Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SKIZOFRENIA

Disusun oleh :

Nama :Hifi Rizki Ratnasari

NIM :F120155042

Prodi :S1 Farmasi

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MUHAMMADIYAH KUDUS

2018
KATA PENGANTAR

Dengan Memanjatkan puji syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, serta dukungan dari semua yang penulis
cintai, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“SKIZOFRENIA”. Adapun salah satu maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi nilai tugas kami.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu saran dan keritik yang sifatnya membangun sangat diharapkan.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dalam hal
menambah ilmu dan wawasan para pembacanya.

Kudus, 04 Februari 2018

Hifi Rizki Ratnasari


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak
belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tidak selalu bersifat kronis atau
“deteriorating”) yang luas,serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan
yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang
tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted).Kesadaran yang jernih (clear
consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya terpelihara,walaupun
kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1 %
penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia
biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki
biasanya antara 15-25tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila
dibandingkan dengan perempuan.Awitan setelah umur 40 tahun jarang terjadi. (Amir,
2010)
Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan
mereka berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama
dalam faseresidual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran penyakit yang ringan.
Selama perioderesidual, pasien lebih menarik diri atau mengisolasi diri, dan aneh.
Gejala-gejala penyakit biasanya terlihat jelas oleh orang lain. (Amir, 2010). Di
Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara
bervariasiterentang dari 1 sampai 1,5 %; konsisten dengan angka tersebut, penelitian
Epidemological
Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National Institue of Mental
Helath (NIHM) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 1,3 %. (Kaplan dkk,
1997)Skizofrenia adalah sama-sama prevalensinya antara laki-laki dan wanita. Tetapi,
dua jenis kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan
penyakit. Laki-laki mempunyai onset lebih awal daripada wanita. Usia puncak onset
untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun; untuk wanita usia puncak adalah 25 sampai
35 tahun. Onsetskizofrenia sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun adalah sangat
jarang. (Kaplandkk, 1997).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan diatas maka dapat diambil rumusan
masalah yaitu:
1. Pengertian skizofrenia?
2. Epidiomologi skizofrenia?
3. Gejala skizofrenia?
4. Tipe-tipe skizofrenia?
5. Strategi terapi skizofrenia?
6. Algoritma skizofrenia?
7. Patofisiologi skizofrenia?

C. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui apa itu
pengertian skizofren,epidiomologi, gejala, tipe-tipe, srategi terapi, algorima, etiologi,
dan patofisiologi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Skizofrenia
Menurut Hawari (2004) Skizofrenia terdiri dari dua kata “Skizo” yang artinya
retak atau pecah, “frenia” yang artinya jiwa. Pendapat lain mengatakan
Skizofreniaberarti “kepribadian yang terbelah”, yaitu hilangnya sebagian besar
hubungan kesadaran yang logis antara tubuh dan jiwa (disintegrasi). Sehingga yang
terjadi beberapa keadaan perilakunya tidak sejalan dengan keadaan emosinya.
Gangguan terbelah maksudnya seseorang tersebut memiliki kecenderungan tubuhnya
hidup pada satu dunia tetapi jiwanya berada pada dunia lain yang menyebabkan
penderita cenderung dianggap “gila” (Ardani, 2013: 166).
Menurut Carson dan Butcher dalam Wiramihardja, Skizofrenia adalah kelompok
gangguan jiwa (psikosis) yang ditandai dengan penyimpangan-penyimpangan
mengenai keadaan realita, mengalami keadaan kacau tanpa aturan, serta dalam
memahami persepsi, pikiran dan kognasi tidak secara keseluruhan (Wiramihardja,
2007:134).
Skizofreniaadalah gangguan mental berat yang ditandai dengan gejala-gejala
positif maupun negatif. Gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi,
halusinasi, gangguan kognitif dan persepsi. Sedangkan gejala negative yang
dimaksud yaitu berkurangnya keinginan untuk berbicara, menurunnya minat dan
dorongan, miskinnya isi pembicaraan, tergangguanya relasi personal (Strauss et al
dalam Arif, 2006:3).
Pendapat di atas sesuai dengan Wiramihardja (2007: 136) yang mengatakan
bahwa seseorang yang mengalami Skizofrenia diiringi dengan simtom positif
maupun negative. Simtom positif adalah simtom-simtom “tambahan” terhadap
pola-pola perilaku seseorang pada umumnya seperti lonjakan emosional yang
kuat, interpretasi kejadian-kejadian yang salah atau menyimpang dan
delusional. Sedangkan simtom negative yang dimaksudkan adalah kurangnya atau
tidak adanya perilaku yang biasanya ditampilkan oleh orang normal pada
umumnya. Simtom ini lebih halus dan tidak kelihatan jelas.
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa pengertian dari
Skizofrenia adalah hilangnya sebagian besar hubungan kesadaran yang logis antara
tubuh dan jiwa yang ditandai dengan beberapa terjadinya gejala positif maupun
negative yang menyebabkan penderita jauh dari keadaan realitanya.
B. Epidimologi
Skizofrenia adalah gejala neuropsikiatri yang tidak diketahui secara pasti
penyebabnya.Skizofrenia mempengaruhi laki-laki dan perempuan secara seimbang.
Saat ini diperkirakan ada 2,2 juta pasien hidup dengan skizofrenia di Amerika Serikat,
dan sekitar 300.000 pasien dirawat di rumah sakit. Penyakit ini biasanya terjadi di usia
produktif yaitu masa remaja akhir atau awal dewasa (18-25 tahun) (Sontheimer, 2015).
The lifetime risk skizofrenia di dunia adalah antara 15 sampai 19 per 1.000 populasi
sedangkan point prevalence adalah antara 2 sampai 7 per 1000.Ada beberapa
perbedaan antara negara-negara, namun tidak signifikan ketika dibatasi oleh gejala-
gejala utama skizofrenia. Insidensi skizofrenia di UK dan US adalah 15 kasus baru per
100.000 penduduk (Sample & Smyth, 2013).
Penelitian di China menunjukkan bahwa total penderita skizofrenia adalah
0,41% dari jumlah penduduk. Analisis umur bertingkat menunjukkan bahwa
perbandingan prevalensi antara laki-laki dan perempuan bervariasi. Prevalensi lebih
tinggi pada laki-laki dikelompok usia muda (18-29 tahun) dan prevalensi lebih tinggi
pada wanita dikelompok usia yang lebih tua (40 tahun atau lebih) (Tianli, et, al.,
2014).
Prevalensi lebih banyak penderita laki-laki usia muda juga ditunjukkan dalam
penelitian lain. Dua jenis pengelompokan digunakan, yaitu dengan menggunakan usia
pada saat gejala pertama muncul dan usia saat konsultasi pertama. Usia pasien saat
gejala pertama muncul memiliki perbedaan 1,63 tahun lebih awal pada laki-laki dan
usia saat konsultasi pertama, menunjukkan laki-laki lebih awal yaitu 1,22 tahun dari
perempuan. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa onset pada kelompok laki-laki
perlu lebih diperhatikan daripada kelompok wanita (Eranti, et, al., 2013).
Gangguan jiwa di Indonesia merupakan penyakit yang merata dan hampir
disetiap wilayah di dunia ada. Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk
Indonesia 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di DI Yogyakarta (2,7 per mil),
Aceh (2,7 per mil), Sulawesi Selatan (2,6 per mil), Bali (2,3 per mil), dan Jawa
Tengah 2,3 per mil) (Riskesdas,2013).
C. Gejala
Pasien skizofrenia biasanya menunjukkan gelala positif, negatif dan
terdisorganisasi (Lambert & Naber, 2012) :
1) Gejala positif merujuk pada gejala yang muncul pada proses mental abnormal
(Hales, et, al., 2011) yang dapat berupa tambahan gejala atau penyimpangan dari
fungsi-fungsi normal (Lieberman, et, al., 2012). Gejala positif terdiri dari fenomena
yang tidak muncul pada individu sehat (Santosh, et, al., 2013) antara lain
halusinasidan delusi/waham (kepercayaan yang tidak sesuai sosiokultural) (Lambert &
Naber, 2012).
2) Gejala negatif merujuk pada hilang atau berkurangnya fungsi mental normal (Hales,
et, al., 2011). Gejala negatif juga dapat diartikan sebagai hilang atau berkurangnya
beberapa fungsi yang ada pada individu sehat (Santosh, et, al., 2013) antara lain
penurunan ketertarikan sosial atau personal, anhedonia, penumpulan atau
ketidaksesuaian emosi, dan penurunan aktivitas. Orang dengan skizofrenia sering
memperlihatkan gejala negatif jauh sebelum gejala positif muncul (Lambert & Naber,
2012).
3) Gejala terdisorganisasi yang terdiri dari pikiran, bicara dan perilaku yang kacau
(Lambert & Naber, 2012).
Positive Halusinasi
. Persepsi pengalaman
sensori yang nyata tanpa
adanya sumber eksternal
a. Paling seiring
auditorik, namun dapat
muncul pada jenis sensori
lain
b. Sifat umum halusinasi
auditorik :
. Sumber Eksternal
a. Komentar tentang
tindakan atau pikiran
pasien
b. Dialog antara dua atau
lebih suara

Delusi
- Keyakinan salah yang
menetap

Negatif Afek
- Ekpresi emosi
berkurang (misal afek
tumpul), apatis atau tanpa
motivasi

Sosial
- Penarikan
- Kurangnya keinginan
kontak sosial

Kognitif
- Alogia/miskin bicara

Terdisorganisasi Bicara - Gangguan cara berpikir


formal atau Formal
Thought Disorder (misal
tangentiality atau arah
pembicaraan penderita
yang menyimpang jauh
dari topik pembicaraan)
Kebiasaan atau Tingkah
Laku - Gerakan atau
serangkaian tindakan
yang tidak bertujuan

(Lieberman, et, al., 2012)


D. Tipe – tipe
Skizofrenia di dalam PPDGJ-III dapat dikelompokkan menjadi beberapa subtipe,
menurut Kaplan & Sadock (2010) subtipe tersebut antara lain:
a. Skizofrenia Paranoid
Jenis skizofrenia paranoid biasanya ditandai dengan adanya waham kejar (rasa
menjadi korban atau seolah-olah dimata-matai atau waham kebesaran, halusinasi dan
terkadang terdapat waham keagamaan yang berlebihan (focus waham agama), atau
perilaku agresif dan bermusuhan.
b. Skizofrenia Terdisorganisasi atau Hebefrenik
Jenis skizofrenia tidak terorganisir biasanya ditandai dengan afek datar atau afek yang
tidak sesuai secara nyata, inkoherensi, asosiasi longgar, dan disorganisasi perilaku
yang ekstrem.
c. Skizofrenia Katatonik
Jenis Skizofrenia katatonik biasanya ditandai dengan gangguan psikomotor yang
nyata, baik dalam bentuk tanpa gerakan atau aktivitas motorik yang berlebihan terlihat
tanpa tujuan dan tidak dipengaruhi oleh stimulasi eksternal.
d. Skizofrenia Tak Tergolong
Jenis skizofrenia tidak dapat dibedakan biasanya ditandai dengan gejala-gejala
skizofrenia campuran (atau jenis lain) disertai gangguan pikiran, afek, dan perilaku.
e. Skizofrenia Residual
Jenis skizofrenia residual biasanya ditandai dengan setidaknya satu episode
skizofrenia sebelumnya, tetapi saat ini tidak psikotik, menarik diri dari masyarakat,
afek datar serta asosiasi longgar.
E. Strategi Terapi
1) Terapi Non Farmakologi
Ada beberapa jenis pendekatan psikososial untuk skizofrenia yaitu Program for
Assertive Community Treatment (PACT), intervensi keluarga,terapi perilaku kognitif
(Cognitive Behavioural Therapy, CBT), pelatihan ketrampilan social, dan terapi
elektrokonvulsif (Electroconvulsive Therapy, ECT) (Crismon et al., 2008).
2) Terapi Farmakologi
Digunakan obat antipsikotik untuk mengatasi gejala psikotik (perubahan
perilaku, agitasi, agresif, sulit tidur, halusinasi, waham, dan proses pikir kacau) (Keliat
et al., 2011). Macam obat antipsikotik ada dua yaitu antipsikotik tipikal atau generasi
pertama (Amitriptilin, Klorpromazin, Flufenazin, Haloperidol, Loksapin, Molindon,
Ferfenazin, Phenobarbital, Thioridazin, Thiotiksen, dan Trifluoperazin) dan
antipsikotik atipikal atau generasi kedua (Aripiprazol, Klozapin, Olanzapin,
Paliperidon, Quetiapin, Risperidon, dan Ziprasidon) (Crismon et al., 2008).
Pengobatan antipsikotik membantu mengendalikan pola perilaku yang lebik mencolok
pada skizofrenia dan mengurangi kebutuhan untuk perawatan rumah sakit jangka
panjang apabila dikonsumsi pada saat pemeliharaan atau secara teratur setelah episode
akut (Nevid et al., 2005).
F. Algoritma
Tahap 1 : episode psikosis pertama kali
Antipsikotik atipikal perlu ditimbangkan sebagai pilihan pertama.
Episode yang terjadi pertama-tama pasien memerlukan dosis
antipsikotik lebih rendah dan harus dimonitor karena sensitivitasnya
lebih besar menimbulkan efek samping.
↓ Respon sebagian atau tidak ada
Tahap 2
Pemberian tunggal antipsikotik generasi kedua atau
generasi pertama (selain antipsikotik yang diberikan
pada tahap 1)
↓ Respon parsial atau tidak ada
Tahap 3
Klozapin
↓ Respon parsial atau tidak ada
Tahap 4
Berikan klozapin dan antipsikotik generasi pertama,
antipsikotik generasi kedua, dan terapi elektrokonvulsif
↓ Tidak ada respon
Tahap 5
Coba terapi dengan agen tunggal antipsikotik generasi
kedua atau pertama (selain yang diberikan pada langkah
1 dan 2)

Tahap 5
Coba terapi dengan agen tunggal antipsikotik generasi
kedua atau pertama (selain yang diberikan pada langkah
1 dan 2)
G. Etiologi
Terdapat beberapa teori yang dikemukakan para ahli yang menyebabkan
terjadinya skizofrenia. Teori teori tersebut antara lain:
1. Endokrin.
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu
pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium, tetapi teori ini
tidak dapat dibuktikan.
2. Metabolisme.
Teori ini mengemukakan bahwa skizofrenia disebabkan karena gangguan metabolisme
karena penderita tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu
makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor
katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan
pemberian obat halusinogenik seperti meskalin dan asam lisergik diethylamide (LSD-
25). Obat-obat tersebut dapat menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan gejala-
gejala skizofrenia, tetapi reversible.
3. Teori Adolf Meyer.
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga
sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas
pada susunan saraf tetapi Meyer mengakui bahwa suatu konstitusi yang inferior atau
penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer
Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul
disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari
kenyataan (otisme).
4. Teori Sigmund Freud.Teori Sigmund freud juga termasuk teori psikogenik.
Menurut freud, skizofrenia terdapat:
a) Kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik
b) Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa
serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme
c) Kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi
psikoanalitik tidak mungkin
d) Eugen Bleuler Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit
ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses
berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2
kelompok yaitu gejala primer (gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan
kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau
gangguan psikomotorik yang lain).
Teori tentang skizofrenia yang saat ini banyak dianut adalah sebagai
berikut:
1) Genetik. Teori ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga
penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur sehingga dapat dipastikan
factor genetik turut menentukan timbulnya skizofrenia. Angka kesakitan bagi saudara
tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua
yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-
86 % (Maramis, 2009). Pengaruh genetik ini tidak sederhana seperti hokum Mendel,
tetapi yang diturunkan adalah potensi untuk skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri
2) Neurokimia. Hipotesis dopaminmenyatakan bahwa skizofrenia disebabkan
overaktivitas pada jaras dopamine mesolimbik. Hal ini didukung dengan temuan
bahwa amfetamin yang kerjanya meningkatkan pelepasan dopamine, dapat
menginduksi psikosis yang mirip skizofrenia dan obat anti psikotik bekerja dengan
mengeblok reseptor dopamine, terutama reseptor D2.
3) Hipotesis Perkembangan Saraf. Studi autopsi dan studi pencitraan otak
memperlihatkan abnormalitas struktur dan morfologi otak penderita skizofrenia antara
lain berupa berat orak rata-rata lebih kecil 6% dari normal dan ukuran anterior-anterior
yang 4% lebih pendek, pembesaran ventrikel otak yang nonspesifik, gangguan
metabolisme di daerah frontal dan temporal serta kelainan susunan seluler pada
struktur saraf di beberapa korteks dan subkortek. Studi neuropsikologis
mengungkapkan deficit di bidang atensi, pemilihan konseptual, fungsi eksekutif dan
memori pada penderita skizofrenia.
H. Patofisiologi
Pada skizofrenia terdapat penurunan aliran darah dan ambilan glukosa,
terutama di korteks prefrontalis, dan pada pasien tipe II (negativisme) terdapat
penurunan sejumlah neuron (penurunan jumlah substansia grisea). Selain itu, migrasi
neuron abnormal selama perkembangan otak secara patofisologis sangat
bermakna.Atrofi penonjolan dendrit dari sel piramidal telah ditemukan pda korteks
prefrontalis dan girus singulata. Penonjolan dedrit mengandung sinaps glutaminergik,
sehingga transmisi glutamineriknya terganggu. Selain itu, pada area yang terkena,
pembentukan GABA dan atau jumlah neuron GABAnergik tampaknya berkurang
sehingga penghambatan sel piramidal menjadi berkurang.Makna patofisologis khusus
dikaitkan dengan dopamin.
Availabilitas dopamin atau agonis dopamin yang berlebihan dapat
menimbulkan gejala skizofrenia.Penghambatan pada reseptor dopamin-D2 telak
sukses digunakan dalam penatalaksanaan skizofrenia.. Di sisi lain, penurunan reseptor
D2 yang ditemukan pada korteks prefrontalis dan penurunan reseptor D1 dan D2
berkaitan dengan gejala negatif skizofrenia., seperti kurangnya emosi. Penurunan
reseptor dopamin mungkin terjadi akibat pelepasan dopamin mungkin terjadi akibat
pelepasan dopamin yang meningkat dan ini tidak memiliki efek patogenetik. Dopamin
berperan sebagai transmiter melalui beberapa jalur (Silbernagl , 2003):
a. Jalur dopaminergik ke sistem limbik (mesolimbik)
b. Jalur dopaminergik ke korteks (sistem mesokorteks) mungkin penting dalam
perkembangan skizofrenia
c. Pada sistem tubuloinfundibular, dopamin mengatur pelepasan hormon hipofisis
(terutama pelepasan prolaktin)
d. Dopamin mengatur aktivitas motorik pada sitem nigrostriatum Serotonin mungkin
juga berperan dalam menimbulkan gejala skizofrenia. Kerja serotonis yang berlebihan
dapat menimbulkan halusinasi dan banyak obat antipsikotik akan menghambat eseptor
5-HT2A.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama pada
proses pikir serta disharmonisasi antara proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan
psikomotor disertai distorsi kenyataaan terutama karena waham dan halusinasi,
assosiasi terbagi-bagi sehingga muncul inkoherensi, afek dan emosi inadekuat,
psikomotor menunjukkan penarikan diri, ambivalensi dan perilaku bizar. Penyebab
skizofren itu dapat di sebabkan oleh keturunan, endokrin, metabolism, dan susunan
saraf.

Saran
Marilah kita mengenali lebih lanjut apa penyebab penyebab terjadinya skizofren
supaya kita dapat mencegah terjadinya skizofren pada orang orang yang kita sayangi,
selain itu juga agar kita dapat mengetahui lebih jelasnya bagaimana cirri ciri orang
yang mengalami skizofren. Agar dapat diproses dengan cepat.
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.iain-surakarta.ac.id/1424/1/Skripsi%20FIX.pdf

http://eprints.ums.ac.id/14847/2/BAB_1.pdf

http://eprints.ums.ac.id/27817/3/bab_I.pdf

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/5643/BAB%20II.pdf?sequence
=6&isAllowed=y

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/2932/6.%20Bab%20II.pdf?seq
uence=6&isAllowed=y

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/20222/Chapter%20II.pdf?seque
nce=4

https://www.scribd.com/doc/154569842/Epidemiologi-Skizofrenia

https://www.scribd.com/doc/142567246/Patofisiologi-skizofrenia

Anda mungkin juga menyukai