Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

SYOK KARDIOGENIK + INOTROPIK DI RUANG INTERMEDIATE WARD


DI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG

Di susun oleh
Jelly Renaldi
176410098

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Praktika Keperawatan Medikal Bedah dengan masalah Syok


Kardiogenik + Inotropik di Ruang Intermediate Ward (IW) Rumah Sakit Dr. Saiful
Anwar Malang sesuai praktik yang dilakukan oleh :
Nama : Jelly Renaldi
Nim : 176410098
Institusi : Stikes ICME Jombang
Sebagai syarat pemenuhan praktika klinik yang disetujui dan disahkan pada:
Hari :
Tanggal :

Malang, Juni 2018


Mahasiswa

Jelly Renaldi

Menyetujui
Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

Kepala Ruangan
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Praktika Keperawatan Medikal Bedah dengan masalah Syok


Kardiogenik + Inotropik di Ruang Intermediate Ward (IW) Rumah Sakit Dr. Saiful
Anwar Malang sesuai praktik yang dilakukan oleh :
Nama : Jelly Renaldi
Nim : 176410098
Institusi : Stikes ICME Jombang
Sebagai syarat pemenuhan praktika klinik yang disetujui dan disahkan pada:
Hari :
Tanggal :

Malang, Juni 2018


Mahasiswa

Jelly Renaldi
Menyetujui
Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

Kepala Ruangan
BAB 1
Konsep Teori
Syok Kardiogenik

1.1 Pengertian
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi
jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada
definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik
biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90
mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau
penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih
dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas
yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot
jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah
jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung,otak,
ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok
kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa juga
terajdi pada temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati dan disritmia.
(Brunner & Suddarth, 2001)
Syok kardiogenik adalah dyok yang disebabkan karena fungsi jantung yang
tidak adekua, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung;
manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah,
kekacauan mental, dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 1998)

1.2 Etiologi
1. Gangguan ventrikular ejection
a. Infark miokard akut
b. Miokarditis akut
c. Komplikasi mekanik :
o Regurgitasi mitral akut akibat ruptur atau disfungsi otot papilaris
o Ruptur septum interventrikulorum
o Ruptur free wall
o Aneurisma ventrikel kiri
o Stenosis aorta yang berat
o Kardiomiopati
o Kontusio miokard
2. Gangguan ventrikular filling
a. Tamponade jantung
b. Stenosis mitral
c. Miksoma pada atrium kiri
d. Trombus ball valve pada atrium
e. Infark ventrikel kanan
1.3 Manifestasi klinis
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang
mengakibatkan gangguan mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen
ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark
miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel
kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Gmbaran klinis gagal jantung kiri :
a. Sesak napas dyspnea on effert, paroxymal nocturnal dyspnea
b. Pernapasan cheyne stokes
c. Batuk-batuk
d. Sianosis
e. Suara serak
f. Ronchi basah, halus tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax
g. Kelainan jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop, tachycardia
h. BMR mungkin naik
i. Kelainan pada foto rontgen
j. Akral dingin

1.4 Pathofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi
gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang
pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteria ke organ-organ vital. Aliran
darah ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung menurun,
yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan penurunan lebih lanjut
kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan. Tanda
klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah,
hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan
haluaran urin, serta kulit yang dingin dan lembab. Disritmia sering terjadi akibat
penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal jantung, penggunaan kateter
arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat
penting untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan
yang telah dilakukan. Peningkatan tekananakhir diastolik ventrikel kiri yang
berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan
bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang efektif.

1.5 Klasifikasi
Syok dapat dapat dibagi dalam tiga tahap yang semakin lama semakin berat:
a. Tahap I, syok berkompensasi (non-progresif), ditandai dengan respons
kompensatorik, dapat menstabilkan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih
lanjut.
b. Tahap II, tahap progresif, di tandai dengan manifestasi sistemis dari
hipoperfusi dan kemunduran fungsi organ.
c. Tahap III, refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel yang hebat
tidak dapat lagi dihindari, yang pada akhirnya menuju kematian.
1.6 Pemeriksaan penunjang
a. EKG: mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis,
iskemia dan kerusakan pola, sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium,
ventrikel hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung.
b. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau
peningkatan tekanan pulmonal.
c. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan
jantung.
d. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub
atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner.
e. Pemeriksaan Laboratorium
1. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan
fungsi ginjal, terapi diuretic.
2. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF
memperburuk PPOM.
3. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau
hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
4. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan
jantung,misalnya infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim
CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).

1.7 Penatalaksanaan Medis


Ada berbagai pendekatan pada penatalaksanaan syok kardiogenik. Setiap
disritmia mayor harus dikoreksi karena mungkin dapat menyebabkan atau
berperan pada terjadinya syok.
a. Bila dari hasil pengukuran tekanan diduga atau terdeteksi terjadi hipovolemia
atau volume intravaskuler rendah. Pasien harus diberi infus IV untuk
menambah jumlah cairan dalam sistem sirkulasi. Bila terjadi hipoksia, berikan
oksigen, kadang dengan tekanan positif bila aliran biasa tidak mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan jaringan.
b. Farmakoterapi: terapi medis dipilih dan diarahkan sesuai dengan curah
jantung dan tekanan darah arteri rerata. Salah satu kelompok obat yang biasa
digunakan adalah katekolamin yang dapat meningkatkan tekanan darah dan
curah jantung. Namun demikian mereka cenderung meningkatkan beban kerja
jantung dengan meningkatkan kebutuhan oksigen.
Bahan vasoaktif seperti natrium nitroprusida dan nitrogliserin adalah
obat yang efektif untuk menurunkan tekanan darah sehingga kerja jantung
menurun. Bahan-bahan ini menyebabkan arteri dan vena mengalami dilatasi,
sehingga menimbulkan lebih banyak pintasan volume intravaskuler keperifer
dan menyebabkan penurunan preload dan afterload. Bahan vasoaktif ini
biasanya diberikan bersama dopamin, suatu vasopresor yang membantu
memelihara tekanan darah yang adekuat.
c. Pompa Balon Intra Aorta: terapi lain yang digunakan untuk menangani syok
kardiogenik meliputi penggunaan alat bantu sirkulasi. Sistem bantuan mekanis
yang paling sering digunakan adalah Pompa Balon Intra Aorta (IABP = Intra
Aorta Baloon Pump). IABP menggunakan counterpulsation internal untuk
menguatkan kerja pemompaan jantung dengan cara pengembangan dan
pengempisan balon secara teratur yang diletakkan di aorta descendens. Alat
ini dihubungkan dengan kotak pengontrol yang seirama dengan aktivitas
elektrokardiogram. Pemantauan hemodinamika juga sangat penting untuk
menentukan position sirkulasi pasien selama penggunaan IABP.
Balon dikembangkan selam diastole ventrikel dan dikempiskan selama
sistole dengan kecepatan yang sama dengan frekuensi jantung. IABP akan
menguatkan diastole,yang mengakibatkan peningkatan perfusi arteria
koronaria jantung. IABP dikempiskan selama sistole, yang akan mengurangi
beban kerja ventrikel.
d. Penatalaksanaan yang lain :
1. Istirahat
2. Diit, diit jantung, makanan lunak, rendah garam
3. Pemberian digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Hasil yang diharapkan peningkatan curah jantung,
penurunan tekanan vena, dan volume darah dan peningkatan diuresis akan
mengurangi edema. Pada saat pemberian ini pasien harus dipantau
terhadap hilangnya dispnea, ortopnea, berkurangnya krekel, dan edema
perifer. Apabila terjadi keracunan ditandai dengan anoreksia, mual dan
muntah namun itu gejala awal selanjutnya akan terjadi perubahan irama,
bradikardi kontrak ventrikel premature, bigemini (denyut normal dan
premature saling bergantian), dan takikardia atria proksimal.
4. Pemberian diuretik, yaitu untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui
ginjal. Bila sudah diresepkan harus diberikan pada siang hari agar tidak
menganggu istirahat pada malam hari, intake dan output pasien harus
dicatat mungkin pasien dapat mengalami kehilangan cairan setelah
pemberian diuretik. Pasien juga harus menimbang badannya setiap hari
turgor kulit untuk menghindari terjadinya tanda-tanda dehidrasi.
5. Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, hati-
hati depresi pernapasan.
6. Pemberian oksigen
7. Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif
merupakan pengobatan utama untuk mengurangi impedansi (tekanan)
terhadap penyemburan darah oleh ventrikel.

1.8 Kompikasi
1. Cardiopulmonary arrest
2. Disritmi
3. Gagal multisistem organ
4. Stroke
5. Tromboemboli
BAB 2
Konsep Obat Inotropik

2.1 Pengertian
Inotropik adalah zat yang dapat memengaruhi daya kontraksi otot. Faktor
yang meningkatkan kontraktilitas disebut sebagai aksi inotropik positif.Faktor
yang menurunkan kontraktilitas memiliki aksi inotropik negatif. Agen inotropik
positif biasanya menstimulasi masuknya Ca2+ ke dalam sel otot jantung,
kemudian akan meningkatkan tekanan dan durasi dari kontraksi ventrikular.
Agen inotropik negatif akan memblok pergerakan Ca2+ atau mendepresi
metabolisme otot jantung. Faktor inotropik positif dan negatif termasuk pada
aktivitas sistem saraf otonom, hormon, dan perubahan konsentrasi ion
ekstraselular. Obat-obat inotropik yang meningkatkan kemampuan kekuatan
kontraksi otot jantung. Obat-obat simpatomimetik adalah obat inotropik kuat
yang terutama digunakan untuk terapi gagal jantung berat pada suasana akut.
Contoh obat ini adalah dopamine dan dobutamin Efek-efek merugikan yang
terpenting berkaitan dengan sifat alami obat ini yangaritmogenik dan potensi obat
untuk menimbulkan iskemia otot jantung, takikardi, dan iritabilitas ventrikular
dapat dikurangi dengan memperkecil dosis.

2.2 Klasifikasi Inotropik


1. Obat inotropik positif (anti gagal jantung )
Obat inotropik positif bekerja dengan meningkatkan kontraksi otot
jantung (miokardium).
Indikasi : gagal jantung, keadaan jantung gagal untuk memompa darah dalam
volume yang dibutuhkan tubuh. Keadaan tersebut terjadi karena jantung
bekerja terlalu berat (kebocoran katup jantung, kekakuan katub, atau kelainan
sejak lahir di mana sekat jantung tidak terbentuk dengan sempurna ) atau
karena suatu hal otot jantung menjadi lemah. Ada 2 jenis obat inotropik
positif, yaitu :
a. Glikosida jantung adalah alkaloid yang berasal dari tanaman Digitalis
purpurea yang kemudian diketahui berisi digoksin dan digitoksin.
b. Penghambat fosfodiesterase merupakan penghambat enzim fosfodiesterase
yang selektif bekerja pada jantung. Hambatan enzim ini menyebabkan
peningkatan kadar siklik AMP (cAMP) dalam sel miokard yang akan
meningkatkan kadar kalsium intrasel. Contoh : Milrinon , Aminiron.

2. Inotropik negatif
Faktor yang bekerja sebagai inotropik negatif (-) adalah sebagai
berikut:Peningkatan aktivitas penyekat kanal Ca2+ akan berfungsi sebagai
inotropik negatif dengan menghambat kerja kanal Ca2+ tipe L, sehingga
mengurangi masuknya Ca2+ selama masa aksi potensial. Contoh obat inotropik
positif adalah verampamil diltiazen, dan nifedipin Rendahnya konsentrasi Ca2+
ekstraselular yang terjadi akibat berkurangnya pengeluaran Ca2+ dan influks
CaKadar natrium ekstraselular yang tinggi akibat peningkatan kerja pertukaran
Na-Ca sehingga menurunkan kadar influks Ca. Agen kronotropik negative : agen
yang menurunkan denyut jantung dengan cara mempengaruhi saraf
mengendalikan hati, atau dengan carah mengubah irama yang dihasilakn oleh
node sinoatrial. Contoh agen kronotropik negative meliputi : Metoprolol.
Asetilkolin, Digoxin, Diltiazem, dan verampamil.
Rumus penghitungan jumlah cairan menggunakan sirim pump dan infus
pump
Rumus :
dosis yang diinginkan x BB X Menit
Dosis yang tersedia X 1000 =
P engencer
2.3 Jenis Obat Inotropik
a. DOPAMIN
 Jenis dan sediaan : Doperba dan Dopamain Guilini (1 Ampul = 5 atau 10
cc = 200 mg)
 Indikasi : CRF,INFARK MIOCARD, RENAL FAILURE
 Dosis :
- Ringan : 3-5 µg/kgBB/menit
Fungsinya : Mengaktifksn reseptor dopamine dan vasodilator ginjal.
- Sedang : 5-10 µg/kgBB/menit
Fungsinya : Meningkatkan Blood Presure,mengaktifkan ß
reseptor, meningkatkan kontraktilitas dan meningkatkan
Cardiac Output.
- Berat : 10-20 µg/kgBB/menit
Fungsinya : Vasokonstriksi vena dan arteri dan mengaktifkan
reseptor
 Efek samping : Mual, muntah, Aritmia dan Diare
b. DOBUTAMIN
 Jenis dan sediaan : Dobutrec, Dobujeck dan Dobutel
 Indikasi : CHF DAN SHOCK
 Dosis : 2-20 µG/kgBB/menit
Bekerja pada ß 1 dan meningkatkan kontraktilitas
 Efek samping : -
c. NITROGLISERIN (NTG)
 Jenis dan sediaan : 1 Ampul = 10 mg
 Indikasi : -
 Dosis : 5-200 µg/menit
 Efek samping :
d. HEPARIN
 Jenis dan sediaan : 1 Flacon/Vial = 25000 unit = 5 cc Jadi 1 cc = 5000
unit 
 Indikasi :
 Dosis :
 Efek samping :
e. ADRENALIN
 Jenis dan sediaan: Epineprin (1 Ampul = 1 mg)
 Indikasi : CARDIAC ARREST, VF halus dan VT tanpa nadi.
 Dosis : 0,05 µg/kgBB/menit (4-8 Ampul dalam 50 cc Nacl)
 Sebagai stimulus reseptor adrenergic
 Efek samping : -
f. NON-ADRENALIN
 Jenis dan sediaan : Levoped, Levosol dan Vascon (1 cc = 1 mg)
 Indikasi : Hipotensi berat dengan tahanan perifer total yang menurunkan
dosis.
 Dosis : 0,05 µg/kgBB/menit
Vasokonstriktor yang meningkatkan BP dan Inotropik yang kuat (Stimulator
reseptor ß)
 Efek samping :
BAB 3
Konsep Asuhan Keperawatan
Syok Kardiogenik

3.1 Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri klien digunakan (PQRST):
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit
terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang harinya
(Ignatavicius, Donna D, 1995)
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab syok
kardiogenik dan memberi petunjuk berapa lama klien telah mengidap
penyakit penyerta (Ignatavicius, Donna D, 1995).
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C
dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan
penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi
komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau
protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces
pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri
dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada
kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak
d) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,
sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur
klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya
tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur
serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).
e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien
perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji
adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
f) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
h) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien syok kardiogenik daya rabanya tetap terutama
pada bagian, sedang pada indera yang lain tidak timbul
gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
i) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak,
lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).
j) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,
yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi
tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak
efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).
k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal
ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
b. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal
ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit
tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran Umum Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda, seperti:
(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
(2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan,
sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
(3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
b) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(1) Sistem Integumen
Adakah erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
(2) Kepala
Adakah gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
(3) Leher
Adakah gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
(4) Muka
Apakah wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada
perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris,
tak oedema.
(5) Mata
Adakah gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi perdarahan)
(6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.
Adakah lesi atau nyeri tekan.
(7) Hidung
Adakah deformitas, pernafasan cuping hidung.
(8) Mulut dan Faring
Adakah pembesaran tonsil, gusi terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
(9) Thoraks
Adakah pergerakan otot intercostae, gerakan dada.
(10) Paru
(a) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
(b) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(c) Perkusi
Adakah suara ketok sonor, tak ada redup atau suara
tambahan lainnya.
(d) Auskultasi
Adakah Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau
suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
(11) Jantung
(a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(b) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(c) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(12) Abdomen
(a) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(b) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
(c) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(d) Auskultasi
Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
(13) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada
kesulitan BAB.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan syok kardiogenik
adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut b.d metabolisme an aerob
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan tekanan darah
3. Ketidakefektifan pola nafas b.d dyspnea
4. Intoleransi aktifitas b.d penurunan metabolisme tubuh
5. Resiko kekurangan volume cairan b.d diaforesi

3.3 Rencana Keperawatan


Diagnosa NOC NIC
Nyeri Akut b.d  Pain Level, Pain Management
metabolisme  Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
anaerob
 Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi,
1. Mampu mengontrol kualitas dan faktor presipitasi
nyeri (tahu penyebab 2. Observasi reaksi nonverbal dari
nyeri, mampu ketidaknyamanan
menggunakan tehnik 3. Gunakan teknik komunikasi
nonfarmakologi untuk terapeutik untuk mengetahui
mengurangi pengalaman nyeri pasien
nyeri, mencari bantuan) 4. Kontrol lingkungan yang dapat
2. Melaporkan bahwa mempengaruhi nyeri seperti suhu
nyeri berkurang dengan ruangan, pencahayaan dan
menggunakan kebisingan
manajemen nyeri 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
3. Mampu mengenali 6. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (skala, intensitas, nyeri (farmakologi, non
frekuensi dan tanda farmakologi dan inter personal)
nyeri) 7. Berikan analgetik untuk
4. Menyatakan rasa mengurangi nyeri
nyaman setelah nyeri 8. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
berkurang 9. Kolaborasikan dengan dokter jika
5. Tanda vital dalam ada keluhan dan tindakan nyeri
rentang normal tidak berhasil
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi CRT tidak boleh <2
perfusi jaringan keperawatan selama 3x24 detik
perifer jam diharapkan perfusi 2. Observasi intensitas kekuatan
berhubungan jaringan perifer tidak nadi perifer
dengan mengalami gangguan. 3. Monitor tanda-tanda vital
penurunan Kriteria hasil : 4. Observasi sensorik perifer/akral
tekanan darah 1. Pengisian kapiler 5. Kaji tanda-tanda kelemahan otot
jaringan <2 detik 6. Berikan cairan yang tepat
2. Kekuatan nadi menggunakan IV line.
perifer normal 7. Tingkatkan asupan cairan oral
3. Tekanan darah
sistolik dan diastolik
dalam ambang
normal
4. Tidak ada
kelemahan otot
5. Sensorik perifer
normal/akral hangat
Ketidakefektifan  Status pernafasan Airway Management
pola nafas b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Buka jalan nafas dengan teknik
dispnea keperawatan selama 3x24 chin lift atau jaw thrust
jam diharapkan pola nafas 2. Posisikan pasien untuk
tidak efektif teratasi. memaksimalkan ventilasi
Kriteria hasil : 3. Lakukan fisioterapi dada
1. Frek. Pernafasan 4. Buang sekret dengan cara
2. Irama pernafasan mengajarkan batuk efektif
3. Kedalaman inspirasi 5. Lakukan suction jika pasien tidak
4. Suara auskultasi sadar
nafas 6. Auskultasi dan catat adanya
5. Kepatenan jalan secret serta letaknya.
nafas
6. Volume tidal
Resiko  Keseimbangan cairan Manajemen Cairan
kekurangan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau kadar serum elektrolit
volume cairan keperawatan selama 3x24 2. Timbang berat badan
b.d diaforesi jam diharapkan kekurangan 3. Berikan cairan sesuai kebutuhan
volume cairan teratasi. 4. Tingkatkan intake cairan per oral
Kriteria hasil : 5. Cek laboratorium spesimen
1. Tekanan darah hematokrit,BUN,protein,natrium,
2. Denyut nadi dan kadar kalium
3. Keseimbangan intake 6. Pantau adanya tanda dan
dan out put cairan gejalaretensi cairan
4. Turgor kulit 7. Pantau tanda-tanda dehidrasi yang
5. Kelembaban mukosa berlebih.
6. Berat badan stabil
Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi adanya pembatasan klien
aktifitas b.d keperawatan selama 3x24 dalam melakukan aktivitas
penurunan jam diharapkan klien dapat 2. Dorong pasien untuk
metabolisme melakukan aktivitas dari mengungkapkan perasaan terhadap
tubuh ringan hingga berat. keterbatasan
Kriteria Hasil: 3. Kaji adanya factor yang
1. Saturasi oksigen menyebabkan kelelahan
aktivitas normal 4. Monitor nutrisi dan sumber energi
2. Frekuensi nadi saat yang adekuat
beraktivitas normal 5. Monitor pasien akan adanya
3. Frekuensi kelelahan fisik dan emosi secara
pernafasan saat beraktivitas berlebihan
normal 6. Monitor respon kardiovaskuler
4. Tekanan darah saat terhadap aktivitas
beraktivitas normal 7. Monitor pola tidur dan lamanya
5. Kekuatan otot atas tidur / istirahat pasien
dan bawah normal 8. Kolaborasi dengan tenaga
6. Mampu beraktivitas rehabilitasi medik dalam
secara normal merencanakan program terapi
7. Kemudahan yang tepat.
dalam aktivitas 9. Bantu untuk mendapatkan alat
mandiri (Activites of bantuan aktivitas seperti kursi roda,
Daily Living) krek
DAFTAR PUSTAKA

Rackley CE. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Edisi 3. EGC.


Jakarta. 1995. Hal. 243-249

Trisnohadi HB. Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit


Dalam. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedoteran Universitas Indonesia. 2000. Hal: 11-16

Purwadianto A, Sampurna B. Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan


Praktis. Binarupa Aksara. Jakarta. 2000. Hal: 47-57

Kaligis RWM. Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran


Indonesia. Jakarta. 2002. Hal: 90-93

Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Edisi 4. EGC. Jakarta. 1995. Hal: 593-606

Scwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. EGC.


Jakarta. 2000. Hal: 37-45

Braunwald, Fauci, Isseibacher, Martin, Petersdorf, Wilson. Harrison’s


Principles of Internal Medicine vol.1. 13thed. EGC. Jakarta. 1999. Hal. 218-223

Mansjoer A, Savitri K, Setiowulan W, Wardhani WI. Kapita Selekta


Kedokteran. Edisi Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. 1999. Hal: 613-618

Braunwald, Fauci, Isseibacher, Martin, Kasper, Wilson. Harrison Prinsip-


Prinsip Ilmu Penyakit Dalam vol 3. edisi 13. EGC Jakarta. 2000. Hal: 1208-1213

Cheitlin MD, Mclory MB, Sokolow M. Clinical Crdiology. 6th ed.


California: Prentise Hall International Inc. 1993. Hal. 210-215

Guyton AC. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. EGC. Jakarta. 389-391
12. Dudley HAF. Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat. Edisi 11. Gadjah
Mada University Press. 1992. Hal: 14-29

Mark AH. Shock Cardiogenic. http://www.emedicine.com/ articlel/ darurat.

Anda mungkin juga menyukai