Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konsep diri adalah semua pikirin, keyakinan dan kepercayaan yang membuat
seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain.
Konsep diri sesorang tidak terbentuk waktu lahir tetapi dipelajari sebagai hasil dari
pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan dnegan
dunia. Konsep diri terdiri atas citra tibuh, harga diri, ideal diri, penampilan diri dan
identitas personal ( Stuart dan Sundeen, 1998 ).
Di dalam hidup di masyarakat manusia harus dapat mengembangkan dan
melaksanakan hubungan yang harmonis baik dengan individu lain maupun lingkungan
sosialnya. Tapi dalam kenyataannya individu sering mengalami hambatan bahkan
kegagalan yang menyebabkan individu tersebut sulit mempertahankan kestabilan dan
identitas diri, sehingga konsep diri menjadi negatif. Jika individu sering mengalami
kegagalan maka gangguan jiwa yang sering muncul adalah gangguan konsep diri misal
harga diri rendah.Faktor psikososial merupakan faktor utama yang berpengaruh dalam
kehidupan seseorang (anak, remaja, dan dewasa). Yang mana akan menyebabkan
perubahan dalam kehidupan sehingga memaksakan untuk mengikuti dan mengadakan
adaptasi untuk menanggulangi stressor yang timbul. Ketidakmampuan menanggulangi
stressor itulah yang akan memunculkan gangguan kejiwaan.
Salah satu gangguan jiwa yang ditemukan adalah gangguan konsep harga diri
rendah, yang mana harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap
diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai
keinginan (Keliat, 1999). Gangguan harga diri rendah dapat terjadi secara situasional, yaitu
gangguan harga diri karena terjadi trauma yang tiba-tiba; dan juga dapat terjadi secara
kronik, yaitu perasaan negative terhadap diri yang telah berlangsung lama.
Dalam makalah ini, penulis akan mengkaji lebih jauh mengenai konsep harga diri
rendah, dan asuhan keperawatan dengan harga diri rendah situasional . Karena sebagai

1
seorang perawat, kita harus bisa berfikir kritis dalam menghadapi kasus atau masalah klien
dengan harga diri rendah situasional.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam penulisan makalah ini, ada beberapa masalah pokok yang menjadi pusat
pembahasan bagi penulis adalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian harga diri rendah?
2. Apakah pengertian harga diri rendah situasional?
3. Apakah penyebab terjadinya gangguan harga diri rendah?
4. Bagaimanakan tanda dan gejala harga diri rendah?
5. Apakah akibat dari adanya gangguan harga diri rendah?
6. Apa sajakah masalah keperawatan yang ada pada harga diri rendah situasional?
7. Bagaimana asuhan keperawatan dengan harga diri rendah situasional?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan karya tulis ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Sistem Neurobehavior.
2. Untuk mengetahui pengertian harga diri rendah dan harga diri rendah situasional.
3. Untuk mengetahui penyebab, tanda dan gejala, serta akibat dari harga diri rendah.
4. Untuk mengetahui masalah keperawatan yang biasanya muncul pada harga diri rendah
situasional.
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dengan harga diri rendah situasional.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan-perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif,yang dapat diekspresikan secara langsung maupun tidak
langsung.individu yang mempunyai harga diri rendah cenderung untuk menilainya negatif
dan merasa dirinya lebih rendah dari orang lain. (Stuart dan sundeen,1991).

Townsend, Mary C (1998) menyatakan bahwaa gangguan harga diri adalah evaluasi
diri yang negatif perasaan tentang diri, kemampuan diri yang dapat diekspresikan secara
langsung atau tidak langsung. (Townsend, Mary C, 1998). Sedangkan menurut Carpenito&
Lynda Juall-Moyet, (2007), gangguan harga diri adalah keadaan ketika individu
mengalami atau beresiko mengalami evaluasi diri yang negatif tentang kemampuan atau
diri.

Harga diri rendah situasional adalah suatu keadaan ketika individu yang
sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam
berespon terhadap suatu kejadian(kehilangan,perubahan). Harga diri rendah situasional
adalah evaluasi diri negatif yang berkembang sebagai respons terhadap hilangnya atau
berubahnya perawatan diri seseorang yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif
(NANDA, 2005).

Menurut Wilkinson (2007), harga diri rendah situasional adalah perasaan


diri/evaluasi diri negatif yang berkembang sebagai respon terhadap hilangnya atau
berubahnya perawatan diri seseorang yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif.
Gangguan harga diri rendah situasional, yaitu gangguan harga diri karena terjadi trauma
yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus
hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu( seperti: korban perkosaan, dipenjara tiba-
tiba). Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena:

3
a. Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya: pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (seperti saat pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perineal).
b. Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat/sakit/penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, tanpa persetujuan. Kondisi ini banyak
ditemukan pada klien gangguan fisik.

2.2 Rentang Respon

Rentang Respon Konsep Diri menurut Stuart & Sundeen (1987) adalah:

Respon Adaptif Respon Maladaptif

A B C D E

Keterangan: A= Aktualisasi diri D= Keracunan identitas

B= Konsep diri positif E= Depersonalisasi

C= Harga diri rendah

1. Respon adaptif yaitu respon positif klien dalam menghadapi suatu masalah hingga
dapat menyelesaikan masalah tersebut berdasarkan rentang respon diatas respon positif
meliputi :
a. Aktualisasi diri, yaitu pernyataan diri yang positif secara nyata.
b. Konsep diri positif yaitu kepercayaan tentang diri apabila individu memiliki
pengalaman yang positif dalam beraktualisasi dan meyadari hal-hal positif
maupun negatif dalam dirinya.
2. Respon maladaptif, yaitu respon negatif klien dalam meghadapi suatu masalah
tersebut. Berdasarkan rentang respon diatas, respon maladaptif meliputi :
a. Harga diri rendah, yaitu perasaan negatif terhadap diri sendiri sehingga individu
tersebut merasa rendah diri dan tidak berarti. Dalam rentang respon, harga diri

4
rendah berada pada transisi antara respon konsep diri adaptif dan maladaptif.
Prilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah diantaranya mengkritik diri
sendiri, merasa tidak mampu, merasa bersalah, pandangan hidup psimis dan
sebagainya.
b. Kerancuan identitas, yaitu identitas diri yang tidak pasti dalam memandang diri,
penuh keraguan, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil
keputusan. Prilaku yang berhubungan dengan kerancuan identitas diantaranya
merasa hampa, cemas yang berlebihan, ketidakmampuan, empati terhadap orang
lain dan sebagainya.
c. Depersonalisasi, yaitu perasaan tidak realistis terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, panik dan tidak dapat membedakan diri sendiri,
merasa terisolasi, merasa tidak aman, takut, malu, kesulitan membedakan diri
sendiri dan orang lain, merasa berada dalam mimpi, dan sebagainya.

2.3 Etiologi
Pada dasarnya penyebab terjadinya harga diri rendah situasinal dan harga diri
rendah kronik adalah sama. Tonsen (1998) mengemukakan bahwa penyebab Harga Diri
Rendah adalah:
a. Kurangnya umpan balik positif.
b. Perasaan ditolak oleh orang terdekat.
c. Sejumlah kegagalan dan ketidakberdayaan.
d. Ego yang belum berkembang baik menghakimi super ego.

Adapun factor predisposisi dan factor presipitasi yang mempengaruhi terjadinya


harga diri rendah yaitu:

a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart & Sundeen (1991), faktor predisposisi yang mempengaruhi
harga diri rendah adalah pengalaman masa kanak-kanak merupakan suatu faktor yang
dapat menyebabkan masalah atau gangguan konsep diri. Anak-anak sangat peka
terhadap perlakuan dan respon orang tua, lingkungan, social, serta budaya. Orang tua
yang kasar, membenci dan tidak menerima akan mempunyai keraguan atau

5
ketidakpastian diri, sehingga individu tersebut kurang mengerti akan arti dan tujuan
kehidupan, gagal menerima tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, tergantung pada
orang lain serta gagal mengembangkan kemampuan diri. Sedangkan faktor biologis,
anak dengan masalah biologis juga bisa menyebabkan harga diri rendah.

b. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart & Sundeed (1991), masalah khusus tentang konsep diri
disebabkan oleh situasi yang dihadapi individu dan individu yang tidak mampu
menyelesaikan masalah. Situasi atau stressor dapat mempengaruhi konsep diri dan
komponennya. Stressor yang mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah penolakan
dan kurang penghargaan diri dari orang tua yang berarti: pola asuh anak tidak tepat,
misalnya: terlalu dilarang, dituntut, dituruti, persaingan dengan saudara, kesalahan dan
kegagalan yang terulang, cita-cita yang tidak dapat dicapai, gagal bertanggung jawab
terhadap diri sendiri.

Stresor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal


seperti :

1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian


yang megancam.
2. Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan
dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jenis transisi peran :
a. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam
kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai
tekanan untuk peyesuaian diri.
b. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke
keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh,
perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik,
prosedur medis dan keperawatan.

6
2.4 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang dapat dikaji pada gangguan harga diri rendah adalah:
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap
penyakit.
2. Rasa bersalah pada diri sendiri.
3. Merendahkan martabat.
4. Gangguan hubungan social, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan
orang lain, suka menyendiri.
5. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya memilih alternative
tindakan.
6. Mencederai diri, akibat harga diri rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien
ingin mengakhiri kehidupan.

Sedangkan tanda dan gejala gangguan perilaku pada konsep diri dengan harga diri
rendah. Stuart dan Sundeen (1991) mengemukakan sepuluh cara individu mengekspresikan
secara langsung harga diri rendah antara lain sebagai berikut:

1. Mengejek dan mengkritik diri sendiri, klien mempunyai pandangan negative tentang
dirinya.
2. Merendahkan atau mengurangi martabat.
3. Rasa bersalah dan khawatir, klien menghukum dirinya sendiri, ini dapat ditampilkan
berupa: fobia, obsesi, klien menolak dirinya sendiri.
4. Manifestasi fisik: tekanan darah meningkat, penyakit psikosomatis dan
penyalahgunaan obat.
5. Menunda keputusan, klien sangat ragu-ragu dalam mengambil keputusan, rasa aman
terancam.
6. Gangguan berhubungan karena ketakutan, penolakan dan harga diri rendah, klien
menjadi kejam, merendahkan diri atau mengeksploitasi orang lain, perilaku ini adalah
menarik diri atau isolasi social yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga.
7. Menarik diri dari realitas.
8. Merusak diri.
9. Merusak atau melukai orang lain.

7
10. Menolak tekanan.

2.5 Akibat
Klien yang mengalami harga diri rendah bisa mengakibatkan gangguan interaksi
social seperti: menarik diri, perubahan penampilan peran, keputusasaan maupun
munculnya perilaku kekerasan yang beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
(Keliat, 1998).

2.6 Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Gangguan konsep diri
2. Koping individu tidak efektif
3. Isolasi social
4. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
5. Resiko tinggi perilaku kekerasan

2.7 Asuhan Keperawatan dengan Harga Diri Rendah Situasional


2.7.1 Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri
dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang
dikumpulkan melalui data biologis , psikologis, social dan spiritual. (Keliat, 1998)
Adapun isi dari pengkajian tersebut adalah :
1) Identitas klien
Melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang : nama perawat, nama
panggilan, nama klien, nama panggilan klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik
yang akan dibicarakan. Tanyakan dan catat usia klien dan No RM, tanggal pengkajian
dan sumber data yang didapat.
2) Alasan masuk
Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang, atau dirawat di rumah sakit,
apakah sudah tahu penyakit sebelumnya, apa yang sudah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah ini.

8
3) Faktor predisposisi
Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa, bagaimana hasil pengobatan
sebelumnya, apakah pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga, dan tindakan criminal.
Menanyakan kepada klien dan keluarga apakah ada yang mengalami gangguan jiwa,
menanyakan kepada klien tentang pengalaman yang tidak menyenangkan.
4) Pemeriksaan fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan apakah ada
keluhan fisik yang dirasakan klien.
5) Psikososial
a. Genogram
Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari pola komunikasi,
pengambilan keputusan dan pola asuh.
b. Konsep diri
c. Gambaran diri
Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai, reaksi
klien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan bagian yang disukai.
d. Identitas diri
Status dan posisi klien sebelum klien dirawat, kepuasan klien terhadap status dan
posisinya, kepuasan klien sebagai laki-laki atau perempuan, keunikan yang
dimiliki sesuai dengan jenis kelaminnya dan posisinya.
e. Fungsi peran
Tugas atau peran klien dalam keluarga / pekerjaan / kelompok masyarakat,
kemampuan klien dalam melaksanakan fungsi atau perannya, perubahan yang
terjadi saat klien sakit dan dirawat, bagaimana perasaan klien akibat perubahan
tersebut.
f. Ideal diri
Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi, tugas, peran dalam
keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan klien terhadap lingkungan, harapan
klien terhadap penyakitnya, bagaimana jika kenyataan tidak sesuai dengan
harapannya.

9
g. Harga diri
Hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan kondisi, dampak pada klien
dalam berhubungan dengan orang lain, harapan, identitas diri tidak sesuai
harapan, fungsi peran tidak sesuai harapan, ideal diri tidak sesuai harapan,
penilaian klien terhadap pandangan / penghargaan orang lain.
h. Hubungan social
Tanyakan orang yang paling berarti dalam hidup klien, tanyakan upaya yang biasa
dilakukan bila ada masalah, tanyakan kelompok apa saja yang diikuti dalam
masyarakat, keterlibatan atau peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat,
hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, minat dalam berinteraksi dengan
orang lain.
i. Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah / menjalankan keyakinan, kepuasan dalam
menjalankan keyakinan.
j. Status mental
1) Penampilan
Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki apakah ada
yang tidak rapih, penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak
seperti biasanya, kemampuan klien dalam berpakaian, dampak
ketidakmampuan berpenampilan baik / berpakaian terhadap status psikologis
klien.
2) Pembicaraan
Amati pembicaraan klien apakah cepat, keras, terburu-buru, gagap, sering
terhenti / bloking, apatis, lambat, membisu, menghindar, tidak mampu
memulai pembicaraan.
3) Aktivitas motorik
a. Lesu, tegang, gelisah.
b. Agitasi : gerakan motorik yang menunjukan kegelisahan.
c. Tik : gerakan-gerakan kecil otot muka yang tidak terkontrol.
d. Grimasem : gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak terkontrol
klien.

10
e. Tremor : jari-jari yang bergetar ketika klien menjulurkan tangan dan
merentangkan jari-jar.
f. Kompulsif : kegiatan yang dilakukan berulang-ulang
1. Alam perasaan
a. Sedih, putus asa, gembira yang berlebihan
b. Ketakutan : objek yang ditakuti sudah jelas
c. Khawatir : objeknya belum jelas
2. Afek
a. Datar : tidak ada perubahan roman muka pada saat ada stimulus yang
menyenangkan atau menyedihkan.
b. Tumpul : hanya bereaksi bila ada stimulus emosi yang sangat kuat
c. Labil : emosi klien cepat berubah-ubah
d. Tidak sesuai : emosi bertentangan atau berlawanan dengan stimulus
3. Interaksi selama wawancara
a. Kooperatif : berespon dengan baik terhadap pewawancara
b. Tidak kooperatif : tidak dapat menjawab pertanyaan pewawancara dengan
spontan
c. Mudah tersinggung
d. Bermusuhan : kata-kata atau pandangan yang tidak bersahabat atau tidak
ramah
e. Kontak kurang : tidak mau menatap lawan bicara
f. Curiga : menunjukan sikap atau peran tidak percaya kepada pewawancara
atau orang lain.
g. Persepsi
Jenis-jenis halusinasi dan isi halusinasi, frekuensi gejala yang tampak
pada saat klien berhalusinasi.
4. Proses pikir
a. Sirkumtansial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai pada tujuan
b. Tangensial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada
tujuan

11
c. Kehilangan asosiasi : pembicaraan tidak ada hubungan antara satu kalimat
dengan kalimat lainnya
d. Flight of ideas : pembicaraan yang meloncat dari satu topik ke topik yang
lainnya.
e. Bloking : pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan dari luar
kemudian dilanjutkan kembali
f. Perseferasi : kata-kata yang diulang berkali-kali
g. Perbigerasi : kalimat yang diulang berkali-kali
5. Isi fikir
a. Obsesi : pikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha
menghilangkannya.
b. Phobia : ketakutan yang patologis / tidak logis terhadap objek / situasi
tertentu.
c. Hipokondria : keyakinan terhadap adanya gangguan organ tubuh yang
sebenarnya tidak ada.
d. Depersonalisasi : perasaan klien yang asing terhadap diri sendiri, orang
lain dan lingkungan.
e. Ide yang terkait : keyakinan klien terhadap kejadian yang terjadi
dilingkungan yang bermakna yang terkait pada dirinya.
f. Pikiran magis : keyakinan klien tentang kemampuannya melakukan hal-
hal yang mustahil atau diluar kemampuannya.
g. Waham :
1. Agama : keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan
diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
2. Somatik : keyakinan klien terhadap tubuhnya dan diucapkan berulang-
ulang tetapi tidak sesuai dengan keyakinan.
3. Kebesaran : keyakinan klien yang berlebihan terhadap
kemampuannya dan diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan.

12
4. Curiga : keyakinan klien bahwa ada seseorang yang berusaha
merugikan, mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan.
5. Nihilistik : klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada didunia /
meninggal yang dinyatakan secara berulang-ulang dan tidak sesuai
dengan kenyataan
6) Tingkat kesadaran
a. Orientasi waktu
b. Orientasi tempat
c. Orientasi orang
7) Memory
Pada saat dikaji klien bisa menceritakan kembali peristiwa yang menimpa pada
dirinya, baik yang telah terjadi 1 bulan, seminggu yang lalu, serta kejadian saat ini.
8) Tingkat konsentrasi
a. Mudah beralih : perhatian mudah berganti dari satu objek ke objek lainnya.
b. Tidak mampu berkonsentrasi : klien selalu minta agar pertanyaan diulang karena
tidak menangkap apa yang ditanyakan atau tidak dapat menjelaskan kembali
pembicaraan.
c. Tidak mampu berhitung : tidak dapat melakukan penambahan atau pengurangan
pada benda-benda yang nyata
9) Daya tilik diri
a. Mengingkari penyakit yang diderita : klien tidak menyadari gejala penyakit
(perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu minta pertolongan
/ klien menyangkal keadaan penyakitnya, klien tidak mau bercerita tentang
penyakitnya.
b. Menyalahkan hal-hal diluar dirinya : menyalahkan orang lain atau lingkungan
yang menyebabkan timbulnya penyakit atau masalah sekarang
10) Kebutuhan persiapan pulang
a. Makan
Tanyakan frekuensi, jumlah, variasi, macam dan cara makan, observasi
kemampuan klien menyiapkan dan membersihkan alat makan.

13
b. Buang Air Besar dan Buang Air Kecil
Observasi kemampuan klien untuk Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil
(BAK), pergi menggunakan WC atau membersihkan WC.
c. Mandi
Observasi dan tanyakan tentang frekuensi, cara mandi, menyikat gigi, cuci rambut,
gunting kuku, observasi kebersihan tubuh dan bau badan klien.
d. Berpakaian
Observasi kemampuan klien dalam mengambil, memilih dan mengenakan pakaian,
observasi penampilan dandanan klien.
e. Istirahat dan tidur
Observasi dan tanyakan lama dan waktu tidur siang atau malam, persiapan
sebelum tidur dan aktivitas sesudah tidur.
f. Penggunaan obat
Observasi penggunaan obat, frekuensi, jenis, dosis, waktu, dan cara pemberian.
g. Pemeliharaan kesehatan
Tanyakan kepada klien tentang bagaimana, kapan perawatan lanjut, siapa saja
sistem pendukung yang dimiliki.
h. Aktivitas di dalam rumah
Tanyakan kemampuan klien dalam mengolah dan menyajikan makanan,
merapikan rumah, mencuci pakaian sendiri, mengatur kebutuhan biaya sehari-hari.
i. Aktivitas di luar rumah
Tanyakan kemampuan klien dalam belanja untuk keperluan sehari-hari, aktivitas
lain yang dilakukan di luar rumah.
j. Pola dan mekanisme koping
Data didapat melalui wawancara dengan klien atau keluarganya.

2.7.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan masalah keperawatan pasien yang
mencakup baik respon sehat adaptif atau maladaptif serta stressor yang menunjang. (Stuart
& Sundeen, 1998).

14
Diagnosa keperawatan yang diangkat adalah:
a. Gangguan konsep diri b.d harga diri rendah situasional
b. Isolasi sosial : menarik diri b.d harga diri rendah
c. Koping individu tidak efektif b.d harga diri rendah situasional

Aplikasi NANDA, NOC, dan NIC

No NANDA NOC NIC

1. Koping Koping Peningkatan Koping


individu
tidak efektif Indikator : Aktivitas :
b.d harga diri  Menunujukan fleksibilitas peran  Hargai pemahaman klien tentang
rendah keluarga konsep diri
situasional  Menunjukan fleksibilitas peran  Hargai dan diskusikan substitute
para anggota keluarga respon terhadap situasi
 Dapat mengatur masalah-  Hargai sikap klien terhadap peran
masalah dan hubungan
 Memanajemen masalah  Dukung penggunaan sumber
 Melibatkan anggota keluarga spiritual jika diminta
dalam membuat keputusan  Gunakan pendekatan yang tenang
 Mengekspresikan perasaan dan dan berikan jaminan
kebiasaan emosional  Sediakan imformasi actual tentang
 Menunjukan strategi untuk diagnosis, penanganan dan
memanajemen masalah prognosis
 Menggunakan strategi  Sediakan pilihan yang realistis
penurunan stress tentang aspek perawatan saat ini
 Menentukan prioritas  Dukung penggunaan mekanisme
 Mempunyai perencanaan pada defensive yang tepat
kondisi kegawatan  Dukung keterlibatan keluarga
 Mencari bantuan ketika dengan cara yang tepat
dibutuhkan  Bantu klien untuk
 Menggunakan support social mengidentifikasi strategi positif
untuk mengatasi keterbatasan dan
mengelola gaya hidup dan
perubahan gaya peran
 Bantu klien beradaptasi dan
mengantisipasi perubahan klien
 Bantu klien mengidentifikasi
15
kemungkinan yang dapat terjadi

2. Gangguan Harga Diri Tingkatkan Harga Diri


konsep diri
b.d harga diri Indikator : Aktivitas :
rendah  Penerimaanketerbatasandiri  Observasi perilaku klien
situasional  Pemeliharaanposturtegak  Monitor pernyataan klien tentang
 Pemeliharaankontak mata kritik diri
 Deskripsidiri  Tentukankepercayaanpasiendala
 Hargaiorang lain m pandangannya sendiri
 Komunikasi yang terbuka  Dorongpasien
 Pemenuhanperanpribadisignifikan untukmengidentifikasi kekuatan
 Mendorongkontak matadalam

16
 Pemeliharaanperawatandan berkomunikasidengan orang lain
kebersihan  Membantupasien
 Saldopartisipasi untukmengidentifikasirespon
danmendengarkandalam positifdari orang lain
kelompok  Menahan diri darikritiknegatif
 Tingkat kepercayaan  Menahan diri darigodaan
 Penerimaanpujiandari orang lain  Sampaikankepercayaan pada
 Respon yang diharapkandari kemampuanpasienuntuk
orang lain menangani situasi
 Penerimaankritik konstruktif  Membantu dalammenetapkan
 Kesediaanuntuk tujuanyang realistisuntuk
menghadapiorang lain mencapailebih tinggiharga diri
 Deskripsikeberhasilan dalam  Yakinkan klien bahwa klien
pekerjaan mampu menghadapi situasi
 Deskripsikeberhasilandalam apapun
kelompok sosial  Bantu klien untuk menyusun
 Deskripsikebanggaan dalamdiri tujuan hidup yang realistic
 Perasaan tentangnilai diri  Fasilitasi lingkungan dan
akitivitas yang dapat
meningkatkan harga diri
 Berikan pernyataan positive
tentang klien
3. Isolasi sosial : Dukungan Sosial Peningkatan Sosialisasi
menarik diri
b.d harga diri Indikator : Aktivitas :
rendah  Kesediaan untuk memanggil  Mendorong peningkatan
orang lain untuk bantuan keterlibatan dalam hubungan yang
 Uang yang tersedia dari orang sudah mapan
lain bila diperlukan  Mendorong kesabaran dalam
 Bantuan yang diberikan oleh perkembangan hubungan
orang lain  Mempromosikan hubungan
 Waktu yang disediakan oleh dengan orang-orang yang
orang lain memiliki kepentingan dan tujuan
 Kerja yang disediakan oleh orang bersama
lain  Mendorong kegiatan sosial dan
 Informasi yang diberikan oleh masyarakat
orang lain  Mempromosikan berbagai
 Bantuan emosional yang masalah umum dengan orang lain
diberikan oleh orang lain  Mendorong kejujuran dalam

17
 Hubungan kepercayaan menyajikan diri kepada orang lain
orang yang bisa  Mempromosikan keterlibatan
 Membantu sesuai kebutuhan dalam kepentingan yang sama
 Jaringan sosial bantu  Mendorong rasa hormat terhadap
 Kontak sosial yang mendukung hak orang lain
 Jaringan sosial yang stabil  Memfasilitasi penggunaan alat
bantu defisit sensorik seperti
Keterampilan Interaksi Sosial kacamata dan alat bantu dengar
 Memberikan umpan balik tentang
Indikator : perbaikan dalam
 Menggunakanpengungkapanyang  Menjaga penampilan pribadi atau
sesuai kegiatan lainnya
 Pameranreseptif  Menghadapi klien tentang
 Bekerja samadengan orang lain gangguan penilaian, jika
 Pamerankepekaan terhadaporang diperlukan
lain  Memberikan umpan balik positif
 Menggunakanperilakutegasyang ketika pasien menjangkau orang
sesuai lain
 Menggunakankonfrontasiyang  Mengeksplorasi kekuatan dan
sesuai kelemahan dari jaringan saat ini
 Melibatkanorang lain hubungan
 Menggunakankompromiyang
sesuai
 Menggunakan strategiresolusi
konflik

2.7.3 Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan perencanaan asuhan keperawatan oleh perawat
dan klien. Petunjuk dalam implementasi :
a. Intervensi dilakukan sesuai dengan rencana.
b. Keterampilam interpersonal, intelektual, tekhnikal dilakukan dengan cermat dan
efisien dalam situasi yang tepat.
c. Dokumentasi intervensi dan respon klien.
Dalam pelaksanaan implementasi, penulis menggunakan langkah-langkah
komunikasi terapeutik yang terdiri dari :

18
1. Fase Pra Interaksi
Pra interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien, perawat
mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutannya sehingga kesadaran dan kesiapan
perawat untuk melakukan hubungan dengan klien dapat dipertanggung jawabkan.
2. Fase Perkenalan
Pada fase ini dimulai dengan pertemuan dengan klien, hal-hal yang perlu dikaji
adalah alasan klien meminta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya rasa
percaya antara perawat dengan klien.
3. Fase Orientasi
a. Memberi salam terapeutik.
b. Mengevaluasi dan memvalidasi data subjektif dan objektif yang mendukung
diagnosa keperawatan.
c. Membuat kontrak untuk sebuah topik disertai waktu dan tempat dan serta
mengingatkan kontrak sebelumnya.
4. Fase Kerja
Fase kerja merupakan inti hubungan perawat dengan klien yang terkait dengan
pelaksanaan perencanaan yang sudah ditentukan sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai. Pada fase ini perawat mengeksplorasi stressor yang tepat mendorong
perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, fikiran, perasaan dan
perbuatan klien.
5. Fase Terminasi
Fase terminasi merupakan fase yang amat sulit dan penting dari hubungan intim
terapeutik yang sudah terbina dan berada dalam tingkat optimal. Fase terminasi
terbagi menjadi :
a. Terminasi sementara
Adalah terminasi akhir dari tiap pertemuan antara perawat dengan klien.
b. Terminasi Akhir
1. Mengevaluasi respon klien setelah tindakan keperawatan.
2. Merencanakan tindak lanjut.
3. Mengeksplorasi perasaan klien.
2.7.4 Evaluasi

19
Evaluasi adalah tindakan untuk mengidentifikasi sejauh mana tujuan dari
perencanaan tercapai dan evaluasi itu sendiri dilakukan terus menerus melalui hubungan
yang erat.Evaluasi dilakukan terus – menerus pada respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Tujuan evaluasi keperawatan adalah untuk melihat
kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini dapat dilihat berdasarkan respon klien
terhadap tindakan keperawatan. Sehingga perawat dapat mengambil keputusan untuk
mengakhiri rencana tindakan keperawatan atau meneruskan rencana tindakan
keperawatan.
Dalam mengukur pencapaian tujuan klien, ada tiga aspek yang ingin dicapai pada
klien, yaitu :
1. Kognitif
Evaluasi kognitif yang dapat dikaji adalah pengetahuan klien mengenai penyakit, cara
mengontrol gejala, komplikasi, pengobatan dan pencegahan.
2. Afektif
Hasil penilaian dalam bentuk prilaku memberikan indikasi status emosi klien.
Penilaian dapat dilakukan dengan cara observasi secara langsung, ekspresi wajah,
postur tubuh, nada suara, isi pesan verbal pada saat wawancara dan dnegan cara
feedback dari staf kesehatan yang langsung untuk memvalidasi hasil observasi
keadaan klien.
3. Psikomotor
Evaluasi keadaan psikomotor dapat dilakukan dengan cara observasi langsung dengan
melihat apa yang dilakukan klien sesuai dengan hasil yang diharapkan.

Dalam menentukan keputusan pada tahap evaluasi, ada tiga kemungkinan


keputusan pada tahap ini yaitu :
1. Klien telah mencapai hasil yang ditentukan, perawat mengkaji klien lebih dan
mengevaluasi yang lain.
2. Klien masih dalam proses pencapaian hasil yang telah ditentukan, perawat
menambahkan waktu dan intervensi yang diperlukan sebelum mencapai tujuan.
3. Klien tidak dapat mencapai hasil yang ditentukan perawat harus mencoba
mengidentifikasi alasan mengapa keadaan atau masalah ini timbul dengan cara

20
mengkaji ulang masalah atau respon, membuat hasil yang baru yang lebih realistis
dalam mencapai tujuan yang sebelumnya.
Evaluasi dibagi menjadi dua macam yaitu :
1. Evaluasi Proses ( formatif ) yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan
keperawatan.
2. Evaluasi Hasil ( sumatif ), dilakukan dengan membandingkan respon klien dengan
tujuan yang telah ditetapkan.

Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir :
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O : Respon objektif klien terhadap tindakan yang telah dilaksanakan.
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan masalah
tetap atau muncul masalah baru atau data yang kontradiktif dengan masalah yang
ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkakn hasil analisa pada respon klien.
Rencana tindak lanjut berupa :
a. Rencana teruskan, bila masalah tidak berubah.
b. Rencana dimodifikasi, jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi
hasil tidak memuaskan.
c. Rencana dibatalkan, jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan
masalah yang ada serta diagnosa lama dibatalkkan.
d. Rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan diperlukan adalah
memelihara dan mempertahankan kondisi baru.
Pada evaluasi sangat diperlukan reinforcement untuk menguatkan perubhan yang
positif. Klien dan keluarga juga dimotifasi untuk melakukan self-reinforsement.Hasil
yang diharapkan saat merawat klien dengan respon konsep diri mal adatif adalah klien
akan mencapai tingkat aktualitas diri yang maksimal untuk menyadari potensi dirinya.
Evaluasi keberhasilan pada klien dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah
situasional. Pada akhir keperawatan diharapkan :
a. Klien mampu :

21
1) Klien dapat mengidentifikasikan aspek positif klien, keluarga dan kemampuan yang
dimiliki klien.
2) Klien menilai kemampuan yang digunakan.
3) Klien membuat rencana kegiatan
4) Klien membuat rencana kegiatan
5) Klien melakukan sesuai kondisi sakit dan kemampuanya
6) Klien mampu memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga
7) Melakukan kegiatan hidup sehari – hari sesuai jadwal yang dibuat klien.
8) Meminta bantuan keluarga
9) Melakukan follow up secara teratur
b. Keluarga mampu :
1) Mengidentifikasi terjadinya gangguan konsep diri : harga diri rendah situasional
2) Merawat klien di rumah dan mendukung kegiatan klien.
3) Menolong klien menggunakan obat dan follow up.

BAB III

PENUTUP

7.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari pembahasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa bahwa
harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi negative terhadap diri sendiri dan kemampuan diri.Harga
diri rendah situasional adalah suatu keadaan ketika individu yang sebelumnya memiliki
harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam berespon terhadap suatu
kejadian. Harga diri rendah situasional ini terjadi karena trauma yang tiba-tiba misalnya

22
harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan
malu karena sesuatu( seperti: korban perkosaan, dipenjara tiba-tiba).
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang tidak
efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system pendukung,
kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang negatif, disfungsi system
keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal. Selain adanya faktor predisposisi
dan presipitasi yang mempengaruhi terjadinya harga diri rendah, juga terdapat stressor
pencetus yang mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal. Masalah
keperawatan yang biasanya muncul seperti: gangguan konsep diri, koping individu tidak
efektif, isolasi social, perubahan persepsi sensori : halusinasi, resiko tinggi perilaku
kekerasan.
7.2 Saran
Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas penulis ingin memberikan beberapa
saran sebagai berikut :
1. Agar perawat sebagai insan kesehatan dapat memahami konsep harga diri rendah
situasional sehingga di lapangan nantinya mampu berfikir dan bertindak kritis dalam
menghadapi kasus agar bisa diatasi tidak berkembang menjadi HDR kronis.
2. Kepada teman-teman mahasiswa keperawatan agar dapat menggali pengetahuan lebih
dalam lagi mengenai konsep harga diri rendah serta dapat mengaplikasikannya dalam
membuat asuhan keperawatan pada kasus pasien dengan HDR situasional.

23

Anda mungkin juga menyukai