Anda di halaman 1dari 11

Asumsi Dasar Ekonomi Makro RAPBN Tahun 2017

Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2017 diperkirakan lebih baik dibanding tahun
sebelumnya. Perkiraan ini mempertimbangkan potensi dan berbagai risiko ekonomi baik yang
berasal dari eksternal maupun domestik. Perekonomian global yang diperkirakan membaik di
tahun 2017 diharapkan mampu mendukung kinerja perekonomian nasional. Meskipun
demikian, perbaikan tersebut menghadapi sejumlah risiko seperti perkiraan penurunan
kinerja ekonomi Tiongkok, adanya ketidakpastian ekonomi Eropa yang sedang melakukan
penyesuaian terhadap Brexit, dan risiko stabilitas akibat perubahan arah kebijakan ekonomi
AS setelah pemilihan umum Presiden.
Dari sisi domestik, perkiraan perbaikan kinerja ekonomi nasional dalam tahun 2017 didukung
oleh membaiknya konsumsi rumah tangga sejalan dengan inflasi yang relatif stabil terutama
harga barang kebutuhan pokok. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) juga diperkirakan
tetap memiliki kinerja cukup baik yang didorong oleh keberlanjutan pembangunan
infrastruktur yang diharapkan mampu meningkatkan daya saing dan penguatan konektivitas
nasional. Selain itu, kebijakan amnesti pajak diharapkan juga mampu mendorong investasi di
sektor riil melalui penguatan likuiditas dari hasil repatriasi dana yang ada di luar negeri. Seiring
membaiknya perekonomian global, kinerja perdagangan internasional juga diharapkan
mengalami perbaikan.
Dari sisi sektoral, pertumbuhan sektor industri pengolahan sebagai penyumbang terbesar
dalam perekonomian juga diperkirakan menunjukkan penguatan yang salah satunya
dipengaruhi oleh perbaikan ekonomi dan arah kebijakan ekspor terhadap produk bernilai
tambah tinggi. Komitmen Pemerintah dalam pembangunan infrastruktur diperkirakan juga
tetap mendorong kinerja pertumbuhan sektor konstruksi, transportasi, dan pergudangan.
Selain itu, sektor keuangan juga diperkirakan meningkat sejalan dengan peningkatan arus
dana dari kebijakan amnesti pajak.
Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan perkembangan terkini perekonomian global dan
domestik, kebijakan yang diambil pemerintah, serta potensi dan risiko ke depan, maka
pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diperkirakan sebesar 5,3 persen. Perkiraan ini lebih baik
dibanding proyeksi realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2016 sebesar 5,2 persen.

Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan


Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh relatif stabil dibanding
tahun 2016 seiring dengan membaiknya kinerja perekonomian domestik. Tingkat inflasi yang
diperkirakan stabil diharapkan mampu menjaga keyakinan konsumen sehingga pertumbuhan
konsumsi masyarakat tetap terjaga seiring dengan peningkatan optimisme pasar. Tingkat
konsumsi masyarakat terutama yang berada di wilayah perdesaan dan daerah tertinggal
menjadi fokus utama kebijakan pembangunan dalam rangka pemerataan antarkelompok
pendapatan. Pemerataan kesejahteraan masyarakat ditempuh melalui berbagai program
penyaluran perlindungan sosial yang komprehensif. Pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat juga menjadi prioritas dalam menjaga tingkat konsumsi melalui pemenuhan
kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan tempat tinggal. Pemerintah berkomitmen untuk
menjaga stabilitas harga dan aksesibilitas terhadap kebutuhan barang pokok melalui
peningkatan konektivitas nasional yang diharapkan mampu meningkatkan produktivitas
ekonomi dan mengurangi kesenjangan antarwilayah. Selain itu, tidak hanya melalui kebijakan
fiskal dan pembangunan yang ekspansif, kinerja pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga
akan didukung oleh kebijakan moneter dan sektor keuangan yang kondusif seperti
kemudahan penyaluran kredit. Relatif tingginya kelompok berpendapatan menengah dan
usia muda juga diperkirakan memberikan dukungan terhadap kinerja konsumsi rumah
tangga. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, pertumbuhan konsumsi rumah tangga
pada tahun 2017 diperkirakan mencapai 5,1 persen.
Kebijakan anggaran belanja tetap diarahkan untuk terus meningkatkan efisiensi alokasi
belanja pemerintah. Melalui sistem perencanaan dan penganggaran tersebut, efektivitas
pencapaian sasaran program perbaikan kesejahteraan masyarakat dapat lebih terjamin.
Selain itu, realokasi belanja juga diarahkan pada belanja infrastruktur untuk mendukung
penguatan investasi. Pemerintah juga terus melakukan perbaikan dalam hal penyerapan
anggaran. Dengan demikian, konsumsi pemerintah pada tahun 2017 diperkirakan tumbuh
sebesar 5,4 persen.
Dari sisi investasi, pertumbuhan PMTB di tahun 2017 diperkirakan mengalami penguatan. Hal
tersebut terutama didorong oleh peningkatan pembangunan proyek-proyek infrastruktur
baik yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pemerintah, BUMN, pihak swasta, maupun dalam
skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Pembangunan infrastruktur
diharapkan dapat memberikan dampak lanjutan dalam penguatan PMTB melalui perluasan
dan penguatan aktivitas ekonomi dalam negeri. Pembangunan infrastruktur yang dilakukan
Pemerintah diharapkan mampu menurunkan biaya logistik dan memperbaiki daya saing
investasi Indonesia. Selain itu, untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur dan daya
saing investasi, Pemerintah juga berkomitmen untuk meningkatkan dana transfer ke daerah
dan dana desa yang peruntukannya terutama untuk penguatan proyek fisik dan prasarana
penunjang di daerah.
Peningkatan investasi langsung baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) di berbagai sektor ekonomi diharapkan meningkat sejalan
dengan deregulasi peraturan-peraturan di bidang investasi, perbaikan kemudahan berusaha
(ease of doing business), revisi Daftar Negatif Investasi (DNI), insentif fiskal bagi sektor
industri, penciptaan efisiensi di bidang logistik, dan berbagai kemudahan fiskal lainnya bagi
dunia usaha. Kebijakan amnesti pajak yang ditempuh Pemerintah diharapkan juga
memberikan dampak bagi penguatan investasi dan peningkatan likuiditas di tahun 2017.
Pemerintah telah menyiapkan berbagai instrumen investasi dalam rangka menampung dana-
dana repatriasi dalam kerangka amnesti pajak tersebut. Repatriasi dana-dana masyarakat
Indonesia yang berada di luar negeri diharapkan mampu mendorong perekonomian nasional
terutama di sisi investasi tidak hanya di sektor keuangan namun juga di sektor riil. Kondisi
fundamental ekonomi Indonesia yang relatif stabil juga memberikan ruang bagi kebijakan
moneter dan makroprudensial yang akomodatif bagi pertumbuhan investasi. Dengan
memperhatikan berbagai faktor tersebut, kinerja PMTB pada tahun 2017 diperkirakan
mampu tumbuh sebesar 6,4 persen.
Kinerja ekspor-impor pada tahun 2017 diperkirakan membaik dibandingkan tahun
sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi dunia yang diperkirakan membaik menjadi momentum
untuk memanfaatkan pasar luar negeri khususnya produk ekspor nonmigas dan bernilai
tambah tinggi. Arah kebijakan peningkatan kinerja ekspor ini diharapkan dapat meningkatkan
variasi produk melalui peningkatan peran aktif pemerintah daerah dalam mendorong potensi
produk ekspor daerah. Strategi yang dilakukan Pemerintah akan dilaksanakan melalui dua sisi
yaitu sisi produksi dan permintaan. Kebijakan sisi produksi mencakup kualitas dan standar
produk ekspor, investasi berorientasi ekspor dan ekspor atas produk Koperasi, Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah. Sementara itu dari sisi permintaan mencakup fasilitas ekspor,
kerjasama perdagangan dan penguatan pasar serta perluasan pasar tujuan ekspor
nontradisional.
Di sisi lain, kinerja impor juga diperkirakan membaik seiring dengan permintaan domestik dan
pembangunan infrastruktur. Peningkatan konektivitas nasional juga diharapkan mampu
memperlancar proses distribusi barang dan jasa dari kegiatan impor yang mampu mendukung
kegiatan ekspor seperti impor bahan baku dan barang modal. Pemanfaatan rantai nilai global
diharapkan meningkatkan impor guna memperkuat daya saing akan barang-barang ekspor
sehingga partisipasi Indonesia dalam perdagangan internasional semakin membaik. Dengan
memperhatikan faktor-faktor dan strategi Pemerintah tersebut, kinerja ekspor pada tahun
2017 diperkirakan akan tumbuh sebesar 1,1 persen sementara pertumbuhan impor sebesar
2,2 persen.

Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha


Dari sisi sektoral, pada tahun 2017, keberlanjutan proyek pembangunan infrastruktur dalam
rangka meningkatkan daya saing dan kapasitas produksi diharapkan mampu mendorong
kinerja beberapa sektor terkait seperti sektor industri pengolahan, konstruksi, informasi dan
komunikasi, jasa keuangan dan asuransi, serta transportasi dan pergudangan. Sektor industri
pengolahan diperkirakan tumbuh sekitar 5,4 persen sejalan dengan perbaikan kondisi
infrastruktur dan peningkatan konektivitas serta implementasi paket kebijakan ekonomi
terkait sektor industri.
Pemerintah juga terus mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pembentukan Kawasan
Industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pengembangan perwilayahan industri ini
diharapkan dapat menciptakan nilai tambah melalui hilirisasi produk industri berbasis hasil
bumi (sumber daya alam). Selanjutnya, upaya peningkatan jumlah usaha industri dilakukan
dengan cara penumbuhan populasi industri baik dalam skala besar, menengah, maupun kecil.
Peningkatan daya saing dan produktivitas industri nasional juga terus diupayakan lewat
pengembangan sumber daya manusia yang kompetitif, pembaruan permesinan industri,
inovasi dan akses terhadap sumber teknologi, serta pemanfaatan jaringan produksi global
(Global Production Network).
Sementara itu, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan diperkirakan tumbuh relatif stabil
sebesar 3,9 persen. Di samping fokus pada tanaman pangan, kinerja sektor ini didukung oleh
kinerja subsektor perikanan yang sejalan dengan fokus pembangunan maritim dan kelautan.
Kinerja sektor pertambangan diperkirakan menunjukkan perbaikan, pertumbuhan sektor
pertambangan diperkirakan mencapai 0,1 persen pada tahun 2017.
Sektor lain yang diharapkan berkontribusi cukup signifikan pada pertumbuhan ekonomi di
tahun 2017 adalah sektor konstruksi. Sektor konstruksi diperkirakan tumbuh sebesar 8,1
persen, seiring dengan keberlanjutan proyek pembangunan infrastruktur berupa sarana
prasarana, yang terus berjalan sejak dicanangkan pada tahun 2015.
Sektor informasi dan komunikasi yang dalam beberapa tahun terakhir mampu tumbuh di atas
10 persen, diperkirakan akan terus melanjutkan tren positifnya dan tumbuh sebesar 10,6
persen di tahun 2017. Selanjutnya, sektor transportasi dan pergudangan diperkirakan tumbuh
sekitar 7,1 persen di tahun 2017, sejalan dengan proyek-proyek pengembangan sarana dan
prasarana transportasi maupun penyediaan moda-moda transportasi oleh pemerintah yang
sudah mulai beroperasi.
Sementara itu, sektor jasa keuangan dan asuransi dalam tahun 2017 juga diperkirakan akan
tumbuh 8,9 persen didorong oleh peningkatan permintaan kredit sejalan dengan kebijakan
moneter yang mendukung pertumbuhan sektor riil.
Adapun Outlook pertumbuhan ekonomi tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel I

TABEL I
OUTLOOK PERTUMBUHAN PDB PENGELUARAN
DAN LAPANGAN USAHA 2017
(persen, yoy)
2017*
Pertumbuhan Ekonomi 5,3
Sisi Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga** 5,1
Konsumsi Pemerintah 5,4
PMTB 6,4
Ekspor Barang dan Jasa 1,1
Impor Barang dan Jasa 2,2
Sektor Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,9
Pertambangan dan Penggalian 0,1
Industri Pengolahan 5,4
Pengadaan Listrik dan Gas 3,8
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang 7,3
Konstruksi 8,1
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3,8
Transportasi dan Pergudangan 7,1
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,5
Informasi dan Komunikasi 10,6
Jasa Keuangan dan Asuransi 8,9
Real Estate 5,7
Jasa Perusahaan 8,5
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 5,4
Jasa Pendidikan 8,3
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,4
Jasa Lainnya 8,4
* Perkiraan
** Termasuk LNPRT
Sumber: Bappenas dan Kemenkeu

Inflasi
Kondisi perekonomian global menjadi salah satu faktor yang memengaruhi laju inflasi di tahun
2017. Harga komoditas energi, terutama minyak mentah dan dinamika pergerakan nilai tukar
dolar AS terhadap mata uang dunia, termasuk Rupiah, yang secara keseluruhan diperkirakan
masih memberikan kontribusi pada level moderat terhadap pergerakan laju inflasi 2017.
Sementara itu dari sisi internal, beberapa faktor yang diperkirakan memberikan tekanan
terhadap laju inflasi, antara lain komponen administered price, faktor iklim, dan pengaruh
musiman seperti panen, tahun ajaran baru, dan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).
Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah dalam menjaga tingkat inflasi berupa kebijakan
memitigasi adanya gejolak harga pangan dan energi domestik yang dilaksanakan melalui
strategi pengendalian baik dari sisi produksi, distribusi, maupun konsumsi. Selain itu,
Pemerintah juga telah mengalokasikan anggaran guna stabilisasi harga pangan serta dana
cadangan beras pemerintah yang dapat dimanfaatkan pada saat terjadi kelangkaan barang
dan gejolak harga melalui programprogram, seperti operasi pasar dan penyediaan bahan
pangan pokok dengan harga terjangkau.
Suku Bunga SPN 3 Bulan
Suku bunga SPN 3 bulan pada tahun 2017 diperkirakan masih dipengaruhi berbagai faktor
eksternal antara lain keberlangsungan normalisasi kebijakan moneter AS (risiko kenaikan
suku bunga The Fed fund rate/FFR), perlambatan ekonomi Tiongkok, serta pelonggaran
kebijakan moneter oleh bank sentral di kawasan Eropa dan Jepang yang masih berlangsung.
Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit). Brexit
menyebabkan diperlukannya penyesuaian kebijakan di beberapa negara maju lainnya yang
tidak dapat diselesaikan dalam jangka pendek. Kondisi tersebut akan menimbulkan
ketidakpastian di pasar keuangan global sehingga menimbulkan peluang yang lebih tinggi
terhadap arus modal untuk masuk ke negara emerging market termasuk Indonesia.
Dari sisi domestik, faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan suku bunga SPN 3 bulan
adalah kinerja perekonomian nasional yang relatif lebih baik dibandingkan negara lainnya di
kawasan regional, laju inflasi yang terkendali, dan berlakunya UU Pengampunan Pajak.
Dengan terkendalinya laju inflasi, ruang pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial
semakin besar. Sementara kebijakan pengampunan pajak diperkirakan meningkatkan aliran
modal masuk ke domestik karena mewajibkan untuk investasi dari dana-dana hasil repatriasi
minimal 3 tahun ke instrumen keuangan maupun sektor riil.

Nilai Tukar Rupiah


Pada tahun 2017, pergerakan nilai tukar rupiah diperkirakan masih dipengaruhi oleh sejumlah
tantangan domestik dan eksternal sebagaimana yang terjadi pada tahun 2016. Dari sisi
domestik, penguatan nilai tukar rupiah sampai dengan Juli 2016 sebagai dampak perbaikan
kondisi fundamental ekonomi Indonesia diharapkan terus berlanjut dan berkontribusi positif
terhadap pergerakan rupiah tahun 2017.
Aliran dana hasil repatriasi sebagai dampak pemberlakuan program pengampunan pajak
diperkirakan akan masuk secara bertahap dan akan berdampak di tahun 2017, terutama
karena adanya kewajiban investasi dari dana repatriasi tersebut minimal tiga tahun baik ke
sektor keuangan maupun sektor riil seperti infrastruktur. Investasi ini utamanya di sektor riil
diharapkan semakin mempercepat implementasi proyek-proyek infrastruktur yang telah
direncanakan. Peningkatan kualitas infrastruktur di sisi lain diharapkan membantu proses
perbaikan kondisi fundamental ekonomi yang pada akhirnya dapat menarik investor sehingga
dapat mengurangi potensi capital outflow.
Sementara itu dari sisi eksternal nilai tukar rupiah berpotensi dipengaruhi antara lain oleh
potensi kenaikan suku bunga acuan di AS, pelemahan ekonomi Tiongkok, pelonggaran
kebijakan moneter di kawasan Eropa dan Jepang, dan dampak keluarnya Inggris dari Uni
Eropa (Brexit). Potensi kenaikan suku bunga AS masih tetap ada meskipun the Fed harus
dengan cermat memperhitungkan pengaruh Brexit terhadap dolar AS. Sementara itu,
ketidakpastian proses pemisahan Inggris dari kawasan Eropa yang masih membutuhkan
waktu juga diperkirakan terus membayangi kondisi global.

Harga Minyak Mentah Indonesia


Perekonomian global mulai menunjukkan perbaikan sehingga mendorong adanya
peningkatan permintaan komoditas global, terutama minyak mentah. Di tahun 2017, OPEC
memperkirakan permintaan minyak dunia sebesar 95,33 juta barel per hari, meningkat
dibandingkan tahun 2016 yang sebesar 94,18 juta barel per hari. Peningkatan tersebut
didorong oleh peningkatan permintaan negara-negara berkembang dan non-OECD.
Sementara di sisi produksi pada tahun 2016, OPEC memperkirakan terjadi penurunan
produksi sebesar 0,9 juta barel per hari dan pada tahun 2017 angka produksinya relatif sama
dengan tahun sebelumnya. Ketersediaan sumber energi alternatif seperti shale gas dan
biofuel AS menyebabkan tidak ada insentif untuk meningkatkan produksi minyak di tahun
tersebut. Di samping itu, produksi di beberapa negara penghasil minyak juga mengalami
penurunan, diantaranya Norwegia, Meksiko, dan Kolombia yang dipengaruhi oleh gangguan
cuaca dan iklim serta faktor politik.

Lifting Minyak dan Gas Bumi


Secara umum, kinerja produksi minyak mentah di lapangan-lapangan migas nasional
menunjukkan tren penurunan alamiah akibat kondisi sumur-sumur minyak yang sudah tua.
Di sisi lain, kegiatan eksplorasi yang dilakukan belum mampu memberikan hasil yang
memadai untuk mengganti cadangan minyak yang telah diproduksi. Hal ini ditunjukkan oleh
beberapa blok utama penyumbang produksi minyak nasional seperti Blok Rokan dan
Mahakam yang mengalami penurunan lifting secara bertahap. Di samping itu, kondisi harga
minyak dunia yang masih relatif rendah juga mengakibatkan banyak pelaku di industri hulu
migas melakukan penundaan kegiatan investasi baik produksi, eksplorasi maupun
pengembangan. Kendala lain yang masih sering dihadapi oleh industri hulu migas nasional
antara lain: kendala operasional, upaya pembebasan lahan, dan perizinan.
Sementara itu, kinerja lifting gas bumi masih relatif baik dan stabil meskipun masih
menghadapi risiko rendahnya tingkat penyerapan kargo yang belum memiliki komitmen
penjualan (uncontracted gas). Oleh sebab itu, Pemerintah mendorong penyelesaian masalah
di midstream dan downstream, dengan upaya peningkatan pemanfaatan gas untuk
memenuhi kebutuhan domestik baik kebutuhan rumah tangga, transportasi, maupun
industri. Lebih lanjut, dukungan pembangunan infrastruktur gas yang memadai akan terus
diupayakan seperti pengembangan jaringan gas kota, pembangunan stasiun pengisian bahan
bakar gas, dan revitalisasi terminal.

Asumsi Dasar Ekonomi Makro RAPBN Tahun 2018


Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian nasional tahun 2018 diperkirakan tumbuh lebih baik dengan dukungan sisi
eksternal dan internal. Perekonomian global yang diperkirakan membaik pada tahun 2018
diharapkan mampu mendorong kinerja investasi dan perdagangan. Meskipun demikian,
perbaikan ekonomi akan menghadapi sejumlah risiko seperti keberlanjutan rebalancing
ekonomi Tiongkok, kebijakan perdagangan AS dan masih lemahnya harga komoditas.
Dari sisi domestik, kinerja pertumbuhan diperkirakan didukung oleh peningkatan konsumsi
rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB)
diperkirakan tetap tumbuh tinggi sejalan dengan pembangunan infrastruktur dan perbaikan
iklim investasi sebagai bagian dalam mendorong investasi langsung nonpemerintah.
Secara lebih detail, pada tahun 2018 Pemerintah akan terus berupaya untuk mendorong
konsumsi rumah tangga dengan memperbaiki program perlindungan sosial untuk
meningkatkan pemerataan pendapatan dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat
khususnya yang berpendapatan rendah. Perbaikan target penerima bantuan dan
pembaharuan data terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas program tersebut. Selain itu,
Pemerintah akan terus meminimalisasi risiko adanya fluktuasi pada komponen harga
bergejolak (volatile food) dengan terus memperbaiki pasokan dan ketersediaan pangan.
Persiapan pelaksanaan Asian Games 2018 dan pemilu presiden 2019 diperkirakan juga akan
mendorong pertumbuhan konsumsi. Berdasarkan kondisi tersebut, konsumsi rumah tangga
pada tahun 2018 diperkirakan dapat tumbuh sebesar 5,1 persen. Pada sisi konsumsi
pemerintah, kebijakan anggaran belanja diarahkan pada alokasi yang lebih efisien terutama
untuk mendukung pelaksanaan program prioritas. Selain itu, konsumsi pemerintah juga akan
mendukung pertumbuhan konsumsi rumah tangga melalui porsi bantuan sosial yang lebih
tinggi. Konsumsi pemerintah pada tahun 2018 diperkirakan tumbuh sebesar 3,8 persen.
Pada tahun 2018, peranan PMTB dalam perekonomian diupayakan meningkat dengan tingkat
pertumbuhan yang lebih tinggi. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah akan
mendorong penguatan kinerja investasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan juga
perusahaan swasta dengan mengoptimalkan berbagai sumber pembiayaan investasi yang
berasal dari kredit produktif perbankan, pembiayaan pasar modal, peningkatan investasi
langsung yaitu Penanaman Modal Asing-Penanaman Modal Dalam Negeri (PMA-PMDN) dan
belanja modal (capex) BUMN.
Selain itu, pembangunan infrastruktur dan proyek fisik lainnya yang telah berjalan akan
semakin ditingkatkan dan diharapkan dapat memberikan dampak lanjutan pada penguatan
kinerja PMTB. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, pada tahun 2018 PMTB diperkirakan
tumbuh sebesar 6,3 persen.
Dari sisi perdagangan internasional, strategi pengembangan ekspor melalui pembukaan pasar
baru bagi produk-produk non-tradisional dan diversifikasi komoditas ekspor unggulan serta
tetap mempertahankan pasar utama yang telah ada saat ini. Pada tahun 2018, kinerja ekspor
dan impor diperkirakan tumbuh lebih baik dari tahun sebelumnya yaitu sebesar masing-
masing 5,1 persen dan 4,5 persen.
Dari sisi produksi, struktur perekonomian nasional masih ditopang oleh kontribusi
sektorsektor kunci seperti: Sektor Industri Pengolahan; Pertanian, Kehutanan dan Perikanan;
Perdagangan Besar dan Eceran; Konstruksi; Informasi dan Komunikasi; serta Jasa Keuangan
dan Asuransi. Sektor Industri Pengolahan masih menjadi tulang punggung perekonomian
nasional dengan kontribusi yang mencapai 20 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB)
nasional. Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan peranan sektor ini dengan
mendorong proses industrialisasi yang menciptakan nilai tambah tinggi dan menyerap banyak
tenaga kerja.
Selanjutnya, kinerja sektor pertanian diperkirakan dapat tumbuh relatif stabil 3,7 persen.
pemerintah juga berupaya mendorong optimalisasi subsektor perikanan, antara lain dengan
mendorong revitalisasi tambak pada perikanan budidaya, pengembangan produk olahan
rumput laut, dan melakukan penggantian alat untuk perikanan tangkap.
Sementara itu, kinerja sektor pertambangan dan penggalian masih dihadapkan pada risiko
harga komoditas yang stagnan serta tren penurunan produksi di hulu migas. Meski demikian,
sektor ini diperkirakan tetap mampu tumbuh positif sebesar 1,0 persen didukung oleh kinerja
positif pertambangan logam sejalan dengan peningkatan kegiatan di industri hilir
pertambangan dengan mulai berproduksinya beberapa fasilitas pemurnian (smelter) logam.
Lebih jauh, beberapa sektor jasa seperti Konstruksi; Informasi dan Komunikasi; Transportasi
dan Pergudangan; serta Jasa Keuangan dan Asuransi diperkirakan mampu tetap tumbuh
tinggi di atas rata-rata nasional sejalan dengan iklim investasi yang semakin kondusif. Sektor
konstruksi diperkirakan tumbuh 6,9 persen, seiring dengan keberlanjutan pembangunan
proyek infrastruktur strategis nasional baik untuk konektivitas, energi, perumahan, maupun
proyek fisik lainnya.
Sektor informasi dan komunikasi diperkirakan mampu tumbuh sebesar 11,0 persen didukung
oleh upaya perluasan jaringan data komunikasi, serta peningkatan aktivitas ekonomi digital.
Sementara itu, sektor transportasi dan pergudangan diperkirakan tumbuh sebesar 8,3 persen
sebagai dampak dari peningkatan efisiensi logistik (dwelling time), serta peningkatan jumlah
pengguna transportasi baik penumpang maupun pengiriman barang.
Selain itu, Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi diperkirakan akan tumbuh sebesar 9,4 persen
didorong oleh peningkatan aktivitas di pasar keuangan serta penetrasi layanan keuangan
yang inklusif, melalui perluasan pemanfaatan inovasi teknologi. Outlook pertumbuhan
ekonomi Indonesia tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel II,

TABEL II
OUTLOOK PERTUMBUHAN PDB PENGELUARAN
DAN LAPANGAN USAHA 2017
(persen, yoy)
2018*
Pertumbuhan Ekonomi 5,4
Penggunaan
Konsumsi Rumah Tangga dan LNPRT 5,1
Konsumsi Pemerintah 3,8
PMTB 6,3
Ekspor Barang dan Jasa 5,1
Impor Barang dan Jasa 4,5
Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,7
Pertambangan dan Penggalian 1,0
Industri Pengolahan 4,9
Pengadaan Listrik dan Gas 5,7
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang 5,4
Konstruksi 6,9
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 5,7
Transportasi dan Pergudangan 8,3
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,4
Informasi dan Komunikasi 11,0
Jasa Keuangan dan Asuransi 9,4
Real Estate 5,4
Jasa Perusahaan 7,6
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 4,0
Jasa Pendidikan 4,4
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 5,7
Jasa Lainnya 8,2
* Perkiraan
** Termasuk LNPRT
Sumber: Bappenas dan Kemenkeu

Inflasi
Program-program pengendalian inflasi yang telah dijalankan dalam beberapa tahun
terakhir telah menunjukkan hasil yang cukup baik. Hal ini antara lain tercermin dari
semakin rendah dan terkendalinya laju inflasi umum dan inflasi inti yang merupakan
komponen utama pembentuk Indeks Harga Konsumen (IHK). Laju inflasi volatile food
semakin dapat dikendalikan meskipun dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan
gejolak yang cukup besar. Keberhasilan langkah-langkah yang telah dijalankan menjadi
dasar penyusunan dan perbaikan program kebijakan pengendalian inflasi ke depan.
Pada tahun 2018, perkembangan perekonomian global diperkirakan cukup berpengaruh
pada pergerakan laju inflasi. Secara keseluruhan harga komoditas internasional dan
pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS diperkirakan memberikan kontribusi pada
level yang moderat dalam perkembangan laju inflasi sepanjang tahun 2018.
Sementara dari sisi domestik, faktor yang diperkirakan cukup berpengaruh terhadap laju
inflasi, antara lain faktor musiman seperti panen, tahun ajaran baru, serta Hari Besar
Keagamaan Nasional (HBKN). Dampak dari fluktuasi harga akibat HBKN, panen, atau faktor
musiman lainnya dapat menekan laju inflasi komponen volatile food. Akan tetapi,
pembangunan dan perbaikan infrastruktur yang mendukung produktivitas pangan dan
konektivitas akan memperkuat sisi penawaran dan distribusi.

Suku Bunga SPN 3 Bulan


Faktor penting yang mempengaruhi tingkat suku bunga Surat Perbendaharaan Negara
(SPN) 3 bulan adalah tingkat kesehatan dan kondisi fiskal Pemerintah. Dalam kaitan ini,
pergerakan tingkat suku bunga SPN 3 bulan mencerminkan perspektif pelaku pasar
keuangan terhadap posisi dan tingkat kesehatan fiskal dan APBN. Menyadari hal tersebut,
Pemerintah terus memegang komitmen untuk melakukan pengelolaan fiskal yang sehat
dan kredibel di antaranya dengan menjaga tingkat defisit yang sehat, pengelolaan belanja
yang efektif, dan efisiensi pengelolaan utang. Selanjutnya, tingkat kesehatan dan
efektifitas pengelolaan kebijakan fiskal akan memberikan dampak positif pada stabilitas
dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Hal-hal tersebut merupakan faktor
fundamental dalam menjaga tingkat suku bunga SPN 3 bulan yang aman.
Selain tekanan dari kondisi perekonomian riil, tingkat suku bunga SPN 3 bulan pada tahun
2018 juga diperkirakan masih akan mendapat tekanan dari kondisi pasar keuangan global
dan domestik. Dari pasar keuangan global, keberlanjutan normalisasi kebijakan moneter
AS menjadi salah satu sumber risiko utama kenaikan suku bunga SPN 3 bulan. Meskipun
tingkat suku bunga SPN 3 bulan menurun sejak 2015 hingga Juni 2017, dampak rencana
kenaikan the Fed Fund Rate (FFR) dan pengurangan aset di neraca bank sentral AS tetap
menjadi isu utama yang perlu diperhatikan. Di tahun 2018, kenaikan FFR diperkirakan naik
sebanyak tiga kali. Perkiraan ini bersifat akomodatif terhadap perkembangan kinerja pasar
tenaga kerja dan tingkat inflasi AS. Namun demikian, perkembangan likuiditas di pasar
keuangan negara lain seperti masih berlangsungnya quantitative easing di Uni Eropa dan
Jepang juga diperkirakan dapat meredam dampak kenaikan FFR terhadap tingkat suku
bunga SPN 3 bulan.
Sementara itu, kondisi perekonomian riil di mancanegara yang juga berpotensi berdampak
pada tingkat suku bunga SPN 3 bulan adalah moderasi pertumbuhan ekonomi Tiongkok,
lambatnya pemulihan ekonomi di Uni Eropa dan Jepang, dan risiko gejolak geopolitik di
beberapa kawasan. Selain itu, kebijakan pemerintah AS di bawah administrasi yang baru
diperkirakan menurunkan prospek perdagangan global ke depan, sehingga berpotensi
memberikan tekanan pada sisi permintaan terutama pada negara-negara dengan peran
perdagangan internasional yang besar.
Dari sisi pasar keuangan domestik, salah satu faktor positif yang berpotensi memengaruhi
pergerakan suku bunga SPN 3 bulan di tahun 2018 adalah adanya tambahan likuiditas di
perbankan domestik sebagai hasil dari program Tax Amnesty (TA). Selama periode TA,
terjadi kenaikan dana pihak ketiga perbankan sebesar 7 persen. Tambahan likuiditas ini
diharapkan secara gradual dapat menurunkan biaya dana secara umum. Di samping itu,
peningkatan likuiditas tersebut mampu mendukung penguatan kedalaman pasar
keuangan (financial deepening) melalui peningkatan sumber pembiayaan dalam negeri
dan penguatan pasar keuangan domestik.

Nilai Tukar Rupiah


Di tahun 2018, pergerakan nilai tukar rupiah akan dipengaruhi oleh kondisi global dan
domestik. Dari sektor keuangan global, tantangan terhadap Rupiah berasal dari kenaikan
FFR yang diperkirakan terjadi kembali secara gradual di tahun 2018 merespon perbaikan
perekonomian AS. Fase perbaikan ekonomi AS diperkirakan mirip dengan perbaikan di
tahun 2017 yang juga terjadi secara gradual. Kenaikan FFR akan menurunkan interest rate
differential sehingga kemungkinan memicu penurunan capital flow. Selain itu, hal ini juga
berpotensi memperkecil ruang pelonggaran kebijakan moneter oleh Bank Indonesia yang
sangat dibutuhkan untuk mendorong aktivitas perekonomian domestik. Dalam jangka
pendek, likuiditas global masih akan ditopang oleh quantitative easing di Uni Eropa dan
Jepang sehingga dampak kenaikan FFR diperkirakan tidak sampai memicu capital outflow.
Namun dalam jangka panjang terdapat potensi risiko karena perbaikan ekonomi AS dapat
mendorong flight to quality ke AS.
Dari sektor riil, tantangan akan berasal dari pengaruh kebijakan perdagangan internasional
di bawah administrasi pemerintahan AS yang baru. Pengaruh tidak langsung melalui
negara-negara mitra dagang utama AS yang juga merupakan mitra dagang utama
Indonesia, seperti Tiongkok, juga perlu diwaspadai. Beberapa faktor eksternal lainnya yang
berpeluang mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah antara lain adalah pelemahan
ekonomi Tiongkok dan penerapan suku bunga negatif di Jepang serta Uni Eropa, kondisi
geopolitik di beberapa kawasan, serta kondisi politik internal di beberapa negara di
kawasan Eropa.
Selain faktor global, perkiraan nilai tukar rupiah juga dipengaruhi oleh kinerja
perekonomian domestik. Akselerasi proyek-proyek infrastruktur, keberhasilan program
pengampunan pajak, terjaganya tingkat inflasi, positifnya neraca pembayaran,
terkendalinya defisit transaksi berjalan, serta kuatnya cadangan devisa menunjukkan
kuatnya fundamental perekonomian Indonesia. Peningkatan sovereign rating kredit
Indonesia ke tingkat investment grade oleh Standard & Poor’s juga dipercaya akan
membantu upaya Bank Indonesia menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Harga Minyak Mentah Indonesia


Beberapa lembaga internasional memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun
2018 meningkat tipis dibandingkan dengan tahun 2017, terutama didukung oleh
pertumbuhan negara-negara berkembang, namun aktivitas ekonomi global diperkirakan
masih moderat. Perkembangan tersebut akan berdampak pada permintaan energi,
termasuk minyak mentah dunia. OPEC memperkirakan pertumbuhan permintaan minyak
mentah dunia tahun 2018 tumbuh sebesar 1,26 juta barel per hari, relatif stabil
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yang didorong oleh permintaan dari negara-
negara berkembang, khususnya Tiongkok dan India. Beberapa hal yang mempengaruhi
stagnasi permintaan minyak mentah dunia, di antaranya peningkatan penggunaan energi
alternatif, penurunan
pertumbuhan kendaraan bermotor, serta pemanfaatan teknologi dan digitalisasi yang
mengurangi penggunaan minyak mentah.
Berbeda dengan sisi permintaan yang cenderung tetap, OPEC memperkirakan produksi
minyak mentah negara Non-OPEC tahun 2018 tumbuh sebesar 1,14 juta barel per hari,
lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan tahun 2017 sebesar 0,80 juta barel per hari.
Kontributor terbesar atas peningkatan produksi tersebut diperkirakan berasal dari AS,
Brazil, Kanada, dan Rusia. Sementara itu, produksi minyak mentah negara-negara OPEC
tahun 2018 juga diperkirakan meningkat meskipun tidak setinggi peningkatan negara-
negara Non-OPEC. Secara keseluruhan, produksi minyak mentah tahun 2018 diperkirakan
sebesar 98,98 juta barel per hari, sedikit lebih tinggi dibandingkan 2017 sebesar 98,64 juta
barel per hari.

Lifting Minyak dan Gas Bumi


Lifting minyak dan gas bumi merupakan volume produksi minyak dan gas bumi yang siap
untuk dijual. Lifting migas menjadi dasar dalam perhitungan beberapa komponen APBN
seperti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor minyak dan gas, penerimaan
perpajakan di sektor migas, serta transfer ke daerah dalam bentuk dana bagi hasil (DBH)
untuk daerah penghasil migas. Proyeksi lifting minyak dan gas bumi mempertimbangkan
kapasitas produksi dan tingkat penurunan alamiah lapangan-lapangan migas yang ada,
penambahan proyek yang akan mulai on stream, serta rencana kegiatan produksi yang
dilaksanakan oleh KKKS di tahun 2018.
Secara umum, lifting minyak dan gas bumi menghadapi tekanan penurunan produksi
alamiah pada sumur migas dan fasilitas produksi yang sudah tua. Kondisi harga minyak
yang relatif rendah juga menyebabkan banyak Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) yang
menunda rencana kegiatan investasinya baik eksplorasi, pengembangan, maupun
produksi. Selain itu, terdapat beberapa kontrak Production Sharing Contract (PSC) yang
akan berakhir dalam lima tahun ke depan juga berdampak pada pengurangan aktivitas
investasi pada KKKS tersebut. Kondisi tersebut terutama tercermin pada kinerja lifting
minyak di tahun 2018.
Sementara itu, kinerja lifting gas bumi pada dasarnya masih relatif baik dan stabil. Produksi
lifting gas di tahun 2018 juga mendapat penambahan dari Lapangan Jangkrik yang mulai
on-stream pada pertengahan 2017 dan diperkirakan mencapai skala operasi penuh di
tahun 2018. Meski demikian, kinerja gas menghadapi risiko rendahnya tingkat penyerapan
di pasar baik untuk contracted gas maupun uncontracted gas. Guna mengatasi hal
tersebut, pemerintah terus mendorong pembangunan infrastruktur di midstream dan
downstream sehingga ke depan hasil produksi gas dapat terserap untuk memenuhi
kebutuhan domestik baik rumah tangga, transportasi maupun industri. Dengan
mempertimbangkan kondisi, potensi dan risiko dimaksud, lifting gas bumi diperkirakan
sebesar 1,2 juta barel setara minyak per hari (bsmph).

Anda mungkin juga menyukai