Anda di halaman 1dari 124

LAPORAN TUGAS PERANCANGAN INSTALASI

PEGOLAHAN LIMBAH CAIR


IL4102- Perancangan Instalasi Pengolahan Limbah Cair

Disusun oleh:
Sofia Nur Fauziyah 15714002
Virgia Rinanda 15714006
Dicky Maulana Nuryana 15714007
Azzahra Safira Suryanto 15714011
Kania Salmaa 15714016
Aulia Ulfatunnisa 15714020
Marchella Christcelia Gultom 15714024

PROGRAM STUDI REKAYASA INFRASTRUKTUR LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 2

DAFTAR TABEL ............................................................................................................... 3

BAB I .................................................................................................................................. 4

PENDAHULUAN ............................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 5

1.3 Tujuan ................................................................................................................... 5

1.4 Ruang Lingkup ..................................................................................................... 6

1.5 Kerangka Berpikir ................................................................................................ 7

1.6 Manfaat ................................................................................................................. 7

1.7 Sistematika Penulisan ........................................................................................... 8

BAB II ................................................................................................................................. 9

DASAR PERENCANAAN ................................................................................................ 9

2.1 Kualitas Badan Air ............................................................................................... 9

2.2 Kualitas Air Buangan ......................................................................................... 12

2.3 Baku Mutu Air .................................................................................................... 13

2.3.1 Analisis Konsentrasi Badan Air (Stream Standard) ................................... 15

2.3.2 Analisis Konsentrasi Air Buangan (Effluent Standard) .............................. 16

2.3.3 Penentuan Parameter ................................................................................... 17

2.4 Beban serta Efisiensi Pengolahan ....................................................................... 18


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Awal Kualitas Badan Air.............................................................................. 9


Tabel 2. Kualitas Badan Air Penerima .............................................................................. 11
Tabel 3. Kualitas Air Buangan .......................................................................................... 12
Tabel 4. Perhitungan Konsentrasi Badan Air Tercemar ................................................... 13
Tabel 5 Tabel Konsentrasi Stream .................................................................................... 15
Tabel 6 Tabel Kelas-Kelas Air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 ................................ 16
Tabel 7. Parameter Berdasarkan LHK 68 TAHUN 2016 ................................................. 16
Tabel 8. Kondisi Eksisting Konsentrasi Effluen ............... Error! Bookmark not defined.
Tabel 9. Konsentrasi Effluent yang diolah Instalasi Pengolahan Limbah CairError! Bookmark not d
Tabel 10. Perhitungan Beban Pengolahan dan Efisiensi ................................................... 18
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalahpencemaranlingkungankhususnyamasalahpencemaranairdikotabesa
rdiIndonesia,telahmenunjukangejalayangcukupserius,penyebabdaripencemarantid
akhanyaberasaldaribuanganindustripabrik-
pabrikdanfasilitaspelayanankesehatanyangmembuangairlimbahnyatanpapengolah
anterlebihdahulukesungaiataukelaut,tetapijugayangtidakkalahmemegangandilbaik
secarasengajaatautidakmerupakanmasyarakatitusendiri,yakniakibatairbuanganrum
ahtanggayangjumlahnyamakinharimakinbesarsesuaidenganperkembanganpendud
ukmaupunperkembangansuatu kota(AsmadidanSuharno,2012).
Limbah cair domestik merupakan limbah yang paling dominan mencemari
lingkungan selain limbah industri. Limbah domestik ini biasanya dihasilkan dari
kegiatan yang dilakukan sehari-hari seperti mandi, mencuci dan memasak.
Dalam limbah cair terdapat bahan kimia sukar untuk dihilangkan dan berbahaya.
Limbah cair biasanya langsung dibuang ke tanah maupun ke sungai. Kandungan
yang terdapat dalam limbah cair ini merupakan suspensi padat dari senyawa
organik.
Kehadiran zat-zat organik dalam limbah cair ini dapat menimbulkan
perubahan rasa, warna dan bau yang tidak sedap. Apabila terdapat dalam
konsentrasi yang tinggi polutan yang terdapat dalam limbah cair merupakan
ancaman yang cukup serius terhadap kelestarian lingkungan, karena di samping
adanya polutan yang beracun terhadap biota perairan, polutan juga mempunyai
dampak terhadap sifat fisika, kimia, dan biologis lingkungan perairan yang
tercemar (Sastrawijaya, 2000).
Salah satu parameter yang diukur dalam penentuan kualitas hasil
pengolahan limbah cai rmerupakan kada rphosphate dalam effluent Phosphate
dalam air limbah dapat erupa phosphate organik,orthophosphatano
rganikatausebagaiphosphatekompleks/polyphosphate.Phosphateorganikterdapatd
alamairbuanganpendudukdansisamakanan.Phosphateorganikjugadapatberasaldari
bakteriatautumbuhanpenyerapphosphate.Orthophosphateberasaldaribahanpupuk.
Phosphatekompleksmewakilikuranglebihseparuhdariphosphatelimbahperkotaand
anberasaldaripenggunaandeterjensintetis. Dengan alasan tersebut maka perlu
adanya upaya pengolahan limbah cair agar dapat dimanfaatkan dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan diatas, dapat dibuat suatu
perumusan masalah yaitu:
1. Bagaimana kualitas badan air sebelum dicemari air buangan?
2. Bagaimana kualitas badan air yang dicemari air buangan?
3. Pengelolaan mutu air seperti apa yang akan dilakukan?
4. Berapa beban pengolahan serta efisiensi pengolahan yang harus dicapai?
5. Unit-unit pengolahan air limbah apa saja yang akan digunakan?
6. Berapa dimensi unit pengolahan air limbah yang diperlukan sesuai
dengan kriteria desain?
7. Bagaimana desain teknologi pengolahan air limbah yang akan
digunakan?

1.3 Tujuan
Penulis melakukan pembuatan laporan tugas dengan tujuan untuk:
1. Melakukan perhitungan kualitas badan air sebelum dan sesudah tercemar
air buangan
2. Memahami dan menentukan tahapan dalam perencanaan suatu sistem
pengolahan air limbah domestik.
3. Melakukan perhitungan rinci untuk beban pengolahan dan efisiensi yang
harus dicapai pada unit pengolahan air limbah yang akan didesain.
4. Melakukan perhitungan rinci untuk setiap unit pengolahan sistem air
limbah domestik yang telah direncanakan, serta menuangkannya dalam
bentuk gambar teknik yang baik dan benar.
5. Menganalisis dan melakukan evaluasi permasalahan yang dapat timbul
pada suatu sistem pengolahan air limbah domestik.
1.4 Ruang Lingkup
Subjek penelitian dalam tugas ini adalah air limbah domestik yang akan
diolah dan dilakukan perencanaan untuk pembuatan instalasi pengolahan air
limbah, dimana air limbah dengan pengelolaan tertentu harus menghasilkan
standar effluent sesuai dengan baku mutu lingkungan berdasarkan Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kementrian Kesehatan.
Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini antara lain :
a. Analisis karakteristik air limbah domestik dan justifikasi karakter air
limbah berdasarkan Peraturan Mentri LIngkungan Hidup dan Kehutanan
RI. Nomor P68/Menlhk/Kum1/8/2016.
b. Penentuan pembuatan instalasi dan penetapan lokasi pembangunan
Instalasi pengelolaan air limbah berdasarkan justifikasi karakter air
limbah, dan perencanaan anggaran biaya pembuatan instalasi pengolahan
air limbah (IPAL).
c. Penentuan debit rencana inlet dan otlet air limbah serta perencanaan
dimensi alat-alat pengolahan air limbah serta menentukan modifikasi
IPAl yang sesuai dengan kriteria desain.
Menganalisa dan menentukan hasil modifikasi dari unit-unit pengolahan air
limbah serta menganalisa effluent hasil dari proses Instalasi Pengolahan Air
Limbah yang akan dibangun berdasarkan standar desain yang sudah ditentukan
dan dilakukan perhitungan.
1.5 Kerangka Berpikir

Gambar 1.1. Kerangka Berpikir

1.6 Manfaat
Manfaat dari pembutan laporan tugas ini bagi penulis yaitu:
1. Mampu menentukan tahapan dalam perencanaan suatu sistem
pengolahan air limbah domestik.
2. Mampu melakukan perhitungan rinci untuk setiap unit pengolahan dan
menuangkannya dalam bentuk gambar teknik yang baik dan benar.
3. Mampu menganalisis dan mengevaluasi permasalahan yang timbul pada
suatu sistem pengolahan air limbah domestik.
1.7 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan pada laporan ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, ruang lingkup,
kerangka berpikir, dan manfaat perencanaan.
BAB II DASAR PERENCANAAN
Membahas tentang data kualitas badan air dan air buangan, baku mutu air
berdasarkan peraturan yang berlaku dan penentuan standar baku mutu yang
dipakai, serta perhitungan dan analisis beban dan efisiensi pengolahan air
buangan.
BAB III INVENTARISASI
Membahas data-data hasil studi literatur terkait opsi-opsi teknologi yang
digunakan dalam perancangan instalasi pengolahan limbah cair.
BAB IV PEMILIHAN ALTERNATIF
Berisikan pertimbangan dalam mementukan teknologi yang diigunakan
dalam membuat alternatif pengolahan limbah cair.
BAB V METODE PERHITUNGAN
Berisikan rumus-rumus serta perhitungan yang dilakukan untuk menentukan
desain unit pengolahan limbah yang akan digunakan.
BAB VIANALISIS DAN PEMBAHASAN
Membahas analisis serta pembahasan mengenai pemilihan alternatif
pengolahan yang terbaik, sesuai dengan justifikasi yang digunakan serta
pembahasan terhadap desain pengolahan air limbah yang digunakan.
BAB VIIPENUTUP
Berisikan kesimpulan serta saran terhadap perancangan pengolahan air
limbah yang diajukan.
DAFTAR PUSTAKA
Berisikan sumber-sumber pustaka yang digunakan selama penyusunan
laporan.
BAB II

DASAR PERENCANAAN

2.1 Kualitas Badan Air


Data awal mengenai kualitas badan air, salah satunya diperlukan untuk
menghitung berapa beban air buangan yang telah diolah yang dapat diterima oleh
badan air tersebut. Berikut data awal mengenai kualitas badan air yang didapat.

Tabel 2.1. Data Awal Kualitas Badan Air

No Paramter Satuan Kualitas


FISIKA
1 Temperatur Celcius 27.7
2 Residu terlarut mg/l 143.67
3 Zat tersuspensi mg/l 15
4 Kekeruhan NTU NTU -
6 Kecerahan Cm 135
KIMIA
1 pH - 7.6
2 CO2bebas mg/l 13.2
3 HCO3 mg/l 129.3
4 Kesadahan(CaCO3) mg/l 53.4
5 Sulfida(H2S) mg/l -
6 Ammonia(NH3) mg/l 0.01
7 Nitrit(NO2-N) mg/l 0.04
8 Nitrat(NO3-N) mg/l 1.15
9 Fosfat(PO4) mg/l 0.22
11 Oksigen Terlarut mg/l 2.9
No Paramter Satuan Kualitas
12 COD mg/l 15.42
13 BOD mg/l 10.87
16 Besi (Fe) mg/l 0.14
17 Air Raksa (Hg) 0.54
18 Nikel (Ni) mg/l 0.03
19 Tembaga (Cu) mg/l 0.01
20 Seng (Zn) mg/l 0.02
22 Kadmium (Cd) mg/l
23 Timbal (Pb) mg/l 0.0087
28 Mangan (Mn) mg/l 0.076
29 Natrium (Na) mg/l 34.33
BIOLOGI
1 MPN E.coli JPT/100 240
2 MPN Coliform JPT/100 460

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 82 Tahun 2001


mengenai Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian, klasifikasi mutu air
diterapkan menjadi empat kelas yaitu:

1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;

2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk


prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk


pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut;

4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi


pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.

Untuk mengetahui mutu dari badan air, maka nilai kualitas badan air
dibandingkan dengan standar pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No
82 Tahun 2001. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.2. Kualitas Badan Air Penerima


Kualitas Kelas
Eksisting I II III IV
Badan Air
No Paramter Satuan Penerima
Fisika
1 Temperatur ᵒC 27.7
2 Residu terlarut mg/l 143.67 1000 1000 1000 2000
3 Zat tersuspensi mg/l 15 50 50 400 400
4 Kekeruhan NTU NTU -
6 Kecerahan Cm 135
Kimia
1 pH - 7.6 6-9 6-9 6-9 5-9
2 CO2bebas mg/l 13.2
3 HCO3 mg/l 129.3
4 Kesadahan(CaCO3) mg/l 53.4
5 Sulfida(H2S) mg/l -
6 Ammonia(NH3) mg/l 0.01 0,5 - - -
7 Nitrit(NO2-N) mg/l 0.04
8 Nitrat(NO3-N) mg/l 1.15 10 10 20 20
9 Fosfat(PO4) mg/l 0.22 0,2 0,2 1 5
11 Oksigen Terlarut mg/l 2.9 6 4 3 0
12 COD mg/l 15.42 10 25 50 100
13 BOD mg/l 10.87 2 3 6 12
16 Besi (Fe) mg/l 0.14 0,3 - - -
17 Air Raksa (Hg) 0.54 0,001 0,002 0,002 0,005
18 Nikel (Ni) mg/l 0.03
19 Tembaga (Cu) mg/l 0.01 0,02 0,02 0,02 0,2
20 Seng (Zn) mg/l 0.02 0,05 0,05 0,05 2
Kualitas Kelas
Eksisting I II III IV
Badan Air
No Paramter Satuan Penerima
22 Kadmium (Cd) mg/l 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
23 Timbal (Pb) mg/l 0.0087 0,03 0,03 0,03 1
28 Mangan (Mn) mg/l 0.076 1 - - -
29 Natrium (Na) mg/l 34.33
Biologi
1 MPN E.coli JPT/100 240 100 1000 2000 2000
2 MPN Coliform JPT/100 460 1000 5000 10.000 10.000

Hasil perbandingan menunjukan bahwa sebagian besar parameter standar


menunjukan bahwa badan air penerima tergolong sebagai kelas satu yang artinya
dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan laun yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Namun pada
salah satu parameter yaitu parameter BOD, kualitas eksisting badan air penerima
sebelum tercemar bahkan kualitasnya sudah lebih buruk dari kelas IV, sehingga
tidak dapat digolongkan ke dalam kelas manapun. Hal ini dapat diartikan bahwa
kualitas air badan air penerima tidak baik digunakan untuk keperluan apapun
karena beresiko bagi kesehatan.

2.2 Kualitas Air Buangan


Dalam merencanakan unit pengolahan air buangan, dibutuhkan data awal
kualitas air buangan yang akan diolah. Data-data tersebut diantaranya adalah
mengenai BOD, COD, TSS, Amoniak, Total Nitrogen, lemak dan minyak, juga
faecal coli. Untuk unit pengolahan air buangan yang akan direncanakan ini,
berikut kualitas dan debit air buangannya.

Tabel 2.3. Kualitas Air Buangan

Parameter Satuan Konsentrasi Air Limbah

BOD mg/L 498


COD mg/L 740
TSS mg/L 397
Amoniak mg/L 65
Total Nitrogen mg/L 681
Oil and Grease mg/L 63
Feacal Coli (x107) 3

2.3 Baku Mutu Air


Sebelumnya, perlu diketahui konsentrasi badan air yang tercemar agar dapat
ditetapkan hasil keluaran dari pengolahan air limbah yang telah diolah. Berikut
hasil perhitungannya.
Tabel 2.4. Perhitungan Konsentrasi Badan Air Tercemar
Stream
Konsentr Debit Konsentr
Konsentrasi Debit Effluent Standard
asi Sungai asi
Parameter Cstr(mg/L) AirLimbah Standard CstrSTD
Effluent Qstr stream
Qeff (m3/s) CeffSTD (mg/L)
Ceff(mg/ (m3/s) Cmix(mg/
(mg/L)
L) L)
BOD 10.87 30 498 6 75.73
COD 15.42 100 740 50 111.90
TSS 15 30 397 400 65.86
Amoniak 3.84 250
0.01 10 65 (-) 8.66
Total 1.19 - 681 20.06 91.71
Nitrogen
Oil and 0 5 63 1000 8.39
Grease
Feacal
700 3000 30000000 2000 3995058.95
Coli
(Sumber: Hasil Perhitungan)

Nilai konsenstrasi stream diatas didapat dengan contoh perhitungan dibawah


ini:
1. KonsentrasiCstr

Didapat sebagai data awal yang telah ditentukan di modul.


2. Debit Air Limbah(Qeff)
Didapat sebagai data awal yang ditentukan di modul yaitu debit total
dalam per sekon dan setiap harinya.
3. Effluent Standard(CeffSTD)

Didapatkan dari Permen KLHK No 68 tahun 2016.

4. Konsentrasi Effluent(Ceff)

Didapat sebagai data awal yang telah ditentukan di modul.


5. Debit Sungai(Qstr)

Diambil debit sungai yang digunakan adalah 250 m3/s

6. Stream Standard(CstrSTD)

Dari PP No. 82 Tahun 2001, diambil kelas 3 sebagai sungai yang


sesuai. Data ditampilkan pada Tabel diatas
7. Konsentrasi Stream (Cmix)

Diambil contoh pada parameter BOD

𝑄𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙= 𝑄eff+ 𝑄str


𝑄𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙= 3.84 + 250 = 253.84 𝑚3/𝑠
(𝐶𝑠𝑡𝑟 × 𝑄𝑠𝑡𝑟 ) + (𝐶𝑒𝑓𝑓 × 𝑄𝑒𝑓𝑓 )
𝐶𝑚𝑖𝑥 =
(𝑄𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙)
(10.87 × 250) + (498 × 3.84)
𝐶𝑚𝑖𝑥 =
(253,84)
𝐶𝑚𝑖𝑥 = 18,24 𝑚𝑔/𝐿

Untuk melindungi kondisi lingkungan, maka pengelolaan terhadap baku


mutu air haruslah dilakukan secara tegas. Mahbub (1982) menyatakan bahwa
dalam pengelolaan mutu air bagi sumber air dikenal dua macam baku mutu air
yaitu sebagai berikut.
1. Stream standard, adalah persyaratan mutu air bagi sumber air seperti
sungai, danau, air tanah yang disusun dengan mempertimbangkan
pemanfaatan sumber air tersebut, kemampuan mengencerkan serta faktor
ekonomis.
2. Effluent standard, adalah persyaratan mutu air limbah yang dialirkan ke
sumber air, sawah, tanah, dan lokasi-lokasi lainnya dengan
mempertimbangkan pemanfaatan sumber air yang bersangkutan dan
faktor ekonomis pengolahan air buangan (untuk daerah industri).
Maka untuk menentukan beban pengolahan serta teknologi pengolahan air
limbah yang tepat guna untuk diaplikasikan, perlu lebih dahulu ditentukan baku
mutu mana yang akan digunakan.

2.3.1 Analisis Konsentrasi Badan Air (Stream Standard)


Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan untuk menentukan
konsentrasi stream, maka diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 2.5. Tabel Konsentrasi Stream
KONSENTRASI STREAM
PARAMETER STREAM
(MG/L)
BOD 75,73
COD 111,90
TSS 65,86
AMONIAK 8,66
TOTAL NITROGEN 91,71
OIL N GREASE 8,39
FAECAL COLI 3995058,95

Kembali mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001,


tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, maka
berdasarkan parameter untuk tiap kelas air, kondisi stream dikategorikan sebagai
air kelas IV akibat salah satu parameter yaitu BOD hanya memenuhi kelas
tersebut, sedangkan parameter lainnya memenuhi kelas yang lebih rendah. Air
kelas IV yang dimaksud ini, menurut Pasal 8 PP No. 82 Tahun 2001, merupakan
air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut. Setelah stream tercampur dengan effluen, maka konsentrasi dari delapan
parameter yang dicantumkan pada Tabel Konsentrasi Stream, meningkat pesat
hingga tidak dapat lagi diklasifikasikan sebagai air yang dapat digunakan oleh
masyarakat karena sudah melampaui batas maksimum air kelas I, II, III, maupun
IV. Kondisi air pada stream ini sangat tidak disarankan untuk dipergunakan
walaupun sebagai air kelas IV, karena dapat dilihat angka faecal Coli yang masih
sangat tinggi, dan apabila digunakan dalam pengairan tanaman maka bakteri
faecal coli tersebut akanmasuk ke dalam tanamanlalu dikonsumsi oleh manusia.
Oleh karena itu sangat diperlukan pengolahan stream sebelum digunakan untuk
keperluan apapun.
Tabel 2.6. Tabel Kelas-Kelas Air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001

KONSENTRASI STREAM PARAMETER KELAS PARAMETER PARAMETER


PARAMETER STREAM PARAMETER KELAS I
(MG/L) II KELAS III KELAS IV
BOD 75,73 2 3 6 12
COD 111,90 10 25 50 100
TSS 65,86 50 50 400 400
AMONIAK 8,66 0,5 (-) (-) (-)
TOTAL NITROGEN 91,71 10,06 10,06 20,06 20
OIL N GREASE 8,39 1000 1000 1000 (-)
FAECAL COLI 3995058,95 100 1000 2000 2000

2.3.2 Analisis Konsentrasi Air Buangan (Effluent Standard)


Dalam perancangan instalasi pengolahan limbah cair diinginkan kualitas
limbah yang dibuang tidak mencemari badan airnya. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, maka terdapat parameter baku mutu air limbah yang perlu dipenuhi.
Parameter baku mutu air limbah domestikdapat dilihat pada PERMEN LHK
No.68 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
Sebagai data perencanaan, diperoleh data konsentrasi pencemar air limbah
domestik, untuk air limbah yang akan didesain sistem pengolahannya. Tabel
berikut menunjukan perbandingan antara parameter kadar maksimum berdasarkan
PERMEN LHK No. 68 Tahun 2016 dibandingkan dengan konsentrasi pencemar
dari effluen yang akan diolah.

Tabel 2.7. Perbandingan Parameter konsentrasi effluen berdasarkan PERMEN


LHK
Paremeter Kadar Maksimum Konsentrasi Effluen
(mg/L) (mg/L)
pH 6-9 -
BOD 30 498
COD 100 740
TSS 30 397
AMONIAK 10 65
OIL N GREASE 5 63
FAECAL COLI 3000 30000000
Jumlah/100mL
DEBIT 100 3.84 m3/s
L/Orang/hari

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa konsentrasi pencemar pada effluen


jauh melebihi parameter yang telah ditetapkan dalam PERMEN LHK No. 68
Tahun 2016. Hal ini menunjukan bahwa effluen air limbah yang akan dibuang
tersebut perlu melalui pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air.
Agar dapat memenuhi standar beban limbah yang diterima badan air, maka
perancangan instalasi pengolahan limbah cair harus mampu mengolah konsentrasi
effluen hingga mencapai kondisi sesuai dengan parameter yang ditetapkan oleh
Kementrian Lingkungan Hidup.

2.3.3 Penentuan Parameter


Berdasarkan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa
kualitas badan air penerima berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 berada di kelas
IV. Berdasarkan perhitungan serta analisa yang telah dilakukan sebelumnya pula
diketahui bahwa air buangan yang dibuang ke badan air tersebut dapat
menurunkan kualitas badan air di mana seluruh parameter mengalami kenaikan
kelas karena peningkatan konsentrasi yang cukup signifikan.Hal ini menyebabkan
peruntukkan penggunaan air dari badan air tercemar tersebut tidak dianjurkan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya karena konsentrasi faecal
coliyang tinggi bersifat patogen bagi manusia.
Jika dibandingkan, debit badan air dengan debit air buangan
memiliki perbandingan besar yang cukup signifikan yaitu 250/3.84 . Debit badan
air yang jauh lebih besar akan sangat menguntungkan karena akan memiliki faktor
pengenceran yang lebih baik. Namun perlu diperhatikan bahwa debit badan air
bisa jadi tidak menentu, yakni bergantung pada cuaca, iklim, serta musim yang
berlangsung. Apabila musim kemarau sedang melanda, maka debit air tentunya
akan berkurang hingga mungkin tidak terdapat air di badan air sehingga
pengenceran terhadap beban pencemar dari air buangan tidak dapat terjadi dengan
baik. Maka dari itu diperlukan pengendalian terhadap mutu effluen air buangan,
agar kadar pencemarnya tidak mencemari badan air. Di kondisi ini maka
pengelolaan dengan effluent standard lebih terjamin, karena parameter kadar
maksimum yang ditentukan telah dianggap masih dapat ditolerir keberadaannya.
Dilihat dari ketentuan kadar maksimum di setiap parameternya,
pengelolaan dengan effluent standard dapat dikatakan lebih aman daripada
pengelolaan dengan stream standard. Baku mutu yang harus dicapai
menggunakan effluent standard lebih tinggi dibandingkan dengan stream
standard, sehingga meski beban pengolahannya akan lebih tinggi, tujuan
pengelolaan baku mutu air sebagai perlindungan lingkungan akan lebih terjamin.
Selain itu mengingat pengolahan akan dilakukan terhadap air buangan, bukan
terhadap badan air yang tercemar, maka akan lebih mudah untuk mengendalikan
kualitas effluen air buangan agar aman bagi badan air (effluent standard), karena
kadar pencemar pada air buangan cenderung akan tetap sehingga efisiensi
pengolahan juga cenderung akan terus berada pada rentang nilai yang tetap.
Berbeda apabila pengolahan dilakukan berdasarkan kualitas badan air (stream
standard) yang akan sangat bergantung pada debit yang mengalir di badan air
tersebut sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.

2.4 Beban serta Efisiensi Pengolahan


Beban pengolahan menjadi salah satu perhitungan yang dapat dijadikan
acuan bagi jenis pengolahan apa yang akan dipilih yang sanggup untuk
mengurangi nilai parameter- parameter kualitas effluent agar sesuai dengan baku
mutu yang diatur. Hasil beban pengolahan IPAL ditampilkan pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8. Perhitungan Beban Pengolahan dan Efisiensi
Effluent Konsentrasi Bebanpengolaha
Konsentrasi Efisiensi
Parameter Standard n IPAL (mg/s)
Cinfluent Effluent
CeffSTD (mg/L) (%)
(mg/L) Ceff(mg/L)

BOD 10.87 30 498 19123.20 93.98


COD 15.42 100 740 28416.00 86.49
TSS 15 30 397 15244.80 92.44
Amoniak 0.01 10 65 2496.00 84.62
Oil and
1.19 - 681
Grease 26150.40
Feacal Coli 0 5 63 2419.20 92.06

Nilai pada tabel diatas didapat dengan contoh perhitungan dibawah ini:
1. KonsentrasiCinlet

Didapat dari Tabel 4.

2. Effluent Standard (CeffSTD)

Didapatkan dari PP No. 5 Tahun 2014.

3. Konsentrasi Effluent (Ceff)

Didapat dari Tabel 7.


4. Beban PengolahanIPAL

Diambil contoh perhitungan pada parameter BOD:

𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑜𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = 𝐶𝑒𝑓𝑓 × 𝑄𝑒𝑓𝑓

𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑜𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = 498 × 3.84 = 1912.32 𝑚𝑔/𝑠


5. Efisiensi

Diambil contoh perhitungan pada parameter BOD:

𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑜𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 − (𝐶𝑒𝑓𝑓𝑆𝑇𝐷 𝑥 𝑄𝑒𝑓𝑓 )


𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑥100
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑜𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛

1912.32 − (30 × 3.84)


𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑜𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = × 100 = 93.98%
19123.2

Pada pengelolaan limbah yang akan dilakukan maka diketahui parameter


parameter yang akan dihitung beban pengolahannya yaitu konsentrasi parameter-
parameter pencemar yang masuk kedalam IPAL (influent). Pada saluran inlet
kualitas dan karakteristik air limbah dapat ditentukan dengan parameter. Beberapa
parameter itu sebagai berikut.

 Biochemical Oxygen Demand (BOD5&20)

 Chemical Oxygen Demand (COD)


 Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO)

 Total Suspended Solid (TSS), Mixed Liquor Suspended Solid(MLSS),


dan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS)

 Kekeruhan (Turbidity)

 pH air

 Indikator Biologi

Kemudian parameter-parameter yang konsentrasi influentnya diketahui


dapat mempengaruhi proses treatment yang akan dilakukan pada IPAL. Dimana
akan menentukan nilai dari konsentrasi stream. Dimana sebelumnya dihitung
terlebih dulu beban debit yang dikeluarkan dan pengaruhnya terhadap air sungai
dengan menggunakan metode perhitungan yang telah dijabarkan sebelumnya.
Perhitungan juga dilakukan untuk menentukan efisiensi beban pada
pengolahan air limbah yang mana untuk menentukan debit air limbah dalam
perencanaan suatu sistem pengolahan air limbah sangatlah penting. Debit air
limbah merupakan salah satu karakteristik penting dari air limbah yang menjadi
penentu sistem yang akan dirancang. Dengan mengetahui debit kita bisa
memperkirakan volume pengolahan instalasi yang akan didesain.
Selain itu, debit air limbah akan menentukan beban pengolahan. Beban
pengolahan yang dimaksud biasa dikenal dengan istilah mass loading rate, yaitu
massa polutan per satuan waktu. Cara mengetahui beban pengolahan yaitu dengan
mengalikan konsentrasi polutan dengan debit air limbah yang masukdengan hasil
dalam satuan milligram persatuan waktu. Nilai dari efisiensi digunakan untuk
pemantauan debit dan beban dalam pengolahan air limbah dan juga untuk
memastikan sistem masih berjalan sesuai dengan kapasitas desain danmemenuhi
tujuan pengolahan.
Monitoring berkala dilakukan dengan parameter yang mengacu pada
bakumutu limbah cair sesuai dengan peraturan daerah setempat yang berlaku.
BAB III

INVENTARISASI

3.1. Pre Treatment


Pre-treatment diperlukan untuk menyiapkan air limbah untuk treatment
selanjutnya. Tahap pengolahan ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk
menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam aliran air limbah. Sebuah
unit pre-treatment biasanya terdiri atas: Bar Racks, Grit Chamber, Equalization
Basin, serta Oil Separation.
3.1.1. Screen
Screening di dalam pengolahan air limbah merupakan salah satu tahapan pra
pendahuluan (pre-treatment). Di dalam tahapan ini dilakukan penyisihan material-
material berukuran besar (kasat mata) dari dalam air limbah, tujuannya agar
material tersebut nantinya tidak merusak pompa, aerator, menyumbat pipa, dan
peralatan lainnya sehingga proses pengolahan dapat berjalan sebagaimana
mestinya. Untuk tujuan tersebut, screen diletakkan di hulu instalasi sebelum air
limbah masuk ke dalam unit-unit pengolahan. Umumnya suatu instalasi tidak
hanya memasang satu melainkan dua buah screen agar ada cadangan apabila salah
satu screen dalam proses pemeliharaan, pembersihan, maupun perbaikan.
Pada tahapan screening dilakukan penyisihan material yang ukurannya lebih
besar dari celah (bukaan) screen yang digunakan. Material yang disisihkan dapat
berupa sampah atau benda lainnya (misalnya plastik, daun-daunan, ranting pohon,
kayu, dsb) yang kemungkinan masuk ke dalam saluran air limbah. Berdasarkan
ukuran celahnya, screen dapat dibagi menjadi dua macam yaitu coarse screen dan
bar screen.
3.1.1.1 Coarse Screen
Ukuran celah pada coarse screen biasanya berkisar antara 6 hingga 150 mm
(Metcalf&Eddy, 2004). Dengan ukuran celah tersebut, coarse screen biasanya
digunakan untuk menyingkirkan benda-benda berukuran besar. Coarse screen
dapat dibedakan berdasarkan metode pembersihannya, yaitu secara manual
(manually cleaned) atau mekanik (mechanically cleaned). Tipe manual atau
banyak juga disebut sebagai bar screen, selain digunakan untuk melindungi
peralatan di IPAL, juga dapat digunakan sebagai cadangan bagi tipe mekanik atau
diletakkan pada saluran by-pass. Tipe mekanik adalah yang paling umum
digunakan karena tidak memerlukan operator untuk membersihkan
permukaannya.
3.1.1.2 Bar Screen
Bar screen memiliki ukuran celah kurang dari 6 mm (Metcalf & Eddy,
2004). Dengan ukuran celah yang kecil, bar screen tidak hanya digunakan sebagai
instrumen dalam tahap pra pendahuluan, tapi juga sebagai unit pengolahan primer.
Pemanfaatan bar screen dapat membantu penyisihan TSS sebanyak 15-30%,
BOD sebesar 5-25%, lemak sebanyak 30-50%, dan padatan yang mengapung
hingga 90%.

Gambar 2.1. Manually cleaned coarse screen

Gambar 3.3. Mechanically cleaned coarse


screen
Gambar 3.3. Bar Screen: Inclined Drum Screen

Beberapa pertimbangan dalam pemilihan screen, diantaranya yaitu:


 Kecepatan aliran maksimum dan minimum air limbah yang akan
melewati screen
 Debit air limbah saat ini dan di masa yang akan datang
 Besarnya celah yang diperlukan
 Headloss yang melewati screen
 Penanganan material yang tertahan pada screen hingga pembuangannya
 Ketersediaan ruang
 Pola debit harian
 Karakteristik air limbah (dalam hal ini jenis/ukuran material yang akan
melewati screen)
 Biaya instalasi dan operasional
 Lokasi pemasangan (indoor atau outdoor)
 Mekanisme pemantauan operasional screen
 Potensi timbulnya bau
 Bentuk dan model screen
 Material screen

3.1.2. Grit Chamber


Grit Chamber bertujuan untuk menghilangkan kerikil, pasir, dan partikel-
partikel lain yang dapat mengendap di dalam saluran dan pipa-pipa serta untuk
melindungi pompa-pompa dan peralatan lain dari penyumbatan, abrasi, dan
overloading. Grit removal juga digunakan untuk mengambil padatan-padatan
yang memiliki ukuran partikel lebih kecil dari 0,2 mm. Grit yang terambil
biasanya juga mengandung bahan-bahan organik yang mengendap secara
bersamaan. Oleh karena itu, grit perlu dicuci terlebih dahulu untuk mencegah
adanya bau dan masalah-masalah kesehatan yang mungkin timbul.
3.1.2.1 Grit Chamber Removal Sederhana
Grit Chamber Removal sederhana didasarkan pada kecepatan horizontal air
yang melalui saluran. Sistem ini kurang baik karena kecepatan sebesar 0,3 m/detik
dan tidak dapat dijamin konstan setiap saat. Namun, tipe ini dapat diperbaiki
untuk memperoleh kecepatan yang konstan, yakni dengan menambahkan weir.
Bentuk weir bervariasi, ada yang segiempat, trapesium, dan segitiga. Jika
pembersihan dilakukan secara manual, harus ada dua buah, agar jika salah satu
Grit Chamber Removal dibersihkan, yang lain dapat dioprasikan.
3.2.2.2. Circular Grit Chamber Removal
Grit masuk dalam grit removal dari bagian samping dan mengendap di
tengah-tengah tangki. Grit yang berada di tengah-tengah bak diambil dengan
menggunakan pompa atau air lift untuk dipindahkan ke tempat pengeringan
(gravity drying tanks). Kecepatan aliran masuk berkisar antara 0,7 – 1,0 m/detik
dan kecepatan aliran keluar sebesar 0,8 m/detik. Secara teoritis, waktu tinggal
tidak lebih dari 45 detik.
3.2.2.3 Aerated Grit Chamber
Air yang mengalami aerasi akan menyebabkan terjadinya arus perputaran
pada air limbah sehingga kecepatan pada bagian bawah Grit Chamber konstan.
Dengan demikian, tidak akan terjadi pengendapan zat-zat organik. Kedalaman
minimum yang diperlukan untuk menjamin terjadinya perputaran air secara
vertikal adalah 2 m, dengan laju udara masuk sebesar 10-25 m2/m.jam. Sistem ini
juga sering digunakan dalam pemisahan oli.
Gambar 3.4. Aerated Grit Chamber

2.1.3. Oil Separation


Proses pemisahan minyak sangat penting untuk dilakukan karena jika
konsentrasi minyak di dalam air limbah masih tinggi maka dapat mengganggu
proses pengolahan air limbah secara biologis serta mengakibatkan biaya
pengolahan menjadi mahal.
Tujuan dari pemisahan oli dan minyak adalah untuk menghilangkan oli dan
senyawa hidrocarbon lainnya di dalam proses emulsi mekanik. Air yang
dihasilkan harus bebas oli & minyak sehingga dapat dialirkan ke proses
pemurnian fisika-kimia yang sederhana sehingga kebutuhan zat kimia yang
ditambahkan lebih ekonomis. Tujuan kedua adalah untuk menghilangkan pasir
dan tanah (alluvia) yang tidak dikehendaki dalam proses pemurnian fisika-kimia,
yang dapat mempersulit pengumpulan, pengkonsentrasian, serta dapat
mengganggu porses tahap akhir pembuangan lumpur minyak atau oli yang
mengambang.
Pemisahan oli atau minyak biasanya dilakukan tanpa adanya penambahan
bahan kimia. Proses ini dirancang untuk menyamakan konsentrasi sisa
hydrocarbon (HC) pada inlet proses pemurnian fisika-kimia dengan cara
menurunkan laju aliran puncak
hydrocarbon yang masuk. Konsentrasi hydrocarbon tak larut di dalam air
limbah
bervariasi dari 20 mg/l hingga 150-200 mg/l (pada industri petrokimia)
tergantung pada seberapa halus emulsi yang terjadi.

Gambar 3.5. Oil Trap IPAL

Proses pemisahan oli &minyak ini dilakukan dengan cara gravitasi alami,
dimana butiran oli/minyak naik dengan kecepatan keatas yang ada yang dibatasi
oleh berat jenisnya (specific gravity). Ada dua jenis pemisah yang sering
ditemukan, yaitu:
a. Settler separators, minyak langsung dikumpulkan dari permukaan air.
Yang termasuk dalam metoda tersebut adalah pemisah minyak API
(American Petroleum Institute) longitudinal (longitudinal API
separators) dan pemisah minyak API bentuk bulat (circular separators).
b. Lamella separators atau plate separators, dimana minyak dikumpulkan
secara langsung oleh permukaan bagian bawah plate miring dan
kemudian terangkat ke permukaan. Plate tersebut mempunyai dua fungsi.
Dengan adanya plate ini butiran minyak menempuh jalur pendek dan
memberikan efek menyatu (coalescence effect). Kedua fungsi ini sangat
dipengaruhi oleh jarak antar lamella (plates).

3.2. Primary Treatment


Pengolahan tahap pertama (Primary Treatment) bertujuan untuk
memisahkan padatan dari air secara fisik (Metcalf dan Eddy, 2003). Pengolahan
tahap pertama dapat dilakukan melalui dua metode utama yaitu dengan proses
fisika maupun secara kimia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Thompson et al.(1998) proses sedimentasi merupakan proses yang banyak dipakai
di Inggris dengan efisiensi removal mencapai 80%. Hal yang sama juga
dinyatakan oleh Rajvaid dan Markandey (1998) dimana sedimentasi memiliki
efisiensi pengolahan sebesar 70 – 80%. Biasanya, pengolahan dengan bak
sedimentasi disebut juga dengan unit pengolahan Clarifiers.

3.2.1. Bak Pengendap / Bak Sedimentasi


Sedimentasi merupakan proses pemisahan padatan seperti pasir, partikel
besar, flok microbial maupun flok kimiawi. Mekanisme sedimentasi yang terjadi
dalam bak pengendapan adalah sebagai berikut (Universitas Hasanudin,-):
1. Pengendapan partikel flokulen berlangsung secara gravitasi.

2. Flok yang dihasilkan pada proses koagulasi-flokulasi mempunyai ukuran


yang makin besar, sehingga kecepatan pengendapannya makin besar.

3. Untuk menghindari pecahnya flok selama proses pengendapan, maka


aliran air dalam bak harus laminer. Untuk tujuan ini, digunakan indikator
bilangan Reynold (NRe) dan bilangan Froud (N).

4. Aliran air yang masuk pada inlet diatur sedemikian rupa sehingga tidak
Fr mengganggu pengendapan. Biasanya dipasang diffuser wall /
perforated baffle untuk meratakan aliran ke bak pengendap dengan
kecepatan yang rendah. Diusahakan agar inlet bak langsung menerima air
dari outlet bak flokulator.

5. Air yang keluar melalui outlet diatur sedemikian, sehingga tidak


mengganggu flok yang telah mengendap. Biasanya dibuat pelimpah
(weir) dengan tinggi air di atas weir yang cukup tipis (1,5 cm).

3.2.1.1 Bak Pengendap I (Primary Sedimentation)


Fungsi utama bak pengendap I adalah mengendapkan partikel discrete serta
pemisahan partikel discrete (partikel yang tidak mengelompok) dari suspensi
melalui pengendapan bebas (unhindered settling).Bak pengendap I juga berfungsi
menurunkan BOD/COD dalam aliran sehingga menurunkan beban pengolahan
biologis pada tahapan pengolahan berikutnya. Unit ini dapat mengendapkan (50-
70)% padatan yang tersuspensi (suspended solid) dan mengurangi (30-40)% BOD
(Irman,2015).
3.2.1.2 Jenis-jenis Bak Pengendap
Terdapat beberapa jenis bak pengendap yang dikategorikan sesuai dengan
bentuk dan arah alirannya. Berikut ini jenis-jenis bak pengendap berdasarkan
bentuk-bentuknya (Universitas Hasanudin,-):
1. Segi empat (rectangular)

Pada bak ini, air mengalir horisontal dari inlet menuju outlet,
sementarapartikel mengendap ke bawah. Secara tipikal bak persegi mempunyai
rasio panjang : lebar antara 2 : 1 – 3 : 1

Gambar 3.6. Bak sedimentasi bentuk segi empat: denah (a), potongan memanjang (b)

2. Lingkaran (circular) - center feed.

Pada bak ini, air masuk melalui pipa menuju inlet bak di bagian tengah
bak,kemudian air mengalir horisontal dari inlet menuju outlet di sekeliling
bak,sementara partikel mengendap ke bawah. Untuk semua jenis bak lingkaran
slope pada bagian dasar bak biasanya memiliki rasio 1:10 hingga 1:12, dan
bergantung pula pada mekanisme pengumpulan lumpurnya. Diameter bak
lingkarannya memiliki rentang dari 3 meter-100 meter. Biasanya bak pengendap
lingkaran dibuat berpasangan, bisa 2 aau 4, untuk mempermudah distribusi aliran
influen pada setiap unit. Biasanya, tinggi air pada bak pengendap lingkaran
bervariasi, mulai dari 2,5 – 5 meter (Voutchkov, Nikolay. 2017)
Gambar 3.7. Bak sedimentasi bentuk lingkaran - center feed: denah (a), potongan melintang (b)

3. Lingkaran (circular) - periferal feed.

Pada bak ini, air masuk melalui sekeliling lingkaran dan secara horisontal
mengalir menuju ke outlet di bagian tengah lingkaran, sementara partikel
mengendap ke bawah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe periferal feed
menghasilkan short circuit yang lebih kecil dibandingkan tipe center feed,
walaupun center feed lebih sering digunakan. Secara umum pola aliran pada bak
lingkaran kurang mendekati pola ideal dibanding bak pengendap persegi panjang.
Meskipun demikian, bak lingkaran lebih sering digunakan karena penggunaan
peralatan pengumpul lumpurnya lebih sederhana.

Gambar 3.8. Bak sedimentasi bentuk lingkaran – periferal feed: denah (a), potongan melintang
(b)

Berikut adalah perbandingan antara bak segi empat dengan bak lingkaran
dari segi kelebihan dan kekurangan tiap bentuk bak.
Tabel 8. Tabel Kelebihan dan Kekurangan Bentuk Bak Pengendap

Clarifier Segi-Empat Clarifier Lingkaran


Kelebihan  Apabila akan  Memiliki waktu detensi
membangun banyak yang lebih rendah untuk
unit pengolahan, luas pengendapan lumpur,
lahan yang dibutuhkan biasanya digunakan
lebih sedikit. sebagai secondary
 Kemungkinan biaya Clarifier (Bak
konstruksi yang lebih Pengendapan II)
murah karena dinding  Sistem pengumpulan
antar bak sama. sludge lebih simpel dan
 Memiliki lintasan mudah.
pengolahan yang lebih  Lebih mudah untuk
panjang sehingga mengakomodasi ruang
meminimalisir short- flokulasi di dalam bak
circuiting. pengendap
 Dapat menerima bebas (meningkatkan
pengolahan yang lebih kemudahan pengendapan
tinggi lumpur aktif)
 Lebih baik dalam hal  Kebutuhan maintenance
sludge thickening. yang lebih kecil
 Mudah menyisihkan
lumpur yang berat
Kekurangan  Waktu detensi yang  Potensi shot-circuiting
lebih lama untuk yang lebih besar akibat
mengendapkan lumpur lintasan pendek.
– tidak terlalu  Headloss akibat
menguntungkan distribusi aliran yang
apaabila digunakan tinggi
pada instalasi yang  Membutuhkan lahan
influen air limbahnya untuk pipa yang lebih
septik banyak.
 Tidak terlalu efektif
untuk bebas
pengolahan yang
memiliki TSS tinggi
(Sumber: https://s3.amazonaws.com/suncam/docs/278.pdf)

Sedangkan berdasarkan arah alirannya, jenis-jenis bak pengendap tersebut


antara lain (Irman, 2015):
 Horizontal flow (aliran horizontal) yaitu dalam bentuk persegi panjang.
 Aliran Radial (Radial flow) yaitu bak sirkular, air mengalir dari tengah
menuju pinggir.
 Aliran ke atas (Upward flow) yaitu aliran dari bawah keatas dan biasanya
bak dalam bentuk kerucut menghadap ke atas.

Gambar 3.9. Bak Pengendapan Aliran Horizontal

.
Gambar 3.10. Bak Pengendapan Aliran Radial
Gambar 3.11. Bak Pengendapan Aliran ke Atas

3.2.2. Clarifier
Fungsi unit ini adalah tempat terjadinya pemisahan pengendapan material
flocculant (hasil proses flokulasi atau proses sintesa oleh bakteri) yaitu partikel
yang mengelompok oleh gaya saling tarik menarik (van der waals forces) menjadi
menggumpul lebih besar dan kemudian menjadi lebih berat dan mudah
mengendap. Perhatian khusus harus diberikan terhadap pengendapan flok dalam
bentuk MLSS (mixed liquoer suspended solid) dari proses activated sludge atau
lumpur aktif yang konsentrasinya tinggi mencapai 5000 mg/l. Clarifier ini
merupakan pengendapan terakhir yang disebut juga final sedimentation.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan desain clarifier anatara
lain (Irman, 2015)
 Untuk desain surface loading (Q/A) digunakan 30 s/40 m3/m2 hari.
 Untuk desain yang aman harus menggunakan debit maksimum.
 Kedalaman bak pengendap dari weir minimal adalah 3 m dengan waktu
detensi (td) 2 jam untuk aliran puncak dan jika perhitungan
menggunakan aliran rata-rata maka waktu detensinya berkisar 4,5 s/d 6
jam.
 Besarnya beban Weir loading rate adalah sebesar 124 m3/m.hari.

3.3. Secondary Treatment


3.3.1. Activated Sludge
Activated Sludge (Lumpur aktif) merupakan proses pengolahan secara
biologis aerobik dengan mempertahankan jumlah massa mikroba dalam suatu
reaktor dan dalam keadaan tercampur sempurna. Pada lumpur aktif dibutuhkan
suplai oksigen dari peralatan mekanis, yaitu aerator dan blower,
Prinsip dasar sistem lumpur aktif yaitu terdiri atas dua unit proses utama,
yaitu bioreaktor (tangki aerasi) dan tangki sedimentasi. Dalam sistem lumpur
aktif, limbah cair dan biomassa dicampur secara sempurna dalam suatu reaktor
dan diaerasi. Pada umumnya, aerasi ini juga berfungsi sebagai sarana pengadukan
suspensi tersebut. Suspensi biomassa dalam limbah cair kemudian dialirkan ke
tangki sedimentasi (tangki dimana biomassa dipisahkan dari air yang telah
diolah). Sebagian biomassa yang terendapkan dikembalikan ke bioreaktor, dan air
yang telah terolah dibuang ke lingkungan (Badjoeri et al., 2002). Agar konsentrasi
biomassa di dalam reaktor konstan (MLSS = 3 - 5 gfL), sebagian biomassa
dikeluarkan dari sistem tersebut sebagai excess sludge. Skema proses dasar sistem
lumpur aktif dapat dilihat pada Gambar 3.12.

Gambar 3.12. Skema Proses Lumpur Aktif

Dalam sistem tersebut, mikroorganisme dalam biomassa (bakteri dan


protozoa) mengkonversi bahan organik terlarut sebagian menjadi produk akhir
(air, karbon dioksida), dan sebagian lagi menjadi sel (biomassa). Oleh karena itu,
agar proses perombakan bahan organik berlangsung secara optimum syarat
berikut harus terpenuhi bahwa:
1) polutan dalam limbah cair harus kontak dengan mikroorganisme,
2) suplai oksigen cukup,
3) kecukupan nutnien,
4) kecukupan waktu tinggal (waktu kontak),
5) kecukupan biomasa (jumlah dan jenis).

Gambar 3.13. Proses Lumpur Aktif

Kelebihan Activated Sludge dalam Pengolahan Limbah Cair :


1) Daya larut oksigen dalam air limbah lebih besar
2) Efisiensi proses lebih tinggi
3) Cocok untuk pengolahan air limbah dengan debit kecil untuk polutan
organik yang susah terdegradasi
4) Lumpur aktif adalah bentuk terbaik didokumentasikan dan paling banyak
digunakan pengolahan limbah sekunder
5) Sistem lumpur aktif dapat diterapkan untuk hampir semua jenis limbah
cair industri pangan, baik untuk oksidasi karbon, nitrifikasi, denitrifikasi,
maupun eliminasi fosfor secara biologis.
6) Proses itu sendiri memiliki fleksibilitas dan modifikasi banyak dapat
disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan spesifik (misalnya untuk
menghilangkan nitrogen).

Kekurangan Activated Sludge dalam Pengolahan Limbah Cair :


1) Areal instalasi luas, sehingga membutuhkan dana investasi cukup besar,
akibatnya pemanfaatan teknologi lumpur aktif menjadi tidak efisien di
Indonesia.
2) Proses operasional yang rumit mengingat proses lumpur aktif
memerlukan pengawasan yang cukup ketat seperti kondisi suhu dan
bulking control proses endapan.
3) membutuhkan operator terlatih yang dapat memonitor sistem dan
bereaksi terhadap perubahan segera.
4) Membutuhkan energi yang besar
5) Membutuhkan operator yang terampil dan disiplin dalam mengatur
jumlah massa mikroba dalam reactor
6) Membutuhkan penanganan lumpur lebih lanjut.

Parameter yang umum digunakan dalam lumpur aktif (Davis dan Cornwell,
1985; Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986) dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3.14. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah dengan Lumpur Aktif dan Kriteria
Perencanaan

3.3.2 Anaerobic Lagoon


Metode yang memanfaatkan cekungan tanah ini dimanfaatkan sebagai cara
untuk pengolahan sekunder atau tersier.Metode kolam dapat digunakan sebagai
pengolahan tunggal ataupun dikombinasikan dengan berbagai proses pengolahan
lainnya. Pada metode ini, limbah cair ditempatkan dalam kolam-kolam terbuka.
Algae yang tumbuh dipermukaan kolam akan berfotosintesis menghasilkan
oksigen. Oksigen tersebut kemudian digunakan oleh bakteri aero untuk proses
penguraian/degradasi bahan organik dalam limbah. Pada metode ini, terkadang
kolam juga diaerasi. Selama proses degradasi di kolam, limbah juga akan
mengalami proses pengendapan. Setelah limbah terdegradasi dan terbentuk
endapan didasar kolam, air limbah dapat disalurka untuk dibuang ke lingkungan
atau diolah lebih lanjut.
Adapun karakteristiknya antara lain sebagai berikut.
1) Kolam ini dibuat dengan mengatur kedalaman kolam agar terjadi proses
anaerobic kedalamannya sekitar (2-5) meter.
2) Organik loading untuk kawasan tropis sekitar 300-350 g BOD/M3 hari
3) Jika dinding dan dasar pada kolam anaerobic tidak menggunakan
pasangan batu, maka kolam tersebut harus dilapisi tanah kedap air (tanah
liat + pasir 30%) setebal 30 cm atau diberi lapisan geomembrane untuk
menghindari air dari kolam meresap kedalam tanah dan beresiko
mencemari air tanah sekitarnya.

Kolam anaerob merupakan kolam pengolahan awal pertama yang dilakukan


untuk pengolahan limbah pada kolam stabilisasi. Hal ini sengaja dilakukan sebab
limbah cair yang belum diolah sebelumnya masih mengandung banyak zat
organik terlarut dan bahan padatan yang mudah mengendap atau dapat
dikatakan bahwa kecepatan pembebanan organik (KPO) masih sangat tinggi.
Sehingga, pada kolam anaerob, terjadi 2 kejadian, yaitu proses fisika dan proses
biokimia. Proses fisika berupa sedimentasi padatan di dalam air limbah menjadi
sludge, sedangkan proses biokimia adalah proses degradasi senyawa organicdi
dalam lumpur dengan bantuan bakteri anaerob untuk menghasilkan gas dan
produk terlarut yang dibutuhkan di kolam selanjutnya

Gambar 3.15. Mekanisme Kerja Kolam Anaerobik

Pada unit pengolahan limbah saat ini bakteri yang lebih banyak dipilih
adalah bakteri anaerob. Sebab, bakteri anaerob memiliki beberapakeunggulan
dibandingkan bakteri aerob. Salah satu keunggulan utamanya yang
berhubungan dengan kolam anaerob di kolam stabilisasi ini adalah mampu
menghasilkan biomassa (sludge) yang lebih sedikit dibandingkan bakteri aerob.
Sludge yang dihasilkan dari pengolahan air limbah akan diolah lebih
lanjut.Pengolahansludgepadasaatinitidaklahmurahdanmembutuhkanbanyak
tambahan biaya. Oleh sebab itu, unit pengolahan limbah mengharapkan hasil
biomassa (sludge) yang sedikit agar biaya pengolahan slude yang
dikeluarkantidak banyak. Selain itu, terdapat beberapa keunggulan bakteri
anaerob diantaranya adalah (Kurnia dan Kanina)
Keunggulan :
1. Biaya yang dibutuhkan murah dari segi operasional karena tidak
menggunakan energy listrik
2. Efisiensi removal yang cukup baik
3. Membutuhkan energi yang lebih sedikit
4. Membentuk energi dalam bentuk gas metana
5. Membutuhkan sedikit nutrien (Nitrogen dan phospat);
6. Memiliki kemampuan untuk mengubah beberapa pelarut berbahaya,
sepertichloroform, trichloroethylene, dan trikloroethena;
7. Mampu menyimpan banyak ruangan, sebab bekerja pada
kecepatanpembebanan organik yang tinggi (KPO) hanya membutuhkan
volume reaktoryang kecil
Kelemahan :
1 Reduksi bakteri pathogen dan nutrient yang rendah
2 Effluent masih membutuhkan pengolahan tambahan
3 Membutuhkan pre-treatment untuk mencegah terjadinya clogging
Tabel 3.2. Kriteria Desain Kolam Anaerobik

Waktu retensi optimal adalah 5 hari. Kolam yang beroperasi dengan waktu
retensi >5 hari terlihat sebagai fakultatif daripada anaerobik sifatnya waktu retensi
< 5 hari tentunya mungkin tetapi tidak dianjurkan karena (1) resiko tumbuhnya
bau lebihbesar (2) interval antara operasi pembuangan sludge yang berurutan
menjadi lebihsingkat (3) kualitas bakteriologis dari effluen akhir menjadi lebih
buruk, dan (4)penghilangan BOD lebih kecil. Timbulnya bau yang tidak
sedap dari kolam anaerobik terjadi bila muatanvolumetrik dalam kolam >
400 gr BOD5 / m3 hari. Diperlukan pengontrolan bau yang dapat dicapai dengan
:
1. Menaikkan pH kolam menjadi kira-kira 8 sehingga sebagian besar
sulfidayang terbentuk karena reduksi sulfat oleh bakteri akan muncul
sebagai ionbersulfida yang tidak berbau, di bawah kondisi ini keluar gas
hidrogen yang berbau busuk tidak akan timbul
2. Resirkulasi effluen dari kolam fakultatif atau kolam pematangan ke
kolamanaerobik dalam perbandingan 1 dibanding 6 (1 volume effluen
dibanding 6 volume air limbah segar)

Pipa inlet dalam keadaan terbenam pada kolam. Bahan yang mudah
mengapung sepertilemak, minyak dan zat padat yang ringan akan berada di bagian
permukaan airdan biasanya akan menutupi seluruh permukaan air. Dengan
demikian panas yang dihasilkan di seluruh kedalaman kolam dapat dipertahankan.
Pada tipe ini tidak diperlukanpemanasan, equalisasi, mixing, maupun
resirkulasi lumpur.Keutamaan dari pengolahan jenis ini adalah mempunyai
kemampuan mengolah dengan beban yang tinggi dan talian terhadap perubahan
debit dan kualitas air limbah (shock loading). Untuk mencegah rembesan air
limbah sebaiknya dinding dan dasar kolam dipasang lapisan kedap air (misal
plastik, clay).Untuk mengolah air limbah yang berat (organik tinggi) biasanya
dibangun secaraseri dengan kolam fakultatif dan atau pengolahan aerobik.
Efisiensi pengolahan pada kolam anaerobik 50-70%. Munculnya gas-gas yang
berbau seperti hydrogen sulfide, menyebabkan, jenis pengolahan ini tidak disukai.
Ongkos operasi dan pemeliharaan relatif kecil, walaupun begitu dibutuhkan
biaya investasi untuk kebutuhan lahan yang luas.Tingginya waktu detensi (20 –
50 hari ) menyebabkan kebutuhan lahan yang luas.Kedalaman air 3 - 6 meter.
Kolam anaerobik lebih cocok untuk daerah tropisdimana temperatur ambien
relatif tetap. Temperatur optimum dicapai pada Organik loading 20 - 250 gr/m3
/hari.

3.3.3. Tricking Filter


PengolahanairlimbahdenganprosesTrickilngFilteradalah
prosespengolahandengancaramenyebarkanairlimbahkedalamsuatutumpukanatauu
nggunmediayangterdiridaribahanbatupecah(kerikil),bahankeramik,sisatanur(slag)
,medium daribahanplastikatau
lainnya.Dengancarademikianmakapadapermukaanmediumakantumbuhlapisanbio
logis(biofilm)sepertilendir,danlapisanbiologistersebutakankontakdenganairlimba
hdanakanmenguraikansenyawapolutanyangadadidalamairlimbah.
ProsespengolahanairlimbahdengansistemTrickilngFilterpadadasarnyahamp
irsamadengansistemlumpuraktif,dimanamikroorganismeberkembang-
biakdanmenempelpadapermukaanmediapenyangga.Didalam
aplikasinya,prosespengolahanairlimbahdengansistemtriclikgfiltersecaragarisbesar
ditunjukkansepertipadaGambar.

Gambar 3.16. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Sistem


Trickling Filter
Pertama,airlimbahdialirkankedalambakpengendapanawaluntukmengendapk
anpadatantersuspensi(suspendedsolids),selanjutnyaairlimbahdialirkankebaktrickli
ngfilter
melaluipipaberlubangyangberputar.Dengancarainimakaterdapatzonabasahdankeri
ngsecarabergantiansehinggaterjaditransferoksigenkedalamairlimbah.Padasaatkont
akdenganmediatricklingfilter,airlimbahakankontakdenganmikroorganismeyangm
enempelpadapermukaanmedia,danmikroorganismeinilahyangakanmenguraikanse
nyawapolutanyangadadidalamairlimbah.
Airlimbahyangmasukkedalambaktricklingfilterselanjutnyaakankeluarmelal
uipipaunder-drainyangadadidasarbakdankeluarmelaluisaluraneffluen.
Darisaluraneffluendialirkankebakpengendapanakhirdanairlimpasandaribakpenge
ndapanakhiradalahmerupakanairolahan.
Lumpuryangmengendapdidalambakpengendapanakhirselanjutnyadisirkulas
ikankeinletbakpengendapanawal.Gambarpenampangbaktricklingfilter
dapatditunjukkansepertipadaGambar3.17.

Gambar 3.17. Penampang Bak Trickling Filter

Didalamoperasionaltricklingfiltersecaragarisbesardibagimenjadiduayaknit
ricklingfilterstandar(LowRate)dantricklingfilterkecepatantinggi.Parameterdisain
untuktricklingfilterstandardantricklingfilterkecepatantinggiditunjukkanpadaTabe
l9.
Tabel 9. Parameter desain Trickling Filter
PARAMETER TRICKLINGF TRICKLING
ILTER FILTER(HIGHRATE)

Beban STANDAR
0,5 -4 8-40
Hidrolikm3/m2.
hari
BebanBOD 0,08 - 0,4 0,4 - 4,7
kg/m3.hari
JumlahMikroorg 4,75 - 7,1 3,3 - 6,5
anisme(kg/m3.m
edia)
Stabilitas Porses Stabil Kurang Stabil
BODAir Olahan <20 Fluktuasi
NitratdalamAir Tinggi Rendah
Olahan
Efisiensi Pengolahan 90 -95 +80

Sumber:GesuidouShisetsuSekkeiShishintoKaisetsu,NihonGesuidouKyoukai(JapanSewageWorkAssosi
ation),1984.

Kelebihan :
1) Tidak memerlukan lahan yang terlalu luas serta mudah pengoperasiannya
2) Sangat ekonomis dan praktis
3) Tidak membutuhkan pengawasan yang ketat
4) Suplai oksigen dapat diperoleh secara alamiah melalui permukaan paling
atas media.
Kekurangan :
1) Tidak bisa diisi dengan beban volume yang tinggi mengingat masa
biologi pada filter akan bertambah banyak sehingga bisa menimbulkan
penyumbatan filter
2) Timbulnya bau yang tidak sedap
3) Seringterjadipengelupasanlapisanbiofilmdalamjumlahyangbesar.Pengelup
asanlapisanbiofilminidisebabkankarenaperubahanbebanhidrolikataubeban
organiksecaramendadaksehinggalapisanbiofilmbagiandalam
kurangoksigen dan suasanaberubah menjadiasam
karenamenerimabebanasamorganiksehinggadayaadhesivdaribiofilmberku
rangsehinggaterjadipengelupasan.
Caramengatasigangguantersebutyaknidengancaramenurunkandebitairlimb
ahyangmasukkedalamreaktorataudengancaramelakukanaerasididalambak
ekualisasiuntukmenaikkankensentrasioksigenterlarut.
3.3.3.1 Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Efisiensi Trickling Filter

1. Jenis Media

Bahan untuk media Trickling Filter harus kuat, keras dan tahan tekanan,
tahan lama, tidak mudah berubah dan mempunyai luas permukaan per nit volume
yang tinggi. Bahan-bahan yang biasa digunakan adalah batu kali, krikil, antrasit,
batu bara, dan sebagainya. Akhir-akhir ini telah digunakan media plastik yang
dirancang sedemikian rupa sehingga menghasilkan panas yang tinggi.

2. Diameter Media

Diameter media Trickling Filter biasanya antara 2,5-7,5 cm. Sebaiknya


dihindari penggunaan media dengan diameter terlalu kecil karena akan
memperbesar kemungkinan penyumbatan. Makin luas permukaan media maka
semakin banyak pula mikroorganisme yang hidup di atasnya.

3. Ketebalan Susunan media

Ketebalan meda Trickling Filter minimum 1 meter dan maksimum 3-4


meter. Makin tinggi ketebalan media maka maka makin besar pula total luas
permukaan yang ditumbuhi mikroorganisme sehingga makin banyak pula
mikroorganisme yang tumbuh menempel diatasnya.

4. Lama Waktu Tinggal Trickling Filter

Diperlukan lama waktu tinggal yang disebut waktu pengkondisian atau


pendewasaan agar mikroorganisme yang tumbuh diatasa permukaan media telah
tumbuh cukup memadai untuk terselenggaranya proses yang diharapkan. Masa
pendewaas biasa berkisar 2-6 minggu. Lama waktu tinggal ni dimaksudkan agar
mikroorganisme dapat menguraikan bahan-bahan organik dan tumbuh
dipermukaan media Trickling Filter membentuk lapisan Biofilmatau lapisan
berlendir/
5. PH

Pertumbuhan mikroorganisme khususnya bakteri dipngaruhi oleh nilai PH.


Agar pertumbuhan baik diusahakan agar PH mendekati keadaan netral. Nilai PH
antara 4-9,5 dengan nilai PH yang optimum 6,5-7,5 merupakan lingkungan yang
sesuai.

6. Suhu

Suhu yang baik untuk Mikroorganisme adalah 25-37 Derajat Celcius. Selain
itu suhu juga mempengaruhi kecepatan reaksi dari suatu proses biologis. Bahkan
efisiensi dari Trickling Filter sangat dipengaruhi oleh suhu.

7. Aerasi

Agar Aerasi berlangsung dengan baik media Trickling Filter harus disusun
sedemikian rupa sehingga memungkinkan masuknya udara kedalam sistem
Trickling Filter tersebut.Ketersediaan udara, dalam hal ini adalah Oksigen sangat
berpengaruh terhadap prosespenguraian oleh mikroorganisme.

3.3.4. Rotating Biological Contactor (RBC)

RotatingBiologicalContactormerupakanfixed-filmreactoryangserupadengan
biofilter di mana organisme hidup dengan biakan melekat. Pada RBC, media
penunjang merupakan piringan tipis yang dipasang berjajar pada suatu poros yang
terbuat dari baja dan kemudian diputar di dalam reaktor khusus yang
dialirkanlimbah secara kontinyu. Oksigen disuplai ke dalam lapisan biofilm dari
udara ke limbah cair dengan turbulensi yang terjadi saat rotasi dilakukan. Bagian
dari lapisan biofilm yang jatuh disisihkan dari limbah cair dengan cara yang sama
seperti proses biofilter.
Media yang digunakan umumnya terdiri dari lembaran plastik dengan
diameter 2-4 meter, dengan ketebalan 0.8 sampai beberapa milimeter. Material
yang lebih tipis
dapatdigunakandengancaradibentukbergelombangatauberombakdandisisipkandi
antara dua piringan dengan ukuran sama yang kemudian dilekatkan dan menjadi
satu modul. Jarak dua piringan dengan ukurang sama berkisar antara 30 - 40 mm.
Pringan
tersebutkemudiandiletakkanpadaporosbajadenganpanjangmencapai8meter.Tiap
porosyangtelahdipasangmediakemudiandiletakkandidalamtangkidandisebutsatu
modul RBC. Modul RBC dapat disusun secara seri atau paralel untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan.
Modul-modul ini dioperasikan dengan dicelup sekitar 40% dari diameter
piringan. Sekiranya 95% dari keseluruhan permukaan media akan bergantian
tercelup
kedalamairlimbahdanberadadiataspermukaanairlimbah.Kecepatanrotasiberkisar
antara 1-2 rpm. Mikroorganisme tumbuh dengan sendirinya pada permukaan
media dan mengambil zat organik di dalam air limbah serta mengambil oksigen
dari udara untuk menunjang prosesmetabolismenya.
Ketebalan dari lapisan biofilm dapat mencapai 2-4 mm tergantung pada
beban
organikyangperludiolahdankecepatanreaktor.Apabilabebanorganikterlalutinggi,
dapatterjadikondisianaerobik,olehkarenaitupadaumumnyaRBCdilengkapidengan
perlengkapan injeksi udara yang disematkan dekat dasar bak, khususnya untuk
RBC yang terdiri dari beberapa modul yang dipasang seri. (Said,2008)

Gambar 3.18. Diagram proses pengolahan limbah cair menggunakanRBC

(Sumber: http://www.kelair.bppt.go.id)

Proses pengolahan biologis berkecepatan tinggi yang dikombinasikan


dengan sedimentasi primer (pre-sedimentasi) umumnya dapat menyisihkan 85%
BOD5 dan padatan tersuspensi yang terdapat pada limbah cair sebelum
pengolahan. Proses
pengolahanmenggunakanlumpurakfitumumnyamenghasilkaneffluenyangmemiliki
kualitas sedikit lebih tinggi dari effluen biofilter dan RBC. Jika digabungkan
dengan proses desinfeksi, rangkaian proses ini dapat menghasilkan effluen yang
baik tetepai tidak menyisihkan bakteri dan virus secara keseluruhan. Walaupun
begitu, proses- proses ini hanya dapat menyisihkan sedikit fosfor, nitrogen, dan
organik yang tidak dapat terbiodegradasi atau mineralterlarut.
Prinsip kerja pengolahan air limbah dengan RBC yakni air limbah yang
mengandung polutan organik dikontakkan dengan lapisan mikro-organisme
(microbial film) yang melekat pada permukaan media di dalam suatu reaktor.
Media tempat melekatnya film biologis ini berupa piringan (disk) dari bahan
polimer atau plastik yang ringan dan disusun dari berjajar-jajar pada suatu poros
sehingga membentuk suatu modul atau paket, selanjutnya modul tersebut diputar
secara pelan dalam keadaan tercelup sebagian ke dalam air limbah yang mengalir
secara kontinyu ke dalam reaktor tersebut.
Dengan cara seperti ini mikro-organisme misalnya bakteri, alga, protozoa,
fungi, dan lainnya tumbuh melekat pada permukaan media yang berputar tersebut
membentuk suatu lapisan yang terdiri dari mikro-organisme yang disebut biofilm
(lapisan biologis). Mikro-organisme akan menguraikan atau mengambil senyawa
organik yang ada dalam air serta mengambil oksigen yang larut dalam air atau dari
udara untuk proses metabolismenya, sehingga kandungan senyawa organik dalam
air limbahberkurang.
Pada saat biofilm yang melekat pada media yang berupa piringan tipis
tersebut tercelup ke dalam air limbah, mikroorganisme menyerap senyawa organik
yang ada dalam air limbah yang mengalir pada permukaan biofilm, dan pada saat
biofilm berada di atas permuaan air, mikro-organisme menyerap okigen dari udara
atau oksigen yang terlarut dalam air untuk menguraikan senyawa organik. Energi
hasil penguraian senyawa organik tersebut digunakan oleh mikroorganisme untuk
proses perkembang-biakanataumetabolisme. Senyawa hasil proses
metabolismemikro-organismetersebut
akankeluardaribiofilmdanterbawaolehaliranairatauyang berupa gas akan tersebar
ke udara melaluirongga-ronggayang ada pada mediumnya, sedangkan
untukpadatantersuspensi (SS)akantertahanpadapadapermukaanlapisanbiologis
(biofilm) dan akan terurai menjadi bentuk yang larutdalamair. Pertumbuhan
mikro-organisme ataubiofilmtersebut makin lama semakin tebal, sampai
akhirnyakarenagaya beratnya sebagian akan mengelupas darimediumnyadan
terbawaaliranairkeluar.Selanjutnya,mikro-organismepada permukaan medium
akan tumbuh lagi dengansedirinyahingga terjadi kesetimbangan sesuai
dengankandungansenyawaorganik yang ada dalam air limbah.
Secarasederhanaproses penguraian senyawa organik oleh mikro-organisme
didalam
RBC dapat digambarkan seperti pada Gambar

Gambar 3.19. Mekanisme Proses Penguraian Senyawa Organik Oleh Mikro-


Organisme Di Dalam RBC.

Tabel 10. Kriteria Desain Rotating Biological contactor


Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah dengan sistem RBC
antara lain:
 Pengoperasian alat serta perawatannyamudah.
 Untuk kapasitas kecil atau paket, dibandingkan dengan proses lumpur
aktif konsumsi energi lebihrendah.
 Dapat dipasang beberapa tahap (multi stage), sehingga tahan terhadap
fluktuasi bebanpengoalahan.
 Reaksi nitrifikasi lebih mudah terjadi, sehingga efisiensi penghilangan
ammonium lebih besar.
 Tidak terjadi bulking ataupun buih (foam) seperti pada proses
lumpuraktif.
Sedangkan beberapa kelemahan dari proses pengolahan air limbah dengan
sistem RBC antara lain yakni :
 Pengontrolan jumlah mikro-organisme sulitdilakukan.
 Sensitif terhadap perubahantemperatur.
 Kadang-kadang konsentrasi BOD air olahan masihtinggi.
 Dapat menimbulkan pertumbuhan cacing rambut, serta kadang-kadang
timbul bau yang kurangbusuk

3.3.5. Oxidation Ditch


Oxidation Ditch atau biasa disebut Parit Oksidasi adalah suatu bak
berbentuk parit yang digunakan untuk mengolah air limbahdengan memanfaatkan
oksigen (kondisi aerob). Kolam oksidasi ini biasanya digunakan untukproses
pemurnian air limbah setelah mengalami proses pendahuluan (Pre-Treatment).
Fungsi utamanyaadalah untuk menurunkan kandungan bakteri yang ada dalam air
limbah setelah pengolahan. Sistem parit oksidasi terdiri dari bak aerasi berupa
parit atau saluran yang berbentuk oval yang dilengkapi dengan satu atau lebih
rotor rotasi untuk aerasi limbah. Saluran atau parit tersebut menerima limbah yang
telah disaring dan mempunyai waktu tinggal hidraulik (Hydraulic Retention Time)
mendekati 24 jam. Proses ini umumnya digunakan untuk pengolahan air limbah
domestik untuk komunitas yang relatif kecil dan memerlukan lahan yang cukup
besar.
Parit Oksidasi merupakan pengolahan air limbah tingkat dua, atau
secondary treatment yang cocok diterapkan pada kondisi dimana pengolahan
lumpur aktif cocok digunakan, karena unit ini merupakah modifikasi dari unit
pengolahan lumpur aktif. Parit Oksidasi ini juga dapat diaplikasikan pada instalasi
pengolahan air limbah yang membutuhkan proses nitrifikasi. Unit pengolahan ini
akan memiliki efektifitas yang tinggi pada instalasi kecil,dengan komunitas kecil,
dan institusi yang cenderung terisolasi.
3.3.5.1 Cara Kerja Oxidation Ditch
Sebelum memasuki parit oksidasi, air limbah harus dialirkan melewati
screen terlebih dahulu dengan coarse screen dan dikominusi dengan comminutor
agar ranting dan sampah menjadi berukuran kecil dan dapat disisihkan. Setelah itu
air limbah dialirkan ke dalam grit chamber untuk menyisihkan pasirnya. Tahap
selanjutnya adalah primary settling tank yang berfungsi mengendapkan partikel
yang lolos dari grit chamber. Effluensettling tank ini selanjutnya masuk ke parit
oksidasi. Pada setiap unitnya, air limbah selalu mengalami pengenceran (dilusi)
otomatis ketika kembali mengalir melewati bagian inlet. Faktor dilusi ini bisa
mencapai nilai 20 s.d 30 sehingga nyaris teraduk sempurna meskipun bentuk
baknya mendukung aliran plug flow, yakni hanya teraduk pada arah radial saja
dengan aliran yang searah (unidirectional). Influennya serta merta bercampur
dengan air limbah yang sudah dioksigenasi dan mengalami fase kekurangan
oksigen. Pengulangan ini berlangsung terus-menerus selama pengoperasian parit
oksidasi.
3.3.5.2 Pertimbangan Desain dan Kriteria Desain Oxidation Ditch
1. Letak aerator = pada kedalaman 1,0–1,3 m
2. Udara dari atmosfer menggunakan tekanan negatif dalam air untuk
memutar screw
3. Kecepatan rata-rata dalam saluran minimum = 0,3 m/detik untuk
menjaga terjadinya pengendapan dalam aerasi
4. Dilakukan resirkulasi untuk menjaga konsentrasi MLSS dalam bak aerasi
5. Konsentrasi lumpur dalam bak aerasi = 3000–6000 mg/L
6. Rasio F/M = 0,03–0,15 kg BOD / hr / Kg VSS
7. Kebutuhan Oksigen = Kapasitas Oksigen x beban BOD
8. Panjang rotor yang diperlukan = Kebutuhan O2 dalam bak :
kapasitasoksigenasi rotor

Tabel 3.5. Kriteria Desain Oxidation Ditch

(Sumber: https://www.scribd.com/doc/241701746/Oxidation-Ditch)

3.3.5.3 Kelebihan dan Kekurangan Oxidation Ditch


Kelebihan:
 Memiliki ketinggian air yang konstan, discharge yang komtinu, sehingga
laju overflow yang mungkin terjadi akan menurun, dan mengeliminasi
kemungkinan terjadinya laju effluen yang berfluktuasi.
 Akibat waktu retensi hidrolik dan pengadukan sempurna (complete
mixing), akan menurunkan dampak dari shock loading,
 Menghasilkan lumpur yang lebih sedikit dibandingkan pengolahan
biologis lainnya.
 Hemat energi.
 Biaya rendah karena maintenance sederhana.
 Efisiensi Penyisihan BOD: 94% -99%
 Efisiensi Penyisihan TSS: 97%
 Efisiensi Penyisihan Nitrogen (N): 90% - 94%
 Cocok diterapkan pada daerah yang penduduknya memiliki densitas
rendah hingga medium.

Kekurangan:
 Nilai TSS pada effluen cenderung tinggi dibandingkan modifikasi lain
dari proses lumpur aktif.
 Memerlukan lahan yang luas
 Rotor penyuplai oksigennya harus dibersihkan secara periodik.
 Umumnya digunakan untuk pengolahan limbah skala kecil
 Efisiensi tidak stabil (menurun pada malam hari) karena proses
fotosintesis berhenti.

Gambar 3.20. Diagram Alir Pengolahan dengan Oxidation Ditch

(Sumber: http://nett21.gec.jp/JSIM_DATA/WATER/WATER_2/html/Doc_231.html)

Gambar 3.21. Rotor pada Oxidation Ditch

3.3.5.4 Cost Oxidation Ditch


Volume kolam untuk OD sangatlah besar. Dibandingkan dengan unit
pengolahan tingkat dua lainnya, OD membutuhkan lahan yang cukup besar dan
hal ini otomatis menyebabkan tingginya kebutuhan biaya. Biaya dari OD tetapi
bervariasi bergantung pada kapasitas pengolahan, kriteria desain, harga lahan,
harga kontraktor, dan hal-hal lainnya. Berdasarkan situs wastewaterinfo.asiabiaya
unit dari OD berdasarkan kapasitas pengolahan bisa mencapai $0,86-$1,43/L/hari.

3.3.6. Anaerobic Digester


Anaerobic Digester (AD) pada dasarnya merupakan suatu unit pengolahan
air limbah secara biologi yang memanfaatkan bakteri anaerobik dalam tangki
tertutup, sehingga mampu menghasilkan biogas. Tujuan utama dari pengolahan
menggunakan AD adalah untuk mengurangi jumlah lumpur yang harus dibuang
dari pengolahan air limbah. AD biasanya digunakan sebagai secondary treatment
atau pengolahan tingkat dua untuk mengolah air limbah. Pengolahan secara
anaerobik sangatlah efektif dalam menyisihkan komponen-komponen organik
yang dapat terurai, dan menyisakan komponen mineral seperti ammonium (NH4+),
dan Sulfida (S2) di dalam air. Akibatnya, lumpur yang dihasilkan dari proses ini
cenderung sedikit, terlebih lagi akan terbentuk biogas yang dapat digunakan
sebagai energi. Biasanya AD digunakan apabila air limbah yang diolah berupa
distilasi alkohol, air lindi, air limbah farmasi, air limbah manufaktur kimia, hasil
pengolahan dairy dan keju, air limbah domestik, minuman soda, hasil proses gula,
dan lainnya.
3.3.6.1 Cara Kerja Anaerobic Digester
Air limbah akan masuk ke dalam tangki anaerobik hingga penuh agar tidak
ada ruang untuk oksigen, yang kemudian influennya tersebut akan ditutup.
Kemudian, bakteri-bakteri anaerobik kan mulai bekerja memecah komponen-
komponen organik yang ada pada air limbah menjadi karbon dioksida (CO2) dan
gas methan (CH4). Proses ini akan menghasilkan residu yang berbentuk seperti
tanah dan biasanya juga disebut dengan sludge.
Gambar 3.22. Proses Penguraian Senyawa Organik Menjadi Gas Methan oleh Bakteri
Anaerobik

(Sumber: https://ocw.tudelft.nl/wp-content/uploads/Chapter_16_-
_Anaerobic_Wastewater_Treatment.pdf)

Gambar 3.23. Residual Hasil Pengolahan Anaerobik

(Sumber: https://engineering.dartmouth.edu/~d30345d/courses/engs37/anaerobicdigestion.pdf)

3.3.6.2. Kekurangan dan Kelebihan Anaerobic Digester


Karena pada dasarnya unit pengolahan Anaerobi Digester bekerja
menggunakan prinsip pengolahan anaerobik secara umum, maka beerikut adalah
kelebihan dan kekurangan dari sistem pengolahan air limbah secara anaerobik
dibandingkan dengan sistem aerobik.
Kelebihan:
 Membutuhkan energi yang lebih sedikit
 Menghasilkan biological sludge yang lebih sedikit
 Lebih sedikit nutrisi yang diperlukan (untuk bakteri)
 Menghasilkan gas methan (potensi sumber energi)
 Volume reaktor yang lebih kecil
 Tidak menghasilkan polusi udara dari minyak dan gas
 Tidak membutuhkan beban yang konstan
 Reduksi lumpur 90%
 Dapat menerima beban pengolahan dengan COD tinggi (mencapai 20-35
kg COD/m3)
Kekurangan:
 Waktu start-up yang lebih lama
 Dapat membutuhkan tambahan alkalinitas
 Membutuhkan pengolahan tersier yang berupa aerobic treatment untuk
menghasilkan effluen yang memenuhi standar
 Tidak dapat menyisihkan nitrogen dan fosforus
 Menghasilkan bau tidak sedap, dan gas yang korosif
 Sensitif terhadap perubahan temperatur (terutama temperatur rendah)
3.3.6.3. Pertimbangan dan Kriteria Desain Anaerobic Digester
 Konsentrasi COD influen 3000-30.000 mg/L
 Keberadaan bahan beracun pada stream
 Temperatur reaktor 25-30oC
 Alkalinitas 2000-4000 mg/L CaCO3
 Kebutuhan nutriennya adalah 10-13mg untuk Nitrogen, 2-2,6 mg untuk
fosforus, dan 1-2 mg untuk sulfur / 100 mg biomass
 SRT >20 hari (30oC)
Gambar 3.24. Proses Pengolahan dengan Anaerobic Digester

(Sumber: https://engineering.dartmouth.edu/~d30345d/courses/engs37/anaerobicdigestion.pdf)

3.4 Pengolahan Lumpur


Pengolahan lumpur menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari suatu
instalasi pengolahan air limbah. Inti dari pengolahan lumpur adalah mengurangi
kadar air, menstabilkan, serta menghilangkan mikroorganisme patogen. Berikut
ini adalah berbagai teknologi/metode dalam pengolahan lumpur.Secara umum,
sistem penanganan dan pembuangan lumpur terdiri dari:
 Pemadatan (Thickening)
 Stabilisasi (Stabilization)
 Pengeringan (Dewatering)
 Pembuangan (disposal)

3.4.1 Pemadatan (Thickening)


Adalah proses yang dilakukan untuk mengurangi volume lumpur sekaligus
meningkatkan konsentrasi padatan di dalam lumpur. Proses ini dapat dilakukan
menggunakan peralatan antara lain gravity thickener, gravity belt thickener, rotary
drum, separator, centrifuge, dan flotator.

3.4.1.1Gravity Thickener
Metode thickening yang cukup terkenal adalah gravity thickening. Sesuai
dengan namanya, dalam proses ini terjadi pemanfaatan gaya gravitasi
(pengendapan) untuk memisahkan air dari dalam sludge. Unit pengolahan yang
digunakan untuk proses ini disebut gravity thickener yang serupa dengan
secondary clarifier pada sistem lumpur aktif.
Lumpur dari bak pengendapan dan pengolahan biologis dimasukkan ke
dalam tangki thickener, alat mekanis akan mengaduk lumpur perlahan-lahan.
Supernatant naik menuju saluran di sekeliling tangki dan dialirkan ke bak
pengendap I. Lumpur kental dikumpulkan di dasar tangki lalu dipompa ke unit
digester atau unit dewatering.
Salah satu tipe yang biasa dipakai adalah gravity thickening secara mekanis.
Lumpur dari bak pertama dan kedua dipompa menuju bak pengaduk untuk
dipekatkan. Pengadukan dilakukan secara perlahan menggunakan pengaduk
mekanis. Lumpur yang sudah dipekatkan dikumpulkan dalam ruang lumpur dan
kemudian dipompa ke digester untuk reduksi massa. Supernatant keluar melalui
pelimpah, kemudian dialirkan menuju pengolahan sekunder agar zat organiknya
direduksi.

Gambar 3.25. Tipikal Unit Gravity Thickener


Gambar 3.26. Jenis Unit Gravity Thickener

3.4.1.1.1 Kelebihan dan KekuranganGravity Thickener


Kelebihan
a. Teknologi ini menawarkan kesederhanaan dalam operasional dan
mekanikal.
b. Pada unit ini menunjukkan biaya operasi yang lebih rendah dibandingkan
denganmetode pengental dan sedimentasi yang lainnya, sehingga tidak
menimbulkan anggaran biaya pengelolaan yang membengkak.
c. Pada unit ini tidak perlu menggunakan penyedotan manual dan
pengagkutan lumpur melalui mobil pengangkut melainkan
lumpurdisalurkan pada pipa di bagian bahawah sehingga Lalu lintas truk
di instalasi bisa jadi dikurangi.
d. Pengurangan biaya untuk proses pengangkutan dan distribusi lumpur
oleh truk bisa dikurangi.
e. Teknologi memungkinkan fasilitas penyimpanan yang ada untuktahan
lebih banyak hari produksi biosolids.
f. Teknologi memungkinkan penggunaan penyimpanan lebih kecilfasilitas.
g. Transfer padatan ke kendaraan aplikator bisa jadidilakukan lebih cepat
h. Pemadatan tanah dapat dikurangi sebagai nitrogen tanamanpermintaan
dapat dipenuhi dengan lebih sedikit lintasanaplikator kendaraan.
Kekurangan
a. Kondisi septik akan menghasilkan bau belerang.
b. Konsentrasi padatan supernatan adalah padatan lebih tinggi dibandingkan
dengan yang dihasilkan oleh DAF atau pengental sentrifugal
c. Luas lahan yang cukup besar dibutuhkan.
d. Konsentrasi padatan dalam padatan yang menebal
e. biasanya lebih rendah daripada DAF, sabuk gravitasi, atau pengental
sentrifugal
f. seringkali timbul lumpur yang naik ke atas (sludge floating) akibat dari
terlalu lama lumpur berada dalam bak lumpur karena tidak cepat
dikeluarkan. Hal ini dapat menyebabkan kondisi anaerobik sehingga
menghasilkan gas. Gas tersebut akan membawa sekelompok lumpur ke
permukaan. Ciri-ciri lumpur tersebut adalah berbau dan berwarna hitam.
3.4.1.1.2Kriteria Desain Gravity Thickener
 Luas permukaan minimum didasarkan pada hydraulic loading atau solid
loading (lihat Tabel 16)
 Kedalaman side water umumnya 3 meter
 Waktu detensi sekitar 24 jam

Tabel 3.6. Kriteria Desain Gravity Thickeners

Sumber: Institut Teknologi Sepuluh November, 2013

3.4.2 Stabilisasi Lumpur


Stabilisasi lumpur merupakan upaya mengurangi kandungan senyawa
organik dalam lumpur atau mencegah aktivitas mikroorganisme. Tujuan stabilisasi
lumpur adalah agar lumpur menjadi stabil dan tidak menimbulkan bau busuk dan
gangguan kesehatan saat dilakukan proses maupun saat pembuangan ke
lingkungan.
3.4.2.1 Digestasi Anaerobik
Proses digestasi anaerobik merupakan suatu proses degradasi senyawa
organik dalam lumpur yang melibatkan aktivitas mikroba yang terjadi secara
anaerobik. Mikroorganisme di dalam reaktor akan bekerja “memakan” zat-zat
organik yang berada di dalam sludge untuk menghindari/mengurangi proses
dekomposisi zat organik setelah lumpur keluar dari instalasi pengolahan.

Stabilisasi ini biasanya hanya diperuntukan untuk lumpur biologi dan


dilakukan sebelum proses pengeluaran air dari lumpur. Dengan proses digestasi
ini, sekitar 50% senyawa organik dalam lumpur dapat diubah menjadi gas bio
yang tersusun dari metan (CH4) dan CO2 apabila di dalam senyawa organik
tersebut terdapat kandungan sulfur, maka dihasilkan H2S. Produk gas bio ini
sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi, sedangkan lumpur
sisa yang diperoleh bisa dimanfaatkan sebagai pupuk.

Digestasi lumpur dilakukan dalam tangki tertutup dengan sistem


pengeluaran gas dan dapat dilengkapi dengan sistem pengadukan. Waktu
retensi yang diperlukan antara 10-20 hari dengan beban padatan antara 2-4
kg/m3. Hasil pemekatan dengan sistem ini mencapai kadar padatan kering
antara 2-5% atau kandungan air 95-98% untuk lumpur kimia-fisika, sedangkan
untuk lumpur campuran kimia-fisika-biologi kadar padatan kering hanya
mencapai 1,5-4% atau kandungan air 96-98,5%.

Kelebihan sistem ini adalah pengurangan lumpur diubah menjadi gas yang
dapat dimanfaatkan sebagai energi panas. Lumpur hasil olahan sangat stabil,
kandungan bakteri pathogennya rendah, sehingga cocok untuk menjadi stabilizer
tanah. Kelemahan dari sistem ini adalah cara pengoperasiannya agak sulit,
tingginya biaya investasi, dan kecenderungan menghasilkan kualitas supernatan
yang rendah.

Kapasitas digistasi dihitung berdasarkan :

 Konsep umur lumpur (mean cell residence time)


 Pembebanan volmetrik (volumetric loadings)
 Reduksi volume (observed volume reduction)
 Berdasarkan populasi (population basis)

Mean cell Residence Time


Penghitungan volume berdasarkan pada waktu tinggal lumpur, yaitu :
- (30-60) hari untuk reaktor standart rate
- (10-20) hari untuk high rate.
Volume = Qin .td (m3)

Volumetric Loading
𝑸 𝒊𝒏 .𝑿 𝒊𝒏
Volume =
𝑩𝒘

Population Basis
Kapasitas digester dihitung berdasarkan populasi yang menggunakan
120 g solids/kapita.hari

Observed Volume Reduction


Selama pengolahan kumpur, volume lumpur berkurang dan sejumlah
supernatandikembalikan ke IPAL. Sehingga volume lumpur yang tersisa dalam
digester akanmenurun secara eksponensial. Kapasitas digester yang diperlukan
dihitungdengan rumus:
V = [ Qin – 2/3 ( Qin-Qout)].DT

Besarnya volume methane dapat dihitung dengan rumus

V = 0,35 m3/Kg { [ EQSo (103 g/kg)-1] – 1,42 (Px) }

Di mana, Px = massa lumpur yang diproduksi netto, kg/hari

= YQESo (103 g / kg)-1 / {1 + Kd . Θc}

Y = Koefisien yields, g/g (limbah kota Y = 0,04 – 0,1)

E = Efisiensi pengolahan (0,6 – 0,9)

Q = Debit influen lumpur, m3/hari

S0 = BODL (BOD ultimate) lumpur influen, mg/l


Kd = koefisien endogenous, hari-1 (limbah kota Kd = 0,02-0,04)

ΘC =mean cel residence time

V = Volume gas methan yang dihasilkan, m3/hari

0,35 = faktor konversi teoritis untuk methan yang dihasilkan dari 1 kg

BOD

1.42 = faktor konversi dari sel organik menjadi

3.4.2.3. Dewatering
3.4.2.3.1 Sludge Drying Bed
Sludge drying bed berfungsi untuk menampung lumpur pengolahan baik
dari proses kimia (daf) maupun proses biologi, dan memisahkan lumpur yang
bercampur dengan air dengan cara proses penguapan menggunakan energi
penyinaran matahari.

Gambar 3.27. Sludge Drying Bed

Pengeluaran air lumpur dilakukan melalui media pengering secara gravitasi


dan penguapan sinar matahari. Lumpur yang berasal dari pengolahan air limbah
secara langsung tanpa proses pemekatan terlebih dahulu dapat dikeringkan dengan
drying bed.

Lumpur merupakan hasil akhir dari setiap instalasi pengolahan air limbah.
Pada instalasi pengolahan air limbah yang menggunakan sistem lumpur aktif yang
dihasilkan dalam bak sedimentasi sebagai recycle dan sebagian lagi dipompakan
ke bak pengering lumpur (sludge drying bed) lumpur yang ditumpahkan ke bak
pengering lumpur biasanya mengandung kadar solid 10 % dan air 90 %.

Air yang meresap melewati lapisan penyaring, masuk ke pipa unser drain
dan sebagian lagi menguap ke udara. Waktu pengeringan lumpur biasanya 3-4
minggu dengan ketebalan lapisan lumpur dalam bak pengering antara 15-25 cm.
Semakin tebal lapisan lumpur, waktu pengeringan semakin lama apalagi ke dalam
bak pengering lumpur yang sudah terisi lumpur masih dimasukkan lagi lumpur
yang baru. Keadaan cuaca juga sangat mempengaruhi lamanya waktu pengeringan
lumpur
.
3.4.2.3.1.2 Kriteria Desain
 Drying atau sludge drying bed merupakan salah satu metoda
dewatering dengan ukuran kecil hingga medium (maksimum setara
dengan 25.000 orang).
 Pada unit ini, dewatering terjadi karena evaporasi dan drain
(peresapan).
 Pada musim kemarau, untuk mencapai kadar solid 30 - 40 %
diperlukan waktu 2 - 4 minggu.
 Unit sludge drying bed terdiri dari:

- bak / bed, berukuran 6 - 9 meter (lebar), 7,5 - 37,5 meter (panjang),


20 - 30 cm (kedalaman lumpur)
- pasir, tebal 15 - 25 cm
- kerikil, tebal 15 - 30 cm
- drain, di bawah kerikil untuk menampung resapan air dari lumpur

 Luas drying bed dapat dihitung dengan persamaan:


 A = K (0,01 R + 1,0)
Dimana:
A = luas per kapita, ft2/kap.
K = faktor yang tergantung pada tipe digestion
K = 1,0 untuk anaerobic digestion
K = 1,6 untuk aerobic digestion
R = hujan tahunan, in.

Tabel 3.7. Dimensi Bak Pengering Lumpur

Deskripsi bak pengering berupa:


 Bak dangkal berisi media penyaring pasir setinggi 10-20 cm dan
 batu kerikil sebagai penyangga pasir antara 20-40 cm, serta saluran
air tersaring (filtrat) di bagian bawah bak.
 Pada bagian dasar bak pengering dibuat saluran atau pipa
pembuangan air dan di atasnya diberi lapisan kerikil (diameter 10-30
mmÆ) setebal 20 cm dan lapisan pasir kasar (3-5 mmÆ) setebal 20-
30 cm.
 Media penyaring merupakan bahan yang memiliki pori besar untuk
ditembus air. Pasir, ijuk dan kerikil merupakan media penyaring
yang sering digunakan.
 Pengisian lumpur ke bak pengering sebaiknya dilakukan 1 kali
sehari dengan ketebalan lumpur di bawah 15 cm. Mengingat
keterbatasan daya tembus panas matahari, maka kedalaman bak
kurang dari 50 cm. Jika lumpur masuk terlalu banyak, permukaan
lumpur tampak mengering tetapi lapisan bawah masih basah,
sehingga pengurangan air perlu waktu berhari-hari. Jika saringan
tersumbat maka air tidak dapat keluar, sehingga pengurangan kadar
air tidak terjadi.
 Pengurangan kandungan air dalam lumpur menggunakan sistem
pengeringan alami dengan matahari, maka air akan keluar melalui
saringan dan penguapan. Pada mulanya keluarnya air melalui
saringan berjalan lancar dan kecepatan pengurangan air tinggi, tetapi
jika bahan penyaring (pasir) tersumbat maka proses pengurangan air
hanya tergantung kecepatan penguapan. Kecepatan pengurangan air
pada bak pengering lumpur seperti ini bergantung pada penguapan
dan penyaringan, dan akan sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca
seperti suhu, kelembaban, kecepatan angin, sinar matahari, hujan,
ketebalan lapisan lumpur, kadar air, sifat lumpur yang masuk dan
struktur kolam pengeringan. Waktu pengeringan biasanya antara 3-5
hari.

Gambar 3.28. Sketsa Denah dan Potongan Sludge Drying Bed


Gambar 3.29. Sketsa Denah dan Potongan Sludge Drying Bed

Gambar 3.30. Sketsa Denah dan Potongan Sludge Drying Bed

Kelebihan
a. Teknologi ini menawarkan kesederhanaan dalam Oprasional dan
Mekanikal.
b. Pada unit ini menunjukkan biaya operasi yang lebih rendah dibandingkan
denganmetode lain karena proses pengeringan hanya menggunakan sinar
matahari saja.
c. Pada unit ini tidak perlu menggunakan listrik sehingga mengurangi beban
biaya dalam penggunaan listrik dalam instalasi.
d. Pengurangan biaya untuk proses pengangkutan dan distribusi lumpur
oleh truk bisa dikurangi.
e. Teknologi memungkinkan fasilitas penyimpanan yang ada untuktahan
lebih banyak hari produksi biosolids.
f. Pemadatan tanah dapat dikurangi sebagai nitrogen tanamanpermintaan
dapat dipenuhi dengan lebih sedikit lintasanaplikator kendaraan.
g. Hasil padatan lumpur yang kering bisa diaplikasikan sebagai bahan lain
yang masih bermanfaat digunakan.
Kekurangan
a. Kondisi yang tidak baik akan menimbulkan kondisi yang bersifat
anaerobic dan menimbulkan bau yang tidak sedap.
b. Luas lahan yang cukup besar dibutuhkan.
c. Sering kali dalam proses pengeringan lumpur ini membutuhkan waktu
yang relative lebih lama dikarenakan proses pengeringan hanya
bergantung pada kondisi cuaca

3.4.2.4 .Pembuangan Lumpur (Disposal)


Dalam pengolahan air limbah akan dihasilkan lumpur yang berkemungkinan
mengandung kontaminan yang memiliki konsentrasi tinggi. Oleh karena itu
dibutuhkan proses pembuangan yang baik dalam mengolah lumpur hasil
pengolahan air limbah agar lingkungan dapat tetap terlindungi dan tidak tercemar
.
Pembuangan lumpur ke lahan (land disposal) dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu:
 Sistem kolam (lagoon)
 Menggunakan truk
 Spray (pancaran)
 Sistem perpipaan ke dalam suatu lahan pertanian ataupun kolam
BAB IV

PEMILIHAN ALTERNATIF

Pada tahap ini dilakukan pemisahan padatan berukuran besar ataupun


grease, agar tidak terbawa pada unit pengolahan selanjutnya, agar tercipta
performa pengolahan yang optimal. Air dialirkan lewat inlet chamber di mana ada
screen yang dapat menyaring benda padat. Selanjutnya air masuk ke grease trap
yang berguna untuk memisahkan lemak yang dapat mengganggu proses biologi.
Beberapa pertimbangan dalam pemilihan screenyaitu : kecepatan aliran
maksimum dan minimum air limbah yang akan melewati screen , debit air limbah
saat ini dan di masa yang akan datang, besarnya celah yang diperlukan, headloss
yang melewati screen, penanganan material yang tertahan pada screen hingga
pembuangannya, ketersediaan ruang, pola debit harian karakteristik air limbah
(dalam hal ini jenis/ukuran material yang akan melewati screen). Untuk
pengolahan air limbah yang akan dilakukan, digunakan screen dengan jenis bar
screen. Bar screen ini dipilih karena berdasarkan tinjauan pustaka yang
dilakukan, bar screen memiliki efisiensi penyisihan yang tinggi, yaitu penyisihan
TSS sebanyak 15-30%, BOD sebesar 5-25%, lemak sebanyak 30-50%, dan
padatan yang mengapung hingga 90%.
Setelah melalui bar screen, pengolahan awal selanjutnya dilakukan
menggunakan grit chamber. Grit chamber digunakan untuk menyisihkan partikel-
partikel yang dapat mengendap seperti kerikil, pasir, dan beberapa zat organik.
Tujuan penyisihan ini dilakukan agar partikel-partikel yang berukuran kecil dan
lolos melalui bar screen dapat disisihkan agar tidak menghambar proses
pengolahan selanjutnya Setelah itu aliran masuk ke bak ekualisasi untuk
menghomogenkan debit dan konsentrasi aliran, sehingga kuantitas air yang masuk
ke pengolahan selanjutnya akan stabil.
Kemudian air akan menuju ke primary clarifier. Pada proses ini terjadi
pemisahan partikel yang mengendap secara gravitasi (suspended solid) sehingga
mengurangi beban pengolahan pada unit selanjutnya. Pada proses ini berguna
untuk membuat aliran jadi lebih tenang dan aliran dapat stabil. Rotating
Biological Contactor (RBC).Proses pengolahan yang di lakukan adalah untuk
menurunkan BOD (bio-chemical oxygen demand) dan COD (chemical oxygen
demand) yang ada pada air limbah, sehingga dapat memenuhi kualitas air yang
layak untuk kita buang ke saluran kota, Pengolahan polutan dilakukan oleh
mikroorganisma yang melekat pada permukaan disk yang berputar. Perputaran ini
dilakukan guna memenuhi kebutuhan oksigen untuk kehidupan mikroorganisma
dan mencegah terjadinya kondisi anaerob yang dapat menimbulkan bau. Pada saat
disk berputar terjadi kontak biomass yang dengan oksigen pada saat disk
menyembul di permukaan dan terjadi kontak pada material organik yang ada pada
air limbah untuk menjadi makanan pada saat disk terendam. Jadi bila disk terlihat
kotor jangan dibersihkan karena sebenarnya itu adalah bakteri. Pilihan lainnya
dialah Oxidation ditch adalah bak berbentuk parit yang digunakan untuk
mengolah air limbahdengan memanfaatkan oksigen (kondisi aerob). Kolam
oksidasi ini biasanya digunakan untuk proses pemurnian air limbah setelah
mengalami proses pendahuluan. Prinsip kerja dari reaktor ini sama dengan proses
lumpur aktif hanya aliran limbahnya dibuat seperti aliran pada parit yang
bergelombang. efisiensi penurunan zat organiknya (influen + 200 mg/lt BOD,
effluen + 50 mg/l BOD) dan masih mengandung zat padat tersuspensi yang tinggi
dari adanya algae (100 – 200 mg/l). Pilihan ketiga ialah pemakaian biodigester
sebagai alternatif pengolahan limbah akan berdampak pada mengurangi
terakumulasinya gas methan diudara akibat biodegradasi sampah organik/
agroindustry, mengurangi dihasilkannya gas CO2 yang disebabkan pemakaian
bahan bakar fosil (minyak tanah), lingkungan menjadi bersih dan pelestarian
lingkungan dapat terjaga, mengurangi biaya pembelian bahan bakar untuk
keperluan rumah tangga bagi masyarakat, sehingga diharapkan mengurangi biaya
hidup masyarakat, mengurangi biaya subsidi pemerintah akan bahan bakar bagi
keperluan rumah tangga masyarakat. Dengan demikian pengolahan limbah dengan
biodigester merupakan suatu hal yang sangat relevan dengan tujuan dari
Millenium Development Goals. Pertimbangan teknologi ini karena nilai efisiensi
dari Parameter BOD sendiri yaitu 93.98 %
Secondary Clarifier dimana unit ini berfungsi sebagai clarifier akhir untuk
mengendapkan partikel-partikel yang masih belum terendapkan, serta biomass
yang telah mati.Disinfeksi. Pada proses ini dilakukan penginjeksian chlorine yang
bertujuan membunuh bakteri-bakteri patogen yang ada. Effluent Tank. Air yang
telah kita olah akan dialirkan menuju effluent tank untuk selanjutnya dibuang
pada saluran kota. Sebagian air ini dapat kita proses lagi untuk keperluan
recycling yang dapat kita gunakan untuk menyiram taman dan air cuci kendaraan.
Proses pengolahan lumpur yang digunakan sebagai alternatif dalam
pengolahan air limbah pada efflluen yang dihasilkan terdiri dari beberapa tahap,
yaitu pemadatan dengan menggunakan gravity thickening, proses stabilisasi
dengan digestasi anaerobik, lalu dilanjutkan dengan proses dewatering
menggunakan Sludge Drying Bed, dan hasil akhir pengolahan lumpur disalurkan
keland disposal.
Proses pemadatan dengan gravity thickening dilakukan menggunakan untuk
mengolah lumpur yang dihasilkan oleh primary clarifier dan secondary
clarifier.Pengolahan dengan gravity thickening dipilih karena teknologi ini
sederhana dan memiliki biaya operasi yang lebih rendah. Setelah lumpur
dipadatkan, lumpur perlu distabilkan untuk mengurangi kandungan zat organik
pada lumpur, hal ini pun dibutuhkan untuk menurunkan nilai BOD dan COD yang
tinggi pada effluen. Proses stabilisasi yang digunakan adalah digestasi anaerobik.
Proses ini dipilih karena kadar oksigen terlarut dalam effluen sangat terbatas,
sehingga teknologi yang dipilih adalah teknologi yang tidak membutuhkan
oksigen. Selain itu, dengan digunakannya digestasi anaerobik, maka lumpur hasil
olahan sangat stabil serta kandungan bakteri pathogennya rendah. Proses
selanjutnya adalah proses dewatering menggunakan Sludge Drying Bed. Proses ini
dipilih karena bersifat sederhana karena hanya menggunakan tenaga sinar
matahari, sehingga biaya operasional yang dibutuhkan akan menjadi lebih rendah.
Setelah melalui proses dewatering, lumpur akan dibuang dengan proses
landfilling.
Gambar 6. Alternatif Pengolahan Air Limbah 1

Gambar 5. Alternatif Pengolahan Air Limbah 2

Primary
Clarifier

Gambar 4. Alternatif Pengolahan Air Limbah 3


BAB V

METODE PERHITUNGAN

4.1. Bar Screen


4.1.1 Kriteria Desain
Dalam desain ini, bar screen tidak dibuat secara manual dengan
perencanaan khusus karena screenakan didapat dari supplier dengan fabrikasi.
Bagian-bagian dari screen yang harus difabrikasi adalah diameter pipa inlet dan
outlet. Ukuran kedua pipa tersebut harus sesuai dengan debit air limbah yang
terproduksi dengan beberpa ketentuan yaitu.
1. Saat debit maksimum, kecepatan aliran dalam pipa inlet maupun outlet
tidak melebihi 3 m/detik (Moduto, 2000), agar friksi sepanjang pipa tidak
terlalu besar
2. Saat debit minimum, kecepatan aliran tidak terlalu kecil yaitu kurang dari
0,3 m/detik (Moduto,2000) untuk memenuhi syarat kecepatan pipa agar
terjadi self cleansing (tidak terjadi pengendapan di sepanjang pipa).
Tabel 1. Merupakan data-data perencanaan ukuran pipa outlet bar screen.

Kehilangan tekan pada bukaan bar screen sebesar 1,2 m – 2 m (Metcalf &
Eddy,2004) , maka untuk mengimbangi hal itu, screen diletakkan di tempat yang
elevasinya lebih tinggi dari tangka ekualisasi agar tidak dibutuhkan pemompaan,
sedangkan tangka ekualisasi berada di wilayah IPAL yang berelevasi relatif datar.
Kriteria desain dari bar screen adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Kriteria Bar Screen
Parameter Simbol Besaran Satuan Sumber
Jarak bukaan antar Metcalf &
Eddy,2003
batang b 25-75 mm
Lebar penampang Metcalf &
Eddy,2003
batang w 5-15 mm
Panjang penampang Metcalf &
Eddy,2003
batang p 50-75 mm
Metcalf &
Sudut kemiringan batang θ 45-60 ᵒ Eddy,2003
Kecepatan mendekati Metcalf &
Eddy,2003
bars Vh 0,6-1 m/dt
Metcalf &
Headloss tersedia Hl 800 mm Eddy,2003
Qasim,
Headlos maksimum H1 150 mm 1985
Jumlah bahan yang Seelye
tersaring dengan bukaan
(1,27 – 5,08) cm 0,5-6 ft3/mgal

4.1.2 Data Perancanaan


Data perencanaan dari bar screen dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.2 Data Perencanaan Bar Screen
Parameter Simbol Besaran Satuan
Direncanakan:
Debit rata-rata Qr 160 l/detik
Debit minimum Q min 96 l/detik
Debit maksimum Q max 227 l/detik
Faktor Kirschen (Qasim,
1985) β 1,79
Asumsi Awal:
Jarak bukaan antar batang b 30 Mm
Lebar penampang batang w 8 Mm
Panjang penampang batang p 70 Mm
Sudut kemiringan batang θ 60 ᵒ
Bentuk penampang Lingkaran Mm
Lebar saluran 1000 Mm

4.1.3 Data Perhitungan


Perhitungan Debit
Untuk mendapatkan nilai debit rata-rata air buangan (Qr), perlu diketahui
nilai fluktuatif debit berdasarkan waktu (Qi). Perhitungan nilai Qi dilakukan
dengan langkah berikut:
Qi = Q x % air buangan
Berikut contoh perhitungan nilai debit pada jam 00.00-01.00.
Q 00.00-01.00= 3,84 m3/s x 2,5%
= 0,096 m3/s

2
Perhitungan nilai Qr pun dilakukan dengan langkah berikut:
(𝑄1+𝑄2+⋯+𝑄𝑛)
Qr =
𝑛

Tabel 4.3 Data Debit Air Buangan


% Air Q Qi
Waktu
Buangan (m3/s) (m3/s)
00,00-01,00 2,5 0,096 (Q min)
01,00-02,00 2,5 0,096
02,00-03,00 2,5 0,096
03,00-04,00 2,5 0,096
04,00-05,00 3,3 0,127
05,00-06,00 3,79 0,146
06,00-07,00 5,01 0,192
07,00-08,00 5,91 0,227
0,227 (Q
08,00-09,00 5,91
maks)
09,00-10,00 5,4 0,207
10,00-11,00 5,05 0,194
11,00-12,00 4,65 3,84 0,179
12,00-13,00 4,65 0,179
13,00-14,00 4,85 0,186
14,00-15,00 4,85 0,186
15,00-16,00 4,85 0,186
16,00-17,00 5,38 0,207
17,00-18,00 6,1 0,234
18,00-19,00 4,32 0,166
19,00-20,00 4,32 0,166
20,00-21,00 3,53 0,136
21,00-22,00 2,93 0,113
22,00-23,00 2,6 0,100
23,00-24,00 2,6 0,100
Qr 0,160

Debit air buagan (Qr) =0,16 m3/s


= 0,16 x 1000
= 160 L/s

3
Untuk mengetahui nilai debit maksimum dilakukan dengan rumus sebagai
berikut:
Qmaks = 3,2 (Qr)5/6 (Syed Qasim,1985)
Maka perhitungan debit maksimum pada air buangan dilakukan dengan
langkah berikut:
Qmaks = 3,2 (160)5/6
= 220 L/detik
= 0,22 m3/s
Untuk mengetahui nilai debit minimum dilakukan dengan rumus sebagai
berikut:
1/6
Qmin = 0,2 p Qr ( Fair & Geyer, Water & Wastewater Engineering, Vol.1 )
Maka perhitungan debit minimum pada air buangan dilakukan dengan
langkah berikut:
1/6
Qmin = 0,2 (p) (160)
= 65L/dtk
= 0,065m3/s

Namun perhitungan dengan cara diatas membutuhkan data jumlah dari


populasi. Karena data jumlah populasi tidak diketahui, maka nilai debit
maksimum dan minimum ditentukan berdasarkan nilai debit maksimum dan debit
minimum pada nilai fluktuatif debit berdasarkan waktu. Berdasarkan hal tersebut
maka diketahui nilai debit maksimum adalah sebesar 227 l/detik dan nilai debit
minimum sebesar 96 l/detik.

KONDISI BERSIH
Kecepatan Aliran Saat Melewati Bar Screen
• Jumlah batang :
1 1000
𝑛=( )−1= ( ) − 1 = 25,3 ≅ 26
𝑏+𝑤 30 + 8
• Jumlah bukaan antar batang :
𝑠 = 𝑛 + 1 = 26 + 1 = 27
• Lebar bukaan total :

4
𝐿𝑡 = 𝑠 𝑥 𝑏 = 27 𝑥 30 = 810 𝑚𝑚 = 0,81 𝑚

• Panjang batang yang terendam :


Kecepatan pada bars (Vhmax) saat aliran maksimum diasumsikan 1m/detik
𝑄𝑚𝑎𝑘𝑠 0,227
𝑌 𝑡𝑚𝑎𝑘𝑠 = = = 0,28 𝑚
𝑉 𝑥 𝐿𝑡 1 𝑥 0,81
• Kedalaman air pada saluran saat aliran maksimum :
𝑌𝑖 = 𝑌𝑡𝑚𝑎𝑘𝑠 sin 𝜃 = 0,28 sin 60 = 0,24 𝑚
• Kecepatan air pad saluran saat aliran maksimum :
𝑄𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑄𝑚𝑎𝑘𝑠 0,227
𝑉 ℎ𝑚𝑎𝑘𝑠 = = = = 0,93 𝑚/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝐴𝑚𝑎𝑘𝑠 (𝑌𝑖 𝑥 𝑙) (0,24 𝑥 1)
• Velocity head pada saat aliran maksimum :
ℎ 𝑉𝑘2 0,932
𝑣= = =0,045 𝑚=45 𝑚𝑚
2 𝑔 2 𝑥 9,81

• Headloss pada saat aliran maksimum :


𝑤 4
ℎ𝑙 = 𝛽( )3 𝑥ℎ𝑣 sin 𝜃
𝑏
8 4
= 1,79 ( )3 𝑥 0,045 sin 60 = 0,012 𝑚 = 12 𝑚𝑚
30
• Kedalaman air setelah melewati bar screen
𝑌2 = 𝑌𝑖 − ℎ𝐿 = 0,24 − 0,012 = 0,228 m
• Kemiringan saluran
1 2 1 1 1𝑥0,24 2 1 1
𝑉ℎ = 0,93 = 𝑅3 𝑆 2 = ( )3 𝑋 𝑆 2 = 22.87 𝑥 𝑆 2
𝑛 0,013 1 + (2𝑥0,24)
𝑆 = 0,0016 𝑚/𝑚
• Tinggi freeboard (diasumsikan dapatt mengatasi overlow sebanyak 20%
debit maksimum) :
20% 𝑄𝑚𝑎𝑘𝑠 0,2 𝑥 0,227
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑓𝑟𝑒𝑒𝑏𝑜𝑎𝑟𝑑 = = = 0,592 𝑚
𝑉 𝑥 𝐿𝑡 1 𝑥 0,81
• Kedalaman air pada saat aliran minimum :
2
1 𝑏𝑦 2 1 1 𝑦 3 1
𝑄 =𝑏𝑦 ( )3 𝑆 2 = 𝑦 𝑥 𝑥( ) 0,00072
𝑛 𝑏 + 2𝑦 0,013 1 + 2𝑦
𝑦 2
= 2,04 𝑦( )3
1 + 2𝑦
Qmin = 0,096 m

5
b=1m
Kemudian subsitusi ke persamaan tersebut maka diperoleh
Y min = 0,095 m (berdasarkan trial and error)
𝑄𝑚𝑖𝑛 0,096
𝑉𝑚𝑖𝑛 = = = 0,034 𝑚/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝑏 𝑌𝑚𝑖𝑛 30 𝑥 0,095
• Panjang batang terendam
𝑦𝑚𝑖𝑛 0,034
𝑌 𝑡𝑚𝑖𝑛 = = = 0,0388 𝑚
𝑠𝑖𝑛𝜃 sin 60
• Kecepatan air pada bars saat aliran minimum :
𝑄𝑚𝑖𝑛 0,096
𝑉 ℎ min = = = 0,312 𝑚/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
(𝑌𝑡𝑚𝑖𝑛 𝑥 𝐿𝑡) (0,038𝑥 0,81)
• Velocity head pada saat minimum :
𝑉ℎ𝑚𝑖𝑛2 0,3122
ℎ𝑣 = = = 0,029 𝑚 = 29 𝑚𝑚
2𝑔 2𝑥9,81
• Headloss pada saat aliran minimum :
𝑤 4 8 4
ℎ𝑙 = 𝛽( )3 𝑥ℎ𝑣 sin 𝜃 = 1,79 ( )3 𝑥 0,029 sin 60 = 0,007 𝑚
𝑏 30
Kedalaman air setelah melewati bars screen saat aliran minimum :
𝑌2 = 𝑌𝑚𝑖𝑛 − 𝐻𝑙 = 0,095 − 0,0007 = 0,0943 𝑚
• Jumlah bahan yang tersaring
𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑥 86400 𝑥 1𝑚𝑔𝑎𝑙
ℎ𝑎𝑟𝑖
= 𝑚3
3,7854 𝑥 103 ℎ𝑎𝑟𝑖
0,227 𝑥 86400 𝑥 1
= 3,7854 𝑥 103
=5,18𝑚𝑔𝑎𝑙

Maka bahan yang tersaring =5,18 mgal x 0,5 ft3/mgal = 2,59 ft3

Berdasarkan perhitungan tersebut Bar Screen yang digunakan berjenis static


inclined dengan ukuran bukaan 2 mm. Pengoperasian screen jenis ini sebagai
berikut.
1) Screen memiliki 2 pipa inlet, yaitu pipa limbah pekat dan pipa limbah
ringan.
2) Air limbah mengalir masuk ke dalam pipa inlet dan tertampung pada bak
yang merupakan bagian dari screen

6
3) Apabila bak terasa penuh, overflow air akan mengalir melalui bukaan
screen dan menuju pipa outlet
4) Kotoran-kotoran yang tertahan akan langsung jatuh karena batang-batang
screen dan miring dan kotoran akan terkumpul di suatu wadah yang
diletakkan di depan screen.

Bar screenakan disimpan dalam suatu tempat terutup yang dapat diakses
untuk perawatan. Penggunaan tempat khusus ini ditujukan agar screen terhindar
dari kotoran-kotoran yang berasal dari sumber lain selain air limbah. Selain itu,
screen dilengkapi dengan wadah untuk menampung kotoran-kotoran yang
tersaring, dikenal dengan istilah screenings.
Dengan mengetahui persenan fluktuasi debit air limbah dapat diketahui
debit rata-rata air limbah berdasarkan debit air limbah 100% yaitu 3,84 m3/s.
Besarnya nilai debit rata-rata dapat diketahui debit maksimum dan minimum
pengolahan air limbah. Sehingga dapat diketahui kecepatan aliran pada kondisi
maksimum dan minimum. Kecepatan aliran dipengaruhi oleh debit dan luas
saluran. Adapun luas saluran dipengaruhi oleh besarnya sudut bar terhadap
horizontal. Bentuk bar memiliki faktor berbeda-beda, yang mana dalam
perencanaan ini menggnakan bentuk bar circular dengan besarnya nilai faktor
ialah 1,79.
Efektifitas proses tergantung pada jarak antar bar. Pembersihan screen
dilakukan secara manual (dengan menggunakan garpu tangan) atau dengan
mengguanakan alat pembersih mekanis yang dilengkapi dengan motor elektrik.
Dalam perencanaan menggunakan bar screen sebanyak 26 batang dengan jarak
0,03 m. Sehingga diharapkan saluran pembawa yang akan diolah pada unit
pengolahan dapat dipisahkan terlebih dahulu oleh bar screen yaitu benda-benda
kasar yang terbawa dalam air buangan. Benda-benda tersebut harus disisihkan
agar tidak menimbulkan gangguan pada pengoperasian instalasi misalnya
penyumbatan di valve, perusakan pompa, dan lain lain.
Dengan diketahui besarnya debit maksimum dapat dihitung besarnya
kedalaman air sehingga mengetahui dimensi saluran debit tersebesarnya,
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa kedalaman air saat debit terbesar
ialah 0,24 meter sedangkan pada saat debit minimum ialah 0,095 meter. Namun

7
pada desain ketinggian saluran harus ditambahkan dengan freeboard yaitu 0,592
m jadi ketinggian saluran pembawa adalah ketinggian debit maksimum dijumlah
dengan freeboard yaitu 0,335 meter. Saluran pembawa harus mampu menampung
beton masksimum debit yang direncakan karena itu yang dipakai sebagai dasar
perhitungan dimensi adalah debit maksimum. Selain itu saluran ini juga harus
berfungsi bila debit minimum terjadi (tidak terjadi endapan). Untuk itu digunakan
debit minimum sebagai pengontrol. Kecepatan (v) aliran yang melalui bar screen
0,5-1 m/detik (Metcalf& Eddy). Sehingga kecepatan aliran pada saat debit
maksimum dan minimum masih memenuhi kriteria perencanaan bar screen.
Berdasarkan perhitungan tersebut dapat disimpulkan apabila barscreen
mengalami penyumbatan akibat padatan yang tertahan di bar rack. Hal ini akan
menyebabkan luas bukaan bar screen mengalami penurunan sampai setengah dari
saar kondisi bersih. Menurunnya luas bukaan berpengaruh terhadap kecepatan
aliran saat melewati bar screen dimana kecepatan aliran akan meningkat sesuai
dengan persamaa kontinuitas. Dimana pada perencanaan ini dengan bar screen
dengan bukaan 3 cm volume bahan yang dapat tersaring ialah 2,59 ft3.

4.2. Grit Chamber


4.2.1 Kriteria Desain
Kriteria desain pada Grit Chamber dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4 Kriteria Desain Grit Chamber
Parameter Simbol Besaran Satuan
Kecepatan
horizontal Vh 0,5-1 fps
Waktu detensi td 20-60 dt
Overflow rate Vo 900 Vs
Diameter pasir
terkecil φ 0,2 mm
0,025- m3/103m3a
Volume pasir Vp 0,1 b
(Sumber : Elwyn E. Seelye, “Design” 3rd, John Willey and Sons. Inc., New York)

Untuk kriteria desain kecepatan pengendapan pada Grit Chamber


berdasarkan kondisi partikel dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.5 Kriteria Desain Kecepatan Pengendapan

8
Specific Diameter ( mm )
Kind of
0
Particle Gravity 1 0,5 0,2 0,1 0,01 0,005
,05
3
Quartz sand 2,65 170 54 16 4 0,2 0,04
30
1,01- 1 0,01- 0,01- < <
Sewage solids 0,2-40 < 0,02
1,2 -80 12 2 0,5 0,005
(Sumber : Elwyn E. Seelye, “Design” 3rd, John Willey and Sons. Inc., New York)

4.2.2 Data Perancanaan


Data perencanaan dari Grit Chamber dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.6 Kriteria Desain Grit Chamber
Parameter Simbol Besaran Satuan
Direncanakan :
Debit minimum Qmin 96 l/detik
Debit rata-rata Qrata2 160 l/detik
Debit maksimum Qmax 227 l/detik
Asumsi awal
Diameter pasir
f 0,2 mm
terkecil
Kecepatan
Vs 54 Inch/menit
mengendap
m3/103m3 air
Volume pasir P 0,05
buangan
Kecepatan horizontal Vh 0,5 fps
Waktu detensi dt 45 Detik

4.2.3 Perhitungan
1. Dimensi Grit Chamber
Direncanakan dibuat 2 unit grit chamber (1 unit beroperasi dan 1 unit
standby). Setiap unit grit chamber di desain pada kapasitas pengaliran puncak.
Debit yang digunakan dalam mendesain adalah debit maksimum Q = 0,277
m3/detik
• Asumsi kecepatan pengendapan (Vs) partikel quartz sand berdiameter 0,2
mm adalah 54 inch/meit
• Maka OR = 900 X Vs = 900 x 54 inch/menit = 48600 gpd/ft3 =
0,02295m3/m2 det

9
• Luas permukaan bak ( A surface) = Qmaks / OR
𝑚3
0,277 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝐴 𝑠𝑢𝑟𝑓𝑎𝑐𝑒 = = 12,07 𝑚2
0,02295 𝑚3 /𝑚2 𝑑𝑒𝑡
• Luas penampang melintang (A cross)
𝑚3
0,277 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝐴 𝑐𝑟𝑜𝑠𝑠 = = 15,92𝑚2
0,0174 𝑚/𝑑𝑒𝑡
• Volume bak (V)
𝑚3
𝑉 = 0,277 𝑥 45 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 = 12,465 𝑚3
𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
• Tinggi muka air di bak pada saat maksimum (d)
𝑉 12,465
𝑑= = = 1,03 𝑚 ≅ 1 𝑚
𝐴𝑠𝑢𝑟𝑓𝑎𝑐𝑒 12,07
• Lebar bak (w)
𝐴𝑐𝑟𝑜𝑠𝑠 15,92
𝑤= = = 15,92 𝑚 ≅ 16 𝑚
𝑑 1
• Panjang (p) = Asurface/w
= 12,07/16
= 0,75 m
2. Kontrol Desain
• Volume (V) =pxwxd
= 0,75 m x 16 m x 1 m
= 12 m3
• Waktu detensi pada debit maksimum (td)
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 12
= = 43,32𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝑄𝑚𝑎𝑘𝑠 0,277

𝑄𝑚𝑎𝑘𝑠 0,277 𝑚3
• 𝑂𝑅 = = = 0,02295 𝑚2 det(𝑚𝑒𝑚𝑒𝑛𝑢ℎ𝑖)
𝐴𝑠𝑢𝑟𝑓𝑎𝑐𝑒 12,07

𝑄𝑟 1,6 𝑚2
• 𝐾𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 (𝑉ℎ) = = = 0,01 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝑑𝑥𝑤 1 𝑥 16

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑄𝑟 𝑥 𝑡𝑑 0,16 𝑥 45
• 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑚𝑢𝑘𝑎 𝑎𝑖𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑏𝑎𝑘 = = = = 0,6 𝑚
𝐿𝑥𝑤 𝑝𝑥𝑤 0,75 𝑥 16

3. Struktur influen
a) Perencanaan struktur influen

10
Struktur influent grit chamber terdiri dari pintu air (stop gate). Pintu air
ini dipasang untuk mengosongkan salah satu bak yang tidak beroperasi
b) Head loss antara saluran effluen bar screen dengan saluran Grit Chamber
Head loss ini terjadi karena aliran melalui stop gate dan perubahan
ukuran saluran (convergen). Perhitungan head loss menggunakan rumus
sebagai berikut.
hL = hL1 + hL2
𝑣22 − 𝑣12 𝑣22 − 𝑣12
ℎ𝐿 = 𝑘1 ( ) + 𝑘2 ( )
2𝑔 2𝑔
Dimana :
hL1 = headloss akibat perubahan ukuran saluran , m
hL2 = headloss akibat melalui stop gate, m
k1 = konstanta perubahan ukuran saluran terbuka = 0,5
k2 = konstanta stop gate = 0,6
v1 = kecepatan aliran di saluran influen, m/detik
v2 = kecepatan aliran dalam Grit chamber, m/detik
Sehingga,
0,012 − 0,932 0,012 − 0,932
ℎ𝐿 = 0,5 ( ) + 0,6 ( )
2 𝑥 9,81 2 𝑥 9,81
ℎ𝐿 = − 0,0117 𝑚
Head loss antara saluran effluent bar screen dan saluran grit chamber
sangat kecil, akibatnya perbedaan permukaan air saluran effluen bar screen
dengan saluran grit chamber kecil pula yaitu
∆Z maksimum
𝑣22 − 𝑣12 0,012 − 0,932
( ) ± ℎ𝐿 = ( ) ± (−0,0117)
2𝑔 2 𝑥 9,81
= −0,03 𝑎𝑡𝑎𝑢 − 0,05 𝑚
Tanda negatif menunjukan bahwa tinggi muka air di saluran grit chamber
lebih kecil dibandingkan di saluran effluen dari bar screen
c) Dimensi saluran effluen bar screen
Lebar saluran effluent dari bar screen = 0,81 m
Tinggi muka air pada debit maksimum = 0,28 m
Kecepatan aliran pada debit maksimum = 0,93 m2/detik

11
Kedalaman aliran pada debit maksimum = 0,24 m
d) Dimensi saluran grit chamber
Lebar saluran (w) = 16 m
Tinggi muka air pada debit maksimum = 0,6 m
Kecepatan aliran = 0,01 m2/detik

• Headloss melalui grit chamber


𝑤𝑥𝑑 16 𝑥 1
𝑅= = = 0,8 𝑚
𝑤 + 2𝑑 16 + (2𝑥1)

2 2
𝑣𝑥𝑛 0,01 𝑥 0,013
ℎ𝐿 = ( 2 ) 𝑥 𝐿 = ( 2 ) 𝑥 0,75 = 0,000517 𝑚
𝑅3 0,83
4. Struktur Effluen
a. Struktur Effluen terdiri dari Proporsional Weir, stop gate, box effluen,
dan, saluran effluen. Dimensi box effluen = 1 m x 0,5 m dan lebar saluran
effluen (b)= 0,852 m
b. Pintu air atau stop gate dipasang pada box effleun untuk mengalirkan
ketika salah satu grit chamber dioperasikan
c. Dimensi proporsional weir pada saat pengaliran maksimum
Q maks = 0,277 m3 /detik
h = 0,96 m = 3,166 ft
Direncanakan tinggi dasar weir : a = 0,02 m = 0,066 ft dan tinggi
tenggorokan weir y = 0,12 = 0,293 ft
Lebar dasar pelat weir.
1 𝑎
𝑄 = 4,79 𝑎2 𝑏 (ℎ − )
3
𝑄
𝑏=
1
𝑎
(4,97 𝑎2 ( ℎ − 3))

20,52 𝑐𝑓𝑠
𝑏=
1
0,066 𝑓𝑡
(4.97 𝑥 (0,066 𝑓𝑡)2 (3,166 𝑓𝑡 − ))
3

𝑏 = 5,11 𝑓𝑡 = 1,56 𝑚

12
• Sisa ruang di masing – masing weir
(w-b)/2 = (2 m -1,56 m)/2 = 0,22 m
• y/a = 0,12/0,02 = 6
• x/b = 0,247
• maka x = 0,385 m
• Headloss yang terjadi pada proporsional weir
ℎ𝐿 = 35% 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑚𝑢𝑘𝑎 𝑎𝑖𝑟 𝑑𝑖 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛
ℎ𝐿 = 35% 𝑋 0,96 𝑚
ℎ𝐿 = 0,336 𝑚
d. Kedalaman air di dalam saluran outlet
• panjang weir (L) = 1,56 m
• q’ = Q/L = 0,227 m3/det / 1,56 m = 0,372 m3/det
• Asumsi y2 = 0,5 m
• Agar distribusi aliran seragam, maka untuk kebutuhan praktisnya
digunakan persamaan berikut.

2(𝑞 ′ 𝐿𝑁)2
𝑦1 = √𝑦22 +
𝑔𝑏 2 𝑦2

Jumlah ambang penerima (N) = 1


Lebar saluran effluen (b) = 1 m
2(0,372 𝑥 1,56 𝑥 1)2
𝑦1 = √0,52 + 9,81 𝑥 12 𝑥 0,5
= 0,765 m

Kedalaman total saluran = y1 + free board


Free board losses = 20% y1 (tambahan untuk friction)
= 25 cm
Maka kedalaman total saluran = 0,765 m + (20% (0,765) + 0,25 m)
= 1,168 m
5. Grit
a. Jumlah grit yang disisihkan
• Pada kapasitas pengaliran puncak (Qmaks) = 0,227 m3/detik
Jumlah grit (M) = 40 m3/106 m3 x 0,227 m3/detik x 86400 det/hari =
1,51 m3/hari
b. Dimensi ruang pasir

13
• Direncanakan kedalaman ruang pasir = 100 cm
• Volume ruang pasir = L x w x l m
V = 13,5 m x 2 m x 1 m = 27 m3
• Jumlah pasir, jika densitas pasir = 2,00 kg/L
Jumlah pasir = 27000 L x 2,00 kg/L
= 54000 kg = 54 ton
Mekanisme pengambilan pasir dilakukan dengan conveyor lantai.
Instalasi dilengkapi dengan loader untuk memudahkan pemindahan
pasir.

4.3. Bak Ekualisasi


4.3.1 Kriteria Desain
Kriteria desain bak ekualisasi dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Kriteria Desain Bak Ekualisasi

4.3.2 Data Perencanaan (Debit, Viskositas, BOD)


Bak ekualisasi direncanakan berbentuk lingkaran dan didesain memiliki
ruang lumpur seperti unit prasedimentasi serta dilengkapi dengan surface
aerator.Effluen dari bak ekualisasi ini akan dipompakan menuju unit primary
clarifier. Data perencanaan bak ekualisasi dan data debit per jam dapat dilihat
pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Kriteria Desain Bak Ekualisasi
Parameter Simbol Besaran Satuan
Debit rata-rata Qrata-rata 160 l/detik
Kedalaman air H 2 m
Kemiringan dasar tangki S 60 m/m diameter

14
Tabel 4.9. Debit per Jam
Waktu Debit Air Limbah (m3)
00.00-01.00 0.096
01.00-02.00 0.096
02.00-03.00 0.096
03.00-04.00 0.096
04.00-05.00 0.127
05.00-06.00 0.146
06.00-07.00 0.192
07.00-08.00 0.227
08.00-09.00 0.227
09.00-10.00 0.207
10.00-11.00 0.194
11.00-12.00 0.179
12.00-13.00 0.179
13.00-14.00 0.186
14.00-15.00 0.186
15.00-16.00 0.186
16.00-17.00 0.207
17.00-18.00 0.234
18.00-19.00 0.166
19.00-20.00 0.166
20.00-21.00 0.136
21.00-22.00 0.113
22.00-23.00 0.100
23.00-24.00 0.100
4.3.3 Perhitungan
4.3.3.1 Volume Bak Ekualisai
Volume bak ekualisasi didapatkan dari grafik pada Gambar 1yang
merupakan suatu perkiraan pendekatan dari fluktuasi aliran air limbah
yang diperkirakan terjadi. Tabel 4 menunjukkan fluktuasi aliran air
limbah.

15
Tabel 11. Fluktuasi Aliran Air Limbah

Air Volume Volume


Air Limbah Storage
Limbah Kumulatif Kumulatif Storage
Waktu Outflow Kumulatif
Inflow Inflow Outflow (m3)
(m3) (m3)
(m3) (m3) (m3)
00.00-01.00 345.6 576 345.6 576 -230.4 -230.4
01.00-02.00 345.6 576 691.2 1152 -460.8 -691.2
02.00-03.00 345.6 576 1036.8 1728 -691.2 -1382.4
03.00-04.00 345.6 576 1382.4 2304 -921.6 -2304.0
04.00-05.00 456.2 576 1838.6 2880 -1041.4 -3345.4
05.00-06.00 523.9 576 2362.5 3456 -1093.5 -4438.9
06.00-07.00 692.6 576 3055.1 4032 -976.9 -5415.8
07.00-08.00 817.0 576 3872.1 4608 -735.9 -6151.7
08.00-09.00 817.0 576 4689.1 5184 -494.9 -6646.6
09.00-10.00 746.5 576 5435.6 5760 -324.4 -6971.0
10.00-11.00 698.1 576 6133.7 6336 -202.3 -7173.3
11.00-12.00 642.8 576 6776.5 6912 -135.5 -7308.7
12.00-13.00 642.8 576 7419.3 7488 -68.7 -7377.4
13.00-14.00 670.5 576 8089.8 8064 25.8 -7351.6
14.00-15.00 670.5 576 8760.3 8640 120.3 -7231.3
15.00-16.00 670.5 576 9430.7 9216 214.7 -7016.6
16.00-17.00 743.7 576 10174.5 9792 382.5 -6634.1
17.00-18.00 843.3 576 11017.7 10368 649.7 -5984.4
18.00-19.00 597.2 576 11614.9 10944 670.9 -5313.5
19.00-20.00 597.2 576 12212.1 11520 692.1 -4621.4
20.00-21.00 488.0 576 12700.1 12096 604.1 -4017.3
21.00-22.00 405.0 576 13105.2 12672 433.2 -3584.1
22.00-23.00 359.4 576 13464.6 13248 216.6 -3367.5
23.00-24.00 359.4 576 13824.0 13824 0.0 -3367.5

Data fluktuasi air limbah yang disajikan pada Tabel 4 dapat menunjukkan
volume bak ekualisasi yang dibutuhkan. Berikut pengolahan datanya:
1. Air limbah Inflow (m3)
Air limbah Inflow = Q x Fluktuasi persen air buangan x 3600
= 3,84 (m3/s) x 2,5 (%) x 3600 (s)
= 345,6 m3
2. Air limbah Outflow (m3)

16
Air limbah Outlow ditentukan yaitu debit rata-rata yang dikeluarkan.
Air limbah Outflow = Q x 3600
= 0,16 (m3/s) x 3600 (s)
= 576 m3
3. Volume kumulatif Inflow dan Outflow
Volume kumulatif inflow merupakan penjumlahan dari air limbah inflow pada
jam n dan pada jam n-1. Cara yang sama digunakan untuk menghitung volume
kumulatif outflow namun menggunakan data air limbah outflow
4. Storage
Storage = Volume kumulatif inflow – volume kumulatif outflow
= 345,6 (m3) – 576 (m3)
= -230,4 m3
5. Storage Kumulatif
Storage Kumulatif merupakan penjumlahan dari nilai pada kolom storage pada
jam n dan jam n-1.

(Sumber: Perhitungan)

Gambar 7. Grafik Perhitungan Volume Bak Ekualisasi

Dari grafik pada Gambar 1 diperoleh bahwa volume bak ekualisasi yang
dibutuhkan adalah sebesar 3137,1 m3

4.2.3.2 Dimensi Bak Ekualisasi


Dimensi bak ekualisasi yang direncanakan berbentuk tabung dengan

17
surface aerator terletak di atas bak tabung ekualisasi. Dipilihkan 5 m untuk tinggi
tabung bertujuan agar surface aerator dapat masuk ke dalam permukaan air
Vtabung = πr2 x t
3137,1 = πr2 x 5 (m)
r2 = 199, 63 m2
r = 14,12 m

4.2.3.3 StrukturInlet dan Outlet


1. Struktur Inlet
a) Perencanaan struktur inlet

Berdasarkan data perencanaan perhitungan struktur inlet ini digunakan


untuk menentukan diameter pipa yang sesuai untuk digunakan agar sesuai
dengan perencanaan, dimana perhitungannya adalah sebagai berikut :
Dimana kecepatan aliran pipa minimum adalah 0,3 m/s
0.096 m3/jam
Pada saat debit minimum =
0,3
= 0.0008 m2
Diameter pipa inlet untuk bak ekualisasi adalah

0.0008 m2
= √
0,25 𝜋

0.0008 m2
=√
0,25 (3,14)

= 0,0319 m
= 3,19 cm
= 3,19 cm/2,54 = 1,2559 inch
Ukuran pipa yang tersedia = 1,38 inch = 3,5 cm = 0,035 m

Kecepatan pada saat debit maksimum :


Dengan debit maksimum inlet pada jam pemakaian sore hari dengan
kapasitas :
Debit maksimum = 0,234 m3/jam

18
0,0234 m3/jam
Kecepatan =
0,25(3,14)(0,035𝑚)2

0,0234 m3/jam
=
0,25(3,14)(0,001225𝑚2)
0,0234 m3/jam
=
0,000961625
= 2.894 m/s
(Memenuhi syarat kecepatan aliran pada saat debit minimum yaitu
kecepatan dalam pipa 0,3 m/s sampai 3 meter/sekon )

Kecepatan pada saat debit rata-rata :


Dengan debit rata rata inletnya adalah sebagaimana berikut:
Debit rata-rata = 0,160 m3/jam

0,160 m3/jam
Kecepatan =
0,25(3,14)(0,035𝑚)2

0,160 m3/jam
=
0,25(3,14)(0,035𝑚)2
0,0160 m3/jam
=
0,25(3,14)(0,035𝑚)2
= 1.725 m/s
(memenuhi syarat kecepatan aliran yaitu kecepatan dalam pipa 0,3 m/s
sampai 3 meter/sekon )

Kecepatan pada saat debit minimum:


Dengan debit rata rata inletnya adalah sebagaimana berikut:
Debit rata-rata = 0,160 m3/jam

0,096 m3/jam
Kecepatan =
0,25(3,14)(0,035𝑚)2

0,0096 m3/jam
=
0,25(3,14)(0,035𝑚)2

19
0,096 m3/jam
=
0,25(3,14)(0,035𝑚)2
= 0.392 m/s
(memenuhi syarat kecepatan aliran yaitu kecepatan dalam pipa 0,3 m/s
sampai 3 meter/sekon )

Berdasarkan perhitungan di atas yang telah dilakukan maka struktur


inlet menggunakan pipa dengan ukuran 1,5 inch dengan diameter dalam
1,38 inch.

b) Head loss antara saluran inlet dengan saluran bak ekualisasi


Dalam bak ekualisasi ini pipa yang dihubungkan adalah pipa yang masuk
dari grit chamber yang kemudian merupakan inlet dari bagian bak ekualisasi
ini dalam kasus ini saat pengaliran air dari inlet terjadi juga headloss dalam
pengaliran airnya ini dimana headlossnya sendiri dapat dihitung. Head loss ini
terjadi karena aliran melalui stop gate dan perubahan ukuran saluran
(convergen). Perhitungan head loss menggunakan rumus sebagai berikut.

hL = hL1 + hL2
𝑣22 − 𝑣12 𝑣22 − 𝑣12
ℎ𝐿 = 𝑘1 ( ) + 𝑘2 ( )
2𝑔 2𝑔
Dimana :
hL1 = headloss akibat perubahan ukuran saluran , m
hL2 = headloss akibat melalui stop gate, m
k1 = konstanta perubahan ukuran saluran terbuka = 0,5
k2 = konstanta stop gate = 0,6
v1 = kecepatan aliran di saluran influen, m/detik
v2 = kecepatan aliran dalam Bak ekualisasi, m/detik

Sehingga,
0,32 − 0,3922 0,32 − 0,3922
ℎ𝐿 = 0,5 ( ) + 0,6 ( )
2 𝑥 9,81 2 𝑥 9,81
ℎ𝐿 = − 0,003569 𝑚

20
Head loss antara saluran inlet dari bak ekualisasi ini sangat kecil,
akibatnya perbedaan permukaan air saluran inlet dan permukaan air di bak
ekualisasi ini kecil pula yaitu
∆Z maksimum
𝑣22 − 𝑣12 0,32 − 0,3922
( ) ± ℎ𝐿 = ( ) ± (−0,0117)
2𝑔 2 𝑥 9,81
= −0,00414 𝑎𝑡𝑎𝑢 − 0,005 𝑚
Tanda negatif menunjukan bahwa tinggi muka air di saluran inlet
lebih kecil dibandingkan di saluran pada bak ekualisasi dan saluran outletnya.

2. Struktur Outlet
Dalam Penentuan dan perancangan struktur outlet pada bak ekualisasi ini,
dimana struktur outlet ini dengan menggunakan pipa berdiameter 50 mm dan 32
mm untuk menyesuaikan dengan spesifikasi diameter hisap dari pompa yang
digunakan, pada struktur outlet bak ekualisasi ini digunakan pompauntuk
memindahkan air yang ada ke bak prasedimentasi. Dan ukuran dari pipa outlet ini
disesuaikan dengan spesifikasi pompa yang digunakan pada unit ini, untuk jenis
pompa yang digunakannya yaitu pompa jenis end suction centrifugal dengan
kapasitas 2,54 m3/jam digunakan untuk mentransfer air limbah yang ada dari bak
ekualisasi ini ke bak prasedimentasi.Pompa jenis end suction centrifugalTerutama
digunakan untuk mengangkut limbah perkotaan, kotoran atau cairan yang
mengandung serat yang sallah satunya adalah air limbah domestik. Dimana
pompa ini juga bisa menyedot Debu kertas dan partikel padat lainnya dari
medium, biasanya dengan suhu medium transmisi tidak lebih dari 80 ℃, alasan
penggunaan pompa ini adalah lebih tahan karat dikarenakan pompa jenis ini tahan
terhadap air dengan pH yang asam, sehingga digunakan pada bak ekualisasi ini.

4.4. Primary Clarifier

Primary clarifier dapat juga disebut primary sedimentation atau bak


pengendapan pertama. Fungsi bak pengendap pertama salah satunya adalah untuk
memisahkan partikel padat dan sebagian material organik yang terkandung di
dalam air buangan. Besarnya penyisihan biasanya ( 50 – 70 ) % total suspended
solid (Qasim,1985) dan (25 – 40 ) % BOD5 (Metcalf,1991). Partikel-partikel yang

21
memilki specific gravity lebih besar akanmengendap karena kondisi bak yang
tenang. Dipilih primary clarifier jenis horizontal flow berbentuk persegi panjang
atau rectangular dengan tipe diikuti oleh pengolahan sekunder, sehingga kriteria
desain dapat dilihat pada Tabel 12baris kedua. Bak pengendap pertama yang
ditempatkan di depan proses pengolahan biologi biasanya didisain dengan waktu
detensi yang lebih pendekdan
bebanpermukaan(surfaceloading)yanglebihbesarkecualijikaterdapatresirkulasiwas
te activated sludge ( Metcalf,1991).
4.4.1 Kriteria Desain
Tabel 12 Kriteria Desain Primary Clarifier

Parameter Range Tipikal


Kemampuan Menyisihkan (%):
BOD 30-40 -
COD 30-40 -
SS 50-65 -
P 10-20 -
Org-N 10-20 -
N 0 -
Pengendapan primer yang diikuti oleh pengolahan sekunder:
Waktu Detensi (jam) 1,5-2,5 2,0
Overflow Rate (m3/m2.hari)
Average Flow 30-50 40
Peak Hourly Flow 80-120 100
Weird Loading (m /m .hari)
3 2 125-500 250
Pengendapan primer dengan Waste Activated Sludge:
Waktu Detensi (jam) 1,5-2,5 2,0
Overflow Rate (m /m .hari)
3 2

Average Flow 24-32 26


Peak Hourly Flow 48-70 60
Weird Loading (m /m .hari)
3 2
125-500 250

(Sumber: Metcalf & Eddy, 2003)

22
Tabel 13 Kriteria Desain untuk Bak Pengendapan Pertama berbentuk Lingkaran dan Segi Empat
Parameter Range Tipikal
Rectangular (segi empat)
Kedalaman (m) 3-4,5 3,5
Panjang (m) 15-90 20-40
Lebar (m) 3-20 5-10
Flight Speed (m/menit) 0,6-1,2 0,9
Circular (lingkaran)
Kedalaman (m) 3-4,5 3,5
Panjang (m) 3-60 10-45
Lebar (m) 60-165 80
Flight Speed (m/menit) 0,02-0,05 0,03

(Sumber: Metcalf & Eddy, 2003)

Kriteria desain yang dipakai dalam perhitungan adalah sebagai berikut :

 Waktu detensi (td) = (1,5-2,5)jam

 Overflowrate(Vo)=(30-50)m3/m2/haripadaaliranrata-rata.(80–
120)m3/m2haripd aliranmax
 Beban pelimpahan (weir loading) = (125-500) m3/mhari

 Kedalaman (H) = (3-5)m

 Konsentrasi solid (Cs) = (4-6)%

 Perbandingan panjang dan lebar = (3-5) :1

 Slope dasar = (1-2)%

4.4.2 Data Perencanaan ( berdasarkan asumsi kriteria desain )

 Debit rata-rata, Qr = 0,16m3/s (berdasarkan debit yang keluar dari bak


ekualisasi)

 TSS = 397mg/l

 BOD = 498mg/l

 COD = 740mg/l

23
 Specific gravity lumpur, SG = 1,02 g/cm3

 Cs = 3%

Asumsi ( sesuai kriteria desain) :


 Over flow rate, Vo = 40 m3/m2.hari (tipikal standar desain Metcalf &
Eddy,2003)

 Rasio p : l = 4 :1

 Kedalaman bak = 3 m

 Freeboard = 0,5 m ( < 1m)

4.4.3 Perhitungan Bak Primary Clarifier

1. Luas Permukaan

𝑄𝑟
𝐴=
𝑉𝑜

𝑚3
0,16 𝑥 86400 𝑠/ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑠
𝐴=
40 𝑚3 /𝑚2 . ℎ𝑎𝑟𝑖

𝐴 =345,6 m2

2. Perhitungan Dimensi

Desain awal P : L = 4 : 1 atau P = 4 L Maka As = 4L2 = 345,6 m2


L = 9,295m = 9,5 m (sesuai kriteria desain)

P = 4 x 9,5 = 38 m (sesuai kriteria desain)

Dengan kedalaman bak (h) = kedalaman bak + freeboard

h = 3 + 0,5 = 3,5 m

Dimensi diatas berlaku dalam keadaan average flow maupun peak flow,
meskipun pada bagian ini kondisi peak flow tidak akan diberikan contoh
perhitungannya. Hal tersebut karena peak flow sudah diatasi dengan bak
ekualisasi atau TAR.

3. Perhitungan Volume

24
V =pxlxh

= 38 x 9,5 x 3,5

= 1.263,5 m3

4. Kontrol Desain

 Over flow rate (Qrata-rata)

𝑄𝑟 13.824 𝑚3 /ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑉𝑜 = = = 38,3 m3 / m2. Hari (memenuhi kriteria desain)
𝐴 361 𝑚2

Vo = 38,3m3/m2.hari

 Detention time (Qrata-rata)

𝑉 1.263,5 𝑚3
𝑡𝑑 = 𝑄 = 13824 𝑚3 /ℎ𝑎𝑟𝑖 = 0.09 hari = 2,16 jam

td = 2,16 jam (memenuhi kriteria desain)

5. Penyisihan BOD dan TSS

Diketahui :

a= 0,018; b= 0,020 (BOD)

a= 0,0075; b= 0,014 (TSS)


(Sumber: Metcalf, 2014)

 Penyisihan BOD (Qrata-rata)

𝑡𝑑
𝐵𝑂𝐷𝑅𝑒𝑚𝑜𝑣𝑎𝑙 =
𝑎 + (𝑏 × 𝑡𝑑 )

2,16 𝑗𝑎𝑚
𝐵𝑂𝐷𝑅𝑒𝑚𝑜𝑣𝑎𝑙 =
0,018 + (0,020 × 2,16)

BODRemoval = 35,29%

 Penyisihan TSS (Qrata-rata)

𝑡𝑑
𝑇𝑆𝑆𝑅𝑒𝑚𝑜𝑣𝑎𝑙 =
𝑎 + (𝑏 × 𝑡𝑑 )

25
2,16
𝑇𝑆𝑆𝑅𝑒𝑚𝑜𝑣𝑎𝑙 =
0,0075 + (0,014 × 2,16)

TSS Removal = 57,23%

6. Perhitungan Lumpur

Tingkat penyisihan yang terjadi pada tangki prasedimentasi atau primary


clarifier ini
didesaindenganpenyisihanTSS57,23%danBOD35,29%berdasarkanperhitungand
engan waktukontaknya.

 TSS

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑆𝑆 = 𝑄 × 𝑇𝑆𝑆

𝑚3 𝑚𝑔 1 𝑘𝑔
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑆𝑆 = 13.824 𝑥 397.000 3 𝑥 6
ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑚 10 𝑚𝑔

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑆𝑆 = 5.488 𝑘𝑔/ℎ𝑎𝑟𝑖

Jumlah TSS mengendap (jumlah lumpur,N)

𝑁 = %𝑅𝑒𝑚𝑜𝑣𝑎𝑙 𝑇𝑆𝑆 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑆𝑆

𝑁 = 57,23% × 13.824 𝑘𝑔/ℎ𝑎𝑟𝑖

N = 7.911 kg/hari

 BOD5

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑂𝐷5 = 𝑄 × 𝐵𝑂𝐷

𝑚3 𝑚𝑔 1 𝑘𝑔
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑂𝐷5 = 13.824 𝑥 498.000 3 𝑥 6
ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑚 10 𝑚𝑔

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑂𝐷5 = 6.884 𝑘𝑔/ℎ𝑎𝑟𝑖


Jumlah BOD5 mengendap (jumlah lumpur,P)

𝑃 = % × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑂𝐷

𝑃 = 35,29 % × 6.884 𝑘𝑔/ℎ𝑎𝑟𝑖


P = 2.429 kg/hari

26
 Debit Lumpur (Qs)

𝑁
𝑄𝑆 =
𝑆𝐺 × 𝐶𝑆
𝑘𝑔
7.911 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑥 1000 𝑔/𝑘𝑔
𝑄𝑆 = 𝑔
3% 𝑥 1,02 𝑐𝑚3 𝑥 106 𝑐𝑚3 /𝑚3

Qs = 258,5 m3/hari

7. Perhitungan Ruang Lumpur

Apabila digunakan asumsi bahwa lumpur akan dikuras tiap hari sekali,
maka volume ruang lumpur yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:

V = Periode Pengurasan x Debit Lumpur

= 1 hari x 258,5 m3/hari = 258,5 m3


Lumpur dari tiap bak dipompakan ke gravity thickener denganmenggunakan
pipa berdiameter 400 mm dan pompa lumpur.
4.4.4 Struktur Inlet
Dimensi saluran inlet
a. Ukuran saluran inlet direncanakan (p x l) = (1 m x 15 m).
b. Pipa influen dari bak pengumpul berdiameter 500 mm (inch).
c. Untuk mengalirkan aliran ke dalam bak pengendap pertama dipasang
orifice di sepanjang lebar dinding bak. Ukuran orifice yang dipasang
(pxl) = (0,34 m x 0,34 m) sebanyak 8 unit untuk masing – masing bak.
d. Baffle dipasang dengan jarak 0,44 m di depan orifice dengan tinggi 1 m
dan ditempatkan 5 cm di bawah permukaan air.
e. Kedalaman air di saluran inlet adalah 1 m.

Head loss
a. Kapasitas tiap oriface (q)
q = 0.16 m3/det / 1 bak / 8 oriface = 0,02 m3/det
b. Aoriface = 0,34 m x 0,34 m = 0,1156 m2
c. z = hL

27
2
 q 
hL =  
 Cd Aorifice 2 g 

0.02
hL = [0.6×0.1156×√2×9.81]2

hL = 4.24x10-3m

3. Kecepatan aliran di saluran inlet pada kapasitas pengaliran maksimum


(vsalinlet)
vsalinlet = 0,16 m3/det / (2 m x 2 m) = 0,04 m/det.

4.4.5 Struktur Outlet


1. Struktur outlet terdiri dari effluen baffle, weir V–Notch, saluran effluen
dan effluen box. Weir V-Notch yang digunakan dengan sudut 90o dan
diletakkan di dekat saluran effluen mendekati effluen box. Koefisien
discharge yang diasumsikan sekitar 0,584. Pipa ke tangki distribusi 1
menggunakan pipa berdiameter 700 mm.
2. Supernatan dari bak pengendap pertama
Debit Supernatan = (13.824 m3/hari) – (287 m3/hari) = 13.537 m3/hari
3. Untuk Sistem pelimpah effluen dengan V-Notch 90o dengan debit (qo)
sebagai berikut:
8  5
2
qo = Cd 2 g tan H
15 2
dimana:
H = tinggi muka air pada pelimpah (m)
qo = debit pada pelimpah (m3/det)
 = sudut v notch, 90o
Cd = koefisien discharge, 0,584
a) Weir V-notch yang digunakan berjarak 20 cm antar tengah V-notch
(jarak antar notch 4 cm)
b) Weir loading = 460 m3/m hari (Qasim, 1985)

28
c) Panjang weir (lw) tiap bak
lw = debit supernatan / weir loading
lw = (13.537 m3/hari) / 460 m3/m hari = 29,43 m

0,5 m

0,5 m

8.75 m 8.75 m
0,5 m

Gambar 5.6 : Peletakan V-notch Pada Saluran Outlet


d) Jumlah total V-notch
Dalam 1 meter weir terdapat 5 V-notch
Jumlah V-notch (N) = 5 V-notch x 29,43 m = 147 unit

16 cm 4 cm 16 cm

10 cm

20 cm

Gambar 5.7 : Dimensi V-Notch Saluran Outlet BP I


4. Debit pelimpah (qo)
qo = Q/jumlah pelimpah
Pada saat debit rata – rata
qo = (13.537m3/hari / 86400 s/hari) / 147 unit
= 0,000076 m3/s
4. Tinggi muka air pada pelimpah (H)

29
2
  5
 
 15 qo 
H=  x o 
 8  0,584 x 2 g x tan 90  
  2  
 

. Pada saat debit rata – rata


2
  5
 
 15 0,000076 m 3 / det 
H=  x 
 8  0,584 x 2 x 9,8 x tan 90 
o

 
 
  2 
H = 0,019 m = 1.9 cm

Kontrol beban pelimpah (Vo) = Q / panjang weir


Tahap I = (13.537m3/hari) / (29,43 m)
= 459,9 m3/m hari (memenuhi)
5. Saluran effluen
a) Saluran effluen direncanakan lebar 0,5 m.
b) Lebar effluen box 1 m dengan kedalaman air di dalamnya 1 m.
c) Saluran outlet diletakkan 0,5 di atas effluen box.
d) Tinggi muka air di titik keluar saluran outlet (Y2 ) = 1 m – 0,5 m = 0,5
m
e) Tinggi muka air di saluran outlet

2q' L N 
2

2
Y1 = y2
g b 2 y2

dimana :
Y1 = kedalaman air upstream, m
Y2 = kedalaman air di saluran sepanjang L,m
q’ = debit per unit panjang weir, m3/det . m
b = lebar saluran
N = jumlah sisi weir yang menerima aliran = 1
g = percepatan grafitasi = 9,81 m/det2
q’ = (13.537m3/hari / 86400 s/hari) / 29,43 m = 0,0053 m3/s

30
N = 2 dan panjang saluran outlet, L = 24 m

20,0053 m 3 / m det x 24 m x 2
2

0,5 m 
  0,597 m
2
Y1 =
9,81 m / det 2
x0,5 m  x 0,5 m
2

f) 16% untuk friction losses, turbulen, belokan, dan 20 cm penambahan


untuk terjunan bebas.
g) Kedalaman saluran total
d total = (1,16 x 0,597) + 0,2 m = 0,893 m

Tabel 14Rekapitulasi Dimensi Bak Primary Clarifier

Parameter Simbol Besaran


Jumlah bak n 1
Panjang P 38 m
Lebar L 9,5 m
Kedalaman H 3,5 m
Free board FB 0,5 m

4.5Secondary Treatment
4.5.1Rotating Biological Contractor (RBC)
Untuk keperluan disain, perhitungan efisiensi dapat dihitung dengan

formula vang diturunkan dengan persamaan kesetimbangan massa berikut ini.

Gambar 4.4 Proses pada Rotating Biological Contactor

Asumsi bahwa terjadi reaksi orde ke ½ (penetrasi partial), pada kondisi

pengaduk sempurna, dan steady state, maka kesetimbangan massa akan diperoleh:

Q(So - Se) = k(1/2)a A Se1/2

31
dan efisiensi pengolahan:

E = (So - Se)/So

Penggabungan persamaan tersebut diatas menjadi

Q So E = k(1/2)a. A Se1/2

2
Q So E
Atau Se =
k (1/2)a A

Persamaan efisiensi (E) dapat ditulis sebagai berikut:

E = (So - Se)/So

atau Se =So(1 -E)

atau Se + E So – So = 0

2
Q So E
+ So – So = 0
k (1/2)a A

Q/A = HL (hidrolik),

sehingga :

2
Hl L So
E2 + E So – So = 0
k (1/2)a

Dengan :

So = BOD influent (g/m3)

Dengan mengetahui harga BOD influent, dan k(1/2)a , serta memasukkan

harga hidrolik loading dari kriteria disain, maka efisiensi pengolahan dapat

dihitung.

4.5.1 Data Perencanaan


Disain RBC untuk mengolah air limbah dengan debit 13.537 m3/hari dengan

32
BOD influent 175 mg/L setelah prasedimentasi. Kualitas air baku yang diinginkan

adalah BOD effluent = 15 mg/L.

4.5.2 Perhitungan
Kriteria disain yang digunakan :

Hidrolik loading (HL) = 0,05 m3 /m2.hari

Organik loading (OL) = 0.5 – 1.0 kg/m3 .hr

Konstanta substrat remocal rate k(1/2)a= 1.5 (g/m.hr2)1/2

Ratio surface area (A/V) = 70 m2 /m3

Volume tangki = 5 x 10-3m3 /m2 luas disc

Perhitungan Dimensi Bak:

- Kebutuhan luas permukaan disc

13.537 m^3/hari
As = Q/HL = = 270.740 m2
0,05 m^3/m^2.ha ri

- Volume bak

V bak total = 5 x 10-3m2 /m2 x 270,74 m2 = 1353,7 m2

Direncanakan 8 bak atau shaft paralel, dengan masing-masing bak mempunyai

volume :

V per bak = 1353,7/8 = 169,2125 m3 .

- Kedalaman air diambil =3m

- Diameter disc =3m

V 169, 2125 m^3


Panjang bak (L) = = 1 = 47,87 m
A / 2 (  (3) 2 /4)

Jumlah Disc :

Jumlah disc 50,

Tebal disc @ = 5 cm  tebal total = 250 cm

33
Jarak antar disc = 2 cm  jarak total = 100 cm

= 350 cm

Perhitungan Efisiensi Pengolahan :

Efisiensi pengolahan dapat dihitung dengan persamaan orde ke ½ sebagai

berikut :

2
H1.So
E2 + E So – So =0
k (1/2)a

2
0.05(175)
E2 + 175 E – 175 = 0
1.5

E2 + 5,14 E – 5,14 =0

Persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan rumus ABC, dan diperoleh

harga efisiensi E = 85,7%.

BOD effluent = 175 (1 – 0,857) = 25 mg/L

Untuk memperoleh BOD effluent 20 mg/L harus ditambah satu stage lagi.

Perhitungan untuk stage ke II

2
0.05(25)
E2 + 25 E – 25 = 0
1.5

E2 + 36 E – 36 = 0

Dengan cara yang sama diperoleh efisiensi E = 97,4 %, dan BOD efluent =

25 (1 – 0,974) = 0,65 mg/L < 15 mg/L.

Kontrol organik loading :

34
luas permukaan disc
Volume disc =
ratio surface area

270.740/8 m^2
=
70

= 483,46 m3

200 g/m^3 x 13.537 m^3/hr


OL = = 0.7 kg/m3 hari
1000 g/kg x 483,46 m^3

(memenuhi kriteria 0.5 – 1.0 kg/m3 hari)

Dalam perancangan ini, alternatif unit RBC digunakan dalam IPAL karena
unit ini lebih efektif menurunkan konsentrasi BOD. Pada kasus ini dibutuhkan 2
stage untuk mendapatkan efluen sebesar 15 mg/L dari BOD influent 175 mg/L.
RBC yang dirancang memiliki delapan buah bak dengan volume masing masing
bak 169,2125 m3 yang mana diperoleh panjang masing-masing bak yang disusun
secara paralel tersebut ialah 47,87 m . Adapun media yang dipakai berupa piring
(disk) tipis berbentuk bulat yang dipasang sejajar dengan jumlah disk = 50; tebal
disk = 5 cm ; jarak antar disk = 2 cm dalam suatu proses yang terbuat dari baja,
selanjutnya diputar didalam raktor khusus dimana di dalamnya dialirkan air
limbah secara kontinyu. Disk atau piring tersebut diletakan pada poros baja yang
mana tiap poros yang sudah dipasang media diletakan di dalam Rangka atau bak
reactor RBC yaitu sebanyak 8 bak menjadi satu modul RBC, selanjutnya modul
tersebut diputar secara pelan dalam keadaan tercelup sebagian ke dalam air
limbah.
Modul ini dipasang secara paralel untuk mendapatkan tingkat kualitas hasil
olahan yang diharapkan. Modul tersebut diputar dalam keadaan tercelup sebagian
yakni sekitar 40% dari diameter disk. Kira-kira 95% dari seluruh permukaan
media secara bergantian tercelup ke dalam air olahan dan berada di atas
permukaan air olahan (udara). Hasil perencanaan ini memungkinan sejumlah
besar dari biomassa dengan air limbah dalam waktu yang relatif singkat, dan dapat
tetap terjaga dalam keadaan stabil serta dapat menghasilkan hasil air olahan yang
cukup baik. Pertumbuhan mikroorganisme makin lama semakin tebal, sampai

35
akhirnya karena gaya beratnya sebagian akan mengelupas dari mediumnya dan
terbawa aliran air keluar.

4.5.2 Oxidation Ditch


4.5.2.1 Kriteria Desain Parit Oksidasi
Berikut adalah kriteria desain untuk mendesain Parit Oksidasi atau
Oxidation Ditch. Kriteria desain ini sudah disinggun pada pembahasan tinjauan
pustaka mengenai Parit Oksidasi.

4.5.2.2 Perhitungan Desain Parit Oksidasi


a. Organic Loading
BODprimary = BODawal – (BODawal x %BODremoval)
= 498– (498 x 35,29 %)
= 322,3 mg/L

Digunakan 4 unit secara paralel, sehingga..


Org Load = Q/4 x BOD
= (0,16 m3/s/4) x 322,3 mg/L

36
= 0,02 m3/s x 0,322 kg/m3
= 0,0065 kg BOD/s
Org. Load = 556,5 kg BOD/hari

b. Penentuan Volume (VOD)


Berdasarkan kriteria desain digunakan asumsi volumetric load sebesar 0,2 kg
BOD/m3/hari, sehingga..
VOD = Org Loading/Volumetric load
= 556,5 kg BOD /hari / 0,2 kg BOD/m3/hari
VOD = 2782 m3

HRT = VOD/Q
= 2782 m3 / (13537/4) m3/hari
HRT = 0,8 hari  Sesuai dengan kriteria desain

c. Kebutuhan Oksigen Aktual (AOR)


Setelah melalui primary clarifier maka konsentrasi pencemar yang masuk ke
oxidation ditch adalah sebagai berikut:

BODprimary = BODawal – (BODawal x %BODremoval)


= 498– (498x 35,29 %)
= 322,3 mg/L

TSSprimary = TSSawal – (TSSawal x %TSSremoval)


= 397– (397x 57,23 %)
= 169,8 mg/L

Maka untuk menentukan AOR dapat dihitung menggunakan rumus

AOR (kg O2 / hari) = DB+DN+DE+DO

37
Keterangan :
DB = kebutuhan oksigen untuk peyisihan BOD
DN = kebutuhan oksigen untuk nitrifikasi
DE = endogenous respiration
DO = kebutuhan sisa oksigen

DB={((BODprimary-BODefluen) x Qin x 10-3 )-(LNOX,DN-LNOX,A)x K}x A

LNOX,DN =(Nprimary-Nefluen) x Qin x 103-(TSSprimaryxΣxQinx10-3x


Nx(kgN/d))
= ((65-10) x 6782,7 x 10-3) – (169,8 x 0,75 x 6782,7 x 10-3 x 0,08)
= 303,94 kg N/hari
Diasumsikan :
LNOX,A (massa nitrogen keluar dari reaktor) = 10 kgN/hari
K = Penyisihan BOD dari denitrifikasi =2.0 (kgBOD/kgN)
A = Kebutuhan oksigen untuk penyisihan BOD = 0.6(kgBOD/kgN)
Σ = Rasio pembentukan sludge = 0.75
Nx = Konsentrasi nitrogen dalam sludge =8%

DB =[{(322,3-30)mg/L x 6782,7 m3/hari x 10-3}-{(65-10)mg/L

x6782,7,5 m3/hari x10-3-(169,8 mg/L x0.75 x6782,7 m3/hari x10-


3
・0.08)} x2.0] x0.6
= (1982,58 – 303,94) x 2 x 0,6
= 2014,4kg O2/ hari

DN = C・(massa ternitrifikasi Kj-N)


= C・{(inflow Kj-N mass)-(outflow Kj-N mass)-(Kj-N mass in
waste sludge)}

Keterangan :
C = Kebutuhan oksigen untuk nitrifikasi =4.57(kgO2/kgN)

38
Maka,
DN =4.57 x(65-10-(169,8 mg/l x 0.75x0.08)x 6782,7 m3/hari x 10-3
= 1389,03 kg O2/ hari

DE =B x V x MLVSS
=B x τ x Qin x {X x 10-3 x (MLVSS/MLSS)}
Keterangan:
B: Konsumsi oksigen oleh endogenous respiration =0,10kgO2/kg . MLVSS/hari
MLVSS/MLSS = 0,8
Dan digunakan asumsi MLSS = 3000 mg/l
Oleh karena itu,
DE =0.10x0.5 x 6782,7x (3000 x 10-3x 0.8)

= 813,9kgO2/hari

DO =CO.A x τA x (1+R) x Qin・10-3


dengan,
CO.A =Konsentrasi oksigen terlarut pada akhir reaktor =1,5mg/l

τA: HRT reaktor =0.5 hari

R: Return sludge ratio=1


Sehingga,
DO =1.5 x 0.5 x (1+1) x 6782,7 x 10-3
=10,17kgO2/hari
Sehingga, berdasarkan seluruh perhitungan yang telah dilakukan maka
didapatkan nilai AOR, yaitu:
AOR = DB+DN+DE+DO
= 2014,4 + 1389,03 + 813,9 + 10,17
= 4227,5 kgO2/hari

AOR = 4227,5 (kgO2/hari) / Total organic loading


= 4227,5 (kgO2/hari) / (556,5 kg BOD/hari x 4 unit)

39
= 1,9 kgO2/kg BOD = 2 kgO2/kg BOD
d. Panjang Rotor
Diasumsikan :
Untuk menjaga kecepatan aliran sebesar 1 fps (0,3 m/s) maka,
Rotor mixing requirement(Rotorreq) = 16,000 gal/ft
= 198,7 m3/m
RPM = 50 ; Immersi = 15 inch

Gambar . Grafik Panjang Oxigenation Rotor


Maka menggunakan grafik diatas, diperoleh:
Oxygenation (Ox) = 3,5 lb O 2 /hr-ft
= 4,5 kg O2 / jam-m
Panjang Rotor (ReqLrotor) = ( Org. Load x AOR) / (24 x Ox)
= (556,5 x 2) / (24 x 4,5)
= 10,3 m
= 10 m
Akan digunakan 2 buah rotor untuk masing masing unit sehingga,
Lrotor =ReqLrotor / 2
= 10 /2
Lrotor =5m

40
e. Daya

Gambar. Grafik Daya Rotor

Menggunakan grafik di atas untuk rotor dengan spesifikasi 50 RPM dan immersi
8inch diperoleh kebutuhan daya sebesar 0,9 kW/ ft atau 2,5 kW/m. Maka daya
yang dibutuhkan untuk masing masing unit rotor adalah sebagai berikut:
Daya (Pow) = 2,5 x 5
= 12,5 kW
Sehingga kebutuhan daya untuk 4 unit Oxidation Ditch dengan masing-masing
memiliki 2 unit rotor adalah
Total daya = 25 kW x 4 x 2
= 100 kW
= 360000 kWh

f. Dimensi
VOD = 2782 m3
Berdasarkan kriteria desain :
h =3m
slope dinding = 45o
Lebar median strip (Wstrip) = 0,5 m

Lebar dasar (Wbottom) = Lrotor + 0,5 m


= 5 + 0,5

41
Wbottom = 5,5 m

Lebar Surface (Wsurface) = (h /tan45o) + Wbottom


= (3 x(2 /tan45o)) + 5,5
= 6 + 5,5
Wsurface = 11,5 m

Cross Area (Across) = ((Wbottom + Wsurface)/2) x h


= ((5,5 + 11,5)/2) x 3
Across = 25,5 m2

Total Length (Ltotal) = VOD / Across


= 2782 / 25,5
Ltotal = 109,1 m

Circular Length (Lcirc) = π (2Wsurface + Wstrip)


= π ( 2 x 11,5 + 0,5)
Lcirc = 73,8 m

Side Length (Lside) = (Ltotal - Lcirc)/2


= (109,1 – 78,8)/2
Lside = 17,6 = 18 m

Volume Aktual = Across x (2Lside + Lcirc)


= 25,5 x (2 x 18 + 78,8)
= 2927,4 m3

g. Luas Kebutuhan Area


Ditentukan luas area minimum untuk 4 unit oxidation ditch sebagai
berikut:
Area = Aunit x 4
= [(0,25π( 2 x 11,5 + 0,5)2) + (18 x ( 2 x 11,5 + 0,5))] x 4

42
= (433,74 + 423) x 4
= 856,74 x 4
Area = 3427 m2 = 0,35 Ha

h. Free Board
%Free board = (Vaktual - VOD) / VOD x 100%
= (2927,4 - 2782) / 2782 x 100%
= 5,2 % (belum memenuhi)
untuk memenuhi 20% volume, maka
Vtotal = 120% x VOD
= 120% x 2782
= 3338,4 m3
Vfree = Vtotal - Vaktual
= 3338,4 - 2927,4
= 411 m3
hfree = Vfree / Aunit
= 411 / 856,74
hfree = 0,48 = 0,5 m

haktual = 0,5 + 3
= 3,5 m

i. Efisiensi Penyisihan
%Removal = (Cin - Cout) / Cin x 100%
%Removal BOD = (322,3 - 30) / 322,3 x 100%
= 90,7 %
%Removal N = (65 - 10) / 65 x 100%
= 84,6 %

43
4.5.3 Anaerobic Digestion
4.5.3.1 Kriteria Desain
No. Kriteria Desain Ukuran Satuan
1. Digestion time 30 - 60 hari
2. Organic Solid Loading 0,64 – 1,60 kg vss/m3. day
3. Depth 3,66 – 13,7 m
4. Diameter 4,57 – 38,1 m
5. Freeboard 0,5 M

4.5.3.2 Data Perencanaan


- Debit influent = 13,537 m3/hari
- Kedalaman air =4m
- BOD = 6,474 x 10-3 kg/hari
- TSS = 2,953 x 10-3 kg/hari

4.5.3.3 Perhitungan
1. Tentukan volume efektif (Vefektif)
Vefektif= Q x td
= 13,537 x 30 ; dengan asumsi td= 30 hari
= 406,11 m3

2. Tentukan luas alas (Lalas)


𝑉𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓
Lalas = 𝐾𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟
406,11
= 4

= 101,52 m2

3. Tentukan diameter biodigester (D)


𝐿𝑎𝑙𝑎𝑠
D =√ 𝑥2
𝜋

101,25
=√ 𝑥2
𝜋

= 8,04 m

44
r = 4,02 m

4. Tentukan tinggi total digester (t)


t = kedalaman air + freeboard
= 4 + 0,5
= 4,5 m

5. Tentukan BODremoved dan TSSremoved


BODremoved = BODinfluent x Efisiensiremoval
= 6,474 x 10-3x 50%
= 3,237 x 10-3 kg/hari
TSSremoved = TSSinfluent x Efisiensiremoval
= 2,953 x 10-3 x 50%
= 1,476 x 10-3 kg/hari

6. Tentukan BODeffluent dan TSSeffluent


BODeffluent = BODinfluent - BODremoval
= 6,474 x 10-3- 3,237 x 10-3
= 3,237 x 10-3kg/hari
TSSeffluent = TSSinfluent - TSSremoval
= 2,953 x 10-3 - 1,476 x 10-3
= 1,476 x 10-3 kg/hari

7. Produksi lumpur
Pengurasan tangka digester
M TSSremoved = 1,476 x 10-3 kg/hari
M BODremoved = 3,237 x 10-3kg/hari
M CODremoved = 1,064 x 10-3kg/hari

Pengurasan tangki digester direncanakan dilakukan tiap 4 tahun sekali


dimana dalam satu tahun diasumsikan terdapat 365 hari kerja, sehingga
produksi lumpur selama 4 tahun adalah sebagai berikut :

45
M lumpur = lumpur TSS x durasi pengurasan
= 1,476 kg/hari x 2 x 365
= 1077, 48 kg/2th
M kapur = 2,7 kg/hari
= 1848,1 kg/2 th
Total produksi lumpur = 3075,4 kg/2th

selama masa penyimpanan, maka dapat ditentukan nilai lumpur stabilnya


selama 2 tahun sebagai berikut:
Lumpur stabil = 62% X produksi lumpur
= 62% X 1077, 48 kg/2th
= 668,0376kg/2 th
Densitas Solid (TSS+kapur)
ꝭss = 2,65 kg/L
ꝭkapur = 2,34 kg/L
% berat SS = (ss awal/berat total) * 100%= 40%
% berat kapur = (kapur/berat total) * 100%
= 60%
Densitas solid = (𝜌𝑠𝑠∗%𝑠𝑠)+(𝜌𝑘𝑎𝑝𝑢𝑟∗%𝑘𝑎𝑝𝑢𝑟)
100%
= 1,06 kg/L
Lumpur (solid+air)
Dengan mengasumsikan %air adalah 95%, maka:
Massa lumpur = lumpur stabil : 5%
= 13360,7 kg/2 th

Densitas lumpur = (𝜌𝑠𝑜𝑙𝑖𝑑∗%𝑠𝑜𝑙𝑖𝑑)+(𝜌𝑎𝑖𝑟∗%𝑎𝑖𝑟)


100%
= 1,003 kg/L
Volume lumpur = M lumpur/ ꝭlumpur= 34,57 m3
Sehingga dapat ditentukan ruang lumpur dari digester sebagaiberikut:

46
Jumlah digester = 2 buah
V lumpur tiap digester = 17,28 m3
D digester = 4,3 m
L alas = 14,5 m2
H = 1,19 m
Pada pengurasannya, lumpur pada digester dikuras tiap 2
tahun sekali. Lumpur diambil dengan cara disedot melalui manhole untuk
selanjutnya dibawa ke IPAL.

8. Produksi Methan
Yield coefficient (y) = 0,04 (0,02-0,06)
Endogenous Coefficient (b) = 0,02 (0,01-0,04)
= 1456,65
= 15487,15 m3 /hari

47
BAB V

ANALISIS PEMILIHAN TEKNOLOGI

Tabel 5.1 Pembobotan Pemilihan Alternatif Teknologi Pengolahan Tingkat Dua

Alternatif Pengolahan Tingkat Dua


Bob
No Rotating
Parameter ot Anaerobic Oxidation
. Biological
(%) Digester Ditch
Contactor
1. Lahan (m3) 15 2168 101,52 925,7
2. Kebutuhan Oksigen 5 0
(%)
3. Kebutuhan Daya 10 0 0,02 53
(kW)
4. Efisiensi BOD (%) 30 97,4 50 90,7
5. Efisiensi N (%) 15 6,2 0 80,1
6. Biaya Konstruksi 10 Rp Rp 2.000.000 Rp
53.000.000 56.348.160
7. Kemudahan OM 15 Sulit Mudah Mudah
8. Biaya OM 10 Rp Rp 1.000.000 Rp
(juta/tahun) 3.600.00 2.800.000

Rotating Biological Contactor Pada pengolahan air limbah menggunakan


RBC ( Rotating Biological Contactor) kebutuhan lahan yang dibutuhkan sebesar
2186 m3. Angka tersebut didapat dari perhitungan volume yang kelompok kami
telah lakukan. Jika dibandingkan dengan pengolahan lain kebutuhan lahan untuk
RBC ini memiliki luas yang sangat besar sehingga menjadi suatu bahan
pertimbangan yang penting karena lahan merupakan suatu hal yang sangat
terbatas di Indonesia ini. Sebisa mungkin jika kebutuhan lahan untuk pengolahan
membutuhkan lahan yang luas hal ini seharusnya dihindari. Selanjutnya untuk
kebutuhan oksigen ialah 1 atm atau 5kgo2 hal ini dikarenakan pada pengolahan
RBC mikroba yang tersedia harus terpapar oleh oksigen agar proses aerasi terjadi,

48
sehingga pada pengolahan RBC harus terdapat bagian yang terletak di atas air dan
bagian yang terendam di kedalaman air minimal 3 meter. Lalu untuk kebutuhan
daya untuk pompa adalah 0 karena pada pengolahan RBC sendiri, tidak ada proses
yang membutuhkan alat bantu pompa. Efisiensi pengurangan BOD adalah 97.4%.
Jika dibandingkan dengan kedua pengolahan yang lain efisiensi pengurangan
BOD menggunakan RBC mempunyai nilai yang paling besar. Namun nilai ini
masih bersaing dengan pengolahan Oxidation Ditch yang mempunyai nilai
sebesar 90.7% yang cukup besar juga. Efisiensi pengurangan Nitrogen ialah 6,2
% . Nitrogen dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pembentukan protein dan
asam-asam nukleat. Nitrogen ini dapat diperoleh mikroorganisme dalam bentuk
organik maupun anorganik, umumnya dalam bentuk-bentuk ion amonium dan ion
nitrat. Berdasarkan literature pada umumnya Biaya konstruksi ialah 53 juta , biaya
operasional dan maintenance Rp 3.600.000 terkait disc ada bakteri lalu jenuh di
siram atau pergantian disc.
Dari hasil pembobotan untuk memilih alternatif teknologi pengolahan air
limbah tingkat dua, teknologi Anaerobic Digester tidak menjadi pilihan yang
kemudian dipilih dan diterapkan dikarenakan ada beberapa parameter yang tidak
terpenuhi.
Kebutuhan lahan yang diajukan oleh Anaerobic Digester adalah sebesar
101,52 m2. Angka ini termasuk kecil dibanding kedua alternatif pengolahan
tingkat dua lainnya, yaitu Rotating Biological Contactor yang membutuhkan
lahan paling besar yaitu 2168 m2 dan Oxidation Ditch yang membutuhkan lahan
sebesar 925,7 m2. Sehingga, untuk parameter kebutuhan lahan, Anaerobic
Digester unggul dibanding kedua alternatif pengolahan lainnya.
Parameter kedua, yaitu persen kebutuhan oksigen yang dibutuhkan
Anaerobic Digester adalah 0% karena pengolahan yang dilakukan Anaerobic
Digester bersifat anaerob sehingga tidak membutuhkan oksigen di dalamnya.
Sehingga untuk parameter persen kebutuhan oksigen, pengolahan dengan
Anaerobic Digester unggul dibanding kedua alternatif lainnya.
Kebutuhan daya pompa untuk operasional Anaerobic Digester adalah
sebesar 0,02 kW. Untuk pengolahan tingkat dua dengan teknologi Rotating
Biological Contactor tidak membutuhkan pompa dan rotor sehingga tidak ada

49
yang daya yang perlu disediakan. Sedangkan untuk Oxidation Ditch
membutuhkan daya sebesar 53 kW. Sehingga pemilihan alternatif teknologi
pengolahan air limbah dengan Anaerobic Digester perlu dipertimbangkan lagi jika
dilihat dari parameter kebutuhan daya pompa.
Efisiensi Biochemical Oxygen Demand (BOD) yang dilakukan pengolahan
dengan Anaerobic Digester paling kecil dibandingkan kedua alternatif pengolahan
lainnya. Efisiensi BOD yang mampu dilakukan Anaerobic Digester adalah hanya
sebanyak 50%, cukup jauh dengan efisiensi BOD yang dapat dilakukan kedua
alternatif pengolahan lainnya, yaitu 97,4% untuk Rotating Biological Contactor
dan 90,7% untuk Oxidation Ditch. Sehingga jika dilihat pada parameter efisiensi
BOD, pengolahan dengan Anaerobic Digester kalah jauh dibanding kedua
alternatif pengolahan lainnya, apalagi ditambah dengan pembobotan yang cukup
besar yaitu sebanyak 30% untuk efisiensi BOD membuat pemilihan penggunaan
alternatif pengolahan Anaerobic Digester kurang dipertimbangkan.
Efisiensi N yang dilakukan pengolahan dengan Anaerobic Digester juga
paling kecil yaitu sebanyak 0% - 1% berdasarkan litratur, sedangkan pada
pengolahan Anaerobic Digester yang dirancang adalah sebesar 0%. Hal ini
dikarenakan karena memang Anaerobic Digester tidak dirancang untuk
pengolahan N. Oleh karena itu, alternatif pengolahan Anaerobic Digester tidak
direkomendasikan untuk menjadi pengolahan tingkat kedua yang terpilih jika
dilihat dengan parameter efisiensi N dan jika dibandingkan dengan kedua
alternatif pengolahan yang memiliki efisiensi pengolahan N cukup tinggi, yaitu
80,1% untuk Oxidation Ditch dan 6,2% untuk Rotating Biological Contactor.
Biaya konstruksi yang dibutuhkan untuk Anaerobic Digester berdasarkan
literatur dan pada praktiknya cukup murah, yaitu sebesar Rp 2.000.000 untuk
pengaplikasian satu buah Anaerobic Digester. Berbeda dengan kedua alternatif
pengolahan tingkat dua lainnya yang membutuhkan biaya investasi yang cukup
besar, yaitu Rp 53.000.000 untuk Rotating Biological Contactor dan Rp
56.348.160 untuk Oxidation Ditch. Jika dilihat dari parameter pendanaan,
termasuk pembiayaan konstruksinya, alternatif pengolahan Anaerobic Digester
merupakan pilihan yang tepat jika dana yang disediakan tidak begitu besar.
Kemudahan dalam Operational dan Maintenance pada alternatif

50
pengolahan Anaerobic Digester berdasarkan literatur dan penerapannya yang
sudah dilakukan di lapangan terbilang cukup mudah. Begitupun dengan alternatif
pengolahan Oxidation Ditch. Berbeda dengan Operational dan Maintenance pada
Rotating Biological Contactor yang tidak mudah. Sehingga dalam pemilihan
alternatif pengolahan tingkat dua dengan menggunakan Anaerobic Digester dan
Oxidation Ditch dapat diperhitungkan.
Biaya Operational dan Maintenance yang dibutuhkan Anaerobic Digester
termasuk murah dibanding kedua alternatif pengolahan lainnya, yaitu sebesar Rp
1.000.000 dalam satu tahun. Berbeda dengan biaya Operational dan Maintenance
untuk Rotating Biological Contactor sebesar Rp 3.600.000 dan Oxidation Ditch
yang membutuhkan biaya sebesar Rp 2.800.000. Sehingga pengolahan dengan
Anaerobic Digester merupakan pilihan yang dapat dipertimbangkan jika dalam
segi pembiayaan, baik konstruksi maupun biaya Operational dan Maintenance
nya.
Efisiensi pengurangan Nitrogen ialah 6,2 % . Nitrogen dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk pembentukan protein dan asam-asam nukleat. Nitrogen ini
dapat diperoleh mikroorganisme dalam bentuk organik maupun anorganik,
umumnya dalam bentuk-bentuk ion amonium dan ion nitrat. Berdasarkan
literature pada umumnya Biaya konstruksi ialah 53 juta , biaya operasional dan
maintenance Rp 3.600.000 terkait disc ada bakteri lalu jenuh di siram atau
pergantian disc.

Pada desain ini didesain empat buah unit dari oxidation ditch yang
diletakkan secara pararel. Peletakkan secara pararel berfungsi untuk
menanggulangi kondisi limbah pada aliran maksimum sehingga pada kondisi
tersebut pengolahan dapat dilakukan dengan baik. Selain itu pula, empat buah unit
ini akan dioperasikan bersama dengan membagi rata aliran pada pipa masuknya
air limbah dari unit Primary Clarifier.
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, dalam desain oxidation ditch
dibutuhkan luas area total sebesar 3427 m2 atau 0,35 Ha. Untuk satu buah unit
OD, dibutuhkan volume parit sebesar 2927,4 m3, dengan menggunakan nilai
kedalaman parit berdasarkan kriteria desain, yaitu 3 m, maka didapatkan
kebutuhan panjang lintasan total sebesar 109,1 m. OD harus dibuat dengan

51
kemiringan dinding tertentu, pada proses desain digunakan kemiringan dinding
o
OD, yaitu 45 . Kemiringan pada dinding ini berfungsi agar terjadi aliran yang
berlekuk-lekuk pada dinding OD, sehingga terjadi pengadukan alamiah pada unit
OD. Oleh karena itu, oxidation ditch membutuhkan area yang sangat luas.
Dengan nilai debit desain yang masuk ke dalam satu unit OD adalah 3,384
m3/hari, dan volume satu unit OD sebesar 2782 m3 , maka dapat diperoleh nilai
waktu hidrolis airlimbah akan terolah, yaitu 0,8 hari, angka tersebut sudah
memenuhi kriteria desain dari nilai HRT yang ada pada oxidation ditch yaitu
berada pada rentang nilai 0,75 – 1,25 hari. Organic loading yang akan masuk ke
unit OD ini mencapai angka 556,5 kg BOD/hari.
Pada oxidation ditch pengolahan dilakukan secara aerob menggunakan
oksigen untuk kebutuhan penyisihan BOD, nitrifikasi, kebutuhan oksidasi seluler
mikroorganisme (endogeneous respiration), dan juga kebutuhan sisa oksigen pada
pengolahan. Kebutuhan oksigen pada desain adalah sebesar 4227,5 kg O2/hari
atau 2 kgO2/kg BOD5. Nilai ini sudah memenuhi desain kriteria untuk kebutuhan
aerasi pada OD, yaitu 1,5 – 2 kgO2/kg BOD5.
Berikutnya, untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada oxidation ditch
diperlukan adanya rotor yang berfungsi untuk mensuplai oksigen dari udara ke
dalam unit pengolahan. Pada tiap baling-baling rotor akan terdapat rongga yang
berfungsi sebagai tempat penyimpanan oksigen sehingga pada saat rotor berputar
dan mengaduk air limbah, udara akan ikut masuk ke dalam air limbah tersebut.
Banyaknya rotor yang digunakan pada pengolahan adalah sebanyak dua buah
untuk setiap unit. Panjang tiap rotor yang digunakan adalah 5 m untuk satu buah
rotor. Daya yang dibutuhkan untuk menggerakan sebuah rotor adalah sebesar 12,5
Kw, sehingga total daya yang dibutuhkan untuk menggerakan seluruh rotor adalah
sebesar 360.000 kWh.
Pada pengolahan menggunakan oxidation ditch akan terjadi pengolahan
organik yang dapat menurunkan nilai BOD dari air limbah. Diketahui dengan
pengolahan menggunakan oxidation ditch akan terjadi penurunan nilai BOD
sebesar 292,3 mg/L, yang artinya efisiensi penyisihan BOD pada oxidation ditch
adalah sebesar 90,7%. Sementara untuk pengolahan nitrogen pada oxidation ditch
terdapat penurunan sebesar 55 mg/L sehingga efisiensi penyisihan nitrogen pada

52
oxidation ditch adalah sebesar 84,6%. Dengan efisiensi penyisihan yang tinggi
menunjukan bahwa pengolahan menggunakan oxidation ditch cukup efektif untuk
menurunkan nilai kandungan organik pada air limbah.
Kemudian, berdasarkan United States Environmental Protection Agency
(EPA), disebutkan bahwa biaya untuk konstruksi suatu unit OD bervariasi
bergantung pada harga konstruksi lokal, harga lahan, dan faktor lainnya. Akan
tetapi berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan EPA untuk beberapa
pembangunan unit Oxidation Ditch, biasanya biaya konstruksi memiliki rentang
$0,66 - $1,10/L per hari. Apabila acuan tersebut digunakan dalam perkiraan biaya
pembangunan unit OD, maka dapat digunakan angka $1,10 yang dikonversikan ke
dalam IDR, yaitu Rp 14.864,30/ Liter/hari pengolahan. Debit pengolahan yang
akan masuk ke dalam OD yaitu 3.840 L/hari, sehingga dianggap biaya konstruksi
untuk total 4 buah unit OD adalah sebanyak Rp 57.077.760,00. Dapat dilihat
bahwa biaya yang diperlukan sangat besar, akan tetapi OD membutuhkan luas
lahan yang besar sehingga angka ini cukup masuk akal. Sebagai gantinya, OD
tidak membutuhkan biaya operasional dan maintenance yang besar. Umumnya,
biaya operasional untuk OD hanya biaya keperluan listrik untuk mengoperasikan
rotor, sedangkan untuk maintenancenya biasanya apabila terjadi kerusakan rotor.
Biaya yang dikeluarkan ini bergantung pada sejauh apa kerusakan rotor, harganya
bisa bervariasi dari Rp 500.000,00 – Rp 1.000.000,00.

53
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.Belt Press With Gravity Thickener. http://www.euro-

tech.com/download/products/DNYA_belt_press.pdf. Diakses pukul 11.00

tanggal 12 September 2017.

Asmadi dan Suharno. 2012. Dasar – Dasar Teknologi Pengolahan AirLimbah.

Gosyen Publishing : Yogyakarta.

Hermana, Joni. 2010. Perencanaan Detail Unit-Unit Tahap Pengolahan Lumpur


Secara Aerobik dan Anaerobik.
https://tatyalfiah.files.wordpress.com/2009/09/pengolahan-lumpur.pdf
Inca Amanda, Ariella. Bab IV Penanganan Lumpur.
https://id.scribd.com/doc/237012218/Bab-IV-Penanganan-Lumpur. Diakses
pukul 02. 30 tanggal 12 September 2017.
Metcalf & Eddy. 2004. Wastewater Engineering 4th edition

Sastrawijaya, A. T., 2000. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta.

Zubair, Achmad, dkk. Pengolahan Lumpur.


http://oldlms.unhas.ac.id/claroline/backends/download.php?url=L1Blbmdvb
GFoYW5fTHVtcHVyLnBkZg%3D%3D&cidReset=true&cidReq=340D12
3. Diakses pukul 19.00 tanggal 11 September 2017.
Bowo Djoko M. Teknik Pengolahan Air Limbah Secara Biologis. Jurusan
Teknik Lingkungan – ITS.
Gordon M Fair, John C geyer, Daniel A Okun. Water and Wastewater
Engineering. John Wiley & Sons, 1968.
Metcalf & Eddy. Wastewater Treatment and Reuse, Fourth Edition. Mc-Graw
Hill Higher Education, 2003.
Mark J Hammer. Water & Wastewater Technology. Upper Saddle River New
Jersey Colombus, Ohio, 2004.
Metcalf & Eddy. Wastewater Engineering : Treatment Disposal Reuse,
Second Edition. Tata Mc-Graw Hill Publishing Company LTD, New Delhi,
1979.
W.Wesley Eckenfelder, Jr. Industrial Water Pollution Control, second Edition.
Mc – Graw Hill Book Company.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai