Anda di halaman 1dari 24

TUGAS SISTEM MUSKULOSKELETAL

MAKALAH
GOUT ARTHRITIS

Disusun Oleh :

1. YOKE RHESMA V.Y (10215006)


2. FITRIAH NURUL H. (10215010)
3. SELVIANA HANIF M. (10215012)
4. WILDAN YOGA S. (10215018)
5. IIT RETNANING M. (10215023)
6. SHINTA PUTRI GITAYU. (10215026)
7. MUHAMAD ROHYAN G. (10215030)
8. DEWI CHURANY. (10215040)
9. AJENG RAHMA MIAJI. (10215047)
10. MUHAMMAD ANJAS ADI P. (10215048)
11. HARIS TIRTA KUSUMA. (10215052)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas izin dan
kuasanya kami dapat menyelesaikan tugas makalah sistem muskuloskeletal
dengan judul ”Gout Arthritis” sadar bahwa dalam penulisan ini tidak sedikit
masalah yang dihadapi, namun berkat kerja keras serta bantuan dari pihak, semua
masalah tadi bisa teratasi dengan baik. Oleh karena itu, kami banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis sadar bahwa ini jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga
dapat bermanfaat bagi pembaca, baik mahasiswa maupun masyarakat sebagai
tambahan wawasan pengetahuan.

Kediri, November 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i

Kata Pengantar ................................................................................................. ii

Daftar Isi........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 5
C. Tujuan Penulis ............................................................................... 5
D. Manfaat.......................................................................................... 6
BAB II
A. Definisi .......................................................................................... 7
B. Klasifikasi...................................................................................... 8
C. Etiologi .......................................................................................... 9
D. Patofisiologi .................................................................................. 10
E. Manifestasiklinis ........................................................................... 11
F. Pemeriksaan Diagnostik ................................................................ 12
G. Komplikasi .................................................................................... 13
H. Penatalaksanaan ............................................................................ 13
I. Pathway ......................................................................................... 14
J. Asuhan Keperawatan..................................................................... 14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 23
B. Saran .............................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
WHO mendata penderita gangguan sendi di Indonesia mencapai 81%
dari populasi, hanya 24% yang pergi ke dokter, sedangkan 71% nya
cenderung langsung mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri yang dijual
bebas. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang paling tinggi
menderita gangguan sendi jika dibandingkan dengan negara di Asia lainnya
seperti Hongkong, Malaysia, Singapura dan Taiwan. Penyakit sendi secara
nasional prevalensinya berdasarkan wawancara sebesar 30,3% dan
prevalensi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan adalah 14% (Riskesdas
2007-2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit sendi adalah umur,
jenis kelamin, genetik, obesitas dan penyakit metabolik, cedera sendi,
pekerjaan dan olah raga. (Brunner & Suddarth. 2001)
Penyakit gout arthritis merupakan salah satu penyakit degeneratif. Salah
satu tanda dari penyakit gout arthritis adalah adanya kenaikan kadar asam
urat dalam darah (hiperurisemia). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian hiperurisemia adalah jenis kelamin, IMT, asupan karbohidrat dan
asupan purin. Asupan purin merupakan faktor risiko paling kuat yang
berhubungan dengan kejadian hiperurisemia. (Setyoningsih, 2009)
Hiperurisemia yang merupakan kondisi predisposisi untuk gout arthritis,
sangat berhubungan erat dengan sindrom metabolik seperti : hipertensi,
intoleransi glukosa, dislipidemia, obesitas truncal, dan peningkatan resiko
penyakit kardiovaskular. Didapatkan bukti bahwa hiperurisemia sendiri
mungkin merupakan faktor risiko independen untuk penyakit
kardiovaskular. Insiden dan prevalensi gout arthritis di seluruh dunia
tampaknya meningkat karena berbagai alasan, termasuk yang iatrogenik.
Gout arthritis memengaruhi minimal 1% dari populasi di negara-negara
Barat dan merupakan penyakit yang paling umum bersama inflamasi pada
pria lebih tua dari 40 tahun (Andrew, 2005). Satu survei epidemiologik yang
dilakukan di Bandungan, Jawa Tengah atas kerjasama WHO COPCORD
terhadap 4.683 sampel berusia antara 15 – 45 tahun didapatkan bahwa

4
prevalensi hiperurisemia sebesar 24,3 % pada laki-laki dan 11,7% pada
wanita.(Purwaningsih, 2010)
Gejala dari gout arthritis berupa serangan nyeri sendi yang bersifat akut,
biasanya menyerang satu sendi disertai demam, kemudian keluhan membaik
dan disusul masa tanpa keluhan yang mungkin berlanjut dengan nyeri sendi
kronis. Hampir 85-90% penderita yang mengalami serangan pertama
biasanya mengenai satu persendian dan umumnya pada sendi antara ruas
tulang telapak kaki dengan jari kaki. (Yatim, 2006)
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari gout arthritis?
2. Apa klasifikasi gout arthritis?
3. Apa etiologi gout arthritis?
4. Bagaimana patofisiologi gout arthritis?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari gout arthritis?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari gout arthritis?
7. Bagaimana komplikasi dari gout arthritis?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari gout arthritis?
9. Bagaimana pathways gout arthritis?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari gout arthritis?
C. Tujuan penulis
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai
kepada pasien dengan gout arthritis
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui apa definisi dari gout arthritis
2. Untuk mengetahui apa klasifikasi gout arthritis
3. Untuk mengetahui apa etiologi gout arthritis
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari gout arthritis
5. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari gout
arthritis
6. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostik dari gout
arthritis
7. Untuk mengetahui bagaimana komplikasi dari gout arthritis

5
8. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari gout
arthritis
9. Untuk mengetahui bagaimana pathways gout arthritis
10. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari gout
arthritis

D. Manfaat
Makalah ini bermanfaat untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan
khususnya dalam bidang kesehatan terutama pada asuhan keperawan gout
arthritis.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Penyakit asam urat atau dalam dunia medis disebut penyakit gout/
penyakit pirai (arthritis pirai) adalah senyawa nitrogen yang dihasilkan dari
proses katabolisme (pemecahan) purin baik dari diet maupun dari asam
nukleat endogen (asam deoksiribonukleat DNA). Asam urat sebagian besar
dieksresi melalu ginjal dan hanya sebagian kecil melalui saluran
cerna(Syukri, 2007).
Purin adalah zat alami yang merupakan salah satu kelompok struktur kimia
pembentuk DNA dan RNA. Ada dua sumber utama purin, yaitu purin yang
diproduksi sendiri oleh tubuh dan purin yang didapatkan dari asupan
makanan. Zat purin yang diproduksi oleh tubuh jumlahnya mencapai 85%.
Untuk mencapai 100%, tubuh manusia hanya memerlukan asupan purin dari
luar tubuh (makanan) sebesar 15%. Ketika asupan purin masuk kedalam
tubuh melebihi 15%, akan terjadi penumpukan zat purin. Akibatnya, asam
urat akan ikut menumpuk. Hal ini menimbulka risiko penyakit asam urat
(Noviyanti, 2015).
Asam urat sebenarnya memiliki fungsi dalam tubuh, yaitu sebagai
antioksidan dan bermanfaat dalam regenerasi sel. Setiap peremajaan sel, kita
membutuhkan asam urat. Jika tubuh kekurangan asam urat sebagai
antioksidan maka akan banyak oksidasi atau radikal bebas yang bisa
membunuh sel-sel kita. Metabolisme tubuh secara alami menghasilkan asam
urat. Makanan yang dikonsumsi juga menghasilkan asam urat. Asam urat
menjadi masalah ketika kadar di dalam tubuh melewati batas normal.
Artritis pirai (Gout) adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena
deposisi kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi. Gout terjadi sebagai
akibat dari hiperurisemia yang berlangsung lama (asam urat serum
meningkat) disebabkan karena penumpukan purin atau eksresi asam urat
yang kurang dari ginjal. Artritis pirai adalah suatu sindrom klinis yang
mempunyai gambaran khusus, yaitu artritis akut. Artritis akut disebabkan
karena reaksi inflamasi jaringan terhadap pembentukan kristal monosodium
urat monohidrat (Arya, 2013).

7
B. Klasifikasi
Klasifikasi gout dibagi dua yaitu:
1. Gout Primer
Gout primer dipengaruhi oleh factor genetic. Terdapat produksi/sekresi
asam urat yang berlebihan dan tidak diketahui penyebabnya.

2. Gout Sekunder
Gout sekunder dapat disebabkan oleh dua hal yaitu;
a. Produksi asam urat yang berlebihan, misalnya pada:
Kelainan mieloproliferatif (polisitemia, leukemia, myeloma retikulasi)
Sindroma Lesch-Nyhan yaitu kelainan akibat defisiensi hipoxantin guanine
fosforibosil transferase yang terjadi pada anak-anak dan pada sebagian
orang dewasa Gangguan penyimpanan glikoge
Pada pengobatan anemia pernisiosa oleh karena maturasi sel
megaloblastik menstimulasi pengeluaran asam urat
b.Sekresi asam urat yang berkurang misalnya pada:
Kegagalan ginjal kronik
Pemakaian obat-obat salisilat, tiazid, beberapa macam diuretic dan
sulfonamide
Keadaan-keadaan alkoholik, asidosis laktik, hiperparatiroidisme dan pada
miksedema
c. Obesitas (kegemukan)
d. Intoksikasi (keracunan timbal)
e. Pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan baik
dimana akan ditemukan mengandung benda-benda keton (hasil buangan
metabolism lemak) dengan kadar yang tinggi. Kadar benda-benda keton
yang meninggi akana menyebabkan kadar asam urat juga ikut meninggi.

Penyakit asam urat mempunyai 4 tahapan, yaitu:


a. Tahap 1 (Tahap akut)
Pada tahap ini penderita akan mengalami serangan arthritis yang
khas untuk pertama kalinya. Serangan arthritis tersebut akan menghilang
tanpa pengobatan dalam waktu 5-7 hari. Bila dilakukan pengobatan maka
akan cepat menghilang. Karena cepat menghilang maka penderita sering

8
menduga kakinya hanya keseleo atau terkena infeksi, sehingga
tidakmenduga terkena penyakit gout arthritis dan tidak melakukan
pemeriksaan lebih lanjut. Pada pemeriksaan kadang-kadang tidak ditemukan
ciri-ciri penderita terserang penyakit gout arthritis. Ini karena serangan
pertama berlangsung secara singkat dan dapat sembuh dengan sendirinya
(self-limiting), maka penderita sering berobat ke tukang urut dan pada saat
penderita sembuh, penderita menyangka hal itu dikarenakan hasil
urutan/pijatan. Namun jika dilihat dari teori, nyeri yang diakibatkan asam
urat tidak boleh dipijat atau diurut, tanpa diobati atau diurut sekalipun
serangan pertama kali akan hilang dengan sendirinya

b. Tahap 2 (Tahap Interkritikal)


Pada tahap ini penderita dalam keadaan sehat selama rentang waktu tertentu.
Rentang waktu setiap penderita berbeda-beda. Dari rentang waktu 1-10
tahun. Namun rata-rata rentang waktunya antara 1-2 tahun. Panjangnya
rentang waktu pada tahap ini menyebabkan seseorang lupa bahwa dirinya
pernah menderita serangan gout arthritis akut .

c. Tahap 3 (Tahap Intermitten)


Setelah melewati masa Interkritikal selama bertahun-tahun tanpa gejala,
maka penderita akan memasuki tahap ini yang ditandai dengan serangan
arthritis yang khas seperti diatas. Selanjutnya penderita akan sering
mendapat serangan (kambuh) yang jarak antara serangan yang satu dengan
serangan berikutnya makin lama makin rapat dan lama serangan makin lama
makin panjang, dan jumlah sendi yang terserang makin banyak.

d. Tahap 4 (Tahap Kronik Tofaceous)


Tahap ini terjadi bila penderita telah mengalami sakit selama 10 tahun atau
lebih. Pada tahap ini akan terbentuk benjolan-benjolan disekitar sendi yang
sering meradang yang disebut dengan Thopi. Thopi ini berupa benjolan
keras yang berisi serbuk kapur yang merupakan deposit dari Kristal
monosodium urat. Thopi ini akan menyakibatkan kerusakan pada sendi dan
tulang disekitarnya.

C.Etiologi
Menurut (Ahmad, 2011) penyebab asam urat yaitu :
a. Faktor dari luar

9
Penyebab asam urat yang paling utama adalah makanan atau factor dari luar.
Asam urat dapat meningkat dengan cepat antara lain disebabkan karena
nutrisi dan konsumsi makanan dengan kadar purin tinggi.

b. Faktor dari dalam


Adapun faktor dari dalam adalah terjadinya proses penyimpangan
metabolisme yang umumnya berkaitan dengan faktor usia, dimanana usia
diatas 40 tahun atau manula beresiko besar terkena asam urat. Selain itu,
asam urat bisa disebabkan oleh penyakit darah, penyakit sumsum tulang dan
polisitemia, konsumsi obat-obatan, alkohol,obesitas, diabetes mellitus juga
bisa menyebabkan asam urat.

D.Patofisiologi
Hiperurisemia (konsentrasi asam urat dalam serum yang lebih besar
dari 7,0 mg/dl) dapat (tetapi tidak selalu) menyebabkan penumpukan kristal
monosodium urat. Serangan gout tampaknya berhubungan dengan
peningkatan atau penurunan mendadak kadar asam urat serum. Kalau kristal
urat mengendap dalam sebuah sendi, respons inflamasi akan terjadi dan
serangan gout dimulai. Dengan serangan yang berulang – ulang,
penumpukan kristal natrium urat yang dinamakan tofus akan mengendap di
bagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan dan telinga. Nefrolitiasis
urat (batu ginjal) dengan penyakit renal kronis yang terjadi sekunder akibat
penumpukan urat dapat timbul (Smeltzer, 2002).
Gambaran kristal urat dalam cairan sinovial sendi yang asimtomatik
menunjukkan bahwa faktor – faktor non-kristal mungkin berhubungan
dengan reaksi inflamasi. Kristal monosodium urat yang ditemukan tersalut
dengan imunoglobulin yang terutama berupa IgG. IgG akan meningkatkan
fagositosis kristal dan dengan demikian memperlihatkan aktivitas
imunologik (Smeltzer, 2002).
Pada keadaan normal kadar urat serum pada laki-laki mulai meningkat
setelah pubertas. Pada perempuan kadar urat tidak meningkat sampai setelah
menopause karena estrogen meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal.
Setelah menopause, kadar urat serum meningkat seperti pada laki-laki.
Ada prevalensi familial dalam penyakit gout yang mengesankan suatu dasar
genetik dari penyakit ini. Namun, ada sejumlah faktor yang agaknya
memengaruhi timbulnya penyakit ini termasuk diet, berat badan, dan gaya
hidup.
Terdapat empat tahap perjalanan klinis dari penyakit gout yang tidak
dionati. Tahap pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Nilai normal
asam urat serum pada laki-laki adalah 5,1 ± 1,0 mg/dl, dan pada perempuan
adalah 4,0 ± 1,0 mg/dl. Nilai-nilai ini meningkat sampai 9-10 mg/dl pada

10
seseorang dengan gout. Dalam tahapan ini pasien tidak menunjukan gejala-
gejala selain dari peningkatan asam urat serum. Hanya 20% dari pasien
hiperurisemia asimtomatik yang berlanjut menjadi serangan gout akut.
Tahap kedua adalah artritis gout akut. Pada tahap ini terjadi awitan
mendadak pembengkakan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi
ibu jari kaki dan sendi metatarsofalangeal. Artritis bersifat monoartikular
dan menunjukkan tanda-tanda peradangan lokal. Mungkin terdapat demam
dan peningkatan jumlah leukosit. Serangan dapat dipicu oleh pembedahan,
trauma, obat-obatan (diuretik), alkohol, atu stres emosional. Tahap ini
biasanya mendorong pasien untuk mencari pengobatan segera. Sendi-sendi
lainnya juga dapat terserang, termasuk sendi jari-jari tangan, lutut, mata
kaki, pergelangan tangan, dan siku. Serangan gout akut biasanya pulih tanpa
pengobatan, tetapi dapat memakan waktu 10-14 hari.
Tahap ketiga setelah serangan gout akut, adalah tahap interktiris. Tidak
dapat gejala-gejala pada masa ini, yang dapat berlangsung dari beberapa
bulan sampai tahun. Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang
dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.
Tahap keempat adalah tahap gout kronik, dengan timbunan asam urat yang
terus bertambah dalam beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai.
Peradangan kronik akibat kristal-kristal asam urat mengakibatkan nyeri,
sakit, dan kaku, pembesaran dan penonjolan sendi yang bengkak. Serangan
akut artritis gout dapat terjadi dalam tahap ini.
Gout dapat merusak ginjal, sehingga ekskresi asam urat akan bertambah
buruk. Kristal-kristal asam urat dapat terbentuk dalam interstitum medula,
papila, dan piramid, sehingga timbul proteinuria dan hipertensi ringan. Batu
ginjal asma urat juga dapat terbentuk sebagai akibat sekunder dari gout.
Batu biasanya berukuran kecil, bulat, dan tidak terlihat pada pemeriksaan
radiografi (Kowalak, 2002).

E.Manifestasi
Gejala klinis dari gout athritist meliputi :
Akut
Serangan awal gout berupa nyeri yang berat, bengkak dan berlangsung
cepat, lebih sering di jumpai pada ibu jari kaki dan biasanya bersifat
monoartikular. Ada kalanya serangannyeri di sertai kelelahan, sakit kepala
dan demam ( Junaidi, 2006 dalam Dianati, 2015).
Serangan akut ini dilukiskan sebagai sembuh beberapa hari sampai beberapa
minggu, bila tidak terobati, rekuren yang multipel, interval antara serangan
singkat dan dapat mengenai beberapa sendi (Tehupeiory, 2006 dalam
Widyanto, 2014 ). Ketika serangan artritis gout terjadi eritema yang luas di
sekitar area sendi yang terkena dapat terjadi. Meskipun serangan bersifat
sangat nyeri biasanya dapat sembuh sendiri dan hanya beberapa hari.

11
Setelah serangan terdapat interval waktu yang sifatnya asimptomatik dan
disebut juga stadium interkritikal (Sunkureddi et al, 2006 dalam Widyanto,
2014).

b. Interkritikal
Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode
interkritikal asimtomatik. Secara klinik tidak dapat ditemukan tanda-tanda
radang akut ( Junaidi, 2006 dalam Dianati, 2015). namun pada aspirasi sendi
ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan tetap
berlanjut, walaupun tanpa keluhan. Keadaan ini dapat terjadi satu atau
beberapa kali pertahun, atau dapat sampai 10 tahun tanpa serangan akut.
Apabila tanpa penanganan yang baik dan pengaturan asam urat yang tidak
benar, maka dapat timbul serangan akut lebih sering yang dapat mengenai
beberapa sendi dan biasanya lebih berat (Tehupeiory, 2006 dalam
Widyanto, 2014).

c. Kronis
Pada gout kronis terjadi penumpukan tofi (monosodium urat) dalamjaringan
yaitu di telinga, pangkal jari dan ibu jari kaki ( Junaidi, 2006 dalam Dianati,
2015). Tofus terbentuk pada masa artritis gout
kronis akibat insolubilitas relatif asam urat. Awitan dan ukuran tofus secara
proporsional mungkin berkaitan dengan
kadar asam urat serum. Bursa olekranon, tendon achilles, permukaan
ekstensor lengan bawah, bursa infrapatelar, dan
heliks telinga adalah tempat-tempat yang sering dihinggapi tofus. Secara
klinis tofus ini mungkin sulit dibedakan dengan nodul rematik. Pada masa
kini tofus jarang terlihat dan akan menghilang dengan terapi yang tepat
(Carter, 2006 dalam Widyanto 2014).

F.Pemeriksaan penunjang / Diagnostik


Pemeriksaan yang paling utama untuk gout arthritis yaitu pemeriksaan
cairan sinovial. Pada pemeriksaan ini menunjukkan adanya kristal
monosodium urate (MSU). Identifikasi kristal MSU dianggap sebagai
standar emas untuk diagnosis (Saigal & Abhishek, 2015) . Diagnosis dapat
dikonfirmasi melalui aspirasi persendian yang mengalami inflamasi akut
atau dicurigai topus (Sholikah, 2014).

Diagnosis artritis gout dilakukan sesuai dengan kriteria dari The American
College of Rheumatology (ACR) yaitu

12
terdapat kristal urat dalam cairan sendi atau tofus dan/atau bila ditemukan 6
dari 12 kriteria yaitu, Inflamasi maksimum pada hari pertama, serangan akut
lebih dari satu kali, artritis monoartikuler, sendi yang terkena berwarna
kemerahan, pembengkakan dan nyeri pada sendi metatarsofalangeal,
serangan pada sendi metatarsofalangeal unilateral, adanya tofus,
hiperurisemia (kadar asam urat dalam darah lebih dari 7,5 mg/dl) , pada foto
sinar-X tampak pembengkakan sendi asimetris dan kista subkortikal tanpa
erosi, dan kultur bakteri cairan sendi negatif (Widyanto, 2014)

G. Komplikasi
Menurut Rotschild (2013), komplikasi dari artritis gout meliputi severe
degenerative arthritis, infeksi sekunder, batu ginjal dan fraktur pada sendi.
Sitokin, kemokin, protease, dan oksidan yang berperan dalam proses
inflamasi akut juga berperan pada proses inflamasi kronis sehingga
menyebabkan sinovitis kronis, dekstruksi kartilago, dan erosi tulang.
Artritis gout telah lama diasosiasikan dengan peningkatan resiko terjadinya
batu ginjal. Penderita dengan artritis gout membentuk batu ginjal karena
urin memilki pH rendah yang mendukung terjadinya asam urat yang tidak
terlarut (Liebman et al, 2007). Terdapat tiga hal yang signifikan kelainan
pada urin yang digambarkan pada penderita dengan uric acid nephrolithiasis
yaitu hiperurikosuria (disebabkan karena peningkatan kandungan asam urat
dalam urin), rendahnya pH (yang mana menurunkan kelarutan asam urat),
dan rendahnya volume urin (menyebabkan peningkatan konsentrasi asam
urat pada urin) (Sakhaee dan Maalouf, 2008).

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan keperawatan adalah kombinasi pengistirahatan sendi dan


terapi makanan/diet.
Pengistirahatan sendi meliputi pasien harus disuruh umtuk meninggikan
bagian yang sakit untuk menghindari penahanan beban dan tekanan yang
berasal dari alas tempat tidur dan memberikan kompres dingin untuk
mengurangi rasa sakit.
Terapi makanan mencakup pembatasan makanan dengan kandungan purin
yang tinggi, alkohol serta pengaturan berat badan. Perawat harus mendorong
pasien untuk minum 3 liter cairan setiap hari untuk menghindari
pembentukan calculi ginjal dan perintahkan untuk menghindari salisilat.
Pola diet yang harus diperhatikan adalah :
1. Golongan A ( 150 - 1000 mg purin/ 100g ) :
Hati, ginjal, otak, jantung, paru, lain-lain jerohan, udang, remis, kerang,
sardin, herring, ekstrak daging, ragi (tape), alkohol, makanan dalam kaleng

13
2. Golongan B ( 50 - 100 mg purin/ 100g ) :
Ikan yang tidak termasuk gol.A, daging sapi, kacang-kacangan kering,
kembang kol, bayam, asparagus, buncis, jamur, daun singkong, daun
pepaya, kangkung
3. Golongan C ( < 50mg purin/ 100g ) :
Keju, susu, telur, sayuran lain, buah-buahan
4. Bahan makanan yang diperbolehkan :
a. Semua bahan makanan sumber karbohidrat, kecuali havermout
(dalam jumlah terbatas)
b. Semua jenis buah-buahan
c. Semua jenis minuman, kecuali yang mengandung alkohol
d. Semua macam bumbu
5. Bila kadar asam urat darah >7mg/dL dilarang mengkonsumsi bahan
makanan gol.A, sedangkan konsumsi gol.B dibatasi
6. Batasi konsumsi lemak
7. Banyak minum air putih
Obat – obat penurun kadar asam urat terdiri dari :
a. Kelompok urikosurik yaitu probenesid, sulfinpirazon, bensbromaron,
azapropazon
b. Kelompok xanthine oxydase yaitu : allopurinol.
(Pudiyono, 2011).

I. Pathway

J. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama, umur (sekitar 50 th), alamat, agama, jenis kelamin (biasanya
95% penderita gout adalah pria), dll.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya klien merasakan nyeri yang luar biasa pada sendi ibu
jari kaki (sendi lain).

14
c. Riwayat Penyakit Sekarang
1) P (Provokatif) : Kaji penyebab nyeri.
2) Q (Quality) : Kaji seberapa sering nyeri yang dirasakan klien.
3) R (Region) : Kaji bagian persendian yang terasa nyeri (biasanya
pada pangkal ibu jari).
4) S (Saverity) : Apakah mengganggu aktivitas motorik ?
5) T (Time) : Kaji kapan keluhan nyeri dirasakan ? (Biasanya
terjadi pada malam hari).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang
mendukung terjadinya gout (misalnya penyakit gagal ginjal kronis,
leukemia, hiperparatiroidisme). Masalah lain yang perlu ditanyakan
adalah pernakah klien dirawat dengan masalah yang sama. Kaji adanya
pemakaian alkohol yang berlebihan, penggunaan obat diuretic.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan apakah pernah ada anggota keluarga klien yang menderita
penyakit yang sama seperti yang diderita klien sekarang ini.
f. Pengkajian Psikososial dan Spiritual
- Psikologi : Biasanya klien mengalami peningkatan stress.
- Sosial : Cenderung menarik diri dari lingkungan.
- Spiritual : Kaji apa agama pasien, bagaimana pasien menjalankan
ibadah menurut agamanya.
g. Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
1) Kebutuhan nutrisi
- Makan : Kaji frekuensi, jenis, komposisi (pantangan
makanan kaya protein).
- Minum : Kaji frekuensi, jenis (pantangan alkohol).
2) Kebutuhan eliminasi
- BAK : Kaji frekuensi, jumlah, warna, bau.
- BAB : Kaji frekuensi, jumlah, warna, bau.
3) Kebutuhan aktivitas
Biasanya klien kurang / tidak dapat melaksanakan aktivitas sehari-
hari secara mandiri akibat nyeri dan pembengkakan.
h. Pemeriksaan Fisik

15
1) Keadaan umum :
- Tingkat kesadaran
- GCS
- TTV
2) Peningkatan penginderaan
a) Sistem integumen
Kulit tampak merah atau keunguan, kencang, licin, serta teraba
hangat.
b) Sistem penginderaan
- Mata : Kaji penglihatan, bentuk, visus, warna sklera,
gerakan bola mata.
- Hidung : Kaji bentuk hidung, terdapat gangguan penciuman
atau tidak.
- Telinga : Kaji pendengaran, terdapat gangguan pendengaran
atau tidak, biasanya terdapat tofi pada telinga.
c) Sistem kardiovaskuler
- Inspeksi : Apakah ada pembesaran vena jugularis.
- Palpasi : Kaji frekuensi nadi (takhikardi).
- Auskultasi : Apakah suara jantung normal S1 + S2 tunggal /
ada suara tambahan.
d) Sistem penceranaan
- Inspeksi : Kaji bentuk abdomen, ada tidaknya pembesaran
pada abdomen.
- Palpasi : Apakah ada nyeri tekan pada abdomen.
- Perkusi : Apakah kembung / tidak.
- Auskultasi : Apakah ada peningkatan bising usus.
e) Sistem muskuluskeletal
Biasanya terjadi pembengkakan yang mendadak (pada ibu jari)
dan nyeri yang luar biasa serta juga dapat terbentuk kristal di
sendi-sendi perifer, deformitas (pembesaran sendi).
f) Sistem perkemihan
Hampir 20% penderita gout memiliki batu ginjal.
i. Pemeriksaan Diagnostik

16
Gambaran radiologis pada stadium dini terlihat perubahan yang berarti
dan mungkin terlihat osteoporosis yang ringan. Pada kasus lebih lanjut,
terlihat erosi tulang seperti lubang-lubang kecil ( punch out ).

2. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b.d adanya penekanan pada saraf


2. Hambatan mobilitas fisik b.d kelemahan otot
3. Resiko infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh
4. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d kesemutan
5. Gangguan pola tidur b.d nyeri pada malam hari
6. Gangguan citra tubuh b.d deformitas pada kaki
7. Resiko kerusakan integritas kulit b.d penipisan pada kulit
8. Defisit pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang gout arthritis

3. Intervensi Keperawatan

Tujuan & Kriteria


No. Dx Intervensi Rasional
Hasil
1. Nyeri akut b.d Tujuan : 1. Lakukan 1. Berguna dalam
adanya Setelah dilakukan pengkajian nyeri pengawasan
penekanan tindakan secara keefektifan obat,
pada saraf keperawatan selama komprehensif upaya evaluasi
2x24 jam diharapkan termasuk lokasi, medik dan
nyeri karateristik, durasi, intervensi.
berkurang/teratasi. frekuensi. 2. Dapat membantu
2. Observasi TTV, mengevaluasi
Kriteria hasil : perhatikan pernyataan verbal
1. Klien petunjuk dan keefektifan
mengungkapkan nonverbal. intervensi.
nyeri berkurang. 3. Berikan 3. Meningkatkan
2. Ekspresi wajah lingkungan yang istirahat.
tenang. tenang dan kurangi 4. Menghilangkan
3. Skala nyeri 0-3. rangsangan stres. nyeri.
4. Kolaborasi
pemberian

17
analgetik sesuai
indikasi.
2. Hambatan Tujuan : 1. Bantu dengan 1. Meningkatkan
mobilitas fisik Setelah dilakukan rentang gerak aktif kekuatan otot.
b.d kelemahan tindakan / inflamasi. 2. Menghindari
otot keperawatan selama 2. Bantu klien untuk cedera akibat
3x24 jam menggunakan kecelakaan atau
diharapkanklien ma tongkat saat jatuh.
mpu melaksanakan berjalan. 3. Istirahat yang
aktivitas fisik sesuai 3. Pertahankan cukup untuk
dengan istirahat tirah mencegah
kemampuannya. baring/duduk jika terjadinya
diperlukan. kelelahan dan
Kriteria hasil : mempertahankan
1. Klien dapat kekuatan otot.
meningkatkan
aktivitas fisik.
2. Mengerti tujuan
dari peningkatan
mobilitas.
3. Resiko infeksi Tujuan : 1. Cuci tangan setiap 1. Menurunkan
b.d penurunan Setelah dilakukan sebelum dan resiko
daya tahan tindakan sesudah tindakan kontaminasi
tubuh keperawatan 3x24 keperawatan. silang.
jam diharapkan 2. Pantau dan batasi 2. Menurunkan
infeksi tidak terjadi pengunjung. resiko klien
3. Observasi suhu terkena infeksi
Kriteria hasil : secara teratur dan sekunder dan
1. TTV dalam batas tanda-tanda klinis mengontrol
normal. dari infeksi. penyebaran
2. Pasien bebas dari 4. Berikan antibiotika sumber infeksi.
tanda dan gejala sesuai indikasi. 3. Deteksi dini
infeksi. tanda-tanda

18
infeksi.
4. Obat yang dipilih
tergantung tipe
infeksi dan
sensitivitas
individu.
4. Gangguan rasa Tujuan : 1. Kaji skala, 1. Mengidentifikasi
nyaman (nyeri) Setelah dilakukan karakteristik dan nyeri akibat
b.d kesemutan. tindakan lokasi nyeri yang gangguan lain.
keperawatan selama dialami klien 2. Dapat
2x24 jam diharapkan sesuai dengan mendeskripsikan
nyeri pasien PQRST. tingkat nyeri
berkurang/teratasi. 2. Catat petunjuk yang dirasakan.
nonverbal seperti 3. Mengurangi
Kriteria hasil : gelisah, menolak sensasi nyeri.
1. Klien dapat untuk bergerak,
mengontrol berhati-hati saat
gejala. beraktivitas dan
2. Status lingkungan meringis.
yang nyaman . 3. Ajarkan pasien
3. Klien dapat untuk memulai
menggunakan posisi yang
posisi yang nyaman atau
nyaman. tekhnik relaksasi.
5. Gangguan pola Tujuan : 1. Lakukan 1. Memberikan
tidur b.d nyeri Setelah dilakukan pengkajian informasi dasar
pada malam tindakan masalah gangguan dalam
hari keperawatan selama tidur klien, menentukan
2x24 jam kebutuhan krakteristik, intervensi
istirahati tidur dapat penyebab keperawatan.
terpenuhi. gangguan tidur. 2. Meningkatkan
2. Siapkan tempat kenyamanan saat
Kriteria hasil : tidur, batal dan tidur.

19
1. Jumlah jam tidur selimut yang 3. Kafein
dalam batas nyaman dan bersih. menghilangkan
normal 6 – 8 3. Hindari minuman rasa ngantuk.
jam/hari. yang mengandung
2. Pola tidur, kafein menjelang
kualitas tidur tidur.
dalam batas
normal.
6. Gangguan citra Tujuan : 1. Kaji psikososial 1. Terdapat
tubuh b.d Setelah dilakukan perkembangan hubungan antara
deformitas tindakan klien. psikososial
pada kaki keperawatan selama 2. Lakukan perkembangan,
2x24 jam diharapkan pendekatan dan citra diri, reaksi,
tidak terjadi bina hubungan serta
gangguan citra saling percaya. pemahaman
tubuh. 3. Berikan klien terhadap
kesempatan kondisi saat ini.
Kriteria hasil : kepada klien untuk 2. Menumbuhkan
1. Body image mengungkapkan rasa saling
positif. tentang perubahan percaya antara
2. Mampu citra tubuh. perawat dan
mengidentifikasi 4. Dukung upaya pasien.
kekuatan klien untuk 3. Klien
personal. memperbaiki citra memerlukan
3. Mendiskripsikan diri. pengalaman
secara faktual untuk
perubahan fungsi didengarkan dan
tubuh. dipahami.
4. Meningkatkan
penerimaan
klien terhadap
dirinya.
7. Resiko Tujuan : 1. Monitor 1. Memonitor

20
kerusakan Setelah dilakukan karakteristik luka, karakteristik luka
integritas kulit tindakan meliputi warna, dapat membantu
b.d penipisan keperawatan selama ukuran, bau dan perawat dalam
pada kulit 3x24 jam diharapkan pengeluaran pada menentukan
tidak terjadinya luka. perawatan luka
gangguan integritas 2. Pantau dan penangan
kulit. perkembangan yang sesuai untuk
kerusakan kulit pasien.
Kriteria hasil : klien setiap hari. 2. Mengevaluasi
1. Mempertahankan 3. Pertahankan teknik status kerusakan
integritas kulit steril dalam kulit sehingga
yang baik. perawatan luka dapat
2. Perfusi jaringan pasien. memberikan
yang baik . 4. Anjurkan pasien intervensi yang
untuk tepat.
menggunakan 3. Perawatan luka
pakaian yang dengan tetap
longgar. menjaga
5. Berikan salep atau kesterilan dapat
pelumas. menghindarkan
pasien dari
infeksi.
4. Mencegah iritasi
yang lebih parah
5. Mencegah
kerusakan kulit.
8. Defisit Tujuan : 1. Kaji kemampuan 1. Mengetahui
pengetahuan Setelah dilakukan pasien dalam respon dan
b.d kurangnya tindakan mengungkapkan kemampuan
informasi keperawatan selama instruksi yang kognitif klien
tentang gout beberapa hari defisit diberikan oleh dalam menerima
arthritis pengetahuan klien dokter atau informasi.
beragsur-angsur perawat. 2. Memberikan

21
teratasi. 2. Bantu pasien struktur dan
dalam mengurangi
Kriteria hasil : merencanakan kecemasan pada
1. Pasien dapat program latihan waktu menangani
menyatakan dan istirahat yang proses penyakit.
pemahaman teratur. 3. Memberikan
tentang penyakit, 3. Jelaskan pada pengetahuan
kondisi dan pasien tentang asal pasien sehingga
program mula penyakit. pasien dapat
pengobatan. menghindari
2. Pasien mampu terjadinya
menjelaskan serangan
prosedur yang berulang.
telah dijelaskan.

22
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Asam urat adalah hasil akhir dari katabolisme (pemecahan) purin. Purin
adalah salah satu kelompok struktur kimia pembentuk DNA. Asam urat
dikeluarkan dalam tubuh melalui feses (kotoran) dan urin, tetapi karena
ginjal tidak mampu mengeluarkan asam urat yang ada menyebabkan
kadarnya meningkat dalam tubuh. Hal lain yang dapat meningkatkan kadar
asam urat adalah kita terlalu banyak mengkonsumsi bahan makanan yang
mengandung banyak purin. Asam urat yang berlebih selanjutnya akan
terkumpul pada persendian sehingga menyebabkan rasa nyeri atau bengkak.
Gejala Asam Urat seperti ; kesemutan dan linu, nyeri terutama malam hari
atau pagi hari saat bangun tidur, sendi yang terkena asam urat terlihat
bengkak, kemerahan, panas dan nyeri luar biasa pada malam dan pagi.
Saran
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat dalam melakukan asuhan
keperawatan, perawat mengetahui atau mengerti tentang rencana
keperawatan pada pasien dengan got, pendokumentasian harus jelas dan
dapat menjalin hubungan yang baik dengan klien dan keluarga. Dalam
rangka mengatasi masalah resiko injuri pada klien dengan gout maka tugas
perawat yang utama adalah sering mengobservasi akan kebutuhan klien
yang mengalami gout.

23
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Bedah Medikal Bedah. Vol 3. Penerbit
Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
Noviyanti. 2015. Hidup Sehat Tanpa Asam Urat. Yogyakarta: Notebook.

Syukri M. 2007. Asam Urat dan Hiperuresemia. Majalah Kedokteran


NusantaraVolume 40 No. 1 Maret 2007.

Arya, RK & Jain, V. 2013. Osteoarthritis of the Knee Joint. Journal Indian
Academy of Clinical Medicine. Vol 14. No 2. Page 154-162.

Ahmad, N. (2011). Cara Mencegah Dan Mengobati Asam Urat. Jakarta


: Rineka Cipta

Liebman et al. 2007, Urid Acid Nephrolithiasis, Current Rheumatology Reports,


Vol. 9, No. 3, pp. 251-257

Rotschild, BM 2013, Gout and Pseudogout, Emedicine Medscape,

Sakhaee K, Maalouf NM 2008, Metabolic Syndrome and Uric Acid


Nephrolithiasis, Seminars in Nephrology, Vol.28, No. 2, pp. 174-180

Saigal, Renu & Abhishek Agrawal. 2015. Pathogenesis and Clinical Management
of Gouty Arthrhitis. Journal of The Association of Physicians of India Vol.
63 December 2015 :56-63.
Dianati, Nur Amalia. 2015. GOUT AND HYPERURICEMIA. J MAJORITY Vol.
4 No. 3 Januari 2015 : 82-89.
Sholihah, Fatwa Maratus. 2014. DIAGNOSIS AND TREATMENT GOUT
ARTHRITIS. J MAJORITY Vol. 3 No. 7 Desember 2014 : 39-45.
Widyanto, Fandi Wahyu. 2014. ARTRITIS GOUT DAN PERKEMBANGANNYA.
Jurnal bidang kedokteran dan kesehatan Saintika Medika Vol. 10 No. 2
Desember 2014 : 145-152.

24

Anda mungkin juga menyukai