Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengalaman melahirkan bagi seorang perempuan sangat berarti. Perjuangan
hidup dan mati dipertaruhkan demi lahirnya sang buah hati. Penang nan yang
tepat oleh orang yang terampil dan terperaya menjadikan proses kelahiran berjalan
dengan lancar, namun bila penanganan tidak tepat dapat menimbulkan masalah.
Permasalahan pada ibu post partum sangatlah kompleks, satu di antaranya adalah
insfeksi post partum. Banyak hal yang bisa menyebabkan terjadi insfeksi pada ibu
post partum seperti manipulasi penolong yang tidak steril , pemeriksaan dalam
yang berulang ulang dapat membawa bakteri ke dalam rahim , alat alat yang tidak
steril , dan masih banyak penyebab penyebab terjainya insfeksi. Insfeksi post
partum juga dapat di cegah dengan berbagai cara , sejak hamil , ibu jangan sampai
anemia , ibu mendapat pendidikan kesehatan tentang menjaga kebersihan post
partum, didukung dengan pertolongan persalinan yang sesuai standar dan
perawatan post partum yang benar
Infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi
sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau lebih
selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24
jam pertama.
Kasus infeksi pada post partum sering terjadi. Pada dasarnya prognosisnya
baik bila diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Menurut derajatnya, septikemia
merupakan infeksi paling berat dengan mortalitas tinggi, diikuti peritonitis umum
dan piemia.Infeksi post partum bila tidak diatasi dengan baik dan profesional
sering mengalami morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Terutama bila sumber
infeksi telah menjalar pada organ-organ vital.Dengan majunya ilmu keperawatan,
mahasiswa keperawatan diharapkan mampu mengetahui asuhan keperawatan yang
komprehensif yang dapat di manifestasikan dengan memberikan perawatan post
partum untuk mencegah terjadinya infeksi dan komplikasi. Mahasiswa perawat
juga diharapkan mampu dalam memberikan penyuluhan kesehatan sehingga dapat

1
meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan untuk membantu
pasien mencapai kesehatan yang optimal.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada infeksi post partum?

C. Tujuan :
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui Asuhan Keperawatan dengan infeksi post
partum
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mengetahui landasan teori tentang infeksi post partum
2. Mahasiswa mengetahui pengkajian pada infeksi post partum
3. Mahasiswa mampu menganalisa data pada infeksi post partum
4. Mahasiswa mampu menentukan prioritas diagnose pada infeksi pada
infeksi post partum

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Infeksi pascapartum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah
infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau
persalinan (Bobak, 2004).
Infeksi postpartum adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya
kuman-kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas
(Sarwono Prawirohardjo, 2005 : 689 ).
Infeksi postpartum merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca
bersalin. Derajat komplikasi masa nifas bervariasi. Asuhan masa nifas diperlukan
dalam periode masa nifas karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayi.
Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan
dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama pasca persalinan
(Saifuddin, 2006).

B. Etiologi
Organisme yang menyerang bekas implantasi plasenta atau laserasi akibat
persalinan adalah penghuni normal serviks dan jalan lahir, mungkin juga dari luar.
Biasanya lebih dari satu spesies. Kuman anaerob adalah kokus gram positif
(peptostreptokok, peptokok, bakteriodes dan clostridium). Kuman aerob adalah
berbagai macam gram positif dan E. coli. Mikoplasma dalam laporan terakhir
mungkin memegang peran penting sebagai etiologi infeksi nifas.
Penyebab Infeksi Nifas :
1. Streptococcus haemolitikus aerobicus (penyebab infeksi yang berat).
2. Staphylococcus aureus.
3. Escherichia coli.
4. Clotridium Welchii

C. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi infeksi postpartum yaitu:

3
1. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti perdarahan,
dan kurang gizi atau malnutrisi
2. Partus lama, terutama partus dengan ketuban pecah lama.
3. Tindakan bedah vaginal yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.
4. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan dara
5. Anmia, higiene, kelelahan
6. Proses persalinan bermasalah

Partus lama/macet, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang baiknya


proses pencegahan infeksi, manipulasi yang berlebihan, dapat berlanjut ke infeksi
dalam masa nifas.
Cara terjadinya infeksi :
1. Tangan penderita atau penolong yang tetutup sarung tangan pada pemeriksaan
dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam
uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang
dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
2. Droplet infeksion. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri
yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau pembantu-
pembantunya. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas harus ditutup dengan
masker.
3. Infeksi rumah sakit (hospital infection)
4. Dalam rumah sakit banyak sekali kuman-kuman patogen berasal dari
penderita-penderita di seluruh rumah sakit. Kuman-kuman ini terbawa oleh air,
udara, alat-alat dan benda-benda rumah sakit yang sering dipakai para
penderita (handuk, kain-kain lainnya).
5. Koitus pada akhir kehamilan sebenarnya tidak begitu berbahaya, kecuali bila
ketuban sudah pecah.
6. Infeksi intrapartum, sering dijumpai pada kasus lama, partus terlantar, ketuban
pecah lama, terlalu sering periksa dalam. Gejalanya adalah demam, dehidrasi,
lekositosis, takikardi, denyut jantung janin naik, dan air ketuban berbau serta
berwarna keruh kehijauan.

4
D. Patofisiologis
Infeksi nifas setelah pervaginam terutama mengenai tempat implantasi
plasenta dan desidua serta miometrium didekatnya. Pada sebagian kasus, duh
yang keluar berbau, banyak, berdarah dan kadang-kadang berbusa. Pada kasus
lain duh hanya sedikit. Involusi uterus dapat terhambat. Potongan mikroskopis
munghkin memperlihatkan lapisan bahan nkrotik di superficial yang mengandung
bakteri dan sebukan leukosit padat.
Sewaktu persalinan, bakteri yang mengkoloni servik dan vagina memperoleh
akses ke cairan amnion, dan post partum bakteri-bakteri ini akan menginvasi
jaringan mati di tempat histerektomi. Kemudian terjadi seluletis para metrium
dengan infeksi jaringan ikat fibroareolar retroperitonium panggul. Hal ini dapat
disbabkan oleh penyebaran limfogen ogranisme dari tempat laserasi servik atau
insisi/ laserasi uterus yang terinfeksi. Proses biasanya terbatas jaringan para
vagina dan jarang meluas kedalam panggul.
Perjalanan penyakit
Apabila timbul demam post partum kita harus mencurigai kemungkinan
infeksi uterus. Demnam mungkin setara dengan luas infeksi, dan apabila terbatas
di endometrium (desidua) dan miometrium superficial, kasus biasanya ringan dan
demamnya minimal. Biasanya suhu lebih dari 38 sampai 39 0C. demam dapat
disertai menggigil dan mengisyaratkan adanya bakterimia, yang terbukti yang
terjadi pada 10-20 % wanita dengan infeksi panggul setelah seksio sesaria. Denyut
nadi biasanya mengikuti kurva suhu.
Wanita yang bersangkutan biasanya mengeluh nyeri abdomen, dan pada
pemeriksaan abdomen dan bimanual di jumpai nyeri tekan parametrium. Karena
nyeri insisi, nyeri tekan abdomen dan fundus uterus mungkin lebih bermanfaat
untuk memastikan diagnosis metrititis setelah perlahiran pervaginam daripada
seksio sesaria. Sebagian infeksi dan terutama yang disebabkan oleh streptokokus
β hemolitikus grup A, sering disertai dengan lokea yang sedikit dan tidak berbau.
Lekositosis dapat berkisar dari 15000-30000 sel/μl. Rata-rata peningkatan hitung
leukosit post partum adalah 22 % (hartmann dkk.,2000).

5
E. Manifestasi klinis
Infeksi postpartum dapat dibagi atas 2 golongan, yaitu :
1. Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium.
a) Gejalanya berupa rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, kadang-kadang
perih saat kencing.
b) Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak berat, suhu
sekitar 38 derajat selsius dan nadi dibawah 100 per menit. Bila luka yang
terinfeksi, tertutup jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam
bisa naik sampai 39-40 derajat selsius, kadang-kadang disertai menggigil.
2. Penyebaran dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, jalan limfe dan
permukaan endometrium.
a. Endometritis
 Kadang-kadang lokia tertahan dalam uterus oleh darah, sisa plasenta
dan selaput ketuban yang disebut lokiometra dan dapat menyebabkan
kenaikan suhu.
 Uterus agak membesar, nyeri pada perabaan dan lembek.
b. Septikemia
 Sejak permulaan, pasien sudah sakit dan lemah.
 Sampai 3 hari pasca persalinan suhu meningkat dengan cepat, biasanya
disertai menggigil.
 Suhu sekitar 39-40 derajat selsius, keadaan umum cepat memburuk,
nadi cepat (140-160 kali per menit atau lebih).
 Pasien dapat meninggal dalam 6-7 hari pasca persalinan.
c. Piemia
 Tidak lama pasca persalinan, pasien sudah merasa sakit, perut nyeri dan
suhu agak meningkat.
 Gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah
kuman dengan emboli memasuki peredaran darah umum.
 Ciri khasnya adalah berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat
disertai menggigil lalu diikuti oleh turunnya suhu.
 Lambat laun timbul gejala abses paru, pneumonia dan pleuritis.

6
d. Peritonitis
 Pada peritonotis umum terjadi peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan
kecil, perut kembung dan nyeri, dan ada defense musculaire.
 Muka yang semula kemerah-merahan menjadi pucat, mata cekung, kulit
muka dingin; terdapat fasies hippocratica.
 Pada peritonitis yang terbatas didaerah pelvis, gejala tidak seberat
peritonitis umum.
 Peritonitis yang terbatas : pasien demam, perut bawah nyeri tetapi
keadaan umum tidak baik.
 Bisa terdapat pembentukan abses.
e. Selulitis pelvik
 Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai rasa nyeri di
kiri atau kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, patut dicurigai
adanya selulitis pelvika.
 Gejala akan semakin lebih jelas pada perkembangannya.
 Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di
sebelah uterus.
 Di tengah jaringan yang meradang itu bisa timbul abses dimana suhu
yang mula-mula tinggi menetap, menjadi naik turun disertai menggigil.
 Pasien tampak sakit, nadi cepat, dan nyeri perut.
F. Penatalakasanaan
Pencegahan
a. Masa Persalinan
1) Hindari pemeriksaan dalam berulang, lakukan bila ada indikasi dengan
sterilitas yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
2) Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama.
3) Jagalah sterilitas kamar bersalin dan pakailah masker, alat-alat harus suci
hama.
4) Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun
perabdominal dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.
5) Pakaian dan barang-barang atau alat-alat yang berhubungan dengan
penderita harus terjaga kesuci-hamaannya.

7
6) Perdarahan yang banyak harus dicegah, bila terjadi darah yang hilang
harus segera diganti dengan transfusi darah.
7) Masa nifas
8) Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu pula
alat-alat dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kndung
kencing harus steril.
9) Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus,
tidak bercampur dengan ibu sehat.
10) Tamu yang berkunjung harus dibatasi.
b. Masa Kehamilan
Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia,
malnutrisi dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu.
Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu.
Begitu pula koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan
dilakukan hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban, kalau ini
terjadi infeksi akan mudah masuk dalam jalan lahir.
c. Pencegahan infeksi postpartum
1) Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diet yang baik. Koitus pada
kehamilan tua sebaiknya dilarang.
2) Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan. Jaga
persalinan agar tidak berlarut-larut. Selesaikan persalinan dengan trauma
sesedikit mungkin. Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit dari
petugas dalam kamar bersalin. Alat-alat persalinan harus steril dan lakukan
pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi yang tepat.
3) Selama nifas, rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan merawat pasien
dengan tanda-tanda infeksi nifas bersama dengan wanita sehat yang berada
dalam masa nifas.
d. Penanganan umum
1) Antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah dalam proses
persalinan) yang dapat berlanjut menjadi penyulit/komplikasi dalam masa
nifas.

8
2) Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami
infeksi nifas.
3) Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi yang
dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan.
4) Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui.
5) Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan
gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan
dengan segera.
6) Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu
yang mengalami infeksi pada saat persalinan. Dan Berikan hidrasi oral/IV
secukupnya.
e. Pengobatan secara umum
1) Sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur) dan sekret vagina, luka
operasi dan darah serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang
tepat dalam pengobatan.,
2) Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat.
3) Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan antibiotika
spektrum luas (broad spektrum) menunggu hasil laboratorium.
4) Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita, infus atau transfusi
darah diberikan, perawatan lainnya sesuai dengan komplikasi yang
dijumpai.
f. Penanganan infeksi postpartum
1) Suhu harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari.
2) Berikan terapi antibiotik, Perhatikan diet. Lakukan transfusi darah bila
perlu, Hati-hati bila ada abses, jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam
rongga perineum.

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data demografi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa,
alamat.
2. Keluhan utama : Nyeri
3. Riwayat penyakit dahulu : apakah klien dan keluarga pernah menderita
penyakit yang sama.
4. Riwayat penyakit sekarang : klien mengalami infeksi alat kelamin
5. Riwayat seksual, termasuk riwayat PMS sebelumnya, jumlah pasangan seksual
pada saat ini, frekuensi aktifitas seksual secara umum.
6. Gaya hidup, penggunaan obat intravena atau pasangan yang menggunakan obat
intravena; merokok, alcohol, gizi buruk, tingkat stress yang tinggi.
7. Pemeriksaan fisik bagian luar,
Inspeksi :
• Rambut pubis, distribusi, bandingkan sesuai usia perkembangan klien
• Kulit dan area pubis, adakah lesi eritema, visura, lekoplakia, dan eksoria.
• Labia mayora, minora, klitoris, meatus uretra terhadap pembengkakan
ulkus, keluaran, dan nodul.
8. Pemeriksaan bagian dalam
Inspeksi :
• Serviks : ukuran, laserasi, erosi, nodula, massa, keluaran, dan warnanya
Palpasi :
• Raba dinding vagina : nyeri tekan dan nodula
• Serviks : posisi, ukuran, konsistensi, regularitas, mobilitas, dan nyeri tekan
• Uterus : ukuran, bentuk, konsistensi, dan mobilitas.
• Ovarium : ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi, dan nyeri tekan.

B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses inflamasi
2. Hipertermi b.d peningkatan tingkat metabolisme

10
3. Ansietas b.d perubahan status kesehatan

C. Intervensi
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses inflamasi Setelah dillukakan
tindakan selama 1x 24 jam di harapkan klien :
a. Nyeri berkurang Klien mengtakan :
• Menunjukkan ekspresi wajah rileks
• Meresa nyaman a. Kaji skala/intensitas nyeri
P: Provoking Incident
Q: Quality or Quantity of Pain
R : Region : radiation, relief
S : Severity (scale) of Pain
T : Time
b. Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi. distraksi, relaksasi,
kompres, Berikan instruksi bila perlu.
c. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
d. Pertahankan posisi semifowler sesuai indikasi a. Untuk mengetahui
tingkatan nyeri
e. relaksasi dapat membantu menurunkan tegangan dan rasa takut, yang
memperberat nyeri.
f. Metode IV sring digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek obat
g. Memudahkan drainase atau luka karena gravitasi dan membantu
meminimalkan nyeri karena gerakan

2. Hipertermi b.d peningkatan tingkat metabolisme


1. Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam diharapakaSuhu tubuh
klien dalam batas normal Klien tampak :
• Tidak mengalami komplikasi
• Suhu tubuh normal 36-37o c a. Kaji TTV
Suhu,TD,RR.nadi
2. Pantau suhu klien (derajat dan pola), perhatikan menggigil atau
diaphoresis

11
3. Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai
indikasi
4. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik (aspirin, asetaminofen) a. untuk
mengtahui keadaan umum klien
5. Suhu 38,90- 41, 10C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.
6. Pola demam dapat membentu dalam diagnosis, misalnya kurva demam
lanjut berakhir lebih dari 24jam menunjukkan pneumonia pneumokokal.
7. Suhu ruangan atau jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan
suhu mendekati normal untuk mempermudah dalam pembirian tindakan

3. Ansietas b.d perubahan status kesehatan


a. Setelah dilkukan tindakan selama 1x 24 jam klien tampkan rileks Klien
tampak:
• Kesadaran terhadap perasaan, dam cara yang sehat untuk menghadapi
masalah
• Kecamasan klin berkurang
• Klien tidak tampak sedih
• Klien tampak rileks a. Evaluasi tingkat ansietas, catat respon verbal,
dan nonverbal klien. Dorong ekspresi bebas akan emosi.
b. Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan.
Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit,
penting pada prosedur diagnostic dan kemungkinan pembedahan
c. Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997).

12
E. EVALUASI
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses inflamasi
S : Klien melaporkan nyeri berkurang
O: Klien terlihat nyaman
A: intervensi di optimalakan
P: masalah teratasi
2. Hipertermi b.d peningkatan tingkat metabolism
S:klien melaporkan panasnya menurun
O: klien terlihat rileks
A : masalah teratasi
P: intervensi di hentikan
3. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
S: klien memperlihatkan perilaku tidak cemas
O: klien terlihat rileks
A: masalah teratasi
P: intervensi di hentikan

13
BAB IV
PENUTUP

a. Kesimpulan
Infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi
sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau
lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan
mengecualikan 24 jam pertama. Ini disebakan oleh kuman aerob juga kuman
anaerob. Infeksi bisa terjadi melalui tangan penderita, droplet infeksion, infeksi
rumah sakit (hospital infection), dalam rumah sakit, dan Koitus karena ketuban
pecah. Manifestasi yang muncul bergantung pada tempat-tempat infeksi, ada
infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium
kemudian bisa menyebar dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, jalan
limfe dan permukaan endometrium. Bila menyebar maka manifestasi yang
muncul juga dapat memperburuk keadaan penderita.
Peristiwa terjadinya infeksi setelah persalinan yaitu dimana sewaktu
persalinan, bakteri yang mengkoloni servik dan vagina memperoleh akses ke
cairan amnion, dan post partum bakteri-bakteri ini akan menginvasi jaringan
mati di tempat histerektomi. Kemudian terjadi seluletis para metrium dengan
infeksi jaringan ikat fibroareolar retroperitonium panggul. Hal ini dapat
disbabkan oleh penyebaran limfogen ogranisme dari tempat laserasi servik atau
insisi/ laserasi uterus yang terinfeksi. Dengan ini dapat mengakibatkan
berbagai masalah keperawatan seperti hipertemi dan nyeri, dan untuk
intervensi keperawatannya merujuk pada diagnose nanda, nic dan noc. .

b. Saran
Dengan makalah ini penulis berharap, mahasiswa dapat memahami konsep
teori beserta asuhan keperawatan pada infeksi post partum, karena infeksi post
partum rentan ditemui terutama pada wanita yang mengalami gangguan pada
sistem imun, sebagai tim medis harus berusaha semaksimal mungkin untuk
mencegah terjadinya infeksi pada post partum, sehingga secara tidak langsung
dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas.

14

Anda mungkin juga menyukai