Anda di halaman 1dari 80

IPM

Indeks Pembangunan Manusia

Kabupaten Pegunungan Bintang


Tahun 2015

Badan Pusat Statistik


Kabupaten Pegunungan Bintang
Indeks Pembangunan Manusia
Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2015

Nomor Katalog / Catalog Number : 9417.1602


Nomor Publikasi / Publication Number : 1102002.9417

Ukuran Buku / Book Size : 18,2 cm x 25,7 cm


Jumlah Halaman / Page Number : ix + 68 hal / pages

Naskah / Editor:
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pegunungan Bintang
BPS-Statistics of Pegunungan Bintang Regency

Gambar Kulit / Cover :


Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua
BPS-Statistics of Pegunungan Bintang Regency

Ditebitkan Oleh / Published by :


Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pegunungan Bintang
BPS-Statistics of Pegunungan Bintang Regency

Dicetak Oleh / Printed by :

Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya


May be cited with refer to the source

******
BUPATI KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG

SAMBUTAN
Makna dari pembangunan pembangunan manusia sebenarnya mencakup
bidang yang sangat luas, yang meliputi peningkatan pilihan-pilihan yang dimiliki
manusia. Namun apabila dipersempit, bidang prioritas dapat dikelompokkan
menjadi 3 (tiga), yaitu: lamanya hidup (longevity), Pengetahuan (knowledge) dan
standar hidup layak (decent living). Dengan pemahaman konsep pembangunan
manusia secara utuh, diharapkan reorientasi pendekatan pembangunan dalam
praktek perencanaan pembangunan daerah akan semakin mudah
diimplementasikan dan dilaksanakan.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka penyediaan data dan
informasi tentang kinerja pembangunan manusia sebagai dampak dari
pembangunan yang telah dilaksanakan di Pegunungan Bintang, maka saya sambut
gembira atas diterbitkannya publikasi “Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2015”.
Kepada Dinas/Instansi/Badan yang telah berupaya sungguh-sungguh
sehingga dapat menerbitkan publikasi ini saya minta agar melakukan konfirmasi dan
koordinasi dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas data yang disajikan. Semoga
publikasi ini bermanfaat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di
Kabupaten Pegunungan Bintang.

Oksibil, Oktober 2016


Bupati Kabupaten Pegunungan Bintang

Costan Oktemka, S.IP

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 i


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Puji Tuhan karena atas limpahan dan Karunia-Nya


Publikasi “Indek Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Pegunungan Bintang
Tahun 2015” dapat diselesaikan. Pembuatan Publikasi IPM Kabupaten Pegunungan
Bintang Tahun 2015 merupakan salah satu tindak lanjut dari publikasi sebelumnya,
yang memuat indeks komposit pembangunan manusia. Indeks-indeks tersebut
memberikan gambaran kuantitatif tentang kebutuhan dan prioritas-prioritas
pembangunan manusia.
Dengan adanya informasi ini diharapkan pemerintah daerah dapat melihat
apa yang telah dikerjakan dan apa yang sedang dikerjakan dalam kaitannya dengan
pembangunan di Pegunungan Bintang, selanjutnya membuat perencanaan kebijakan
yang tepat terhadap pembangunan manusia di daerah ini untuk pembangunan ke
depan. Indikator-indikator yang dimuat ini juga diharapkan berguna bagi para
perencana dalam penyusunan program pembangunan manusia dan dipakai sebagai
parameter untuk mengevaluasi tahapan-tahapan pembangunan yang dilaksanakan
khususnya pembangunan manusia.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu sehingga publikasi ini
dapat diterbitkan diucapkan terimakasih. Semoga publikasi ini bermanfaat.

Oksibil, Oktober 2016


KEPALA BPS PEGUNUNGAN BINTANG

Bagas Susilo, SST, M.Si.


NIP. 19731119 199612 1 001

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 ii


DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN ................................................................................... i

KATA PENGANTAR ……………………….……………………………………………………… ii

DAFTAR ISI ..........……………………………………………………………………………….… iii

DAFTAR TABEL ....…………………………………………………………………….…………. vi

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………………….……. vii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………….…….……………...…… 1
1.2 Tujuan dan Sasaran ...…………………………………..…….………………….. 3
1.3 Ruang Lingkup .………………………………………………….…………………… 4
1.4 Istilah-Istilah Yang Digunakan ……………………………….……………….. 4

BAB II DATA DAN METODOLOGI


2.1 Basis Data Pembangungan Manusia ......................................... 5
2.1.1. Sumber Data ................................................................... 7
2.1.2. Data Indeks Pembangunan Manusia .............................. 7
2.2 Metodologi Pendekatan ........................................................... 8
2.2.1. Pendekatan Pemanfaatan Indeks Pembangunan
Manusia ………................................................................. 8
2.2.2. Konsep Penghitungan IPM ............................................. 11
2.2.3. Tahapan Penghitungan IPM ........................................... 15
2.2.4. Klasifikasi Pembangunan Manusia ................................. 17

BAB III GAMBARAN IPM DI KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG


3.1 Komponen IPM ……………………………………………………………..……….. 18

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 iii


3.1.1. Angka Harapan Hidup (e0) ............................................... 18
3.1.2. Harapan Lama Sekolah ..................................................... 19
3.1.3. Rata-rata Lama Sekolah .................................................... 21
3.1.4. Pengeluaran Riil Yang Disesuaikan ................................... 23
3.2 IPM Kabupaten Pegunungan Bintang ......................................... 25

BAB IV ANALISIS SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA DI KABUPATEN


PEGUNUNGAN BINTANG
4.1 Kependudukan ............................................................................ 28
4.1.1. Jumlah dan Sebaran Penduduk ........................................ 28
4.1.2. Komposisi Penduduk ....... ................................................. 31
4.1.3. Status dan Usia Perkawinan Pertama Wanita .................. 33
4.1.4. Pemakaian Alat/Cara KB ................................................... 35
4.2 Pendidikan .................................................................................. 36
4.2.1. Angka Buta Huruf .............................................................. 37
4.2.2. Partisipasi Sekolah ............................................................ 38
4.2.3. Tingkat Pendidikan ........................................................... 43
4.3 Ketenagakerjaan ......................................................................... 44
4.3.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja .................................... 45
4.3.2. Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) ....................................... 46
4.3.3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) ............................... 49
4.4 Kesehatan ................................................................................... 50
4.4.1. Penolong Kelahiran ........................................................... 50
4.4.2. Penduduk dan Keluhan Sakit ............................................ 52
4.5 Perumahan dan Lingkungan ....................................................... 54
4.5.1. Kualitas Rumah Tinggal ..................................................... 54
4.5.2. Fasilitas Rumah ................................................................. 56
4.6 Pendapatan dan Pengeluaran ..................................................... 59
4.6.1. Distribusi Pendapatan dan Gini Rasio ............................... 60

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 iv


4.6.2. Pengeluaran Rumah Tangga dan Pengeluaran Penduduk
Menurut Jenis Pengeluaran ............................................... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan ................................................................................. 64
5.2 Saran ........................................................................................... 65

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………................ 66


LAMPIRAN .................................................................................................. 67

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 v


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Maksimum dan Nilai Minimum Indikator Komponen IPM 16
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Pegunungan Bintang Dirinci
Menurut Distrik Tahun 2015 ………………………………….…............ 29
Tabel 4.2 Angka Ketergantungan Penduduk Kabupaten Pegunungan
Bintang, 2015 .......................................................................... 33
Tabel 4.3 APK dan APM Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten
Pegunungan Bintang, Tahun 2015 ........................................... 40
Tabel 4.4 TPAK di Kabupaten Pegunungan Bintang dan Jayawijaya
Menurut Jenis Kelamin Tahun 2015 ........................................ 46
Tabel 4.5 TPAK dan TKK di Kabupaten Pegunungan Bintang Menurut
Jenis Kelamin Tahun 2015 ........................................................ 48
Tabel 4.6 Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja di Kabupaten
Pegunungan Bintang Menurut Sektor Lapangan Pekerjaan
Utama Tahun 2015 ……………………………………………………..……….. 47
Tabel 4.7 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten
Pegunungan Bintang dan Jayawijaya Tahun 2015 ................... 49
Tabel 4.8 Persentase Penduduk yang Mengalami Keluhan Sakit dan
Rata-Rata Lama Sakit di Kabupaten Pegunungan Bintang,
Jayawijaya dan Provinsi Papua Tahun 2015 ............................ 53
Tabel 4.9 Distribusi Pendapatan Penduduk di Kabupaten Pegunungan
Bintang Tahun 2015 ................................................................. 61

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 vi


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM)


Metode Baru ........................................................................ 6
Gambar 2.2 Model Penggunaan Alat Penghubung Input dan Output ..... 9
Gambar 2.3 Pendekatan dari “Atas ke Bawah” (Top down approach) ... 9
Gambar 2.4 Pendekatan dari “Bawah ke Atas” (Bottom-up approach) 10
Gambar 2.5 Pendekatan Kombinasi Top-down dan Bottom-up (Hybrid
Approach) ............................................................................ 11
Gambar 2.6 Formula Penghitungan Masing-masing Komponen IPM ..... 16
Gambar 3.1 Angka Harapan Hidup (AHH) Kabupaten Pegunungan
Bintang dan Sekitarnya Tahun 2015 .................................... 19
Gambar 3.2 Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) Kabupaten
Pegunungan Bintang dan Sekitarnya Tahun 2015 (tahun) .. 20
Gambar 3.3 Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten Pegunungan Bintang
dan Sekitarnya Tahun 2015 ................................................. 22
Gambar 3.4 Pencapaian Aktual Pengeluaran Riil Penduduk Kabupaten
Pegunungan Bintang (dalam ribu rupiah) …………………………. 24
Gambar 3.5 Perkembangan Pencapaian IPM Kabupaten Pegunungan
Bintang, 2008 – 2015 .......................................................... 25
Gambar 3.6 Pencapaian IPM Kabupaten Pegunungan Bintang dan
Pemekaran Kabupaten Jayawijaya Lainnya, 2015 ............... 27
Gambar 3.7 Pencapaian IPM Seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi
Papua, 2015 ........................................................................ 28
Gambar 4.1 Jumlah Penduduk Papua Dirinci Menurut Kabupaten/Kota,
2015 .................................................................................... 30
Gambar 4.2 Sex Ratio Penduduk Kabupaten Pegunungan Bintang
Menurut Distrik Tahun 2015 ................................................ 32

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 vii


Gambar 4.3 Status Perkawinan Penduduk Kabupaten Pegunungan
33
Bintang, 2015 .....................................................................
Gambar 4.4 Usia Kawin Pertama Perempuan Kabupaten Pegunungan
34
Bintang, Jayawijaya, dan provinsi Papua, 2015....................
Gambar 4.5 Persentase Wanita Berumur 15-49 Tahun dan Berstatus
Kawin yang Pernah/Sedang Menggunakan/Memakai Alat
KB di Kabupaten Pegunungan Bintang dan Jayawijaya,
2015 ..................................................................................... 36
Gambar 4.6 Angka Melek Huruf Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas
Kabupaten Pegunungan Bintang dan Jayawijaya Tahun
2013-2015 ............................................................................ 38
Gambar 4.7 Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni
(APM) Setiap Jenjang Pendidikan di Kabupaten Pegunungan
Bintang, 2015 ........................................................................ 39
Gambar 4.8 Perbandingan Angka Partisipasi Sekolah (APS) Kabupaten
Pegunungan Bintang dan Kabupaten Jayawijaya
(Kabupaten Induknya), 2015 ................................................ 42
Gambar 4.9 Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Ijazah
Tertinggi Yang Dimiliki di Kabupaten Pegunungan Bintang,
Jayawijaya dan Provinsi Papua, Tahun 2015 ........................ 44
Gambar 4.10 Persentase Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir di
Kabupaten Pegunungan Bintang, Jayawijaya dan Provinsi
Papua Tahun 2015 ............................................................... 51
Gambar 4.11 Indikator Fasilitas Perumahan di Kabupaten Pegunungan
Bintang Tahun 2015 ............................................................. 55
Gambar 4.12 Sumber Penerangan Utama Rumah Tangga di Kabupaten
Pegunungan Bintang Tahun 2015......................................... 56
Gambar 4.13 Sumber Air Minum Utama Rumah Tangga di Kabupaten
Pegunungan Bintang Tahun 2015 ........................................ 57

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 viii


Gambar 4.14 Fasilitas Buang Air Besar Rumah Tangga di Kabupaten
Pegunungan Bintang Tahun 2015 ........................................ 58
Gambar 4.15 Tempat Pembuangan Tinja Rumah Tangga di Kabupaten
Pegunungan Bintang Tahun 2015 ........................................ 59
Gambar 4.16 Persentase Pengeluaran Rata-Rata per Kapita Sebulan
Untuk Konsumsi Makanan dan Bukan Makanan di
Kabupaten Pegunungan Bintang, Jayawijaya, dan Provinsi
Papua Tahun 2015................................................................ 63

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 ix


PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Capaian pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai dari
berbagai aspek, antara lain adalah ekonomi, Kesehatan dan pendidikan, penegakan
hukum dan demokrasi. Namun akan menjadi sulit ketika capaian pembangunan
manusia secara parsial sangat bervariasi dimana beberapa aspek pembangunan
tertentu berhasil dan beberapa aspek pembangunan lainnya gagal. Terlebih di Papua
yang terus melahirkan Kabupaten pemekaran, dan Kabupaten Pegunungan Bintang
salah satunya. Tentunya mengukur capaian itu akan tidak adil bila hanya dilihat dari
hasil akhir, namun sebaiknya dilakukan dengan mengamati suatu proses, jejak rekam
dan berbagai catatan lokal lain yang menyertainya. Selanjutnya bagaimana menilai
keberhasilan pembangunan manusia secara keseluruhan? Untuk mengukur capaian
pembangunan secara komprehensif tersebut dibuatlah indikator yang bernama
Indeks Pembangunan Manusia/Human Development Index atau sangat umum
disebut dengan IPM/HDI. Dari IPM ini menempatkan manusia sebagai subyek
sekaligus sebagai obyek pembangunan, dengan demikian akan bisa menjadi ukuran
yang komprehensif, kompetitif dan komparatif.
Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya dan tujuan utama dari
pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyat
untuk menikmati umur panjang, sehat dan menjalankan kehidupan yang produktif.
Hal ini tampaknya merupakan suatu kenyataan yang sederhana, namun seringkali
terlupakan oleh kesibukan jangka pendek yang berorientasi pada hal-hal yang
bersifat materi.
Paradigma pembangunan manusia mengandung 4 (empat) komponen
utama, yaitu:

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 1


a. Produktifitas. Manusia harus berkemampuan untuk meningkatkan
produktifitasnya dan berpatisipasi penuh dalam mencari penghasilan dan
lapangan kerja. Oleh karena itu pembangunan ekonomi merupakan bagian dari
pembanguan manusia.
b. Pemerataan. Setiap orang harus memiliki kesempatan yang sama. Semua
hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapuskan. Sehingga
semua orang dapat berpartisipasi dan mendapat keuntungan dari peluang yang
sama.
c. Keberlanjutan. Akses terhadap peluang/kesempatan harus tersedia bukan
hanya untuk generasi sekarang tetapi juga untuk generasi yang akan datang.
Semua sumber daya harus dapat diperbaharui.
d. Pemberdayaan. Semua orang diharapkan berpartisipasi penuh dalam
pengambilan keputusan dalam proses aktifitasnya.

Penyertaan konsep pembangunan manusia dalam kebijakan-kebijakan


pembangunan pada masa kini dan akan datang sama sekali tidak berarti
meninggalkan berbagai strategi pembangunan terdahulu, yang antara lain untuk
mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan dan mencegah
perusakan lingkungan. Perbedaannya adalah bahwa dari sudut pandang
pembangunan manusia, semua tujuan tersebut diatas diletakan dalam kerangka
untuk meningkatkan kualitas manusia itu sendiri yang ditandai dengan beragamnya
pilihan/cara untuk hidup. Sehingga nilai IPM yang semakin tinggi bisa dimaknai
dengan semakin banyaknya cara atau pilihan untuk hidup.
Agar konsep pembangunan manusia dapat diterjemahkan ke dalam
perumusan kebijakan, pembangunan manusia harus dapat diukur dan dipantau
dengan mudah. Human Development Report (HDR) global telah mengembangkan
dan menyempurnakan pengukuran statistik dari pembangunan manusia. Adapun
komponen-komponen dalam penyusunan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 2


meliputi: Lamanya Hidup (longevity), Pengetahuan/tingkat pendidikan (knowledge)
dan Standar Hidup (decent living).
Untuk memperoleh gambaran tentang pembangunan manusia di Kabupaten
Pegunungan Bintang, maka disusunlah publikasi “Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Kabupaten Pegunungan Bintang tahun 2014”, yang diharapkan dapat dijadikan
sebagai gambaran atas capaian proses pembangunan yang telah dilakukan selama
ini, sekaligus sebagai masukan dalam penentuan kebijakan pembanguan.

1.2. Tujuan dan Sasaran


Tujuan dari penulisan ini adalah menyajikan data dan informasi tentang
kondisi penduduk dan permasalahannya, sebagai dampak dari pembangunan yang
telah dilaksanakan di Kabupaten Pegunungan Bintang. Selanjutnya diharapkan dapat
menjadi masukan dalam perencanaan dan pengambilan kebijakan yang berkaitan
dengan pemberdayaan sumberdaya manusia di Kabupaten Pegunungan Bintang,
termasuk penentuan sektor-sektor prioritas dalam pembangunan manusia.
Sasaran yang ingin dicapai dalam kegiatan ini meliputi:
a. Teridentifikasinya kondisi beberapa variabel sektoral dalam pembangunan
manusia, meliputi sektor-sektor: kesehatan, pendidikan dan ekonomi di
Kabupaten Pegunungan Bintang.
b. Memberikan gambaran permasalahan yang ada di bidang pembangunan
manusia di Kabupaten Pegunungan Bintang.
c. Diperolehnya gambaran tentang perkembangan ukuran pembangunan manusia
(IPM) dan indikator - indikator sosial lainnya di Kabupaten Pegunungan Bintang.
d. Terumuskannya implikasi masalah dan kebijakan untuk menangani berbagai
masalah yang merupakan bagian dari perencanaan dan penanganan
pembangunan manusia.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 3


1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup wilayah mencakup seluruh wilayah di Kabupaten Pegunungan
Bintang. Sedangkan ruang lingkup materi penulisan ini meliputi :
 Identifikasi kondisi variabel kunci dalam pengukuran besaran IPM yang
meliputi : lamanya hidup (longevity), pengetahuan (knowledge) dan standar
hidup (decent living).
 Identifikasi permasalahan mendasar pada sektor-sektor kunci yang terkait
dengan IPM, meliputi indikator kesehatan, pendidikan dan ekonomi.
 Pengukuran besaran angka IPM Kabupaten Pegunungan Bintang.
 Analisis Situasi Pembangunan Manusia di Kabupaten Pegunungan Bintang.
 Rumusan kebijakan dalam rangka pembangunan manusia berdasarkan
besaran angka IPM yang diperoleh dan analisis situasi pembangunan
manusia di Kabupaten Pegunungan Bintang.

1.4 Istilah-istilah Yang Digunakan (Terminologi)


Indeks Pembangunan Manusia (IPM), indeks komposit yang disusun dari tiga
indikator: lama hidup, pendidikan dan standar hidup.
 Angka Harapan Hidup (e0), rata-rata perkiraan usia yang dapat dicapai oleh
seseorang sejak lahir.

 Angka Harapan Lama Sekolah (HLS), lamanya sekolah (dalam tahun) yang
diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang.

Rata-rata Lama Sekolah (RLS), menggambarkan lamanya penddidikan yang


ditempuh atau jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani
pendidikan formal, dapat disetarakan dengan tingkat pendidikan.

 Indeks Daya Beli/Standar Hidup, didasarkan pada paritas daya beli (PPP).

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 4


DATA DAN METODOLOGI
Perencanaan pada dasarnya merupakan suatu proses pengambilan
keputusan. Kualitas keputusan sangat tergantung kepada informasi yang
mendasarinya. Oleh karena itu perencana pembangunan harus memberikan
perhatian yang memadai terhadap masalah pengumpulan dan penyajian informasi
untuk keperluan perencanaan. Walaupun demikian perlu diingat bahwa
pengumpulan dan pengolahan data bukan merupakan tujuan akhir melainkan
semata-mata sebagai sarana untuk menghasilkan keputusan yang lebih baik.

2.1 Basis Data Pembangunan Manusia


Dalam perencanaan pembangunan manusia, perlu disadari bahwa yang
berguna bagi perencanaan dan pembuatan kebijakan hanyalah data atau informasi
yang memberikan gambaran keadaan sebenarnya (represent reality). Oleh karena itu
perlu dipahami jenis pengumpulan data serta kualitas data yang dikumpulkan.
Perencana pembangunan manusia juga harus dapat memanfaatkan secara optimal
data primer maupun sekunder yang diperoleh dari instansi-instansi terkait.
Data indeks pembangunan manusia meliputi derajat kesehatan, pendidikan,
dan daya beli masyarakat (Gambar 2.1). Derajat kesehatan diwakili oleh harapan
hidup saat lahir, pendidikan diwakili oleh harapan lama sekolah dan rata-rata lama
sekolah, sedangkan daya beli masyarakat diwakili oleh pengeluaran riil per kapita
yang disesuaikan.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 5


Gambar 2.1 Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Metode Baru

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 6


2.1.1 Sumber data
Informasi yang diperlukan untuk perencanaan pembangunan manusia
dapat bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Perencana harus menyadari bahwa
kedua jenis informasi tersebut saling melengkapi atau menunjang sehingga
keduanya diperlukan untuk analisis, monitoring dan evaluasi yang lebih baik.
Data berasal dari instansi dan hasil survei lapangan tentang indikator
kesejahteraan rakyat yang mencakup informasi mengenai kesehatan,
pendidikan, angkatan kerja, keluarga berencana dan fertilitas, perumahan dan
sanitasi, dan pengeluaran rumah tangga. Sumber data lain dikumpulkan dengan
memanfaatkan sistem pelaporan yang dilakukan oleh Dinas/Instansi teknis
sebagai hasil catatan administrasi pelayanan yang bersangkutan. Data
berdasarkan laporan administratif didasarkan pada laporan implementasi
program/kegiatan, laporan sistem pelayanan, dan sebagainya. Data yang
dihasilkan memberikan informasi tentang kegiatan yang dilakukan selama masa
periode tertentu, biasanya bulanan dan tahunan.
Untuk mengetahui secara lebih mendalam dan spesifik tentang suatu
keadaan yang tidak mungkin dapat diperoleh dari suatu hasil survei dan sensus,
misalnya untuk mencari jawaban tentang suatu keadaan atau fenomena, suatu
studi khususnya yang disebut Rapid Appraisal atau Rapid Assesment dilakukan.
Studi ini didasarkan pada sampel kecil dan tidak acak (non random sample),
bertujuan untuk mengetahui secara cepat jawaban atas fenomena yang
diselidiki. Biasanya studi semacam ini juga dilakukan untuk dapat menghasilkan
rekomendasi tentang langkah atau intervensi yang paling mungkin dapat
dilakukan untuk memperbaiki atau menyelesaikan suatu fenomena dan
persoalan.

2.1.2 Data Indeks Pembangunan Manusia


Pada perencanaan pembangunan manusia perlu disusun Data Basis
Pembangunan Manusia sebagai sarana untuk memperlancar kegiatan analisis
situasi dan penyusunan rencana pembangunan. Data ini berisi informasi atau

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 7


indikator-indikator pembangunan manusia. Data yang relevan tidak hanya
mengenai sektor-sektor sosial seperti pendidikan dan kesehatan, tetapi juga
mengenai sektor - sektor ekonomi seperti PDRB per kapita.

2.2 Metodologi Pendekatan


Salah satu alat ukur yang dianggap dapat merepresentasikan status
pembangunan manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human
Development Index (HDI). UNDP sejak tahun 1990 menggunakan IPM untuk
mengukur laporan tahunan Human Development Report (HDR). IPM merupakan
suatu indeks komposit yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang
dianggap sangat mendasar yaitu usia hidup (longetivity), pengetahuan (knowledge),
dan standar hidup layak (decent living).

2.2.1. Pendekatan Pemanfaatan Indeks Pembangunan Manusia


Model sebagaimana pada Gambar 2.2 menggambarkan mekanisme
hubungan antara input-proses-output (IPO), dalam hal ini adalah kebijakan
daerah berupa penetapan komposisi alokasi anggaran daerah per sektor/
program dalam RAPBD. Sedangkan output dalam model ini diwujudkan dalam
tiga parameter IPM.
Dalam model ini, IPM sebagai indeks komposit, bukanlah berperan
sebagai alat perencanaan (planning tools) tetapi merupakan “outcome” atau
hasil dari suatu proses perencanaan. Sekalipun IPM bukanlah sebagai alat
perencanaan, namun dapat dimanfaatkan untuk menjadi arahan bagaimana
anggaran pembangunan daerah seyogyanya dialokasikan agar mampu
meningkatkan pembangunan manusia yang tercermin dengan semakin tingginya
IPM. Untuk menghubungkan antara faktor input (RAPBD) di satu sisi dan faktor
output (tiga parameter IPM), dalam proses perencanaannya untuk model ini
memerlukan sebuah alat dalam bentuk worksheet (lembar kerja) yang dengan
mudah digunakan melalui pemanfaatan komputer dan perangkat lunaknya
dalam bentuk program aplikasi.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 8


Masukan Kebijakan
(Policy Input) Keluaran (Output)

Proses
Provinsi Perencanaan Kesehatan
 Sektor X  Harapan Hidup
 Sektor Y
 Sektor Z Pendidikan
 Harapan Lama Sekolah
Kabupaten Alat/Instrumen  Rata-Rata Lama Sekolah
 Sektor X
 Sektor Y Pendapatan
 Sektor Z  Daya Beli Masyarakat

Gambar 2.2 Model Penggunaan Alat Penghubung Input dan Output

Adapun mengenai ketiga pendekatan yang terbangun sesuai


kerangka pikir tersebut, dapat dijelaskan masing-masing sebagai berikut:

1. Top down approach


Pendekatan ini (lihat Gambar 2.3), bertitik tolak dari target
peningkatan IPM yang ditetapkan masing-masing daerah. Berangkat
dari target tersebut kemudian disusunlah rancangan alokasi sektor-
sektor APBD dengan menggunakan alat/instrument perencanaan dalam
bentuk ‘worksheet’ yang mudah digunakan dengan bantuan komputer.

Gambar 2.3 Pendekatan dari “Atas ke Bawah” (Top down approach)

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 9


Dengan menggunakan worksheet ini rencana komposisi alokasi setiap
sektor pembangunan dalam proses penyusunannya dapat diubah-ubah
hingga angka IPM yang ditargetkan secara perhitungan dapat dicapai.

2. Bottom up approach
Pendekatan ini (Gambar 2.4) berbanding terbalik dengan pendekatan
yang pertama. Pemanfaatan IPM dalam perencanaan pembangunan
daerah dengan pendekatan dari bawah (bottom up), berangkat dari
target IPM yang ingin dicapai, tetapi dimulai dengan menetapkan
komposisi rencana anggaran persektor/program sebagaimana yang
selama ini dilakukan, kemudian baru dihitung berapa pengaruhnya
terhadap kenaikan IPM.

Gambar 2.4 Pendekatan dari “Bawah ke Atas” (Bottom-up approach)

3. Hybrid approach
Pendekatan ini (Gambar 2.5) merupakan kombinasi dari
pendekatan pertama dan kedua, dimana dalam aplikasinya dapat dilihat
dari dua sisi yaitu sisi IPM yang ditargetkan dan sisi komposisi anggaran

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 10


per sektor daerah yang dialokasikan. Keseimbangan antara dua sisi
tersebut merupakan perencanaan yang realistis.

Gambar 2.5 Pendekatan Kombinasi Top-down dan Bottom-up (Hybrid


approach)

Dalam proses pengembangan IPM dalam perencanaan


pembangunan daerah, masih terbuka adanya berbagai masukan
penyempurnaan. Upaya pemantapan model ini akan diteruskan melalui
tahapan-tahapan rencana pengembangan, yang di pusat dilaksanakan
oleh Ditjen Bangda bekerjasama dengan BPS dan UNDP, sedangkan di
daerah dikoordinasikan oleh BP3D.

2.2.2. Konsep Penghitungan IPM


1. Usia Hidup
Pembangunan manusia mengupayakan untuk bisa dapat
mencapai “usia hidup” yang panjang dan sehat. Indikator kesehatan
yang merepresentasikan hal ini sebenarnya cukup banyak, antara lain
Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (AKI), namun masukan
dari UNDP telah sepakat untuk hal ini digunakan Angka Harapan Hidup

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 11


(AHH) dengan pertimbangan ketersediaan data dan senstitivitas
indikator tersebut bagi suluruh tingkatan negara. Apalagi AHH
merefleksikan dampak yang lebih komprehensif dari pembangunan
manusia yang juga mencakup bidang kesehatan. Di Indonesia AHH (e0)
dihitung dengan metode tidak langsung dari hasil proyeksi SP2010
dengan paket program Micro Computer Program for Demographic
Analysis (MCPDA) atau Mortpack. Metode ini menggunakan dua macam
data dasar yaitu rata-rata anak yang dilahirkan hidup dan rata-rata anak
yang masih hidup. Prosedur penghitungan e0 yang diperoleh dengan
metode tidak langsung merujuk pada keadaan 3-4 tahun dari tahun
survei. Disinilah terlihat volatilitas indikator IPM yang berbeda dengan
indikator lainnya, karena IPM lebih merupakan indikator dampak dari
pembangunan yang bisa dipotret setelah beberapa tahun.

2. Pengetahuan
Selain usia hidup, pengetahun juga diakui secara luas sebagai
unsur mendasar dari pembanguan manusia. Pada metode baru, terjadi
perubahan indikator yang digunakan dalam penghitungan indeks
pendidikan atau pengetahuan. Sebelumnya, indikator yang digunakan
adalah angka melek huruf (AMH) dan rata-rata lama sekolah (RLS).
Namun pada metode baru, angka melek huruf tidak lagi digunakan
karena dianggap sudah tidak relevan dalam mengukur pendidikan secara
utuh karena tidak dapat menggambarkan kualitas pendidikan. Selain itu,
karena AMH di sebagian besar daerah sudah tinggi, sehingga tidak dapat
membedakan tingkat pendidikan antardaerah dengan baik. Sebagai
pengganti AMH, digunakan angka harapan lama sekolah (HLS, yang
didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan
akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. HLS
dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem
pendidikan di berbagai jenjang. HLS dihitung pada usia 7 tahun ke atas

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 12


karena mengikuti kebijakan pemerintah yaitu program wajib belajar.
Untuk mengakomodir penduduk yang tidak tercakup dalam Susenas, HLS
dikoreksi dengan siswa yang bersekolah di pesantren.

Keterangan:
HLSat = Harapan Lama Sekolah pada umur a di tahun t
t
E i = Jumlah penduduk usia i yang bersekolah pada tahun t
t
Pi = Jumlah penduduk usia i pada tahun t
i = Usia (a, a + 1, ..., n)
FK = Faktor Koreksi Pesantren

FAKTOR KOREKSI PESANTREN


Jumlah bermukim
Rasio Santri Mukim =
Jumlah santri seluruhnya

Jumlah santri sekolah & mukim = rasio santri mukim x jumlah santri sekolah

Jumlah santri sekolah dan mukim


Faktor Koreksi = +1
Jumlah penduduk umur 7 tahun ke atas

Selain HLS, Rata-rata lama sekolah (RLS) juga digunakan sebagai


indikator penyusun indeks pendidikan. RLS didefinisikan sebagai jumlah
tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan
formal. Diasumsikan bahwa dalam kondisi normal rata-rata lama sekolah
suatu wilayah tidak akan turun. Cakupan penduduk yang dihitung RLS
adalah penduduk berusia 25 tahun ke atas. RLS dihitung untuk usia 25
tahun ke atas dengan asumsi pada umur 25 tahun proses pendidikan

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 13


sudah berakhir. Penghitungan RLS pada usia 25 tahun ke atas juga
mengikuti standard internasional yang digunakan oleh UNDP.
Penghitungan rata-rata lama sekolah dilakukan secara bertahap.
Pada tahap awal dihitung lama sekolah untuk masing-masing individu
dengan menggunakan pola hubungan antar variabel-variabel tersebut.
Pada tahap berikutnya dihitung rata-rata lama sekolah agregat dengan
menggunakan sub program MEANS dalam paket SPSS.

3. Standar Hidup Layak


Selain usia hidup dan pengetahuan, unsur dasar pembangunan
manusia yang diakui secara luas adalah standar hidup layak. Banyak
indikator alternatif yang dapat digunakan untuk mengukur unsur ini.
Dengan mempertimbangkan ketersediaan data secara internasional,
UNDP memilih Produk Domestik Bruto/ Gross Domestic Product
(PDB/GDP) per kapita riil yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per
capita) sebagai indikator hidup layak. Namun dalam metode baru, PDB
per kapita digantikan oleh Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita
karena lebih menggambarkan pendapatan masyarakat pada suatu
wilayah. Sayangnya PNB per kapita tidak tesedia pada tingkat provinsi
atau kabupaten/kota, sehingga didekati dengan pengeluaran per kapita
disesuaikan menggunakan data susenas.
Berbeda dengan indikator untuk kedua unsur IPM lainnya,
indikator standar hidup layak diakui sebagai indikator input, bukan
indikator dampak, sehingga sebenarnya kurang sesuai sebagai unsur
IPM. Walaupun demikian UNDP tetap mempertahankannya karena
indikator lain yang sesuai tidak tersedia secara global. Selain itu,
dipertahankannya indikator input juga merupakan argumen bahwa
selain usia hidup dan pengetahuan masih banyak variabel input yang
pantas diperhitungkan dalam perhitungan IPM. Dilemanya, memasukkan
banyak variabel atau indikator akan menyebabkan indikator komposit

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 14


menjadi tidak sederhana. Dengan alasan itu maka pengeluaran riil
perkapita yang telah disesuaikan dianggap mewakili indikator input IPM
lainnya.
Pengeluaran per kapita disesuaikan ditentukan dari nilai
pengeluaran per kapita dan paritas daya beli. Rata-rata pengeluaran per
kapita setahun diperoleh dari Susenas Modul, dihitung dari level provinsi
hingga level kab/kota. Rata-rata pengeluaran per kapita dibuat
konstan/riil dengan tahun dasar 2012=100. Pada metode lama, terdapat
27 komoditas yang digunakan dalam menghitung paritas daya beli/
Purchasing Power Parity (PPP), sedangkan pada metode baru
menggunakan 96 komoditas dimana 66 komoditas merupakan makanan
dan sisanya merupakan komoditas nonmakanan. Alasan penambahan
komoditi Metode penghitungannya menggunakan Metode Rao.
Perhitungan PPP/unit dilakukan sesuai rumus:
1
m
 pij  m
PPPj    
i 1  pik 

Dimana
pik : Harga komoditas i di Jakarta Selatan

pij : Harga komoditas i di Kab/Kota j

m : Jumlah komoditas

2.2.3. Tahapan Penghitungan IPM


Beberapa tahapan dalam penghitungan IPM dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1) Tahap pertama penghitungan IPM adalah menghitung indeks masing-
masing komponen IPM (Harapan Hidup, Pengetahuan dan Standar Hidup
Layak).

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 15


Gambar 2.6 Formula Penghitungan Masing-Masing Komponen IPM

Penentuan nilai maksimum dan minimum menggunakan standar UNDP


untuk keterbandingan global, kecuali standar hidup layak karena
menggunakan ukuran rupiah.

Tabel 2.1 Nilai Maksimum dan Nilai Minimum Indikator Komponen IPM
Nilai Nilai
INDIKATOR Satuan
Minimum Maksimum
Angka Harapan Hidup (AHH) 20 85 Tahun

Harapan Lama Sekolah (HLS) 0 18 Tahun

Rata-rata Lama Sekolah (RLS) 0 15 Tahun


Pengeluaran per kapita
1.007.436 26.572.352 Rupiah
Yang disesuaikan

Keterangan:
* Daya beli minimum merupakan garis kemiskinan terendah kabupaten
tahun 2010 (data empiris) yaitu di Tolikara-Papua.
** Daya beli maksimum merupakan nilai tertinggi kabupaten yang
diproyeksikan hingga 2025 (akhir RPJPN) yaitu perkiraan pengeluaran
per kapita Jakarta Selatan tahun 2025.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 16


2) Tahapan kedua perhitungan IPM adalah menghitung rata-rata geometrik
dari masing-masing indeks X dengan rumus:

3) Tahap ketiga adalah mengukur pertumbuhan IPM per tahun, yaitu


mengukur kecepatan perkembangan nilai IPM dalam suatu kurun waktu
tertentu. Pertumbuhan IPM menunjukkan perbandingan antara capaian
yang telah ditempuh dengan capaian sebelumnya. Semakin tinggi nilai
pertumbuhan, semakin cepat IPM suatu wilayah untuk mencapai nilai
maksimalnya.

Keterangan:
IPMt : IPM suatu wilayah pada tahun t
IPMt-1 : IPM suatu wilayah pada tahun (t-1)

2.2.4. Klasifikasi Pembangunan Manusia


Pengklasifikasian pembangunan manusia bertujuan untuk
mengorganisasikan wilayah-wilayah menjadi kelompok-kelompok yang sama
dalam dalam hal pembangunan manusia. Capaian IPM diklasifikasikan menjadi
beberapa kategori, yaitu: :
 Sangat Tinggi : IPM ≥ 80,0
 Tinggi : 70 ≤ IPM < 80
 Sedang : 60 ≤ IPM < 70
 Rendah : IPM < 60

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 17


GAMBARAN IPM DI KABUPATEN
PEGUNUNGAN BINTANG

3.1 Komponen IPM


3.1.1 Angka Harapan Hidup (e0)
Salah satu komponen dalam penyusunan angka IPM adalah Angka
Harapan Hidup (AHH). Angka Harapan Hidup menggambarkan rata-rata usia yang
dapat dicapai oleh penduduk di suatu wilayah. Komponen Angka Harapan Hidup
sering digunakan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan
kesejahteraan penduduk khususnya di bidang kesehatan. Semakin tinggi Angka
Harapan Hidup, memberikan indikasi semakin sejahtera dan tinggi kualitas fisik
penduduk suatu daerah.
Angka Harapan Hidup Kabupaten Pegunungan Bintang mengalami sedikit
peningkatan dibandingkan tahun lalu. Pada tahun 2013 angka harapan hidup
penduduk Kabupaten Pegunungan Bintang adalah 63,56 tahun, sedangkan pada
tahun 2014 peluang hidup meningkat sedikit menjadi 63,58 dan menjadi 63,78
pada tahun 2015. Angka ini masih relatif jauh dari AHH ideal yaitu 85 tahun.
Angka harapan hidup Kabupaten Pegunungan Bintang masih berada di bawah
kabupaten pemekaran Kabupaten Jayawijaya lainnya, meskipun bukan yang
terendah.
Pada Gambar 3.1 terlihat bahwa perbandingan AHH antara Kabupaten
Pegunungan Bintang dengan beberapa kabupaten pemekaran lainnya dari
wilayah yang sama (warna biru), sedangkan warna hijau adalah wilayah
kabupaten induk. Terlihat bahwa Kabupaten Pegunungan Bintang memiliki nilai
AHH yang lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Jayawijaya sebagai kabupaten
induknya. Hingga tahun 2015, AHH tertinggi untuk tingkat Kabupaten/kota masih
ditempati oleh Kabupaten Mimika dengan AHH sebesar 71,87 tahun. Untuk

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 18


seluruh kabupaten/kota se-Provinsi Papua, AHH Kabupaten Pegunungan Bintang
sendiri menempati urutan ke-23 turun satu peringkat dibanding tahun 2014.
Sedangkan kabupaten dengan AHH terendah adalah Kabupaten Nduga dan
Asmat yaitu berturut-turut sebesar 54,10 dan 55,50 tahun.

Gambar 3.1 Angka Harapan Hidup (AHH) Kabupaten Pegunungan Bintang dan
Sekitarnya Tahun 2015

3.1.2 Harapan Lama Sekolah (HLS)


Kemampuan membaca dan menulis dipandang sebagai kemampuan
dasar minimal yang harus dimiliki oleh setiap individu, agar paling tidak memiliki
peluang untuk terlibat dan berpartisipasi dalam pembangunan. Angka Harapan
Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang
diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang.
HLS dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem
pendidikan di berbagai jenjang. HLS dihitung pada usia 7 tahun ke atas karena
mengikuti kebijakan pemerintah yaitu program wajib belajar.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 19


Untuk Provinsi Papua, HLS sebesar 9,95 artinya diharapkan anak usia 7
tahun di tahun 2015 dapat merasakan pendidikan selama hampir 10 tahun atau
kira-kira sampai kelas 1 SMA. Untuk kondisi Kabupaten Pegunungan Bintang
sendiri masih jauh dibawah rata-rata. Pada 2015, nilai HLS Pegunungan Bintang
adalah 4,42 tahun, artinya diharapkan anak usia 7 tahun saat ini dapat
merasakan pendidikan selama 4 tahun lebih atau kira-kira setara kelas 4 sampai
5 SD. Selama beberapa tahun terakhir, data survei menunjukkan belum ada
perubahan yang cukup signifikan. Angka HLS Kabupaten Pegunungan Bintang
meningkat sedikit demi sedikit dari 3,82 tahun pada 2012 menjadi 4,18 tahun
pada 2013, dan meningkat menjadi 4,41 di tahun 2014.

Gambar 3.2. Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) Kabupaten Pegunungan


Bintang dan Sekitarnya Tahun 2015 (tahun)

Pencapaian Angka HLS tahun 2015 Kabupaten ini menempati urutan ke-
28 dari 29 kabupaten/kota se-Provinsi Papua. Angka tertinggi adalah Kota
Jayapura yaitu 14,16 tahun dan Kabupaten Jayapura sebesar 13,79 tahun.
Sementara kabupaten dengan HLS terendah adalah Nduga yaitu 2,19 tahun.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 20


Sekali lagi perlu disepakati, bahwa indikator IPM sebelumnya yaitu Angka
Melek Huruf (AMH) sudah tidak relevan lagi dalam mengukur pendidikan secara
utuh karena tidak dapat menggambarkan kualitas pendidikan. Selain itu, karena
AMH di sebagian besar daerah sudah tinggi, sehingga tidak dapat membedakan
tingkat pendidikan antar daerah dengan baik. Selain itu indikator pendidikan
merupakan indikator dampak yang pada dasarnya volatilitasnya sangat lambat,
termasuk angka harapan lama sekolah. Hal ini perlu disadari, bahwa adanya
pembangunan sebuah sekolah misalnya, tidak serta-merta meningkatkan angka
HLS secara signifikan di tahun di mana gedung itu dibangun. Selain dampak yang
mulai terlihat biasanya setelah beberapa tahun, juga bisa jadi bangunan sekolah
tersebut belum bisa berjalan dengan optimal. Belum lagi bila dihubungkan
dengan arus migrasi yang tidak pernah menjamin bahwa migran yang datang ke
Pegunungan Bintang adalah migran yang tidak buta aksara, inilah salah satu
penyebab indikator dampak bergerak tidak secepat indikator makro lainnya.

3.1.3 Rata-rata Lama Sekolah (RLS)


Rata-rata Lama Sekolah (RLS) didefinisikan sebagai jumlah tahun yang
digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal. Cakupan
penduduk yang dihitung dalam RLS adalah penduduk berusia 25 tahun ke atas
dengan asumsi pada umur 25 tahun proses pendidikan sudah berakhir.
Penghitungan RLS pada usia 25 tahun ke atas juga mengikuti standar
internasional yang digunakan oleh UNDP.
Angka Rata-rata Lama Sekolah di Kabupaten Pegunungan Bintang tahun
2015 sebesar 2,06 tahun, sedikit mengalami peningkatan dibandingkan dengan
tahun sebelumnya, yaitu 1,97 di tahun 2014. Dengan kata lain penduduk di
Kabupaten Pegunungan Bintang baru bisa bersekolah rata-rata sampai kelas 2
sampai kelas 3 SD. Hal ini masih terkait dengan pendidikan yang belum dinikmati
dengan baik. Hal yang sama juga dialami oleh daerah-daerah sekitar Pegunungan
Bintang.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 21


Untuk indikator pendidikan, memang terjadi perbedaan yang signifikan
ketika kabupaten pemekaran dibandingkan dengan induknya, termasuk rata-rata
lama sekolah. Grafik berikut adalah gambaran Rata-rata Lama Sekolah dari
wilayah pemekaran Kabupaten Jayawijaya. Kabupaten Pegunungan Bintang
memang memiliki perbedaan yang nyata ketika dipisahkan dengan kabupaten
imduknya. Inilah salah satu yang menyebabkan jauhnya jarak antara IPM
Pegunungan Bintang dan Kabupaten induknya.

IDEAL RLS = 15

Gambar 3.3. Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten Pegunungan Bintang dan


Sekitarnya Tahun 2015

Pencapaian angka Rata-rata Lama Sekolah tertinggi berada di Kota


Jayapura, yaitu selama 11,11 tahun (rata-rata penduduk Kota Jayapura
bersekolah sampai jenjang kelas 3 SMA. Sementara itu pencapaian angka Rata-
rata Lama Sekolah terendah terjadi di Kabupaten Nduga yaitu 0,64 tahun atau
setara dengan kelas 1 SD dan Pegunungan Bintang sendiri menempati urutan ke-
3 terendah setelah Nduga dan Puncak. Secara umum, kenaikan rata-rata lama
sekolah relatif lambat. Bahkan dalam dua tahun terakhir, rata-rata lama sekolah

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 22


Provinsi Papua tidak mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu 5,74 tahun
pada 2013 dan 5,99 tahun pada 2015. Kabupaten yang mengalami peningkatan
signifikan dalam dua tahun terakhir adalah Biak Numfor yaitu 0,84 tahun dan
Sarmi 0,80 tahun. Peningkatan paling rendah rata-rata lama sekolah ada di
Kabupaten Asmat dan Paniai yaitu meningkat hanya 0,02 dan 0,03 tahun dalam
dua tahun terakhir.

3.1.4 Pengeluaran Riil Yang Disesuaikan


Sebagai indeks komposit, IPM mengandung beberapa komponen yang
merepresentasikan kondisi aspek yang terkait. Komponen ekonomi
direpresentasikan melalui aspek pengeluaran. Karena besarnya pengeluaran
yang berbeda-beda di setiap distrik, desa bahkan di setiap rumahtangga, maka
angka pengeluaran Riil diwujudkan dalam nilai rata-rata Kabupaten.
Komponen ini diperoleh dari survei sosial ekonomi nasional pada modul
konsumsi. Rata-rata pengeluaran konsumsi riil merupakan komponen dalam
penyusunan Indeks Standar Hidup. Selanjutnya dilakukan penyesuaian
(adjustment) dengan formula Atkinson.
Berbeda dengan komponen kesehatan dan pendidikan, komponen
pengeluaran riil ini sangat sensitif terhadap waktu maupun kebijakan berkaitan
dengan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Pengeluaran suatu rumahtangga
diukur melalui survei terhadap pengeluaran rumahtangga dan individu selama
seminggu, sebulan dan setahun yang lalu. Walaupun dalam kenyataannya
pengeluaran yang meningkat tidak bisa serta merta dimaknai dengan
meningkatnya kesejahteraan secara empirik, hal itu dikarenakan adanya unsur
inflasi/kenaikan harga yang juga cenderung naik dari waktu ke waktu. Namun
demikian setidaknya dari besarnya rata-rata pengeluaran riil ini sedikit banyak
memenuhi syarat reabilitas sebagai komponen ekonomi.
Teorinya, dengan tersedianya banyak pilihan hidup maka
kesejahteraanpun semakin meningkat, seiring dengan itu, pengeluaran riil juga

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 23


bertambah. Hal itu terjadi sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan pendapatan.
Dari hasil penghitungan, diperoleh gambaran rata-rata pengeluaran riil
penduduk Kabupaten Pegunungan Bintang tahun 2015, yaitu sekitar
Rp5.176.465,- per tahun. Dibanding dengan pencapaian pengeluaran riil Provinsi
Papua yang sebesar Rp 6.468.548,- dan kabupaten/kota lainnya di Papua,
penduduk Kabupaten Pegunungan Bintang berada di urutan ke-17 dari 29
Kabupaten/kota. Hal ini mengindikasikan pembangunan manusia di Kabupaten
Pegunungan Bintang kedepannya perlu lebih memfokuskan pada peningkatan
pembangunan ekonomi baik dari segi laju pertumbuhannya maupun pemerataan
hasilnya.

Gambar 3.4 Pencapaian Aktual Pengeluaran Riil Penduduk Kabupaten


Pegunungan Bintang dan Sekitarnya (dalam ribu rupiah), 2015

Dibandingkan dengan Kabupaten Jayawijaya sebagai kabupaten


induknya, pengeluaran riil Kabupaten Pegunungan Bintang masih cukup jauh di
bawah dan Kabupaten Jayawijaya memiliki pengeluaran riil yang disesuaikan

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 24


paling tinggi dibandingkan wilayah pemekarannya, bahkan lebih tinggi dari
pengeluaran riil Provinsi Papua.
Dua kabupaten/kota dengan pencapaian angka rata-rata pengeluaran riil
penduduk tertinggi adalah Kota Jayapura dan Kabupaten Mimika yaitu masing-
masing Rp 14.249.429,- dan Rp. 10.952.209,- per tahun. Sementara pencapaian
angka rata-rata pengeluaran riil penduduk terendah terjadi di Kabupaten Nduga
dan Lanny Jaya yaitu Rp 3.625.363,- dan Rp. 3.964.781,- per tahun.

3.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Pegunungan Bintang

Sebagai Indeks komposit, IPM memberikan gambaran komprehensif


mengenai tingkat pencapaian pembangunan manusia di suatu daerah, sebagai
dampak dari kegiatan pembangunan yang dilakukan di daerah tersebut.
Perkembangan angka IPM memberikan indikasi peningkatan atau penurunan
kinerja pembangunan manusia pada suatu daerah pada kurun waktu tertentu.
Namun sejak tahun 2014 terjadi perubahan metode pengitungan IPM. Pada
tahun 2015 ini, penghitugan IPM sudah menggunakan metode baru seperti pada
tahun 2014. Ada beberapa kondisi dan catatan yang harus diperhatikan ketika
ingin membandingkan kondisi IPM mulai tahun 2014 dengan tahun-tahun
sebelumnya. Salah satu efek dari perubahan metodologi penghitungan IPM
adalah penurunan nilai IPM hampir di tiap kabupaten/kota. Untuk
mengantisipasi berbagai pertanyaan terkait penurunan nilai IPM di tahun 2014,
dilakukan juga penhitungan nilai IPM untuk tahun-tahun sebelumnya
mengunakan metode baru.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 25


Gambar 3.5 Perkembangan Pencapaian IPM Kabupaten Pegunungan Bintang,
2008 – 2015

Kinerja pembangunan manusia Kabupaten Pegunungan Bintang tercermin


pada angka IPM. Selama lima tahun terakhir, IPM Kabupaten Pegunungan Bintang
mengalami peningkatan dari 36,61 di tahun 2011 menjadi 39,68 pada tahun 2014,
dan pada tahun 2015 mencapai angka 40,10. Dengan capaian tersebut, maka
menurut Konsep Pembangunan Manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), Kabupaten Pegunungan Bintang masih masuk dalam kategori
kinerja pembangunan manusia rendah dengan angka capaian IPM kurang dari 60,00.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 26


Gambar 3.6 Pencapaian IPM Kabupaten Pegunungan Bintang dan Pemekaran
Kabupaten Jayawijaya Lainnya, 2015

Jayawijaya sebagai kabupaten induk memiliki nilai IPM yang lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah pemekarannya, diikuti oleh Kabupaten Yahukimo. Dari
seluruh wilayah pemekaran Kabupaten Jayawijaya (7 kabupaten), dengan metode
penghitungan baru, tidak ada yang masuk kategori pembangunan manusia sedang.
Apabila dirinci menurut Kabupaten/Kota yang berada di wilayah Provinsi
Papua, pencapaian IPM tertinggi terjadi pada Kota Jayapura dan Kabupaten Mimika,
dengan pencapaian masing-masing sebesar 78,04 dan 70,88. Berdasarkan besaran
IPM pada tahun 2015 ini, ada 4 kabupaten yang termasuk dalam kategori
pembangunan manusia tinggi, 7 kabupaten yang masuk dalam ketegori
pembangunan manusia sedang dan 18 kabupaten yang masuk di kategori rendah.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 27


tinggi

sedang

rendah

Gambar 3.7 Pencapaian IPM Seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Papua, 2015

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 28


ANALISIS SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA
DI KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG

Hasil pembangunan manusia di Kabupaten Pegunungan Bintang selain


tercermin dari indikator agregat IPM juga digambarkan dari pencapaian indikator
tunggal yang terkait dengan kesejahteraan penduduk Kabupaten Pegunungan
Bintang baik dibidang kependudukan, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan,
perumahan dan lingkungan. Pemantauan indikator-indikator tunggal tersebut sangat
bermanfaat untuk mengenali aspek-aspek yang dapat mempengaruhi
perkembangan IPM.

4.1 KEPENDUDUKAN
Penduduk merupakan faktor yang sangat dominan, dalam pelaksanaan
pembangunan. Selain berperan sebagai pelaksana pembangunan, penduduk juga
menjadi sasaran pembangunan itu sendiri. Oleh sebab itu, perkembangan penduduk
harus diarahkan pada peningkatan kualitas, pengendalian kuantitas serta
pengarahan mobilitasnya, sehingga mempunyai ciri dan karakteristik yang dapat
menunjang tercapainya keberhasilan pembangunan dalam rangka peningkatan
kesejahteraan penduduk.

4.1.1 Jumlah dan Sebaran Penduduk


Penduduk dalam suatu daerah merupakan potensi sumber daya manusia
(SDM) yang dibutuhkan dalam proses pembangunan, disamping juga sebagai
konsumen dalam pembangunan. Dalam konteks sebagai potensi SDM,
penduduk/manusia memiliki peranan dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA).
Peranan penduduk dalam pembangunan akan berhasil apabila memiliki kemampuan
dalam menjawab semua tantangan dalam pembangunan baik posisinya sebagai

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 28


pengelola sumber daya alam maupun sebagai pengguna/konsumen sumber daya
alam.
Jumlah Penduduk Kabupaten Pegunungan Bintang Dirinci
Tabel 4.1
Menurut Distrik Tahun 2015
NO DISTRIK LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
(1) (2) (3) (4) (5)
1. IWUR 1 316 1 152 2 468
2. KAWOR 640 548 1 188
3. TARUP 739 611 1 350
4. AWINBON 300 271 571
5. OKSIBIL 2 678 1 744 4 422
6. PEPERA 676 612 1 288
7. ALEMSOM 1 147 1 051 2 198
8. SERAMBAKON 1 113 1 027 2 140
9. KOLOMDOL 743 552 1 295
10. OKSOP 1 125 1 022 2 147
11. SEBANG 351 324 675
12. OK BAPE 439 450 889
13. OK AON 678 662 1 340
14. BORME 1 721 1 366 3 087
15. BIME 2 188 2 114 4 302
16. EPUMEK 2 381 2 076 4 457
17. WEIME 1 434 1 326 2 760
18. PAMEK 1 088 975 2 063
19. NONGME 1 212 1 042 2 254
20. BATANI 792 743 1 535
21. OKBI 1 090 1 033 2 123
22. ABOY 543 532 1 075
23. OKBAB 1 911 1 836 3 747
24. TEIRAPLU 820 666 1 486
25. YEFTA 363 301 664
26. KIWIROK 1 520 1 428 2 948
27. KIWIROK TIMUR 1 081 1 054 2 135
28. OKHIKA 732 714 1 446
29. OKLIP 930 863 1 793
30. WARASAMO 1 304 1 209 2 513
31. BATOM 2 435 2 146 4 581
32. MURKIM 393 359 752
33. MOFINOP 674 570 1 244
34. OKBEMTA 1 509 1 265 2 774
PEGUNUNGAN BINTANG 38 066 33 644 71 710
Sumber : Proyeksi Penduduk BPS

Hasil proyeksi penduduk pertengahan tahun 2015 Kabupaten


Pegunungan Bintang berjumlah 71.710 jiwa, yang terdiri dari 38.066 jiwa

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 29


penduduk laki-laki dan 33.644 jiwa penduduk perempuan. Secara absolut,
jumlah penduduk Kabupaten Pegunungan Bintang mengalami kenaikan dari
tahun 2014, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,43%.

Gambar 4.1 Jumlah Penduduk Papua Dirinci Menurut Kabupaten/Kota, 2015

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 30


Kabupaten Pegunungan Bintang terdiri dari 34 distrik dan penduduknya
relatif tersebar secara merata di beberapa distrik. Penduduk paling banyak
tinggal di Distrik Batom, yaitu sebanyak 4.581 jiwa atau 6,39 persen. Sedangkan
Distrik Oksibil sebagai ibukota kabupaten menempati urutan ketiga dengan
jumlah penduduk sebanyak 4.422 jiwa atau sekitar 6,17 persen. Meskipun
memiliki jumlah distrik yang relatif lebih banyak, namun dibanding jumlah
penduduk Kabupaten/Kota seluruh Papua, jumlah penduduk Kabupaten
Pegunungan Bintang hanya menempati urutan ke-19 dari 29 kabupaten/kota
yang ada, yaitu sekitar 2,28 persen dari total penduduk Papua.

4.1.2 Komposisi Penduduk


Dampak keberhasilan pembangunan kependudukan diantaranya terlihat
pada komposisi penduduk menurut jenis kelamin (sex ratio) dan angka
ketergantungan (dependency ratio). Sex ratio didefinisikan sebagai
perbandingan jumlah penduduk laki-laki terhadap jumlah penduduk perempuan.
Komposisi penduduk menurut jenis kelamin sangat penting artinya
untuk melihat keseimbangan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan.
Ketidakseimbangan tersebut akan mempengaruhi kondisi dari sosial dan
ekonomi rumah tangga serta keberlangsungan reproduksi. Rasio jenis kelamin di
Kabupaten Pegunungan Bintang menunjukkan angka di atas 100 yaitu 113,14
artinya untuk setiap 100 wanita terdapat 113 sampai 114 laki-laki. Dengan kt lain
jumlah penduduk laki-laki di Kabupaten Pegunungan Bintang 13 sampai 14
persen lebih banyak dari penduduk wanita.
Dilihat sebarannya per distrik, terlihat bahwa jumlah penduduk laki-laki
lebih banyak dibanding penduduk perempuan di semua distrik, kecuali Distrik
Okbape yang memiliki jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari penduduk
laki-laki (sex ratio = 97,56). Distrik yang mempunyai sex ratio paling besar
adalah Distrik Oksibil yaitu sebesar 153,56 kemudian disusul Distrik Kolomdol
mempunyai sex ratio sebesar 134,60.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 31


Gambar 4.2 Sex Ratio Penduduk Kabupaten Pegunungan Bintang Menurut
Distrik Tahun 2015

Selain sex ratio, pengelompokan penduduk berdasarkan umur produktif


dan tidak produktif juga sangat penting. Semakin banyak penduduk usia
produktif yang berpendidikan berarti semakin mampu suatu daerah untuk
mengembangkan aktifitas ekonominya. Indikator yang biasa digunakan adalah
indikator dependency ratio yang menggambarkan total rasio ketergantungan
penduduk usia tidak produktif (kelompok umur 0-14 tahun dan kelompok umur
65 ke atas) terhadap penduduk usia produktif (kelompok umur 15-64 tahun).
Indikator ini merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk
mengukur dampak keberhasilan pembangunan kependudukan di suatu daerah.
Pembangunan dibidang kependudukan dikatakan berhasil jika nilai depency
rationya rendah. Semakin rendahnya nilai dependency ratio berarti semakin
rendah angka beban ketergantungan karena semakin kecil angka beban
ketergantungan akan memberikan kesempatan bagi penduduk usia produktif
untuk meningkatkan kualitas dirinya.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 32


Angka Ketergantungan Penduduk Kabupaten
Tabel 4.2
Pegunungan Bintang, 2015
JUMLAH
KELOMPOK UMUR RASIO KETERGANTUNGAN
PENDUDUK
(1) (2) (3)
0 -14 22 148 45,33
15 -64 48 857
65 + 705 1,44
Pegunungan Bintang 71 710 46,78
Sumber : BPS Provinsi Papua

Dari Tabel 4.2 terlihat bahwa angka beban ketergantungan di Kabupaten


Pegunungan Bintang pada periode Tahun 2015 cukup besar, yaitu untuk setiap
100 penduduk usia produktif pada tahun 2015 harus menanggung sekitar 47
penduduk bukan usia produktif yang terdiri dari 45 anak dan 2 penduduk lanjut
usia. Terkait dengan IPM, besarnya angka ketergantungan akan mengurangi
keluasan pilihan bagi usia produktif untuk meningkatkan kualitas dirinya. Hal ini
tentunya akan berpengaruh terhadap turunnya angka IPM.

4.1.3 Status dan Usia Perkawinan Pertama Wanita

Berdasarkan data Susenas


tahun 2015, sekitar 60 persen
penduduk usia 10 tahun ke atas
Kabupaten Pegunungan Bintang
berstatus kawin/ pernah kawin,
dengan rincian yang berstatus
kawin untuk laki-laki 59,1 persen,
dan perempuan 64,6 persen. Sumber : Susenas, BPS Provinsi Papua 2015
Yang berstatus cerai hidup 0,29 Gambar 4.3 Status Perkawinan Penduduk
Usia 10 Tahun Keatas di Kabupaten
persen untuk laki-laki dan 1,26 Pegunungan Bintang, 2015

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 33


persen untuk perempuan. Yang berstatus cerai mati 3,06 persen untuk laki-laki
dan 4,63 persen untuk perempuan. Sedangkan belum kawin untuk laki-laki
sebesar 37,55 persen dan perempuan 29,51 persen. Secara umum penduduk
Kabupaten Pegunungan Bintang usia 10 tahun keatas lebih banyak yang
berstatus kawin baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Usia perkawinan pertama wanita merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keselamatan janin yang dikandungnya. Semakin rendah usia
wanita untuk menikah, semakin beresiko terhadap keselamatan janin yang
dikandungnya, karena organ-organ reproduksinya belum berkembang secara
sempurna.

Sumber : Susenas Maret, BPS Provinsi Papua 2015


Gambar 4.4 Usia Kawin Pertama Perempuan Kabupaten Pegunungan Bintang,
Jayawijaya, dan provinsi Papua, 2015

Berdasarkan data Susenas menunjukan bahwa Usia Kawin Pertama (UKP)


tahun 2015 di Kabupaten Pegunungan Bintang, Jayawijaya, dan Provinsi Papua
tidak berbeda jauh. UKP di tiga wilayah tersebut juga tergolong muda yaitu
dibawah 25 tahun. UKP kabupaten Pegnunan Bintang adalah yang paling rendah

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 34


yaitu 19.01 tahun, sedangkan Jayawijaya dan Provinsi Papua berturut-turut
19,92 dan 20,57 tahun.
Usia kawin pertama lebih dititik-beratkan kepada perempuan karena
berkaitan dengan fertilitas/reproduksi manusia. Semakin muda seorang
perempuan melakukan kawin pertama maka kemungkinan semakin besar
tingkat fertilitasnya karena semakin panjang masa reproduksinya.
Masih adanya penduduk yang menikah pada usia muda harus mendapat
perhatian khusus pemerintah daerah agar pada tahun-tahun mendatang
angkanya dapat diturunkan. Salah satu program yang dapat ditempuh adalah
dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat akan resiko yang diakibatkan
menikah pada usia muda.

4.1.4 Pemakaian Alat/Cara KB


Pemakaian alat KB sangat berperan dalam menurunkan angka fertilitas.
Semakin sedikit jumlah peserta KB akan meningkatkan tingkat kelahiran,
sebaliknya semakin banyak peserta KB akan menurunkan angka kelahiran.
Berdasarkan data Susenas 2015, sebagian besar Pasangan Usia Subur (PUS) di
Kabupaten Pegunungan Bintang tidak pernah menggunakan KB yaitu sebesar
93,56 persen. Sekitar 3,5 persen PUS di Kabupaten Pegunungan Bintang sedang
menggunakan alat KB dan 2,94 persen lainnya tidak menggunakan lagi lat KB
lagi. Sementara di Kabupaten induk, sekitar 60.22 persen PUS tidak
menggunakan alat kontrasepsi. Prevalensi pemakaian alat KB di Kabupaten
Pegunungan Binatang lebih rendah dari kabupten induknya. Masih banyaknya
penduduk yang tidak menggunakan KB menjadi salah satu penyebab laju
pertumbuhan penduduk di suatu daerah cukup besar.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 35


Sumber : Susenas Maret, BPS Provinsi Papua 2015
Gambar 4.5 Persentase Perempuan Berumur 15-49 Tahun dan Berstatus Kawin
yang Pernah/Sedang Menggunakan/Memakai Alat KB di Kabupaten
Pegunungan Bintang dan Jayawijaya, 2015

Dilihat menurut keefektifannya alat kontrasepsi dibedakan menjadi dua


yaitu alat kontrasepsi mantap (alat kontap) dan tidak mantap. Alat kontrasepsi
mantap adalah alat kontrasepsi yang masa efektifnya panjang seperti vasektomi
dan tubektomi yang efektif selama masa hidup. Alat kontrasepsi mantap lainnya
yang efektif beberapa tahun adalah spiral/IUD dan susuk KB/norplant. Alat
kontrasepsi ini mempunyai resiko kegagalan relatif kecil dibandingkan alat yang
lain. Sedangkan alat kontrasepsi lainnya di katagorikan sebagai alat kontrasepsi
tidak mantap.

4.2 PENDIDIKAN
Sumber daya manusia berperan penting terhadap kemajuan suatu
bangsa, oleh karena itu perlu diupayakan peningkatan sumber daya manusia
demi tercapainya keberhasilan pembangunan. Salah satu upaya untuk
meningkatkan sumber daya manusia adalah peningkatan kualitas melalui bidang

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 36


pendidikan. Pembangunan di bidang pendidikan meliputi pembangunan
pendidikan formal maupun informal.
Titik berat pendidikan formal adalah peningkatan mutu pendidikan
dan perluasan pendidikan dasar. Selain itu, ditingkatkan pula kesempatan
belajar pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Untuk mencapai sasaran
tersebut, berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah misalnya dengan
meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan, perbaikan kurikulum, bahkan
semenjak tahun 1994 pemerintah juga telah melaksanakan program wajib
belajar 9 tahun dan sampai saat ini masih melanjutkan program wajib belajar 6
tahun. Dengan semakin lamanya usia wajib belajar ini diharapkan tingkat
pendidikan anak semakin membaik dan tentunya akan berpengaruh pada
tingkat kesejahteraan penduduk.

4.2.1 Angka Buta Huruf


Salah satu keberhasilan pendidikan adalah menurunnya angka buta
huruf atau tingkat buta huruf. Tingkat buta huruf merupakan bagian dari
indikator kemampuan penduduk untuk berkomunikasi secara tertulis.
Kemampuan baca tulis merupakan pengetahuan minimum yang dibutuhkan
untuk mencapai hidup sejahtera.
Tercatat pada tahun 2015 persentase penduduk usia 15 tahun keatas
yang melek huruf sebanyak 49,62 persen. Sedangkan angka melek huruf
Kabupaten Jayawijaya tahun 2015 sebesar 64,28 persen. Dibanding kabupaten
induknya, capaian angka melek huruf Kabupaten Pegunungan Bintang jauh
tertinggal. Diperlukan kerja keras dari pemerintah daerah Kabupaten
Pegunungan Bintang untuk lebih memperhatikan bidang pendidikan dalam
pembangunan. Oleh karena itu, untuk mengejar ketertinggalan Kabupaten
Pegunungan Bintang dibanding kabupaten lainnya, pembangunan dibidang
pendidikan harus lebih menjadi prioritas utama agar tujuan pemberantasan buta
aksara dapat tercapai.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 37


Sumber : Susenas Maret, BPS Provinsi Papua 2015
Gambar 4.6 Angka Melek Huruf Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas
Kabupaten Pegunungan Bintang dan Jayawijaya, 2015

Angka melek huruf akan semakin meningkat nilainya jika pemberantasan


buta huruf di Kabupaten Pegunungan Bintang terus digalakkan, tidak hanya
difokuskan pada kelompok umur lima belas tahun keatas, namun juga di usia
belajar yaitu antara 9-15 tahun, karena pada golongan umur tersebut masih
banyak didapati buta huruf. Program-program dibidang pendidikan yang
mendesak untuk dilakukan adalah program-program kejar paket, pembangunan
sekolah-sekolah menengah hingga ke semua distrik serta penyediaan tenaga
pendidik baik guru tetap maupun guru honorer, sehingga proses belajar
mengajar dapat berjalan sebagai mana mestinya. Pada akhirnya dapat
meningkatkan status pembangunan manusia di Kabupaten Pegunungan Bintang
khususnya dibidang pendidikan.

4.2.2 Partisipasi Sekolah


Partisipasi sekolah penduduk Kabupaten Pegunungan Bintang dalam
pendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah diharapkan akan dapat
memberikan kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang Ukuran-

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 38


ukuran yang digunakan untuk mengkaji partisipasi sekolah merupakan suatu
indikator proses yang menunjukkan proses atau bagaimana program pendidikan
diimplementasikan di masyarakat Dalam hal ini ukuran-ukuran yang digunakan
adalah angka partisipasi kasar (APK), angka partispasi sekolah (APS), dan angka
partisipasi murni (APM)

4.2.2.1 Angka Partisipasi Kasar (APK)


Indikator ini mengukur proporsi anak pendidikan dasar dan menengah.
yang sekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok umur
yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. APK memberikan gambaran
secara umum tentang banyaknya anak yang sedang/telah menerima

Sumber : Susenas Maret, BPS Provinsi Papua 2015


Gambar 4.7 Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM)
Setiap Jenjang Pendidikan di Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015

Dari Gambar 4.6, secara umum semakin tinggi tingkat pendidikan nilai
APK-nya semakin kecil. Tercatat pada tahun 2015 nilai APK di Kabupaten
Pegunungan Bintang pada jenjang sekolah dasar sebesar 86,50. Hal ini berarti

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 39


terdapat 86,50 persen murid yang sedang sekolah di jenjang SD/sederajat, baik
yang berumur 7-12 tahun, maupun lebih atau kurang. APK untuk jenjang SMP
sebesar 36,06 sedangkan untuk jenjang SMA sebesar 15,12. Hal ini
mengindikasikan bahwa hanya sebagian kecil dari anak berusia 13-15 tahun dan
16-18 tahun yang sedang bersekolah pada jenjang tersebut dan kemungkinan
sisanya sedang sekolah pada jenjang pendidikan di bawah atau diatasnya,
bahkan mungkin juga mereka tidak sekolah lagi. Oleh karena itu, untuk
memperjelas lagi arti APK diperlukan indikator APM dan APS.

4.2.2.2 Angka Partisipasi Murni (APM)


Angka partisipasi murni (APM) menunjukkan proporsi anak sekolah pada
satu kelompok umur tertentu yang bersekolah tepat waktu pada tingkat yang
sesuai dengan kelompok umurnya. Menurut definisi, besarnya APM akan selalu
lebih kecil daripada APK. Nilai APM yang lebih kecil daripada nilai APK-nya dapat
menunjukkan komposisi umur penduduk yang sedang bersekolah pada suatu
jenjang pendidikan.
APK dan APM Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten
Tabel 4.3
Pegunungan Bintang, Tahun 2015
Angka Partisipasi
Tingkat Pendidikan Selisih APK-APM
APK APM

SD 86,50 66,69 19,81


SMP 36,06 24,21 11,85
SMA 15,12 11,29 3,83
Sumber : Susenas Maret, BPS Provinsi Papua 2015

APK jenjang SD/sederajat pada tahun 2015 sebesar 86,50 persen


sedangkan APM SD/sederajat hanya sebesar 66,69 persen berarti bahwa murid
SD/sederajat yang berumur 7-12 tahun sebanyak 66,69 persen. Sedangkan
selisih antara APK dan APM sebesar 19,81 persen memiliki arti bahwa 19,81

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 40


persen ada diantara murid SD/sederajat yang berumur kurang dari 7 tahun atau
lebih dari 12 tahun. Pada jenjang SMP/sederajat, APK sebesar 36,06 persen
sedang APM sebesar 24,21 persen yang berarti bahwa hanya 24,21 persen
penduduk usia 13-15 tahun yang terserap sebagai murid SMP/sederajat dan
sisanya bisa terserap dijenjang pendidikan SD, SMU, atau bahkan tidak sekolah
lagi. Selisih antara APK dan APM SMP/sederajat 11,85 persen, yang artinya
diantara murid SMP/sederajat, 11,85 persen diantaranya, berumur kurang dari
13 tahun atau lebih dari 15 tahun. Sementara selisih APK dan APM untuk jenjang
SMA hanya 3,83 persen.

4.2.2.3 Angka Partisipasi Sekolah (APS)


Angka partisipasi sekolah dapat menggambarkan berapa banyak
penduduk usia pendidikan yang sedang bersekolah, sehingga terkait dengan
pengentasan program wajib belajar. Indikator inilah yang digunakan sebagai
petunjuk berhasil tidaknya program tersebut. Sebagai standar program wajib
belajar dikatakan berhasil jika nilai APS SD sebesar 100 persen dan APS SMP
sebesar 100 persen atau dengan kata lain semua anak usia sekolah 7-12 tahun
dan 13-15 tahun bersekolah.
Berdasarkan data Susenas tercatat bahwa di Kabupaten Pegunungan
Bintang berdiri sejak tahun 2002, capaian APS Kabupaten Pegunungan Bintang
masih belum memenuhi target wajar 9 tahun. Gambaran ini tercermin dari nilai
APS yang masih relatif rendah. Tercatat pada tahun 2015 nilai APS SD usia 7-12
tahun sebesar 66,69 , APS SMP usia 13-15 tahun sebesar 66,22 , dan APS SMA
usia 16-18 tahun 28,95.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 41


Sumber : Susenas Maret, BPS Provinsi Papua 2015
Gambar 4.8 Perbandingan Angka Partisipasi Sekolah (APS) Kabupaten
Pegunungan Bintang dan Jayawijaya, 2015

Dibandingkan dengan Kabupaten Jayawijaya sebagai kabupaten induk,


APS Kabupaten Pegunungan Bintang masih tertinggal disetiap kelompok umur
sekolah. Masih banyaknya anak usia sekolah yang belum terserap di berbagai
tingkat pendidikan perlu mendapat perhatian khusus bagi pemerintah daerah
untuk lebih menitikberatkan pembangunan di sektor pendidikan. Pembangunan
infrastruktur pendidikan sampai ke kampung, penambahan jumlah guru baik
guru honor maupun tetap, serta kerjasama dengan pemuka agama (pendeta)
untuk dapat mengajarkan keterampilan baca tulis masyarakat di sekitarnya
merupakan salah satu solusi mempercepat pembangunan dibidang pendidikan.
Sehingga diharapkan Kabupaten Pegunungan Bintang dapat mengejar
ketertinggalan capaian pembangunan manusia dengan kabupaten-kabupaten
lainnya.
APS dikombinasikan dengan APM dapat menunjukkan jenjang
pendidikan yang sedang ditempuh oleh penduduk dengan usia pendidikan

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 42


tertentu. Selain itu, APS juga dapat menggambarkan penduduk pada usia
pendidikan yang tidak bersekolah baik karena belum pernah bersekolah atau
karena drop out sehingga tentunya hal ini dapat semakin memperjelas arti APK.
Keberadaan penduduk yang terkategori dalam usia pendidikan namun tidak
bersekolah baik karena belum pernah sekolah maupun karena droup out
merupakan permasalahan yang harus dipecahkan karena mereka adalah kunci
utama penggerak roda pembangunan nantinya.

4.2.3 Tingkat Pendidikan


Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka seseorang
akan dapat lebih mudah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
menyerap kemajuan teknologi. Sebagai sumber daya manusia yang berkualitas,
maka tamatan pendidikan tinggi diharapkan akan meningkatkan
produktivitasnya sebagai tenaga kerja. Selanjutnya peningkatan produktivitas
seseorang dalam bekerja dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Berdasarkan data Susenas 2015 sekitar 60 persen penduduk di
Kabupaten Pegunungan Bintang usia 15 tahun keatas yang belum/tidak
mempunyai ijazah SD yaitu mencapai 61,39 persen. Makin tinggi tingkat
pendidikan persentase penduduk yang menamatkan jenjang pendidikan
tersebut makin sedikit.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 43


Sumber : Susenas Maret, BPS Provinsi Papua 2015

Gambar 4.9 Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Ijazah Tertinggi


Yang Dimiliki di Kabupaten Pegunungan Bintang, Jayawijaya dan Provinsi
Papua, Tahun 2015

Tercatat penduduk yang berijasah SD, SMP, SMA, dan Diploma/Sarjana


di Kabupaten Pegunungan Bintang berturut-turut sebesar 17,06 persen, 6,59
persen, 10,20 persen dan 4,76 persen. Dibanding Kabupaten Jayawijaya dan
Provinsi Papua, persentase penduduk yang menamatkan pendidikan menengah
ke atas di Kabupaten Pegunungan Bintang jauh lebih rendah. Hal ini sangat wajar
mengingat Kabupaten Pegunungan Bintang merupakan kabupaten pemekaran
yang masih menitikberatkan pada pembangunan infrastruktur pemerintahan.
Masih rendahnya tingkat pendidikan penduduk berdampak pada kualitas
sumber daya manusia yang rendah, yang tidak dapat berperan optimal dalam
pembangunan.

4.3 KETENAGAKERJAAN
Data ketenagakerjaan merupakan salah satu informasi penting yang
diperlukan pemerintah dalam menyusun kebijakan pembangunan. Ada dua faktor

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 44


yang mempengaruhi keadaan ketenagakerjaan, yaitu faktor permintaan dan faktor
penawaran. Faktor permintaan dipengaruhi oleh dinamika pembangunan ekonomi,
sedangkan faktor penawaran ditentukan oleh perubahan struktur umur penduduk.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tapi tidak berbasis investasi mengakibatkan tidak
adanya penyerapan tenaga kerja baru.
Pertumbuhan angkatan kerja yang lebih tinggi dibanding pertumbuhan
tenaga kerja dapat menimbulkan meningkatnya jumlah pengangguran. Oleh karena
itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait dengan masalah
ketenagakerjaan. Pertama, apakah pertumbuhan penduduk di Kabupaten
Pegunungan Bintang melebihi pertumbuhan capital. Kedua, apakah profil penduduk
di Kabupaten Pegunungan Bintang merupakan penduduk muda. Jika suatu daerah
memiliki struktur penduduknya didominasi usia muda, maka akan semakin banyak
penduduk yang masuk ke lapangan kerja dan perlunya kebijakan pemerintah untuk
menciptakan lapangan kerja baru. Ketiga, struktur ekonomi yang cenderung bukan
labour intensive dan tingkat ketrampilan penduduk yang belum memadai membuat
usaha penciptaan lapangan kerja baru semakin sulit dan kompleks. Karena
keterbatasan data, maka hanya dilakukan analisis data yang didapat dari Sakernas
dan berhubungan dengan ketenagakerjaan.

4.3.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja


Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah perbandingan jumlah
angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja. Angkatan kerja terdiri dari
penduduk yang bekerja dan pengangguran. Sesuai dengan definisi dari BPS dan
Depnaker, dalam publikasi ini digunakan konsep penduduk usia kerja adalah
penduduk berumur 15 tahun keatas.
Berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2015, persentase terbesar
penduduk usia kerja di Kabupaten Pegunungan Bintang adalah penduduk
bekerja (95 persen). Dari sisi produktifitas tenaga kerja hal ini cukup bagus
karena dengan banyaknya tenaga kerja tentunya produktifitas juga tinggi. Hanya

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 45


saja, produktifitas juga harus dikaitkan dengan tingkat pendidikan tenaga kerja.
Karena meskipun jumlah tenaga kerja besar kalau tidak diimbangi dengan skill
atau keterampilan yang memadai tidak akan menghasilkan produktifitas yang
diinginkan.

TPAK di Kabupaten Pegunungan Bintang dan


Tabel 4.4
Jayawijaya Menurut Jenis Kelamin Tahun 2015

Penduduk Pegunungan Bintang Jayawijaya

Laki-laki 95,60 89,20

Perempuan 95,83 87,08

Total 95,71 88,17


Sumber: Sakernas Agustus, BPS Provinsi Papua 2015

Sekitar 95 persen dari penduduk usia kerja di Kabupaten Pegunungan


Bintang merupakan penduduk yang aktif secara ekonomi (penduduk yang
termasuk angkatan kerja), hal ini ditunjukkan dari angka TPAK sebesar 95,71
persen. Sisanya, kurang dari 5 persen tidak aktif secara ekonomi, yaitu
penduduk dengan kegiatan utama sekolah, mengurus rumah tangga atau
lainnya.
Dilihat dari sisi gender, TPAK perempuan lebih tinggi dibandingkan
dengan TPAK laki-laki, yaitu masing-masing sebesar 95,83 persen dan 95,60
persen. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa secara umum partisipasi
penduduk perempuan dalam kegiatan ekonomi lebih besar daripada laki-laki.
Sedangkan jika dibandingkan dengan Kabupaten Jayawijaya sebagai kabupaten
induknya, TPAK Kabupaten Pegunungan Bintang masih jauh lebih tinggi, baik
TPAK laki-laki, perempuan, maupun secara total.

4.3.2 Tingkat Kesempatan Kerja (TKK)


Istilah kesempatan kerja mengandung pengertian lapangan pekerjaan
atau kesempatan kerja yang tersedia untuk bekerja akibat dari suatu kegiatan

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 46


ekonomi atau produksi. Dengan demikian pengertian kesempatan kerja adalah
mencakup lapangan pekerjaan yang sudah diisi dan semua lapangan pekerjaan
yang masih lowong. Dari lapangan pekerjaan yang masih lowong tersebut timbul
kebutuhan tenaga kerja.
Mengingat data kesempatan kerja sulit diperoleh, maka untuk keperluan
praktis digunakan pendekatan bahwa kesempatan kerja didefinisikan dengan
banyaknya lapangan kerja yang terisi, yang tercermin dari persentase penduduk
yang bekerja dari total seluruh angkatan kerja yang tersedia. Dalam hal ini
seseorang dikategorikan bekerja apabila dia melakukan pekerjaan dengan
maksud untuk memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau
keuntungan paling sedikit 1 (satu) jam berturut-turut dalam kurun waktu
seminggu sebelum pencacahan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka yang
dimaksud dengan Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) yaitu porsi penduduk yang
termasuk angkatan kerja yang terserap dalam pasar kerja.

TPAK dan TKK di Kabupaten Pegunungan Bintang


Tabel 4.5
Menurut Jenis Kelamin Tahun 2015

Penduduk TPAK TKK

Laki-laki 95,60 96,98

Perempuan 95,83 97,61

Total 95,71 97,28


Sumber: Sakernas Agustus, BPS Provinsi Papua 2015

Pada Tabel 4.6 ditunjukkan bahwa TKK perempuan sebesar 97,61 persen
sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan TKK laki-laki yaitu sebesar 96,98 persen.
Hal ini menegaskan bahwa dalam hal ketenagakerjaan kesempatan perempuan
untuk mendapatkan pekerjaan bisa dikatakan sedikit lebih tinggi dibandingkan
laki-laki. Hal ini perlu dicermati terkait dengan jenis lapangan pekerjaan yang
menyerap tenaga kerja di Kabupaten Pegunungan Bintang. Secara keseluruhan
(total laki-laki dan perempuan), sekitar 97,28 persen dari seluruh angkatan kerja

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 47


di Kabupaten Pegunungan Bintang terserap dalam berbagai lapangan pekerjaan.
Adapun sektor lapangan usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja di
Kabupaten Pegunungan Bintang adalah sektor primer, dalam hal ini pertanian.
Penyerapan tenaga kerja untuk masing-masing sektor dijelaskan pada tabel
berikut:

Penduduk 15 Tahun Keatas yang Bekerja di Kabupaten


Tabel 4.6 Pegunungan Bintang Menurut Sektor Lapangan
Pekerjaan Utama, 2015

Sektor Lapangan Pekerjaan Utama Jumlah Persentase


PRIMER
(Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, 36 942 83,2
Perburuan dan Perikanan)
SEKUNDER
(Pertambangan dan Penggalian, 470 1,1
Industri, LGA, dan Konstruksi)
TERSIER
(Perdagangan, Angkutan, Keuangan, 6 966 15,7
dan Jasa-jasa lainnya)
Total 44 378 100,00
Sumber: Sakernas Agustus, BPS Provinsi Papua 2015

Sebagaimana kabupaten/kota lainnya di Papua yang memiliki


karakteristik sebagian besar penduduk bekerja di sektor primer, utamanya
pertanian, begitu juga dengan Kabupaten Pegunungan Bintang, sekitar 83
persen penduduknya juga bekerja di sektor pertanian. Hal ini berkaitan dengan
tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk Pegunungan Bintang yang
bekerja di sektor pertanian, tidak membutuhkan tingkat pendidikan yang tinggi.
Sektor tersier, termasuk jasa-jasa hanya menyerap sekitar 15 persen.
Sementara sektor sekunder, yang didalamnya termasuk sektor industri,
pertambangan dan penggalian, Listrik, Gas, dan Air Bersih, serta Konstruksi
hanya menyerap 1,1 persen. Disini tampak bahwa sektor-sektor yang
membutuhkan skill dan pendidikan tinggi kurang banyak menyerap tenaga kerja.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 48


4.3.3 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Pengangguran terbuka (open unemployment) didefinisikan sebagai
penduduk usia kerja yang tidak bekerja dan sementara tidak bekerja, terdiri dari:
a. Mereka yang mencari pekerjaan
b. Mereka yang mempersiapkan usaha
c. Mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin
mendapatkan pekerjaan
d. Mereka yang sudah punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja
Pengertian pengangguran tidak dapat disamakan dengan pencari kerja,
karena sering kali terjadi diantara pencari kerja terdapat mereka yang tergolong
bekerja namun karena berbagai alasan masih mencari perkerjaan lain, untuk
kasus tersebut dia akan tergolong sebagai bekerja.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten


Tabel 4.7
Pegunungan Bintang dan Jayawijaya Tahun 2015

Penduduk Pegunungan Bintang Jayawijaya

Laki-laki 3,02 0,00

Perempuan 2,39 0,12

Total 2,72 0,06


Sumber: Sakernas Agustus, BPS Provinsi Papua 2015

Tingkat pengangguran terbuka diartikan sebagai persentase dari


penduduk yang mencari kerja terhadap jumlah angkatan kerja. TPT Kabupaten
Pegunungan Bintang pada tahun 2015 adalah 2,72 persen, dimana TPT
perempuan lebih kecil dibanding TPT laki-laki, yaitu masing-masing sebesar 2,39
persen dan 3,02 persen. Jika dibandingkan dengan Kabupaten Jayawijaya
sebagai kabupaten induknya, TPT Kabupaten Pegunungan Bintang masih relatif
lebih tinggi.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 49


4.4 KESEHATAN

Kondisi kesehatan merupakan bagian yang erat hubungannya


dengan keberhasilan pembangunan manusia. Pembangunan kesehatan
diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta kualitas
kehidupan dan usia harapan hidup (salah satu komponen IPM atau cermin
keberhasilan pembangunan manusia), dan mempertinggi kesadaran masyarakat
atas pentingnya hidup sehat. Menurut perencanaan program dan dampaknya,
indikator kesehatan dapat dibagi menjadi tiga kelompok umum yaitu upaya
perbaikan kesehatan, status kesehatan dan penunjang. Dalam subbab ini hanya
dibatasi beberapa indikator upaya perbaikan kesehatan, adapun indikator
penunjang akan dibahas dalam subbab selanjutnya.

4.4.1 Penolong Kelahiran

Menurut beberapa survei, lebih dari 80% penyebab kematian ibu


hamil/bayi pada saat melahirkan/persalinan disebabkan oleh tiga masalah pokok
yaitu pendarahan (40-60%), infeksi jalan lahir (20-30%) dan keracunan
kehamilan (20-30%). Ketiga hal tersebut berkaitan erat dengan status gizi,
higiene-sanitasi, kesadaran hidup sehat, dan jangkauan serta mutu pelayanan
kesehatan (INKESRA DKI Jakarta: 2002). Kondisi ini menunjukkan bahwa peran
penolong kelahiran sangat penting bagi keselamatan bayi dan ibu yang
melahirkan. Kendalanya adalah bahwa tidak semua masyarakat mampu
membiayai persalinan dengan dibantu oleh tenaga kesehatan yang terlatih
seperti dokter/bidan. Keberhasilan persalinan akan menunjang angka harapan
hidup.
Salah satu indikator dari pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah
penolong persalinan. Indikator ini dihitung sebagai persentase persalinan yang
ditolong oleh tenaga terdidik seperti dokter, bidan dan tenaga medis lainnya.
Indikator ini cukup memegang peranan penting dalam melihat kondisi kesehatan

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 50


suatu wilayah karena dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat kemajuan
pelayanan kesehatan terutama pada saat kelahiran dimana resiko kematian
amat tinggi.
Di Kabupaten Pegunungan Bintang sendiri pada tahun 2015 tercatat
hanya terdapat 25,78 persen proses kelahiran terakhir yang ditangani oleh
tenaga medis (dokter/bidan/tenaga medis lainnya). Berarti masih ada sekitar 75
persen proses kelahiran masih ditolong oleh tenaga bukan medis (dukun, famili
dan lainnya). Dilihat dari persentase penolong kelahiran yang ditangani oleh
tenaga medis tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesadaran masyarakat akan
pentingnya kelahiran ditangani oleh tenaga medis masih sangat rendah, hal ini
terbukti dengan masih banyaknya masyarakat yang menjadikan dukun atau
keluarga sebagai penolong kelahiran. Sebab lainnya, karena sarana kesehatan
puskesmas dan tenaga medis di Kabupaten Pegunungan Bintang masih sangat
terbatas dan hanya berada diibukota Kabupaten dan distrik, sehingga
masyarakat tidak dapat mengakses fasilitas kesehatan tersebut.

Sumber: Susenas Maret, BPS Provinsi Papua 2015


Gambar 4.10 Persentase Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir di
Kabupaten Pegunungan Bintang, Jayawijaya dan
Provinsi Papua Tahun 2015

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 51


Dibanding dengan kabupaten induk dan Provinsi Papua secara
keseluruhan, kesadaran akan pentingnya keselamatan pada proses kelahiran di
Kabupaten Pegunungan Bintang masih sangat jauh tertinggal. Tercatat di
Pegunungan Bintang hanya 25,78 persen yang proses kelahiran sudah ditolong
oleh tenaga medis, sedangkan Kabupaten Jayawijaya sebagai kabupaten induk
terdapat 45,32 persen, dan untuk Provinsi Papua secara keseluruhan sudah lebih
dari separuh proses kelahiran ditolong oleh tenaga medis sebesar 61,36 persen.
Masih rendahnya proses persalinan yang ditolong oleh tenaga medis,
harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah daerah Kabupaten
Pegunungan Bintang. Jika tidak, angka kematian bayi ataupun ibu pada saat
masa persalinan akan menjadi besar. Tentunya hal ini akan sangat mempengarui
capaian IPM di Kabupaten Pegunungan Bintang, dan akan mempurpuruk kinerja
pembangunan manusianya jika tidak segera dicari jalan keluarnya.

4.4.2 Penduduk dan Keluhan Sakit


Salah satu indikator untuk menunjukan derajat kesehatan masyarakat
adalah angka kesakitan dan rata-rata lama sakit yang dideritanya. Indikator ini
menggambarkan tingkat intensitas penyakit yang dialami penduduk. Selain itu
indikator ini menggambarkan besarnya kerugian yang dialami penduduk karena
penyakit yang diderita. Semakin besar nilai indikator ini semakin tinggi tingkat
intensitas penyakit yang diderita penduduk dan semakin besar kerugian yang
dialami.
Dari Tabel 4.9 terlihat bahwa pada tahun 2015, persentase penduduk
yang mengalami keluhan sakit sebesar 3,72 persen, yang berarti dari 100
penduduk terdapat sekitar 3 – 4 orang penduduk yang mengalami sakit, dimana
rata-rata lama sakitnya sebesar 4,56 hari. Hal ini menunjukkan penduduk
tersebut mengalami kerugian materil (ekonomi) rata-rata selama 5 hari.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 52


Persentase Penduduk yang Mengalami Keluhan Sakit dan Rata-
Tabel 4.8 Rata Lama Sakit di Kabupaten Pegunungan Bintang, Jayawijaya
dan Provinsi Papua Tahun 2015

Indikator Pegunungan Jayawijaya Papua


Bintang

Persentase Sakit 3,72 13,94 9,02

Rata-rata lama sakit 4,56 3,22 4,85

Sumber: Susenas Maret, BPS Provinsi Papua2015

Dilihat dari indikator persentase sakit ini, sekilas derajat kesehatan


penduduk di Pegunungan Bintang sudah cukup baik. Namun demikian kita perlu
berhati-hati membaca data ini, mengingat kebanyakan masyarakat di
Pegunungan Bintang terbiasa hidup di tempat yang apa adanya dengan kondisi
yang kurang layak dipandang dari sudut kesehatan. Mereka merasa jika keluhan
kesehatan yang mereka alami tidak terlalu mengganggu aktifias kegiatan sehari-
harinya maka mereka tidak mengatakan bahwa mereka sedang sakit. Sedangkan
di Kabupaten Jayawijaya yang merupakan kabupaten induknya dan Provinsi
Papua secara keseluruhan, persentase penduduk yang mengalami keluhan sakit
masing-masing 13,94 persen dan 9,02 dengan rata-rata lama sakit sekitar 3 - 5
hari.
Apapun permasalahan diatas, pemerintah daerah harus tetap berupaya
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan menyediakan
tenaga-tenaga kesehatan sampai ke pelosok kampong. Sehingga pada saat
masyarakat mengalami keluhan kesehatan, tersedianya fasilitas dan tenaga
kesehatan yang siap sedia melayani pengobatan. Terkait dengan IPM, semakin
baik derajat kesehatan masyarakat akan menurunkan tingkat kematian dan pada
akhirnya dapat menaikan angka harapan hidup.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 53


4.5 PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN

Manusia dan alam lingkungannya merupakan kesatuan yang tidak dapat


dipisahkan. Lingkungan ini berupa lingkungan fisik dan lingkungan sosial Lingkungan
fisik bisa berupa alam sekitar yang alamiah dan buatan manusia. Untuk
mempertahankan diri dari keganasan alam, maka manusia berusaha membuat
tempat perlindungan yang pada akhirnya disebut rumah atau tempat tinggal.
Sebagai makhluk sosial manusia selalu ingin bersama manusia lain, maka
muncul kelompok rumah-rumah yang disebut pemukiman. Rumah bisa dimasukkan
sebagai bagian dari kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia disamping sandang
dan pangan.
Rumah dikategorikan sebagai bagian dari kebutuhan dasar dalam kehidupan
manusia selain sandang dan pangan. Pada saat ini rumah tidak hanya berfungsi
sebagai tempat berlindung tetapi lebih jauh lagi sebagai tempat tinggal lebih
menonjol. Bahkan menurut Jatman (1948:170) rumah sudah menjadi bagian dari
gaya hidup, simbol status dan juga menunjukkan identitas pemiliknya.

4.5.1 Kualitas Rumah Tinggal


Secara umum kualitas rumah tinggal ditentukan oleh kualitas bahan
bangunan yang digunakan, yang secara nyata mencerminkan tingkat
kesejahteraan penghuninya. Karena itu, aspek kesehatan dan kenyamanan dan
bahkan estetika bagi sekelompok masyarakat tertentu sangat menentukan
dalam pemilihan rumah tinggal dan ini berkaitan dengan tingkat kesejahteraan
bagi penghuninya. Selain kualitas rumah tinggal, tingkat kesejahteraan juga
dapat digambarkan dari fasilitas yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Kualitas perumahan yang baik dan penggunaan fasilitas perumahan yang
memadai akan memberikan kenyamanan bagi penghuninya.
Rumah yang sehat dan nyaman adalah rumah yang relatif luas Semakin
tinggi tingkat kesejahteraan rumah tangga maka semakin luas rumah yang

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 54


ditempati. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), salah satu kriteria rumah
sehat adalah rumah yang memiliki luas lantai minimal 10 m 2 perkapita.
Keadaan perumahan penduduk di Kabupaten Pegunungan Bintang
hanya 32 persen yang memiliki luas lantai > 10 m2 perkapita. Hal ini ditunjukkan
dalam Gambar 4.10 dimana kondisi rumah yang belum memenuhi syarat sehat
menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) dengan luas lantai perkapita kurang
dari 10 m2. Sempitnya rumah yang didiami oleh sebagian besar penduduk
Kabupaten Pegunungan Bintang dapat menimbulkan ketidaknyamanan maupun
menurunkan derajat kesehatan penghuninya yang kemudian pada akhirnya
dapat menurunkan tingkat kesejahteraan penduduk.

Sumber : Susenas Maret, BPS Provinsi Papua 2015

Gambar 4.11 Indikator Kualitas Perumahan di Kabupaten Pegunungan Bintang


Tahun 2015

Kualitas rumah juga ditinjau dari segi jenis atap, lantai, dan dinding
terluas yang digunakan. Berdasar hasil Susenas Tahun 2015, dilihat menurut
jenis atap hanya sebesar 69,39 persen rumah penduduk menggunakan atap
permanen yaitu seng. Jenis dinding kayu paling banyak ditemui yaitu sebesar

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 55


95,91 persen. Dari segi lantai, sekitar 99,52 persen yang jenis lantainya bukan
dari tanah/bambu, dalam hal ini adalah kayu. Dari penjelasan ini dapat
disimpulkan bahwa kualitas perumahan di Kabupaten Pegunungan Bintang pada
umumnya masih belum dikatagorikan sebagai rumah sehat dengan kualitas
kenyamanan yang masih rendah.

4.5.2 Fasilitas Rumah


Fasilitas pokok yang penting agar suatu rumah menjadi nyaman dan
sehat untuk ditinggali adalah tersedianya fasilitas pendukung perumahan seperti
listrik, air bersih serta tersedianya jamban dan tangki septik.

Sumber : Susenas Maret, BPS Provinsi Papua 2015


Gambar 4.12 Sumber Penerangan Utama Rumah Tangga di Kabupaten
Pegunungan Bintang Tahun 2015

Berdasarkan data Susenas tahun 2015, hanya 2,54 persen rumah tangga
di Kabupaten Pegunungan Bintang yang menggunakan listrik PLN sebagai
sumber penerangan utama. Hal ini karena listrik PLN (tenaga surya) baru
tersedia di distrik Kolomdol saja. Kemudian sebanyak 25,91 persen

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 56


menggunakan listrik non-PLN sebagai sumber penerangan rumahnya. Listrik non
PLN ini biasanya adalah solar sel bantuan di rumah sosial yang terpasang di
setiap rumah. Akan tetapi ada beberapa rumah sosial yang sudah terpasang
solar sel tetapi tidak berfungsi dan tidak digunakan entah karena rusak atau
alasan lainnya. Kemudian sebanyak 71,55 persen menggunakan penerangan
bukan listrik, biasanya rumah tangga ini menggunakan kayu bakar sebagai
penerangan sekaligus memasak. Hal ini berarti pelayanan listrik masih sangat
minim dan belum menjangkau seluruh wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang.

Sumber : Susenas Maret, BPS Provinsi Papua 2015


Gambar 4.13 Sumber Air Minum Utama Rumah Tangga di Kabupaten
Pegunungan Bintang Tahun 2015

Penggunaan fasilitas air minum di Kabupaten Pegunungan Bintang


kebanyakan bersumber dari mata air terlindung sebesar 41,76 persen dan yang
kedua menggunakan air hujan sebanyak 28,69 persen. Masih ada sekitar 17,32
persen rumah tangga yang mengakses sumber air minum dari mata air tak
terlindung. Sedangkan 9,54 persen mengakses sumber air minum dari air
permukaan yaitu air sungai.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 57


Keberadaan sumber air bersih pada rumah tangga di Kabupaten
Pegunungan Bintang yang bersumber dari mata air harus tetap terjaga
kebersihannya sehingga dapat dimanfaatkan oleh penduduk. Kebersihan air
akan lebih terjaga jika terdapat pipa-pipa yang mengalirkan air dari sumbernya
langsung ke rumah tangga.

Sumber : Susenas Maret, BPS Provinsi Papua 2015


Gambar 4.14 Fasilitas Buang Air Besar Rumah Tangga di Kabupaten
Pegunungan Bintang Tahun 2015

Sistem pembuangan kotoran/tinja manusia juga sangat erat kaitannya


dengan kondisi lingkungan dan resiko penularan suatu penyakit khususnya
penyakit saluran pencernaan. Masalah kondisi lingkungan tempat pembuangan
kotoran dilakukan berdasarkan atas tingkat resiko pencemaran yang mungkin
ditimbulkan. Berdasarkan data Susenas 2015, sekitar 87,61 persen rumah-rumah
di Kabupaten Pegunungan Bintang yang telah menyediakan fasilitas buang air
besar baik penggunaannya untuk sendiri (51,5 persen), bersama (24,32 persen)
maupun umum (11,79 persen). Masih ada sekitar 12,38 persen ruta yang tidak
mempunyai fasilitas buang air.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 58


Sumber : Susenas Maret, BPS Provinsi Papua 2015
Gambar 4.15 Tempat Pembuangan Tinja Rumah Tangga di Kabupaten
Pegunungan Bintang Tahun 2015

Dilihat dari sistem pembuangan kotoran, sebagian besar rumah tangga


Kabupaten Pegunungan Bintang memanfaatkan lubang tanah sebagai tempat
pembuangan kotoran yaitu sebesar 52,61 persen. Masih ada rumah tangga yang
memanfaatkan kebun atau sungai sebagai tempat pembuangan kotoran yaitu
sebesar 10,61 dan 4,99 persen. Dan yang menggunakan tangki septik sebesar
31,79 persen.

4.6 PENDAPATAN DAN PENGELUARAN

Beberapa aspek yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan


penduduk adalah aspek pendapatan, tingkat konsumsi dan pola konsumsi. Besarnya
tingkat pendapatan seseorang sangat menentukan besarnya tingkat dan pola
konsumsi.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 59


Adanya peningkatan pendapatan biasanya akan diikuti oleh pertumbuhan
pola dari komposisi pengeluaran untuk makanan ke pengeluaran bukan makanan
(Engel’s Law). Hal tersebut terkait dengan tingkat kepuasan manusia dalam
memenuhi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan akan makanan merupakan syarat
minimum untuk setiap individu bertahan hidup, namun pemenuhan kebutuhan
makanan akan mencapai kepuasan maksimum pada tingkat tertentu atau adanya
titik kejenuhan sehingga pengeluaran makanan juga akan terbatas sampai titik jenuh
tersebut. Berbeda dengan kebutuhan akan non makanan yang tak terbatas atau
tidak ada titik jenuhnya, sehingga setelah kebutuhan akan makanan terpenuhi
tentunya kenaikan pendapatan akan lebih cenderung digunakan untuk memenuhi
kebutuhan non makanan.
Di negara-negara yang lebih maju, persentase konsumsi makanan biasanya
di bawah 50%. Disamping itu, di negara-negara berkembang dari segi pemerataan
pendapatan masih sulit diwujudkan. Dalam usaha pemerataan pendapatan ini
pemerintah berusaha memberantas kemiskinan dengan jalan pemerataan
pembangunan, pemerataan hasil-hasil pembangunan. Dengan pemerataan tersebut
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di masa yang akan
datang.

4.6.1 Distribusi Pendapatan dan Gini Rasio

Indikator yang bisa digunakan untuk mengukur sejauh mana tingkat


ketidakmerataan (ketimpangan) pendapatan penduduk antara lain gini rasio dan
kriteria Bank Dunia.
Gini rasio merupakan ukuran distribusi pendapatan yang mempunyai
nilai nol sampai dengan satu. Apabila nilai gini rasio mendekati 0, maka
kesenjangan distribusi pendapatan dianggap rendah. Sebaliknya, apabila gini
rasio mendekati angka 1, maka kesenjangan distribusi makin tinggi. Gini ratio
dibagi dalam tiga kategori:

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 60


a. GR> 0,5 keadaan ini menggambarkan distribusi pendapatan dengan
tingkat ketidakmerataan tinggi
b. GR 0,4 – 0,5 keadaan ini menggambarkan distribusi pendapatan dengan
tingkat ketidak merataan sedang
c. GR < 0,4 keadaan ini menggambarkan distribusi pendapatan dengan
tingkat ketidak merataan rendah

Kriteria Bank Dunia menggolongkan penduduk menjadi tiga kelas yaitu


40% penduduk berpendapatan rendah, 40% penduduk berpendapatan sedang,
20% penduduk berpendapatan tinggi. Tingkat ketimpangan pendapatan
penduduk menurut kriteria Bank Dunia terpusat pada 40% penduduk
berpendapatan rendah, kemudian didefinisikan intensitas kemiskinannya
dengan kriteria:
a. Bila menerima kurang dari 12% dari jumlah pendapatan, menggambarkan
distribusi pendapatan mempunyai ketimpangan tinggi
b. Bila menerima 12% - 17% dari jumlah pendapatan, menggambarkan
distribusi pendapatan mempunyai ketimpangan sedang
c. Bila menerima lebih dari 17% dari jumlah pendapatan, menggambarkan
distribusi pendapatan mempunyai ketimpangan rendah

Distribusi Pendapatan Penduduk di Kabupaten


Tabel 4.9
Pegunungan Bintang Tahun 2015

Kriteria Bank
Distribusi Pendapatan Penduduk Gini Ratio
Dunia
40% berpendapatan rendah 24,69
40% berpendapatan sedang 38,61
0,27
20% berpendapatan tinggi 36,69
TOTAL 100 00

Sumber : Susenas Maret, BPS Provinsi Papua2015

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 61


Berdasarkan kriteria Bank Dunia, pada tahun 2015 40% rumah tangga
berpendapatan rendah dapat menikmati 24,69 persen pendapatan. Angka ini
menunjukkan bahwa distribusi pendapatan di Kabupaten Pegunungan Bintang
memiliki ketimpangan rendah. Sejalan dengan hasil Bank Dunia, rasio gini
pendapatan penduduk Kabupaten Pegunungan Bintang pada tahun 2015 adalah
sebesar 0,27 yang berarti berdasarkan indikator rasio gini, maka tingkat
ketidakmerataan distribusi pendapatan di Kabupaten Pegunungan Bintang
termasuk kategori ketidakmerataan rendah.

4.6.2 Pengeluaran Rumah Tangga dan Pengeluaran Penduduk Menurut Jenis


Pengeluaran

Pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, pengeluaran untuk


konsumsi makanan masih relatif besar (mendekati 50%) dari total pengeluaran
per kapita. Sebaliknya pada negara maju pengeluaran per kapita yang bersifat
sekunder seperti aneka barang dan jasa yang mencakup pengeluaran untuk
perawatan kesehatan, rekreasi, olah raga, pendidikan dan lain-lain, adalah
merupakan bagian terbesar dari pengeluaran per kapita.
Pengeluaran per kapita menurut jenis pengeluaran makanan sebulan di
Kabupaten Pegunungan Bintang tersaji pada Gambar 4.12. Berdasarkan hasil
SUSENAS, pengeluaran konsumsi makanan per kapita per bulan pada tahun 2015
sebesar 67,05 persen dan non makanan sebesar 32,95 persen. Dibanding
dengan kabupaten induk, persentase rata-rata pengeluaran per kapita untuk
makanan Kabupaten Pegunungan Bintang relatif lebih tinggi. Tercatat
persentase rata-rata pengeluaran makanan per kapita Kabupaten Jayawijaya
sebesar 58,59 persen. Sedangkan pengeluaran makanan Provinsi Papua secara
keseluruhan mencapai 57,05 persen.
Pada tahun 2015 perbandingan komposisi pengeluaran makanan dan
non makanan di Kabupaten Pegunungan Bintang masih belum mengikuti pola

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 62


pengeluaran negara maju dimana pengeluaran untuk kelompok makanan lebih
dominan dibandingkan dengan pengeluaran non makanan. Tercatat pengeluaran
non makanan di Kabupaten Pegunungan Bintang hanya sebesar 32,95 persen.

Gambar 4.16 Persentase Pengeluaran Rata-Rata per Kapita Sebulan Untuk


Konsumsi Makanan dan Bukan Makanan di Kabupaten Pegunungan Bintang,
Jayawijaya, dan Provinsi Papua Tahun 2015

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 63


KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Dari berbagai uraian tentang pembangunan manusia, dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Ada 3 (tiga) komponen penting dalam penyusunan Indeks pembangunan
Manusia (IPM) yaitu Lamanya Hidup (longevity), Pengetahuan/tingkat
pendidikan (knowledge), dan standar hidup (decent living).
2. Angka IPM Kabupaten Pegunungan Bintang tahun 2015 sebesar 40,10. Angka ini
masuk dalam kategori kinerja pembangunan rendah. Angka IPM Kabupaten
Pegunungan Bintang pada tahun 2015 mengalami peningkatan dibanding tahun
2014 yang sebesar 39,68.
3. Bila dilihat dari Lamanya Hidup, Angka harapan hidup kabupaten Pegunungan
Bintang tahun 2015 sebesar 63,78 tahun atau lebih rendah dibanding angka
harapan hidup Provinsi Papua pada tahun yang sama yaitu sebesar 65,09 tahun.
4. Bila dilihat dari pengetahuan/tingkat pendidikan, harapan seseorang untuk
menikmati pendidikan selama 4,42 tahun dan rata-rata lama sekolah 2,06 tahun.
5. Bila dilihat dari standar hidup, rata-rata pengeluaran riil perkapita pertahun
penduduk Kabupaten Pegunungan Bintang pada tahun 2015 sebesar Rp
5.176.465,-.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 64


5.2 SARAN
Selanjutnya berkaitan dengan kesimpulan di atas, beberapa saran yang perlu
disampaikan adalah :
1. Analisa IPM memberikan gambaran umum tentang kinerja pembangunan
manusia, dimana Kabupaten Pegunungan Bintang berada pada kategori
“rendah”, dan perlu dipacu berbagai faktor yang berkaitan dengan aspek
kehidupan manusia seperti pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
2. Perlu diciptakannya iklim yang mendukung bagi tumbuh dan berkembangnya
sektor-sektor tersebut diatas melalui program-program pembangunan yang
tepat dan terarah.
3. Diperlukan Strategic Planning yang komprehensif dalam bidang peningkatan dan
pengembangan sarana dan prasarana yang secara strategis memberikan dampak
positif bagai peningkatan taraf hidup manusia seperti: jalan raya, jembatan dan
air bersih yang memungkinkan mobilitas aktifitas ekonomi dan sosial dapat
dilaksanakan dengan baik.
4. Dibutuhkan penambahan dukungan dana yang memadai guna memacu
pencapaian pembangunan terutama dalam masalah pendidikan, kesehatan dan
infrastruktur.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 65


DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pegunungan Bintang. 2015. Pegunungan


Bintang Dalam Angka 2015. Oksibil. BPS Kab. Pegunungan Bintang.

BPS Provinsi Papua. Daerah Dlam Angka Provinsi Papua 2015. Jayapura.

BPS Provinsi Papua. Statistik Daerah Provinsi Papua 2015. Jayapura.

BPS Provinsi Papua. Profil Tenaga Kerja dan Keadaan Tenaga Kerja Provinsi Papua
2015. Jayapura.

BPS. 2007. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia 1999-2005. Jakarta: BPS.

BPS, UNDP, dan Bappenas. 2001. Indonesia Laporan Pembangunan Manusia 2001.
Jakarta: BPS.

BPS. 2015. Indeks Pembangunan Manusia Metode Baru. Direktorat Analisis dan
Pengembangan Statistik. Jakarta.

BPS. 2015. Bahan Sosialisasi IPM Metode Baru. Sosialisasi 14 Juli 2015, Jakarta.

Ritonga, Razali, 2006. Indeks Pembangunan Manusia. Kompas 20 Desember 2006.


Opini Halaman 4.

SMERU. Dampak Desentralisasi dan Otonomi Daerah Atas Kenerja Pelayanan Publik.
2002. Jakarta.

Tjiptoherijanto, P. dan Soesetyo. 1996. Sumber Daya Manusia Dalam Pembangunan


Nasional. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.

Todaro, M.P., Stephen C.S. 2003. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. (Jilid 1 dan
2, Terjemahan Haris Munandar). Jakarta : Erlangga.

UNDP. 2007. Human Development Report 2006-2007 : The Human Development


Index.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 66


Tabel 1 Indeks Komponen IPM Per Kabupaten/Kota, 2015
No Kabupaten/Kota AHH HLS RLS PPP
1 Merauke 66.49 12.47 8.39 9,953
2 Jayawijaya 58.29 10.82 4.59 7,068
3 Jayapura 66.32 13.79 9.48 9,622
4 Nabire 67.44 10.62 9.47 8,725
5 Yapen Waropen 68.63 11.51 8.80 7,320
6 Biak Namfor 67.85 13.44 9.83 9,603
7 Paniai 65.45 10.31 3.76 6,161
8 Puncak Jaya 64.17 5.97 3.19 4,979
9 Mimika 71.87 10.78 9.38 10,952
10 Boven Digoel 58.24 10.96 7.72 7,717
11 Mappi 64.02 10.42 5.97 5,780
12 Asmat 55.50 7.47 4.35 5,533
13 Yahukimo 65.06 7.48 3.98 4,109
14 Pegunungan Bintang 63.78 4.42 2.06 5,176
15 Tolikara 64.86 7.68 3.06 4,518
16 Sarmi 65.69 10.91 8.07 6,379
17 Keerom 66.09 11.55 6.85 8,609
18 Waropen 65.72 12.34 8.55 6,070
19 Supiori 65.25 12.69 8.12 5,180
20 Membramo Raya 56.57 10.65 4.61 4,324
21 Nduga 54.10 2.19 0.64 3,625
22 Lanny Jaya 64.85 7.45 2.75 3,965
23 Mamberamo Tengah 62.72 7.89 2.63 4,051
24 Yalimo 64.85 7.97 2.08 4,321
25 Puncak 65.08 4.47 1.61 5,118
26 Dogiyai 64.86 9.75 4.88 5,120
27 Intan Jaya 64.98 6.28 2.48 5,015
28 Deiyai 64.47 9.76 2.96 4,320
29 Kota Jayapura 69.95 14.16 11.11 14,249
PAPUA 65.09 9.95 5.99 6,469
Keterangan : AHH : Angka Harapan Hidup (tahun)
HLS : Harapan Lama Sekolah (Tahun)
RLS : Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun)
PPP : Pengeluaran Riil Per Kapita yang Disesuaikan/Daya Beli (Ribu Rupiah)

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 67


Tabel 2 Perkembangan IPM Per Kabupaten/Kota, 2014-2015

No Kabupaten/Kota IPM Peringkat


2014 2015 2014 2015
1 Merauke 67.33 67.93 5 5
2 Jayawijaya 53.37 54.18 15 15
3 Jayapura 69.55 70.04 4 4
4 Nabire 66.25 66.49 6 6
5 Yapen Waropen 64.89 65.26 7 7
6 Biak Namfor 70.32 70.85 3 3
7 Paniai 53.93 54.20 14 14
8 Puncak Jaya 44.32 44.87 22 22
9 Mimika 70.40 70.88 2 2
10 Boven Digoel 58.21 59.02 12 12
11 Mappi 55.74 56.11 13 13
12 Asmat 45.91 46.45 21 20
13 Yahukimo 46.36 46.63 19 19
14 Pegunungan Bintang 39.68 40.10 27 27
15 Tolikara 46.16 46.38 20 21
16 Sarmi 60.48 60.99 10 10
17 Keerom 62.73 63.43 8 8
18 Waropen 61.97 62.35 9 9
19 Supiori 59.70 60.09 11 11
20 Membramo Raya 47.88 48.29 18 17
21 Nduga 25.38 25.66 29 29
22 Lanny Jaya 43.28 44.18 25 25
23 Mamberamo Tengah 43.19 44.10 26 26
24 Yalimo 44.21 44.69 23 23
25 Puncak 38.05 39.41 28 28
26 Dogiyai 52.25 52.97 16 16
27 Intan Jaya 43.51 44.35 24 24
28 Deiyai 48.12 48.28 17 18
29 Kota Jayapura 77.86 78.04 1 1
PAPUA 56.75 57.25 34 34

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang, 2015 68

Anda mungkin juga menyukai