Anda di halaman 1dari 11

elpinadelaz07

PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER MUHAMMAD


NEJATULLAH SIDDIQI
elpinadelaz07

4 years ago
Advertisements

PENDAHULUAN

Dalam pandangan Mohammad Nejatullah Siddiqi, pemikiran ekonomi Islam merupakan


suatu pemikiran yang terinspirasi dari ketetapan-ketetapan yang terkandung dalam Al-
Qur’an dan Sunnah, terutama dalam hubungan kehidupan ekonomi interpersonal, proses
berpikir dalam kemanusian, bagaimanapun, ajaran ekonomi dari Al-Qur’an dan Sunnah.
Di dalam bukunya tersebut, dia hanya membahas tentang bagaimana usaha manusia di
dalam mengartikan dan mengaplikasikan teori dan juga usaha dan waktu merefleksikan
pengaplikasiaannya.[1]

Apa yang kita maksudkan pemikiranekonomiItu adalah pemikiran manusia tentang


kemiskinan dan kesejahteraan. Tentang produksi dan distribusi, pengeluaran dan
konsumsi, tentang harga dan uang dan seterusnya. Termasuk di dalamnya penggambaran
fenomena ekonomi dan pencarian motif untuk meningkatkan segala daya dan upaya
dalam penggambaran kebijakan ataupun tindakan ekonomi pada saat itu. Ide-ide tentang
perekonomian telah di telaah dalam pemikiran filsuf, ilmuwan, ekonom dan lain
sebagainya, semuanya berpikir dengan cara mereka sendiri, pemikiran ekonomi
terbentuk disebabkan gambaran kombinasi dari semua pemikiran dan terbentuk dari
gabungan segala tindakan masing-masing individu, tindakan dari institusi sosial dan
kebijakan dari penguasa saat itu.

Siddiqi, Pada dasarnya adalah neoklasik, pencerminan dari pendidikan ekonomi


konvensional yang diterima. Sebagai tambahan Siddiqi lebih suka menggabungkan fiqh
dan pendekatan neoklasik. Pendekatan neoklasik berbasis fiqh. Ia juga menolak
determinasi ekonomi Marx. Bagi Siddiqi (1978:2),”ekonomi islam itu modern,
memanfaatkan tekhnik produksi terbaik dan metode organisasi yang ada. Sifat islamnya
terletak pada basis hubungan antarmanusia, disamping pada sikap dan kebijakan-
kebijakan sosial yang membentuk sistem tersebut”. Oleh karena itu, Siddiqi
mengusulkan “modifikasi teori neoklasik konvensional dan peralatannya untuk
mewujudkan perubahan dalam orientasi nilai, penataan kelembagaan dan tujuan yang
hendak dicapai”.
Ada dua hal penting dalam penddekatan umum Siddiqi kepada ilmu ekonomi. Pertama
adalah penerimaannya terhadap teori neoklasik dan alat-alat analisinya. Sekalipun ia
melakukan modifikasi,terhadap asumsi, norma perilaku dan tujuan, untuk
menggambarkan perspektif islam, ia tidak meminta maaf karena menerima kerangka dan
analisis neoklasik itu, khususnya jika berhubungan dengan ‘kenyataan yang ada. Yang
kedua adalah bahwa ekonomi islam itu merupakan suatu agen Islamisasi. Hal ini berarti
bahwa mendasarkan teori secara keseluruhan kepada observasi (yakni empirisme) saja
tidak dapat diterima. Hipotesis yang didasarkan pada pemahaman yang benar terhadap
sumber – sumber Islam yaitu Al-Quran dan Sunnah.
1. Biografi Muhammad Nejatullah Siddiqi

Muhammad Nejatullah Siddiqi dilahirkan di Gorakhpur, India, pada 1931. Ia


memperoleh pendidikan awalnya di Darsagh Jama’at – i –Islami, Ranpur, dan
pendidikan universitasnya di Muslim University, Aligarh. Ia mulai menulis tentang
islam dan ekonomi Islam pada waktu belum ada literatur tentang itu. Kontribusinya ke
jurnal-jurnal di pertengahan tahun lima puluhan kemudian diterbitkan dalam karya-
karya awalnya dalam ekonomi islam, yakni Some Aspects of the islamic economy
(1970) dan The economic enterprise in islam (1972).

Kombinasi antara pendidikan barat dan islam terlihat dalam karya-karya berikutnya.
Sekalipun mengakui berbagai pendekatan kepada ekonomi islam, ia telah memilih untuk
memakai suatu pendekatan yang mengunakan alat-alat analisis yang telah ada-
khususnya dari mazhab sintesis neoklasik-Keynesian-namun tetap konsisten dengan
nilai-nilai Islam, prinsip-prinsip hukum dan Fiqh.

Semua upaya kepeloporannya dalam ekonomi islam selama tahun-tahun lima puluhan
telah menempatkannya sebagai salah seorang otoritas di dalam ekonomi islam, mewakili
pemikiran ekonomi islam ‘mainstream’. Saat ini.

Karier akedemiknya bermula di Universitas Aligarh; disitulah ia akhirnya ditunjuk


sebagai Profesor dan kepala Departemen of Islamic Studies, dan kemudian sebagai
reader in Economics di universitas yang sama. Di akhir tahun tujuh puluhan. Ia
bergabung dengan King Abdul Aziz University di Jeddah dimana ia merupakan salah
satu pelopor yang mendirikan International Centre for Research in Islamic Economics.

Dalam karya-karya umum mengenai ekonomi islam dan demikian pula dalam karyanya
Survey on Muslim Economic Thought (1981), Siddiqi berkonsentrasi terutama sekali
pada uang, perbankan dan isu-isu finansial terkait selama lebih dari sepuluh tahun
terakhir. Ia telah menjadi pendukung utama profit – sharing dan equity participation
dengan menyarankan bahwa kedua mode operasional itu haruslah dapat menggantikan
transaksi-transaksi berdasar bunga yang ada. Ia telah menulis sejumlah buku tentang
ekonomi Islam, dan senantiasa menunjukkan pendekatan ‘ekonomi berdasarkan fiqh-
nya’. Pada 1982, Siddiqi dianugerahi King Faisal International Prize for Islamic Studies
karena sumbangannya di bidang ekonomi islam.

Asosiasinya dengan Research Centre dan lingkungan tempat ia bekerja selama stu
dasawarsa terakhir telah menjadikanny, karena seorang figur utama dalam pemikiran
ekonomi islam kontemporer. Disini, kita membicarakan pemikiran dan pedekatannya
kepada ilmu ekonomi secara umum, dengan membuang minat terbarunya tentang uang
dan perbankan.

2. Paradigma Al-Quran dan Asumsi Dasar

Bukan karena ekonomi barat, melainkan Al-Quran-lah yang telah memberikan


paradigma yang jelas bagi ekonomi islam. [2]

“Alam disediakan bagi manusia untuk memperoleh kehidupan, dan dijamin cukup untuk
seluruh manusia. Manusia harus mewujudkan hal ini melalui usaha – usaha yang untuk
itu telah ada jaminan kebebasan untuk memiliki dan berusaha. Namun, keadilan
haruslah dijamin, kalau perlu melalui hukum. Kerja sama dan kebjikan haruslah menjadi
norma dalam kehidupan ekonomi, bukan sikap mementingkan diri sendiri maupun
ketamakan. Dengan tetap berpegang kepada prinsip bahwa Allah Swt, adalah pemilik
secara nyata dan mutlak, harta benda serta kekayaan haruslah ditangani sebgai amanah
dan kegiatan ekonomi harus dilaksanakan dalam kerangka amanah tersebut. Kemiskinan
adalah kenyataan empiris, oleh karenanya sikaya haruslah menyerahka sebagian dari apa
yang mereka miliki kepada mereka yang tak berpunya. Perdagangan diperbolehkan,
tetapi riba(bunga) dilarang. Mubazir adalah tindakan berdosa dan berhemat serta
mencukup-cukupkn dirasa amat mendesak untuk dilakukan. Kekayaan duniawi haruslah
diperlakukan sebagai sarana untuk mencapai kehdupan normal yang baik, bukan hanya
untuk menuju kepada akhir kehidupan itu sendiri, melainkan menuju kebahagiaan abadi,
Morttonya adalah : manfaatkan sumber-sumber yang diberikan Allah Swt,. Termasuk
kemampuan anda sendiri, untuk hidup dan menolong orang lain dalam mencapai hidup
yang berkecukupan, yang kondusif bagi terbentuknya moral yang tinggi.”

Paradigma Al-Qurani di atas memberikan sebagian dari asumsi dasar bagi pendekatan
Siddiqi. Manusia ekonomi yang rasional (rational economic man) menurut ekonomi
neoklasik bukan hanya khayalan melainkan juga tak dikehendaki. Oleh karena itu, apa
yang disebut hukum perilaku manusia yang didasarkan pada rational economic man itu
jadi tidak bisa bersifat universal. Hukum seperi itu tergantung pada manusia yang
memakainya, tata nilai mereka dan waktu/ruamg. Yang paling cocok adalah manusia
Islam atau Islamic Man yang di antara sifatnya, merupakan individu yang altruistik
(mementingkan orang lain). Menurut Siddiqi (1988b:109), Islam memberikan tekanan
yang kuat pada perilaku menolong. Prinsip ini mengajarkan bahwa, bersama dengan
perjuangannya untuk dirinya sendiri, seorang muslim harus peduli kepada kesejahteraan
orang lain, dan dengan demikian meningkatkan kera sama dan kebajikan.

Kerja tidaklah harus pandang sebagai beban melainkan sebagai kewajiban dan ibadah.
Sebaliknya, meminta-minta harus dipandang sebagai perilaku yang memalukan, jika ia
bisa bekerja. Kepentingan sosial haruslh dijadikan pertimbangan jika seseorang
membuat keputusan invidual. Jadi misalnya, Siddiqi (1988a:109)[3] menginginkan agar
para produsen memberikan prioritas untuk memproduksi komoditas esensial, sekalipun
misalnya hal itu tidak akan memaksimalkan laba mereka. Hal itu dipandang sebagai
kewajiban sosial dan harus dilakukan oleh negara jika produsen individual tidak dapat
atau tidak mau melaksankannya. Disamping itu, kaum pedagang hendaklah berlaku
tulus, jujur dan penuh integritas, termotivasi oleh pahala di akhirat. Kekayaan tidaklah
seharusnya terkonsentrasi di tangan sedikit orang, dan sikaya mempunyai kewajiban
untuk memberi si miskin.

3. Ciri-ciri Sistem ekonomi Islam

Perubahan perilaku yang diantisipasi, perubahan tata nilai dan tujuan


yang diharapkan, kewajiban untuk mengimplementasikan perintah yang jelas dari al-
Quran dan Sunnah, demikian pula struktur sistem Islam, akan menciptakan suatu
kerangka instituional ekonomi islam yang unik dan berbeda. Itu semua diterangkan oleh
Siddiqi (1978:115;1984:4)[4] sebagai berikut.

1. Hak yang relatif dan Terbatas bagi Individu, Masyaraat, dan Negara

Dari semua hak yang di anugerahkan kepada manusia, Siddiqi menganggap bahwa “hak
untuk mendapatkan kebebasan menyembah Allah Swt. Sebagai hak primer manusia:.
Tak boleh ada yang meghalangi atau membatasi hak fundamental ini. Atas dasar inilah
Siddiqi mencoba menghungkan ekonomi islam. oleh karena oarang hanya dapat
mencapai sukses (falah) dengan memenuhi kebutuhan materialnya secara jujur dan bear
maka ia harus diberi kebebasan untuk memiliki, memanfaatkan dan mengukur mengatur
milik maupun barang dagannya. Namun, semua hak itu memancar dari keajiban manusia
srbagai kpercayaan dan khalifah Allah Swt. Dimuka bumi. Jadi, Siddiqi memandang
kepemilikan swasta atau pribadi sebagai suatu hak individual selama ia melaksanakn
kewajibannya serta tidak menyalahgunakan haknya itu.

1. Peranan Negara yang Positif dan Aktif

Siddiqi Konsisten dalam dungannya terhadap peran aktif dan positif negara didalam
sitem ekonomi, sekalipun ia menyetujui dan membela perlunya sistem pasar berfungsi
dengan baik, ia tidak memandangnya sebagai sesuatu yang keramat dan tak bisa
dilanggar. Jika pasar gagal mencapai keadilan, maka negara harus campur tangan. Ia
menyebut penyediaan kebutuhan dasar bagi semua orang serta penyediaan barang-
barang publik dan sosial ( yang di dalam fiqh dikategorikan sebagai fardlu kifayah)
sebagai contoh bagi campur tangan negara. Campur tangan negara itu disebutkan dan
bahkan diwajibkan oleh Al-Quran dan Sunnah. Walau islam mengenal dan mengakui
kepemilikan pribadi, kebebasan berusaha dan persaingan yang sehat, menyatakan bahwa
aturan islam bagi individu, lembaga serta hukum sosial Islam bahwa suatu negara
haruslah menyelenggarakan serta memberi legtimasi bagi campur tangan negara, yang
dimaksudkan untuk menegakkan suatu masyarakat yang di isi dengan semangat kerja
sama. Sekalipun ia menghendaki adanya peran aktif pemerintah, Siddiqi bersikukuh
menyatakan bahwa hal itu tidaklah dapat disamakan dengan sistem sosialis. Ada dua
alasan yaitu :pertama, kepemilikan pribadi di akui dan secara umum menjadi norma; dan
kedua, alasan serta tujuan campur tangan negara berdasar pada aturan agama.

1. Implementasi Zakat dan Penghapusan Riba

Siddiqi menyatakan bahwa tidak ada sistem ekonomi yang dapat disebut Islami jika dua
ciri utama ini tidak ad, karena keduanya disebutkan secara eksplisit di dalam Al-Quran
dan sunnah. Barangkali inilah sebabnya kedua hal tersebut mendapatkan perhatian
terbanyak dari para ahli ekonomi yang menulis mengenail ekonomi islam. sekalipun
aspek-aspek lain dalam sistem ekonomi memerlukan penjelasan panjang lebar, tak ada
kebutuhan untuk menerangkan keduanya, karena telah diketahui bahwa semua disiplin
pasti pertama kali mengembangkan komponennya Yang paling penting seperti yang juga
terjadi didalam ekonomi Islam. sudah barang tentu hal ini tidak mendukung kepuasan
diri.

Zakat bukanlah amal kemurahan hati, bukan pula pajak. Zakat itu mencakup hampir
semua jenis harta dan batas serta tarif pemnungutannya telah ditetapkan sepanjang
waktu. Namun, untuk menunjang penerimaan zakat, negara diperbolehkan memungut
pajak lain jika diperlukan. Kemudian Siddiqi tidak memiliki pandangan lain mengenai
bunga. Baginya, bunga adalah riba, dan oleh karenanya harus dilenyapkan. Ia usulkan
mudharabah yakni bagi laba (dan rugi) sebagai gantinya, dan ia melihat tak adalasan
mengapa tanpa bunga sitem perbankan tak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Siddiqi merupakan pengkritik yang paling setia terhadap bank-bank islam yang ada
menurutnya harus meningkatkan kegiatan mudharabah mereka daripada berkonsentrasi
pada praktik murabahah (atau mark-up) . menurut Siddiqi, semua praktik tersebut dapat
diterima secara legal maupun secara ekonomis tidak sama produktifnya (dilihat dar segi
penciptaan lapangan kerja), maupun dari semangat kegiatan ekonomi. Namun alasan
yang dipakai oleh bank-bank itu untuk berkonsentrasi kepada kedua praktik tersebut
adalah kelangsungan hidup ekonomis dan penyalahgunaan dana yang dipnjam, bank
didalam perekonomian islam harus melihat kembali pada fungsinya, yakni tidak hanya
sebgai lembaga perantara melainkan juga sebagai agen ekonomi, dan bagaimanapun
harus secara langsung terlibat dalam penciptaan kegiatan ekonomi.

1. Jaminan Kebutuhan Dasar bagi Semua

Siddiqi memandang jaminan akan terpenuhinya kebutuhan dasar bagi semua orang
sebagai salah satu ciri utama sistem ekonomi islam. memang diharapkan orang dapat
memenuhi kebutuhan melalui usaha mereka sendiri. Namun, ada saja di antara mereka
yang untuk sementara tidak dapat bekerja dan oleh karenanya harus dijamin
kebutuhannya. Hal ini jelas sekali dinyatakan oleh Al-Quran dan sunnah. Siddiqi
(1986:249-60)[5]:

“Prinsip bahwa kebutuhan dasar setiap orang harus dipenuhi sepenuhnya dilandasi oleh
syariah. Individu itu sendiri, sanak dekatnya, para tetangga dan masyarakat semuanya
harus mengetahui dan memikul tanggung jawab masing-masing. Namun, tanggung
jawab terakhir untuk mengimplementasikan prinsip ini terletak pada negara Islam. ini
adalah bagian dari visi Islam.”

Demikian kita lihat bahwa negara memiliki tanggung jawab untuk menjamin
trepenuhinya kebutuhan dasar bagi semua orang.

4. Distribusi

Distribusi sebagai konsekuensi konsumsi (permintaan) dan produksi


(penawaran). Baginya hal itu mengekalkan gagasan palsu tentang kekuasaan
konvensional, menciptakan khayalan bahwa masyarakt melakukan permintaan terhadap
apa yang mereka ingin konsumsi, kaum produsen memproduksi karena menuruti
kontribusi yang diberikan kepada proses produksi (distribusi fungsional). Tetapi
permintaan, menurut Siddiqi , dibatasi atau ditentukan oleh distribusi awal pendapatan
dan kekayaan. Oleh karena itu, distribusi, semua determinan dan ketimpangannya,
haruslah dipelajari dan dikoreks dari sumbernya, bukan hanya sekedar mengatakan saja
seperti yang terjadi dalam ekonomi konvensional (neoklasik). Dalam kenyataannya
siddiqi menganggap bahwa pendapatan dan kekayaan awal yang tak seimbang dan tak
adil sebagai salah satu situasi yang menjadi jalan bagi berlakunya campur tangan negara,
disamping pemenuhan kebutuhan dan mempertahankan praktik-praktik pasar yang jujur.

Kekayaan dapat di usahakan maupun diwarisi namun dipandang sebagai suatu amanah
dari dari Allah Swt, sang pemilik mutlak. Siddiqi tegas sekali menggariskan bahwa oleh
karena tidak ada pernyataan eksplisit didalam Al-Quran dan sunnah yang melarang
kepemilikan kekayaan oleh swasta, maka dibolehkan. Hanya saja, hak memiliki
kekayaan itu terbatas sifatnya. Hak itu terbatas dalam pengertian bahwa masing-masing
individu, negara dan masyarakat memiliki klaim untuk memiliki yang dibatasi oleh
tempat dan hubungannya di dalam sistem sosio –ekonomi Islam. hak memiliki kekayaan
ini, menurut Siddiqi tidak boleh menimbulkan konflik karena semua lapisan masyarakat
akan bekerja demi tujuan bersama yakni menggunakan semua sumber daya yang
diberikan oleh Allah Swt. Bagi kebaikan semua orang. Jika terjadi konflik kepentingan,
maka kepentingan masyarakat atau kepentingan umum harus didahulukan mengingat
komitmen Islam terhadap kepentingan umum (maslahah ‘aammah).

Oleh karena itu, sekalipun kepemilikan swasta itu merupakan hal mendasar didalam
aturan islam, siddiqi memandang tujuan memiliki kekayaan sebagai penciptaan keadilan
dan penghindaran ketidakadilan dan penindasan itu sebagai persoalan yang lebih
mendasar didalam masalah hak kepemilikan. Menurut Siddiqi Islam menolak pandangan
sosialisme bahwa kepemilikan sosial atas semua sarana produksi itu merupakan kondisi
harus menghapuskan eksploitasi. Yang jelas, didalam Islam sumber daya alam itu seerti
sungai, gunung, laut, jembatan, jalan raya, adalah milik umum dan tidak dapat dimiliki
oleh swasta.

Kepemilikan individual terbatas dalam pengertian bahwa hak itu ada jika kewajiban-
kewajiban sosial sudah ditunaikan. Dalam pengertian itu, kekayaan swasta dipandang
sebagai suatu hal yang mengandung maksud tertentu yakni untuk memberi kebutuhan
materiil kepada manusia, pada waktu yang sama, bekerja bagi kebaikan
masyarakat.penggunaan kekayaan swasta haruslah benar bersamaan dengan norma –
norma kerja sama, persaudaraan, simpati, dan pengorbanan diri. Setiap pelanggaran
terhadap semua persyaratan tersebut seperti penimbunan, eksploitasi dan
penyalahgunaan akan menyebabkan hilangnya hak memiliki. Negara dan masyarakat
adalah penjaga kepentingan sosial dalam hal ini.

5. Produksi

Pendekatan Siddiqi pada produksi tenggelam dalam paradigma


neoklasik. Perubahannya adalah bahwa, didalam sistem ekonomi islam, kta berhubungan
dengan apa yang disebut Islamic man. Perubahan mendasar ini dikatakan akan
mentransformasikan tujuan produksi dan norma perilaku para produsen. Baginya
maksimisasi laba bukanlah satu-satunya motif dan bukan pula motif utama produksi.
Menurut siddiqi adalah keberagaman tujuan yang mencakup maksimisasi laba dengan
memerhatikan kepentingan masyarakat (maslahah aammah), produksi kebutuhan dasar
masyarakat, penciptaan employment serta pemberlakuan harga rendah untuk barang-
barang esensial. Tujuan utama perusahaan yakni pemuhan kebutuhan seseorang secara
sedrhana, mencukupi tanggungan keluarga, persediaan untuk menghadapi kemungkinan-
kemungkinan masa depan, ersediaan untuk keturunan dan pelayan sosial, serta
sumbangan dijalan Allah Swt. Dengan kata lain, produsen sebgaimana konsumen,
diharapkan memiliki sikap mementingkan kepentingan orang lain. Bukannya hanya
mengejar laba maksimum, produsen memproduksi sejumlah tertentu yang masih
menghasilkan laba, yang batas bawahnya adalah cukup untuk bertahan hidup, atau laba
yang memuaskan (satisfactory).

Jadi jika maksimisasi laba tak lagi merupakan motif satu-satunya maupun utama, konsep
rasionalitas pun lalu memeiliki arti yang berbeda. Kerja sama (sebagai lawan dari
persaingan samapai mati) dengan produsen lain dengan tujuan mencapai tujuan-tujuan
sosial akan menjadi norma, sehingga mengharuskan adanya akses yang lebih besar
kepada informasi dalam sistem ekonomi islam.

Barang haram tidak diproduksi , barang mewah akan minimal, dan barang perlu akan
ditingkatkan produksinya, sementara praktik perdagangan yang jujur akan didorong oleh
pahala surga yang dijanjikan kepada pedagang yang jujur didalam Al-Quran. Sekalipun
setiap produsen individual di asumsikan telah memiliki sifat yang di inginkan, mengikuti
panduan keadilan dan kebajikan, negara masih diharapkan untuk menjamin penyediaan
keperluan dasar dan mengawasi berlakunya kejujuran dipasar.disamping perubahan
norma perilaku dan t

Tujuan yang hendak dikejar, siddiqi tetap menyatakan bahwa dengan kekuatannya
sendiri, pasar tidak dapat menjamin distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan
diperluka campur tangan negara.

KESIMPULAN

Kesemuanya menyebutkan secara langsung maupun tidak langsung filosofis Tauhid,


Khilafah, Ibadah dan takaful. Semuanya setuju bahwa Al-Quran dan sunnah menjadi
sumber nilai islam dan norma kegiatan ekonomi. Mereka juga setuju, bahwa masalah-
masalah ekonomi kontemporer membutuhkan pemecehan baru melalui ijtihad
(pernyataan intelektual independen) sekalipun pasti akan terjadi perbedaann pendapat
mengenai siapa yang memenuhi syarat untuk ijtihad itu.

Siddiqi terlihat berada ditengah-tengah, pandangannya lebih menekankan kebutuhan


akan adanya persatuan antara fiqh dan ilmu ekonomi, hal ini saya setuju dengan
pandangan Siddiqi, karena dalam kerangka tersebut dibangun berdasar Al-Quran,
Sunnah, dan pandangan tauhid. Kepemilikan dipandang sebagai sebuah konsep relatif
yang memberikan sejumlah hak kepada pemiliknya. Misalnya kepemilikan swasta
mengandung hak untuk mengatur, sementara hak usufurct (hak untuk menikmati milik
orang lain, asal tidak merusaknya). Pandangan Siddiqi yaitu kepemilikan swasta tidak
secara eksplisit dilarang oleh Al-Quran, maka boleh.

Kemudian dalam konsep khilafah dan implikasi dalam kepemilikan Siddiqi juga
berpendapat manusia yakni individu berhak memiliki kekayaan swasta berikut
pertanggungjawabannya untuk menunaikan kewajiban kepada pihak lain, dan akhirnya
kepada Allah Swt. Serta ide “kepemilikan kekayaan oleh swasta yang bertanggung
jawab dengan pengaturan pemerintah”. penulis sejalan dengan pandangan Siddiqi yang
juga berpendapat tidak mempunyai masalah dengan dibolehkannya pewarisan kekayaan
swasta. Siddiqi menyebutkan dengan singkat beberapa bentuk kepemilikan yang ada
dalam suatu sistem ekonomi islam dan mengusulkan pendistribusian kepemilikan serta
pengontrolan aset kepada kaum miskin.

Pandangan Siddiqi mengenai kepemilikan menilai kepentingan pendapatan yang terlalu


besar sebagai masalah utama suatu perekonomian. Negara harus menyediakan
kebutuhan dasar bagi semua orang, serta kaum kaya diharuskan membayarkan zakat dan
pajak lainnya untuk membant mengentaskan kaum fakir dan miskin dari keadaan
mereka. Tetapi jika kewajiban tersebut telah ditunaikan, Siddiqi berpendapat
menyerahkan urusan kepada si individu yakni Islamic man untuk memberikan sedekah
jika mau, Siddiqi juga menyebutkan beberapa cara untuk mentransfer aset, misalnya
saham, kepada kaum miskin, sebagai usaha untuk mengurangi ketimpangan pendapatan.
Dasar pandangan Siddiqi bahwa kaum kaya diizinkan untuk memiliki pendapatan dan
kekayaan mereka asal mereka tunaikan kewajiban mereka, sekalipun kaum fakir dan
miskin tetap ada.
Siddiqi memandang pemenuhan kebutuhan ekonomi sebagai suatu sarana untuk
mencapai kebutuhan hidup yang lebih besar. Tujuan yang lebih besar ini yakni mencapai
ridha Allah SWT dan mencapai sukses (falah) di duia dan akhirat hanya dapat terwujud
jika kegiatan ekonomi ditentukan oleh moralitas dan spiritualitas dan bahwa keuntungan
ekonomi bukanlah merupakan biaya untuk mewujudkan nilai-nilai moral dan spiritual.
Horison waktu yang diperluas ini memiliki pengaruh yang amat luas terhadap perilaku
ekonomi dan pengambilan keputusan.

DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada), 2010.

Haneef A. Mohamed, Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer (Analisis Komparatif


Terpilih).Terj : Suherman Rosyidi, (Jakarta : Rajawali Pers), 2010.

Sumar’in, Ekonomi Islam (Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro Perspektif Islam),


(Yogyakarta : Graha Ilmu), 2013

[1] Sumar’in, Ekonomi Islam (Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro Perspektif Islam),
(Yogyakarta : Graha Ilmu), 2013
[2] Haneef A. Mohamed, Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer (Analisis Komparatif
Terpilih).Terj : Suherman Rosyidi, (Jakarta : Rajawali Pers), 2010

[3] Ibid, h.43

[4] Ibid, h.45

[5] Ibid, h.49


Advertisements

Categories: ekonomi islam

Leave a Comment

elpinadelaz07

Blog at WordPress.com.
Back to top
Advertisements

Anda mungkin juga menyukai

  • Dasar Dasar Manajemen
    Dasar Dasar Manajemen
    Dokumen33 halaman
    Dasar Dasar Manajemen
    co_mozilla2501
    Belum ada peringkat
  • Dokumen Damar
    Dokumen Damar
    Dokumen8 halaman
    Dokumen Damar
    ubaivisca
    Belum ada peringkat
  • Pak Muhi 2
    Pak Muhi 2
    Dokumen23 halaman
    Pak Muhi 2
    ubaivisca
    Belum ada peringkat
  • ID Pengaruh Kualitas Layanan Dan Kualitas P
    ID Pengaruh Kualitas Layanan Dan Kualitas P
    Dokumen9 halaman
    ID Pengaruh Kualitas Layanan Dan Kualitas P
    ubaivisca
    Belum ada peringkat
  • Pak B
    Pak B
    Dokumen19 halaman
    Pak B
    ubaivisca
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    ubaivisca
    Belum ada peringkat
  • Bab 4 DR Ubai
    Bab 4 DR Ubai
    Dokumen31 halaman
    Bab 4 DR Ubai
    ubaivisca
    Belum ada peringkat
  • Dokumen Da
    Dokumen Da
    Dokumen8 halaman
    Dokumen Da
    ubaivisca
    Belum ada peringkat
  • Cover S
    Cover S
    Dokumen1 halaman
    Cover S
    ubaivisca
    Belum ada peringkat
  • 2
    2
    Dokumen4 halaman
    2
    ubaivisca
    Belum ada peringkat
  • BAiikk
    BAiikk
    Dokumen25 halaman
    BAiikk
    ubaivisca
    Belum ada peringkat
  • Daftar ISI Ubaedah
    Daftar ISI Ubaedah
    Dokumen2 halaman
    Daftar ISI Ubaedah
    ubaivisca
    Belum ada peringkat
  • SIMAU
    SIMAU
    Dokumen3 halaman
    SIMAU
    ubaivisca
    Belum ada peringkat
  • Daftar ISI Gilang
    Daftar ISI Gilang
    Dokumen2 halaman
    Daftar ISI Gilang
    ubaivisca
    Belum ada peringkat
  • BA
    BA
    Dokumen9 halaman
    BA
    ubaivisca
    Belum ada peringkat
  • Pengantar Manajemenn
    Pengantar Manajemenn
    Dokumen89 halaman
    Pengantar Manajemenn
    Ahmad Sirojuddin
    Belum ada peringkat
  • Coverhu
    Coverhu
    Dokumen1 halaman
    Coverhu
    ubaivisca
    Belum ada peringkat
  • Chainage
    Chainage
    Dokumen10 halaman
    Chainage
    ubaivisca
    Belum ada peringkat
  • Bab 5
    Bab 5
    Dokumen18 halaman
    Bab 5
    DamarPenggalih
    Belum ada peringkat
  • 2 Prakata
    2 Prakata
    Dokumen2 halaman
    2 Prakata
    DamarPenggalih
    Belum ada peringkat
  • Bab I-Bab Iii
    Bab I-Bab Iii
    Dokumen36 halaman
    Bab I-Bab Iii
    ubaivisca
    Belum ada peringkat
  • Salsa
    Salsa
    Dokumen2 halaman
    Salsa
    DamarPenggalih
    Belum ada peringkat
  • Cover Nama Ida
    Cover Nama Ida
    Dokumen4 halaman
    Cover Nama Ida
    DamarPenggalih
    Belum ada peringkat
  • Konsep Kewirausahaan
    Konsep Kewirausahaan
    Dokumen34 halaman
    Konsep Kewirausahaan
    Rafi Rahman AL Kautsar
    Belum ada peringkat
  • Cover Nama Ida
    Cover Nama Ida
    Dokumen4 halaman
    Cover Nama Ida
    DamarPenggalih
    Belum ada peringkat
  • Cover Nama Ida
    Cover Nama Ida
    Dokumen4 halaman
    Cover Nama Ida
    DamarPenggalih
    Belum ada peringkat
  • ENDANG
    ENDANG
    Dokumen3 halaman
    ENDANG
    ubaivisca
    Belum ada peringkat
  • Cover Ida
    Cover Ida
    Dokumen4 halaman
    Cover Ida
    ubaivisca
    100% (1)
  • Bab 1 1
    Bab 1 1
    Dokumen15 halaman
    Bab 1 1
    DamarPenggalih
    Belum ada peringkat