Anda di halaman 1dari 43

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Demam Berdarah Dengue

1. Definisi

Menurut Aru, S., dkk (2009) demam berdarah dengue (DBD) adalah
penyakit infeksi yang di sebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan/ nyeri sendi yang di sertai leukopenia , ruam,
limfadenopati, trombositopenia, dan di tesis hempragik (Nanda Jilid 1,
2016, p. 148).
Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue haemoragic fever
(DHF) adalah penyakit infeksi virus akut yang disebakan oleh virus dangue,
yang masuk ke dalam tubuh penderita yang mengeluh demam, sakit kepala,
mual, nyeri, pegal seluruh tubuh, dan hiperemia di tenggorokan (Ronald,
S.H., 2008).
Penyakit dengue adalah infeksi akut yang dsebabkan oleh arbovirus
(anthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes
albopictus dan Aedes Aegypti). Setelah virus dengue memasuki tubuh
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes tubuh pasien membentuk kekebalan
terhadap penyakit. Jika pasien diserang untuk yang kedua kalinya tidak akan
mengalami kesulitan, kecuali jika yang menyerang kedua kali atau lebih
tersebut jenis virus yang berbeda, akan menimbulkan reaksi imunologik
dalam tubuh. Reaksi imunologik ini mengakibatkan komplikasi yang
ditakutkan ialah perdarahan saluran cerna dan syok (Ngastiyah, 2008,
p.368).
Jadi Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang
disebabkan oleh nyamuk aedes aegypti yang menyerang darah dengan
tanda dan gejala demam, sakit kepala, mual, nyeri, dan pegal seluruh tubuh
dan dapat menjadi penyakit luar biasa.

8
9

2. Klasifikasi

Tabel 2.1
Manifestasi derajat penyakit Infeksi Virus Dengue

DD/
Derajat Derajat Laboratorium
DBD
Demam disertai
2 atau Lebih Leukopenia
tanda : mialgia, Trombositopenia,tid Serologi
DBD Sakit kepala, ak ditemukan bukti dengue
nyeri retro ada kebocoran positif
orbital, plasma
arthralgia
Gejala di atas di
DBD 1 tambah uji
bendung positif
Gejala di atas di
tambah
DBD 2
perdarahan
spontan
Gejala di atas di Trombositopenia (<100.000/uL)
tambah Bukti ada kebocoran plasma
kegagalan
DBD 3
sirkulasi( kulit
dingin lembab
disertai gelisah)
Syok berat di
DBD 4 sertai dengan
tekanan darah
Sumber : BA Infeksi dan Pediatri Tropis, p.164.
10

Klasifikasi derajat DBD menurut (BA Infeksi dan Pediatri Tropis,


p.164) :
a. Derajat I Demam di sertai gejala tidak khas dan satu satunya
manifestasi perdarahan adalah uji torniquet positif.
b. Derajat II Derajat I di sertai perdarahan spontan di kulit dan/
perdarahan lain.
c. Derajat III Di temukan tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat
dan lembut, tekanan nadi menurun, ( ≤ 20 mmHg ) atau hipotensi
disertai kulit dingin, lembab dan pasien menjadi gelisah.
d. Derajat IV Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak
dapat di ukur.

3. Etiologi
Menurut Aru, S., dkk (2009) virus dengue termasuk genus flavi
virus, keluarga flavidae. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN – 1, DEN – 2,
DEN – 3, dan DEN – 4. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN
– 3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan. Sedangkan antibodi yang
terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3
atau 4 seritipe selama hidupnya. Ke empat serotipe virus dengue dapat
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Nanda Jilid 1, 2016, p.148-149).
11

4. Patofisiologi
Bagan 2.1.
Pathway DBD

Arbovirus (melalui Beredar dalam aliran darah -Infeksi virus dengue


nyamuk aedes aegypti) (viremia)

PGE2 Hipotalamus Membentuk & Melepaskan


Mengaktifkan sistem
zat C3a,C5a
komplemen

Hipertermi Peningkatan reabsorbsi Na+ Permebealitas


dan h20 membran meningkat

Agregasi trombosit Kerusakan endotel Resiko syok


pembuluh darah hipovolemik

Trombositopeni Merangsang dan


Renjatan hipovolrmik
mengaktivasi faktor
dan hipotensi
pembekuan
Resiko pendarahan
DIC Kebocoran plasma

perdarahan
Ke ekstravaskuler
Asidosis metabolik Resiko perfusi jaringan tidak
efektif Abnomen

Resiko syok hipovolemik Hipoksia jaringan


Acites
Paru-paru
Kekurangan volume cairan
Mual muntah
Efusi pleura
hepar
Ketidakseimbangan
Ketidakefektifan pola nutrisi kurang dari
hepotomegali kebutuhan
nafas

kelemahan
Penekanan intra abnomen

Intoleransi aktivitas
Nyeri

Sumber : ( Aru,S., dkk (2009). Ronald, S.H (2008). Ngastiyah (2008). Nanda, 2016, p. 154).
12

5. Manifestasi klinis (Wiwik dan Hariwibowo, 2008).


a. Demam dengue Merupakan penyakit demam akut selama 2 – 7 hari di
tandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
1) Nyeri kepala
2) Nyeri retro orbital
3) Mialgia / artralgia
4) Ruam kulit
5) Manifestasi perdarahan ( petekie atau uji bendung positif )
6) Leukopenia
7) Pemeriksaan serologi dengue positif, atau di temuksn DB / DBD yang
sudah di konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
b. Demam berdarah dengue
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD di tegakkan bila semua
hal di bawah ini di penuhi :
1) Demam atau riwayat demam akut antara 2 – 7 hari, biasanya bersifat
bifasik.
2) Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :
a) Uji torniquet positif
b) Petekie, ekimosis, atau pupura
c) Perdarahan mukosa ( epitaksis, perdarahan gusi ) saluran cerna,
tempat bekas suntikan.
d) Hematemesis atau melena.
3) Trombositopenia < 100.000/ Ul
4) Kebocoran plasma yang ditandai dengan :
a) Peningkatan nilai hematokrit ≥ 20 % dari nilai baku sesuai umjur
dann jenis kelamin.
b) Penurunan nilai hematokrit ≥ 20 % setelah pemberian cairan yang
adekuat.
5) Tanda kebocoran plasma seperti, hopoproteinemia, asiter dan efusi
pleura.
13

c. Sindrom syok dengue Setelah kriteria DBD di atas di sertai dengan tanda
kegagalan sirkulasi yaitu :
1) Penurunan kesadaran, gelisah
2) Nadi cepat dan lemah
3) Hipotensi
4) Tekanan darah turun ≤ 20 mmHg
5) Perfusi perifer menurun
6) Kulit dingin – lembab.

6. Pemeriksaan penunjang (Wiwik dan Hariwibowo,2008).


a. Trombositopeni (100.000/m3)
b. Hb dan PVC (20%)
c. Leukositopeni (mungkin normal atau lekositosis)
d. Isolasi virus
e. Serologi (uji H) : respon antibody sekunder.

7. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Perawatan pasien DBD derajat I
Pada pasien derajat I ini keadaan umumnya seperti pada pasien
influenza biasa dengan gejala demam, lesu, sakit kepala dan sebagainya,
tetapi terdapat juga gejala perdarahan atas hasil uji turniket positif (cara
uji turniket iallah pasang manset tensimeter pada lengan atas dan pompa
sampai air raksa mencapai tertengahan sistolik dan diastolik, biarkan
selama 5 menit. Bila setelah manset dibuka terdapat lebih dari 20 petekia
pada daerah lengan bawah dengan diameter 2,8 cm dinyatakan positif).
Pasien perlu istirahat mutlak, observasi, tanda vital setiap 3 jam (terutama
tekanan darah dan nadi), periksa Ht, Hb, dan trombosit secara periodic
(4 jam sekali). Berikan minum satu setengah sampai 2 liter dalam 24 jam.
Air minum boleh teh manis, sirup, susu, dan lebih baik oralit jika anak
mau (Ngastiyah, 2008, p. 272).
14

b. Perawatan pasien DBD derajat II


Umumnya pada pasien DBD derajat II, ketika datang dirawat sudah
dalam keadaan lemah, malas mnum (gejala klinis deraja I ditambah
adanya perdarahan spontan) dan tidak jarang setelah dalam perawatan
baru beberapa saat pasien jatuh dalam keadaan renjatan. Oleh karena iu,
lebih baik jika pasien segera dipasang infus sebab jika sudah terjadi
renjatan vena-vena sudah menjadi kolaps sehingga susah untuk memasan
infus. Tidak jarang terpaksa menusuk beberapa kali di tempat tidak dapat
berhasil bahkan meninggalkan bekas hematom yang besar. Bila keadaan
pasien sangat lemah infus lebih baik di pasang di dua tempat karena
dalam keadaan rnjatan walaupun kelm dibuka tetesan cairan tetap tidak
lancer, maka jika dua tempat akan membantu memperlancar. Kadang –
kadang satu infus ini diperlukan untuk memberikan plasma / darah, yang
lain cairan biasa. Pengaasan tanda vital, pemeriksaan Ht dan Hb serta
trombosit seperti derajat I, dan harus diperhatikan gejala- gejala renjatan
seperti nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, anuria atau anak
mengeluh sakit perut dan lain sebagainya (Ngastiyah, 2008, p. 273).
c. Perawatan pasien DBD derajat III (DSS)
Pasien DSS adalah pasien gawat maka jika tidak mendapatkan
penanganan yang cepat dan tepat akan menjadi fatal sehingga
memerlukan perawatan yang intensif. Masalah utama adalah kebocoran
plasma yang pada pasien DSS ni mencapai puncaknya dengan
ditemuinya tubuh pasien sembab, aliran darah sangat lambat karena
mennjad kental sehingga mempengaruhi curah janatung dan
menyebabkan gangguan saraf pusat. Juga terjadi gangguan pada sistem
pernafasan berupa asidosis metabolik dan agak dispneu karena adanya
cairan di rongga pleura (Ngastiyah, 2008, p. 273).
15

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Proses keperawatan

Proses keperawatan adalah suatu metode identifikasi masalah dan


pemecahan masalah yang menggambarkan apa yang sebenarnya dilakukan
perawat. Model 5 langkah yang di terima sebagai proses keperawatan
adalah : pengkajian, diagnosa, perencenaan, implementasi dan evaluasi.
Langkah ke 2 dari proses keperawatan, diagnosa keperawatan adalah
penyebutan masalah anak/keluarga dalam bahasa keperawatan umum.
American Nurses Association telah menetapan standars for practice
(penggunaan proses keperawatan) dan Standars of Profesional performance
(perilaku profesional). Pada standar of care, fase diagnosis keperawatan
dari proses keperawatan dipisahkan ke dalam 2 langkah : diagnosis
keperawatan dan identifikasi hasil. Model ini menyajikan proses enam
langkah (Donna dkk, 2009, p. 154).
a. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu proses kontinue dilakukan semua fase
pemecahan masalah dan menjadi dasar untuk pengambilan keputusan.
Pengkajian menggunakan banyak keterampilan keperawatan dan terdiri atas
pengumpulan, klarifikasi, dan analisis data dari berbagai sumber, untuk
memberikan pengkajian yang akurat dan komprehensif, perawat harus
mempertimangkan informasi mengenai latar belakang biofisik, psikologis,
sosiokultural dan spritual pasien (Donna dkk, 2009, p. 154).
Dalam pengkajian pada asuhan keperawatan anak dengan DBD yaitu
meliputi :
1) Identitas pasien
Nama, Umur (pada DBD paling sring menyerang anak anak dengan
usia kurang 15 tahun) jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang
tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
16

2) Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DBD untuk datang ke
Rumah Sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai
menggigil dan saat demam kesadaran kompos mentis turunnya
panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7 dan anak semakin lemah.
Kadang kadang disertai dengan keluhan batuk, filek, nyeri telan,
mual, muntah, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot
dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola matat terasa
pegal.
2) Riwayat penyakit masa lalu
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DBD, anak
bisa mengalami serangan ulangan DBD dengan tipe virus yang lain.
3) Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka
kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindari.
4) Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DBD dapat bervariasi.
Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat beresiko,
apabila terdapat faktor predisposisinya anak yang menderita DHF
sering mengalami keluhan mual,muntah, dan nafsu makan
menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan
pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami
penurunan berat badab sehingga status gizinya menjadi kurang.
5) Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah padat penduduknya dan lingkungan
yang kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan
baju di kamar).
17

6) Pola kesehatan
a) Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, nafsu makan
berkurang dan nafsu makan menurun.
b) Eleminasi alvi (buang air besar). Kadang kadang anak
mengalami diare/konstipasi, sementara pada DBD grade III dan
IV bisa terjadi melena.
c) Tidur dan istirahat, anak sering mengalami kurang tidur karena
sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas
maupun istirahat kurang.
d) Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cederung kurang terutama untuk kebersihan tempat
sarang nyamuk aedes aegypti.
e) Perilaku dan tanggapan bila ada anggota keluarga yang sakit
serta upaya untuk menjaga kesehatan.
f) Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan
perkusi, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan
tingkat (grade) DHF, keadaan fisik anak adalah sebagai berikut :
1) Grade 1 Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah,
tanda tanda vital dan nadi lemah.
2) Grade II Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah,
dan ada pendarahan spontan patekia, perdarahan gusi dan
telinga, serta nadi lemah, kecil dan tidak teratur.
3) Grade III Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum
lemah, nadi lemah, kecil, nadi tidak teratur serta tensi lemah.
4) Grade IV Kesadaran koma, tanda tanda vital : nadi tidak
teraba, tensi tidak terukur, pernafasan tidak teratur,
ektermitas dingin, berkerngat, dan kulit tampak biru.
18

Tabel 2.2
Pengukuran tanda tanda vital normal bagi pasien Pediatrik

Suhu Frekuensi Frekuensi Tekanan


Umur
tubuh jantung pernafasan Darah
Saat 40-90 mmHg
lahir 36,1- 70-180 x 30-80 x sistolik
sampai 37,8`C menit menit 16-69 mmHg
1 bulan diastolik
70-100
mmHg
Usia 2- 37,3- 80-160 x 30-60 x
sistolik
1 tahun 37,6`C menit menit
45-70 mmHg
diastolik
75-115
mmHg
Usia 2- 36,9- 90-150 x 20-40 x
sistolik
5 tahun 37,3`C menit menit
45-80 mmHg
diastolik
90-130
Usia 6- mmHg
36,7- 60-100 x 15-30 x
12 sistolik
36,9`C menit menit
tahun 55-80 mmHg
diastolik
90-140
Usia
36,4- 50-90 x 12-20 x mmHg sitolik
13-18
36,6`C menit menit 50-90 mmhg
tahun
diastolik
Sumber : (Morgan kathleen, 2008).

c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Biasanya pada pasien DBD mengalami lemas, panas, nyeri perut.
2) Kepala dan Leher
kepala terasa nyeri tampak kemerahan karena demam (flusy) mata
anemis, hidung kadang mengalami pendarahan (epistaksis) pada
Grade II, III, IV. Di mulut di dapatkan bahwa mukosa mulut kering,
terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan, sementara tenggorokan
19

mengalami hyperemia pharing dan terjadi perdarahan telingan


( pada grade, II,III,IV).
3) Dada
Bentuk simetris dan kadang kadang terasa sesak. Pada foto thorax
terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan
(efusi pleura) akibat dari kebocoran plasma, terdengar bunyi rales
dan ronchi, yang biasanya terdapata pada grade III dan IV. terjadi
juga gangguan sirkulasi karena adanya pengentalan darah akibat
kehilangan plasma darah berlebih sehingga jantung bekerja lebih
berat untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh.
4) Abdomen
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asites.
Biasanya pada DBD derajat III akan mengalami perdarahan
gastrointestinal.
5) Integmen/ kulit
Adanya patekia pada kulit menurun, dan muncul keringat dingin,
dan lembab. CRT biasanya akan lambat lebih dari 2 detik dan
turgor kulit kurang elastis. Tak jarang psien juga mengalami
oedema.
6) Genitalia
Biasanya pasien mengalami anuria.
7) Ekstermitas
Biasanya pasien mengalami kelemahan dan tak jarang pasien
edema.

d. Pemeriksaan laboratorium (Donna, 2009, p. 297- 300).


Pada pemeriksaan darah pasien DBD di jumpai :
1) Hb dan PVC meningkat (>20%)
2) Trombositopenia (<100.000/ml)
3) Leukopenia (mungkin normal atau leukositosis)
4) Ig.D dengue positif
20

5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukan : Hipoprotemia,


hipokloremia, dan hiponatremia
6) Urium dan pH darah mungkin meningkat.
7) Asidosis metabolik : pCO2<35-40 mmHg dan HCO3 rendah.
8) SGOT/SGPT mungkin meningkat.

e. Diagnosis keperawatan (Nanda, 2016, p.153).


1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas
terganggu akibat spasme otot – otot pernafasan, nyeri, hipoventlasi.
2) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (penekanan
intra abdomen).
4) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler.
5) Resiko syok (hypovolemik).
6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual
dan nafsu makan yang menurun.
7) Resiko perdarahan.
8) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan (Alimul Aziz,
2008).

f. Discharge Planning (Nanda, 2016, p. 153).


1) Minum yang cukup, diselingi minum sari buah – buahan (tidak
harus jus jambu) dan ukur jumlah cairan yang keluar dan yang
diminum.
2) Upaya untuk makan dan istirahat yang cukup.
3) Untuk perlindungan gunakanlah obat anti nyamuk saat
mengunjungi tempat endemik dengue.
4) Cegah perkembangbiakan nyamuk dan kenali tanda dan gejalanya.
21

5) Buang sampah pada tempatnya dan perbaiki tempat penyimpanan


air untuk mencegah nyamuk berkembang biak dengan menutup
tempat penampungan, mengosongkan air tergenang dari ban bekas,
kaleng bekas dan pot bunga.
6) Pada pasien DBD tidak boleh diberikan asetosal, aspirin, anti
inflamasi nonsteroid karena mendorong terjadinya perdarahan.
7) Melakukan abatesasi tempat – tempat penampungan air untuk
mencegah berkembangbiaknya nyamuk. Untuk abate yang
ditaburkan kedalam bak tendon air, satu sendok makan abate untuk
bak ukuran 1m x 1m x 1m atau 10 mg dalam 100 liter air. Jangan
dikuras 1 bulan karena obat ini melapisi dinding bak air sehingga
jika ada jentik, jentik akan mati.

g. Intervensi
Setelah diagnosa keperawatan teridentifikasi satu rencana
asuhan keperawatan dibuat dan hasil atau tujuanya ditetapkan. Hasil
adalah perubahan yang terprojeksi pada status kesehatan pasien,
kondisi klinis atau perilaku yang terjadi setelah intervensi keperawatan.
Sasaran akhir dari asuhan keperawatan adalah merubah diagnosa
keperawatan menjadi status kesehatan yang diinginkan, rencana harus
ditetapkan sebelum intervensi dapat di buat. Titik akhir dari fase
perencanaan adalah pengembangan rencana asuhan keperawatan
(Donna dkk. 2009).
Intervensi pada diagnose keperawatan yang muncul pada pasien
dengan DBD adalah (Nanda, Jilid 1, 2016).
1. Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pola napas
a. Definisi : inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi
ventilasi.
b. Batasan Karakteristik :
1) Perubahan kedalaman pernafasan
2) Perubahan ekskursi dada
23

3) Mengambil posisi tiga titik


4) Bradipneu
5) Penurunan tekanan ekspirasi
6) Penurunan ventilasi semenit
7) Penurunan kapasitas vital
8) Dipneu
9) Peningkatan diameter anterior – posterior
10) Pernafasan cuping hidung
11) Fase ekspirasi memanjang
12) Pernafasan bibir
13) Takipneu
14) Penggunaan otot aksesoris untuk bernafas.
c. Faktor yang berhubungan :
1) Ansietas
2) Posisi tubuh
3) Deformitas tulang
4) Deformitas dinding dada
5) Keletihan
6) Hiperventilasi
7) Sindrom hipoventilasi
8) Gangguan muskuloskeletal
9) Kerusakan neurologis
10) Imaturitas neurologis
11) Disfungsi neuromuskular
12) Obesitas
13) Nyeri
14) Keletihan otot pernafasan cedera medulla spinalis.
d. Tujuan (NOC) :
1) Respiratory Status : Ventilation
2) Respiratory Status : Airway patency
3) Vital sign status.
24

e. Kriteria Hasil :
1) Mendemonstraasikan batuk efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis dan dispneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips).
2) Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal)
3) Tanda – tanda vital dalam renang normal (tekanan darah,
nadi, pernafasan).
f. Intervensi (NIC) :
1) Airway Management
a) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
b) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
c) Identifikasi pasien perlunya memasang alat jalan
nafas bauatan
d) Pasang mayo bila perlu
e) Lakukan fisioterapi dada bila perlu
f) Keluarkan secret dengan batuk atau suction
g) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
h) Lakukan suction pada mayo
i) Berikan bronkodilator bila perlu
j) Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab
k) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan
l) Monitor respirasi dan status O2.
2) Oxygen Therapy
a) Bersihkan mulut, hidung dan secret trachea
b) Pertahankan jalan nafas yang paten
c) Atur peralatan oksigenasi
25

d) Monitor aliran oksigen


e) Pertahankan posisi pasien
f) Observasi adanya tanda – tanda hipoventilasi
g) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi.
3) Vital Sign Monitoring
a) Monitor TD, nadi, suhu dan RR
b) Catat adanya fluktuasi tekanan darah
c) Monitor VS saat pasien berbaring, duduk atau berdiri
d) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
e) Monitor TD, nadi, RR sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
f) Monitor frekuensi dan irama pernafasan
g) Monitor suara paru
h) Monitor pola pernafasan abnormal
i) Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
j) Monitor sianosis perifer
k) Monitor adanya chusing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
l) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.
2. Diagnosa 2 : Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
virus dengue.
a. Definisi : Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.
b. Batasan Karakteristik :
1) Konvulsi
2) Kulit kemerahan
3) Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
4) Kejang
5) Takikardia
6) Takipnea
7) Kulit terasa hangat.
26

c. Faktor yang berhubungan :


1) Anastesia
2) Penurunan respirasi
3) Dehidrasi
4) Pemajanan lingkungan yang panas
5) Penyakit
6) Pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu
lingkungan
7) Peningkatan laju metabolism
8) Medikasi
9) Trauma
10) Aktivitas berlebihan.
d. Tujuan (NOC) :
1) Thermoregulation.
e. Kriteria Hasil :
1) Suhu tubuh dalam rentang normal
2) Nadi dan RR dalam rentang normal
3) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing,
merasa nyaman.
f. Intervensi (NIC) :
1) Fever treatment
a) Monitor suhu sesering mungkin
b) Monitor IWL
c) Monitor warna dan suhu kulit
d) Monitor tekanan darah, nadi dan RR
e) Monitor penurunan tingkat kesadaran
f) Monitor WBC, Hb, dan Hct
g) Monitor intake dan output
h) Kolaborasi pemberian anti piretik.
i) Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab
demam
27

j) Selimuti pasien
k) Lakukan tapid sponge
l) Kolaborasikan dengan dokter mengenai pemberian
cairan intravena sesuai program
m) Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
n) Tingkatka sirkulasi udara
o) Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya
menggigil.
2) Temperature regulation
a) Monitor suhu minimal tiap 2 jam
b) Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
c) Monitor TD, nadi, dan RR
d) Monitor warna dan suhu kulit
e) Monitor tanda- tanda hipertermi dan hipotermi
f) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
g) Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
h) Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat
panas.
i) Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dari kedinginan
j) Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang diperlukan
k) Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang
diperlukan.
l) Berikan anti piretik jika perlu.
3) Vital sign Monitoring
a) Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
b) Catat adanya fluktuasi tekanan darah.
c) Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
d) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
28

e) Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah


aktivitas.
f) Monitor kualitas dari nadi.
g) Monitor frekuensi dan irama pernapasan
h) Monitor suara paru
i) Monitor pola pernapasan abnormal
j) Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit.
k) Monitor sianosis
l) Perifer.
m) Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik).
n) Identifikas penyebab dari perubahan vital
o) sign.
p) tranfusi.
3. Diagnosa 3 : Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
biologis (penekanan intra abdomen).
a. Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang
aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan
sedemikian rupa (international association for the study of
pain ) : awitan yang tiba – tiba atau lambat dari intensitas
ringan hingga berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau
diprediksi dan berlangsung < 6 bulan.
b. Batasan Karakteristik :
1) Perubahan selera makan
2) Perubahan tekanan darah
3) Perubahan frekuensi jantung
4) Perubahan frekuensi pernafasan
5) Laporan isyarat
6) Diaphoresis
7) Perilaku distraksi (mis., gelisah, merengek, menangis)
29

8) Masker wajah (mis., mata kurang bercahaya, tampak


kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu focus
meringis).
9) Sikap melindungi area nyeri
10) Fokus menyempit (mis., gangguan persepsi nyeri,
hambatan proses berfikir, penurunan interaksi dengan
oranag lain dan lingkungan)
11) Indikasi nyeri yang dapat diamati
12) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
13) Sikap tubuh melindungi
14) Dilatasi pupil
15) Melaporkan seri secara verbal
16) Gangguan tidur.
c. Faktor yang berhubungan :
Agen cedera (mis., biologis, zat kimia, fisik, psikologis).
d. Tujuan (NOC) :
1) Pain level
2) Pain control
3) Comvort level
e. Kriteria Hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tekhnik non farmakologis untuk
menguranag nyeri, mencari bantuan)
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
30

f. Intervensi (NIC) :
1) Pain management
a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
b) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
c) Gunakan teknik komunikasi teurapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien
d) Ksji kultur ysng mempengsruhi respon nyeri
e) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
f) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
g) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
h) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
i) Kurangi faktor presipitasi nyeri
j) Pilih dan lakukan penanganan nyeri ( farmakologi,
non farmakologi dan inter personal)
k) Kaji sumber dan tipe nyeri untuk menentukan
intervensi
l) Ajarkan tentang teknik non farmakologi
m) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
n) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
o) Tingkatkan istirahat
p) Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
q) Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri.
31

2) Analgesic Administration
a) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat
b) Cek intruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
c) Cek riwayat alergi
d) Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
e) Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
f) Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal
g) Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
h) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
i) Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
hebat
j) Evaluasi evektivitas analgesik, tanda dan gejala.
4. Diagnosa 4 : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
a. Definisi : Penurunan cairan intravaskular, interstisial, dan /
atau intraseluler, ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan
cairan saja tanpa perubahan pada natrium.
b. Batasan Karakteristik :
1) Perubahan status mental
2) Penurunan tekanan darah
3) Penurunan tekanan nadi
4) Penurunan volume nadi
5) Penurunan turgor kulit
6) Penurunan turgor lidah
32

7) Penurunan haluaran urine


8) Penurunan pengisian vena
9) Membrane mukosa kering
10) Kulit kering
11) Penurunan hematokrit
12) Peningkatan suhu tubuh
13) Peningkatan frekuensi nadi
14) Peningkatan konsentrasi urine
15) Penurunan berat badan
16) Haus
17) Kelemahan
c. Faktor yang berhubungan :
1) Kehilangan cairan aktif
2) Kegagalan mekanisme regulasi.
d. Tujuan (NOC) :
1) Fluid balance
2) Hydration
3) Nutritional status : food and fluid intake.
e. Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan urin output sesuai dengan usia, BB, BJ
urin normal, HT normal
2) Tekanan darah, suhu, nadi dalam batas normal
3) Tidak ada tanda – tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit
baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang
berlebihan.
f. Intervensi (NIC) :
1) Fluid management
a) Timbang popok/ pembalut jika diperlukan
b) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
33

c) Monitor status hidrasi (kelembaban membran


mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika
diperlukan
d) Monitor vital sign
e) Monitor masukan makanan / cairan dan hitung
intake kalori harian
f) Kolaborasikan pemberian cairan IV
g) Monitor status nutrisi
h) Beikan cairan IV pada suhu ruangan
i) Dorong masukan oral
j) Berikan penggantian nasogastric sesuai output
k) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
l) Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
m) Kolaborasi dengan dokter
n) Atur kemungkinantransfusi
o) Persisapan untuk tranfusi
2) Hypovolemia management
a) Monitor status cairan termasuk intake dan output
cairan
b) Pelihara IV line
c) Monitor tingkat Hb dan hematokrit
d) Monitor tanda vital
e) Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan
f) Monitor berat badan
g) Dorong pasien untuk menambah intake oral
h) Pemberian cairan via IV mnitor adanya tanda dan
gejala kelebihan volume cairan.
5. Diagnosa 5 : Resiko syok (hypovolemik).
a. Definisi : Berisiko terhadap ketidakcukupan aliran darah
kejaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler
yang mengancam jiwa.
34

b. Faktor yang berhubungan :


1) Hipotensi
2) Hipovolemi
3) Hipoksemia
4) Hipoksia
5) Infeksi
6) Sepsis
7) Sindrom respon inflamasi sistemik.
c. Tujuan (NOC) :
1) Syok prevention
2) Syok management
d. Kriteria Hasil :
1) Nadi dalam batas yang diharapkan
2) Irama jantung dalam batas yang diharapkan
3) Frekuensi nafas dalam batas yang diharapkan
4) Irama pernafasan dalam batas yang diharapkan
5) Natrium serum dbn
6) Kalium serum dbn
7) Klorida serum dbn
8) Magnesium serum dbn
9) pH darah serum dbn
Hidrasi
Indikator : mata cekung tidak ditemukan, demam tidak
ditemukan, TD dbn dan Hematokrit dbn.
e. Intervensi (NIC) :
1) Syok prevention
a) Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit,
denyut jantung, HR, dan ritme nadi perifer, dan
kapiler refill.
b) Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan
c) Monitor suhu dan pernafasan
35

d) Monitor input dan output


e) Panau nilai lab : Hb, Ht, AGD dan elektrolit
f) Monitor hemodinamik invasi yang sesuai
g) Monitor tanda dan gejala asites
h) Monitor tanda awal syok
i) Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki elevasi
untuk peningkatan preload dengan tepat
j) Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas
k) Berikan vasodilator yang tepat
l) Ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah untuk
mengatasi gejala syok.
2) Syok management
a) Monitor fungsi neurologis
b) Monitor fungsi renal (e.g BUN dan Cr level)
c) Monitor tekanan nadi
d) Monitor status cairan, input output
e) Catat gas darah arteri dan oksigen jaringan, monitor
EKGn
f) Memanfaatkan pemantauan jaur arteri untuk
meningkatkan akurasi pembacaan tekanan darah
g) Memantau tren dalam parameter hemodinamik
h) Memantau faktor penentu pengiriman jaringan
oksigen
i) Memantau tingkat karbondioksida.
6. Diagnosa 6 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat
mual dan nafsu makan yang menurun.
a. Definisi : Nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.
36

b. Batasan Karakteristik :
1) Kram abdomen
2) Nyeri abdomen
3) Menghindari makanan
4) Berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal
5) Kerapuhan kapiler
6) Diare
7) Kehilangan rambut berlebih
8) Bising usus hiperaktif
9) Kurang makanan
10) Kurang informasi
11) Kurang minat pada makanan
12) Penurunan berat badan dengan asupan nutrisi adekuat
13) Kesalahan konsepsi
14) Kesalahan informasi
15) Membrane mukosa pucat
16) Ketidak mampuan memakan makanan
17) Tonus otot menurun
18) Mengeluh gangguan sensasi rasa
19) Mengeluh asupan makanan kurang dari RDA
(Recommended daily allowance)
20) Cepat kenyang setelah makan
21) Sariawan rongga mulut
22) Sterotorea
23) Kelemahan otot pengunyah
24) Kelemahan otot untuk menelan.
c. Faktor yang berhubungan :
1) Faktor biologis
2) Faktor ekonomi
3) Ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrient
4) Ketidakmampuan mencerna makanan
37

5) Ketidak mampuan menelan makanan


6) Faktor psikologis.
d. Tujuan (NOC) :
1) Nutritional status : food and fluid intakae
2) Nutritional status : nutrient intake
3) Weight control.
e. Kriteria Hasil :
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan
2) Berat badan ideal sesuai tinggi badan
3) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4) Tidak ada tanda tanda mal nutrisi
5) Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari
menelan
6) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
f. Intervensi (NIC) :
1) Nutrition management
a) Kaji adanya alergi makanan
b) Kolabrasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
d) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
vitamin C
e) Berikan substansi gula
f) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
serat untuk mencegah konstipasi
g) Berikan makanan yang terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
h) Ajarkan pasien bagaimana cara membuat cattatan
makanan harian
i) Monitor jumblah nutrisi dan kandungan kalori
j) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
38

k) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi


yang dibutuhkan.
2) Nutrition monitoring
a) BB pasien dalam batas normal
b) Monitor adanya penurunan berat badan
c) Monitor tipe dan jumlah aktivitasi yang biasa
dilakukan
d) Monitor interaksi anak atau orang tua saat makan
e) Monitor lingkungan selama makan
f) Jadewalkan pengobatan dan tindakan tidak selama
jam makan
g) Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
h) Monitor turgor kulit
i) Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
j) Monitor mual dan muntah
k) Monitor kadar albumin, total protein, Hb dan kadar
Ht
l) Monitor pertumbuhan dan perkembangan
m) Monitor pucat, kemerahan dan kekeringan jaringan
konjungtiva
n) Monitor kaloru dan intake nutrisi
o) Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik, papilla
lidah dan cavitas oral
p) Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet.
7. Diagnosa 7 : Resiko perdarahan.
a. Definisi : Beresiko mengalami penurunan volume darah yang
dapat mengganggu kesehatan.
b. Faktor yang berhubungan :
1) Aneurisme
2) Sirkumsisi
3) Defisiensi pengetahuan
39

4) Koagulopati intravaskuler diseminata


5) Riwayat jatuh
6) Gangguan gastrointestinal
7) Ganguan fungsi hati
8) Koagulopati inheren
9) Komplikasi pascapartum
10) Komplikasi terkait kehamilan
11) Trauma
12) Efeksamping terkait terapi.
c. Tujuan (NOC) :
1) Blood lose severity
2) Blood koagulation.
d. Kriteria Hasil :
1) Tidak ada hematuria dan hematemesis
2) Kehilangan darah yang terlihat
3) Tekanan darah dalam batas normal
4) Tidak ada perdarahan
5) Tidak ada distensi abdomen
6) Hemoglobin dan hematocrit dalam batas normal
7) Plasma, Pt, PTT dalam batas normal.
e. Intervensi (NIC) :
1) Bleeding precautions
a) Monitor ketat tanda – tanda perdarahan
b) Catat niali Hb dan Ht sebelum dan sesudah terjadinya
perdarahan
c) Monitor nilai lab
d) Monitor TTV ortostatik
e) Pertahankan bed rest selama perdarahan aktif
f) Kolaborasi dalam pemberian produk darah
g) Lindungi pasien dari trauma yang dapat
menyebabkan perdarahan
40

h) Hinder mengukur suhu lewat rectal


i) Hindari pemberian aspirin atau anticoagulant
j) Anjurkan pasien untuk meningkatkn intake makanan
yang mengandung vitamin K
k) Hindari terjadinya konstipasi dengan menganjurkan
untuk empertahankan intake cairan yang adekuat dan
pelembut feses
2) Bleeding rreduction
a) Identifikasi penyebab perdarahan
b) Moniotor trend tekanan darah dan parameter
hemodinamik
c) Monitor status cairan yang meliputi intake dan output
d) Monitor penentu pengiriman oksigen ke jaringan
e) Pertahankan patensi IV line
3) Bleeding reduction : wound/ luka
a) Observasi adanya darah dalam sekresi cairan tubuh :
emesis, feses, urine, residu lambung, dan drainase
luka
b) Monitor complete blood count dan leukosit
c) Kolaborasi dalam pemberian terapi : lactulose atau
vasopressin
d) Lakukan pemasangan NGT untuk memonitor sekresi
dan perdarahan lambung
e) Dokumentasi warna, jumlah dan karakteristik feses
f) Hindari pH lambung yang ekstrim dengan kolaborasi
pemberian antacids atau histamine blocking agent
g) Pertahankan jalan nafas
h) Hindari penggunaan anticoagulant
i) Monitor status nutrisi pasien
j) Berikan cairan intravena.
41

8. Diagnosa 8 : Intoleransi aktifitas


a. Definisi : Intoleransi aktifitas merupakan ketidakmampuan
seseorang untuk melakukan suatu kegiatan.
b. Batasan Karakteristik : Persepsi ketidakmampuan klien
melakukan kegiatan.
c. Tujuan (NOC) :
1) Activity daily life Fullfilled
2) Knowledge : personel safety
3) Safety behavior : falls Prevention
4) Safety Behavior : Falls Occurance
5) Safety behavior : Physical injury.
d. Kriteria Hasil :
1) Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
2) Pasien tidak lemah dan rileks
3) Resiko Injury tidak terjadi.
e. Intervensi (NIC)
1) Activity daily life Fullfilled
a) Kaji kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
b) Bantu pasien dalam melakukan aktivitas.
c) Latih klien untuk dapat melakukan aktifitas ringan.
2) Environmental Management safety
a) Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
b) Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai
dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan
riwayat penyakit terdahulu pasien.
c) Memasang side rail tempat tidur.
d) Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih.
e) Memberikan penerangan yang cukup.
f) Mengontrol lingkungan dari kebisingan.
42

h. Implementasi
Fase implementasi dimulai ketika perawat menempatkan
intervensi tertentu ke dalam tindakan dan mengumpulkan umpan balik
mengenai efeknya. Umpan balik muncul kembali kedalam bentuk
observasi dan kemunikasi serta memberi dasar data untuk mengevaluasi
hasil intervensi keperawatan. Selama hasil implementasi keaamanan
dan kenyamanan psikologi pasien berkenaan dengan asuhan atraumatik
tetap harus diperhatikan (Donna dkk, 2009, p. 24).

i. Evaluasi
Evaluasi adalah langkah terakhir dalam proses pembuatan
keputusan. Perawat mengumpulkan, menyortir, dan menganalisis data
untuk menetapkan apakah tujuan telah tercapai, rencana memerlukan
modifikasi atau alternatif baru harus dipertimbangkan. Pedoman
observasi dimasukan dalam rencana asuhan standar untuk membantu
pembaca mengidentifikasi metode untuk mengevaluasi apakah tujuan
atau hasil tercapai. Tahap evaluasi memenuhi proses keperawatan atau
berperan sebagai dasar untuk pemilihan alternative lain untuk intervensi
dalam pemecahan masalah spesifik (Donna dkk, 2009, p. 24).
Evaluasi dalam keperawatan adalah tahapan menilai tindakan
keperawatan yang telah dilakukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan.
Tujuan dari evaluasi adalah sebagai berikut :
1. Menentukkan perkembangan klien
2. Menilai efektivitas, efisiensi, dan produktifitas asuhan
keperawatan yang telah diberikan
3. Menilai asuhan keperawatan
4. Mendapatkan umpan balik
5. Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan .
43

Untuk menentukan masalah teratasi, teratasi sebagian, tidak


teratasi atau muncul masalah baru adalah dengan cara membandingkan
antara SOAP dengan tujuan, kriteria hasil yang telah di tetapkan.
Format evaluasi mengguanakn :
S (subjective adalah inormasi yang berupa ungkapan yang didapat dari
klien setelah tindakan diperbaiki).
O (objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah
dilakukan tindakan).
A (analisa adalah membandingkan antara inormasi subjektif dan
objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi, masalah belum teratasi,
masalah teratasi sebagian, atau muncul masalah baru).
P (planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa, baik itu rencana diteruskan,
dimodifikasi, dibatalkan ada masalah baru, selesai tujuan tercapai).

j. Dokumentasi
Meskipun dokumentasi bukan salah satu dari lima tahap proses
keperawatan. Proses ini penting untuk evaluasi perawat dalam
mengkaji dan mengidentifikasi masalah rencana, dan
mengimplementasi tanpa dokumentasi namun evaluasi paling baik
dengan bukti tertulis tentang kemajuan pencapaian hasil. Catatan pasien
medis harus mencakup bukti tentang elemen-elemen yang disebutkan
pada kotak pedoman (Donna dkk, 2009, p. 24).
44

C. Konsep Anak
1. Pengertian
UU RI Nomor 23 tahun 2014, bab 1 pasal 1 menegaskan bahwa
anak adalah seorang yang belum berusia (delapan belas tahun) 18 tahun
(UU RI Nomor 23 tahun 2014 bab 1 pasal 1).
Anak usia pra sekolah merupakan usia perkembangan anak dari
usia tiga tahun sampai dengan lima tahun. Pada anak dalam usia tiga
sampai dengan lima tahun terjadi perubahan yang signifikan terhadap
perkembangan biologis, psikososial, kognitif, spiritual, dan sosialnya
(Hockenberry & Wilson, 2009).
Jadi anak adalah seseorang yang berusia dari 1 sampai 18 tahun
dan klasifikasi anak dibagi dalam 4 tahapan yaitu dimulai dari periode bayi,
periode masa kanak kanak awal, masa kanak kanak pertengahan dan masa
kanak kanak akhir.

2. Tumbuh Kembang
Tumbuh kembang anak menurut Dr. Soetjiningsih mencakup dua
peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit
dipisahkan yaitu mengenai pertumbuhan dan perkembangan. Sedangkan
apa yang dimaksud dengan pertumbuhan dan perkembangan
perdefinisinya sebagai berikut.
a. Pertumbuhan
Pertumbuhan (growth) peningkatan jumlah dan besar sel di
seuruh bagian tubuh. Selama sel – sel tersebut membelah diri dan
menyintesis protein – protein baru; menghasilkan penambahan jumlah
dan berat secara keseluruhan atau sebagian (Wong, 2000, di kutip
dalam Hidayat, 2009, p. 26).
b. Perkembangan
Perkembangan (development) adalah perubahan secara
berangsur – angsur dan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh,
meningkat dan meluasnya kapasitas seseorang, kematangan atau
45

kedewasaan (maturations), dan pembelajaran (learning) (Wong,


2000, di kutip dalam Hidayat, 2009, p. 26).
c. Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak
1) Perembangan fisik
Perkembangan fisik mempunyai pengaruh langsung
terhadap anak karena menentukan hal hal yang dapat dilakukan
oleh anak dan secara tidak langsung naik terhadap dirinya sendiri
maupun terhadap orang lain. Pertumbuhan terjadi dalam siklus
yang teratur serta dapat diramalkan nya dan menunjukan tempo
yang berbeda-beda pada usia yang berbeda dan bagian tubuh yang
bereda pula, tinggi dan berat tumbuh anak ditentukan oleh
hormon pertumbuhan yang ada pada kelenjar pituitari (Somantri
T.S, 2007, p. 4).
2) Kemampuan kognitif
Piaget memandang intelegensi sebagai suatu proses
adaptif dan menekankan bahwa adaptasi melibatkan fungsi
intelektual. Piaget membahas proses adaptasi yang diartikan
sebagai keseimbangan antara kegiatan organisme dan kegiatan
lingkungan dengan demikian lingkungan dipandang sebagai
suatu hal yang terus menerus mendorong organisme untuk
menyesuaikan diri terhadap situasi realitas, demikian pula secara
timbal balik organisme secara konstan menghadapi
lingkungannya sebagai suatu struktur yang merupakan bagian
dari dirinya (Somantri T.S, 2007, p.5).
3) Emosi
Penelitian-penelitian mengenai emosi yang sudah
dilakukan khususnya pada anak-anak menunjukan bahwa emosi
memainkan peranan penting dalam perkembangan diri seorang
anak. Peranan emosi dalam kehidupan anak :
46

a) Emosi menambah kesenangan terhadap pengalaman sehari-


hari baik pengalaman menyenangkan maupun tidak
menyenangkan
b) Emosi mempersiapkan tubuh anak untuk mengaakan
kegiatan melalui reaksi reaksi fisiologis yang menyertai
emosi tersebut.
c) Ketegangan emosi menyebabkan terganggunya
keterampilan motorik misalnya terhadap kegiatan berbicara,
orang dapat menjadi gagap. (Somantri T.S, 2007, p. 22).
4) Sosial
Perkembangan sosial berarti dikuasainya kemampuan
untuk bertingkah laku sesuai dengan tuntutan-tuntutan
masyarakat. Walaupun manusia berbeda satu dengan yang
lainnya, mereka berhubungan sangat erat dalam suatu kelompok.
Proses sosialisasi dapat digolongkan ke dalam beberapa proses
penting yaitu :
a) Proses perkembangan sikap sosial, yaitu sikap yang
menyenangkan orang lain yang bergaul dengan seseorang.
b) Anak anak dari usia yang berbeda bahkan orang dewasa,
dengan latar belakang yang berbeda pula.
c) Proses belajar melaksanakan sosialisasi dengan metode
yang efektif dan disertai bimbingan merupakan hal yang
penting.
Melalui proses belajar mencoba-coba (trial and error)
seorang anak mempelajari tingkah laku yang diperlukan untuk
menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial (Somantri T.S, 2007,
p. 34-35).
47

3. Periode Perkembangan dan Pertumbuhan Anak (1-10 Tahun)


Pada masa anak usia 1-6 tahun, berat badan mengalami
peningkatan rata-rata 2kg per tahun. Tubuh anak terlihat kurus, akan tetapi
aktivitas motorik tinggi dan sistem tubuh sudah mencapai kematangan
dalam hal berjalan, melompat, dan lain – lain. Tinggi badan bertambah rata
– rata 6,75 – 7,5 cm setiap tahun (Hidayat, 2009, p. 34).
Pada masa ini anak mengalami proses perubahan pola makan,
umumnya mengalami kesulitan untuk makan. Anak juga mulai
menunjukan kemadirian pada proses eliminasi (buang air besar dan kecil)
(Hidayat, 2009, p. 34).
Perkembangan motorik kasar diawali dengan kemampuan untuk
berdiri dengan satu kaki selama 1-5 detik, melompat dengan satu kaki,
berjalan dengan tumit ke jari kaki, menjelajah (bergerak kemana – mana)
membuat posisi merangkak, dan berjalan dengan bantuan (Hidayat, 2009,
p. 34).
Perkembangan motorik halus ditandai dengan kemampuan untuk
menggoyangkan jar – jari kaki, menggambar dua atau tiga bagian, memilih
garis yang lebih panjang, menggambar orang, melepas objek dengan jari
lurus, mampu menjepit benda, menggunakan tangan untuk bermain,
menempatkan objek ke dalam wadah, makan sendiri, minum dari cangkir
dengan bantuan, menggunakan sendok dengan bantuan, makan dengan jari,
dan membuat coretan di atas kertas (Hidayat, 2009, p. 34).
Perkembangan bahasa ditandai dengan kemampuan untuk
menyebutkan beberapa gambar, menyebutkan satu sampai dua warna,
menyebutkan kegunaan benda, menghitung, mengartikan beberapa kata,
mengeti beberapa kata sifat, menggunakan bunyi untuk mengidentifikasi
objek, orang, dan aktivitas menirukan berbagai bunyi kata, memahami arti
larangan, serta menunjuka resons terhadap pangilan dari anggota keluarga
dekat (Hidayat, 2009, p. 34).
48

Perkembangan adaptasi sosial ditandai dengan kemampuan anak


untuk bermain dengan permainan sederhana, menangis jika dimarahi,
membuat permintaan sederhana dengan gaya tubuhnya, menunjukan
peningkatan kecemasan terhadap perpisahan, dan mengenali anggota
keluarga (Hidayat, 2009, p. 34).
Pada tahap ini terjadi perkembangan fisik, mental dan sosial
kontinu, disertai penekanan pada perkembangan kompetinsi keterampilan.
Pada tahap ini, kerja sama sosial dan perkembangan moral dini lebih
penting dan relevan dengan tahap tahap kehidupan berikutnya. Periode ini
merupakan periode kritis dalam perkembangan konsep diri(Hidayat, 2009,
p. 34).

4. Kebutuhan kalori dan protein harian


Tabel 2.3
Kebutuhan kalori Dan Protein Harian pada Anak

Kecukupan energi
Usia (tahun) Protein (G)
(KKAL/KG)
Bayi
0-1/2 108 13
½-1 98 14
Anak-anak
1-2 102 16
4-6 90 24
7-10 70 28
Pria
11-14 55 45
15-18 45 49
Wanita
11-14 47 46
15-18 40 44
Sumber : Marjory Gordon, dkk, 2016.
49

D. Tepid Sponge

1. Pengertian

Tepid sponge merupakan suatu metode pemandian tubuh yang


dilakukan dengan cara mengelap skujur tubuh dan melakukan kompres
pada bagian tubuh tertentu dengan menggunakan air dengan suhu 37oC
untuk jangka waktu tetentu (Perry & Potter, 2008, p. 1836).
Tepid Sponge jika dilakukan dengan benar akan sangat efektif
menurunkan demam dengan cepat. Akan tetapi, efek tepid sponge selain
menurunkan suhu tubuh, juga menyebabkan vasokontriksi pada awal
prosedur. Vasokontriksi ini menyebabkan anak meeasa kedinginan bahkan
sampai menggigil, terupama jika tidak dikombinasikan dengan antipiretik
(Setiawat, 2009, p. 8).
Jadi tepid sponge adalah salah satu teknik untuk menurunkan suhu
tubuh dengan cara gabungan antara teknik kompres blok dan kompres
pembuluh darah supervisial pada daerah tertentu.

2. Tujuan tepid sponge


Tujuan utama tepid sponge adalah untuk menurunkan suhu klien
khususnya pada anak dengan demam.
Tujuan dari teknik tepid sponge adalah meningkatkan kontrol
panas tubuh melalui evaporasi dan konduksi pada tubuh yang mengalami
hipertermi serta mendorong darah ke permukaan tubuh sehingga darah
dapat mengalir dengan lancer. Tindakan tepid sponge ini juga akan
memberikan sinyal ke hipotalamus anterior yang nanti akan merangsang
sistem effector sehingga diharapkan terjadi penurunan suhu tubuh
(Filipinomedia, 2010).
50

3. Manfaat teknik tepid sponge


Menurut janis (2010) manfaat dari pemberian teknik tepid sponge
adalah menurunkan suhu tubuh yang sedang mengalami demam,
memberikan rasa nyaman, mengurangi nyeri dan ansietas yang di
akibatkan oleh penyakit yang mendasari demam. Tepid sponge juga sangat
bermanfaat pada anak yang memiliki riwayat kejang demam dan penyakit
liver.
Menurut Mailing (2012) pengaruh pemberian tepid sponge
terhadap penurunan suhu tubuh pada anak yang mengalami demam. Tepid
sponge dilakukan dengan cara mengelap seluruh tubuh dengan
menggunakan washlap lembap hangat selama 15 menit. Efek hangat dari
air hangat dapat memvasodilatasi pembuluh darah sehingga aliran darah
menjadi lancar. Kulit memiliki banyak pembuluh darah, ketika demam
panas kemudian diberrikan tindakan tepid sponge, panas dari tubuh
berpindah melalui dinding pembuluh darah ke permukaan kulit dan hilang
ke luar tubuh.

4. Teknik tepid sponge


a. Persiapan
1) Handuk/sapu tangan
2) Selimut
3) Baju mandi (jika ada)
4) Perlak
5) Handscoon
6) Thermometer
7) Mangkuk atau bak berisi air hangat
b. Pelaksanaan
1) Mengkaji kondisi klien
2) Menjelaskan prosedur yang dilaksanakan kepada klien dan
keluarga klien
3) Membawa peralatan kepada klien
51

4) Mencuci tangan
5) Menutup pintu dan jendela sebelum prosedur
6) Mengatur posisi klien senyaman mungkin
7) Menempatkan perlak di bawah klien
8) Memakai sarung tangan
9) Membuka pakaian klien dengan hati hati
10) Mengisi bak mandi dengan air hangat, suhu air 28-32`C (Allves et
all, 2008)
11) Memasukan/handuk sapu tangan ke bak
12) Memeras handuk /sapu tangan menempatkan handuk/ sapu tangan
di dahi, ketiak dan selangkangan
13) Mengusap bagian ektermitas klien selama lima menit. Kemudian
bagian punggung klien selama 5-10 menit
14) Memonitor respon klien
15) Mengganti pakaian klien dengan pakaian yang tipis dan menyera
keringat
16) Mengganti sprei (bila memungkinkan) dan memindahkan perlak
dan alat-alat yang di pakai.
17) Mendokumentasi tindakan.

Anda mungkin juga menyukai