Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

KARSINOMA BRONKOGENIK

Oleh

RAHMI KUMALA
( 417510052 )

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2018
KARSINOMA BRONKOGENIK

A. Landasan Teoritis Penyakit


1. Definisi
Karsinoma bronkogenik atau kanker paru adalah tumor ganas paru primer
yang berasal dari saluran napas atau epitel bronkus.Terjadinya kanker ditandai
dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel
jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa
pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut
metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan
menghilangnya silia (Robbin & Kumar, 2007).

Kanker paru (karsinoma bronkhogenik) adalah salah satu jenis kanker


yang ganas dan paling sering ditemui, sebagian besar kanker paru-paru berasal
dari epitel bronkus. Gejala awal kanker paru-paru biasanya tidak terlalu jelas
sehingga sering diabaikan dan ditunda pengobatannya. Penyebab kanker paru
yang paling umum adalah merokok. Perokok berat mempunyai peluang sekitar
10 kali lebih besar untuk mengalami kanker paru dibanding bukan perokok. Asap
rokok mengandung beberapa karsinogen spesifik-organ, dan merokok telah
menunjukkan adanya kaitan penyebab dengan karsinogenesis pada beberapa
bagian tubuh, termasuk laring, rongga mulut, esofagus, dan kandung kemih.

2. Etiologi
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru
belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang
bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor
lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain.
a. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling
penting, yaitu 85% dari seluruh kasus. Rokok mengandung lebih dari 4000
bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker.
Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok,
jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok,
dan lamanya berhenti merokok.
b. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif,
atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang
tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap
asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali.
c. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek.Kematian
akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan
dibandingkan dengan daerah pedesaan.Bukti statistik juga menyatakan
bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas
tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka
dengan kelas yang lebih tinggi.Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari
kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung
hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara
kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang
ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4
benzpiren.
d. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium,
nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker
paru. Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira
sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat umum.Risiko kanker paru baik
akibat kontak dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut
juga merokok.
e. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena
kanker paru.
f. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih
besar terkena penyakit ini.Penelitian sitogenik dan genetik molekuler
memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan
tumor memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru.
Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-
ras dan myc), dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb,
p53, dan CDKN2).
g. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga
dapat menjadi risiko kanker paru.Seseorang dengan penyakit paru obstruktif
kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru
ketika efek dari merokok dihilangkan.

3. Klasifikasi
Tipe dari kanker paru mencakup empat tipe histologis mayor yaitu :

a. Karsinoma sel skuamosa

Karsinoma sel skuamosa merupakan karsinoma bronkhogenik histologis yang


paling sering ditemukan. Kanker ini ditemukan pada permukaan sel epitel
bronkhus. Perubahan epitel termasuk metaplasia atau displasia terjadi akibat
kebiasaan merokok jangka panjang secara khas mendahului timbulnya tumor.
Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus dan
menonjol ke dalam bronkhi besar. Diameter tumor jarang melampaui
beberapa sentimeter dan cendrung menyebar secara langsung ke kelenjar
getah bening hilus, dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma sel skuamosa
sering kali disertai batuk dan hemoptisis akibat iritasi atau ulserasi,
pneumonia, dan pembentukan abses akibat obstruksi dan infeksi sekunder.
Karena tumor ini cenderung agak lamban dalam bermetastasis, maka
pengobatan dini dapat memperbaiki prognosis.

b. Karsinoma sel kecil

Karsinoma sel kecil seperti tipe sel skuamosa, biasanya terdapat di


tengah sekitar percabangan utama bronkhi. Tidak seperti kanker paru lain,
jenis tumor ini timbul pada sel-sel kulchitsky yang merupakan komponen
normalepitel bronkus. Secara mikroskopis, tumor ini terbentuk dari sel-sel
kecil (sekitar 2 kali ukuran limfosit) denagn inti hiperkromatik pekat dan
sedikit sitoplasma. Sel-sel ini mirip biji oat sehingga diberi nama karsinoma
sel oat. Karsinoma sel kecil memiliki waktu pembelahan yang tercepat dan
prognosis yang terburuk dibandingkan dengan semua karsinoma
bronkhogenik. Metastasis awal dapat tercapai mediastinum dan kelenjar limfe
hilus, sering pula dijumpai penyebaran hematogen ke organ-organ distal.

c. Karsinoma sel besar

Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan


berdiferensiasi sangat cepat. Karsinoma ini memiliki sitoplasma yang besar
dan bermacam-macam ukuran inti. Sel-sel ini cendrung tumbuh di jaringan
paru perifer. Sel ini juga memiliki daya tumbuh yang cepat dengan
penyebaran ekstensif ke tempat lainnya.

d. Adenokarsinoma

Adenokarsinoma memperlihatkan susunan selular mirip bronkhus dan


sering kali mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian
perifer segmen bronkhus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan
parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronis. Lesi sering kali meluas
melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium awal dan secara klinis tetap
tidak menunjukkan gejala-gejala tertentu sampai terjadi metastasis yang luas.

e. Karsinoma sel bronkhial-alveolar

Merupakan sebtipe adenokarsinoma yang jarang ditemukan dan yang


berasal dari epitel alveolar atau bronkhiolus terminalis. Awitan (onset) pada
umumnya tidak nyata dan sertai tanda-tanda yang menyerupai pneumonia.
Secara makroskopis neoplasma ini pada beberapa kasus mirip konsolidasi
uniform pneumonia. Secara mikroskopis, tampak kelompok-kelompok
alveolus yang dibatasi oleh sel-sel jernih penghasil mukus dan terdapat
banyak sputum mukoid. Prognosisnya buruk, kecuali dilakukan pembuangan
lobus yang terserang pada saat penyakit masih stadium awal. Adenokarsinoma
adalah satu-satunya tipe histologi kanker paru yang tidak belum diketahui
secara jelas berkaitan dengan kebiasaan merokok.

f.

g.

h.

i.

j.

k.

l.

m.

n.

o.
4. Manifestasi Klinis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala
klinis.Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadum lanjut.
Gejala – gejala dapat bersifat :
1. Lokal (tumor tumbuh setempat)
a. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis.
b. Hemoptisis
c. Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas
d. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru dan atelectasis
2. Invasi local :
a. Nyeri dada
b. Dyspnea karena efusi pleura
c. Invasi ke pericardium terjadi tamponade atau aritmia
d. Sindrom vena cava superior
e. Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
f. Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
g. Sindrom Pancoast, karena invasi pada pada pleksus brakialis dan saraf
simpatis servikalis.
3. Gejala Penyakit Metastasis
a. Pada otak, tulang, hati, adrenal.
b. Limfadenopati servikalis dan supraklavikula (sering menyertai
metastasis)
4. Sindrom Paraneoplastik : terdapat pada 10 persen kanker paru, dengan gejala
:
a. Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam.
b. Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
c. Hipertropi osteoartropati
d. Neurologik : dementia, ataksia, termor, neuropati perifer
e. Neuromiopati
f. Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
g. Dermatologik : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
h. Renal : syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
5. Asimtomatik dengan kelainan radiologis
a. Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi
secara radiologis
b. Kelainan berupa nodul soliter

5. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi.
 Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya
kanker paru.Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat
menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis
erosi tulang rusuk atau vertebra.
 Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium.
 Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
 Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
ventilasi.
 Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada
kanker paru).
3. Histopatologi.
 Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi
lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
 Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan
ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
 Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan
cara torakoskopi.
 Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang
terlibat.
 Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam –
macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan
sel tumor.
4. Pencitraan.
 CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.

6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Sasaran penatalaksanaan medis adalah untuk memberikan
penyembuhan, jika memungkinkan. Pengobatan tergantung pada tipe sel,
tahap penyakit, dan status fisiologi (terutama status jantung dan paru) pasien.
Secara umum, pengobatan dapat mencakup pembedahan, terapi radiasi,
kemoterapi, dan imuno terapi, yang digunakan secara terpisah atau dalam
kombinasi

1. Pembedahan
Reseksi bedah adalah metoda yang lebih dipilih untuk pasien dengan
tumor setempat tanpa adanya penyebaran metastatik dan mereka yang fungsi
jantung paru yang baik. Tiga tipe reseksi paru mungkin dilakukan : lobektomi
(satu lobus paru diangkat), lobektomi sleeve (lobus yang mengalami kanker
diangkat dan segmen bronkus besar direseksi), dan pneumonektomi
(pengangkatan seluruh paru).
Reseksi bedah yang menghasilkan penyembuhan sempurna sangat
jarang terjadi. (Biasanya pembedahan untuk kanker sel kecil paru tidak
disarankan karena tipe kanker ini berkembang dengan cepat serta cepat
bermetastasis dan sangat luas). Sayangnya, pada banyak pasien dengan kanker
bronkogenik, lesi kanker tidak dapat dioperasi pada waktu didiagnosa.
Operasi yang lazim untuk tumor paru yang kecil yang tampaknya dapat
disembuhkan adalah labektomi (pengangkatan lobus paru). Keseluruhan paru
dapat diangkat (pneumonektomi) dalam kombinasi dengan prosedur bedah
lainnya, seperti reseksi yang mencakup nodus limfe mediastinal. Sebelum
pembedahan, status jantung paru pasien harus ditentukan

2. Terapi radiasi
Terapi radiasi dapat menyembuhkan pasien dalam persentasi yang
kecil. Terapi radiasi ini sangat bermanfaat dalam pengendalian neoplasma
yang tidak dapat direseksi tetapi yang reponsif terhadap radiasi. Radiasi dapat
juga digunakan untuk mengurangi ukuran tumor untuk membuat tumor yang
tidak dapat dioperasi menjadi dapat dioperasi atau radiasi dapat digunakan
sebagai pengobatan paliatif untuk menghilangkan tekanan tumor pada struktur
vital. Terapi radiasi dapat mengendalikan metastasis medula spinalis dan
kompresi vena kava superior. Juga, iradiasi otak profilaktik digunakan pada
pasien tertentu untuk mengatasi metastasis mikroskopik ke otak. Radiasi dapat
membantu menghilangkan batuk, nyeri dada, dispnea, hemoptisis, dan nyeri
tulang, dan hepar.
Hilangnya gejala-gejala dapat berlangsung dari beberapa minggu
sampai beberapa bulan dan penting dalam meningkatkan kualitas sisa hidup
yang masih tersisa
Terapi radiasi biasanya adalah toksik bagi jaringan normal di dalam
bidang radiasi. Komplikasi radiasi termasuk esofagitis, pneumonitis, dan
radiasi fibrosis paru yang dapat merusak kapasitas ventilas dan difusi serta
secara signifikan mengurangi ketersediaan paru. Radiasi juga mempengaruhi
jantung.
Status nutrisi dan tampilan psikologis pasien dipantau sepanjang
pengobatan, sejalan dengan tanda-tanda anemia dan infeksi

3. Kemoterapi

Kemoterapi adalah penggunaan obat sitotoksik dalam pengobatan


kanker. Kemoterapi dikenal sebagai salah satu dari empat modalitas
pengobatan kanker ( pembedahan, terapi radiasi, kemoterapi,
immunoterapi ), yang memberikan penyembuhan, pengontrolan dan
peringanan sebagai tujuan terapi. Kemoterapi dapat digunakan secara terpisah
atau bersama-sama dengan modalitas lain. Pemberian kemoterapi dapat
diberikan di RS ataupun klinik dokter spesialis onkologi.
Keperawatan mempunyai tanggung jawab utama dalam perawatan
pasien yang menerima pengobatan dengan kemoterapi. Adalah penting bahwa
para perawat mengetahui tujuan pengobatan, klasifikasi obat dengan cara
kerjanya, prinsip-prinsip pertumbuhan tumor dan pembunuhan sel dan
protokol serta prosedur pemberian obat kemoterapi. Obat-obat kemoterapi
harus diberikan hanya oleh perawat yang terdidik dan trampil dalam berbagai
prosedur.

 Indikasi dan Syarat Pemberian


Kemoterapi merupakan pilihan utama untuk kanker paru karsinoma sel
kecil (KPKSK) dan beberapa tahun sebelumnya diberikan sebagai terapi
paliatif untuk kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) stage lanjut.
Tujuan pemberian kemoterapi paliatif adalah mengurangi atau menghilangkan
gejala yang diakibatkan oleh perkembangan sel kanker tersebut sehingga
diharapkan akan dapat meningkatkan kualiti hidup penderita. Tetapi akhir-
akhir ini berbagai penelitian telah memperlihatkan manfaat kemoterapi untuk
KPKBSK sebagai upaya memperbaiki prognosis, baik sebagai modaliti
tunggal maupun bersama modaliti lain, yaitu radioterapi dan/atau
pembedahan.
Indikasi pemberian kemoterapi pada kanker paru ialah:
1. Penderita kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) tanpa atau
Dengan gejala.
2. Penderita kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang
inoperabel (stage IIIB & IV), jika memenuhi syarat dapat dikombinasi
dengan radioterapi, secara konkuren, sekuensial atau alternating
kemoradioterapi.
3. Kemoterapi adjuvan yaitu kemoterapi pada penderita kanker paru jenis
karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) stage I, II dan III yang telah
dibedah.
4. Kemoterapi neoadjuvan yaitu kemoterapi pada penderita stage IIIA dan
beberapa kasus stage IIIB yang akan menjalani pembedahan. Dalam hal
ini kemoterapi merupakan bagian terapi multimodaliti.

 Cara Pemberian Obat Kemoterapi


Obat kemoterapi dapat diberikan dengan cara :
a. Oral
Tekankan pentingnya untuk mengikuti jadwal yang telah
ditentukan.
b. Subcutan dan Intramuskular
Pastikan untuk merotasi tempat penyuntikan untuk setiap dosis.

c. Topikal
Pakai sarung tangan dan pastikan untuk mencuci tangan setelah
prosedur. Hati-hati agar pasien tidak menyentuh area pemberian salep
topikal. Anjurkan pasien untuk memakai pakaian katun dan longgar.
d. Intra arterial.
Memerlukan penempatan kateter pada arteri yang dekat dengan
tumor, karena adanya tekanan arteri, berikan obat dalam larutan yang
dicampur heparin dengan mengunakan infus pump. Selama infus
pantau tanda-tanda vital, warna dan suhu ektremitas, dan kemungkinan
perdarahan pada tempat penusukan .
e. Intrakavitas
Masukkan obat kedalam kandung kemih melalui kateter dan
atau melalui selang dada ke dalam rongga pleura. Ikuti dosis
premedikasi yang telah ditentukan untuk meminimalkan kemungkinan
iritasi lokal yang disebabkan oleh obat-obat yang diberikan secara
intrakavitas.
f. Intraperitoneal.
Berikan obat dalam rongga abdomen melalui port yang
ditanam (implantable) dan atau kateter suprapubik eksternal. Pantau
pasien terhadap tekanan abdomen, nyeri, demam dan status elektrolit.
Ukur dan catat lingkar perut selama 48 jam. Hangatkan larutan infus
(dengan penghangat kering) pada suhu 38 o C sebelum pemberian.
g. Intratekal.
Obat diberikan melalui prosedur pungsi lumbal. Volume obat
yang dimasukkan adalah 15 cc atau kurang. Encerkan obat dengan
saline normal yang bebas pengawet. Obat harus disuntikkan pelan-
pelan pantau tanda vital dan keadaan umum setelah tindakan. Hanya
dokter yang boleh memberikan obat intratekal.

h. Intravena
Paling banyak digunakan. Dapat diberikan melalui kateter vena sentral
atau akses vena perifer. Metode pemberian intravena meliputi sebagai
berikut :
 Dorongan (bolus) – obat diberikan melalui spuit dengan metoda IV langsung
 Piggyback (set skunder) – obat diberikan menggunakan botol dan selang
skunder; infus primer secara bersamaan dipertahankan selama pemberian
obat.
 Sisi lengan – obat diberikan melalui spuit dan jarum ke dalam port dari infus I
V yang berjalan (mengalir bebas).
 Infus – obat ditambahkan pada volume cairan infus yang telah ditentukan ;
aliran kontinyu atau intermiten.

 Prosedur pemberian obat kemoterapi


Pencampuran obat kemoterapi mengunakan BSC ( Biological Safety
Cabinet) yang dikelola oleh instalasi farmasi. Alat tersebut mempunyai prinsip
kerja bahwa tekanan udara didalam BSC lebih negatif dari tekanan udara di
luar, sehinga jika ada percikan obat kanker tidak kembali ke arah petugas.

a. Persiapan
Sebelum diputuskan untuk dilakukan kemoterapi harus dipastikan dulu :
1. Diagnose Histopatologik diketahui.
2. Keadaan umum memenuhi persyaratan.
3. Status Performance ( Karnofsky atau ECOG )
4. Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin, gula darah, albumin, faal ginjal dan faal
hati serta EKG dalam batas normal.
5. Informed Concent
6. BB, TB, BSA.
7. Protokol pemberian obat
8. Kartu permintaan Obat
9. Form Pencampuran obat
10. Kirim kartu permintaan obat sitostatika yang sudah lengkap ke farmasi
11 Beritahu dokter apabila dokter belum tahu bahwa hari ini program kemoterapi.

b. pemberian obat kemoterapi


1. Terima pasien dari rawat inap atau rawat jalan.
2. Lakukan prosedur transfer pasien.
3. Lakukan asesmen keperawatan pada pasien untuk memastikan kondisi pasien.
4. Bila pasien dari rawat jalan, beritahu dokter , untuk dilakukan assesmen Medis.
5. Apabila kondisi pasien memenuhi syarat untuk dilakukan pemberian obat
kemoterapi, cek form pencampuran obat sitostatika yang telah dibuat oleh dokter,
pastikan semuanya terisi lengkap dan benar,
6. Serahkan Form pencampuran obat ke bagian handling obat sitostatika, dan lakukan
dobel cek.
7. Pasang infus dan alat medis yang diperlukan sesuai SPO.
8. Berikan obat anti emetic sesuai protocol.
9. Pakai APD lengkap ( Gaun, Sepatu bot, Masker, Tutup Kepala, Kacamata/ Google,
sarung tangan )
10. Terima obat Sitostatika yang telah dilakukan pencampuran oleh petugas Farmasi.
Lakukan dobel cek.
11. Berikan obat kemoterapi sesuai protocol dan SPO.
12. Pastikan kepatenan aliran infus, dan ulang setiap 2 jam atau setiap pergantian obat.
13. Monitor keadaan umum pasien, reaksi alergi dan Ekstravasasi.
14. Buka proteksi lengkap, buang alat yang disposibel pada tempat sampah sitostatika.
15. Cuci tangan memakai sabun dan bilas dengan air bersih.
16. Catat semua prosedur sesuai SPO.

Perhatian :
 Tetap ingat prinsip 6 benar yaitu : Obat, Dosis, Nama, Rute, Waktu, Pendokumentasian
 Validasi aliran infus setiap 2 jam.

 Evaluasi Pengobatan
Evaluasi hasil kemoterapi harus dilakukan untuk memutuskan apakah
kemoterapi dapat atau tidak dapat diteruskan. Jika dapat diteruskan apakah
paduan obat yang digunakan sama atau perlu diganti dengan paduan obat yang
lain. Evaluasi yang komprehensif meliputi aspek-aspek :
1. Evaluasi respons objektif dan subjektif (ukuran tumor, lama respon, dan
berat badan)
2. Evaluasi toksisiti
 Manfaat Kemoterapi
Kesan umum dikalangan penderita dan sebagian kalangan medis ialah,
bahwa kemoterapi tidak membawa perubahan, kecuali efek samping yang
berat, perburukan penyakit dan mempercepat kematian. Kesan seperti itu
mungkin didapat berdasarkan pengamatan sesaat pada satu atau beberapa
kasus. Tetapi apabila pengamatan dilakukan secara kumulatif pada sejumlah
besar kasus, maka dapat ditemukan persentase tertentu penderita yang
mendapat manfaat berupa pengurangan keluhan subjektif, gejala, perbaikan
tampilan bahkan penambahan berat badan. Perlu dilakukan pendekatan yang
berbeda pada pemberian kemoterapi paliatif. Pada pemberian paliatif respons
objektif bukan menjadi tujuan utama tetapi respons subjektif dan toksisiti obat
jadi penentu apakah kemoterapi ini masih bermanfaat jika terus diberikan.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Doenges (2000) penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu:
1) Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk
mengeluarkan sputum dengan baik.
2) Teknik relaksasi nafas dalam.
3) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
4) Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler).
5) Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari.
6) Usahakan agar pasien mandi air hangat setiap hari.
7) Hindarkan pasien dari faktor pencetus.

7. Komplikasi
 Reaksi bedah dapat mengakibatkan gagal napas terutama ketika system
jantung paru terganggu sebelum pembedahan dilakukan sebelumnya.
 Terapi radiasi dapat mengakibatkan penurunan fungsi jantung paru
 Kemoterapi, terutama dalam kombinasi dengan terapi radiasi, dapat
menyebabkan pneumonitis. Selain itu, toksisitas dan leukeumia adalah
potensial efek samping dari kemoterapi.
 Fibrosis paru, perikarditis, mielitis, dan kor pulmonal adalah sebagian dari
komplikasi yang diketahui.

8. WOC
9. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
 Identitas pasien

B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
 Identitas Pasien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan, pekerjaan klien, tanggal dan jam masuk rumah sakit,
nomor registrasi dan asuransi kesehatan.

 Keluhan utama
Keluhan utama klien dengan karsinoma bronkhogenik biasanya bervariasi
seperti keluhan batuk, batuk produktif, batuk darah, dan sesak napas.

 Riwayat penyakit saat ini


Biasanya keluhan hampir sama dengan jenis penyakit paru lainnya dan
tidak mempunyai awitan (onset) yang khas. Seringkali karsinoma ini
menyerupai pneumonitis yang tidak ditanggulangi. Batuk merupakan
gejala umum yang sering kali diabaikan oleh klien dengan bronkhitis
kronis, batuk akan timbul lebih sering dan volume sputum bertambah.

 Riwayat penyakit sebelumnya


Walaupun tidak terlalu spesifik, biasanya akan didapatkan adanya keluhan
batuk jangka panjang dan penurunan berat badan secara signifikan.
 Riwayat penyakit keluarga
Terdapat juga bukti bahawa anggota keluarga dari kliaen dengan kanker
paru beresiko lebih besar mengalami penyakit ini, walaupun masih belum
dapat dipastikan apakah hal ini benar-benar karena faktor herediter atau
karena faktor-faktor familial.

 Pengkajian Pola Fungsional Gordon


1) Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Pada pengumpulan data tentang persepsi dan pemeliharaan kesehatan
yang perlu ditanyakan adalah persepsi terhadap penyakit atau sakit,
persepsi terhadap kesehatan, penggunaan fasilitas kesehatan, persepsi
terhadap penatalaksanaan kesehatan seperti penggunaan atau
pemakaian tembakau, atau penggunaan alkohol dan sebagainya.
Pasien dengan asma bronchial menganggap penyakit yang dialaminya
diakibatkan pola hidup yang tidak sehat. Pasien dengan riwayat asma
brobkhial biasanya mencari pertolongan setelah kondisi penyakitnya
parah dan tidak mampu lagi ditolong dengan menggunakan inhaler.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Pada pola nutrisi dan metabolik yang ditanyakan adalah diet khusus
atau suplemen yang di konsumsi, instruksi diet sebelumnya, nafsu
makan, jumlah makan atau jumlah minum serta cairan yang masuk,
ada tidaknya mual-muntah, stomatitis, fluktuasi BB 6 bulan terakhir
naik/ turun, adanya kesukaran menelan, penggunaan gigi palsu atau
tidak, riwayat masalah/ penyembuhan kulit, ada tidaknya ruam,
kekeringan, kebutuhan jumlah zat gizinya, dll.
Terkadang pasien dengan asma bronkial pada saat dirawat mengalami
perubahan pola makan. Biasanya, selama sakit pasien tidak dapat
memenuhi kebutuhan nutrisi/ metaboliknya karena klien mengalami
penurunan nafsu makan diakibatkan produksi sputum, mengalami
mual-muntah, sehingga klien mengalami penurunan berat badan.
3) Pola eliminasi
Pada pola ini yang perlu ditanyakan adalah jumlah kebiasaan defekasi
perhari, ada/ tidaknya konstipasi, diare, inkontinensia, tipe ostomi
yang di alami, kebiasaan alvi, ada/tidaknya disuria, nuctoria, urgensi,
hematuri, retensi, inkontinensia, apakah menggunakan kateter
indwelling atau kateter eksternal, dll.
Pasien yang kurang mengkonsumsi makanan berserat biasanya akan
mengalami konstipasi dan pasien asma yang mengalami penurunan
kesadaran biasanya akan menggunakan kateter untuk membantu
proses eliminasi urin.
4) Pola aktivitas dan latihan
Pada pengumpulan data ini yang perlu ditanyakan adalah kemampuan
dalam menata diri antara lain seperti makan, mandi, berpakaian,
toileting, tingkat mobilitas di tempat tidur, berpindah, berjalan, dll.
Pasien dengan asma biasanya aktivitasnya akan terganggu karena
sesak nafas yang dialami dan nyeri yang dialami, biasanya pasien akan
mengeluh sesak nafas setelah melakukan aktifitas fisik yang agak
berat.
5) Kognitif dan perseptual
Pada pola ini yang ditanyakan adalah keadaan mental, cara berbicara
normal atau tidak, kemampuan berkomunikasi, kemampuan
memahami, keadekuatan alat sensori, seperti penglihatan pendengaran,
pengecapan, penghidu, persepsi nyeri, tingkat ansietas, kemampuan
fungsional kognitif. Pasien dengan asma biasanya tidak memiliki
masalah dengan pola kognitif kecuali bila pasien mengalami
penurunan kesadaran. Untuk pola perseptual, biasanya pasien akan
mengalami ansietas yang lebih tinggi disebabkan kondisi tubuhnya
yang rentan terhadap kekambuhan asma.
6) Pola istirahat dan tidur
Pengkajian pola tidur dan istirahat ini yang ditanyakan adalah jumlah
jam tidur pada malam hari, pagi hari, siang hari, merasa tenang setelah
tidur, masalah selama tidur, adanya terbangun dini, insomnia atau
mimpi buruk saat tidur. Pada pasien dengan asma bronkial biasanya
akan memiliki masalah dengan pola tidur, nafas yang sesak, batuk, dan
adanya rasa ketidaknyamanan akan mengganggu pola tidur pasien.
7) Persepsi diri dan konsep diri
Pada persepsi ini yang ditanyakan adalah persepsi tentang dirinya dari
masalah-masalah yang ada seperti perasaan kecemasan, ketakutan atau
penilaian terhadap diri mulai dari peran, ideal diri, konsep diri,
gambaran diri dan identitas tentang dirinya. Pasien dengan asma
bronchial biasanya mengalami kecemasan jika tiba-tiba asmanya
kambuh dan akan mempengaruhi klien dalam berperan dalam keluarga
atau masyarakat.
8) Pola peran dan hubungan
Pada pola yang perlu ditanyakan adalah pekerjaan, status pekerjaan,
kemampuan bekerja, hubungan dengan klien atau keluarga serta
masyarakat, kegiatan sosial yang dilakukan, dan gangguan terhadap
peran yang dilakukan. Saat asma kambuh biasanya pasien akan
mengalami gangguan terhadap peran yang dilakukan, status pekerjaan,
dan hubungan dengan masyarakat.
9) Pola seksualitas/ reproduksi
Meliputi kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh klien
dengan seksualitas, tahap dan pola reproduksi, serta masalah seksual
yang berhubungan dengan penyakiti. Jika pasien perempuan dapat
ditanyakan mengenai tanggal menstruasi, masalah yang terjadi pada
menstuasi, ada/ tidaknya sadari, dll. Pada pola reproduksi dan seksual
pada pasien yang sudah menikah biasanya akan mengalami perubahan.
10) Pola koping dan toleransi stres
Pola koping yang umum, perhatian utama tentang perawatan di rumah
sakit atau penyakit (finansial, perawatan diri), hal yang dilakukan saat
ada masalah, toleransi stress, sistem pendukung, kemampuan yang
dirasakan untuk mengendalikan dan menangani situasi, penggunaan
obat-obatan dalam menangani stress, dan keadaan emosi sehari-hari.
Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi
kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk menjalani
pengobatan yang intensif.
11) Pola keyakinan dan nilai
Nilai dan keyakinan yang perlu ditanyakan adalah agama apa dan
pantangan dalam agama selama sakit serta kebutuhan adanya
rohaniawan. Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan
menyebabkan masalah baru yang ditimbulkan akibat dari ketakutan
akan kematian dan kondisi sakit yang akan mengganggu kebiasaan
ibadahnya.

a. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran/ keadaan umum : Keadaan umum ini dapat meliputi kesan
keadaan sakit termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran
yang dapat meliputi penilaian secara kualitatif seperti compos mentis,
apatis, delirium, somnolent, sopor, dan koma.
2) Tanda-tanda vital : Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan
darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola pernapasan), dan
suhu tubuh.
3) Pemeriksaan head to toe
a) Kepala : Dapat dinilai dari bentuk dan ukuran kepala, rambut dan
kulit kepala, ubun-ubun (fontanel), wajahnya simetris
atau tidak, ada/ tidaknya pembengkakan, warna rambut,
distribusi rambut, kebersihan kulit kepala, dan ada/
tidaknya lesi.
b) Mata : Dapat dinilai apakah mata klien simetris/ tidak, palpebrae,
alis, bulu mata, konjungtiva, sclera, pupil, reflek terhadap
cahaya, dan ada/ tidaknya penggunaan alat bantu
penglihatan.
c) Hidung : Ada atau tidaknya polip dan nyeri tekan, pernapasan
cuping hidung, hidung simetris atau tidak, ada/ tidaknya
sumbatan pada hidung, terpasang oksigen atau tidak.
d) Telinga : Penilaian meliputi kebersihan liang telinga, ketajaman
pendengaran, nyeri tekan, bentuk daun telinga, dan
kesimetrisan.
e) Mulut : Ada/ tidaknya trismus (kesukaran membuka mulut), ada/
tidaknya stomatitis, mukosa bibir, kebersihan gigi, gusi,
ada/ tidaknya tanda peradangan, kebersihan lidah, dan
warna bibir.
f) Leher : Ada/ tidaknya kaku kuduk, ada/ tidaknya massa di leher,
ada/ tidaknya nyeri saat menelan, ada/ tidaknya
pembesaran kelenjar getah bening.
g) Thorak
Pengkajian khusus paru :
1) Inspeksi
Dada dikaji tentang postur bentuk, kesimetrisan serta warna
kulit, perbandingan bentuk dada anterior, posterior, dan
transversal pada bayi 1 : 1, dewasa 1 : 2 bentuk abnormal pada
kondisi tertentu :
 Pigeon chest: bentuk dada seperti burung diameter transversal
sempit, anterior posterior, membesar atau lebar, tulang sternum
menonjol ke depan. Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan
sternum dimana terjadi peningkatan diameter AP. Timbul pada
klien dengan kiposkoliosis berat.
 Funnel chest : bentuk dada diameter sternum menyempit,
anterior posterior menyempit, transversal melebar. Timbul jika
terjadi depresi dari bagian bawah dari sternum. Hal ini akan
menekan jantung dan pembuluh darah besar, yang
mengakibatkan murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia,
marfan’s syndrome atau akibat kecelakaan kerja.
 Barrel chest : bentuk dada seperti tong, diameter anterior
posterior transversal memiliki perbandingan 1:1, juga amati
kelainan tulang belakang seperti kifosis, lordosis, dan scoliosis.
Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi peningkatan
diameter AP : T (1 : 1), sering terjadi pada klien emfisema.
 Kiposkoliosis : terlihat dengan adanya elevasi scapula.
Deformitas ini akan mengganggu pergerakan paru-paru, dapat
timbul pada klien dengan osteoporosis dan kelainan
muskuloskeletal lain yang mempengaruhi thoraks.
Pada pengkajian dada dengan inspeksi juga perhatikan:
 Pemeriksaan dada dimulai dari thoraks posterior, klien pada
posisi duduk.
 Dada di observasi dengan membandingkan satu sisi dengan sisi
yang lainnya.
 Tindakan dilakukan dari atas(apex) sampai ke bawah.
 Inspeksi thoraks posterior terhadap warna kulit dan kondisinya,
skar, lesi, massa, gangguan tulang belakang seperti : kiposis,
skoliosis, dan lordosis.
 Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan
pergerakan dada.
 Frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya bernapas.
 Sifat pernapasan : pernapasan perut atau dada
 Adakah retraksi dada, jenis : retraksi ringan, sedang, dan berat
 Ekspansi paru simetris ataukah tidak
 Irama pernapasan : pernapasan cepat atau pernapasan dalam
(pernapasan kussmaul)
 Pernapasan biot : pernapasan yang ritme maupun amplitudenya
tidak teratur diselingi periode apnea
 Cheyne stokes : pernapasan dengan amplitude mula-mula kecil
makin lama makin besar kemudian mengecil lagi diselingi
periode apnea.
2) Palpasi
Palpasi dada bertujuan mengkaji kulit pada dinding dada, adanya
nyeri tekan, masa, kesimetrisan ekspansi paru dengan
menggunakan telapak tangan atau jari sehingga dapat merasakan
getaran dinding dada dengan meminta pasien mengucapkan
“tujuh-tujuh” secara berulang-ulang. Getaran yang dirasakan
disebut : vocal fremetus.
Perabaan dilakukan diseluruh permukaan dada (kiri, kanan
depan, belakang) umumnya pemeriksaan ini bersifat
membandingkan bagian mana yang lebih bergetar atau kurang
bergetar. Adanya kondisi pendataan paru akan terasa lebih
bergetar, adanya kondisi pemadatan paru akan terasa lebih
bergetar seperti pneumonia, keganasan pada pleural effusion atau
pneumathorak akan terasa kurang bergetar.
3) Perkusi
Perkusi dinding thorak dengan cara mengetuk dengan jari
tengah, tangan kanan pada jari tengah tangan kiri yang
ditempeklan erat pada dinding dada celah interkostalis. Perkusi
dinding thorak bertujuan untuk mengetahui batas jantung, paru,
serta suara jantung maupun paru. Suara paru normal yang
didapat dengan cara perkusi adalah resonan atau sonor, seperti
dug, dugm dug, redup atau kurang resonan suara perkusi
terdengar bleg, bleg, bleg. Pada kasus terjadinya konsolidasi paru
seperti pneumonia, pekak atau datar terjadi seperti pada kasus
adanya cairan rongga pleura, perkusi hepar dan jantung.
Hiperesonan/ tympani suara perkusi pada daerah berongga
terdapat banyak udara seperti lambung, pneumothorax dan
coverna paru terdengar dang, dang, dang.
 Batas paru hepar : di ICS 4 sampai ICS ke 6
 Batas atas kiri jantung ICS 2-3
 Batas atas kanan jantung :ICS 2 linea sternalis kanan
 Batas kiri bawah jantung line media clavicuralis ICS ke 5
kiri.
Suara perkusi normal:
 Resonan (sonor) : bergaung, nada rendah, dihasilkan pada
jaringan paru normal.
 Dullness : dihasilkan di atas bagian jantung atau paru.
 Timphany : musikal, dihasilkan di atas perut yang berisi
udara.
Suara perkusi abnormal :
 Hipperresonan : bergaung lebih rendah dibandingkan dengan
resonan dan timbul pada bagian paru yang abnormal berisi
udara .
 Flatness : sangat dullness dan oleh karena itu nadanya lebih
tinggi. Dapat didengar oleh perkusi daerah paha, dimana
area seluruhnya berisi jaringan.
4) Auskultasi
Auskultasi paru adalah menedengarkan suara pada dinding
thorax menggunakan stetoskope secara sistematik dari atas ke
bawah dan membandingkan kiri maupun kanan suara yang
didengar adalah :
Suara napas :
 Vesikuler : suara napas vesikuler terdengar di semua lapang
paru yang normal, bersifat halus, nada rendah. Terdengar
lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang
dari ekspirasi , ekspirasi terdengar seperti tiupan.
 Brancho vesikuler: terdengar di daerah percabangan bronchus
dan trachea sekitar sternum dari regio inter scapula maupun
ICS 1: 2. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Merupakan
gabungan dari suara napas bronchial dan vesikular. Suaranya
terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Inspirasi
sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah
thoraks dimana bronchi tertutup oleh dinding dada.
 Brochial : terdengar di daerah trachea dan suprasternal notch
bersifat kasar, nada tinggi, inspirasi lebih pendek, atau
ekspirasi. Sering disebut juga dengan “tubular sound” karena
suara ini dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa),
suaranya terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang
lembut, fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan
tidak ada henti diatara dua fase tersebut. Normal terdengar di
atas trachea atau daerah suprasternal notch.
Suara tambahan :
Pada pernapasan normal tidak ditemukan suara tambahan, jika
ditemukan suara tambahan indikasi ada kelainan,adapun suara
tambahan adalah :
 Rales/Krakles : bunyi yang dihasilkan oleh eksudat lengket
saat saluran halus pernapasan mengembang dan tidak hilang,
minta pasien batuk, sering ditemui pada pasien dengan
peradangan paru seperti TBC maupun pneumonia. Setiap fase
lebih sering terdengar saat inspirasi. Karakter suara meletup,
terpatah-patah akibat udara melewati daerah yang lembab di
alveoli atau bronchiolus. Suara seperti rambut yang digesekkan.
 Ronchi : bunyi dengan nada rendah, sangat kasar terdengar
baik inspirasi maupun ekspirasi akibat terkumpulnya secret
dalam trachea atau bronchus sering ditemui pada pasien
oedema paru, bronchitis. Terdengar selama fase inspirasi dan
ekspirasi, karakter suara terdengan perlahan, nyaring, suara
mengorok terus-menerus. Berhubungan dengan sekresi kental
dan peningkatan produksi sputum.
 Wheezing : bunyi terdengar “ngii...” yang bisa ditemukan
pada fase ekspirasi maupun ekspirasi akibat udara terjebak pada
celah yang sempit seperti oedema pada brochus, asma.
Terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara
nyaring, musical, suara terus menerus yang berhubungan
dengan aliran udara dengan melalui jalan napas yang
menyempit.
 Pleural Friction Rub : suatu bunyi terdengar kering akibat
gesekan pleura yang meradang, bunyi ini biasanya terdengar
pada akhir inspirasi atau awal ekspirasi, suara seperti gosokan
amplas. Terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara :
kasar, berciut, suara seperti gesekan akibat dari inflamasi pada
daerah pleura. Sering kali klien juga mengalami nyeri saat
bernapas dalam.
 Vocal resonansi : pemeriksaan mendengarkan dengan
stethoscope secara sistematik disemua lapang paru,
membandingkan kanan dan kiri pasien diminta mengucapkan
tujuh puluh tujuh berulang-ulang.
 Vokal resonan normal terdengar intensitas dan kualitas
sama antara kanan dan kiri.
 Bronchophoni : terdengar jelas dan lebih keras
dibandingkan sisi yang lain umumnya akibat adanya
konsolidasi.
 Pectorilequy : suara terdengar jauh dan tidak jelas
biasanya pada pasien effusion atau atelektasis.
 Egopony : suara terdengar bergema seperti hidung
tersumbat.
Paru-paru : Secara umum ditanyakan bentuk dada, keadaan paru
yang meliputi simetris apa tidaknya, pergerakan
nafas, ada/ tidaknya vocal fremitus, krepitasi serta
dapat dilihat batas pada saat perkusi didapatkan
bunyi perkusi baik itu hipersonor, sonor, timpani dan
sebagainya, adanya suara nafas normal atau
tambahan seperti ronchi ronchi basah/ ronchi kering,
wheezing, dan sebagainya.
Jantung : Pada pemeriksaan jantung yang diperiksa saat inspeksi
adalah apakah ictus cordis tampak/ tidak, saat palpasi
diraba apakah ictus teraba/ tidak, saat diperkusi apakah
batas jantung jelas/ tidak, suara jantung saat perkusi,
dan bunyi/ irama jantung.
h) Abdomen : Data yang dikumpulkan adalah data pemeriksaan
tentang ukuran atau bentuk abdomen, dinding
abdomen, ada/ tidaknya ketegangan dinding abdomen,
ada/ tidaknya nyeri tekan abdomen, dilakukan palpasi
pada organ hati, limfa, ginjal, dan organ lainnya
apakah ada perbesaran/ tidak, saat perkusi ditentukan
batas organ dan bunyi perkusi, bising usus normal/
tidak dan berapa frekuensinya.
i) Genetalia : Apakah terpasang kateter/ tidak dan dilihat
kebersihannya.
j) Kulit : Meliputi warna kulit (pigmentasi, sianosis, icterus,
pucat,eritema, dan lain-lain), turgor, kelembaban kulit, dan
ada/ tidaknya oedema.
k) Ekstremitas : Diperiksa rentang gerak dan kekuatan otot pasien,
keseimbangan dan gaya berjalan, apakah terpasang infus/ tidak, dan
apakah ada oedema/ tidak, dan apakah ada lesi/ tidak, CRT < 2 detik.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
bronkus
2. Gangguan pertukaran gas
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake menurun
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun

3. Perumusan NANDA, NOC dan NIC


NANDA NOC NIC

Ketidakefektifan  Respiratory Airway Management


bersihan jalan nafas status : Ventilation  Posisikan pasien
bd obstruksi  Respiratory untuk memaksimalkan
bronkus status : Airway patency ventilasi
 Aspiration  Identifikasi pasien
Control perlunya pemasangan alat
Kriteria Hasil : jalan nafas buatan
1. Mendemonstrasikan batuk  Pasang mayo bila perlu
efektif dan suara nafas  Lakukan fisioterapi
bersih, tidak ada sianosis dada jika perlu
dan dyspneu (mampu  Keluarkan sekret
mengeluarkan sputum, dengan batuk atau suction
mampu bernafas dengan  Auskultasi suara nafas,
mudah, tidak ada pursed catat adanya suara
lips) tambahan
2. Menunjukkan  Berikan bronkodilator
jalan nafas paten (klien tidak bila perlu
merasa tercekik, irama nafas,  Berikan pelembab udara
frekuensi nafas normal, tidak Kassa basah NaCl Lembab
ada suara nafas abnormal)  Atur intake untuk cairan
3. Mampu mengoptimalkan
mencegah factor yang dapat keseimbangan.
menghambat jalan nafas  Monitor respirasi dan
status O2

2. Gangguan  Respiratory Respiratory Monitoring


pertukaran Status : Gas exchange  Monitor rata – rata,
gas  Respiratory kedalaman, irama
Status : ventilation dan usaha respirasi
 Vital Sign  Catat pergerakan

Status dada,amati

Kriteria Hasil : kesimetrisan,

 Mendemonstrasikan penggunaan otot


tambahan, retraksi
peningkatan
otot supraclavicular
ventilasi dan
dan intercostal
oksigenasi yang
 Monitor suara nafas,
adekuat
 Memelihara seperti dengkur
 Monitor pola nafas :
kebersihan paru
bradipena, takipenia,
paru dan bebas dari
kussmaul,
tanda tanda distress
hiperventilasi,
pernafasan
 Mendemonstrasikan cheyne stokes, biot
 Catat lokasi trakea
batuk efektif dan
suara nafas yang  Monitor kelelahan
bersih, tidak ada otot diagfragma
sianosis dan (gerakan paradoksis)
dyspneu (mampu  Auskultasi suara

mengeluarkan nafas, catat area

sputum, mampu penurunan / tidak

bernafas dengan adanya ventilasi dan

mudah, tidak ada suara tambahan


 auskultasi suara paru
pursed lips)
 Tanda tanda vital setelah tindakan

dalam rentang untuk mengetahui

normal hasilnya

Nutrisi kurang dari Nutritional Status : food and Nutrition Management


kebutuhan tubuh bd Fluid Intake  Kaji adanya alergi
intake menurun Kriteria Hasil : makanan
 Kolaborasi dengan
 Adanya peningkatan
ahli gizi untuk
berat badan sesuai
menentukan jumlah
dengan tujuan
 Berat badan ideal sesuai kalori dan nutrisi
dengan tinggi badan yang dibutuhkan
 Mampu
pasien.
mengidentifikasi  Anjurkan pasien
kebutuhan nutrisi untuk meningkatkan
 Tidak ada tanda tanda
intake Fe
malnutrisi  Anjurkan pasien
 Tidak terjadi penurunan
untuk meningkatkan
berat badan yang berarti protein dan vitamin
C
 Berikan substansi
gula
 Yakinkan diet yang
dimakan
mengandung tinggi
serat untuk
mencegah konstipasi
 Berikan makanan
yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
 Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
 Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
 Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam
batas normal
 Monitor adanya
penurunan berat
badan
 Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
 Monitor lingkungan
selama makan
 Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
 Monitor mual dan
muntah
 Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
 Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan
intake nuntrisi
 Catat adanya edema,
hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oral.

4.Evaluasi
Evaluasi diberikan terhadap tindakan yang diberikan kepada klien. Evaluasi
yang dilakukan terdiri dari evaluasi subjektif, objektif, analisa dan planning
selanjutnya yang akan dilakukan terhadap masalah klien.

Referensi :
Brunner & Suddarth.2009.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8
vol.1.Jakarta :Salemba Medika

Kumar V., Robbin, SL. 2007. Buku Ajar Patologi : Paru dan Saluran Nafas Atas.
7thed, vol. 2. Jakarta : EGC.
Muttaqin,A.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai