Anda di halaman 1dari 27

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH MALANG

RUMAH SAKIT TNI AD 05.08.04 LAWANG

PANDUAN MANAJEMEN NYERI


RUMAH SAKIT TNI AD 05.08.04 LAWANG

DISAHKAN DENGAN KEPUTUSAN KEPALA RUMAH SAKIT TNI AD 05.08.04


LAWANG
NOMOR KEP/ / I / 2017 TANGGAL - 01 – 2017
BAB I
DEFINISI

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional akibat adanya


kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik
dan emosional yang merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan.

Berdasarkan onsetnya, nyeri dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

 Nyeri akut : nyeri dengan onset segera dan durasi terbatas.


 Nyeri kronis : nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama, lebih
dari 6 minggu.
Berdasarkan derajatnya, nyeri dikelompokkan menjadi 3 yaitu :

 Nyeri ringan : sedikit mengganggu aktifitas sehari - hari ( sistem


skala 1 – 3 )
 Nyeri sedang : gangguan nyata pada aktifitas sehari - hari ( sistem
skala 4 - 6)
 Nyeri berat : tidak dapat melakukan aktifitas sehari - hari ( sistem
skala 7 - 10)
Catatan skala 0 : tidak ada nyeri
BAB II
RUANG LINGKUP

Semua pasien di RS TNI AD 05.08.04 Lawang baik pasien rawat jalan maupun
rawat inap.
BAB III

TATA LAKSANA

Semua pasien yang masuk di RS TNI AD 05.08.04 Lawang dilakukan skrining


terhadap nyeri mulai dari pasien masuk Rawat Jalan , IGD maupun Rawat
Inap. Skrining dilakukan oleh perawat IGD, perawat poli maupun perawat rawat
inap dengan cara:

1. ANAMNESIS

a. Riwayat penyakit sekarang

b. Pengkajian dilakukan berdasarkan P, Q, R, S, T yaitu :

- P(Provocating/Palliatimg) : Faktor yang menjadi


pencetus/yang memperberat dan yang meredakan nyeri.
- Q (Quality) : Bagaimana rasa nyerinya (tajam,
tertusuk, terbakar)
- R (Radiation/Region) : Melacak daerah nyeri dari titik yang
paling Nyeri, apakah nyerinya menyebar?
- S (Severity) : Keparahan atau intensitas
nyeri Menggunakan (Numeric Rating Scale, Wong Baker Face,
FLACC,NIPS,CPOT)
- T (Time/On set) : Waktu atau lama serangan atau
frekuensi nyeri
c. Riwayat pembedahan/penyakit dahulu

d. Riwayat psiko-sosial

 Riwayat pola hidup dan aktifitas pasien sehari-hari


 Masalah psikiatri (misalnya depresi, cemas, ide ingin bunuh
diri)
e. Obat-obatan dan alergi
Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi
nyeri
f. Riwayat keluarga
Evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetik.
2. ASESMEN NYERI

Asesmen nyeri RS TNI AD 05.08.04 Lawang menggunakan 5 (lima) cara


yaitu :

a. Numeric Rating Scale digunakan untuk pasien dewasa dan anak


yang usianya lebih 3 tahun yang sudah mengenal angka

Instruksi : pasien ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan


dan dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.

i. 0 = tidak nyeri
ii. 1–3 = nyeri ringan ( sedikit mengganggu aktivitas sehari –
hari )
iii. 4–6 = nyeri sedang ( gangguan nyata terhadap aktivitas
sehari – hari )
iv. 7 – 10 = nyeri berat ( tidak dapat melakukan aktivitas sehari
– hari )

Numeric Rating Scale3

b. Wong Baker Faces Pain Scale digunakan untuk pasien (dewasa dan
anak lebih 3 tahun) yang tidak dapat menggambarkan intensitas
nyerinya dengan angka.

Instruksi : pasien ditanyai mengenai intensitas nyeri yang dirasakan


dengan memilih gambar yang menggambarkan derajat nyerinya.

0 = ekspresi rilek, tidak merasa nyeri sama sekali


2 = sedikit nyeri
4 = cukup nyeri
6 = lumayan nyeri
8 = sangat nyeri
10 = amat sangat nyeri (tak tertahankan)
Keterangan GAMBAR WONG BAKER :

Dikatakan nyeri ringan (skala nyeri 1-3) apabila : hasil


pengkajian menunjukkangambar 2 dan 4.

Dikatakan nyeri Sedang (skala nyeri 4-6) apabila : hasil


pengkajian menunjukkan gambar 6.

Dikatakan nyeri Berat (skala nyeri 7-10 ) apabila: hasil


pengkajian menunjukkan gambar 8 dan 10.

Wong Baker Faces Pain Scale

b. FLACC Behavioral Pain Scale digunakan pada bayi, anak


usia 1- 3 tahun, Cara menilai : petugas mengobservasi wajah,
kaki, aktifitas, tangisan, dan kenyamanan pasien kemudian
menskor dan menjumlahkannya.

Skor dari kelima item dijumlahkan

Nilai 1 - 3 termasuk nyeri ringan

Nilai 4 - 6 termasuk nyeri sedang

Nilai 7 - 10 termasuk nyeri berat


FLACC Behavioral Pain Scale
Kategori Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
Smile/ceria (tidak Perubahan Ekspresi wajah
Face ada ekspresi ekspresi/sedih, stress, dagu
sedih) sesekali mengatup rapat,
menyeringai/merin gemetar
gis
Legs Normal Sulit, tegang, kaku Menendang-
posisi/rileks nendang, tidak
kooperatif

Activity Tiduran normal, Posisi tidak Tidak kooperatif


posisi nyaman, nyaman,
pindah posisi (menggeliat,
geser,ke belakang
dan ke
depan,kaku)
Cry Tidak menangis Merengek,sesekali Melenguh, sering
saat bangun menangis/nampak menangis,

tidur/sadar tidak nyaman, komplain, suara


merintih tidak jelas berteriak
Consola Perasaan nampak rileks bila Sangat sulit untuk
bility nyaman dan disentuh / nyeri menjadi nyaman
(emosion relaksasi berkurang dengan
al) sentuhan /
masage
c. NIPS (Neonatal Infant Pain Score)
Digunakan pada bayi 0-1 tahun
Cara menilai : petugas mengobservasi ekspresi wajah,
tangisan, pola nafas, tangan, kaki, dan kesadaran kemudian
menskor dan menjumlahkan.
NO KATEGORI SKOR
1 EKSPRESI WAJAH
 Otot wajah relax, ekspresi neutral 0
 Otot wajah tegang, alis berkerut, 1
rahang dagu mengunci
2 TANGISAN
 Tenang, tidak menangis 0
 mengerang, sebentar-sebentar 1
menangis
 Terus menerus menangis, menangis 2
kencang, melengking,
(Note: menangis diam dapat
dimasukan dalam skor ini jika bayi
terintubasi dengan dasar
penilaiannya pergerakan mulut dan
wajah.
3 POLA NAPAS
 Relax, napas reguler 0
 Pola napas berubah: tidak teratur, 1
lebih cepat dari biasanya, tersedak,
menahan napas
4 TANGAN
 Relax, otot-otot tangan tidak kaku, 0
kadang-kadang tangan bergerak
tidak beraturan
 Flexi/extensi yang kaku, meluruskan 1
tangan tapi dengan cepat melakukan
fleksi/ekstensi yang kaku
5 KAKI
 Relax, otot-otot kaki tidak kaku, 0
kadang-kadang kaki bergerak tidak
beraturan
 Flexi/extensi yang kaku, 1
meluruskan kaki tapi dengan cepat
melakukan fleksi/ekstensi yang kaku
6 KESADARAN
 Tidur pulas/cepat bangun, alert 0
dan tenang
 Rewel, gelisah dan meronta- 1
ronta
Total skor 7
Keterangan :
1-3 : Nyeri ringan
4-5 : Nyeri sedang
6.7 : Nyeri berat

d. CPOT (Critical-care Pain Observation Tools)


CPOT adalah suatu pengukuran nyeri yang dilakukan secara
obyektif oleh tenaga medis yang digunakan untuk pasien
dengan penurunan kesadaran baik dengan ventilator maupun
tanpa ventilator.

NO KATEGORI SKOR
1 EKSPRESI WAJAH
Netral, relaks Tak tampak kontraksi otot 0
wajah
Tegang Dahi mengerut, alis mata 1
menurun, orbital dan
levator mengencang atau
perubahan lain seperti
membuka mata atau
menangis selama
prosedur dilakukan
Meringis Semua gerakan di atas di 2
tambah kelopak mata
menutup rapat
2 GERAKAN TUBUH
Posisi normal Tidak bergerak sama 0
sekali
Perlindungan/lokalisasi Gerakan lambat 1
nyeri
berusaha menyentuh
daerah nyeri, mencari
perhatian melalui gerakan
Gelisah/agitasi Berusaha menarik 2
tabung/mencabut selang,
berusaha duduk,
menggerakkan kaki dan
meronta, tidak mengikuti
perintah, menyerang
perawat, berusaha keluar
dari tempat tidur
3 AKTIVITAS ALARM VENTILATOR MEKANIK (TERINTUBASI)
Ventilator toleransi Alarm tidak berbunyi, 0
terhadap pergerakan ventilasi lancar
Batuk tapi masih toleransi Batuk, alarm bunyi tapi 1
berhenti sendiri

Melawan ventilator Asinkron, ventilator, alarm 2


sering bunyi

4 BERBICARA JIKA PASIEN DIEKSTUBASI

Berbicara dalam nada Bicara dengan nada pelan 0


normal/tidak ada suara
Mendesah,mengerang Mendesah,mengerang 1
Menangis Menangis, berteriak 2
5 KETEGANGAN OTOT (dengan cara mengevaluasi pada saat
melakukan flaksi dan ekstensi pasif ekstremitas atas saat
pasien istirahat atau pindah posisi
Rileks Tidak melawan saat 0
dipindah posisikan
Tegang, kaku Melawan saat dipindah 1
posisikan
Sangat tegang, kaku Melawan dengan sangat 2
saat dipindah posisikan
TOTAL SKOR

Keterangan :
Dikatakan nyeri bila skor lebih dari 3

2. PENATALAKSANAAN :

a. Pasien yang mengalami nyeri derajat ringan ( skala 1 – 3 )


dilakukan edukasi untuk relaksasi dan distraksi.
b. Apabila dengan tehnik relaksasi dan distraksi, keluhan nyeri tidak
berkurang, DPJP akan menanganani nyeri sesuai intervensi
nyeri yang berlaku.
c. Pasien yang mengalami nyeri derajat sedang ( skala 4 – 6 )
DPJP akan menanganani nyeri sesuai intervensi nyeri yang
berlaku.
d. Pasien yang mengalami nyeri derajat berat ( skala 7 – 10 )
atau tidak ada perbaikan nyeri setelah dilakukan intervensi nyeri
oleh DPJP, maka bila diperlukan DPJP akan berkonsultasi
dengan tim manajemen nyeri.
e. Apabila skala nyeri < 7, maka akan dikelola kembali oleh DPJP
dengan melakukan evaluasi berkala.

3. ASESMEN ULANG NYERI

Asesmen ulang nyeri dilakukan pada :

1. 15 menit setelah intervensi obat injeksi

2. 1 jam setelah intervensi obat oral atau lainnya

3. 1 kali per shift bila skor nyeri 1-3

4. Setiap 1 jam bila skor nyeri 7-10.


5. 5 menit setelah pemberian nitrat dan obat intra vena pada
pasien nyeri jantung/cardiac.
6. 5 menit setelah pasien yang mendapatkan terapi injeksi opioid.

4. MANAJEMEN NYERI AKUT

1. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi < 6 minggu.

2. Lakukan asesmen nyeri : mulai dari anamnesis hingga


pemeriksaan penunjang.

3. Tentukan mekanisme nyeri :


a. Nyeri somatik:

 Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang


menyebabkan pelepasan zat kima dari sel yang cedera
dan memediasi inflamasi dan nyeri melalui nosiseptor
kulit.
 Karakteristik: onset cepat, terlokalisasi dengan baik, dan
nyeri bersifat tajam, menusuk atau seperti ditikam.
 Contoh: nyeri akibat laserasi, sprain, fraktur, dislokasi.

b. Nyeri visceral:

 Nosiseptor visceral lebih sedikit dibandingkan somatic,


sehingga jika terstimulasi akan menimbulkan nyeri yang
kurang bisa dilokalisasi, bersifat difus, tumpul, seperti
ditekan benda berat.
 Penyebab : iskemi/nekrosis, inflamasi, peregangan
ligament, spasme otot polos, distensi organ
berongga/lumen.
 Biasanya disertai dengan gejala otonom, seperti mual,
muntah, hipotensi, bradikardia, berkeringat.
c. Nyeri neuropatik:

 Berasal dari cedera jaringan saraf

 Sifat nyeri: rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan,


alodinia (nyeri saat disentuh), hiperalgesia.
 Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal dari
tempat cedera (sementara pada nyeri nosiseptif, nyeri
dialami pada tempat cederanya)
 Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple
sclerosis, herniasi diskus, AIDS, pasien yang menjalani
kemoterapi/radioterapi.

4. Tatalaksana sesuai mekanisme nyerinya.

a. Farmakologi : gunakan Step-Ladder WHO


8
3-Step WHO Analgesic Ladder
 NSAID: non-steroidal anti-inflammatory drug

 S/R: slow release

 PRN: when required


Step 1.
Penderita dengan nyeri ringan (Vas 1-3) diterapi dengan analgesik non opioid
yaitu paracetamol atau NSAID, dapat dikombinasi dengan obat ajuvan analgesik
bila diperlukan.
OBAT-OBAT ANALGESIK NON OPIOID

1. Parasetamol

a. Efek analgesik untuk nyeri ringan-sedang dan anti-piretik. Dapat


dikombinasikan dengan opioid untuk memperoleh efek anelgesik yang
lebih besar.
b. Dosis: 10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari. Untuk
dewasa dapat diberikan dosis 3-4 kali 500 mg perhari.

2. Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (OAINS)

a. Efek analgesik pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas


ringan- sedang, anti-piretik
b. Kontraindikasi: pasien dengan Triad Franklin (polip hidung,
angioedema, dan urtikaria) karena sering terjadi reaksi anafilaktoid.
c. Efek samping: gastrointestinal (erosi / ulkus gaster), disfungsi renal,
peningkatan enzim hati.
d. Ketorolak:
merupakan satu - satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral.
Efektif untuk nyeri sedang-berat
bermanfaat jika terdapat kontraindikasi opioid atau dikombinasikan
dengan opioid untuk mendapat efek sinergistik dan meminimalisasi
efek samping opioid (depresi pernapasan, sedasi, stasis
gastrointestinal). Sangat baik untuk terapi multi-analgesik.

3. ADJUVANT ANALGESIC
Adjuvant analgesic adalah obat-obat yang secara farmakologis bukan
analgesik murni tetapi dapat menambah kuat efek pengurangan nyeri.
Adjuvant analgesic juga disebut co-analgesic karena obat-obat ini
digunakan bersama-sama dengan analgesik utama.
1. Corticosteroid
Mekanisme kerjanya menghambat produksi prostaglandin, mengurangi
inflamasi, mengurangi implus ektopik pada saraf tepi.
Corticosteroid untuk terapi peningkatan tekanan intracranial dan
kompresi spinal cord, digunakan dexametason 16-24 mg/hari p.o/iv, do
anak 0,05 – 0,2 mg/kg BB atau methylprednisolon 5,4 mg/kg / hari iv.
untuk bowel obstruction digunakan dexametason 8-16 mg/hari p.o, iv;
untuk peregangan kapsul organ, bone pain, limphoedema digunakan
dexametason 2-4 mg/hari p.o, predinisolon 15-30 mg/hari p.o,
triamcinolone 4-48 mg/hari p.o dan methylpredmisolone 4-48 mg/hari p.o.

2. Antidepressant
Menghambat reuptake serotonin (5HT), noradrenalin oleh reseptor
presinaptik serta menurunkan jumlah resptor 5HT (antireseptor) sehingga
meningkatkan transmisi kedua zat tersebut, meningkatkan inhibisi dan
bekerja sebagai anti nosiseptif, disamping itu juga menghambat aktivitas
voltage sensitive sodium chanel pada daerah ectopic discharge di saraf
perifer. Obat jenis ini digunakan untuk terapi nyeri neuropatik dan
nosiseptif.
Golongan Tricyclic antidepressant yang sering digunakan adalah
amitriptillin, dosis awal 12,5-25 mg/hari dan dosis dapat ditingkatkan
sampai 50-75 mg/hari, do anak 0,2 – 0,5 mg/ kg BB dapat dinaikkan tiap
2-3 hari sampai 1-2 mg/kg BB.

3. Anticonvulsant
Gabapentin mempunyai struktur analog GABA, mempunyai kemampuan
meningkatkan GABA. Gabapentin digunakan untuk nyeri neuropatik,
dosis 300 – 3600 mg/ hari, efek samping dizzines dan sedasi.
Phenytoin mensupresi paroxysmal discharge (implus nyeri) dan
penyebarannya serta mengurangi hiperksitabilitas neuronal. Dosis 300
mg/hari, do anak 2,5-3mg/kg BB/12 jam.

4. Beberapa obat lain yang juga digunakan sebagai adjuvant analgesic


antara lain
Bensodiazepines seperti diazepam kususnya untuk penderita dengan
spasme otot atau nyeri musculoskeletal, dosis 2-5 mg, 3 x /hari, dosis
anak 0,05-0,1 mg/kg BB/4-6 jam.

Step 2
Bila mengalami nyeri sedang (Vas 4-6), atau nyeri tetap atau meningkat setelah
pemberian obat step 1, diterapi dengan opioid yang digunakan untuk nyeri
ringan-sedang adalah codein dan tramadol. Dan opioid ini dikombinasi dengan
obat nonopioid +/- ajuvan analgesik.
Opioid analgetik

1. Codein phosphate (methylmorphine)


Per oral diserap baik, dimetabolisir di liver, diekskresi diurine, tidak
terdapat akumulasi, lama kerja 4-6 jam dosis awal 30-60 mg/hari dosis
dapat ditingkatkan sampai 60 mg tiap 4 jam akan tetapi pada umumnya
digunakan 6 x 40 mg/hari (lebih dari itu efek samping yang timbul lebih
berat), bila terjadi breakthrough pain (BP) diberikan codein 50-100% dari
dosis perkali minum.

2. Tramadol

a. Merupakan analgesik yang lebih poten daripada OAINS oral,


dengan efek samping yang lebih sedikit/ringan. Berefek sinergistik
dengan medikasi OAINS.
b. Indikasi : Efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang
(nyeri kanker, osteoarthritis, nyeri punggung bawah neuropati DM,
fibromyalgia, neuralgia pasca-herpetik, nyeri pasca-operasi.
c. Efek samping : pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi.

d. Jalur pemberian : intravena dan oral.

Untuk intravena 2 ampul (200mg) tramadol dalam 500cc pz habis dalam


waktu 24 jam.

e. Dosis tramadol oral : 3-4 kali 50-100 mg (perhari). Dosis


maksimal: 400mg dalam 24 jam.
f. Titrasi : terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi,
terutama digunakan pada pasien nyeri kronik dengan riwayat
toleransi yang buruk terhadap pengobatan atau memiliki risiko tinggi
jatuh.

Step 3
Penderita dengan nyeri berat (Vas 7 – 10) atau nyeri tetap atau meningkat
setelah pemberian obat step 2, diberikan opioid untuk nyeri sedang-berat yaitu
pethidin, yang dikombinasi dengan obat non opioid +/- ajuvan analgesik.

Berikut adalah algoritma pemberian opioid intermiten (prn) intravena untuk


nyeri akut, dengan syarat:
 Hanya digunakan oleh staf yang telah mendapat instruksi
 Tidak sesuai untuk pemberian analgesik secara rutin di ruang rawat
inap biasa

 Efek puncak dari dosis intravena dapat terjadi selama 15 menit sehingga
semua pasien harus diobservasi dengan ketat selama fase ini
8
Algoritma Pemberian Opioid Intermiten Intravena untuk Nyeri Akut

Apakah pasien nyeri sedang/ berat? Tidak


Saat
Ya, dosis telah Obser vasi r utin
Nyer i tid Obsery vasi
diberikan,
tetapi lakukan
ak r utina
monitor
telah setiap 5 menit Ya
Tidak
selama
diberi
Apakah diresepkan opioid IV? Minta untuk diresepkan
kan minimal 20 menit.
Tunggu
dosis hingga 30 menit
dari
pemberian dosis  Gunakan spuit 10ml
terakhir sebelum  Ambil 10mg morfin sulfat
mengulangi siklus. ya dan campur dengan NaCL
Dokter mungkin perlu 0,9% hingga 10ml
untuk (1ml/mg)
mer esepkan dosis
ulangan  Berikan lebel pada spuit
Siapkan NaCl
Gunakan spuit 10ml
Ambil 100mg petidin dan campur
dengan NaCL 0,9% hingga 10ml
(10mg/ml)
Berikan lebel pada spuit

ya

Skor sedasi 0 atau 1?  Minta saran ke dokter senior


 Tunda dosis hingga skor sedasi <2
dan kecepatan per napasan > 8 kali/
ya tidak
menit.
Kecepatan pernapasan  Pertimbangkan nalokson IV (100ug)
> 8 kali/ menit?

ya
tidak
Tunggu Tekanan darah sistolik Minta saran
selama 5 ≥ 100 mmHg?*
menit
y
atJ
ii U
ds
aki
ykaa
a
J
p
i sa
kks
aoi
re
sn
kn
<
oy
e
r 7
r0
ni
y7t
a
e-
1 h
r u
0
i n
7: ?
-
1b
0e
:r
i
bk
ea
rn
i
k2
am
nl
J
m k
la
J
is
kk
ao
Keterangan
r :
Skor nyeri : Skor sedasi: *Catatan:
0 s= tidak nyeri
n 0 = sadar penuh  Jika tekanan darah sistolik
1-3 k= nyeri ringan 1 = sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah < 100mmHg : haruslah
4-6 o=y nyeri sedang dibangunkan dalam rentang 30%
7-10 r=e nyeri berat 2 = sedasi sedang, sering secara konstan tekanan darah sistolik
r mengantuk, mudah dibangunkan normal pasien (jika
n i 3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan diketahui), atau carilah
y 4 S = tidur normal saran/bantuan.
e -
Gunakan tabel obat-obatan antiemetic (jika diperlukan)
r6 penggunaan OAINS IV jika diresepkan bersama dengan opioid.
Teruskan
i:
4b
-e
6r
:i
bk
ea
rn
i
k1
a
nm
l
2

m
l
Manajemen efek samping:
 Opioid
 Mual dan muntah: antiemetic
 Konstipasi : berikan stimulant buang air besar, hindari
laksatif yang mengandung serat karena dapat
menyebabkan produksi gas-kembung-kram perut.
 Gatal : pertimbangkan untuk mengganti opioid jenis
lain, dapat juga menggunakan antihistamin.
 Mioklonus : pertimbangkan untuk mengganti opioid,
atau berikan benzodiazepine untuk mengatasi
mioklonus.
 Depresi pernapasan akibat opioid: berikan nalokson
(campur 0,4mg nalokson dengan NaCl 0,9%
sehingga total volume mencapai 10ml). Berikan 0,02
mg (0,5ml) bolus setiap menit hingga kecepatan
pernapasan meningkat. Dapat diulang jika pasien
mendapat terapi opioid jangka panjang.
 OAINS:
 Gangguan gastrointestinal: berikan PPI (proton pump
inhibitor)
 Perdarahan akibat disfungsi platelet: pertimbangkan
untuk mengganti OAINS yang tidak memiliki efek
terhadap agregasi platelet.
Non-farmakologi:
 Olah raga
 Imobilisasi
 Pijat
 Relaksasi, distraksi
 Stimulasi saraf transkutan elektrik

Pencegahan
a. Edukasi pasien:
 Berikan informasi mengenai kondisi dan penyakit pasien,
serta tatalaksananya.
 Diskusikan tujuan dari manajemen nyeri dan manfaatnya
untuk pasien
 Beritahukan bahwa pasien dapat mengubungi tim medis jika
memiliki pertanyaan / ingin berkonsultasi mengenai kondisinya.
 Pasien dan keluarga ikut dilibatkan dalam menyusun
manajemen nyeri (termasuk penjadwalan medikasi, pemilihan
analgesik, dan jadwal control).
b. Kepatuhan pasien dalam menjalani manajemen nyeri dengan baik

Medikasi saat pasien pulang


a. Pasien dipulangkan segera setelah nyeri dapat teratasi
dan dapat beraktivitas seperti biasa / normal.
b. Pemilihan medikasi analgesik bergantung pada kondisi pasien.

Berikut adalah algoritma asesmen dan manajemen nyeri akut:

Algoritma Asesmen Nyeri Akut

Pasien mengeluh nyeri

Anamnesis dan
pemeriksaan fisik

Asesmen nyeri

ya
Apakah etiologi nyeri Prioritas utama:
bersifat reversibel? identifikasi dan atasi
etiologi nyeri

tidak

ya
 Pertimbangkan untuk
Apakah nyeri berlangsung
merujuk ke spesialis
> 6 minggu?
yang sesuai

tidak

Tentukan mekanisme nyeri


(pasien dapat mengalami > 1
jenis nyeri)

NN N
yy y
ee e
rr r
ii i

vn s
ie o
su m
er a
ro t
ap i
la c
t
iNN
ee
rN r
i yi
e
bb r
e ei
r r
sbs
Algoritma Manajemen Nyeri Akut i ei
f rf
asa
t it
f
tad
a ti
j f
amu
mes
, n,
j
mas
e el
nap
u er
s ,r
ut
k ri
,a
s
d
t ai
et
r et
lek
o ar
kbn
N N N aa
y Pt A P
y y y lk
Pert a i p i e b
d l e e e ia
imb a
a n e
r r r s nr
y ang kk i c
a kan tidak a h i i i i d,
e
Mekanis h ra
u g
Kembali ke me nyeri s vAnalgesik
n ,k
n n a a
kotak ‘tentukan sesuai? o i e
adekuat? e
mekanisme tidak t y l m s
h
u ss
b
u e t aya e
nyeri’
r e
a e r e er
k n
i r t r o pma
n i a p e ut
m > Eduka
a c l a r t,
e si
r 6 t t ta
Paraset Kortikpasie i in
u i n
amol m n
oster k
j f y,
Cold ioid
Terapi d
u e
packs nOAIN farma Antik i t
k gt r
Kortiko Skologi
e
onvul t i
i
gOpioi san
Kons tida y
steroid Efek Manaje id
k r
udultasi Follow a
OAINS ? (jika Korti
k samping men ka
e a -up / t
Opioid pengob
koste efek ak
p
perlu) nilai u
Stimul atan?
roid samping m
s i
Non- ulang m
OAIN s
asi p farma p
S p
taktil
e kologi
y u
Opioi e
s a l
d s
i n
A i
a g
n f
l t i
i l i k
s a d .
i e
y n p
a n r
n y e
g a s
a
s n
s t
u r
a
i i
s
i
k
l
B. MANAJEMEN NYERI PADA PEDIATRIKi
k

1. Prevalensi nyeri yang sering (dialami oleh anak adalah: sakit


a
kepala kronik, trauma, sakit perut
m dan faktor psikologi
i
2. Sistem nosiseptif pada anak dapat
t
memberikan respons yang
r
berbeda terhadap kerusakan jaringan yang sama atau sederajat.
i
p
t
i
C. MANAJEMEN NYERI PADA ANAK l
i
a) Asesmen nyeri pada anak n
)
 Nilai karakteristik nyeri
 Lakukan pemer iksaan medis dan penunjang yang sesuai
 Evaluasi kemungkinan adanya keterlibatan mekanisme
nosiseptif dan neuropatik
 Kajilah faktor yang mempengaruhi nyeri pada anak

b) Diagnosis penyebab primer dan sekunder

 Komponen nosiseptif dan neuropatik yang ada saat ini


 Kumpulkan gejala-gejala fisik yang ada
 Pikirkan faktor emosional, kognitif, dan perilaku

c) Pilih terapi yang sesuai

Obat Non-obat

 Analgesik  Kognitif
 Analgesik adjuvant  Fisik
 perilaku

d) Implementasi rencana manajemen nyeri

 Berikan umpan balik mengenai penyebab dan faktor yang mempengaruhi nyeri kepada
orang tua (dan anak)
 Berikan rencana manajemen yang rasional dan terintegrasi
 Asesmen ulang nyeri pada anak secar a rutin
 Evaluasi efektifitas rencana manajemen nyeri
e) Pemberian analgesik:

‘By the ladder’: pemberian analgesik secara bertahap sesuai


dengan level nyeri anak (ringan, sedang, berat).
• Awalnya, berikan analgesik ringan-sedang

• Jika nyeri menetap dengan pemberian analgesik


ringan sedang naiklah ke pemberian
analgesik yang lebih poten
• Analgesik adjuvant

a) Merupakan obat yang memiliki indikasi primer bukan untuk


nyeri tetapi dapat berefek analgesik dalam kondisi tertentu.
b) Pada anak dengan nyeri neuropatik, dapat diberikan
analgesik adjuvant sebagai level 1.
c) Analgesik adjuvant ini lebih spesifik dan efektif untuk
mengatasi nyeri neuropatik.
.
b) Obat-obatan anti nyeri pada anak

Obat Dosis Keterangan


Parasetamol 10-15mg/kgBB oral, setiap Efek antiinflamasi kecil, efek
4-6 jam gastrointestinal dan hematologi
minimal
Ibuprofen 5-10mg/kgBB oral, setiap Efek antiinflamasi. Hati-hati pada
6-8 jam pasien dengan gangguan
hepar/renal, riwayat perdarahan
gastrointestinal atau hipertensi.
Diklofenak 1mg/kgBB oral, setiap 8- Efek antiinflamasi. Efek samping

12 jam sama dengan ibuprofen dan


naproksen. Dosis maksimal
50mg/kali.

 Terapi alternatif atau tambahan: konseling


BAB IV
DOKUMEN

Setiap perawat melakukan assesmen awal maupun assesmen ulang nyeri


didokumentasikan dan di catat dalam rekam medis pasien.

Ditetapkan di Lawang
Pada tangal, 1 Desember 2017

Kepala Ruma Sakit TNI AD 05.08.04 Lawang

dr.Tiwik Eriskawati, Sp. PK. M.Kes


Mayor Ckm (K) / 11040014070778

Anda mungkin juga menyukai