KARSINOMA BRONKOGENIK
Oleh
RAHMI KUMALA
( 417510052 )
2. Etiologi
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru
belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang
bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor
lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain.
a. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling
penting, yaitu 85% dari seluruh kasus. Rokok mengandung lebih dari 4000
bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker.
Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok,
jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok,
dan lamanya berhenti merokok.
b. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif,
atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang
tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap
asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali.
c. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek.Kematian
akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan
dibandingkan dengan daerah pedesaan.Bukti statistik juga menyatakan
bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas
tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka
dengan kelas yang lebih tinggi.Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari
kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung
hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara
kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang
ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4
benzpiren.
d. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium,
nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker
paru. Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira
sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat umum.Risiko kanker paru baik
akibat kontak dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut
juga merokok.
e. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena
kanker paru.
f. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih
besar terkena penyakit ini.Penelitian sitogenik dan genetik molekuler
memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan
tumor memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru.
Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-
ras dan myc), dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb,
p53, dan CDKN2).
g. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga
dapat menjadi risiko kanker paru.Seseorang dengan penyakit paru obstruktif
kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru
ketika efek dari merokok dihilangkan.
3. Klasifikasi
Tipe dari kanker paru mencakup empat tipe histologis mayor yaitu :
d. Adenokarsinoma
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
4. Manifestasi Klinis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala
klinis.Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadum lanjut.
Gejala – gejala dapat bersifat :
1. Lokal (tumor tumbuh setempat)
a. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis.
b. Hemoptisis
c. Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas
d. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru dan atelectasis
2. Invasi local :
a. Nyeri dada
b. Dyspnea karena efusi pleura
c. Invasi ke pericardium terjadi tamponade atau aritmia
d. Sindrom vena cava superior
e. Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
f. Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
g. Sindrom Pancoast, karena invasi pada pada pleksus brakialis dan saraf
simpatis servikalis.
3. Gejala Penyakit Metastasis
a. Pada otak, tulang, hati, adrenal.
b. Limfadenopati servikalis dan supraklavikula (sering menyertai
metastasis)
4. Sindrom Paraneoplastik : terdapat pada 10 persen kanker paru, dengan gejala
:
a. Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam.
b. Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
c. Hipertropi osteoartropati
d. Neurologik : dementia, ataksia, termor, neuropati perifer
e. Neuromiopati
f. Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
g. Dermatologik : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
h. Renal : syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
5. Asimtomatik dengan kelainan radiologis
a. Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi
secara radiologis
b. Kelainan berupa nodul soliter
5. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi.
Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya
kanker paru.Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat
menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis
erosi tulang rusuk atau vertebra.
Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium.
Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
ventilasi.
Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada
kanker paru).
3. Histopatologi.
Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi
lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan
ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan
cara torakoskopi.
Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang
terlibat.
Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam –
macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan
sel tumor.
4. Pencitraan.
CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Sasaran penatalaksanaan medis adalah untuk memberikan
penyembuhan, jika memungkinkan. Pengobatan tergantung pada tipe sel,
tahap penyakit, dan status fisiologi (terutama status jantung dan paru) pasien.
Secara umum, pengobatan dapat mencakup pembedahan, terapi radiasi,
kemoterapi, dan imuno terapi, yang digunakan secara terpisah atau dalam
kombinasi
1. Pembedahan
Reseksi bedah adalah metoda yang lebih dipilih untuk pasien dengan
tumor setempat tanpa adanya penyebaran metastatik dan mereka yang fungsi
jantung paru yang baik. Tiga tipe reseksi paru mungkin dilakukan : lobektomi
(satu lobus paru diangkat), lobektomi sleeve (lobus yang mengalami kanker
diangkat dan segmen bronkus besar direseksi), dan pneumonektomi
(pengangkatan seluruh paru).
Reseksi bedah yang menghasilkan penyembuhan sempurna sangat
jarang terjadi. (Biasanya pembedahan untuk kanker sel kecil paru tidak
disarankan karena tipe kanker ini berkembang dengan cepat serta cepat
bermetastasis dan sangat luas). Sayangnya, pada banyak pasien dengan kanker
bronkogenik, lesi kanker tidak dapat dioperasi pada waktu didiagnosa.
Operasi yang lazim untuk tumor paru yang kecil yang tampaknya dapat
disembuhkan adalah labektomi (pengangkatan lobus paru). Keseluruhan paru
dapat diangkat (pneumonektomi) dalam kombinasi dengan prosedur bedah
lainnya, seperti reseksi yang mencakup nodus limfe mediastinal. Sebelum
pembedahan, status jantung paru pasien harus ditentukan
2. Terapi radiasi
Terapi radiasi dapat menyembuhkan pasien dalam persentasi yang
kecil. Terapi radiasi ini sangat bermanfaat dalam pengendalian neoplasma
yang tidak dapat direseksi tetapi yang reponsif terhadap radiasi. Radiasi dapat
juga digunakan untuk mengurangi ukuran tumor untuk membuat tumor yang
tidak dapat dioperasi menjadi dapat dioperasi atau radiasi dapat digunakan
sebagai pengobatan paliatif untuk menghilangkan tekanan tumor pada struktur
vital. Terapi radiasi dapat mengendalikan metastasis medula spinalis dan
kompresi vena kava superior. Juga, iradiasi otak profilaktik digunakan pada
pasien tertentu untuk mengatasi metastasis mikroskopik ke otak. Radiasi dapat
membantu menghilangkan batuk, nyeri dada, dispnea, hemoptisis, dan nyeri
tulang, dan hepar.
Hilangnya gejala-gejala dapat berlangsung dari beberapa minggu
sampai beberapa bulan dan penting dalam meningkatkan kualitas sisa hidup
yang masih tersisa
Terapi radiasi biasanya adalah toksik bagi jaringan normal di dalam
bidang radiasi. Komplikasi radiasi termasuk esofagitis, pneumonitis, dan
radiasi fibrosis paru yang dapat merusak kapasitas ventilas dan difusi serta
secara signifikan mengurangi ketersediaan paru. Radiasi juga mempengaruhi
jantung.
Status nutrisi dan tampilan psikologis pasien dipantau sepanjang
pengobatan, sejalan dengan tanda-tanda anemia dan infeksi
3. Kemoterapi
c. Topikal
Pakai sarung tangan dan pastikan untuk mencuci tangan setelah
prosedur. Hati-hati agar pasien tidak menyentuh area pemberian salep
topikal. Anjurkan pasien untuk memakai pakaian katun dan longgar.
d. Intra arterial.
Memerlukan penempatan kateter pada arteri yang dekat dengan
tumor, karena adanya tekanan arteri, berikan obat dalam larutan yang
dicampur heparin dengan mengunakan infus pump. Selama infus
pantau tanda-tanda vital, warna dan suhu ektremitas, dan kemungkinan
perdarahan pada tempat penusukan .
e. Intrakavitas
Masukkan obat kedalam kandung kemih melalui kateter dan
atau melalui selang dada ke dalam rongga pleura. Ikuti dosis
premedikasi yang telah ditentukan untuk meminimalkan kemungkinan
iritasi lokal yang disebabkan oleh obat-obat yang diberikan secara
intrakavitas.
f. Intraperitoneal.
Berikan obat dalam rongga abdomen melalui port yang
ditanam (implantable) dan atau kateter suprapubik eksternal. Pantau
pasien terhadap tekanan abdomen, nyeri, demam dan status elektrolit.
Ukur dan catat lingkar perut selama 48 jam. Hangatkan larutan infus
(dengan penghangat kering) pada suhu 38 o C sebelum pemberian.
g. Intratekal.
Obat diberikan melalui prosedur pungsi lumbal. Volume obat
yang dimasukkan adalah 15 cc atau kurang. Encerkan obat dengan
saline normal yang bebas pengawet. Obat harus disuntikkan pelan-
pelan pantau tanda vital dan keadaan umum setelah tindakan. Hanya
dokter yang boleh memberikan obat intratekal.
h. Intravena
Paling banyak digunakan. Dapat diberikan melalui kateter vena sentral
atau akses vena perifer. Metode pemberian intravena meliputi sebagai
berikut :
Dorongan (bolus) – obat diberikan melalui spuit dengan metoda IV langsung
Piggyback (set skunder) – obat diberikan menggunakan botol dan selang
skunder; infus primer secara bersamaan dipertahankan selama pemberian
obat.
Sisi lengan – obat diberikan melalui spuit dan jarum ke dalam port dari infus I
V yang berjalan (mengalir bebas).
Infus – obat ditambahkan pada volume cairan infus yang telah ditentukan ;
aliran kontinyu atau intermiten.
a. Persiapan
Sebelum diputuskan untuk dilakukan kemoterapi harus dipastikan dulu :
1. Diagnose Histopatologik diketahui.
2. Keadaan umum memenuhi persyaratan.
3. Status Performance ( Karnofsky atau ECOG )
4. Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin, gula darah, albumin, faal ginjal dan faal
hati serta EKG dalam batas normal.
5. Informed Concent
6. BB, TB, BSA.
7. Protokol pemberian obat
8. Kartu permintaan Obat
9. Form Pencampuran obat
10. Kirim kartu permintaan obat sitostatika yang sudah lengkap ke farmasi
11 Beritahu dokter apabila dokter belum tahu bahwa hari ini program kemoterapi.
Perhatian :
Tetap ingat prinsip 6 benar yaitu : Obat, Dosis, Nama, Rute, Waktu, Pendokumentasian
Validasi aliran infus setiap 2 jam.
Evaluasi Pengobatan
Evaluasi hasil kemoterapi harus dilakukan untuk memutuskan apakah
kemoterapi dapat atau tidak dapat diteruskan. Jika dapat diteruskan apakah
paduan obat yang digunakan sama atau perlu diganti dengan paduan obat yang
lain. Evaluasi yang komprehensif meliputi aspek-aspek :
1. Evaluasi respons objektif dan subjektif (ukuran tumor, lama respon, dan
berat badan)
2. Evaluasi toksisiti
Manfaat Kemoterapi
Kesan umum dikalangan penderita dan sebagian kalangan medis ialah,
bahwa kemoterapi tidak membawa perubahan, kecuali efek samping yang
berat, perburukan penyakit dan mempercepat kematian. Kesan seperti itu
mungkin didapat berdasarkan pengamatan sesaat pada satu atau beberapa
kasus. Tetapi apabila pengamatan dilakukan secara kumulatif pada sejumlah
besar kasus, maka dapat ditemukan persentase tertentu penderita yang
mendapat manfaat berupa pengurangan keluhan subjektif, gejala, perbaikan
tampilan bahkan penambahan berat badan. Perlu dilakukan pendekatan yang
berbeda pada pemberian kemoterapi paliatif. Pada pemberian paliatif respons
objektif bukan menjadi tujuan utama tetapi respons subjektif dan toksisiti obat
jadi penentu apakah kemoterapi ini masih bermanfaat jika terus diberikan.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Doenges (2000) penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu:
1) Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk
mengeluarkan sputum dengan baik.
2) Teknik relaksasi nafas dalam.
3) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
4) Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler).
5) Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari.
6) Usahakan agar pasien mandi air hangat setiap hari.
7) Hindarkan pasien dari faktor pencetus.
7. Komplikasi
Reaksi bedah dapat mengakibatkan gagal napas terutama ketika system
jantung paru terganggu sebelum pembedahan dilakukan sebelumnya.
Terapi radiasi dapat mengakibatkan penurunan fungsi jantung paru
Kemoterapi, terutama dalam kombinasi dengan terapi radiasi, dapat
menyebabkan pneumonitis. Selain itu, toksisitas dan leukeumia adalah
potensial efek samping dari kemoterapi.
Fibrosis paru, perikarditis, mielitis, dan kor pulmonal adalah sebagian dari
komplikasi yang diketahui.
8. WOC
9. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
Identitas pasien
Keluhan utama
Keluhan utama klien dengan karsinoma bronkhogenik biasanya bervariasi
seperti keluhan batuk, batuk produktif, batuk darah, dan sesak napas.
a. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran/ keadaan umum : Keadaan umum ini dapat meliputi kesan
keadaan sakit termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran
yang dapat meliputi penilaian secara kualitatif seperti compos mentis,
apatis, delirium, somnolent, sopor, dan koma.
2) Tanda-tanda vital : Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan
darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola pernapasan), dan
suhu tubuh.
3) Pemeriksaan head to toe
a) Kepala : Dapat dinilai dari bentuk dan ukuran kepala, rambut dan
kulit kepala, ubun-ubun (fontanel), wajahnya simetris
atau tidak, ada/ tidaknya pembengkakan, warna rambut,
distribusi rambut, kebersihan kulit kepala, dan ada/
tidaknya lesi.
b) Mata : Dapat dinilai apakah mata klien simetris/ tidak, palpebrae,
alis, bulu mata, konjungtiva, sclera, pupil, reflek terhadap
cahaya, dan ada/ tidaknya penggunaan alat bantu
penglihatan.
c) Hidung : Ada atau tidaknya polip dan nyeri tekan, pernapasan
cuping hidung, hidung simetris atau tidak, ada/ tidaknya
sumbatan pada hidung, terpasang oksigen atau tidak.
d) Telinga : Penilaian meliputi kebersihan liang telinga, ketajaman
pendengaran, nyeri tekan, bentuk daun telinga, dan
kesimetrisan.
e) Mulut : Ada/ tidaknya trismus (kesukaran membuka mulut), ada/
tidaknya stomatitis, mukosa bibir, kebersihan gigi, gusi,
ada/ tidaknya tanda peradangan, kebersihan lidah, dan
warna bibir.
f) Leher : Ada/ tidaknya kaku kuduk, ada/ tidaknya massa di leher,
ada/ tidaknya nyeri saat menelan, ada/ tidaknya
pembesaran kelenjar getah bening.
g) Thorak
Pengkajian khusus paru :
1) Inspeksi
Dada dikaji tentang postur bentuk, kesimetrisan serta warna
kulit, perbandingan bentuk dada anterior, posterior, dan
transversal pada bayi 1 : 1, dewasa 1 : 2 bentuk abnormal pada
kondisi tertentu :
Pigeon chest: bentuk dada seperti burung diameter transversal
sempit, anterior posterior, membesar atau lebar, tulang sternum
menonjol ke depan. Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan
sternum dimana terjadi peningkatan diameter AP. Timbul pada
klien dengan kiposkoliosis berat.
Funnel chest : bentuk dada diameter sternum menyempit,
anterior posterior menyempit, transversal melebar. Timbul jika
terjadi depresi dari bagian bawah dari sternum. Hal ini akan
menekan jantung dan pembuluh darah besar, yang
mengakibatkan murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia,
marfan’s syndrome atau akibat kecelakaan kerja.
Barrel chest : bentuk dada seperti tong, diameter anterior
posterior transversal memiliki perbandingan 1:1, juga amati
kelainan tulang belakang seperti kifosis, lordosis, dan scoliosis.
Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi peningkatan
diameter AP : T (1 : 1), sering terjadi pada klien emfisema.
Kiposkoliosis : terlihat dengan adanya elevasi scapula.
Deformitas ini akan mengganggu pergerakan paru-paru, dapat
timbul pada klien dengan osteoporosis dan kelainan
muskuloskeletal lain yang mempengaruhi thoraks.
Pada pengkajian dada dengan inspeksi juga perhatikan:
Pemeriksaan dada dimulai dari thoraks posterior, klien pada
posisi duduk.
Dada di observasi dengan membandingkan satu sisi dengan sisi
yang lainnya.
Tindakan dilakukan dari atas(apex) sampai ke bawah.
Inspeksi thoraks posterior terhadap warna kulit dan kondisinya,
skar, lesi, massa, gangguan tulang belakang seperti : kiposis,
skoliosis, dan lordosis.
Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan
pergerakan dada.
Frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya bernapas.
Sifat pernapasan : pernapasan perut atau dada
Adakah retraksi dada, jenis : retraksi ringan, sedang, dan berat
Ekspansi paru simetris ataukah tidak
Irama pernapasan : pernapasan cepat atau pernapasan dalam
(pernapasan kussmaul)
Pernapasan biot : pernapasan yang ritme maupun amplitudenya
tidak teratur diselingi periode apnea
Cheyne stokes : pernapasan dengan amplitude mula-mula kecil
makin lama makin besar kemudian mengecil lagi diselingi
periode apnea.
2) Palpasi
Palpasi dada bertujuan mengkaji kulit pada dinding dada, adanya
nyeri tekan, masa, kesimetrisan ekspansi paru dengan
menggunakan telapak tangan atau jari sehingga dapat merasakan
getaran dinding dada dengan meminta pasien mengucapkan
“tujuh-tujuh” secara berulang-ulang. Getaran yang dirasakan
disebut : vocal fremetus.
Perabaan dilakukan diseluruh permukaan dada (kiri, kanan
depan, belakang) umumnya pemeriksaan ini bersifat
membandingkan bagian mana yang lebih bergetar atau kurang
bergetar. Adanya kondisi pendataan paru akan terasa lebih
bergetar, adanya kondisi pemadatan paru akan terasa lebih
bergetar seperti pneumonia, keganasan pada pleural effusion atau
pneumathorak akan terasa kurang bergetar.
3) Perkusi
Perkusi dinding thorak dengan cara mengetuk dengan jari
tengah, tangan kanan pada jari tengah tangan kiri yang
ditempeklan erat pada dinding dada celah interkostalis. Perkusi
dinding thorak bertujuan untuk mengetahui batas jantung, paru,
serta suara jantung maupun paru. Suara paru normal yang
didapat dengan cara perkusi adalah resonan atau sonor, seperti
dug, dugm dug, redup atau kurang resonan suara perkusi
terdengar bleg, bleg, bleg. Pada kasus terjadinya konsolidasi paru
seperti pneumonia, pekak atau datar terjadi seperti pada kasus
adanya cairan rongga pleura, perkusi hepar dan jantung.
Hiperesonan/ tympani suara perkusi pada daerah berongga
terdapat banyak udara seperti lambung, pneumothorax dan
coverna paru terdengar dang, dang, dang.
Batas paru hepar : di ICS 4 sampai ICS ke 6
Batas atas kiri jantung ICS 2-3
Batas atas kanan jantung :ICS 2 linea sternalis kanan
Batas kiri bawah jantung line media clavicuralis ICS ke 5
kiri.
Suara perkusi normal:
Resonan (sonor) : bergaung, nada rendah, dihasilkan pada
jaringan paru normal.
Dullness : dihasilkan di atas bagian jantung atau paru.
Timphany : musikal, dihasilkan di atas perut yang berisi
udara.
Suara perkusi abnormal :
Hipperresonan : bergaung lebih rendah dibandingkan dengan
resonan dan timbul pada bagian paru yang abnormal berisi
udara .
Flatness : sangat dullness dan oleh karena itu nadanya lebih
tinggi. Dapat didengar oleh perkusi daerah paha, dimana
area seluruhnya berisi jaringan.
4) Auskultasi
Auskultasi paru adalah menedengarkan suara pada dinding
thorax menggunakan stetoskope secara sistematik dari atas ke
bawah dan membandingkan kiri maupun kanan suara yang
didengar adalah :
Suara napas :
Vesikuler : suara napas vesikuler terdengar di semua lapang
paru yang normal, bersifat halus, nada rendah. Terdengar
lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang
dari ekspirasi , ekspirasi terdengar seperti tiupan.
Brancho vesikuler: terdengar di daerah percabangan bronchus
dan trachea sekitar sternum dari regio inter scapula maupun
ICS 1: 2. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Merupakan
gabungan dari suara napas bronchial dan vesikular. Suaranya
terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Inspirasi
sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah
thoraks dimana bronchi tertutup oleh dinding dada.
Brochial : terdengar di daerah trachea dan suprasternal notch
bersifat kasar, nada tinggi, inspirasi lebih pendek, atau
ekspirasi. Sering disebut juga dengan “tubular sound” karena
suara ini dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa),
suaranya terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang
lembut, fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan
tidak ada henti diatara dua fase tersebut. Normal terdengar di
atas trachea atau daerah suprasternal notch.
Suara tambahan :
Pada pernapasan normal tidak ditemukan suara tambahan, jika
ditemukan suara tambahan indikasi ada kelainan,adapun suara
tambahan adalah :
Rales/Krakles : bunyi yang dihasilkan oleh eksudat lengket
saat saluran halus pernapasan mengembang dan tidak hilang,
minta pasien batuk, sering ditemui pada pasien dengan
peradangan paru seperti TBC maupun pneumonia. Setiap fase
lebih sering terdengar saat inspirasi. Karakter suara meletup,
terpatah-patah akibat udara melewati daerah yang lembab di
alveoli atau bronchiolus. Suara seperti rambut yang digesekkan.
Ronchi : bunyi dengan nada rendah, sangat kasar terdengar
baik inspirasi maupun ekspirasi akibat terkumpulnya secret
dalam trachea atau bronchus sering ditemui pada pasien
oedema paru, bronchitis. Terdengar selama fase inspirasi dan
ekspirasi, karakter suara terdengan perlahan, nyaring, suara
mengorok terus-menerus. Berhubungan dengan sekresi kental
dan peningkatan produksi sputum.
Wheezing : bunyi terdengar “ngii...” yang bisa ditemukan
pada fase ekspirasi maupun ekspirasi akibat udara terjebak pada
celah yang sempit seperti oedema pada brochus, asma.
Terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara
nyaring, musical, suara terus menerus yang berhubungan
dengan aliran udara dengan melalui jalan napas yang
menyempit.
Pleural Friction Rub : suatu bunyi terdengar kering akibat
gesekan pleura yang meradang, bunyi ini biasanya terdengar
pada akhir inspirasi atau awal ekspirasi, suara seperti gosokan
amplas. Terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara :
kasar, berciut, suara seperti gesekan akibat dari inflamasi pada
daerah pleura. Sering kali klien juga mengalami nyeri saat
bernapas dalam.
Vocal resonansi : pemeriksaan mendengarkan dengan
stethoscope secara sistematik disemua lapang paru,
membandingkan kanan dan kiri pasien diminta mengucapkan
tujuh puluh tujuh berulang-ulang.
Vokal resonan normal terdengar intensitas dan kualitas
sama antara kanan dan kiri.
Bronchophoni : terdengar jelas dan lebih keras
dibandingkan sisi yang lain umumnya akibat adanya
konsolidasi.
Pectorilequy : suara terdengar jauh dan tidak jelas
biasanya pada pasien effusion atau atelektasis.
Egopony : suara terdengar bergema seperti hidung
tersumbat.
Paru-paru : Secara umum ditanyakan bentuk dada, keadaan paru
yang meliputi simetris apa tidaknya, pergerakan
nafas, ada/ tidaknya vocal fremitus, krepitasi serta
dapat dilihat batas pada saat perkusi didapatkan
bunyi perkusi baik itu hipersonor, sonor, timpani dan
sebagainya, adanya suara nafas normal atau
tambahan seperti ronchi ronchi basah/ ronchi kering,
wheezing, dan sebagainya.
Jantung : Pada pemeriksaan jantung yang diperiksa saat inspeksi
adalah apakah ictus cordis tampak/ tidak, saat palpasi
diraba apakah ictus teraba/ tidak, saat diperkusi apakah
batas jantung jelas/ tidak, suara jantung saat perkusi,
dan bunyi/ irama jantung.
h) Abdomen : Data yang dikumpulkan adalah data pemeriksaan
tentang ukuran atau bentuk abdomen, dinding
abdomen, ada/ tidaknya ketegangan dinding abdomen,
ada/ tidaknya nyeri tekan abdomen, dilakukan palpasi
pada organ hati, limfa, ginjal, dan organ lainnya
apakah ada perbesaran/ tidak, saat perkusi ditentukan
batas organ dan bunyi perkusi, bising usus normal/
tidak dan berapa frekuensinya.
i) Genetalia : Apakah terpasang kateter/ tidak dan dilihat
kebersihannya.
j) Kulit : Meliputi warna kulit (pigmentasi, sianosis, icterus,
pucat,eritema, dan lain-lain), turgor, kelembaban kulit, dan
ada/ tidaknya oedema.
k) Ekstremitas : Diperiksa rentang gerak dan kekuatan otot pasien,
keseimbangan dan gaya berjalan, apakah terpasang infus/ tidak, dan
apakah ada oedema/ tidak, dan apakah ada lesi/ tidak, CRT < 2 detik.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
bronkus
2. Gangguan pertukaran gas
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake menurun
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun
Status dada,amati
normal hasilnya
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam
batas normal
Monitor adanya
penurunan berat
badan
Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
Monitor lingkungan
selama makan
Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
Monitor mual dan
muntah
Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
Monitor kalori dan
intake nuntrisi
Catat adanya edema,
hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oral.
4.Evaluasi
Evaluasi diberikan terhadap tindakan yang diberikan kepada klien. Evaluasi
yang dilakukan terdiri dari evaluasi subjektif, objektif, analisa dan planning
selanjutnya yang akan dilakukan terhadap masalah klien.
Referensi :
Brunner & Suddarth.2009.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8
vol.1.Jakarta :Salemba Medika
Kumar V., Robbin, SL. 2007. Buku Ajar Patologi : Paru dan Saluran Nafas Atas.
7thed, vol. 2. Jakarta : EGC.
Muttaqin,A.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.Jakarta : Salemba Medika.