Wilgoso (1979) mendefinisikan air limbah sebagai wastewater is water carriying waste from hames, business and industries that mixture and dissolved or suspended solids. Yang artinya adalah limbah cair adalah limbah kotor yang membawa sampah dari tempat tinggal, bangungan, perdagangan, dan industri berupa campuran air dan bahan padat terlarut atau bahan evaporasi. Menurut Environmental Protection Agency (1977), air limbah sebagai wastewater is water carriying dissolvedor suspended solids from homes farms business and industries. Yang artinya limbah cair adalah air yang membawa bahan padat terlarut atau tersuspensi dari tempat tinggal, kebun,bangunan perdagangan dan industri. Menurut Salvato 1982, air limbah adalah air bekas yang berasal dari penyediaan air bersih sudah dicemari berbagai macam penggunaannya. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah digunakan dengan hampir 0,1% dari padatan berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan non-organik (Mahida, 1984), sedangkan menurut Gintings (2005), limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki di lingkungan karena ternyata tidak mempunyai nilai ekonomi. Perubahan fisik yang ditimbulkan dalam air limbah yaitu: padatan, bau, temperatur, dan warna. Padatan terdiri dari bahan padat organik maupun anorganik yang larut, mengendap maupun suspensi. Bahan ini akan mengendap pada dasar air yang lama kelamaan menimbulkan pendangkalan pada dasar badan penerima. Akibat lain dari padatan ini menimbulkan tumbuhnya tanaman air tertentu dan dapat menjadi racun bagi makhluk lain. Banyak padatan menunjukkan banyaknya lumpur terkandung dalam air. Gambar 1. Hubungan antara Sumber Limbah dan Karakteristik Sumber: www.google.com
Bau timbul karena adanya kegiatan mikroorganik yang menguraikan zat
organik menghasilkan gas tertentu. Di samping itu bau juga timbul karena terjadinya reaksi kimia yang menimbulkan gas. Kuat tidaknya bau yang dihasilkan limbah tergantung pada jenis dan banyak gas yang ditimbulkan. Temperatur air limbah mempengaruhi badan penerima bila terdapat perbedaan suhu yang cukup besar. Temperatur air limbah akan mempengaruhi kecepatan reaksi kimia serta tata kehidupan dalam air. Perubahan suhu memperlihatkan aktivitas kimiawi biologis pada benda padat dan gas dalam air. Pembusukan terjadi pada suhu yang tinggi dan tingkatan oksidasi zat organik jauh lebih besar pada suhu yang tinggi. Warna timbul akibat suatu bahan terlarut atau tersuspensi dalam air, di samping adanya bahan pewarna tertentu yang kemungkinan mengandung logam berat. Bau disebabkan karena adanya campuran dari nitrogen, fospor, protein, sulfur, amoniak, hidrogen sulfida, carbon disulfida dan zat organik lain. Kecuali bau yang disebabkan bahan beracun, jarang merusak kecepatan manusia tapi mengganggu ketenangan bekerja. Sifat fisik limbah cair yang miuda terlihat dapat menentukan derajat pengotoran air limbah pertanian. Sifat-sifat fisik yang penting diantaranya adalah kandungan zat-zat padat yang menunjukkan kejernihan air, bau, warna, suhu, dan pH. Air sering digunakan sebagai medium pendingan dalam berbagai proses produksi. Air tersebut selanjutnya dibuang ke tempat asalnya seperti sungai atau sumber lainnya. Air buangan yang mempunyai suhu lebih tinggi dari tempat asalnya, dapat menimbulkan berbagai akibat :jumlah oksigen terlarut (DO) dalam air menurun, kecepatan reaksi meningkat, kehidupan biota air terganggu atau mati. Nilai pH air terpopulasi berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya. Perubahan tajam keasaman air limbah ke arah alkali (pH>7) maupun ke arah asam (pH<7) dapat mengganggu biota makhluk hidup disekitar tempat tersebut. Air limbah dengan pH asam dapat bersifat korosif terhadap baja pipa-pipa besi. Jumlah endapan pada contoh air merupakan sisa penguapan dari contoh air limbah pada suhu 103-105 oC. Jumlah total endapan terdiri dari benda-benda yang mengendap, terlarut, dan tercampur.
2.2 Pengujian COD
COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organic dalam contoh. Parameter COD menunjukkan jumlah senyawa organik dalam air yang dapat dioksidasi secara kimia. Oksidator yang umm digunakan adalah Kalium Dikromat. Beberapa metode pengukuran COD diantaranya adalah metode tanpa refluks untuk kadar air tinggi, metode refluks untuk kadar air rendah, metode untuk air garam. Analisis COD adalah menentukan banyaknya oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi senyawa organik secara kimiawi. Hasil analisis COD menunjukkan kandungan senyawa organik yang terdapat dalam limbah. Bahan organik yang ada diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat, sehingga segala macam bahan organik akan teroksidasi. COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990). Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi. Nilai COD secara umum lebih tinggi dari nilai BOD karena sebagian besar bahan organik lebih mudah dioksidasi secara kimiawi daripada secara biologi (Aryani dan Widiyani, 2004). Prinsip dari pengujian COD ini adalah jumlah oksidan Cr2O72- yang bereaksi dengan contoh uji dan dinyatakan sebagai mg O2 untuk tiap 1000 ml contoh uji. Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh uji dioksidasi oleh Cr2O72- dalam refluks tertutup mengahsilkan Cr3+. Jumlah oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg/L).
2.3 Pengujian BOD dan DO
2.3.1 Pengujian BOD Pada umumnya indikasi polusi air dapat ditunjukkan berdasarkan peningkatan bahan-bahan terdekomposisi (organik) ke dalam air sungai atau danau sebagai tempat pembuangan limbah. Masuknya bahan-bahan tesebur ke dalam badan air akan mengubah sifat fisik, kima dan biologis air sehingga kandungan oksigen terlarut dalam air akan menurun. Ketersediaan oksigen dalam air dapat habis akibat pertumbuhan mikroba pengurai, sehingga dapat terjadi kondisi anaeoribik yang menyebabkan kematian biota air seperti ikan dan tanaman. Jumlah oksigen yang digunakan oleh mikroba tergantung dari jumlah limbah yang terdekomposisi, sehingga untuk mencegah peningkatan mikroba pembusuk harus dilakukan pemecahan limbah sesempurna mungkin sebelum limbah tersebut dibuang ke pembuangan akhir. Salah satu cara untuk mendeteksi kualitas air secara kimiawi adalah dengan melakukan uji BOD (biochemical Oxygen Demand). BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri selama penguraian senyawa organik pada kondisi aerobik. Paramater BOD yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran oleh senyawa organik BOD kira kira 1 -10 ppm, sedangkan untuk air tercemar mempunyai nilai BOD> 10 ppm. Beberapa metode untuk mengukur BOD adalah metode sederhana (inkubasi), metode AOAC (1984), metode standar, dan metode Manometrik (Jennie dan Fardiaz, 1989). 2.3.2 Pengujian DO Oksigen terlarut dalam air berasal dari fotosintesa atau absorpsi dari udara. Oksigen dari udara jumlahnya tidak tetap, sedangkan kecepatan absorpsi dari udara sangat terbatas. Air limbah yang terpopulasi bahan-bahan organik akan meningkatkan aktivitas aerobik, sehingga terjadi konsumsi oksigen terlarut dakam jumlah besar. Akibatnya air akan kekurangan oksigen terlarut. Oleh karena itu, untuk menganalisa jumlah bahan organik yang terdapat dalam air perlu diketahui pula jumlah oksigen terlarut (DO). Beberapa metode untuk mengukur oksigen terlarut diantaranya adalah dengan metode Winkler, metode Azida, metode permanganat, metode Pomeroy- Kirshman-Alsterberg, metode Chemtrix Oxygen, metode membran Elektroda (DO meter), atau dengan metode titrasi lainnya. Pengukuran oksigen terlarut harus dianalisa secepat mungkin, karena kelarutan oksigen dalam air sangat dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan udara. Senyawa reduktor atau oksidator (nitrit) dalam air dapat mengganggu pengukuran oksigen dengen metode Winkler. Untuk mencegah gangguan tersebut harus ditambahkan senyawa Natrium Azide (NAN3) ke dalam oksigen.
2.4 Perhitungan Total Mikroorganisme Limbah
Penyebaran mikroorganisme yang tumbuh pada limbah terdiri dari bakteri, jamur/kapang, virus dan disamping itu terdapat juga binatang satu sel. Pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme akan menyebabkan perubahan- perubahan tertentu yaitu : perubahan yang bersifat fisik dan dan kimiawi, sebagai contoh yaitu: konsistensi bahan menjadi lunak, timbul gas atau aroma tertentu dan zat racun yang membahayakan. Jumlah penyebaran bakteri/mikroorganisme pada limbah yang sedang mengalami pembusukan sangat bervariasi jumlahnya dan tidak sama jenis (species)-nya serta tergantung pada: varietas, habitat, susunan kimia, cara penanganan, suhu penyimpanan dan lain-lain. Pertumbuhan mikroorganisme yang membentuk koloni dapat dianggap bahwa setiap koloni yang tumbuh berasal dari satu sel, maka dengan menghitung jumlah koloni dapat diketahui penyebaran bakteri yang ada pada bahan. Jumlah mikroba pada suatu bahan dapat dihitung dengan berbagai macam cara, tergantung pada bahan dan jenis mikrobanya. Ada 2 macam cara perhitungan jumlah mikroba/bakteri, yaitu perhitungan secara langsung dan tidak langsung. Perhitungan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1. Penentuan volume total Cara ini adalah semacam modifikasi penentuan hematokrit pada pengukuran volume total butir-butir darah, misalnya 10 ml biakan dimasukkan ke dalam tabung reaksi khusus (tabung hopklins) yang bagian bawahnya berupa silinder dan bergaris ukuran. 2. Metode turbidometri Teknik ini sudah dipakai sebagai cara mengukur keker han suspensi atas dasar penyerapan dan pemencaran cahaya yang dilintaskan, sehingga yang mengandung lebih dari 107 - 108 sel/ml, tampak lebih keruh oleh mata telanjang. Suatu volume biakan yang telah ditakar ditempatkan dalam tabung khusus yang jernih dengan diameter tertentu. Berbeda dengan hal di atas, perhitungan langsung dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Perhitungan sel langsung Cara ini menggunakan bilik hitung (hemoci tometer) yang menghasilkan hitungan total, karena semua sel terhitung, baik sel yang hidup maupun sel yang mati. Karena bakteri itu kecil, maka perhitungan yang dilakukan secara statistik dapat diterima, namun harus dibuat suspensi sekurang-kurangnya 107/ ml. 2. Menghitung dengan alat penghitung elektronik Dengan alat ini dapat dihitung beribu-ribu bakteri dalam beberapa detik. Penggunaan alat ini banyak didasarkan atas kerja dengan lobang pengintai elektronik (dapat disamakan dengan mata elektronik) kerjanya tergantung pada interupsi dari berkas cahaya elektronik yang melintasi suatu ruang antara dua ruang elektron yang berdekatan letaknya. Tiap partikel yang karena perbedaan kkonduktivitas sel dan cairan. Interupsi ini dicetak oleh suatu alat secara elektris.
3. Menghitung dengan metode cawan
Metode perhitungan cawan didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang hidup dapat berkembang menjadi koloni. Jadi jumlah koloni yang muncul pada cawan adalah indeks bagi jumlah mikroorganisme yang terkandung dalam sampel. Teknik yang harus dikuasai dari metode ini adalah mengencerkan sampel dan mencawankan hasil pengenceran tersebut. Setelah inkubasi, jumlah semua koloni diamati untuk memenuhi persyaratan statistik. Cawan yang dipilih untuk menghitung koloni adalah cawan yang mengandung antara 30 sampai 300 koloni. Organisme yang terdapat dalam sampel asal ditentukan dengan mengalikan jumlah koloni yang terbentuk dengan faktor pengenceran pada cawan yang bersangkutan. Metode hitungan cawan dibedakan atas dua cara, yaitu metode tuang (pour plate) dan metode permukaan (surfacelspread plate). Pada metode tuang, sejumlah sampel (1 ml atau 0,1 ml) dari pengenceran yang dikehendaki dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian ditambhkan agar-agar cair yang steril yang telah didinginkan (47-50oC) sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan supaya sampelnya menyebar. Metode ini merupakan cara yang paling sensitif untuk menentukan jumlah jasad renik, dengan alasan : Hanya sel mikroba yang hidup yang dapat dihitung Beberapa jasad renik dapat dihitung sekaligus Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba, karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari mikroba yang mempunyai penampakan spesifik. Selain keuntungan-keuntungan tersebut di atas, metode hitungan cawan juga memiliki kelemahan sebagai berikut : Hasil perhitungan tidak menunjukkan hasil yang sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk koloni. Medium dan kondisi inkubasi yang berbeda mungkin menghasilkan jumlah yang berbeda pula. Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk koloni yang kompak, jelas, dan tidak mnyebar. Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi relatif lama sehingga pertumbuhan koloni dapat dihitung 2.5 Pengujian Bakteri Koliform Bakteri koliform merupakan golongan mikroorganisme yang lazim digunakan sebagai indikator, dimana bakteri ini dapat menjadi indikator untuk menentukan suatu sumber air telah terkontaminasi oleh patogen atau tidak. Berdasarkan penelitian, bakteri koliform ini menghasilkan zat etionin yang dapat menyebabkan kanker. Selain itu, bakteri pembusuk ini juga memproduksi bermacam-macam racun sepertin indol dan skatol yang dapat menimbulkan penyakit bila jumlahnya berlebih di dalam tubuh. Bakteri koliform dapat digunakan sebagai indikator karena densitasnya berbanding lurus dengan tingkat pencemaran air. Bakteri ini dapat mendekteksi patogen pada air seperti virus, protozoa, dan parasit. Selain itu, bakteri ini juga memiliki daya tahan yang lebih tinggi daripada patogen serta lebih mudah diisolasi dan ditumbuhkan (Wikipedia, 2012). Suatu metode telah dikembangkan untuk membedakan antara koliform fekal (Eschericia coli) dan koliform nonfekal (Enterobacter aerogenes) (Fardiaz, 1992). Bakteri koliform fekal digunakan sebagai indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi koliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain. Beberapa metode untuk mengetahui jumlah koliform pada sampel diantaranya adalah metode MPN, metode SPC, metode Millipore Membran Filter (MF), dll. E. coli disebut koliform fekal karena ditemukan dalam saluran usus hewan dan manusia, sehingga sering terdapat di dalam feses. E. aerogenes disebut koliform non fekal karena tidak merupakan flora normal di dalam saluran pencernaan, melainkan ditemukan pada tanaman/hewan yang telah mati, dan sering menimbulkan lendir pada makanan. Kedua bakteri ini merupakan bakteri berbentuk basil, gram negatif, dan bersifat anaerobik fakultatif (Fardiaz, 1992). Untuk mengetahui jumlah sel bakteri golongan coliform yang terdapat dalam sampel air, dilakukan Metode Jumlah Perkiraan terdekat atau Most Probable Number. Penggunaan media selektif dan diferensial sangat membantu mempercepat usaha pemeriksaan air guna mendeteksi organism coliform. Pemeriksaan tersebut terdiri dari 3 langkah berurutan: 1) Uji Pendugaan (Presumptive Test) 2) Uji Lanjutan (Confirmed Test) 3) Uji Pelengkap (Complete Test) Kelompok bakteri coliform antara lain Eschericia coli, Enterrobacter aerogenes, dan Citrobacter fruendii.Keberadaan bakteri ini dalam air minum juga menunjukkan adanya bakteri patogen lain, misalnya Shigella, yang bisa menyebabkan diare hingga muntaber (Kompas Cyber Media, 2003 dalam Kompas.com).
2.6 Pengujian Bakteri Salmonella-Shigella
Salmonella adalah penyebab utama dari penyakit yang disebarkan melalui makanan (foodborne diseases). Pada umumnya, serotipe Salmonella menyebabkan penyakit pada organ pencernaan. Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella disebut Salmonellosis. Ciri-ciri orang yang mengalami salmonellosis adalah diare, keram perut, dan demam dalam waktu 8-72 jam setelah memakan makanan yang terkontaminasi oleh Salmonella. Gejala lainnya adalah demam, sakit kepala, mual dan muntah-muntah. Tiga serotipe utama dari jenis S. enterica adalah S. typhi, S. typhimurium, dan S. enteritidis. S. typhi menyebabkan penyakit demam tifus (Typhoid fever), karena invasi bakteri ke dalam pembuluh darah dan gastroenteritis, yang disebabkan oleh keracunan makanan/intoksikasi. Gejala demam tifus meliputi demam, mual-mual, muntah dan kematian. S. typhi memiliki keunikan hanya menyerang manusia, dan tidak ada inang lain. Infeksi Salmonella dapat berakibat fatal kepada bayi, balita, ibu hamil dan kandungannya serta orang lanjut usia. Hal ini disebabkan karena kekebalan tubuh mereka yang menurun. Bakteri Shigella merupakan bakteri gram negatif, anaerobic fakultatif, berbentuk bacillus (batang), famili Enterobakteriaceae, nonmotil, tidak dapat menggunakan sitrat sebagai sumber karbon tunggal dan melakukan fermentasi karbohidrat, mempunyai bentuk antigenik berupa plasmid yang kompleks sehingga memberikan kemudahan dalam menembus sel inang. Genus Shigella terdiri dari empat spesies penting yaitu, S. dysentriae, S. flexneri, S. boydii dan S. sonnei. Dilihat dari klasifikasi ilmiahnya, bakteri Salmonella dan Shigella memiliki kekerabatan yang sangat dekat karena satu famili, yakni Enterobakteriaceae. Famili ini memiliki bentuk basil gram negatif, bersifat anaerobik fakultatif. Kebanyakan anggotanya mempunyai flagela monotrikat, kecuali Shigella yang tidak mempunyai flagela. Hal inilah yang membedakan antara bakteri Salmonella dan Shigella (Fardiaz,1992).