LP Katarak
LP Katarak
2 Etiologi
Menurut Mansjoer (2000), faktor risiko terjadinya katarak bermacam - macam, yaitu sebagai
berikut:
a. Usia lanjut
Katarak umumnya terjadi pada usia lanjut (katarak senil). Dengan bertambahnya usia lensa akan
mengalami proses menua, di mana dalam keadaan ini akan menjadi katarak.
b. Kongenital
Katarak dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus di masa pertumbuhan janin
c. Genetic
Pengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses degenerasi yang timbul pada lensa.
d. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi, dan amplitudo akomodatif.
Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka meningkat pula kadar glukosa dalam akuos humor.
Oleh karena glukosa dari akuos masuk ke dalam lensa dengan cara difusi, maka kadar glukosa
dalam lensa juga meningkat. Sebagian glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose reduktase
menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisme tapi tetap berada dalam lensa.
e. Merokok
Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan dihubungkan dengan
penurunan kadar antioksidan, askorbat dan karetenoid. Merokok menyebabkan penumpukan molekul
berpigmen 3hydroxykhynurine dan chromophores, yang menyebabkan terjadinya penguningan warna
lensa. Sianat dalam rokok juga menyebabkan terjadinya karbamilasi dan denaturasi protein.
f. Konsumsi alcohol
Peminum alkohol kronis mempunyai risiko tinggi terkena berbagai penyakit mata, termasuk katarak.
Dalam banyak penelitian alkohol berperan dalam terjadinya katarak. Alkohol secara langsung bekerja
pada protein lensa dan secara tidak langsung dengan cara mempengaruhi penyerapan nutrisi penting
pada lensa.
3 Manifestasi Klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional ya
ng diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
4 Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti kancing
baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis.
Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah
kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior
nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak
seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada
serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa,
misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa
dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya
cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai
influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa
dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada
kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh
kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari
proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika seseorang
memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila
tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang
paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan,
alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama
(Smeltzer, 2002).
5 Pemeriksaan penunjang
a. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, a
kueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
b. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
c. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
d. Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukom
e. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
f. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledem, perdarahan.
g. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
h. EKG, kolesterol serum, lipid
i. Tes toleransi glukosa : kotrol DM
j. Keratometri.
k. Pemeriksaan lampu slit.
l. A-scan ultrasound (echography).
m. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
n. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
6 Penatalaksanaan
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperti glaukoma dan uveitis
(Mansjoer, 2000). Dalam bedah katarak, lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur
intrakapsular atau ekstrakapsular. Ekstraksi intrakapsular yang jarang lagi dilakukan saat ini adalah
mengangkat lensa in toto, yakni di dalam kapsulnya melaui insisi limbus superior 140-1600. Pada
ekstraksi ekstrakapsular juga dilakukan insisi limbus superior, bagian anterior kapsul dipotong dan
diangkat, nukleus diekstraksi dan korteks lensa dibuang dari mata dengan irigasi dan aspirasi atau
tanpa aspirasi sehingga menyisakan kapsul posterior.
Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau keduanya) adalah teknik
ekstrakapsular yang menggunakan getaran-getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan
korteks melalui insisi lumbus yang kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka pasca
operasi. Teknik ini kurang bermanfaat pada katarak senilis yang padat dan keuntungan insisi lumbus
yang kecil agak berkurang jika dimasukkan lensa intraokuler. Pada beberapa tahun silam, operasi
katarak ekstrakapsular telah menggantikan prosedur intrakapsular sebagai jenis bedah katarak yang
paling sering. Alasan utamanya adalah bahwa apabila kapsul posterior utuh, ahli bedah dapat
memasukkan lensa intra okuler ke dalam kamera posterior. Insiden komplikasi pasca operasi seperti
abasio retina dan edema makula lebih kecil bila kapsul posteriornya utuh.
Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pasca operasi biasanya lebih pendek. Pasien
dapat bebas rawat jalan pada hari operasi itu juga, tetapi dianjurkan untuk bergerak dengan hati- hati
dan menghindari peregangan atau mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan. Matanya
dapat dibalut selama beberapa hari, tetapi kalau matanya terasa nyaman, balutan dapat dibuang
pada hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi dengan kacamata. Perlindungan pada
malam hari dengan pelindung logam diperlukan selama beberapa minggu. Kacamata sementara
dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya pasien melihat dengan cukup baik
melalui lensa intraokuler sambil menantikan kacamata permanen.(Vaughan, 2000).
2. Diagnosa
a. Pre Operasi
1) Gangguan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan dengan penurunan
ketajaman penglihatan, penglihatan ganda.
2) Cemas berhubungan dengan pembedahan yang akan dijalani dan kemungkinan
kegagalan untuk memperoleh penglihatan kembali.
b. Post Operasi
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan prosedur invasif.
2) Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (bedah
pengangkatan).
3. Intervensi
a. Pre operasi
No Diagnosa Noc Nic
1 Gangguan persepsi NOC: NIC: Fall prevention
sensori visual / penglihatan Fall prevention behaviour 1. Identifikasi kebiasaan dan faktor-
berhubungan dengan Indikator: faktor yang mengakibatkan risiko
penurunan ketajaman a. Penggunaan alat bantu dengan jatuh
penglihatan, penglihatan benar 2. Kaji riwayat jatuh pada klien dan
ganda. b. Tidak ada penggunaan karpet keluarga
c. Hindari barang-barang
berserakan di lantai
3. Identifikasi karakteristik lingkungan
yang dapat meningkatkan terjadinya
risiko jatuh (lantai licin)
4. Sediakan alat bantu
(tongkat, walker)
b. Past Operasi
No Diagnosa Noc Nic
1 Gangguan rasa nyaman NOC : NIC :
(nyeri akut) berhubungan· Pain Level, Pain Management
dengan prosedur invasif.· Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
· Comfort level secara komprehensif termasuk
Kriteria Hasil : lokasi, karakteristik, durasi,
· Mampu mengontrol nyeri frekuensi, kualitas dan faktor
· Mampu mengenali nyeri (skala, presipitasi
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 2. Observasi reaksi nonverbal
· Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri dari ketidaknyamanan
berkurang 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri
· Tanda vital dalam rentang normal 4. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
5. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
6. Tingkatkan istirahat
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari
satu
5. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
6. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek
samping)
Long, C Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah : 2. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Kep
erawatan Pajajaran
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa : Setiawan Sari. Jakarta: EGC
Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI
NANDA. 2012. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. Wiley-Blackwell
LAPORAN PENDAHULUAN
KATARAK
DISUSUN OLEH :
NIM : J.0105.17.138