Di susun oleh
Jelly Renaldi
176410098
Jelly Renaldi
Menyetujui
Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan
Kepala Ruangan
LEMBAR PENGESAHAN
Jelly Renaldi
Menyetujui
Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan
Kepala Ruangan
BAB 1
Konsep Teori
Syok Kardiogenik
1.1 Pengertian
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi
jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada
definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik
biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90
mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau
penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih
dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas
yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot
jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah
jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung,otak,
ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok
kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa juga
terajdi pada temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati dan disritmia.
(Brunner & Suddarth, 2001)
Syok kardiogenik adalah dyok yang disebabkan karena fungsi jantung yang
tidak adekua, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung;
manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah,
kekacauan mental, dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 1998)
1.2 Etiologi
1. Gangguan ventrikular ejection
a. Infark miokard akut
b. Miokarditis akut
c. Komplikasi mekanik :
o Regurgitasi mitral akut akibat ruptur atau disfungsi otot papilaris
o Ruptur septum interventrikulorum
o Ruptur free wall
o Aneurisma ventrikel kiri
o Stenosis aorta yang berat
o Kardiomiopati
o Kontusio miokard
2. Gangguan ventrikular filling
a. Tamponade jantung
b. Stenosis mitral
c. Miksoma pada atrium kiri
d. Trombus ball valve pada atrium
e. Infark ventrikel kanan
1.3 Manifestasi klinis
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang
mengakibatkan gangguan mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen
ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark
miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel
kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Gmbaran klinis gagal jantung kiri :
a. Sesak napas dyspnea on effert, paroxymal nocturnal dyspnea
b. Pernapasan cheyne stokes
c. Batuk-batuk
d. Sianosis
e. Suara serak
f. Ronchi basah, halus tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax
g. Kelainan jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop, tachycardia
h. BMR mungkin naik
i. Kelainan pada foto rontgen
j. Akral dingin
1.4 Pathofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi
gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang
pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteria ke organ-organ vital. Aliran
darah ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung menurun,
yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan penurunan lebih lanjut
kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan. Tanda
klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah,
hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan
haluaran urin, serta kulit yang dingin dan lembab. Disritmia sering terjadi akibat
penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal jantung, penggunaan kateter
arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat
penting untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan
yang telah dilakukan. Peningkatan tekananakhir diastolik ventrikel kiri yang
berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan
bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang efektif.
1.5 Klasifikasi
Syok dapat dapat dibagi dalam tiga tahap yang semakin lama semakin berat:
a. Tahap I, syok berkompensasi (non-progresif), ditandai dengan respons
kompensatorik, dapat menstabilkan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih
lanjut.
b. Tahap II, tahap progresif, di tandai dengan manifestasi sistemis dari
hipoperfusi dan kemunduran fungsi organ.
c. Tahap III, refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel yang hebat
tidak dapat lagi dihindari, yang pada akhirnya menuju kematian.
1.6 Pemeriksaan penunjang
a. EKG: mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis,
iskemia dan kerusakan pola, sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium,
ventrikel hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung.
b. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau
peningkatan tekanan pulmonal.
c. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan
jantung.
d. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub
atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner.
e. Pemeriksaan Laboratorium
1. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan
fungsi ginjal, terapi diuretic.
2. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF
memperburuk PPOM.
3. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau
hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
4. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan
jantung,misalnya infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim
CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).
1.8 Kompikasi
1. Cardiopulmonary arrest
2. Disritmi
3. Gagal multisistem organ
4. Stroke
5. Tromboemboli
BAB 2
Konsep Obat Inotropik
2.1 Pengertian
Inotropik adalah zat yang dapat memengaruhi daya kontraksi otot. Faktor
yang meningkatkan kontraktilitas disebut sebagai aksi inotropik positif.Faktor
yang menurunkan kontraktilitas memiliki aksi inotropik negatif. Agen inotropik
positif biasanya menstimulasi masuknya Ca2+ ke dalam sel otot jantung,
kemudian akan meningkatkan tekanan dan durasi dari kontraksi ventrikular.
Agen inotropik negatif akan memblok pergerakan Ca2+ atau mendepresi
metabolisme otot jantung. Faktor inotropik positif dan negatif termasuk pada
aktivitas sistem saraf otonom, hormon, dan perubahan konsentrasi ion
ekstraselular. Obat-obat inotropik yang meningkatkan kemampuan kekuatan
kontraksi otot jantung. Obat-obat simpatomimetik adalah obat inotropik kuat
yang terutama digunakan untuk terapi gagal jantung berat pada suasana akut.
Contoh obat ini adalah dopamine dan dobutamin Efek-efek merugikan yang
terpenting berkaitan dengan sifat alami obat ini yangaritmogenik dan potensi obat
untuk menimbulkan iskemia otot jantung, takikardi, dan iritabilitas ventrikular
dapat dikurangi dengan memperkecil dosis.
2. Inotropik negatif
Faktor yang bekerja sebagai inotropik negatif (-) adalah sebagai
berikut:Peningkatan aktivitas penyekat kanal Ca2+ akan berfungsi sebagai
inotropik negatif dengan menghambat kerja kanal Ca2+ tipe L, sehingga
mengurangi masuknya Ca2+ selama masa aksi potensial. Contoh obat inotropik
positif adalah verampamil diltiazen, dan nifedipin Rendahnya konsentrasi Ca2+
ekstraselular yang terjadi akibat berkurangnya pengeluaran Ca2+ dan influks
CaKadar natrium ekstraselular yang tinggi akibat peningkatan kerja pertukaran
Na-Ca sehingga menurunkan kadar influks Ca. Agen kronotropik negative : agen
yang menurunkan denyut jantung dengan cara mempengaruhi saraf
mengendalikan hati, atau dengan carah mengubah irama yang dihasilakn oleh
node sinoatrial. Contoh agen kronotropik negative meliputi : Metoprolol.
Asetilkolin, Digoxin, Diltiazem, dan verampamil.
Rumus penghitungan jumlah cairan menggunakan sirim pump dan infus
pump
Rumus :
dosis yang diinginkan x BB X Menit
Dosis yang tersedia X 1000 =
P engencer
2.3 Jenis Obat Inotropik
a. DOPAMIN
Jenis dan sediaan : Doperba dan Dopamain Guilini (1 Ampul = 5 atau 10
cc = 200 mg)
Indikasi : CRF,INFARK MIOCARD, RENAL FAILURE
Dosis :
- Ringan : 3-5 µg/kgBB/menit
Fungsinya : Mengaktifksn reseptor dopamine dan vasodilator ginjal.
- Sedang : 5-10 µg/kgBB/menit
Fungsinya : Meningkatkan Blood Presure,mengaktifkan ß
reseptor, meningkatkan kontraktilitas dan meningkatkan
Cardiac Output.
- Berat : 10-20 µg/kgBB/menit
Fungsinya : Vasokonstriksi vena dan arteri dan mengaktifkan
reseptor
Efek samping : Mual, muntah, Aritmia dan Diare
b. DOBUTAMIN
Jenis dan sediaan : Dobutrec, Dobujeck dan Dobutel
Indikasi : CHF DAN SHOCK
Dosis : 2-20 µG/kgBB/menit
Bekerja pada ß 1 dan meningkatkan kontraktilitas
Efek samping : -
c. NITROGLISERIN (NTG)
Jenis dan sediaan : 1 Ampul = 10 mg
Indikasi : -
Dosis : 5-200 µg/menit
Efek samping :
d. HEPARIN
Jenis dan sediaan : 1 Flacon/Vial = 25000 unit = 5 cc Jadi 1 cc = 5000
unit
Indikasi :
Dosis :
Efek samping :
e. ADRENALIN
Jenis dan sediaan: Epineprin (1 Ampul = 1 mg)
Indikasi : CARDIAC ARREST, VF halus dan VT tanpa nadi.
Dosis : 0,05 µg/kgBB/menit (4-8 Ampul dalam 50 cc Nacl)
Sebagai stimulus reseptor adrenergic
Efek samping : -
f. NON-ADRENALIN
Jenis dan sediaan : Levoped, Levosol dan Vascon (1 cc = 1 mg)
Indikasi : Hipotensi berat dengan tahanan perifer total yang menurunkan
dosis.
Dosis : 0,05 µg/kgBB/menit
Vasokonstriktor yang meningkatkan BP dan Inotropik yang kuat (Stimulator
reseptor ß)
Efek samping :
BAB 3
Konsep Asuhan Keperawatan
Syok Kardiogenik
3.1 Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri klien digunakan (PQRST):
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit
terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang harinya
(Ignatavicius, Donna D, 1995)
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab syok
kardiogenik dan memberi petunjuk berapa lama klien telah mengidap
penyakit penyerta (Ignatavicius, Donna D, 1995).
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C
dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan
penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi
komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau
protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces
pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri
dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada
kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak
d) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,
sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur
klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya
tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur
serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).
e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien
perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji
adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
f) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
h) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien syok kardiogenik daya rabanya tetap terutama
pada bagian, sedang pada indera yang lain tidak timbul
gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
i) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak,
lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).
j) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,
yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi
tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak
efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).
k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal
ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
b. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal
ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit
tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran Umum Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda, seperti:
(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
(2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan,
sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
(3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
b) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(1) Sistem Integumen
Adakah erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
(2) Kepala
Adakah gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
(3) Leher
Adakah gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
(4) Muka
Apakah wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada
perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris,
tak oedema.
(5) Mata
Adakah gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi perdarahan)
(6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.
Adakah lesi atau nyeri tekan.
(7) Hidung
Adakah deformitas, pernafasan cuping hidung.
(8) Mulut dan Faring
Adakah pembesaran tonsil, gusi terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
(9) Thoraks
Adakah pergerakan otot intercostae, gerakan dada.
(10) Paru
(a) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
(b) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(c) Perkusi
Adakah suara ketok sonor, tak ada redup atau suara
tambahan lainnya.
(d) Auskultasi
Adakah Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau
suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
(11) Jantung
(a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(b) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(c) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(12) Abdomen
(a) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(b) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
(c) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(d) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
(13) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada
kesulitan BAB.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan syok kardiogenik
adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut b.d metabolisme an aerob
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan tekanan darah
3. Ketidakefektifan pola nafas b.d dyspnea
4. Intoleransi aktifitas b.d penurunan metabolisme tubuh
5. Resiko kekurangan volume cairan b.d diaforesi
Guyton AC. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. EGC. Jakarta. 389-391
12. Dudley HAF. Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat. Edisi 11. Gadjah
Mada University Press. 1992. Hal: 14-29