PENDAHULUAN
Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti
rotasi (Memutar) tanpa sensasi perputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya
terasa berputar atau badan yang berputar. Keluhan yang paling sering dijumpai
dalam praktek. Vertigo berasal dari bahasa latin “Vertere” yaitu memutar. Vertigo
termasuk ke dalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing,
pening, sempoyongan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik.1
1
BAB II
Daun telinga terdiri atas tulang rawan elastin dan kulit. Liang
telinga berbentuk seperti huruf S. Pada 1/3 proksimal memiliki
kerangka tulang rawan dan 2/3 distal memiliki kerangka tulang.3
2
Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar
serumen.3
Membran Timpani
Membran timpani berfungsi sebagai penerima gelombang bunyi.
Setiap ada gelombang bunyi yang memasuki lorong telinga akan
mengenai membran timpani, selanjutnya membran timpani akan
menggelembung ke arah dalam menuju ke telinga tengah dan akan
menyentuh tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan
stapes. Tulang-tulang pendengaran akan meneruskan gelombang
bunyi tersebut ke telinga bagian dalam.3
Tulang-tulang pendengaran
Tulang-tulang pendengaran yang terdiri atas maleus (Tulang
martil), incus (Tulang landasan) dan stapes (Tulang sanggurdi).
Tulang pendengaran pada telinga tengah saling berhubungan.
Ketiga tulang tersebut membentuk rangkaian tulang yang melintang
pada telinga tengah dan menyatu dengan membran timpani.3
3
Gambar 2. Membran timpani
Tuba auditiva eustachius
Tuba auditiva eustachius atau saluran eustachius adalah saluran
penghubung antara rongga telinga tengah dengan nasofaring.
Adanya saluran eustachius berfungsi untuk menyeimbangkan
tekanan udara pada kedua sisi membran timpani. Biasanya pipa ini
terbuka secara periodik pada waktu menelan, mengunyah, dan
menguap. Apabila pipa ini tidak cukup terbuka didalam waktu lama,
udara ditelinga akan diresorpsi sehingga tekanan ditelinga tengah
menurun dan terbentuk cairan disana.4
4
Gambar 3. Telinga tengah
C. Telinga Dalam
5
yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti
yang membentuk organ corti.3
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang
merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum
labirin tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat makula utrikulus yang
didalamnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik terdiri
dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran
yang berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Didalamnya terdapat
krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan
seluruhnya ditutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula.3
6
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan
perpindahan cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut
akan menekuk. Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membran sel
berubah, sehingga ion kalsium akan masuk kedalam sel yang menyebabkan
terjadinya proses depolarisasi dan akan merangsang pelepasan
neurotransmitter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls
sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu
berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.3
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh
seperti rotasi (Memutar) tanpa sensasi perputaran yang sebenarnya, dapat
sekelilingnya terasa berputar atau badan yang berputar. Keluhan yang paling
sering dijumpai dalam praktek. Vertigo berasal dari bahasa latin “Vertere”
yaitu memutar. Keadaan ini sering disusul dengan muntah-muntah,
berkeringat dan kolaps, tetapi tidak pernah kehilangan kesadaran.1,4,6
3.2 Penyebab
Penyakit meniere
Benign Paroxysmal Positional Vertigo
Trauma telinga
Vertigo akibat obat
Vestibular neuritis
Labirinitis4
3.3 Klasifikasi
1. Vertigo perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau nervus
cranialis vestibulocochlear (N. VIII).
8
2. Vertigo sentral diakibatkan oleh kelainan pada batang otak atau
cerebellum.7
3.4 Patofisiologi
9
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan
menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya
terganggu, akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.1
2. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang
berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu mata/visus,
vestibulum dan proprioseptif, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan
sensorik yang berasal dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut
menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons
yang dapat berupa nistagmus (Usaha koreksi bola mata), ataksia atau
sulit berjalan (Gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang,
berputar (berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang
berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan
sentral sebagai penyebab.1
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut
teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu,
sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai
dengan pola 3 gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan
saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-
ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak
lagi timbul gejala.1
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom
sebagai usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul
jika sistem simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistem
parasimpatis mulai berperan.1
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan
teori serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan
10
neurotransmitter tertentu dalam pengaruhi sistem saraf otonom yang
menyebabkan timbulnya gejala vertigo.1
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau
peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang
terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan
menimbulkan 4 stres yang akan memicu sekresi CRF (Corticotropin
Releasing Factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya akan
mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan
mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistem saraf
parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering
timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat
aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan
hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan
saraf parasimpatis.1
11
disebabkan BPPV namun jika menetap disebabkan oleh sentral dan biasanya
disertai dengan rotator nistagmus.7
3.6 Diagnosis
1. Anamnesa
12
waktu, apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul,
paroksismal, kronik progresif atau membaik. Beberapa penyakit
tertentu mempunyai profil waktu yang karakteristik. Apakah juga ada
gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/ditemukan pada lesi
alat vestibuler atau n. vestibularis. Penggunaan obat-obatan seperti
streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria, dan lain-lain yang
diketahui ototoksik atau vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik
seperti anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru
dan kemungkinan trauma akustik.1
2. Pemeriksaan Fisik
1. Dix-Hallpike Manuever
Perhatikan adanya nistagmus, lakukan uji ini ke kanan dan
ke kiri. Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita
dibaringkan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya
menggantung 450 di bawah garis horizontal, kemudian kepalanya
dimiringkan 450 ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan
hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat membedakan
apakah lesinya perifer atau sentral.1,7
Perifer (Benign positional vertigo) adalah vertigo dan
nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam
waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila
13
tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue). Sentral adalah tidak ada
periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1
menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-
fatigue).1,7
14
menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan
directional preponderance menunjukkan lesi sentral.1,7
3. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan
tujuan untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan
demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.1,3,7
3. Pemeriksaan Penunjang
15
3.7 Penatalaksanaan Vertigo
Pengobatan pasien vertigo mencakup banyak aspek. Tujuan
pengobatan vertigo, selain kausal (jika ditemukan penyebabnya), ialah
untuk memperbaiki ketidakseimbangan vestibular melalui modulasi
transmisi saraf.1,2
a. Antihistamin
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo.
Antihistamin yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat,
difenhidramin, meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti
vertigo juga memiliki aktivitas antikolinergik di susunan saraf pusat.
Mungkin sifat antikolinergik ini ada kaitannya dengan kemampuannya
sebagai obat anti vertigo. Efek samping yang umum dijumpai ialah
sedasi (mengantuk). Pada penderita vertigo yang berat efek samping ini
memberikan dampak yang positif.2,7
1. Betahistin
Senyawa betahistin (suatu analog histamin) yang dapat
meningkatkan sirkulasi di telinga dalam, dapat diberikan untuk
mengatasi gejala vertigo. Efek samping betahistin ialah gangguan
di lambung, rasa tidak enak, dan sesekali muncul rash di kulit.
- Betahistin Mesylate (Merislon)
Dosis 6 – 12 mg, 3 kali sehari peroral.
- Betahistin HCl (Betaserc)
Dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet dibagi
dalam beberapa dosis.7
2. Dimenhidrinat (Dramamine)
Lama kerja obat ini adalah 4 – 6 jam. Dapat diberi per oral atau
parenteral (suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan
16
dengan dosis 25 – 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping
ialah mengantuk.2,7
b. Antagonis Kalsium
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis kalsium
Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering digunakan.
Merupakan obat supresan vestibular karena sel rambut vestibular
mengandung banyak terowongan kalsium. Namun antagonis kalsium
sering mempunyai khasiat lain seperti antikolinergik dan antihistamin.
Sampai dimana sifat yang lain ini berperan dalam mengatasi vertigo
belum diketahui.
- Cinnarizine (Stugerone)
Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular. Dapat mengurangi
respons terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah
15 – 30 mg, 3 kali sehari atau 1x75 mg sehari. Efek samping ialah
rasa mengantuk (sedasi), rasa capek, diare atau konstipasi, mulut
rasa kering dan rash di kulit.7
c. Fenotiazine
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti
muntah). Namun tidak semua mempunyai sifat anti vertigo.
Khlorpromazine (Largactil) dan Prokhlorperazine (Stemetil) sangat
efektif untuk nausea yang diakibatkan oleh bahan kimiawi namun
kurang berkhasiat terhadap vertigo.7
17
- Promethazine (Phenergan)
Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati
vertigo. Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam. Diberikan dengan
dosis 12,5 mg – 25 mg, 4 kali sehari per oral atau parenteral
(suntikan intramuscular atau intravena). Efek samping yang sering
dijumpai ialah sedasi (mengantuk), sedangkan efek samping
ekstrapiramidal lebih sedikit dibanding obat Fenotiazine lainnya.
- Khlorpromazine (Largactil)
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat
dan akut. Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral. Dosis
yang lazim ialah 25 mg (1 tablet) – 50 mg, 3 – 4 kali sehari. Efek
samping ialah sedasi (mengantuk).7
d. Obat simpatomimetik
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah
satunya obat simpatomimetik yang dapat menekan vertigo ialah efedrin.
Lama aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 – 25 mg, 4 kali
sehari. Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan obat
anti vertigo lainnya. Efek samping ialah insomnia, jantung berdebar
(palpitasi), dan menjadi gelisah.7
18
f. Obat anti kolinergik
Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas
sistem vestibular dan dapat mengurangi gejala vertigo.
- Skopolamin
Skopolamin dapat dikombinasikan dengan fenotiazine atau efedrin
dan mempunyai khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg
– 0,6 mg, 3 – 4 kali sehari.2,7
Keterangan gambar :
1. Ambil posisi duduk tegak di tepi tempat tidur dengan tungkai
tergantung, lalu tutup kedua mata.
2. Arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan tahan
selama 30 detik, kemudian balik posisi duduk.
3. Setelah 30 detik, arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke
sisi kiri tahan selama 30 detik, kemudian balik posisi duduk. Dapat
dilakukan berulang kali pada pagi dan petang hari sampai tidak
timbul vertigo lagi.1,7
19
BAB IV
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
21