Yufid
Rumah Tangga
Khutbah Pertama:
أ َ َّما بَ ْع ُد
“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami
hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal
mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apayang dikerjakannya.” (ath-Thur/52:21).
Pada kesempatan yang singkat ini, mari kita simak. Mari kita fokuskan hati dan pikiran kita untuk
menelaah kitab Allah. Mengkaji ayat ini. Karena mungkin di antara kita, hanya memiliki waktu satu kali
sepekan untuk belajar agama. jangan sampai, waktu sekali sepekan ini, dengan waktu yang singkat,
masih juga kita lalaikan dengan tidur dan tidak menghadirkan hati yang tunduk.
Ibadallah,
Ayat di atas berbicara tentang salah satu kenikmatan sangat menyenangkan, yang diraih oleh penghuni
surga (ahlul-jannah). Karunia yang tidak hanya direguk oleh para wali-Nya di surga. Yakni hidup
bersama-sama dengan keturunan mereka, meskipun amalan shalih anak keturunan mereka tidak
sepadan dengan orang tuanya baik dalam hal kualitas maupun kuantitas.
Dengan ini, pandangan orang tua tersebut menjadi sejuk damai, kebahagiaan mereka kian tak terkira,
dan kegembiraan pun semakin sempurna. Suasana menyenangkan ini lantaran Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah menyatukannya kembali dengan anak keturunan mereka. Itu merupakan takrimah
(penghargaan), ganjaran dan tambahan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sungguh, benar-benar sebuah kenikmatan yang membahagiakan, manakala orang tua berjumpa kembali
dengan anak-anaknya. Suatu kenikmatan yang sangat besar. Kemurahan Allah Subhanahu wa Ta’ala
yang sangat luas. Namun, persyaratan yang harus ada, yaitu anak-anak mereka juga beriman kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, sebagaimana tercantum secara jelas dalam ayat.
Perhatikan keterangan Imam Ibnu Katsir rahimahullah tentang ayat di atas berikut ini.
Imam al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan: Kami tidak mengurangi pahala amalan anak-anak lantaran
sedikitnya amalan mereka. Dan pula, tidak mengurangi pahala para orang tua sedikit pun, meskipun
menempatkan keturunan mereka bersama dengan orang tua mereka (yang berada di derajat yang lebih
tinggi).
Atau dengan pengertian lain, seperti diungkapkan oleh Imam ath-Thabari: Kami tidak mengurangi
ganjaran kebaikan mereka sedikit pun dengan mengambilnya dari mereka (para orang tua) untuk
kemudian Kami tambahkan bagi anak-anak mereka yang Kami tempatkan bersama mereka. Akan tetapi,
Kami beri mereka pahala dengan penuh, dan (lantas) Kami susulkan anak-anak mereka ke tempat-
tempat mereka (para orang tua) atas kemurahan Kami bagi mereka.
Demikianlah, kemurahan dan keutamaan yang diraih anak-anak melalui keberkahan amalan para orang
tua. Adapun keutamaan dan kemurahan yang dilimpahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada para
orang tua melalui doa anak-anaknya, tertuang pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sungguh, Allah benar-benar mengangkat derajat seorang hamba-Nya yang shalih di surga,” maka ia pun
bertanya: “Wahai Rabbku, bagaimana ini bisa terjadi?” Allah menjawab: “Berkat istighfar anakmu bagi
dirimu”.
Hadits ini diperkuat oleh hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dalam Shahih Muslim:
ُِح يَ ْدعُو لَه َ اريَ ٍة أ َ ْو ع ِْل ٍم يُ ْنتَفَ ُع بِ ِه أ َ ْو َولَ ٍد
ٍ صال َ ع َملُهُ ِإ ََّل مِ ْن ث َ ََلث َ ٍة ِإ ََّل مِ ْن
ِ ص َدقَ ٍة َج َ ُع ْنه َ َسانُ ا ْنق
َ ط َع ِ ْ َِإذَا َمات
َ اْل ْن
Ketika seorang manusia meninggal, maka putuslah amalannya darinya kecuali dari tiga hal, (yaitu)
sedekah (amal) jariyah, atau ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shalih yang mendoakannya.
Ibadallah,
Firman Allah:
ب َرهِين
َ س ٍ ُك ُّل ا ْم ِر
َ ئ ِب َما َك
Hanya saja, Allah Subhanahu wa Ta’ala melimpahkan kemurahan-Nya kepada para orang tua, yaitu
dengan bentuk mengangkat derajat keturunan-keturunan mereka ke tingkatan mereka sebagai wujud
curahan kebaikan dari-Nya, tanpa adanya amalan dilakukan oleh anak keturunannya itu.
Imam al-Qurthubi membawakan beberapa pengertian ayat ini dari keterangan para ulama. Yang
pertama, ayat ini berbicara tentang penghuni neraka.
Para penghuni neraka Jahannam terkungkung oleh amalan (buruk) mereka. Sementara itu, para
penghuni surga menuju kenikmatan. Hal ini serupa kandungan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
َع ِن ْال ُمجْ ِرمِ ين
َ َسا َءلُون ِ ِاب ْال َيم
ٍ ين فِي َجنَّا
َ َ ت َيت ْ َ س َبتْ َرهِينَة ِإ ََّل أ
َ ص َح َ ُك ُّل نَ ْف ٍس ِب َما َك
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, kecuali golongan kanan, berada di
dalam surga, mereka tanya-menanya, tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa.” (al-
Muddatstsir/74:38-41).
Kandungan ayat ini juga bersifat umum, berlaku bagi setiap manusia. Yang ia terikat dengan tindak-
tanduknya. Ia tidak dikenai pengurangan pahala dari amalan baiknya. Adapun bertambahnya pahala,
ialah karena kemurahan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala .
Menurut penjelasan lainnya, pengertian ayat ini dimaksudkan kepada anak keturunan yang tidak
beriman. Sehingga, lantaran tak beriman, maka anak-anak keturunannya itu tidak bisa mencapai derajat
seperti yang diraih oleh orang tua mereka yang beriman, dan akan tetap terkungkung oleh
kekufurannya.
Berbeda dengan keterangan-keterangan di atas, Syaikh as-Sa’di berpendapat, penggalan ayat ini
ditujukan untuk menghilangkan prasangka bahwa anak-anak penghuni neraka (ahlun-nar) pun
mengalami hal serupa. Yaitu akan berada di tempat yang sama dengan orang tua mereka. Lantas Allah
Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa keadaannya tidak demikian. Dalam masalah ini, tidaklah
sama kondisi antara surga dan neraka. Neraka adalah tempat penegakan keadilan. Sehingga Allah
Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengadzab seseorang kecuali dengan perbuatan dosanya. Seseorang
juga tidak memikul dosa orang lain.
Khutbah Kedua:
َ ً َوأ َ ْش َه ُد أ َ َّن ُم َح َّمدا،ُ َوأ َ ْش َه ُد أ َ ْن ََل إِلَهَ إِ ََّل هللاُ َوحْ َدهُ ََل ش َِريْكَ لَه،ضى
ع ْب ُدهُ َو َرسُ ْولُهُ؛ َ ار ًكا فِ ْي ِه َك َما يُحِ بُّ َربُّنَا َويَ ْر َ ا َ ْل َح ْم ُد ِ َّّلِلِ َح ْمدًا َكثِي ًْرا
َ َطيِبًا ُمب
َصحْ بِ ِه أَجْ َم ِعيْن
َ علَى آ ِل ِه َو َ علَ ْي ِه َو َ سلَّ َم
َ صلَّى هللاُ َو
َ .
،ُأ َ َّما َب ْعد
ُش َها َدةِ ُم َراقَبَةً َم ْن يَ ْعلَ ُم أ َ َّن َربَّه ُ يَ ْس َمعُهُ َويَ َراه َ اِتَّقُ ْوا:ِأَيُّ َها ال ُمؤْ مِ نُ ْونَ ِعبَا َد هللا.
ِ هللا تَعَالَى َو َراقِب ُْوهُ فِي الس ِِر َوالعَ ََلنِيَ ِة َوالغَ ْي
َّ ب َوال
Ibadallah,
“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami
hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal
mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apayang dikerjakannya.” (ath-Thur/52:21).
Pertama: Besarnya keutamaan dan kemurahan Allah kepada para hamba-Nya, kaum mukminin.
Ketiga: Keutamaan iman dan kemuliaan para ahlinya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
menyebabkan anak keturunannya yang memiliki amalan sedikit dapat dipersatukan dengan para orang
tua mereka yang memiliki banyak amal shalih.
Keempat: Penetapan kaidah, setiap manusia akan tergantung dengan amal perbuatannya di akhirat
kelak. Wallahu a’lam
ع ْب ِد هللاِ َك َما أ َ َم َر ُك ُم هللاُ بِذَلِكَ فِي ِكت َابِ ِه فَقَا َل
علَى ُم َح َّم ِد اب ِْن َ عا ُك ُم هللاُ َ صلُّ ْوا َو َ
س ِل ُم ْوا َر َ علَى النَّبِي ِ يَا أَيُّ َها الَّذِينَ َ : و َ
صلُّونَ َ
َّللا َو َم ََلئِ َكتَهُ يُ َ
ِإ َّن َّ َ
س ِل ُموا ت َ ْس ِليما ً َ
عل ْي ِه َو َ ُّ
صلوا َ ع ْش ًرا)) آ َمنُوا َ َ
عل ْي ِه ََّللاُ َ
صلى ََّّ ي َواحِ َدة ً َ َ
عل َّصلى َ َّ َّ
سل َم َ (( :م ْن َ َ
عل ْي ِه َو َ َّ
صلى هللاُ َ [.األحزابَ ، ]56:وقَا َل َ
علَى آ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما علَى ُم َح َّم ٍد َو َ ار ْك َ ع َلى آ ِل ِإب َْرا ِهي َْم ِإ َّنكَ َحمِ يْد َم ِجيْد َ ،و َب ِع َلى ِإب َْرا ِهي َْم َو َ
ص َليْتَ َع َلى آ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َ
ص ِل َللَّ ُه َّم َ
ع َم َر ق َ ،و ُ الص ِد ْي ِ َ
الرا ِش ِديْنَ األَئِ َّم ِة ال َم ْه ِديِيْنَ أبِ ْي بَ ْك ِر ِ ع ِن ال ُخلَفَاءِ َّ َّ
ض الل ُه َّم َ ار َ علَى آ ِل إِب َْرا ِهي َْم إِنَّكَ َحمِ يْد َم ِجيْدَ .و ْ ار ْكتَ َ
علَى إِب َْرا ِهي َْم َو َ بَ َ
َ
ان إِلى يَ ْو ِم س ٍ ع ِن الت َابِ ِعيْنَ َو َم ْن تَبِعَ ُه ْم بِإِحْ َ َ
ص َحابَ ِة أجْ َم ِعيْنَ َ ،و َ ع ِن ال َّ َّ
ض الل ُه َّم َ ار َ علِيَ ،و ْ سنَي ِْن َ َ
ي النُ ْو َري ِْنَ ،وأبِي ال َح َ ْ
ق َ ،وعُث َمانَ ِذ ْ َار ْو ِ
الف ُ
سانِكَ َيا أ َ ْك َر َم األ َ ْك َرمِ يْنَ َِ َ ح
ْ إو كَ مَِرك و كَ ن
ِ مب م
ِ َ َ َ َُْ َِ َ َه ع م ا َّ ن ع و ،ْن ي الد
ِ .
علَنَه ُ .اَللَّ ُه َّمسنَا ت َ ْق َواهَا زَ ِك َها أ َ ْنتَ َخي َْر َم ْن زَ َّكاهَا أ َ ْنتَ َو ِليُّ َها َو َم ْو ََلهَا .اَللَّ ُه َّم ا ْغ ِف ْر لَنَا ذُنُبَنَا ُكلَّهُ ؛ ِدقَّهُ َو ِجلَّهُ ،أ َ َّولَه ُ َوآخِ َرهُ ،س َِّرهُ َو َ ت نُفُ ْو َاَللَّ ُه َّم آ ِ
سنَا َوإِ ْن لَ ْم ت َ ْغ ِف ْر لَنَا َوت َْر َح ْمنَا ظلَ ْمنَا أ َ ْنفُ َ ت َو ْال ُمؤْ مِ نِيْنَ َوال ُمؤْ مِ نَا ِ
ت ا َ ْألَحْ يَاءِ مِ ْن ُه ْم َو ْاأل َ ْم َواتَِ .ربَّنَا إِنَّا َ ا ْغف ِْر لَنَا َول َِوا ِل َد ْينَا َول ِْل ُم ْسلِمِ يْنَ َو ْال ُم ْس ِل َما ِ
ب ال َعالَمِ يْنَ ارَ .وآخِ ُر َدع َْوانَا أ َ ِن ْال َح ْم ُد ِ َّ ِ
ّلِل َر ِ اب النَّ ِ سنَةً َوقِنَا َ
عذَ َ سنَةً َوفِي ْاْلخِ َرةِ َح َ .لَنَ ُك ْون ََّن مِ نَ الخَاس ِِريْنَ َ .ربَّنَا آتِنَا فِي ال ُّد ْن َيا َح َ
(Diadaptasi dari tulisan Ustadz Abu Minhal di majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XII/Sya’ban
1429/2008M).