Seorang Pria Usia 70 Tahun dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis Eksaserbasi
Akut
Oleh :
Helmi Fakhruddin G9916115
Nurul Azmi G99162114
Salsha Amalina G99161090
Dita Mayasari G99161035
Reza Satria Nugraha G99162104
Rizka Rahma Diani G99172012
Azmi Farah Fairuzya G99161025
Amelia Imas Voleta G99162115
Utari Nur Alifah G99161100
Syarif Hidayatullah G99161095
Edwina Ayu Dwita G99162111
Pembimbing
Dr. Reviono, dr., Sp.P (K)
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri
dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Hambatan ini bersifat
progresif serta berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas
beracun dan berbahaya.1 Tahun 2020 World Health Organization (WHO) memperkirakan
penyakit yang dapat menyebabkan kematian terbanyak nomor tiga ialah PPOK setelah
penyakit jantung koroner dan stroke.2
Data penderita PPOK di Amerika Serikat pada tahun 2007 menunjukkan bahwa
pada laki-laki sebesar 11,8% dan perempuan 8,5% mengidap PPOK. Sedangkan
prevalensi PPOK di negara-negara Asia Tenggara prevalensi tertinggi terdapat di
Vietnam (6,7%) dan China (6,5%) dari total penduduknya.3
Hasil survei penyakit tidak menular oleh Dirjen PPM & PL di lima rumah sakit
propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera
Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang
angka kesakitan (35%), diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya
(2%). Hal tersebut menunjukkan bahwa PPOK cukup banyak kasus yang kita jumpai
dibandingkan penyakit saluran nafas non-infeksi lainnya.4
A. Anamnesis
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. MS
Tanggal lahir : 11 Maret 1948 (70 tahun)
Jenis kelamin : Laki – laki
Alamat : Pasar Kliwon, Surakarta
Status : Menikah
Pekerjaan : Penjahit
Tanggal masuk : 16 Maret 2018
Tanggal pemeriksaan : 16 Maret 2018
Nomor rekam medis : 0133xxxx
2. Keluhan Utama
Sesak nafas
6. Riwayat Kebiasaan
Merokok : (+) 1 bungkus setiap hari, selama 40 tahun
(IB sedang = 480 batang)
Minum alkohol : disangkal
Memasak dengan kayu bakar : disangkal
Mempunyai binatang peliharaan : disangkal
Kontak dengan binatang : disangkal
Lingkungan asap dan debu : disangkal
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Pasien sadar compos mentis tampak sakit sedang dengan GCS E4V5M6
2. Status gizi
a. Berat badan : 54 kg
b. Tinggi badan : 166 cm
c. IMT : 19.59 kg/m2
d. Kesan : gizi kesan cukup
3. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 110/60 mmHg
b. Frekuensi pernapasan : 24 x/menit
c. Frekuensi nadi : 89 x/menit, regular, isi kesan cukup
d. Suhu : 37,8°C per aksiler
e. SpO2 : 91% (O2 2 lpm)
f. Quick Sofa Score :1
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 13.7 g/dL 13.5-17.5
Hematokrit 42 % 33-45
Leukosit 15.7 ribu/uL 4.5-11.0
Trombosit 247 ribu/uL 150-450
Eritrosit 4.54 juta/uL 4.10-5.90
INDEX ERITROSIT
MCV 92.7 /um 80.0-96.0
MCH 30.2 Pg 28.0-33.0
MCHC 32.5 g/dL 33.0-36.0
RDW 13.0 % 11.6-14.6
MPV 8.3 Fl 7.2-11.1
PDW 16 % 25-65
HITUNG JENIS
Eosinofil 0.20 % 0.00-4.00
Basofil 0.20 % 0.00-2.00
Netrofil 79.70 % 55.00-80.00
Limfosit 12.90 % 22.00-44.00
Monosit 7.00 % 0.00 – 12.00
HEMOSTASIS
PT 13.5 Detik 10.0-15.0
APTT 32.2 Detik 20.0-40.0
INR 1.100 -
KIMIA KLINIK
GDS 155 mg/dL 60-140
SGOT 48 u/L < 35
SGPT 50 u/L < 45
Bilirubin total 1.76 mg/dL 0.00-1.00
Albumin 3.6 g/dL 3.5-5.2
Kreatinin 2.1 u/L 0.8-1.3
Ureum 79 mg/dL <50
ELEKTROLIT
Natrium darah 137 mmol/L 136-145
Kalium darah 4.8 mmol/L 3.3-5.1
Chlorida darah 96 mmol/L 98-106
HbsAg
HbsAg Nonreaktif Nonreaktif
ANALISA GAS DARAH (AGD)
pH 7.498 7.350-7.450
BE 1.4 mmol//L -2 - +3
PCO2 31.7 mmHg 27.0-41.0
PO2 77.2 mmHg 83.0-108.0
Hematokrit 43 % 37-50
HCO3 24.8 mmol/L 21.0-28.0
Total CO2 25.8 mmol/L 19.0-24.0
O2 Saturasi 95.3 % 94.0-98.0
Laktat arteri 1.90 mmol/L 0.36-0.75
1 = Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat.
3. Epidemiologi
Data penderita PPOK di Amerika Serikat pada tahun 2007 menunjukkan bahwa
pada laki-laki sebesar 11,8% dan perempuan 8,5% mengidap PPOK. Sedangkan
prevalensi PPOK di negara-negara Asia Tenggara prevalensi tertinggi terdapat di
Vietnam (6,7%) dan China (6,5%) dari total penduduknya.3
Hasil survei penyakit tidak menular oleh Dirjen PPM & PL di lima rumah sakit
propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan
Sumatera Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan
pertama penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma bronkial (33%), kanker
paru (30%) dan lainnya (2%). Hal tersebut menunjukkan bahwa PPOK cukup
banyak kasus yang kita jumpai dibandingkan penyakit saluran nafas non-infeksi
lainnya.4
4. Faktor Resiko1
a. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam
pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
i. Riwayat merokok:
Perokok aktif
Perokok pasif
Bekas perokok
Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB),
yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan
lama merokok dalam tahun :
o Ringan : 0-200
o Sedang : 200-600
o Berat : >600
b. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
c. Hipereaktiviti bronkus
d. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
e. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia
5. Patogenesis1
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,
metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi
akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis
emfisema:
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena
perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi
sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.
6. Diagnosis
a. Anamnesis
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan.
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja.
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga.
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok
dan polusi udara.
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak.
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan Fisik
i. Inspeksi
Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu
dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO yang terjadi
sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO
yang terjadi pada gagal napas kronik.
Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal
sebanding)
Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis i leher dan edema tungkai
Penampilan pink puffer atau blue bloater
o Pink puffer merupakan gambaran yang khas pada
emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed – lips breathing.
o Blue bloater yaitu gambaran khas pada bronkitis
kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema
tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral
dan perifer.
ii. Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
iii. Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
iv. Auskultasi
Suara napas vesikuler normal, atau melemah
Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau
pada ekspirasi paksa
Ekspirasi memanjang
Bunyi jantung terdengar jauh
c. Pemeriksaan Penunjang
i. Pemeriksaan rutin
Faal paru
o Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (
% ) dan atau VEP/KVP ( % ). Obstruksi : %
VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP11/KVP)
< 75 % merupakan parameter yang paling umum
dipakai untuk menilai beratnya PPOK danmemantau
perjalanan penyakit.
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak
mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat,
dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
o Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak
ada gunakan APE meter. Setelah pemberian
bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP< 200 ml. Uji bronkodilator dilakukan
pada PPOK stabil.
Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
o Gagal napas kronik stabil
o Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan
penyakit paru lain.
Pada emfisema terlihat gambaran :
1) Hiperinflasi
2) Hiperlusen
3) Ruang retrosternal melebar
4) Diafragma mendatar
5) Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop /
eye drop appearance)
Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh
Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan
Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur
resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk
memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulng
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita
PPOK di Indonesia.
Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter
(emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang
ditemukan di Indonesia.
7. Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan :
1. Mengurangi gejala
2. Mencegah eksaserbasi berulang
3. Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
4. Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat – obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel,
sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada
keadaan stabil dan (2) penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang
pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada
asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan
progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang
masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat
adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut
secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri
maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang
rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara
intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling,
karena memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga.
Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien
PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan
aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK.
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat
berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan
kondisi ekonomi penderita.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
a. Ringan
- Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara
lain berhenti merokok
- Segera berobat bila timbul gejala
b. Sedang
- Menggunakan obat dengan tepat
- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
- Program latihan fisik dan pernapasan
c. Berat
- Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
- Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan
2. Obat - obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator
dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ).
Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada
penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat
lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).
Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari).
- Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang
berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakanuntuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka
panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih
sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk
tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ),
bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar
aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
b. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin, makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon,
makrolid baru.
Perawatan di Rumah Sakit :
1) Amoksilin dan klavulanat
2) Sefalosporin generasi II & III injeksi
3) Kuinolon per oral
ditambah dengan yang anti pseudomonas
1) Aminoglikose per injeksi
2) Kuinolon per injeksi
3) Sefalosporin generasi IV per injeksi
c. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan
N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang
sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
d. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK
bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
e. Antitusif
Indikasi
a. PaO2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
b. PaO2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,
perubahan P pulmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan,
sleep apnea, penyakit paru lain
Macam terapi oksigen :
a. Pemberian oksigen jangka panjang
b. Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
c. Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
d. Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%. Alat bantu
pemberian oksigen
a. Nasal kanul
b. Sungkup venturi
c. Sungkup rebreathing
d. Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan
kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut.
3. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan
derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
a. Penurunan berat badan
b. Kadar albumin darah
c. Antropometri
d. Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot
pipi)
e. Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
4. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke
dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan
pengobatan optimal yang disertai :
a. Simptom pernapasan berat
b. Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
c. Kualitas hidup yang menurun
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu
tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan
psikolog. Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis,
psikososial dan latihan pernapasan.
Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi
oksigen. Latihan fisis yang baik akan menghasilkan:
- Peningkatan VO2 max
- Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobic
- Peningkatan cardiac output dan stroke volume
- Peningkatan efisiensi distribusi darah
- Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal napas
a. Gagal napas kronik
Gagal napas kronik dengan hasil analisis gas darah Po2 <
60 mmHg dan Pco2>60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan :
Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2
Bronkodilator adekuat
Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan/tidur
Antioksidan
Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
b. Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
Sputum bertambah dan purulen
Demam
Kesadaran menurun
2. Kor pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai
gagal jantung kanan
3. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang.
Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan
menurunnya kadar limposit darah.
BAB VI
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan penyakit paru yang
ditandai dengan adanya hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel dan umumnya bersifat progresif.
2. Berdasarkan dari gejala klinis dan hasil pemeriksaan spirometri PPOK dibagi
dalam 5 derajat.
3. Diagnosis ditegakkan atas anamnesis mengenai faktor risiko yang ada pada
pasien, pemeriksaan fisik paru didapatkannya gambaran khas pada PPOK,
pemeriksaan rutin seperti spirometri, uji bronkodilator, darah rutin dan
pemerikasaan radiologi.
4. Tatalaksana pada PPOK meliputi edukasi, pemberian obat obatan
(bronkodilator, antiinflamasi, antibiotik, antioksidan, mukolitik, dan
antitusif), terapi oksigen, ventilasi mekanik, nutrisi dan rehabilitasi.
5. Komplikasi yang dapat terjadi pada paisen PPOK antara lain gagal napas
kronik ataupun gagal napas akut pada gagal napas kronik, infeksi
berulang,dan kor pulmonal
6. Komplikasi gagal napas dapat dinilai dari hasil pemeriksaan AGD, serta
adanya sesak napas dengan ataupun tanpa sianosis, sputum bertambah dan
purulen, demam, dan penurunan kesadaran.
B. SARAN
1. Pasien diberi edukasi mengenai asal mula penyakit yang dialami, rencana
pengobatan yang perlu dijalani, dan cara untuk mencegah hal-hal yang dapat
menyebabkan terjadi kekambuhan penyakit pasien.
2. Sebaiknya keluarga pasien diberikan edukasi mengenai penyakit, risiko
tindakan yang dilakukan dan penanganan terkait dengan penyakit pasien serta
sebaiknya keluarga memberikan dukungan, perhatian, memantau kondisi
penderita.
3. Pasien dianjurkan untuk segera periksa kembali apabila tidak ada tanda-tanda
perbaikan kondisi untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA