram) (cm3) (mL) (mL)
5 5,6594 0,0196 5,66 0,66 0,28
10 11,3359 0,0318 11,33 1,33 0,08
15 17,0062 0,0218 17,00 2,00 0,11
20 22,6499 0,0199 22,65 2,65 0,11
25 28,3371 0,0077 28,33 3,33 0,11
30 34,0071 0,0130 34,00 4,00 0,12
35 39,6505 0,0173 39,64 4,64 0,14
40 45,3135 0,0257 45,31 5,31 0,16
45 50,9734 0,0434 50,97 5,97 0,14
50 56,6182 0,0588 56,61 6,61 0,14

46
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kalibrasi Massa Neraca Elektronik
Kalibrasi neraca sendiri merupakan kegiatan pengunkuran dalam
keadaan khusus untuk menentukan hubungan antara nilai kuantitas neraca
dengan ketidakpastian pengukuran berdasarkan standar tertelusur
sehingga diperoleh hasil pengukuran dan ketidakpstian dari hasil yang
diperoleh alat tersebut. Dalam tersebut menunjukkan bahwa untuk
kalibrasi neraca elektronik merupakan suatu hal yang penting khususnya
untuk menjamin mutu dan keakuratan neraca elektronik yang dikalibrasi.
Dalam kalibrasi neraca yang dilakukan, digunakan anak timbangan kelas
E2 terkalibrasi yang sudah diketahui massanya sebagai standar. Dengan
menimbang standar pada neraca elektronik, maka akan diperoleh koreksi
dari pembacaan neraca dengan massa anak timbangan yang sesungguhnya
(sesuai sertifikat kalibrasi). Dengan menghitung faktor-faktor koreksi
maka nilai skala timbangan dapat dapat ditentukan nilai pengukuran dan
nilai ketidakpastiannya.
Kalibrasi massa dilakukan di laboratorium yang telah menerapkan
standar ISO 17025. Setelah dilakukan kalibrasi massa, maka neraca
elektronik akan mendapat sertifikat kalibrasi yang berisi nilai koreksi dan
ketidakpastian dari neraca tersebut yang menggambarkan penjaminan
mutu dan tingkat kehandalan dari neraca tersebut. Di Laboratorium
Kalibrasi Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik Yogyakarta dimana telah
menerapkan standar ISO 17025 maka kalibrasi neraca elektronik
dilakukan sesuai dokumen standar kalibrasinya. Dilakukan empat
pengujian untuk Neraca Elektronik merk Mettler Toledo kapasitas 220
gram dengan resolusi 0,0001 gram yaitu Repeatability Test (Uji Daya
Ulang), Uniformity of Scale (Uji Penyimpangan Nilai Nominal), Off
Center Loading (Pembebanan Tak Simetris) dan Uji Pengamatan
Histeresis (Hysteresis).
Repeatability Test (Uji Daya Ulang) dilakukan untuk mengetahui
kemampuan dan keakuratan neraca elektronik dalam pembacaan secara
berulang untuk beban yang sama. Uji daya ulang dilakukan dengan dua
metode yaitu Half Load (setengah kapasitas) dan Full Load (kapasitas
penuh). Untuk Half Load, neraca elektronik akan diberi anak timbangan

47
dengan massa setengah kapasitas maksimumnya atau mendekati sebanyak
10x pengulangan. Pada kalibrasi yang dilakukan digunakan anak
timbangan dengan massa 100 gram. Setelah pengujian Half Load maka
diperoleh data sesuai tabel 4.1. Dari hasil tersebut dapat diketahui selisih
atau perbedaan pembacaan neraca saat tidak diberi beban dan saat diberi
beban. Dari tabel 4.1 menunjukkan bahwa pembacaan neraca terhadap
anak timbangan dengan massa 100 gram tidak tetap atau fluktuatif namu
sangat kecil perbedaannya. Dengan mengurangkan pembacaan neraca saat
diberi anak timbangan dan saat tidak diberi anak timbangan maka
diperoleh perbedaan pembacaannya. Dari 10 data tersebut diperoleh
bahwa perbedaan atau penyimpangan terbesar (Max. Dif) sebesar 0,0001
gram. Dan dengan persamaan 3.1 maka diperoleh nilai standar deviasi
sebesar 0,0000567646 gram.
Pengujian Full Load sama seperti Half Load dimana naraca
elektronik diberi anak timbangan dengan massa maksimal neracanya atau
mendekati. Pada pengujian full load digunakan anak timbangan kelas E2
dengan massa 200 gram. Setelah pengujian Full Load maka diperoleh data
sesuai tabel 4.2. Dari hasil tersebut dapat diketahui selisih atau perbedaan
pembacaan neraca saat diberi beban dan saat tidak diberi beban, Dari tabel
4.2 nampak bahwa pembacaan neraca terhadap anak timbangan fluktuatif
namun relatif kecil perbedaannya. Dengan mengurangkan pembacaan
neraca saat diberi anak timbangan dan saat tidak diberi anak timbangan
maka diperoleh perbedaan pembacaannya. Dari 10 data tersebut diperoleh
bahwa perbedaan atau penyimpangan terbesar (Max. Dif) sebesar 0,0002
gram. Dan dengan persamaan 3.1 maka diperoleh nilai standar deviasi
sebesar 0,0000567646 gram. Dari hasil tersebut diketahui bahwa ketika
neraca elektronik digunakan untuk mengukur massa secara terus-menerus
maka dapat terjadi penyimpangan pembacaan neraca maksimal sebesar
0,0002 gram.
Uniformity of Scale (Uji Penyimpangan Nilai Nominal) dilakukan
untuk mengetahui penyimpangan pembacaan neraca ketika diberi anak
timbangan lebih dari satu sehingga dapat diketahui sumbangan kesalahan
tiap anak timbangan dan kombinasinya. Kombinasi anak timbangan
dimulai dari 10% dari kapastitas maksimum dimana untuk neraca

48
berkapasitas 220 gram maka digunakan anak timbangan dengan massa 20
gram hingga kapasitas maksimumnya dengan interval 10% atau sebesar
20 gram. Setelah melakukan pengujian maka diperoleh data seperti pada
tabel 4.3. Dari hasil tersebut dapat diperoleh nilai koreksi untuk tiap
kombinasi anak timbangan dengan menggunakan persamaan 3.2 dengan
membandingkan terhadap nilai standar dari setiap anak timbangan.
Koreksi tersebut menggambarkan selisih atau perbedaan pembacaan
neraca dengan nilai massa standar tiap anak timbangan. Hasil koreksi
yang diperoleh relatif kecil dengan orde 10−4 untuk pengukuran massa 20
gram hingga 120 gram dan orde 10−3 untuk massa 140 hingga 200 gram.
Kemudian diperoleh pula nilai ketidakpastian untuk tiap anak timbangan
dan kombinasinya sesuai dengan tabel 4.14. Dari hasil ketidakpastian
tersebut nampak bahwa semakin banyak kombinasi anak timbangan yang
digunakan maka nilai ketidakpastiannya semakin besar. Hal tersebut
karena semakin banyak anak timbangan maka sumbangan kesalahannya
pun semakin banyak sehingga nilai ketidakpastiannya akan semakin besar.
Off Center Loading (Pembebanan Tak Simetris) dilakukan untuk
mengetahui kemampuan pembacaan beban pada neraca disaat penempatan
anak timbangan tidak berada di tengah piringan. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan anak timbangan setengah kapasitas maksimum
neraca yaitu 100 gram. Dari pengujian diperoleh data seperti pada tabel
4.4. Dari hasil tersebut nampak bahwa terjadi perbedaan pembacaan
neraca jika anak timbangan diletakkan diposisi yang berbeda pada
piringan neraca. Kemudian dapat diperoleh nilai penyimpangan
maksimumnya (Max Dif) yaitu sebesar 0,001 gram. Jadi, ketika anak
timbangan diletakkan sembarang dan tidak konstan di atas piringan neraca
maka muncul koreksi maksimum dari pembacaan neraca sebesar 0,001
gram.
Uji Pengamatan Histeresis (Hysteresis) dilakukan dengan berbagai
kombinasi anak timbangan yaitu ketika tidak diberi beban, diberi satu
anak timbangan, diberi dua anak timbangan dan dilakukan berulang
sehingga dapat diketahui kemampuan neraca elektronik tersebut. Dari
pengujian diperoleh hasil seperti pada tabel 4.5. Dari hasil tersebut dapat
diperoleh nilai Histeresis dari neraca dengan menggunakan persamaan 3.3
49
sebesar 0,0001. Hal tesebut berarti kemampuan neraca ketika diberi
perlakukan yang cukup ekstrim maka hasil pembacaan neraca tetap baik
dikarenakan perbedaan pembacaan neraca tidak terlalu jauh.Dari semua
pengujian diperoleh hasil akhir seperti tabel berikut
Tabel 4.15 Tabel Koreksi dan Ketidakpastian

NO NOMINAL (g) KOREKSI KETIDAKPASTIAN


1 20 -0,00020 0,00007
2 40 -0,00034 0,00009
3 60 -0,00072 0,00010
4 80 -0,00092 0,00012
5 100 -0,00094 0,00014
6 120 -0,00094 0,00016
7 140 -0,00134 0,00018
8 160 -0,00181 0,00020
9 180 -0,00196 0,00023
10 200 -0,00215 0,00026

Dari hasil tersebut menyatakan bahwa koreksi pada neraca


elektronik merk Mettler Toledo yang dikalibrasi akan bertambah besar
linear dengan pertambahan massa beban yang diukur. Hal ini sesuai
dikarenakan semakin besar massa maka sumbangan koreksi pembacaan
semakin besar. Ketidakpastian alat juga tidak terlalu besar, dimana
ketidakpastian alat tidak lebih besar dari 1/3 MPE anak timbangan yang
digunakan sebagai standar pembacaan massa. Karena standar yang
digunakan adalah anak timbang maka dapat dianalogikan dengan mpe
anak timbangan. Dari hasil yang didapatka, neraca elektronik merk
mettler toledo dengan kapasitas maksimum 220 gram yang dikalibrasi
tidak memberikan koreksi dan penyimpangan yang terlalu jauh sehingga
neraca tersebut dapat dikatakan dalam kondisi baik untuk melakukan
penimbangan massa.

50
4.2.2 Kalbrasi Stopwatch

Stopwatch adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur


interval waktu. Mengingat banyak sekali fungsi dari stopwatch maka alat
ukur stopwatch harus dikalibrasi. Dalam proses kalibrasi digunakan 2
stopwatch yang masing-masing berfungsi sebagai alat dan standar. Dari
pengulangan tersebut kita dapat mengetahui koreksi dan standar
deviasinya, serta hasil pengukuran dan ketidakpastiannya.
Kalibrasi stopwatch dilakukan di laboratorium yang telah
menerapkan standar ISO 17025. Setelah dilakukan kalibrasi , maka
stopwatch akan mendapat sertifikat kalibrasi yang berisi nilai koreksi dan
ketidakpastian dari stopwatch tersebut yang menggambarkan penjaminan
mutu dan tingkat kehandalan dari stopwatch tersebut. Di Laboratorium
Kalibrasi Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik Yogyakarta dimana telah
menerapkan standar ISO 17025 maka kalibrasi stopwatch dilakukan
sesuai dokumen standar kalibrasinya.
Mengacu pada NIST SP 960-12 metode yang digunakan adalah
metode perbandingan langsung. Tombol START kedua Stopwatch (alat
dan standar) ditekan bersamaan kemudian diamati dan tekan STOP
bersamaan sampai dengan nominal yang diinginkan. Nominalnya yaitu 60
s, 120 s, 180 s, 240 s, 300 s, dengan pengulangan sebanyak 5 kali setiap
nominal. Setelah data diperoleh, data tersebut diolah di Ms. Excel untuk
mendapatkan ketidakpastian pengukuran seperti pada tabel 4.

4.2.3 Kalibrasi Anak Timbangan

Pada kalibrasi anak timbangan, digunakan dua jenis anak


timbangan yaitu F1 dan M1. Anak timbangan F1 sebagai standar dan anak
timbangan M1 sebagai anak timbangan yang akan dikalibrasi atau sebagai
alat. Pada kalibrasi ini dilakukan langkah-langkah kalibrasi dengan cara
mula-mula meletakkan anak timbangan standar pada pan neraca yang
sudah di warming up selama 1 jam. Kemudian menggantinya dengan anak
timbangan alat, diangkat dan diletakkan kembali. Lalu pada akhirnya
kembali diletakkan anak timbangan alat.

51
Pada kalibrasi anak timbangan ini digunakan dua jenis neraca yaitu
neraca dengan dua digit dan empat digit. Neraca dua digit diperuntukkan
bagi anak timbangan dengan nominal 500 gram, sedangkan neraca empat
digit diperuntukkan bagi anak timbangan dengan nominal 1 g, 10 g, dan
100 g. Perbedaan antara kedua neraca tersebut dapat dikatakan bahwa
neraca elektronik dengan empat digit memiliki tingkat akurasi yang lebih
tinggi daripada neraca dua digit karena dapat mengukur hingga 10
mikrogram, sedangkan pada neraca dua digit hanya dapat mengukur
hingga orde 10−2. Pada neraca dua digit ini pula masih terdapat gangguan
yang disebabkan oleh gesekan udara karena pada neraca tidak dilindungi
kaca pembatas seperti yang dimiliki neraca empat digit di laboratorium
BBKKP.

Setelah dilakukan perhitungan menggunakan rumus pada analisa


data didapatkan bahwa anak timbangan M1 yang diukur memiliki massa
konvensionalnya 1.0000 g, 10.00096 g, 99.9978 g, dan 500.01 g. keempat
anak timbangan tersebut memiliki ketidakpastiannya masing-masing
seperti yang tertera pada tabel hasil akhir. Nilai faktor cakupan yang
didapatkan dari perhitungan mendekati 2 (k ≈ 2). Pada perhitungan
ketidakpastian dan koreksi anak timbangan dipengaruhi oleh repetabilitas,
resolusi alat, drift anak timbangan, ketidakpastian standar, dan air
buoyancy. Sumber ketidakpastian lainnya didapat ketika melakukan
pengukuran yaitu variasi pembacaan skala. Variasi pembacaan skala
terjadi ketika skala pada alat ukur yang mengalami perubahan meskipun
anak timbang telah selesai diletakkan. Variasi pembacaan dapat diperoleh
dengan mencari nilai setengah dari lebar variasi gerak skala.

4.2.4 Kalibrasi Volumetrik (Buret)


Kalibrasi volumetri buret dilakukan untuk mengetahui kemampuan
dari buret itu sendiri. Hasil kalibrasi volumetri berupa nilai ketidakpastian
dan koreksi yang menggambarkan kemampuan ukur dan penjamin
mutunya.
Kalibrasi buret dilakukan pada buret merek Pyrex berkapasitas 50
mL dengan resolusi 0,02 mL. Kalibrasi dilakukan dengan metode 10 titik
dengan interval 5 mL tiap pengukuran. Setelah dilakukan kalibrasi, maka
52
diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.10. Dari hasil tersebut diperoleh
massa air untuk buret yang diisi maksimum kapasitasnya. Dengan
menggunakan Pers. 3.12, nilai massa tersebut dapat dikonversi menjadi
nilai volume air yang terisi dalam buret. Nampak bahwa ternyata nilai
volume air yang terhitung lebih besar daripada volume buret yang terukur.
Nilai koreksi atau perbedaan selisih pembacaan pengukuran sebesar 0,66
gram sampai 6,61 gram. Kemudian dengan menggunakan rumus di Ms.
Excel, diperoleh standar deviasi seperti pada Tabel 4.20.
Dengan menghitung sumbangan kesalahan dari faktor-faktor luar
seperti massa air destilasi, densitas udara, densitas air, densitas anak
timbangan, temperatur air, koefisien muai bahan dan efek meniskus maka
diperoleh nilai ketidakpastian bentangannya. Nilai ketidakpastian terkecil
terdapat pada nominal 10 mL, yakni sebesar 0,08 gram dan nilai
ketidakpastian terbesar terdapat pada nominal 5 mL, yakni sebesar 0,28
gram.

53
LABORATORIUM UJI PRODUK KULIT, KARET DAN PLASTIK

54
BAB III METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Uji Ketahanan Sobek
3.1.1.1 Uji Ketahanan Sobek Sol Sepatu
1. Sampel Sol Sepatu
2. Jangka Sorong
3. Thickness Gauge
4. Pemotong Sampel
5. Tensile Strain Tester Merek Zwick/Roell
6. Bolpoin/Spidol

3.1.1.2 Uji Ketahanan Sobek Kertas Daur Ulang

1. Sampel Kertas Daur Ulang


2. Tearing Tester Elemendort
3. Thickness Gauge
4. Penggaris
5. Gunting
6. Bolpoin/Spidol

3.1.1.3 Uji Ketahanan Sobek Sampel Kain Rumah Sakit

1. Sampel Kain Rumah Sakit


2. Tensile Strain Tester Merek Zwick/Roell
3. Thickness Gauge
4. Penggaris
5. Gunting
6. Bolpoin/Spidol

3.1.2 Uji Ketahanan Minyak Pelumas


3.1.2.1 Uji Ketahanan Minyak Pelumas pada Sampel Sol Sepatu
1. Sampel Sol Sepatu
2. Minyak Pelumas dalam Gelas Tertutup
3. Electronic Densimeter
4. Penjepit
5. Spidol

55
6. Lap Pembersih (Tisu)
7. Pemotong/Cutter

3.1.3 Uji Ketahanan Kimia


3.1.3.1 Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap Larutan
H2S04, HCl dan NaOH
1. Sampel Bot PVC
2. Pemotong dan Cutter
3. Larutan Aseton
4. Larutan H2S04
5. Larutan HCl
6. NaOH (sodium hidroksida)
7. Gelas yang Tertutup
8. Aquades
9. Spidol/Bolpoin

3.1.3.2 Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap Larutan Asam
Oleat
1. Sampel Bot PVC
2. Pemotong dan Cutter
3. Larutan Aseton
4. Asam Oleat
5. Gelas yang Tertutup
6. Spidol/Bolpoin

3.1.3.3 Uji Ketahanan Kimia Sol Sepatu terhadap Larutan Isooktan

1. Sampel Sol Sepatu


2. Pemotong dan Cutter
3. Neraca Elektronik merek Mettler Toledo
4. Larutan Isooktan
5. Gelas yang Tertutup
6. Spidol/Bolpoin
7. Penjepit
8. Lap Pembersih (Tisu)

56
3.1.4 Uji Bengkuk
1. Sample yang akan diuji
2. Alat uji bengkuk
3. Paku/Chisel
4. Palu
5. Spidol
6. Kaca Pembesar
7. Jangka sorong

3.1.5 Uji Dimensi Sepatu


1. Sample sepatu yang diuji
2. Penggaris
3. Jangka sorong
4. Gunting

3.1.6 Uji Dimensi Ban


1. Ban yang diuji
2. Jangka Sorong
3. Meteran
4. Alat pengukur TW
5. Alat pengukur tekanan ban

3.1.7 Uji Dimensi Karung


1. Sample karung yang diuji
2. Mistar/Penggaris
3. Neraca Elektronik

3.1.8 Pengukuran Bobot Jenis

1. Sample yang diuji


2. Gunting/cutter
3. Neraca Elektronik
4. Densimeter
5. Aquades
3.1.9 Uji Ozone
1. Sample yang diuji

57
3. Gunting/cutter
4. Mistar
5. Alat perpanjangan sample
6. Mesin ozone
3.1.10Uji Breaking Energy
1. Ban yang akan diuji
1. Alat uji verifikasi ban
2. Mesin uji breaking energy ban
3.1.11 Uji Kuat Tarik & Perpanjangan Putus
1. Tensille Strain Tester merek Zwick-Roell dan merek Kao Tieh
2. Caliper (jangka sorong)
3. Thickness Gauge
4. Meteran
5. Sample (karet, ban dalam, kain rumah sakit, kertas daur ulang, dll)
3.1.12 Uji Aging (Pengusangan) Produk Ban Dalam dan Bantalan Karet pada Rel
Crane
1. Sample ban dalam & banyalan rel pada crane
2. Pemotong sample
3. Oven
3.1.13 Uji Kikis Produk Sol Sepatu
1. Sample sol sepatu
2. Alat uji kikis (Abrassion Tester)
3. Analytic Balance
4. Kuas
3.1.14 Uji Kekerasan Produk Bantalan Karet pada Rel Crane dan sepatu boot PVC
1. Sample bantalan karet pada rel crane dan sepatu boot PVC
2. Shore A

58
3.2 Tata Laksana
3.2.1 Uji Ketahanan Sobek

3.2.1.1 Uji Ketahanan Sobek Sol Sepatu

1. Sampel karet ban dalam dipotong dengan bentuk spesimen (cuplikan)


persegi panjang sebanyak 5 cuplikan
2. Spesimen dipotong (dibelah) menjadi dua, kurang lebih setengah dari
panjang totalnya.

63

43 50

Gambar 3.1 Spesimen Uji Ketahanan Sobek Sol Sepatu


3. Spesimen dinomori menggunakan bolpoin
4. Tiap spesimen diukur tebalnya menggunakan Thickness Gauge di tiga
titik yang berbeda pada bagian yang tidak terbelah untuk diambil nilai
terkecil dari tiga titik.
5. Alat Tensile Strength Tester dihidupkan dan diatur sedemikian rupa
sehingga sesuai dengan kriteria yang disyaratkan.
6. Spesimen ditempatkan pada Alat Tensile strength tester dan pengujian
dimulai dengan meng-click tombol start
7. Nilai beban dan hasil uji dari spesimen didapatkan dan dicatat

3.2.1.2 Uji Ketahanan Sobek Kertas Daur Ulang

1. Sampel kertas daur ulang variasi 1, variasi 2, variasi 3 dan kontrol


dipotong dengan ukuran 10 cm x 10 cm dan diukur beratnnya.
2. Sampel kertas daur ulang variasi 1, variasi 2, variasi 3 dan kontrol
dipotong dengan bentuk spesimen (cuplikan) persegi panjang masing-
masing sebanyak 5 cuplikan

59
3. Spesimen dipotong (dibelah) menjadi dua, kurang lebih setengah dari
panjang totalnya.

63

43 50

Gambar 3.2 Spesimen Uji Ketahanan Sobek Kertas Daur Ulang


4. Spesimen dinomori menggunakan bolpoin
5. Tiap spesimen diukur tebalnya menggunakan Thickness Gauge di tiga
titik yang berbeda pada bagian yang tidak terbelah untuk diambil nilai
terkecil dari tiga titik.
6. Alat Tearing Tester Elemendort dinolkan terlebih dahulu
7. Spesimen ditempatkan pada Alat Tearing Tester Elemendort dan
pengujian dimulai
8. Nilai beban dari spesimen yang diuji didapatkan dan dicatat

3.2.1.3 Uji Ketahanan Sobek Sampel Kain Rumah Sakit

1. Sampel kain rumah sakit tipe A dan tipe B dipotong dengan bentuk
spesimen (cuplikan) persegi panjang masing-masing sebanyak 5
cuplikan. Pemotongan dilakukan pada masing-masing alur bujur dan
lintang
2. Spesimen dipotong (dibelah) menjadi dua, kurang lebih setengah dari
panjang totalnya.

63

43 50

Gambar 3.3 Spesimen Uji Ketahanan Sobek Kain Rumah Sakit


3. Spesimen dinomori menggunakan bolpoin
4. Tiap spesimen diukur tebalnya menggunakan Thickness Gauge di tiga
titik yang berbeda pada bagian yang tidak terbelah untuk diambil nilai
terkecil dari tiga titik.
5. Alat Tensile Strength Tester dihidupkan dan diatur sedemikian rupa
sehingga sesuai dengan kriteria yang disyaratkan.

60
6. Spesimen ditempatkan pada Alat Tensile strength tester dan pengujian
dimulai dengan meng-click tombol start
7. Nilai beban dan hasil uji dari spesimen didapatkan dan dicatat

3.2.2 Uji Ketahanan Minyak Pelumas

3.2.2.1 Uji Ketahanan Minyak Pelumas pada Sampel Sol Sepatu

1. Sampel sol sepatu dipotong dengan bentuk spesimen persegi sebanyak


5 cuplikan

Gambar 3.4 Spesimen Uji Ketahanan Minyak Pelumas


2. Spesimen dinomori menggunakan spidol
3. Tiap spesimen diukur berat di udara dan berat di air menggunakan
Electronic Densimeter
4. Spesimen dimasukan ke dalam gelas berisi minyak pelumas dan
direndam selama 24 jam
5. Setelah 24 jam, spesimen diangkat dan dikeringkan menggunakan tisu
6. Tiap spesimen diukur kembali berat di udara dan berat di air
menggunakan Electronic Densimeter
3.2.3 Uji Ketahanan Kimia
3.2.3.1 Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap Larutan H2S04,
HCl dan NaOH
1. Sampel sepatu bot PVC dipotong pada:
a. Bagian atas (upper) dengan ukuran panjang (64+-2) mm, lebar (64+-
2) mm sebanyak 9 cuplikan (untuk diuji bengkuk dan kerasnya
setelah direndam bahan kimia) dan ukuran yang lebih kecil
sebanyak 9 cuplikan (untuk diukur berat sebelum dan sesudah).
64

64

Gambar 3.5 Spesimen Uji Ketahanan Larutan H2S04, HCl dan


NaOHBagian Upper

61
b. Bagian bawah (sol) dengan ukuran panjang 150 mm, lebar 25 mm
sebanyak 9 cuplikan (untuk diuji bengkuk dan kerasnya setelah
direndam bahan kimia) dan ukuran yang lebih kecil sebanyak 9
cuplikan (untuk diukur berat sebelum dan sesudah)

150

25

Gambar 3.6 Spesimen Uji Ketahanan Larutan H2S04, HCl dan


NaOHBagian Sol
2. Masing-masing 9 cuplikan tersebut dibagi menjadi 3 (tiga), 3 buah
disiapkan untuk perendaman ke dalam larutan H2SO4, 3 buah
disiapkan untuk perendaman ke dalam larutan HCl dan 3 buah
disiapkan untuk perendaman ke dalam larutan NaOH
3. Lem dan benang yang masih merekat pada bagian dalam spesimen
dibersihkan menggunakan aseton
4. Larutan disiapkan dengan konsentrasi
a. Asam sulfat (H2SO4) 30% (b/b) dan aquades 70%. Total volume
larutan Asam sulfat dan aquades adalah 1000mL
b. Asam klorida (HCl) 20% (b/b) dan aquades 80%. Total volume
larutan Asam klorida dan aquades adalah 1000mL
c. Sodium hidroksida (NaOH) 20% (b/b) dan aquades 80%. Total
volume larutan Sodium hidroksida dan aquades adalah 1000mL
5. Spesimen dinomori dan ditandai
6. Sebelum direndam dalam larutan kimia, spesimen diuji terlebih dahulu,
yakni diuji kekerasannya, dan diukur beratnya.
7. Masing-masing spesimen dimasukan ke dalam gelas berisi larutan
H2S04, HCl dan NaOH dan direndam selama 70 jam
8. Setelah 70 jam, spesimen diangkat dan ditiriskan menggunakan tisu
dan diuji kembali kekerasannya, beratnya serta diuji bengkuk.
3.2.3.2 Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap Larutan Asam
Oleat
1. Sampel sepatu bot PVC dipotong pada:
a. Bagian atas (upper) dengan ukuran panjang (64+-2) mm, lebar (64+-
2) mm sebanyak 3 cuplikan (untuk diuji bengkuk)

62
64

64

Gambar 3.7 Spesimen Uji Ketahanan Larutan Asam OleatBagian Upper


b. Bagian bawah (sol) dengan ukuran panjang 150 mm, lebar 25 mm
sebanyak 3 cuplikan (untuk diuji bengkuk)

150

25
Gambar 3.8 Spesimen Uji Ketahanan Larutan Asam Oleat Bagian Sol
2. Lem dan benang yang masih merekat pada bagian dalam spesimen
dibersihkan menggunakan aseton
3. Spesimen dinomori dan ditandai
4. Spesimen dimasukan ke dalam gelas berisi asam oleat dan direndam
selama 120 jam
5. Setelah 120 jam, spesimen diangkat dan ditiriskan menggunakan tisu
untuk diuji bengkuk

3.2.3.3 Uji Ketahanan Kimia Sol Sepatu terhadap Larutan Isooktan

1. Sampel sol sepatu dipotong kedalam bentuk persegi sebanyak 5


spesimen (cuplikan)

Gambar 3.9 Spesimen Uji Ketahanan Larutan Isooktan


2. Spesimen dinomori menggunakan spidol
3. Tiap spesimen diukur beratnya menggunakan Neraca Elektronik merek
Mettler Toledo
4. Spesimen dimasukan ke dalam gelas berisi larutan isooktan dan
direndam selama 24 jam
5. Setelah 24 jam, spesimen diangkat dan ditiriskan menggunakan tisu
6. Tiap spesimen diukur beratnya menggunakan Neraca Elektronik merek
Mettler Toledo

63
3.2.4 Uji Bengkuk
1. Lakukan pengujian dengan alat uji ketahanan bengkung SATRA STM
601
2. Potong cuplikan di bagian yang tipis dari bagian atas sepatu (boot
upper) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran sisi (64±1)mm
3. Pasang cuplikan pada alat uji ketahanan bengkung
4. Kencangkan sekrup dan jalankan alat sehingga mencapai 150.000
bengkungan
3.2.5 Uji Dimensi Sepatu

3.2.5.1 Tinggi bagian atas sepatu

1. Letakkan contoh sepatu pada bidang datar dan keras;


2. Lakukan pengukuran di bagian sisi dalam dari belakang sepatu tegak
lurus mulai dari telapak bagian dalam sampai ke top line sepatu.
3. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan mistar.
4. Persyaratan tinggi sepatu bot untuk desain sepatu setinggi lutut (knee)
adalah:
a. untuk pria: 330 s.d 429 mm
b. untuk wanita: 280 s.d 380 mm

3.2.5.2 Tebal bagian atas sepatu (boot upper)

1. Ukur tebal bagian atas sepatu termasuk pelapisnya di sekeliling


lingkaran
2. Lakukan pengukuran di berbagai titik berjarak minimal 3 mm dan
maksimal 15 mm di bawah penguat atas (top binding).
3. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Jangka Sorong.

3.2.5.3 Tebal Foksing

1. Ukur tebal foksing termasuk pelapisnya di berbagai tempat di


sekeliling tepi bawah sepatu;
2. Ukur pula tebal foksing di bagian atas hak dan di depan bagian jari-jari
berjarak 6 mm dari garis tengah sepatu. Garis tengah sepatu seperti
pada Gambar 2.
3. Pengukuran dilakukan menggunakan Jangka sorong.

64
3.2.5.4Tebal sol luar

1. Ukur tebal sol luar di berbagai titik pada kembangan sol atau tanpa
kembangan.
2. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Jangka sorong.

3.2.5.5Tebal hak

1. Ukur tebal hak di berbagai titik pada kembangan sol atau tanpa
kembangan.
2. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Jangka sorong.
3.2.6 Uji Dimensi Karung
1. Identifikasi warna karung
2. Identifikasi Sablon logo
a. Mengukur ukuran sablon logo (cm x cm)
b. Identifikasi warna logo
c. Identifikasi letak logo
3. Mengukur panjang karung (cm)
4. Mengukur lebar karung (cm)
5. Menghitung nomor pita, Denier
6. Menghitung jumlah anyaman karung
a. Arah horizontal per 10 cm
b. Arah vertikal per 10 cm
7. Menghitung jumlah jahitan per 10 (cm)
8. Mengukur lebar lipatan jahitan (cm)
9. Mengukur jarak jahitan dari tepi lipatan (cm)
10. Mengukur panjang ekor jahitan (cm)

3.2.7 Uji Dimensi Ban


1. Mengukur lebar ban dengan jangka sorong pada 3 tempat yang berbeda
2. Mengukur keliling ban dengan meteran pada 3 lokasi yang berbeda
3. Mengukur tekanan ban dengan alat ukur tekanan
4. Mengukur TW(keausan ban) dengan alat ukur TW pada 5 lokasi yang
Berbeda

65
3.2.8 Pengukuran Bobot Jenis
1. Sample di potong dengan bentuk sembarang sebanyak 5 buah dengan
berat kurang lebih 2 gram.
2. Pengambilan sample dilakukan pada daerah yang acak namun memiliki
struktur/tipe yang hampir sama.
3. Misalkan pada kulit, karet/plastik berupa bahan,dapat diambil bagian
manapun dikarenakan belum ada penambahan material lain untuk
dijadikan produk sehingga bobot jenis bahan masih murni.
4. Sedangkan pada sample yang merupakan produk, misal pada sepatu.
Pengambilan sample yang diukur bobot jenisnya adalah bagian yang
murni karet/kulit. Apabila ada serat lain yang berupa jahitan, maupun
lem wajib untuk dihilangkan. Hal ini bertujuan agar tidak
mempengaruhi bobot jenis yang terukur.
5. Cuplikan ditimbang terlebih dahulu untuk memastikan berat cuplikan
kurang lebih 2 gram. Hal ini agar memudahkan pengukuran bobot
jenis. Dikarenakan apabila sample terlalu ringan, saat dimasukkan
kedalam densimeter akan bergerak gerak sehingga pembacaan pada
densimeter berubah ubah.
6. Densimeter (alat pengukur bobot jenis) disiapkan dan di tera.
7. Sample dimasukkan kedalam densimeter
8. Pembacaan densimeter dicatat.
3.2.9 Uji Breaking Energy
1. Dilakukan uji dimensi dan verifikasi sample ban yang sudah dijelaskan
pada bab 2.1 (misal)
2. Ban yang akan diuji dibersikan dari debu maupun lumpur yang
menempel
3. Ban dipasang pada alat uji breaking energy
4. Kemudian dikunci dengan pengunci velg yang sesuai dengan ukuran
ban
5. Jarum penusuk yang digunakan juga disesuaikan dengan ukuran dan
jenis ban
6. Pada penusukan pertama dilakukan uji coba untuk mengetahui
kedalaman penusukan yang sesuai agar breaking energy yang
didapatkan pada data sesuai atau mencapai nilai breaking energy sesuai

66
dengan SNI yang berlaku, untuk ban truk menggunakan SNI ban/truk,
untuk ban mobil penumpang menggunakan SNI ban mobil penumpang
yang berlaku.
7. Kedalaman penusukan diatur kemudian ban mulai ditusuk pada bagian
tengah dari permukaan ban
8. Saat kedalaman penusukan sudah mencapai breaking energy yang
sesuai, dilakukan penusukan 4 kali pada bagian permukaan yang
lainnya.
9. Breaking energy penusukan yang dicatat adalah breaking energy
minimum dari 4 kali penusukan.
10. Setelah itu data yang didapat dianalisa dengan standar yang ada.
3.2.10 Uji Ozon
1. Sample dipotong dengan potongan persegi panjang ± 10 cm
2. Sample ditandai dengan jarak 5 cm pada bagian tengah seperti gambar

5cm
Gambar 3.10 Spesimen Uji Ozon
4 Sample dipasang pada alat yang dapat menarik sample hingga
perpanjangan yang diinginkan.
5 Setiap alat dipasang satu sample.
6 Skrup alat diputar hingga jarak antar penanda 5 cm berubah menjadi 6
cm.
7 Alat dimasukkan kedalam ruangan tertutup yang gelap selama 72 jam.
8 Setelah 72 jam sample dikeluarkan dari ruang gelap untuk dimasukkan
ke dalam alat uji ozon
9 Mesin ozone climate simulator SIM 6300-T dihidupkan
10 Suhu pada alat diatur pada 40oC dengan konsentrasi paparan ozon
dalam alat 5 pphm( (part per hundred milion) denan rentang waktu 48
jam.
11 Sirine merah yang menyala pada alat ditunggu hingga berubah warne
menjadi hujau.

67
12 Suhu dan kadar ozon pada penunjuk alat ditunggu hingga mamenuhi
angka yang diinputkan.
13 Sample dimasukkan kedalam mesin dengan menggantungkan alat
perpanjangan sample pada roda putar dalam alat simulator ozon
14 Kemudian tekan tombol start.
15 Setelah 48 jam mesin dimatikan
16 Sample dalam alat dikeluarkan kemudian diamati
17 Hal yang diamati adalah perubahan bentu fisik dari sample,
pengamatan dilakukan dengan kaca pembesar agar perubahan fisik
sample lebih terlihat.
18 Perubahan sample dicatat untuk kemudian dibandingkan atau dianalisa
dengan SNI yang ada.
3.2.11 Uji Tarik dan Perpanjangan Putus
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Sample dipotong dalam bentuk dayung (dumb bell) dan ditandai untuk
bagian cuplikan sepanjang 20 mm
3. pada cuplikan diukur lebar terkecilnya menggunakan jangka sorong,
dan tebal terkecilnya menggunakan thickness gauge
4. Alat uji mulai dinyalakan. Tensille Strength Tester yang digunakan
merek Zwick-Roell yang telah dihubungkan dengan komputer. Alat
disetel dengan grip to grip separationnya 50 mm dan modulusnya
100% (tergantung bahan yang diuji dan standar)
5. Sample dijepit pada grip, dan alat mulai dioperasikan ketika force
sudah di nol-kan. Ketika proses penarikan dimulai, ujung atas dan
ujung bawah ditarik berlawanan arah sehingga sample memanjang
dengan kecepatan 500 mm/menit.
6. Untuk perpanjangan putus, diukur menggunakan meteran yang
dipegang beriringan dengan perpanjangan sample.
7. Force ketika perpanjangan sample telah memenuhi modulus dicatat
sebagai Force maksimal (beban yang dibutuhkan untuk sample tersebut
putus). Panjang elongasi produk uji juga dicatat. Force maksimal dan
elongasi juga dapat dicatat dari tampilan komputer.
8. Setelah satu sample selesai diuji, langkah 5-7 diulangi dengan sample
berikutnya.

68
3.2.12 Uji Pengusangan (uji aging)
3.2.12.1 Produk ban dalam
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Produk ban dalam dipotong dalam bentuk dayung (dumb bell)
dan ditandai cuplikannya sepanjang 20 mm
3. Sebelum dilakukan uji aging, oven disetting menggunakan suhu
105℃ dan didiamkan hingga oven dapat mencapai suhu
tersebut.
4. Setelah oven siap, sample dimasukkan ke oven lalu dioven
selama 3-4 jam.
5. Oven dimatikan lalu sample diukur tebal dan lebarnya
menggunakan jangka sorong dan thickness gauge.
6. Dilakukan uji tarik pada sample dan dicatat data perpanjangan
putus dan force maksimalnya.
3.2.12.2 Produk Bantalan Karet pada Rel Crane
1. Alat dan bahan disiapkan
2. produk dipotong menjadi sample berbentuk bundar-bundar kecil
dengan ukuran seragam
3. Oven dinyalakan dan disetting pada suhu 100 oC lalu didiamkan
beberapa saat.
4. sampel dimasukkan pada oven setelah diuji kekerasannya
menggunakan shore A.
5. pengusangan (aging) dilakukan selama 72 jam. Lalu sample
dikeluarkan dari oven dan diamati performance dari sample setelah
aging dilakukan.
3.2.13 Uji kikis produk sol sepatu
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Sol sepatu dipotong-potong dengan mesin menjadi bundar-bundar kecil
3. salah satu permukaan sample dikikis menggunakan alat uji kikis
(Abrassion Tester) dalam satu kali jalan
4. Sample tersebut ditimbang massanya menggunakan alat analytic
balance

69
5. sample dikikis kembali menggunakan alat uji kikis sebelumnya. Setiap
setelah mengikis 1 sampel, alat dibersihkan dengan kuas dengan 7
sapuan sambil mesin dinyalakan
6. Lalu dilanjutkan dengan mengikis sampel yang lain.
7. Lalu ditimbang massa setelah pengikisan dan dilanjutkan dengan
pengukuran bobot jenisnya.

3.2.14 Uji kekerasan


1. Alat dan bahan disiapkan
2. Produk dipotong menjadi sample dengan bentuk tertentu. Untuk sample
bantalan karet pada rel crane dipotong dengan bentuk bundar-bundar
kecil, sedangkan pada produk sepatu boot pvc bagian atas dipotong
dengan bentuk lembaran persegi.
3. sample diuji kekerasannya menggunakan shore A dengan cara
menekan alat pada sample. Pembacaan skala yang ditunjukkan
dilakukan setelah menunggu 3 detik.
4. Data kekerasan sample tersebut dicatat lalu sample dilanjutkan pada uji
lain. Pada bantalan karet rel crane dilanjutkan uji aging dan diukur
kekerasan setelah uji aging, sedangkan pada karet bagian atas sepatu
boot pvc dilanjutkan dengan uji kimia dan diukur lagi kekerasannya.

70
3.3 Analisa Data

3.3.1 Uji Ketahanan Sobek

3.3.1.1 Uji Ketahanan Sobek Sol Sepatu

Tabel 3.1 Uji Ketahanan Sobek Sol Sepatu

No. Tebal (mm) Lebar (mm) Area (mm2) Fmax (kgf)

𝐴𝑟𝑒𝑎 = 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 × 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 (3.1)

3.3.1.2 Uji Ketahanan Sobek Kertas Daur Ulang

Tabel 3.2 Uji Ketahanan Kertas Daur Ulang

Kode Grammature Ketahanan Sobek Hasil Uji


(gr/m2) (mN) (mN.m2/gr)

𝑤
𝑖
𝐺𝑟𝑎𝑚𝑚𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒𝑖 = 𝐴𝑟𝑒𝑎 (3.2)
𝑖

𝑤1 +𝑤2
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐺𝑟𝑎𝑚𝑚𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒 = (3.3)
2

𝐴𝑟𝑒𝑎 = 𝑠𝑖𝑠𝑖 × 𝑠𝑖𝑠𝑖 (3.4)

3.3.1.3 Uji Ketahanan Sobek Sampel Kain Rumah Sakit

Tabel 3.3 Uji Ketahanan Sobek Sampel Kain Rumah Sakit

No. Tebal (mm) Lebar (mm) Area (mm2) Fmax (kgf)

𝐴𝑟𝑒𝑎 = 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 × 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 (3.5)

71
3.3.2 Uji Ketahanan Minyak Pelumas

3.3.2.1 Uji Ketahanan Minyak Pelumas pada Sampel Sol Sepatu

Tabel 3.4 Uji Ketahanan Minyak Pelumas pada Sampel Sol Sepatu

No. Berat sebelum (gram) Berat sesudah (gram)

Berat sesudah−Berat sebelum


Hasil uji = × 100 % (3.6)
Berat sebelum

3.3.3 Uji Ketahanan Kimia

3.3.3.1 Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap Larutan
H2S04, HCl, dan NaOH

1. Larutan H2S04 97% B/V

𝐵/𝐵 = 97% × 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 (3.7)


1000 𝑚𝐿 ×30 %
30% 𝐻2 𝑆𝑂4 = (3.8)
𝐵/𝐵

Berat Jenis=1,84 kg/liter


Tabel 3.5 Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap
Larutan H2S04

Kode No. Berat sebelum (gram) Berat sesudah (gram)


Upper/Sol
Berat sesudah−Berat sebelum
Hasil uji = × 100 % (3.9)
Berat sebelum

2. Larutan HCl 37% B/V


𝐵/𝐵 = 37% × 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 (3.10)
1000 𝑚𝐿 ×30 %
30% 𝐻𝐶𝑙 = (3.11)
𝐵/𝐵

Berat Jenis=1,19 kg/liter

72
Tabel 3.6 Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC
terhadapLarutan HCl
Kode No. Berat sebelum (gram) Berat sesudah (gram)
Upper/Sol

Berat sesudah−Berat sebelum


Hasil uji = × 100 % (3.12)
Berat sebelum

3. Larutan NaOH
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑠𝑎×𝑛
𝑁= (3.13)
𝑀𝑟×𝑉𝑜𝑙
𝑀𝑟×𝑉𝑜𝑙×𝑁
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 = (3.14)
𝑛

N=1; n=1; Mr=40 gr/mol


Tabel 3.7 Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap
Larutan NaOH
Kode No. Berat sebelum (gram) Berat sesudah (gram)
Upper/Sol

Berat sesudah−Berat sebelum


Hasil uji = × 100 % (3.15)
Berat sebelum

3.3.3.2 Uji Ketahanan Kimia Sol Sepatu terhadap Larutan Isooktan


Tabel 3.8 Uji Ketahanan Kimia Sol Sepatu terhadap Larutan
Isooktan
Kode No. Berat sebelum (gram) Berat sesudah (gram)
Upper/Sol
Berat sesudah−Berat sebelum
Hasil uji = × 100 % (3.16)
Berat sebelum

73
3.3.4 Uji Tarik dan Perpanjangan Putus
𝐹
𝑀𝑜𝑑𝑢𝑙𝑢𝑠 100% = 𝑡 𝑥 𝑤 𝑁/𝑚𝑚2 (3.17)
𝐿1 −𝐿0
𝑃𝑒𝑟𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑝𝑢𝑡𝑢𝑠 = 𝑥 100% (3.18)
𝐿1

Keterangan :
F = beban tarik pada perpanjangan 100% (N atau kgf)
t = tebal cuplikan (mm)
w = lebar cuplikan (mm)
L1 = panjang cuplikan setelah penarikan (mm)
L0 = panjang cuplikan sebelum penarikan (mm)
3.3.5 Uji Kikis Produk Sol Sepatu
Berat terkikis = berat setelah pengikisan − berat sebelum pengikisan (3.19)
3.3.6 Uji Kekerasan
Hasil uji = kekerasan setelah perendaman − kekerasan sebelum perendaman (3.20)

74
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Data
4.1.1 Uji Ketahanan Sobek
4.1.1.1 Uji Ketahanan Sobek Sol Sepatu (Cara Lidah)
Tabel 4.1 Data Uji Ketahanan Sobek Sol Sepatu

Nomor Sampel Tebal (mm) Lebar (mm) Beban (kgf)


1 2,58 4,21 19,284
2 2,93 4,07 22,518
3 2,5 4,17 17.233
4 2,7 3,96 20,117
5 2,69 4,43 24,443
6 2,98 3,82 22,008

Tabel 4.2 Perhitungan Uji Ketahanan Sobek Sol Sepatu

Nomor Sampel Area (mm2) Beban (kgf) Ketahanan


Sobek (kgf/cm2)
1 10,8618 19,284 177,54
2 11,9251 22,518 188,83
3 10,425 17.233 165,30
4 10,692 20,117 188,15
5 11,9167 24,443 205,12
6 11,3836 22,008 193,33

4.1.1.2 Uji Ketahanan Sobek Kertas Daur Ulang (Cara Lidah)


Tabel 4.3 Data Uji Ketahanan Kertas Daur Ulang
Kode Luas (cm2) Berat (gr) Ketahanan Sobek (gr)
KONTROL 100 16,1609 75
100 14,7583 75
75
125

75
VARIASI 100 7,377 150
1 100 10,5597 100
150
25
VARIASI 100 5,4464 175
2 100 5,7313 175
150
175
VARIASI 100 5,9079 300
3 100 7,1398 125
300
200

Tabel 4.4 Perhitungan Uji Ketahanan Kertas Daur Ulang

Kode Grammature Ketahanan Sobek Hasil Uji (mN.m2/gr)


(gr/m2) (mN)
KONTROL 1616,09 735,75 0,4759
1475,83 735,75 0,4759
𝑥̅ =1545,96 735,75 0,4759
1226,25 0,7931
VARIASI 737,7 1471,5 1,6407
1 1055,97 981 1,0938
𝑥̅ =896,835 1471,5 1,6407
245,25 0,2734
VARIASI 544,64 1716,75 3,0717
2 573,13 1716,75 3,0717
𝑥̅ =558,885 1471,5 2,6329
1716,75 3,0717
VARIASI 590,79 2943 4,5111
3 713,98 1226,25 1,8796
𝑥̅ =652,385 2943 4,5111
1962 3,0074

76
4.1.1.3 Uji Ketahanan Sobek Sampel Kain Rumah Sakit (Cara Lidah)
a. Bujur
Tabel 4.5 Data Uji Ketahanan Sobek Sampel Kain Rumah Sakit Bagian Bujur
No. Tebal Lebar Beban
(mm) (mm) (kgf)
1 0,25 0,5 0,317
2 0,24 0,5 0,248
3 0,25 0,5 0,328
4 0,25 0,5 0,313
5 0,24 0,5 0,341

Tabel 4.6 Perhitungan Uji Ketahanan Sobek Sampel Kain Rumah Sakit Bagian
Bujur
No. Area (mm2) Beban (kgf) Ketahanan Sobek (kgf/cm2)
1 0,125 0,317 253,60
2 0,12 0,248 206,67
3 0,125 0,328 262,40
4 0,125 0,313 250,40
5 0,12 0,341 284,17

b. Lintang
Tabel 4.7 Data Uji Ketahanan Sobek Sampel Kain Rumah Sakit Bagian Lintang
No. Tebal Lebar Beban
(mm) (mm) (kgf)
1 0,24 0,5 0,556
2 0,24 0,5 0,584
3 0,25 0,5 0,651
4 0,24 0,5 0,621
5 0,25 0,5 0,631

77
Tabel 4.8 Perhitungan Uji Ketahanan Sobek Sampel Kain Rumah Sakit Bagian
Lintang
No. Area (mm2) Beban (kgf) Ketahanan Sobek (kgf/cm2)
1 0,12 0,556 463.33
2 0,12 0,584 486.67
3 0,125 0,651 520.80
4 0,12 0,621 517.50
5 0,125 0,631 504.80

4.1.2 Uji Ketahanan Minyak Pelumas

4.1.2.1 Uji Ketahanan Minyak Pelumas pada Sampel Sol Sepatu

Tabel 4.9 Data Uji Ketahanan Minyak Pelumas pada Sampel Sol Sepatu

No. Berat di udara Berat di air Berat di udara Berat di udara


(sebelum) (sebelum) (sesudah) (sesudah)
1 1,87 -2,69 2,17 -2,53
2 1,79 -2,58 2,14 -2,34
3 1,85 -2,67 2,07 -2,59
4 2,15 -3,00 2,43 -2,86
5 1,95 -2,72 2,15 -2,64

Tabel 4.10 Perhitungan Uji Ketahanan Minyak Pelumas pada Sampel Sol Sepatu
No. Berat di Berat di air Berat di Berat di air Hasil Uji
udara sebelum (gr) udara sesudah sesudah (gr) (%)
sebelum (gr) (gr)
1 1,87 -2,69 2,17 -2,53 16,04
2 1,79 -2,58 2,14 -2,34 19,55
3 1,85 -2,67 2,07 -2,59 11,89
4 2,15 -3,00 2,43 -2,86 13,02
5 1,95 -2,72 2,15 -2,64 10,26

78
4.1.3 Uji Ketahanan Kimia
4.1.3.1 Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap Larutan H2S04, HCl dan
NaOH
1. Larutan H2S04 97% B/V
𝐵 kg
= 97% × 1,84 = 178,48 %
𝐵 liter

1000 𝑚𝐿 × 30 %
30% 𝐻2 𝑆𝑂4 = = 168,086 𝑚𝐿
178,48 %

Tabel 4.11 Data Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap Larutan H2S04

Kode No. Berat sebelum (gram) Berat sesudah (gram)


Upper 1 1,4118 1,4236
2 1,1667 1,1749
3 1,4521 1,4639
Sol 1 5,8642 5,8738
2 5,6056 5,6135
3 6,4398 6,4454

Tabel 4.12 Perhitungan Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap
Larutan H2S04
Kode No. Berat sebelum (gram) Berat sesudah (gram) Hasil Uji (%)
Upper 1 1,4118 1,4236 0,836
2 1,1667 1,1749 0,703
3 1,4521 1,4639 0,813
Sol 1 5,8642 5,8738 0,164
2 5,6056 5,6135 0,141
3 6,4398 6,4454 0,087

2. Larutan HCl 37% B/V


𝐵 kg
= 37% × 1,19 = 44,03 %
𝐵 liter
1000 𝑚𝐿 × 30 %
30% 𝐻𝐶𝑙 = = 681,354 𝑚𝐿
44,03 %

79
Tabel 4.13 Data Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap Larutan HCl

Kode No. Berat sebelum (gram) Berat sesudah (gram)


Upper 1 1,5509 1,5648
2 1,4680 1,4773
3 1,6026 1,6137
Sol 1 5,1794 5,1972
2 3,9617 3,9826
3 2,6397 2,6708

Tabel 4.14 Perhitungan Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap
Larutan HCl
Kode No. Berat sebelum (gram) Berat sesudah (gram) Hasil Uji (%)
Upper 1 1,5509 1,5648 0,896
2 1,4680 1,4773 0,634
3 1,6026 1,6137 0,693
Sol 1 5,1794 5,1972 0,344
2 3,9617 3,9826 0,528
3 2,6397 2,6708 1,178
3. Larutan NaOH
gr
40 mol × 1𝐿 × 1
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 = = 40 𝑔𝑟𝑎𝑚
1

Tabel 4.15 Data Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap Larutan NaOH

Kode No. Berat sebelum (gram) Berat sesudah (gram)


Upper 1 1,6159 1,6247
2 1,2618 1,2746
3 1,3278 1,3390
Sol 1 4,9543 4,9604
2 5,8656 5,8722
3 5,2883 5,2932

80
Tabel 4.16 Perhitungan Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap
Larutan NaOH
Kode No. Berat sebelum (gram) Berat sesudah (gram) Hasil Uji (%)
Upper 1 1,6159 1,6247 0,544
2 1,2618 1,2746 1,038
3 1,3278 1,3390 0,844
Sol 1 4,9543 4,9604 0,123
2 5,8656 5,8722 0,112
3 5,2883 5,2932 0,093

4.1.3.2 Uji Ketahanan Kimia Sol Sepatu terhadap Larutan Isooktan


Tabel 4.17 Data Uji Ketahanan Kimia Sol Sepatu terhadap Larutan Isooktan
No. Berat di udara Berat di air Berat di udara Berat di air
sebelum (gram) sebelum (gram) sesudah (gram) sesudah (gram)
1 1,64 0,32 1,65 0,33
2 1,67 0,33 1,67 0,33
3 1,70 0,34 1,70 0,34
4 1,60 0,32 1,60 0,33
5 1,70 0,34 1,70 0,34

Tabel 4.18 Perhitungan Uji Ketahanan Kimia Sol Sepatu terhadap Larutan Isooktan

No. Berat di Berat di air Berat di Berat di air Hasil Uji


udara sebelum udara sesudah (gr) (%)
sebelum (gr) (gr) sesudah (gr)
1 1,64 0,32 1,65 0,33 0,61
2 1,67 0,33 1,67 0,33 0
3 1,70 0,34 1,70 0,34 0
4 1,60 0,32 1,60 0,33 0
5 1,70 0,34 1,70 0,34 0

4.1.4 Uji Bengkuk


4.1.4.1 Uji Bengkuk Sampel Standar

81
1. Bagian Upper
Tabel 4.19 Hasil Uji Bengkuk Standar Bagian Upper
No. Sampel 1 2 3
Hasil Uji Tidak Retak Tidak Retak Tidak Retak

2. Bagian Sol
Tabel 4.20 Hasil Uji Bengkuk Standar Bagian Sol
No. Sampel Sebelum (mm) Sesudah (mm) Hasil Uji (mm)
1 1,6 5,24 3,64
2 1,6 7,52 5,92
3 1,6 2,34 0,74

4.1.4.2 Uji Bengkuk Sampel Hasil Rendaman H2SO4


1. Bagian Upper
Tabel 4.21 Hasil Uji Bengkuk H2SO4 Bagian Upper
No. Sampel 1 2 3
Hasil Uji Tidak Retak Tidak Retak Tidak Retak

2. Bagian Sol
Tabel 4.22 Hasil Uji Bengkuk H2SO4 Bagian Sol
No. Sampel Sebelum (mm) Sesudah (mm) Hasil Uji (mm)
1 1,6 2,45 0,85
2 1,6 2,87 1,27
3 1,6 3,24 1,64

4.1.4.3 Uji Bengkuk Sampel Hasil Rendaman HCl


1. Bagian Upper
Tabel 4.23 Hasil Uji Bengkuk HCl Bagian Upper
No. Sampel 1 2 3
Hasil Uji Tidak Retak Tidak Retak Tidak Retak

2. Bagian Sol
Tabel 4.24 Hasil Uji Bengkuk HCl Bagian Sol

82
No. Sampel Sebelum (mm) Sesudah (mm) Hasil Uji (mm)
1 1,6 2,85 1,25
2 1,6 6,73 5,13
3 1,6 5,47 3,87

4.1.4.4 Uji Bengkuk Sampel Hasil Rendaman NaOH


1. Bagian Upper
Tabel 4.25 Hasil Uji Bengkuk NaOH Bagian Upper
No. Sampel 1 2 3
Hasil Uji Tidak Retak Tidak Retak Tidak Retak

2. Bagian Sol
Tabel 4.26 Hasil Uji Bengkuk NaOH Bagian Sol
No. Sampel Sebelum (mm) Sesudah (mm) Hasil Uji (mm)
1 1,6 7,57 5,97
2 1,6 3,78 2,18
3 1,6 4,66 3,06

4.1.4.5 Uji Bengkuk Sampel Hasil Rendaman Asam Oleat


1. Bagian Upper
Tabel 4.27 Hasil Uji Bengkuk Asam Oleat Bagian Upper
No. Sampel 1 2 3
Hasil Uji Retak Retak Retak

2. Bagian Sol
Tabel 4.28 Hasil Uji Bengkuk Asam Oleat Bagian Sol
No. Sampel Sebelum (mm) Sesudah (mm) Hasil Uji (mm)
1 1,6 23,68 22,08
2 1,6 23,68 22,08
3 1,6 24,50 22,9

4.1.5 Uji Dimensi Sepatu

83
4.1.5.1 Tinggi bagian atas sepatu
Tabel 4.29Hasil Uji Dimensi Tinggi Bagian Atas Sepatu
I II III
358 mm 361 mm 362 mm

4.1.5.2 Tebal bagian atas sepatu


Tabel 4.30 Hasil Uji Dimensi Tebal Bagian Atas Sepatu
I II III
2,54 mm 2,35 mm 2,13 mm

4.1.5.3 Tebal Foksing


Tabel 4.31Hasil Uji Dimensi Tebal Foksing
I II III
Di depan jari-jari (mm) 4,21 4,32 6,39
Di bagian atas hak (mm) 2,49 2,76 2,56
Di bagian lain (mm) 3,05 2,94 2,77

4.1.5.4 Tebal Bagian Bawah Sepatu


a. Dengan Kembangan
Tabel 4.32Hasil Uji Dimensi Tebal Bagian Bawah Sepatu dengan Kembangan
I II III
Tebal sol luar (mm) 11,50 11,54 11,34
Tebal hak (mm) 21,60 20,96 21,22

b. Tanpa Kembangan
Tabel 4.33Hasil Uji Dimensi Tebal Bagian Bawah Sepatu Tanpa Kembangan
I II III
Tebal sol luar (mm) 6,40 6,72 6,77
Tebal hak (mm) 6,43 6,52 6,28

84
4.1.6 Pengukuran Bobot Jenis
Tabel 4.34 Hasil Uji Pengukuran Bobot Jenis
NO SAMPLE KULIT SINTETIS BOBOT JENIS (gr/cm3)
1 82 1,27
2 82 1,25
3 82 1,24
4 82 1,27
5 82 1,26
a. Ketidakpastian repeat/pegulangan
Rata rata = 1,258 gr/cm3
U pengulangan = 0,0058 gr/cm3
b. Ketidakpastian kalibrasi alat
U 95 densimeter = ± 0,0076 gr/cm3
K =2
c. Ketidakpastian gabungan = 4,8 x 10-3 gr/cm3
d. Ketidakpastian diperluas = 9,6 x 10-3 gr/cm3

∴ 𝒃𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒋𝒆𝒏𝒊𝒔 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒍𝒆 𝟖𝟐 = (𝟏, 𝟐𝟓± 0,01) gr/cm3


4.1.7 Uji Breaking Energy
Sample ban yang diuji adalah ban truk dengan dimensi yang sudah
diverifikasi, hasil uji breaking menyatakan bahwa ban tersebut layak pakai dan sesuai
dengan SNI yang berlaku.
4.1.8 Uji Ozon
Sample yang di ozon mengalami sedikit kerusakan fisik yang sulit diamati
dengan mata telanjang, dengan kaca pembesar nampak adanya keretakan pada
pinggiran sample. Namun sangat sedikit, sample maish dikatakan dalam keadaan baik
setelah mengalami paparan ozon selama 48 jam.
4.1.9 Uji Tarik dan Perpanjangan Putus
1. Sampel karet (dengan modulus 200%)
Tabel 4.35 Hasil Uji Tarik Sampel Karet Modulus 200%
Uji Kuat Tarik Perpanjangan Putus
No Tebal Lebar Area Fmax L0 L1 Hasil uji
(mm) (mm) (mm2) (kgf) (mm) (mm) (%)

85
1. 2,70 3,83 10,341 8,777 20 117 485
2. 2,67 3,91 10,4397 7,877 20 113 465
3. 2,80 3,80 10,64 7,473 20 106 430
4. 2,55 3,87 9,8685 9,540 20 105 425
5. 2,84 3,92 11,1328 10,129 20 119 495

2. Sepatu bot PVC (modulus 100%)


a. Uji kuat tarik sample bagian atas sepatu
Tabel 4.36 Hasil Uji Tarik Sepatu Bot PVC Bagian Atas Modulus 100%
No Tebal Lebar Area Beban Hasil Uji (MPa)
(mm) (mm) (mm2) Alat Standar
1. 1,80 3,72 6,6960 3,300 3,241 4,748
2. 1,83 3,73 6,8259 3,325 3,274 4,705
3. 1,46 3,73 5,4458 2,800 2,598 4,679

b. Uji kuat tarik sample sol luar


Tabel 4.37 Hasil Uji Tarik Sepatu Bot PVC Bagian Sol Luar Modulus 100%
No Tebal Lebar Area Beban Hasil Uji (MPa)
(mm) (mm) (mm2) Alat Standar
1. 2,14 3,60 7,7040 2,230 2,076 2,643
2. 2,55 3,52 8,9760 2,658 2,435 2,662
3. 2,71 3,55 9,6205 2,677 2,456 2,505

c. Perpanjangan putus sampel bagian atas sepatu


Tabel 4.38 Hasil Uji Perpanjangan Putus Sampel Bagian Atas Sepatu
No L0 (mm) L1 (mm) Hasil uji (%)
1. 20 85 325
2. 20 84 320
3. 20 80 300
d. Perpanjangan putus sample sol luar
Tabel 4.39 Hasil Uji Perpanjangan Putus Sampel Sol Luar
No L0 (mm) L1 (mm) Hasil uji (%)
1. 20 66 230

86
2. 20 65 225
3. 20 75 275

3. Pada sampel kain rumah sakit


a. Kain bujur
Tabel 4.40 Hasil Uji Tarik dan Perpanjangan Putus Kain Rumah Sakit Bagian Bujur
No Tebal (mm) Fmax (kgf) Perpanjangan putus
1. 0,25 9,137 120,27
2. 0,25 8,666 122,43
3. 0,25 9,075 122,86
4. 0,25 9,212 127,26
5. 0,25 9,406 128,74

b. Kain lintang
Tabel 4.41Hasil Uji Tarik dan Perpanjangan Putus Kain Rumah Sakit Bagian Lintang
No Tebal (mm) Fmax (kgf) Perpanjangan putus
1. 0,25 6,059 79,80
2. 0,24 7,199 115,18
3. 0,24 5,766 72,34
4. 0,25 7,274 119,03
5. 0,24 7,541 118,77

4.1.10 Uji Kikis Produk Sol Sepatu


Tabel 4.42 Hasil Uji Kikis Produk Sol Sepatu
No Berat Sebelum Berat Sesudah Berat Terkikis
1. 1,1796 1,1013 0,0783
2. 1,3785 1,2822 0,0963
3. 1,4178 1,3250 0,0928
4. 1,1903 1,1084 0,0819
5. 1,1493 1,0940 0,0553

87
4.1.11 Uji Kekerasan
4.1.11.1 Uji kekerasan pada sepatu boot PVC
1. Pengujian kekerasan pada sepatu bagian atas tanpa dilanjut uji lain

Tabel 4.43 Hasil Uji Kekerasan Sepatu PVC Standar Bagian Atas
No Hasil uji (Shore A)
1. 71
2. 73
3. 71
2. Pengujian kekerasan pada sepatu boot PVC dilanjut uji kimia (𝐻2 𝑆𝑂4 30% 70 jam)
a. Pada sepatu boot PVC bagian atas
Tabel 4.44 Hasil Uji Kekerasan Sepatu PVC Rendaman H2 SO4 Bagian Atas
No Sebelum Perendaman Setelah Perendaman Hasil Uji (Shore A)
(Shore A) (Shore A)
1. 65 70 5
2. 66 69 3
3. 66 70 4
b. Pada sepatu boot PVC bagian bawah
Tabel 4.45 Hasil Uji Kekerasan Sepatu PVC Rendaman H2 SO4 Bagian Bawah
No Sebelum Perendaman Setelah Perendaman Hasil Uji (Shore A)
(Shore A) (Shore A)
1. 57 58 1
2. 57 62 5
3. 58 61 3
3. Pengujian kekerasan pada sepatu boot PVC dilanjut uji kimia dengan larutan HCl
20% 70 jam
a. Pada sepatu boot PVC bagian atas
Tabel 4.46 Hasil Uji Kekerasan Sepatu PVC Rendaman HCl Bagian Atas
No Sebelum Perendaman Setelah Perendaman Hasil Uji (Shore A)
(Shore A) (Shore A)
1. 66 69 3
2. 67 68 1
3. 66 69 3

88
b. Pada sepatu boot PVC bagian bawah
Tabel 4.47 Hasil Uji Kekerasan Sepatu PVC Rendaman HCl Bagian Bawah
No Sebelum Perendaman Setelah Perendaman Hasil Uji (Shore A)
(Shore A) (Shore A)
1. 58 59 1
2. 59 57 2
3. 59 58 1
4. Pengujian kekerasan pada sepatu boot PVC dilanjut uji kimia dengan larutan NaOH
20% 70 jam.
a. Pada sepatu boot PVC bagian atas
Tabel 4.48 Hasil Uji Kekerasan Sepatu PVC Rendaman NaOHBagian Atas
No Sebelum Perendaman Setelah Perendaman Hasil Uji (Shore A)
(Shore A) (Shore A)
1. 67 70 3
2. 67 70 3
3. 67 69 2

b. Pada sepatu boot PVC bagian bawah


Tabel 4.49 Hasil Uji Kekerasan Sepatu PVC Rendaman NaOHBagian Bawah
No Sebelum Perendaman Setelah Perendaman Hasil Uji (Shore A)
(Shore A) (Shore A)
1. 60 60 0
2. 59 59 0
3. 60 60 0

89
4.2 Pembahasan
4.3.1 Uji Ketahanan Sobek
Uji ketahanan sobek dilakukan untuk menguji kekuatan spesimen menahan
parameter sobek yang dinyatakan dalam besaran gaya (kilogram force).
4.2.2.1 Uji Ketahanan Sobek Sol Sepatu
Pada uji ketahanan sobek sol sepatu, digunakan cara lidah dan alat Tensile
Strength Tester merek Zwick/Roell. Setelah diukur lebar dan tebalnya, luas area
dihitung menggunakan rumus pada Pers. 3.1 dan pengujian siap dilakukan pada lima
spesimen sampel. Program pada alat diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
syarat standar, yakni modulus dan kecepatannya. Secara visual, hingga alat berhenti,
hasil pengujian menunjukan pertambahan sobekan dan menyebabkan spesimen putus
(sobek secara sempura). Dari pengujian tersebut didapatkan pula nilai beban dan
ketahanan sobekyang dinyatakan dalam Tabel 4.2. Data yang diperoleh lantas diolah
menggunakan Ms. Excel untuk dibandingkan dengan standar. Dalam pengujian
standar, akan diambil tiga nilai terbaik dari lima spesimen yang diuji.
4.2.2.2 Uji Ketahanan Sobek Kertas Daur Ulang

Pada uji ketahanan sobek kertas daur ulang, digunakan cara lidah dan alat
Tearing Tester Elemendorf. Setelah ditimbang berat dan diukur tebalnya, pengujian
dilakukan pada sampel kontrol, variasi 1, variasi 2 dan variasi 3. Pada sampel kontrol,
sobekan hasil pengujian seringkali tidak tepat mengenai bagian tengah spesimen, arah
sobekan seringkali mengenai bagian tepi spesimen. Hal ini dikarenakan sampel yang
cukup rapuh. Akibatnya, nilai beban yang didapat sangat kecil, dapat dilihat pada
Tabel 4.2. Pada variasi 1, sampel tidak serapuh sampel kontrol sehingga beberapa
spesimen, sobekannya tepat mengenai bagian tengah, dan nilai bebannya lebih besar
dibanding sampel kontrol. Untuk variasi 2, sobekan yang terjadi cukup banyak yang
mengenai bagian tengah spesimen dan nilai bebannya lebih besar dibanding sampel
variasi 1 maupun kontrol, artinya tingkat kerapuhan sampel semakin kecil. Adapun
pada sampel variasi 3, nilai beban yang dihasilkan paling besar jika dibandingkan
dengan nilai beban pada kontrol, variasi 1, maupun variasi 2. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat kerapuhan sampel variasi 3 paling kecil diantara sampel yang lain.
Akan tetapi, dari keempat sampel, kestabilan hasil uji paling tinggi adalah pada
sampel variasi 2. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat homogenitas bahan dari sampel
variasi 2 adalah yang terbaik dibanding tiga sampel lainnya. Data hasil uji sobek

90
kertas daur ulang yang diperoleh dicari grammaturenya menggunakan rumus pada
Pers. 3.2-3.4, beban dalam satuan miliNewton, dan hasil ujinya (Tabel 4.12). Lantas
data tersebut diolah menggunakan Ms. Excel untuk dianalisis dan dibandingkan
dengan standar. Dalam pengujian standar, akan diambil tiga nilai terbaik dari lima
spesimen yang diuji.

4.2.2.3 Uji Ketahanan Sobek Sampel Kain Rumah Sakit

Pada uji ketahanan sobek sampel kain rumah sakit, digunakan cara lidah dan
alat Tensile Strength Tester merek Zwick/Roell. Setelah preparasi sampel dan
pengukuran tebal, luas area dihitung menggunakan rumus pada Pers. 3.5 dan
pengujian dilakukan pada lima spesimen sampel bagian lintang dan lima spesimen
bagian bujur. Berdasarkan hasil visual dan modulus perpanjangannya, pengujian
menunjukan bahwa bagian bujur lebih mudah sobek dibanding bagian lintang,
(modulus perpanjangan bagian lintang lebih besar, lih. Tabel 4.13 dan 4.14 ). Hal ini
dikarenakan pada bagian lintang, arah sobekan melawan serat benang sehingga sulit
untuk sobek dan pada bagian bujur arah sobekan sejajar dengan serat benang,
sehingga lebih mudah sobek. Data hasil uji sobek yang diperoleh lantas diolah
menggunakan Ms. Excel untuk dianalisis dan dibandingkan dengan standar. Dalam
pengujian standar, akan diambil tiga nilai terbaik dari lima spesimen yang diuji.

4.2.3 Uji Ketahanan Minyak Pelumas


Uji ketahanan minyak pelumas dilakukan untuk menguji efek perendaman
sampel dalam minyak pelumas terhadap berat sampel tersebut.
4.2.3.1 Uji Ketahanan Minyak Pelumas pada Sampel Sol Sepatu

Pada uji ketahanan minyak pelumas, setelah spesimen ditimbang beratnya di


udara dan di air, sampel direndam dalam minyak pelumas selama 24 jam dan
ditimbang lagi berat sesudah rendaman. Hasil menunjukkan bahwa setelah dilakukan
perendaman, berat sampel sol sepatu bertambah, baik saat ditimbang di udara maupun
di air (Tabel 4.5). Penambahan berat terjadi karena dalam perendaman selama 24 jam,
sampel menyerap minyak pelumas. Hasil uji merepresentasikan persentase perubahan
berat pada spesimen. Semakin kecil persentase, semakin tahan pula spesimen terhadap
pengaruh rendaman minyak pelumas.

91
4.2.4 Uji Ketahanan Kimia
Uji ketahanan kimia dilakukan untuk menguji efek perendaman sampel dalam
larutan kimia. Uji kimia ini sangat berhubungan dengan parameter uji lain, seperti
timbangan berat, uji kekerasan dan uji bengkuk. Dalam pengujian ini akan
dibandingkan efek perendaman sampel yang diuji terhadap parameter tersebut dengan
sampel yang tidak mengalami perendaman.

4.3.3.1 Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap Larutan H2S04, HCl dan
NaOH

Uji ketahanan kimia ini dilakukan untuk memenuhi syarat pengujian sepatu
bot PVC terhadap larutan kimia (SNI 1547-2017). Sebelum dilakukan perendaman,
sampel ditimbang berat dan diukur kekerasannya. Setelah dilakukan perendaman
selama 70 jam, secara visual, sampel H2S04 yang direndam tidak mengalami
perubahan fisik yang signifikan, begitupun pada sampel yang direndam larutan HCl
dan NaOH. Perbedaan yang terlihat dari ketiganya hanya pada kelunturan tinta spidol
di permukaan sampel. Pada perendaman H2S04, tulisan pada sampel menjadi tidak
jelas (luntur), sedangkan pada perendaman HCl dan NaOH tulisan pada sampel masih
cukup jelas. Artinya, dari ketiga larutan yang digunakan untuk merendam, larutan
H2S04bersifat paling korosif. Sampel yang telah direndam akan ditimbang kembali,
diuji bengkuk dan diuji kekerasannya. Pada perendaman larutan H2S04, HCl, maupun
NaOH,berat sesudah perendaman lebih berat dibanding berat sebelum, baik pada
bagian sol maupun upper (Tabel 4.6-4.8). Hal ini menunjukkan bahwa selama
perendaman, sampel menyerap larutan kimia. Perubahan berat tersebut dicari hasil
ujinya menggunakan rumus pada Pers. 3.9, 3.12, 3.15, dan direpresentasikan dalam
bentuk persen (Tabel 4.16-4.18). Semakin besar persentase hasil ujinya, semakin kecil
ketahanan sampel terhadap rendaman larutan tersebut. Untuk hasil uji bengkuk dan uji
kekerasan akibat efek perendaman akan dibahas pada pembahasan uji bengkuk
berikut analisa terhadap standar acuannya (SNI 1547-2017).

4.3.3.2 Uji Ketahanan Kimia Sampel Sepatu Bot PVC terhadap Larutan Asam Oleat

Pada uji ketahanan kimia terhadap larutan Asam oleat, sampel tidak perlu
ditimbang beratnya maupun diuji kekerasannya, karena efek perendaman asam oleat
hanya akan diuji bengkuknya saja. Setelah dilakukan perendaman selama 120 jam,
secara visual, sampel yang direndam mengalami perubahan fisik yang signifikan

92
yakni, sampel menjadi sangat kaku dan tinta tulisan pada sampel menjadi sangat tidak
jelas. Sampel tersebut akan diuji bengkuk dan hasilnya akan dibahas pada
pembahasan uji bengkuk berikut analisa terhadap standar acuannya (SNI 1547-2017).

4.3.3.3 Uji Ketahanan Kimia Sol Sepatu terhadap Larutan Isooktan

Uji ketahanan kimia ini dilakukan untuk memenuhi syarat pengujian sol
sepatu terhadap larutan kimia ISO 1517-2015. Sebelum dilakukan perendaman,
spesimen ditimbang terlebih dahulu beratnya di udara maupun di dalam air. Sesudah
dilakukan perendaman selama 24 jam, spesimen diangkat dan ditimbang lagi
beratnya. Berat sebelum perendaman dan sesudah perendam tidak jauh berbeda,
hanya beberapa spesimen yang mengalami pertambahan berat. Artinya, sampel tidak
begitu menyerap larutan isooktan selama perendaman. Data yang diperoleh
ditentukan hasil ujinya menggunakan rumus pada Pers. 3.16 dan dinyatakan dalam
bentuk persen (Tabel 4.19). Semakin kecil nilai persentasenya, semakin tahan pula sol
sepatu terhadap larutan isooktan. Pada hasil uji yang didapat, terdapat 4 spesimen
yang memiliki persentase sebesar 0%. Artinya, tidak ada pengaruh rendaman isooktan
terhadap perubahan berat sampel. Hal ini juga dikarenakan waktu perendaman yang
hanya sebentar, yakni hanya 24 jam. Data yang didapat, lantas diolah menggunakan
Ms. Excel untuk dibandingkan dengan standar yang menjadi acuan pengujiannya
(ISO 1517-2015). Dalam pengujian standar, akan diambil tiga nilai terbaik dari lima
spesimen yang diuji.

4.2.5 Uji Bengkuk


Uji ketahanan bengkung merupakan salah satu uji yang dilakukan untuk
melihat watak dari sample karet, retak atau tidaknya suatu sample jika diberi
bengkungan sebanyak 150.000 kali bengkungan. Uji ketahanan bengkung ini juga
merupakan simulasi dari langkah kaki manusia. Sehingga dengan alat uji tahan
bengkung kita dapat melihat bagaimana keadaan sepatu setelah dipakai oleh manusia.
Uji ketahanan bengkung dilakukan setelah boot upper direndam dalam larutan
uji tahan kimia yaitu H2SO4, HCl, NaCl, dan asam oleat. Uji ketahanan bengkung ini
bertujuan untuk melihat bagaimana keadaan material boot upper dan sol jika
dilakukan bengkungan setelah adanya perlakukan uji tahan kimia. Untuk bagian sol,
setelah adanya perlakuan uji kimia, sample tersebut diberi sobekan awal 1,6 mm.
Material bagian sol yang memenuhi standar, perluasan sobekan tidak boleh lebih dari

93
6 mm. Untuk bagian boot upper, material yang memenuhi standar dapat dilihat
melalui retak atau tidaknya material tersebut setelah diberi bengkungan.
Kemudian, sample dipasang ke dalam alat uji bengkung yang telah di setup
150.000 bengkungan. Dari sample yang diuji terhadap larutan H2SO4 terlihat bahwa
material boot upper tidak retak setelah adanya perlakuan bengkungan 150.000
bengkungan. Hal ini menandakan bahwa material tersebut memenuhi standar yang
ada. Kemudian untuk bagian solnya, diperoleh perluasannya yaitu 3,64;5,92;0,74 mm,
maka dari itu sample tersebut memenuhi standar yang ada yaitu tidak lebih dari 6 mm.
Kemudian, sample yang diuji terhadap larutan HCI terlihat bahwa material
boot upper tidak retak setelah adanya perlakuan bengkungan 150.000 bengkungan.
Hal ini menandakan bahwa material tersebut memenuhi standar yang ada. Kemudian
untuk bagian solnya, diperoleh perluasannya yaitu 1,25;5,13;3,87 mm, maka dari itu
sample tersebut memenuhi standar yang ada yaitu tidak lebih dari 6 mm.
Kemudian, sample yang diuji terhadap larutan NaOH terlihat bahwa material
boot upper tidak retak setelah adanya perlakuan bengkungan 150.000 bengkungan.
Hal ini menandakan bahwa material tersebut memenuhi standar yang ada. Kemudian
untuk bagian solnya, diperoleh perluasannya yaitu 5,97;2,18;3,06 mm, maka dari itu
sample tersebut memenuhi standar yang ada yaitu tidak lebih dari 6 mm.
Kemudian, sample yang diuji terhadap larutan Asam Oleat terlihat bahwa
material boot upper retak setelah adanya perlakuan bengkungan 150.000 bengkungan.
Hal ini menandakan bahwa material tersebut tidak memenuhi standar yang ada.
Kemudian untuk bagian solnya, diperoleh perluasannya yaitu 22,08;22,08;22,90 mm,
maka dari itu sample tersebut tidak memenuhi standar yang ada yaitu tidak lebih dari
6 mm.
4.2.6 Uji Dimensi Sepatu
Pada uji dimensi sepatu, pengukuran dilakukan sesuai dengan acuan yaitu SNI
1547:2017 untuk sepatu boot PVC. Berdasarkan SNI tersebut dimensi yang harus
diukur adalah Tinggi Bagian Atas Sepatu; Tebal Bagian Atas Sepatu; Tebal Foksing;
dan Tebal Bagian Bawah Sepatu. Hasil pengukuran yang didapat untuk Tinggi bagian
atas sepatu adalah 358;361;362 mm. Berdasarkan SNI, Tinggi bagian atas sepatu
yaitu untuk pria: 330 s.d 429 mm dan untuk wanita: 280 s.d 380 mm, sehingga sample
tersebut memenuhi standar yang ada. Kemudian untuk Tebal Bagian Atas Sepatu
diperoleh hasil pengukuran yaitu 2,54;2,35;2,13 mm dan hasil tersebut telah
memenuhi standar yang ada yaitu sebesar minimum 1,5 mm.

94
Selanjutnya untuk Tebal Foksing, pengukuran dilakukan di 3 tempat berbeda
yaitu di depan jari-jari dengan hasil pengukuran 4,21;4,32;6,39 mm, di bagian atas
hak dengan hasil pengukuran 2,49;2,76;2,56 mm, serta di bagian lain dengan hasil
pengukuran 3,05;2,94;2,77 mm. Dengan hasil pengukuran diatas maka sample sepatu
boot pvc tersebut telah memenuhi standar yang ada yaitu sebesar minimum 4,0 mm
untuk bagian depan jari-jari dan bagian atas hak, sementara standar untuk tebal
foksing di bagian lain adalah minimum 3,0 mm. Terakhir adalah pengukuran untuk
Tebal Bagian Bawah Sepatu dengan dan tanpa kembangan. Bagian yang diukur
adalah tebal sol luar dan tebal hak. Hasil yang diperoleh untuk dengan kembangan
yaitu 11,50;11,54;11,34 mm untuk tebal sol luar dan 21,60;20,96;21,22 mm untuk
tebal hak. Kemudian, hasil yang diperoleh untuk tanpa kembangan yaitu
6,40;6,72;6,77 mm untuk tebal sol luar dan 6,43;6,52;6,28 mm untuk tebal hak.
Dengan hasil yang diperoleh tersebut, maka sample sepatu boot pvc tersebut tidak
memenuhi standar yang ada.
4.2.7 Uji Dimensi Karung
Dimensi yang harus diukur adalah Panjang, Lebar, Nomor pita, Jumlah
anyaman arah horizontal dan vertikal, Jumlah jahitan per 10cm, Lebar Lipatan jahitan,
Jarak jahitan dari tepi lipatan serta Panjang ekor jahitan. Standar untuk pengukuran
dimensi karung dapat dilihat pada ISO 23560:2015 dan SNI ISO 7211-5:2010.
4.2.8 Uji Dimensi Ban
Untuk pengukuran dimensi pada Ban, dimensi yang harus diukur adalah
Lebar, Keliling dan Keausan (TWI). Dalam pengukuran lebar, alat yang digunakan
adalah jangka sorong. Benda uji diukur pada bagian tengah benda uji. Pengukuran di
lakukan di 3 tempat berbeda. Kemudian setelah diperoleh lebar maka dapat diketahui
diameternya. Dalam pengukuran keliling, alat yang digunakan adalah meteran.
Pengukuran di lakukan di 3 tempat berbeda pada benda uji. Dalam Pengukuran TWI
(keausan), diukur TWI dalam dan TWI luar menggunakan alat untuk mengukur TWI
(keausan).
4.2.9 Pengukuran Bobot Jenis
Bobot jenis adalah rasio bobot suatu zat terhadap bobot zat baku yang volume
dan suhunya sama dan dinyatakan dalam desimal. Antara kerapatan (density) dan
bobot jenis memiliki perbedaan. Kerapatan adalah massa per satuan volume, yaitu
bobot per satuan volume. Contohnya, 1 ml raksa berbobot 13,6 g dengan demikian
kerapatannya (density) adalah 13,6 g/ml. Jika kerapatan dinyatakan sebagai satuan

95
bobot dan volume, maka bobot jenis merupakan bilangan abstrak. Bobot jenis
menggambarkan hubungan antara bobot suatu zat terhadap bobot suatu zat baku.
Contohnya air, yang merupakan zat baku untuk sebagian besar perhitungan dalam
farmasi dengan bobot jenis 1,00. Sebagai perbandingan, bobot jenis gliserin adalah
1,25 artinya bobot gliserin 1,25 kali bobot volume air yang setara. Dalam
penerapannya di Farmasi bobot jenis digunakan untuk mengubah pernyataan kekuatan
dalam b/b, b/v, dan v/v. Bobot jenis dapat digunakan untuk : mengetahui kepekaan
suatu zat, mengetahui kemurnian suatu zat, mengetahui jenis zat. Misal bobot jenis =
1→ air, bobot jenis < 1→ zat yang mudah menguap, bobot jenis > 1→ sirup – pulvis.
Pengukuran bobot jenis yang dilakukan dalam laboratorium pengujian
BBKKP dilakukan sebagai salah satu rposedur dalam berbagai uji sample. Antara lain
dalam uji kikis, uji tarik dan sobek, maupun uji lainnya untuk menentukan struktur
kerapatan sample itu sendiri. Dalam pengukuran bobot jenis yang dilakukan di
laboratorium ini menggunakan alat densimeter yang merupakan alat untuk mengukur
kerapatan zat cair secara langsung. Dalam pengukuran bobot jenis sample, bagian
yang diamil adalah bagian yang murni bahan produk sample. Apabila ada bahan lain
misal dekorasi, lem, jahitan maupun yang lainya harus dibersihkan agar pengukuran
bobot jenis sample tidak dipengaruhi oleh bobot jenis bahan tersebut. Selain itu berat
minimum sample ± 2 gram. Hal ini bertujuan agar sample tidak terlalu ringan
sehingga saat dimasukkan kedalam densimeter, sample tidak bergerak gerak sehingga
membuat pembacaan pada densimeter berubah ubah. Hal ini akan menyulitkan
penguji dalam menentukan bobot jenis yang terbaca pada alat.
Densitimeter harus dalam keadaan stabil atau ter tera dengan baik. Dimana
penunjukkan bobot jenis adalah 1 gr/cm3 yang merupakan bobot jenis aquades dalam
densimeter. Selain itu logam penahan sample dalam desnsimeter harus berada
dibawah permukaan air. Pengukuran bobot jenis yang dilakukan tentu tidak akurat
dikarenakan banyak faktor ketidakpastian yang mempengaruhi pengukuran. Antara
lain ketidakpastian dalam pengulangan pengukuran, ketidakpastian kalibrasi alat dan
juga faktor penguji dan lingkungan. Faktor penguji antara lain paralaks yakni
kesalahan pembacaan skala yang ditunjuk oleh alat misalkan pada sample yang tidak
stabil sehingga bergerak gerak dan skala pembacaan alat berubah ubah sehingga
sangat bergantung pada penglihatan penguji untuk menentukan berapa bobot jenis
yang ditunjukkan alat. Selain itu lingungan juga mempengaruhi pembacaan alat

96
dikarenakan densimeter mudah terpengaruh suhu lingkungan, kelembaban, debu,
benda magnet, asam dll sehingga kondisi lingkungannya harus terjaga.
4.2.10 Uji Breaking Energy
Uji energy breaking merupakan salah satu syarat uji kelayakan ban yang
dilakukan untuk mengetahui seberapa kuat ban menahan energy yang dapat merusak
ban yang dihasilkan dari benda-benda dari luar seperti batu, kayu, besi, permukaan
jalan yang tidak rata, dll. Pada saat penggunaan pada kendaraan bermotor tentu saja
ban mengalami dorongan energy yang dapat berasal dari beban kendaraan itu sendiri
maupun hambatan pada jalan yang dilalui. Dalam SNI ban terdapat syarat besarnya
energy breaking suatu ban untuk dinyatakan layak digunakan. Energy breaking yang
tertera pada SNI berbeda beda bergantung pada jenis ban yang diketahui dari uji
dimensi dan verifikasi yang sudah dijelaskan. Komponen verifikasi ban yan
digunakan untuk menentukan nilai breaking energy ban antara lain
1. Diameter nominal pelek
2. Lebar nominal ban
3. Jenis material yang digunakan ban
4. Jenis bias ban/radial ban
5. Beban maksimum ban
6. Banyaknya lapisan penyusun ban
7. Jenis ban apakah tubeless atau tidak dan lain sebagainya
Pada SNI terdapat tabel kesesuaian antara syarat diatas dengan nilai breaking energy.
Dalam uji breaking energy, bagian ban yang ditusuk idealnya adalah seperti gambar
berikut:

Gambar 4.1 Visualisasi Ban pada Breaking Energy

Ada 4 daerah yang ditusuk untuk mendapatkan breaking energy minimum


yang dimiliki sample uji. Breaking energy juga dapat digunakan ntuk verifikasi ban.

97
Verifikasi yang dilakukan adalah menyatakan kesesuaian apakah beban maksimum
yang tercantum pada ban sesuai dengan besarnya breaking energy ban. Karena
breaking energy sebenarnya adalah energi yang dikenakan pada ban karena adanya
tumpuan beban pada ban.
Apabila dalam uji breaking energy ban mengalami kerusakan, misal ban
sobek/bocor saat ditusuk dengan jarum maka ban tersebut dinyatakan tidak lolos uji.
Selain itu ban juga disebut tidak lolos uji apabila breaking energy ban tidak mencapai
standar/dibawah standar SNI yang dijadikan acuan. Misalkan pada sample yang diji
hasil verifikasi ban menunjukkan bahwa ban tersebut memiliki tipe dan ukuran
tertentu, Dari hasil verifikasi apabila disesuaikan dengan SNI maka akan diperoleh
breakig energy minimum yang harus dimiliki ban agarlolos uji. Hasil uji breaking
energy pada mesin dibandingan dengan breaking energy minimum yang diperoleh
dari SNI yang berlaku. Apabila dibandingkan dengan standar maka sample uji
tersebut dinyatakan lolos uji karena memiliki nilai breaking energy diatas standar.
Sehingga dapat dikatakan bahwa ban tersebut mampu untuk menahan beban tumpuan
dengan energi maksimum, sesuai dengan yang tertera pada bagian luar ban. Breaking
energy juga dapat digunakan sebagai validasi berbagai komponen pada hasil verifikasi
ban. Apakah hasil verifikasi tersebut sesuai dengan penggunaannya atau tidak.
4.2.11 Uji Ozon
Ozon (O3) merupakan bentuk oksigen yang sangat reaktif. Gas berwarna biru
pucat yang beracun, dengan bau yang menyengat mirip dengan klorin dan sifat
pengoksidasi kuat, dapat terbentuk secara alamiah atau akibat ulah manusia. Ozon
dapat memiliki pengaruh baik dan buruk bag kehidupan di bumi. Hal ini karena
bergantung pada letak ozon dalam atmosfer, ozon dapat memengaruhi kehidupan di
bumi dengan cara yang baik dan buruk. Saat muncul di lapisan yang jauh tinggi
(bagian dari stratosfer dengan konsentrasi ozon yang lebih tinggi, 2 hingga 8 ppm),
ozon sebenarnya merupakan hal yang baik karena membantu mencegah sinar
ultraviolet yang merusak mencapai permukaan bumi. Saat ozon yang sama berada di
permukaan tanah, ozon menjadi bahaya pernapasan serius). Alasan mengapa sangat
berbahaya di udara yang kita hirup adalah bahwa sebagai oksidan yang kuat, ozon
dapat merusak jaringan mukosa dan pernapasan manusia, binatang, dan tumbuhan
saat konsentrasinya di atas 50 ppb.
Sumber utama ozon permukaan tanah di dalam ruangan adalah dari udara
yang terbawa masuk dari luar ruangan, penyebab utamanya adalah gas buang mobil.

98
Itulah sebabnya mengapa pada hari-hari saat ozon di luar lebih tinggi, seperti hari
musim panas; mengakibatkan tingkat ozon dalam ruangan lebih tinggi. Konsentrasi
ozon dapat lebih rendah di dalam ruangan daripada di luar ruangan, tetapi kita juga
menghabiskan lebih banyak waktu di dalam, yang menyebabkan mengapa jumlah
ozon yang rendah pun dapat memiliki dampak yang berpotensi negatif.Ozon tidak
hanya berbahaya bagi makhluk hidup namun juga benda mati, sifat ozon sebagai
oksida yang kuat dapat merusak struktur fisik/kimiawi suatu materi yang dikenainya.
Produk2 yang dihasilakn suatu perusahaan misalkan sepatu, bantalan rel, dll tentunya
ditempatkan pada udara luar dimana terdapat ozon dalam kandungan udara yang
dapat mengenai produk. Atas dasar hal ini maka dilakukan uji ozon yang merupakan
simulasi aparan ozon yang dikenakan pada sample.
Uji paparan ozon pada sample dilakukan untuk mengetahu bagaimana daya
kekuatan sample apabila ditempatkan pada lingkungan luar yang tentunya memiliki
kadar ozon dalam udara. 5 pphm paparan ozon yang dikenakan pada sample selama
48 jam merupakan simulasi paparan ozon pada sample di lingkungan luar dalam
rentan waktu tertentu. Ozon memiliki sifat dapat merusak struktur fisik/kimiawi suatu
materi yang dikenainya. Sehingga dalan pengujian ini saat sample dikenai paparan
ozon maka sifat kimia dalam sample dapat berubah seperti ikatan carbon dalam
sample yang dapat mengubah sifat sample seperti kekuatannya, keelastisannya dll.
Ozon juga dapat membuat sample mengalami perubahan fisik seperti retak pada
bahan, sobek, bahkan putus karena tidak mampu menahan paparan ozon yang
diberikan.
Uji dilakukan dengan memasukkan sample pada Mesin ozone climate
simulator SIM 6300-T. Mesin ini merupakan simulator paparan ozon yang terdapat
dalam udara. Suhu, konsenstrasi paparan ozon dan waktu paparan dapat diatur. Alat
ini berbahaya bagi tubuh apabila terkena paparan ozon langsung saat mesin
dijalankan. Saat mesin dinyalakan sirine merah akan menyala hal ini menandakan
bahwa mesin dalam keadaan berbahaya dengan tingkat paparan ozon yang tinggi,
sehingga mesin tidak boleh dibuka karena apabila ozon mengenai tubuh akan
memberikan berbagai efek yang berbahaya. Antara lain iritasi mata, kulit kering, dan
berbagai gangguan pernafasan seperti asma, bronkitis emfisema dan lain sebagainya.
Pada uji yang dilakukan, sample yangsemula mempunyai keadaan fisik yang
baik baik, setelah dikenai ozon memiliki keretakan pada pinggiran badannya. Hal ini
menyatakan bahwa mungkin saja sifat fisik dan kimiawi sample berubah sehingga

99
muncul retak pada sample. Keretakan yang muncul pada sample yang diuji tidak
terlalu nampak dengan mata telanjang, dengan kaca pembesar pun masih kurang jelas
untuk melihat kerusakan pada sample. Jika dibandingkan dnegan SNI yang tertera
tingkat kerusakan pada sample ini masih tertoleransi. Sample dianggap dapat bertahan
dengan baik saat dikenai paparan ozon 5 pphm selama 48 jam. Ozon yang mengenai
sample tidak cukup mampu untuk merusak struktur sample secara penuh atau
signifikan. Sehingga sample yang diuji dinyatakan baik dalam menahan paparan ozon.
4.2.12 Uji Tarik dan Perpanjangan Putus
Pengujian kuat tarik pada sample dilakukan untuk menentukan kemampuan
produk karet dan kulit dapat dilakukan penarikan dengan beban maksimal tertentu.
Sedangkan pengukuran perpanjangan putus dilakukan untuk mengukur seberapa
panjang suatu produk dapat mengalami perpanjangan ketika proses penarikan
dilakukan. Pada uji kuat tarik, semakin besar beban maksimal yang dibutuhkan untuk
menarik produk agar putus berarti semakin baik pula kualitas dari produk tersebut.
Pada pengukuran perpanjangan putus, semakin besar selisih panjang sample produk
sebelum dengan sesudah penarikan maka semakin baik kualitas produk tersebut.
Pada pengujian kuat tarik dibutuhkan modulus tertentu pada saat penyetelan
alat uji kuat tarik yang digunakan. Modulus disetel dengan memperkirakan kekuatan
tarikan dan perpanjangan putus yang mungkin dicapai suatu sample untuk putus.
Penyetelan alat pada uji kuat tarik sample sepatu boot PVC sesuai SNI 1547:2017
dibutuhkan modulus 100%. Modulus 100% dicapai pada saat panjang cuplikan awal
ditambah 100% dari panjang awal cuplikan dan merupakan saat dimana gaya atau
bebannya dicatat sebagai data. Jika modulus 200% yang digunakan maka pencatatan
data dilakukan ketika panjang cuplikan sampel telah mencapai panjang awal cuplikan
ditambah 200% dari panjang awal cuplikan sampel.
Setelah dilakukan pengujian maka didapatkan data area cuplikan dan beban
maksimal ketika cuplikan putus. Data tersebut kemudian dihitung menggunakan
program dan diambil 3 data terbaik dari total 5 data. Menurut persyaratan mutu pada
SNI 1547:2017 untuk sepatu boot PVC, uji kekuatan tarik memiliki syarat 1,3 s.d 4,6
MPa untuk bagian atas sepatu dan 2,1 s.d 5 MPa. Setelah dihitung, didapatkan 3 data
terbaik untuk bagian atas sepatu yaitu 4,748 MPa, 4,705 MPa, dan 4,679 MPa. Ketiga
hasil tersebut yang paling mendekati dengan persyaratan SNI namun telah melampaui
syarat yang ada. Hal tersebut berarti bahwa untuk kekuatan tarik sample sepatu boot
PVC bagian atas tidak memenuhi persyaratan SNI. Sedangkan pada sample sol luar

100
didapatkan data hasil uji antara lain 2,643 MPa, 2,662 MPa, dan 2,505 MPa. Ketiga
data tersebut menunjukkan bahwa sample sol luar mempunyai kekuatan tarik yang
memenuhi syarat SNI.
Menurut SNI 1547:2017, perpanjangan putus bagian atas sepatu minimum 250
% dan minimum 300% untuk sol luar. Setelah dilakukan uji tarik, didapatkan data
perpanjangan putus bagian atas sepatu antara lain 325 %, 320 %, dan 300%.
Sedangkan data perpanjangan putus untuk sol luar sepatu antara lain 230%, 225%,
dan 275%. Dari data-data tersebut dapat dikatakan sample sepatu bagian atas telah
memenuhi persyaratan perpanjangan putus dari SNI tetapi sample sol luar tidak
memenuhi persyaratan.
Selain sepatu boot PVC, terdapat sample-sample lainnya yang dilakukan uji
kekuatan tarik. Namun tidak semua sample dilakukan uji perpanjangan putus. Pada
sample kain rumah sakit yang telah dipotong dalam dua bagian. Dua bagian tersebut
ialah kain membujur dan melintang. Pada uji tarik ini, akan dibandingkan beban
maksimal yang dibutuhkan masing-masing kain untuk putus dan seberapa panjang
dari perpanjangan putusnya. Pada tabel dapat diamati bahwa Fmax yang dicapai kain
bujur lebih besar dari pada kain lintang. Begitu pula perpanjangan putusnya,
perpanjangan putus kain lintang lebih pendek dari kain lintang. Data tersebut dapat
dijelaskan secara fisis disebabkan oleh alur serat-serat kain tersebut. Pada kain lintang
dimana serat-seratnya memiliki arah vertikal, serat tersebut searah dengan arah
penarikan sample oleh alat sehingga akan lebih mudah putus daripada kain bujur.
Kain bujur yang mempunyai serat berarah horizontal memberikan hambatan pada saat
dilakukan penarikan sehingga beban yang dibutuhkan untuk putus (Fmax) lebih besar.
Apabila beban maksimalnya lebih besar maka begitu pula dengan perpanjangan
putusnya semakin panjang.
4.2.13 Uji Kikis Produk Sol Sepatu
Pengujian kikis adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui berat
sampel yang terkikis setelah dikikis menggunakan alat kikis dengan mengikuti
metode yang disediakan. Alat yang digunakan Abrassion Tester untuk mengikis
sample kemudian ditimbang beratnya menggunakan Analytic Balance. Berdasarkan
metode yang digunakan, salah satu permukaan sample dikikis dalam satu kali
jalannya alat. Kemudian dicari berat terkikisnya dengan cara mencari selisih berat
sebelum dan sesudah pengikisan. Hasilnya dapat jelas diamati bahwa berat sesudah
yang didapat lebih ringan daripada berat sebelum dikikis. Hal itu disebabkan karena

101
pengikisan ialah proses memberikan gesekan pada permukaan sampel menggunakan
amplas dengan kecepatan tertentu sehingga permukaan sampel terkikis.
4.2.14 Uji Kekerasan
Pengujian kekerasan ialah pengujian yang dilakukan untuk menguji tingkat
kekerasan dari sample produk. Pada uji ini digunakan alat uji kekerasan jenis Shore A.
Alat uji tersebut cocok digunakan untuk menguji sample berupa lembaran vulkanisir.
Pada sepatu boot PVC dilakukan uji kekerasan pada sepatu bagian atas dan bawah.
Pada saat keadaan normal dan dipengaruhi zat kimia, sample diukur kekerasannya.
Menurut SNI 1547:2017, standar kekerasan sepatu bagian atas pada rentang 50-75
shore A. Untuk sepatu yang dilakukan uji kimia (H2 SO4 , HCl, dan NaOH), standar
perubahan kekerasannya maksimum 10. Setelah dilakukan pengukuran kekerasan,
didapatkan bahwa sampel sepatu boot PVC yang digunakan telah memenuhi
persyaratan dalam SNI.
Apabila diamati dari data kekerasan sample pada uji kimia, maka tingkat
kekerasan dari sample produk mengalami dapat mengalami penurunan dan kenaikan
tingkat kekerasan. Namun secara umum, sample mengalami kenaikan tingkat
kekerasan setelah dilakukan perendaman menggunakan bahan kimia. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa adanya perendaman zat kimia menyebabkan kekerasan sample
produk bertambah.

102
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Mahasiswa telah memahami metode pengujian produk berbahan kulit, karet, dan plastik
serta metode praktis dalam ilmu pengujian berikut analisisnya.
2. Mahasiswa telah memahami metode kalibrasi besaran-besaran pokok dan turunan serta
metode praktis dalam ilmu pengukuran.
3. Mahasiswa telah dapat mengasah intuisi fisisnya lewat pembelajaran secara praktis.
4. Mahasiswa telah dapat memperoleh gambaran dunia kerja khusunya industri sehingga
dapat menambah wawasannya
5. Mahasiswa telah dapat memenuhi SKS mata kuliah Kerja Praktik di Prodi Fisika,
Departemen Fisika, FMIPA, UGM

5.2 Saran
Pengujian dilakukan secara beruntut mulai dari penerimaan sampai sertifikasi
sehingga dapat lebih dipahami prosesnya dengan baik

103
DAFTAR PUSTAKA

1. Anseros. ‘Anseros Ozone Climate Simulator SIM-6300-TH’.


http://www.anseros.de/portfolio/ozone-climate-simulator-sim-6300-th/
2. ASTM. E 542-01 (2012). Standard Practice for Calibration of Laboratory Volumetric
Apparatus.
3. Damanik, Sabarman.2012.PENGEMBANGAN KARET (Havea brasiliensis)
BERKELANJUTAN DI INDONESIA. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan, Bogor
4. ELASTOMERIC BEARING PAD,081217716487,KARET ELASTOMER
,PRODUK KARET DENGAN STANDART SNI.
https://nelkasaba.wordpress.com/marset-flap-tire/standarisasi-ban-sni-truck-bus/
5. Hasanah, uswatun. ‘DENSIMETER ( ALAT PENGUKUR KERAPATAN ZAT CAIR )’.
19 Mei 2014. https://digital-meter-indonesia.com/densimeter-alat-pengukur-
kerapatan-zat-cair/
6. Indri. ‘Perbedaan Bobot Jenis dan Massa Jenis’. 15 September 2015.
https://indriblb.wordpress.com/2015/09/15/perbedaan-bobot-jenis-dan-massa-jenis/
7. Isna Megawati, Erwin dan Liana Fibriawati.2011.PENGUJIAN TERHADAP SIFAT
FISIKA PERPANJANGANPUTUS, BOBOT JENIS, KETAHANAN KIKIS KOMPON
SOL KARET CETAK DAN KETIDAKPASTIANNYA. Program Studi Fisika
Departemen Fisika FMIPA UGM, Yogyakarta
8. ISO/IEC Guide 98:1995 Guide to expression of Uncertainty in Measurement (GUM)
9. JCGM 200:2012, International Vocabulary of Basic and General Terms in Metrology
10. KAN-G-LK 06 Pedoman KAN Mengenai Kalibrasi Volumetric Apparatus
11. Komala, Dewi Odjar Ratna,dkk.2014.Pengantar Standardisasi Edisi
Kedua.Jakarta:Badan Standardisasi Nasional
12. NATA Technical Note 13, User checks and maintenance of laboratory balances
13. National measurement laboratory CSIRO, Monograph 4 : “The Calibration of Weight
and Balances”, Mei 2010.

104
14. NIST Special Publication 960-12, Stopwatch and Timer Calibrations (2009 Edition)
15. SNI 1547:2017, Sepatu bot PVC cetak tahan kimia
16. Suplemen DP.01.23: Suplemen 1 Pedoman Evaluasi Ketidakpastian Pengukuran
17. Tim Penulis PS.2008.Panduan Lengkap Karet.Jakarta:Penebar Swadaya
18. Yuda, I Gusti Ngurah Hari. Angka Penting.
http://www.mediabali.net/fisika_hypermedia/angka_penting.html

105
LAMPIRAN

Tabel Data t-student

Veff K Veff k Veff K


1 12.706 34 2.032 75 1.992
2 4.303 35 2.030 76 1.991
3 3.182 36 2.028 77 1.990
4 2.776 37 2.026 78 1.989
5 2.571 38 2.024 79 1.988
6 2.447 39 2.023 80 1.987
7 2.365 40 2.021 81 1.986
8 2.306 41 2.020 82 1.985
9 2.262 42 2.018 83 1.984
10 2.228 43 2.017 84 1.983
11 2.201 44 2.015 85 1.982
12 2.179 45 2.014 86 1.981
13 2.160 46 2.013 87 1.980
14 2.145 47 2.012 88 1.979
15 2.131 48 2.011 89 1.978
16 2.120 49 2.010 90 1.977
17 2.110 50 2.009 91 1.976
18 2.101 51 2.008 92 1.975
19 2.093 52 2.007 93 1.974
20 2.086 53 2.006 94 1.973
21 2.080 54 2.005 95 1.972
22 2.074 55 2.004 96 1.971
23 2.069 56 2.003 97 1.970
24 2.064 57 2.002 98 1.969
25 2.060 59 2.001 99 1.968
26 2.056 60 2.000 100 1.967
27 2.052 62 1.999 101 1.966
28 2.048 63 1.998 102 1.965
29 2.045 65 1.997 103 1.964

106
30 2.042 67 1.996 104 1.963
31 2.040 68 1.995 105 1.962
32 2.037 70 1.994 106 1.961
33 2.035 72 1.993 107 1.960

Preparasi sample uji sepatu boot PVC Sample uji sepatu boot PVC

Pengujian kimia dengan proses perendaman Pemasangan sample untuk uji bengkuk

107
Penimbangan sample uji kimia Penirisan sample uji kimia

Persiapan uji bengkuk sepatu boot PVC Uji bengkuk sepatu boot PVC bagian upper
bagian sol

108
Sample sepatu boot PVC setelah uji bengkuk Preparasi sample uji bengkuk

Pengukuran tebal sample sepatu boot PVC Pengukuran dimensi sepatu boot PVC
untuk uji tarik

109
Proses uji sobek sample ban dalam Proses uji sobek sample ban dalam

Sample uji tarik dan sobek ban dalam Proses uji tarik sample ban dalam

110
Grafik hasil uji tarik Mengukur dimensi sample karung

Sample kertas 3 variasi untuk uji sobek dan Alat untuk uji sobek sample kertas
tarik

Preparasi mesin untuk uji tarik sample kertas Sample kulit sintetis untuk uji tarik,sobek

111
Preparasi sample dengan perpanjangan tetap Alat untuk pengusangan sample (oven
untuk pengusangan pengusangan)

Sample ban dalam hasil pengusangan Uji tarik sample ban dalam hasil
pengusangan

112
Mengukur kekerasan sample bantalan crane Alat uji kekerasan sample

Pengukuran massa jenis sample Pengukuran berat sample

113
Preparasi sample ban untuk uji ozon dengan Proses uji ozon sample ban
perpanjangan tetap

Alat untuk uji kikis sample Alat untuk uji bengkuk

114
Kalibrasi neraca elektronik Anak timbang kelas E2 dengan massa 100 g

Neraca elektronik untuk kalibrasi anak Anak timbang terkalibrasi kelas F1


timbang

115
Kalibrasi buret

116

Anda mungkin juga menyukai