Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perdarahan postpartum adalah perdarahan 500 cc atau lebih setelah
kala III selesai (setelah plasenta lahir). Pengukuran darah yang keluar
sukar untuk dilakukan secara tepat. Jenis perdarahan dibagi dalam
perdarahan postpartum dini bila perdarahan terjadi dalam 24 jam pertama
dan perdarahan postpartum lambat bila perdarahan terjadi setelah 24 jam
pertama. Penyebab utama perdarahan postpartum dini antara lain atonia
uteri, laserasi jalan lahir, hematoma, sisa plasenta, ruptura uteri dan
inversio uteri. Sedangkan penyebab utama dari perdarahan potpartum
lambat adalah tertinggalnya sebagian besar plasenta, subinvolusi di daerah
insersi plasenta, dan dari luka bekas seksio sesaria (Wiknjosastro, 2005,
p.188).
Komplikasi perdarahan pascapartum adalah Syok hemoragi
(Hipovolemik) dan kematian dapat terjadi akibat perdarahan yang tiba-tiba
dan perdarahan yang berlebihan (Bobak, 2002, p.664). Sebagian besar
penyebab kematian ibu di seluruh dunia muncul selama dan setelah
persalinan yaitu perdarahan (25%), infeksi (15%), eklampsia (12%),
unsafe abortion (13%), obstruksi (8%), penyebab lainya (27%). Oleh
karena itu mencegah kematian dan kesakitan maternal-neonatal adalah
prioritas utama dalam meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak
(WHO, 2006).
Angka Kematian ibu provinsi Jawa Tengah untuk tahun 2009
berdasarkan laporan dari kabupaten/kota sebesar 117,02/100.000 kelahiran
hidup. Angka tersebut telah memenuhi target dalam indikator Indonesia
Sehat 2010 sebesar 150/100.000 dan mengalami peningkatan bila
dibandingkan dengan AKI pada tahun 2008 sebesar 114,42/100.000
kelahiran hidup. Kejadian kematian maternal paling banyak adalah pada
waktu nifas sebesar 49,12%, disusul kemudian pada waktu bersalin
sebesar 26,99% dan pada waktu hamil sebesar 23,89%. Penyebab

1
kematian adalah perdarahan 22,42%, eklampsi sebesar 28,76%, infeksi
sebesar 3,45% dan lain-lain sebesar 45,28%. (Profil Kesehatan Jawa
Tengah 2009).
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Perdarahan Post Partum
2. Untuk mengetahui bagaimana Etiologi perdarahan post partum
3. Untuk mengetahui Patofisiologi perdarahan post partum
2. Untuk mengetahui Jenis-jenis post partum
3. Untuk mengetahui Menisfestasi klinis post partum
4. Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang post partum
5. Agar mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan
paerdarahan post partum.
6. Agar mahasiswa mampu merumuskan asuhan keperawatan pada
pendarahan post partum.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perdarahan Post Partum


Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml
selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio
plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih
dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr.
Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi pada jalan
lahir yang volumenya lebih dari 500 ml dan berlangsung dalam 24 jam
setelah bayi lahir.
perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml
setelah bayi lahir. Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah
perdarahan sampai sebanyak itu sebab menghentikan perdarahan lebih dini
akan memberikan prognosis lebih baik. Pada umumnya bila terdapat
perdarahan yang lebih dari normal, apalagi Perdarahan postpartum adalah
sebab penting kematian ibu ; ¼ dari kematian ibu yang disebabkan oleh
perdarahan ( perdarahan postpartum, plasenta previa, solution plasenta,
kehamilan ektopik, abortus dan ruptura uteri ) disebabkan oleh perdarahan
postpartum. Perdarahan postpartum sangat mempengaruhi morbiditas nifas
karena anemia mengurangkan daya tahan tubuh.
Perdarahan postpartum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
1. Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum
Haemorrhage, atau Perdarahan Postpartum Primer, atau
Perdarahan Pasca Persalinan Segera). Perdarahan pasca persalinan
primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan
pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa

3
plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam
pertama.

2. Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persalinan


Sekunder atau Perdarahan Pasca Persalinan Lambat, atau Late
PPH). Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam
pertama. Perdarahan pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh
infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang
tertinggal.
telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun,
pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi < 90
mmHg dan nadi > 100/menit), maka penanganan harus segera
dilakukan (Prawirohardjo, 2011).

B. Etiologi
1. Abrupsio plasenta
Abrupsio plasenta merupakan lepasnya plasenta yang terletak normal
dari dalam uterus sebelum janin lahir. Hal ini jarang terjadi namun
merupakan komplikasi yang serius dalam kehamilan.
2. Koagulopati ( darah gagal membeku )
Koagulopati merupakan penyebab dan akibat hemoragi obstrektrik
masif. Koagulpati dapat dipicu oleh abrupsio plasenta, kematian janin
dalam uterus, eklamsia, embolisme cairan amnion, dan penyebab lain.
3. Ruptur Uterus
Ruptur uterus merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi
pada kehamiln lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio
plasenta dan gangguan pembekuan darah. Perdarahan dari ruptur uterus
dapat terjadi pervagina kecuali bila kepalabayi menyumbat panggul.
Perdarahhan juga dapat terjadi melalui intraabdommen. Namun, ruptuur
segmen bawah uterus sampai ligamentum latum uteri tidak
mengelurkan darh ke dalam rongga abdomen.
4. Plasenta Previa

4
Plasenta previa adalah perlekatan plasenta atau ari-ari yang berada
dibagian bawah rahim sehingga berpotensi menutupi jalan lahir, baik
sebagian ataupun keseluruhan. Kondisi ini juga berisiko menimbulkan
perdarahan berulang saat hamil terutama mendekati waktu persalinan.
Plasenta previa adalah implantasi plasenta pada atau didekat serviks.
5. Atonik Uterus
Uterus yang atonik gagal berkontraksi setelah kelahiran. Atonik uterus
terjadi karena plasenta atau selaput ketuban tertahan.
6. Robekan Serviks, Vagina, atau Perinieum
Robekan jalan lahir meupakan penyebab tersering kedua hemoragi
pasca partum. Robekan dapat menyertai atonik uterus. Perdarahan pasca
partum dengan uterus yang berkontraksi biasanyya disebabkan oleh
robekan serviks atau vagina. Robekan perineum terjadi pada hampir
semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa
menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, kepala janis
melewati pintu panggul bawah.
7. Retensi Plasenta
Retensi plasenta adalah ketika plasenta tertahan didalam rahim atau
tidak keluar lebih dari rentang waktu yang seharusnya, yaitu 30-60
menit setelah persalinan. Retensi plasenta dianggap kondisi yang
penting karena merupakan salah satu penyebab terjadinya perdarahan
post partum (paska melahirkan).
8. Inversi Uterus
Inversi uterus adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus
(endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang
dapat bersifat inkomplit sampai komplit.
9. Hemoragi pascapartum lambat (sekunder)
Hemoragi pascapartum lambat (sekunder) adalah perdarahan yang
terjadi setelah 24 jam pertama perdarahan nifas dinamakan sekunder
adalah bila terjadi 24 jam atau lebih sesudah persalinan.
10. Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri

5
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian
plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada
jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab
terpenting perdarahan postpartum.
tonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama;
pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada
hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas)
atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada
usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim
ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera
diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa
disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak
pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim
membesar dan lembek.
Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus
diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan
seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah
mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di
rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan
sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah
sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya
penghentian perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat
perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan
massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik.
Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat,
dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan
tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam
rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum
ada kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang
mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.

6
Gambar 1. Perdarahan Postpartum Akibat Atonia Uteri
11. Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama
1 jam setelah bayi lahir. Penyebab retensio plasenta :
a. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan
tumbuh lebih dalam.
Menurut tingkat perlekatannya :
1) Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua
endometrium lebih dalam.
2) Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan
menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.
3) Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus
miometrium sampai ke serosa.
4) Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa
atau peritoneum dinding rahim.
b. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar
karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian
bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan
menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi
perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan
terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera
mengeluarkannya.Plasenta mungkin pula tidak keluar karena

7
kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus
dikosongkan.
12. Perdarahan Postpartum akibat Subinvolusi
Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal
involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab
terumum perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala
subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu
pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/
pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah
dari bentuk rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia
bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk rubra dalam
beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk
rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu
dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak
dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia
berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki
riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau perdarahan yang
berlebihan setelah kelahiran.
13. Perdarahan Postpartum akibat Inversio Uteri
Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik
sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus
dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat
melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan
berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi
akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
a. Pembagian inversio uteri :
1) Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke
dalam kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga
rahim.
2) Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam
vagina.

8
3) Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya
terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.
b. Penyebab inversio uteri :
1) Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat
kandungan, tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan
batuk).
2) Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat,
manual plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada
dinding rahim.
c. Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :
1) Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
2) Tarikan tali pusat yang berlebihan.
d. Perdarahan Postpartum Akibat Hematoma
Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang
traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa
vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi
dengan es, analgesic dan pemantauan yang terus menerus.
Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami.
e. Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari
perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan
atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang
berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik atau
vagina.
f. Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik
seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan
pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan
dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi
perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir
lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu
dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri

9
g. Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum
tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa,
tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam,
terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada
dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.
h. Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan
perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih
kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah
dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia
suboksipito bregmatika Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya
dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang
menyertai kontraksi uterus yang kuat.

C. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar
untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus
menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-
pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga
perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi
yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan
perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu;
misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau
kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga
merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit
dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan
robekan jalan lahir adalah :
1. Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).

10
a. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih
tinggi.
b. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
c. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika,
kontraksi yang lemah tersebut menjadi kuat.
2. Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
a. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
b. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-
menerus. Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
c. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung
uterus mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.

D. Jenis-Jenis Post Partum


1. Post partum dini (Early post partum) atau disebut juga perdarahan post
partum primer. Perdarahan pada post partum primer terjadi dalam 24
jam pertama setelah bayi lahir.
2. Post partum lanjut (Late post partum) atau disebut juga perdarahan
post partum sekunder. Terjadi setelah 24 jam pertama sejak bayi lahir.
Perdarahan post partum dapat disebabkan oleh berbagai faktor,
diantaranya :
a. Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal berkontraksi
dengan baik setelah persalinan. Penyebab atonia uteri antara lain:
1) Umur ibu yang terlalu muda (kurang dari 20 tahun) atau terlalu
tua (lebih dari 40 tahun)
2) Status Paritas (multipara dan grade multi)
3) Partus lama atau partus tak maju
4) Uterus terlalu regang atau besar (pada kehamilan kembar atau
bayi besar)
5) Kelainan uterus
6) Faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap status gizi
ibu.

11
3. Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta belum
lahir dalam waktu lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Retensio
plasenta sering juga diartikan sebagai tertahannya plasenta di dalam
uterus. Retensio plasenta dapat terjadi karena kontaraksi uterus tidak
adekuat selama proses persalinan sehingga plasenta tidak dapat lepas
dari dinding uterus atau implantasi plasenta yang terlalu dalam pada
dinding uterus. Implantasi atau perlekatan plasenta pada dinding
uterus dapat dibagi menjadi :
a. Plasenta normal
b. Plasenta adesiva
c. Plasenta inkreta
d. Plasenta akreta
e. Dan plasenta prekreta.
4. Inversio uteri
Inversio uteri adalah suatu keadaan dimana fundus uteri terbalik
sebagian atau seluruhnya ke dalam kavum uteri.
Penyebab inversio uteri adalah :
a. Uterus lembek dan lemah (tidak berkontraksi)
b. Grandemultipara
c. Kelemahan pada organ reproduksi (tonus otot rahim yang lemah)
d. Meningkatnya tekanan intra Abdominal (akibat mengejan yang
terlalu kuat atau batu yang berlebihan)
Inversio Uteri dibagi menjadi :
1) Inversio uteri ringan
Terbaliknya fundus uteri ke dalam cavum uteri namun belum
keluar dari rongga rahim
2) Inversio uteri sedang
Fundus uteri terbalik menonjol ke cavum uteri dan sudah
masuk ke dalam vagina
3) Inversio uteri berat

12
4) Uterus dan vagina dalam keadaan terbalik dan sebagaian sudah
keluar dari vagina.
5. Robekan jalan lahir
Robekan jalan lahir merupakan laserasi atau luka yang terjadi di
sepanjang jalan lahir (perineum) akibat proses persalinan. Robekan
jalan lahir dapat terjadi secara disengaja (episiotomy) atau tidak
disengaja. Robekan jalan lahir sering tidak diketahui sehingga tidak
tertangani dengan baik. Penyebab perdarahan post partum yang kedua
setelah retensio plasenta adalah robekan jalan lahir.

E. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadic adalah kehilangan darah dalam
jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna
merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik,
tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a. Atonia Uteri
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan
perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah,
denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan
lain-lain)
b. Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir
segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit,
perdarahan segera, kontraksi uterus baik
Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi
berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)

13
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung
pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera
Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi
tinggi fundus tidak berkurang.
e. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa,
tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan
nyeri sedikit atau berat.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
2. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan
peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak
hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-
47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-
10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
3. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partus
4. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
5. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk
fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen :
masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial
(APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
6. Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan

14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM DENGAN
KOMPLIKASI PENDARAHAN

A. Pengkajian
1. Identitas
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat,
medical record dan lain – lain
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering didapatkan dari klien dengan
perdarahan post partum adalah perdarahan dari jalan lahir, badan
lemah, limbung, keluar keringat dingin, kesulitan nafas, pusing,
pandangan berkunang-kunang.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Yang meliputi alasan klien masuk rumah sakit, keluhan yang
dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak
(>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing,
gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin , mual.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik,
hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan
kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa
plasenta.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita
hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan
hemopilia dan penyakit menular.
3. Riwayat obstetric
a. Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus,
banyaknya, baunya , keluhan waktu haid, HPHT

15
b. Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa,
Usia mulai hamil
c. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
1) Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah
ada abortus, retensi plasenta
2) Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan,
penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam
persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir,
panjang waktu lahir
3) Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada
pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas,
tinggi fundus uteri dan kontraksi
4. Pola aktifitas sehari-hari
a. Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik
sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun makan dan
minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori,
makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran
dan buah – buahan.
b. Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi.
Adanya perubahan pola miksi dan defeksi.
c. BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah
secepatnya dilakukan sendiri (Rustam Mukthar, 1995 )
d. Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan
peran dan melaporkan kelelahan yang berlebihan.
e. Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok
gigi, keramas, baik sebelum dan selama dirawat serta perawatan
mengganti balutan atau duk.
5. Data Psikososial
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarganya terhadap bayinya
a. Respon keluarga terhadap ibu dan bayinya
Mengkaji bagaimana respon keluarga terhadap ibu dan
bayinya. Pengkajian respon keluarga terhadap ibu adalah untuk

16
kenyamanan psikologis ibu. Adanya respon positif dari keluarga
terhadap kelahiran bayi akan mempercepat proses adaptasi ibu
menerima perannya. Dalam mengkaji data ini bidan dapat
menanyakan langsung kepada pasien dan keluarga.Eksprei wajah
yang mereka tampilkan juga dapat memberikan petunjuk kepada
bidan tentang bagaimana respon mereka terhadap kelahira ini.
b. Respon ibu terhadap dirinya sendiri
Mengkaji bagaimana respon ibu terhadap dirinya
sendiri,setelah ibu menjalani proses persalinan.apakah ibu telah
siap untuk menerima perannya menjadi seorang ibu yang siap untu
merawat dirinya.
c. Respon ibu terhadap bayinya
Dalam mengkaji data ini bidan dapat menanyakan langsung
kepada pasien mengenai bagaimana perasaannya terhadap
kelahiran dari bayinya.Apakah ibu merasa senang atau tidak atas
kelahiran dari bayinya.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan tanda-tanda vital
1) Suhu badan
Suhu tubuh normal yaitu kurang dari 38C.Pada hari ke 4
setelah persalinan suhu ibu bisa naik sedikit kemungkinan
disebabkan dari aktivitas payudara.Bila kenaikan mencapai
lebih dari 38 C pada hari kedua sampai hari-hari berikutnya,
harus diwaspadai adanya infeksi atau sepsis nifasNadi
2) Pernapasan
Pernafasan normal yaitu 20-30 x/menit.Pada umumnya
respirasi lambat atau bahkan normal.Mengapa demikian, tidak
lain karena ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi
istirahat.Bila ada respirasi cepat pospartum (> 30 x/mnt)
mungkin karena adanya ikutan dari tanda-tanda syok

17
3) Nadi
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya
terjadi hipovolemia semakin berat.
4) Tekanan darah
Tekanan darah normal yaitu < 140/90 mmHg. Tekanan darah
tersebut bisa meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari pos
partum..Setelah persalinan sebagian besar wanita mengalami
peningkatan tekananan darah sementara waktu. Keadaan ini
akan kembali normal selama beberapa hari. Bila tekanan darah
menjadi rendah menunjukkan adanya perdarahan post partum.
Sebaliknya bila tekanan darah tinggi,merupakan petunjuk
kemungkinan adanya pre-eklampsi yang bisa timbul pada masa
nifas. Namun hal ini seperti itu jarang terjadi.
b. Pemeriksaan Khusus
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda
komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian
ini meliputi :
1) Nyeri/ketidaknyamanan
2) Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan)
3) Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma)
a) Sistem vaskuler
 Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1,
kemudian tiap 8 jam berikutnya
 Tensi diawasi tiap 8 jam
 Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak
dan merah
 Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan
kekenyalan
 Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis,
defek koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni
purpura.
b) Sistem Reproduksi

18
 Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post
partum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi
tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya
 Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap
warna, banyak dan bau
 Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-
tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitannya
yang lepas
 Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak
 Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan
kolostrum
 Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada
ukuran dan fungsi sebelum kehamilan (sub involusi)
c) Traktus urinarius
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi
miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain
d) Traktur gastro intestinal
Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi
e) Integritas Ego
Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler
yang berlebihan
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia
3. Ansietas berhungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan pada
status kesehatan atau kematian, respon fisiologis

C. Intervensi Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler
yang berlebihan
Tujuan :

19
Volume cairan adekuat
INTERVENSI RASIONAL
1. Tinjau ulang catatan kehamilan 1. Membantu dalam membuat
dan persalinan, perhatikan faktor- rencana perawatan yang tepat dan
faktor penyebab atau untuk memberikan kesempatan
memperberat perdarahan seperti mencegah terjadinya komplikasi
laserasi, retensio plasenta, sepsis,
abrupsio plasenta, emboli cairan
amnion
2. Kaji dan catat jumlah, tipe dan 2. Perkiraan kehilangan darah,
sisi perdarahan ; timbang dan arternal versus vena dan adanya
hitung pembalut ; simpan bekuan bekuan-bekuan membantu
darah, dan jaringan untuk membuat diagnosa banding dan
dievaluasi oleh dokter. menentukan kebutuhan
penggantian (catatan : satu gram
peningkatan berat pembalut sama
dengan kira-kira 1 ml kehilangan
darah)
3. Kaji lokasi uterus dan derajat 3. Derajat kontraktilitas uterus
kontraktilitas uterus. Dengan membantu dalam diagnosa
perlahan masase penonjolan banding. Peningkatan
uterus dengan satu tangan sambil kontraktilitas miometrium dapat
menempatakan tangan kedua tepat menurunkan kehilangan darah.
diatas simfisis pubis Penempatan satu tangan diatas
simfisis pubis mencegah
kemungkinan inversi uterus
selama messase
4. Perhatikan hipotensi / takikardia, 4. Tanda-tanda ini menunjukkan
perlambatan pengisian kapiler atau hipovolemik dan terjadinya syok.
sianosis dasar, kuku, membran Perubahan pada Tekanan Darah
mukosa dan bibir tidak dapat dideteksi sampai
volume cairan telah menurun

20
sampai 30-50%. Sianosis adalah
tanda akhir dari hipoksia (rujuk
pada DK : perfusi jaringan,
perubahan)
5. Pantau parameter hemodinamik, 5. Memberikan pengukuran lebih
seperti tekanan vena sentral atau langsung dari volume sirkulasi
tekanan bagi arteri pulmonal, bila dan kebutuhan penggantian
ada
6. Pantau masukan aturan puasa saat 6. Bermanfaat dalam
menentukan status/kebutuhan memperkirakan luas/signifikasi
klien kehilangan cairan. Volume
perfusi/sirkulasi adekuat
ditunjukkan dengan haluaran 30-
50 ml/jam atau lebih besar

2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia


Tujuan :
Tidak terjadi perfusi jaringan
INTERVENSI RASIONAL
1. Perhatikan Hb sebelum dan setelah 1. Nilai bandingan membantu
kehilangan darah. Kaji status nutrisi, menentukan beratnya
tinggi dan berat badan kehilangan darah. Status yang
ada sebelumnya dari kesehatan
yang buruk meningkatkan
luasnya cedera dar kekurangan
oksigen
2. Pantau tanda-tanda vital, catat 2. Luasnya keterlibatan hipofisis
derajat dan durasi episode dapat dihubungkan dengan
hipovolemik derajat dan durasi hipotensi.
Peningkatan frekuensi
pernafasan dapat menunjukkan
upaya untuk mengatasi asidosis

21
metabolic pada pasien

3. Perhatikan tingkat kesadaran dan 3. Perubahan sensorium adalah


adanya perubahan perilaku indikator dini dari hipoksia.
Sianosis, tanda lanjut, mungkin
tidak tampak sampai kadar PO2
turun dibawah 50 mmHg
4. Kaji warna dasar kuku, mukosa 4. Pada kompensasi vasokonstriksi
mulut, gusi, dan lidah. Perhatikan dan pirau organ vital, sirkulasi
suhu kulit pada pembuluh darah perifer
diturunkan yang mengakibatkan
sianosis dan suhu kulit dingin.
5. Kaji payudara setiap hari, perhatikan 5. hipofisis anterior menurunkan
ada atau tidaknya laktasi dan kadar prolaktin mengakibatkan
perubahan pada ukuran payudara tidak adanya produksi ASI dan
akhirnya menurunkan jaringan
payudara.
6. Pantau GDA dan kadar pH 6. Kerusakan atau keterlibatan
Membantu dalam mendiagnosa
derajat hipoksia jaringan atau
asidosis yang diakibatkan dari
terbentuknya asam laktat dari
metabolisme anaerob
7. Berikan terapi oksigen sesuai 7. Memaksimalkan ketersediaan
kebutuhan oksigen untuk transport sirkulasi
ke jaringan

3. Ansietas berhungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan pada


status kesehatan atau kematian, respon fisiologis
Tujuan :
Ansietas dapat berkurang/ terkontrol

22
INTERVENSI RASIONAL
1. Evaluasi respons psikologis serta 1. Persepsi klien tentang kejadian
persepsi klien terhadap kejadian mungkin menyimpang,
hemoragi pasca partum. memperberat ansietasnya

2. Evaluasi respons fisiologis pada 2. Meskipun perubahan pada tanda


hemoragi pasca partum, misalnya vital mungkin karena respons
takikardia, takipnea, gelisah atau fisiologis, ini dapat diperberat
iritabilitas atau dikomplikasi oleh faktor-
faktor psikologis

3. Sampaikan sikap tenang, empati dan 3. Dapat membantu klien


mendukung mempertahankan kontrol
emosional dalam berespons
terhadap perubahan status
fisiologis. Membantu dalam
menurunkan transmisi ansietas
antar pribadi
4. Berikan informasi tentang prosedur 4. Informasi akurat dapat
tindakan dan keefektifan intervensi menurunkan ansietas dan
ketakutan yang diakibatkan oleh
ketidaktahuan
5. Bantu klien dalam mengidentifikasi 5. Pengungkapan memberikan
perasaan ansietas, berikan kesempatan untuk memperjelas
kesempatan pada klien untuk informasi, memperbaiki
mengungkapkan perasaan kesalahan konsep dan
meningkatkan perspektif,
memudahkan proses pemecahan
masalah
6. Kaji strategi koping dan implikasi 6. Ansietas berat atau lama dapat

23
jangka panjang dari episode diantisipasi bila komplikasi
hemoragi permanenMembantu dalam
membentuk rencana perawatan.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan intervensi keperawatan.

E. Evaluasi
Evaluasi atau hasil penilaian yang dapat di capai setelah tindakan
keperawatan antara lain:
1. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
2. Klien tindak kekurangan volume cairan
3. Gas darah dalam batas normal.
4. Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang
komplikasi dan pengobatan yang dilakukan.
5. Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam
mengungkapkan perasaan psikologis dan emosinya.
6. Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari.
7. Klien tidak merasa nyeri.
8. Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya.

24
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Persalinan adalah ahir kehamilan dan titik dimulainya kehidupan di
luar rahim bayi baru lahir. Dengan faktor-faktor insensial persalinan,
proses persalinan itu sendiri, kemauan persalinan, dan adab tasi ibu dan
bayi, proses keperawatan baik pada wanita maupun pada keluarga
(Bobak,2005). Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta
dan berahir ketika alat–alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Masa nifas atau puerpenium dimulai 2 jam setelah melahirkan
plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari ) setelah itu, Dalam bahasa
latin, waktu mulai tertentu setelah melahirkan anak ini dsebut puerperium
yaitu dari kata puer yang artinya bayi dan parous melahirkan.

B. Saran
1. Pasien lebih kooperatif lagi sehingga jika saat perawat melakukan
pengkajian atau melakukan tindakan pasien bersedia dan melakukan
apa yang sudah dikatakan dokter maupun perawat tentang asupan ASI.
2. Keluarga pasien agar ikut membantu dalam kesembuhan pasien dengan
mengingatkan meminum obat atau makan dan aktifitas.
3. Perawat merawat pasien post partum agar memberikan asuhan keperawatan
yang profesional dengan memotivasi dan memberikan perawatan yang
benar.

25

Anda mungkin juga menyukai