Anda di halaman 1dari 73

LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN MASYARAKAT


PUSKESMAS II TAMBAK

FAKTOR RISIKO YANG MENYEBABKAN DIARE PADA BALITA DI


DESA PESANTREN KECAMATAN TAMBAK KABUPATEN BANYUMAS

Disusun Oleh:
Raditya Bagas Wicaksono G4A014067
Annisa Farah Fadhilah G4A016068

Perseptor fakultas : dr. Nendyah Roestijawati, M. KK


Perseptor lapangan : dr. Harry Widyatomo

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

SEPTEMBER 2015
2

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS


KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN MASYARAKAT
PUSKESMAS II TAMBAK

FAKTOR RISIKO YANG MENYEBABKAN DIARE PADA BALITA DI


DESA PESANTREN KECAMATAN TAMBAK KABUPATEN BANYUMAS

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dari


Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Jurusan Kedokteran
Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman

Disusun oleh:
Raditya Bagas Wicaksono G4A014067
Annisa Farah Fadhilah G4A014068

Telah dipresentasikan dan disetujui :


Tanggal September 2015
Preseptor Lapangan Preseptor Fakultas

dr. Harry Widyatomo dr. Nendyah Roestijawati, M. KK


NIP. 19821220.201001.1.016 NIP. 19701110.200801.2.026

dr. Nendyah Roestijawati, MKK NIP.


3

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diare merupakan penyakit infeksi saluran cerna yang masih menjadi
masalah utama di negara maju maupun negara berkembang. Setiap anak di
bawah usia lima tahun di negara berkembang akan memgalami episode diare
kurang lebih tiga sampai empat kali pertahun. Setiap balita di Indonesia akan
mengalami episode diare kurang lebih 1,6 – 2 kali pertahun. Sampai saat ini,
penyakit diare merupakan penyebab kematian utama balita di dunia
(Kemenkes RI, 2014; WHO, 2009).
Kejadian Luar Biasa (KLB) diare terjadi di Indonesia pada tahun 2013
sebanyak 646 kasus. Jumlah kasus terbanyak terjadi di Provinsi Jawa Tengah
yang mencapai 294 kasus. Pada tahun 2013, angka kematian karena diare di
Indonesia adalah sebesar 1,08%. Angka ini masih jauh dari harapan yaitu
sebesar <1% (Kemenkes RI, 2014).
Beberapa faktor risiko yang mampu meningkatkan angka kejadian diare
diantaranya dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Hannif, 2011), faktor bayi,
faktor ibu, dan faktor sosial ekonomi (Agus et al., 2009). Pemerintah telah
membuat kebijakan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian
karena diare pada balita dengan melaksanakan tatalaksana diare standar di
sarana kesehatan melalui program Lima Langkah Tuntaskan Diare (Lintas
Diare). Lintas diare meliputi pemberian oralit untuk mencegah dehidrasi,
pemberian zinc untuk mengurangi keparahan, durasi dan kambuhnya diare,
pemberian makanan, pemberian antibiotik selektif untuk disentri dan kolera,
serta pemberian nasihat kepada ibu untuk kembali ke petugas kesehatan
apabila menemukan tanda bahaya (Kemenkaes RI, 2011).
Praktik keluarga dalam pengobatan diare yang sesuai kebijakan
pemerintah dinilai masih rendah. Berdasarkan survei Indonesian
Demographic Health Survey (IDHS) tahun 2007, masih banyak bayi di bawah
enam bulan yang menderita diare tidak mendapatkan pengobatan apapun.
Hanya 15% – 24% dari balita penderita diare yang mendapatkan pengobatan
cairan yang baik. Semantara itu, jumlah balita penderita diare yang
mendapatkan makanan hanya sebanyak 44% – 48% (Kemenkes RI, 2011).
4

Berdasarkan fakta bahwa kejadian diare merupakan masalah yang belum bisa
ditangani dengan baik, peneliti tertarik untuk menganalisis dan melakukan
intervensi terhadap angka kejadian diare di Desa Pesantren Kecamatan
Tambak.

B. Tujuan
1) Tujuan Umum
Melakukan analisis kesehatan komunitas (Community Health Analysis) di
Desa Pesantren wilayah kerja Puskesmas II Tambak Kabupaten Banyumas
2) Tujuan Khusus
a. Menentukan faktor risiko diare di Desa Pesantren di Puskesmas II
Tambak
b. Mencari alternatif pemecahan masalah diare di Desa Pesantren di
Puskesmas II Tambak
c. Melakukan intervensi terhadap penyebab masalah diare untuk
mengatasi masalah kesehatan di Desa Pesantren di Puskesmas II
Tambak.

C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang
permasalahan kesehatan yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas II
Tambak.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi mahasiswa
Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai masalah
kesehatan di wilayah kerja Puskesmas II Tambak.
b. Bagi masyarakat desa
Memberikan informasi kesehatan (promotif, preventif, dan
rehabilitatif) kepada masyarakat Desa Pesantren untuk penelitian
khususnya berkaitan dengan diare.
5

c. Bagi instansi terkait


Membantu program enam dasar pelayanan kesehatan puskesmas
berkaitan dengan promosi kesehatan terutama masalah diare sehingga
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan menentukan kebijakan
yang harus diambil untuk menyelesaikan masalah.
d. Bagi Fakultas Kedokteran UNSOED
Untuk menambah bahan referensi yang dapat digunakan sebagai
acuan dalam penelitian selanjutnya.
6

II. ANALISIS SITUASI

A. Gambaran Umum
1. Keadaan Geografi
Puskesmas II Tambak merupakan wilayah timur jauh (tenggara)
dari Kabupaten Banyumas, dengan luas wilayah 1.432 Ha atau sekitar
1,1% dari luas kabupaten Banyumas. Wilayah Puskesmas II Tambak
terdiri dari 5 desa yaitu: Purwodadi, Karangpucung, Prembun, Purwodadi
dan Buniayu. Desa yang paling luas adalah Purwodadi yaitu 374 ha,
sedangkan desa yang wilayahnya paling sempit adalah Karangpucung
yaitu sekitar 218 ha.

Wilayah Puskesmas II Tambak terletak diperbatasan Kabupaten


Banyumas dengan Kabupaten Kebumen, dan berbatasan dengan :

a. Disebelah utara : Desa Watuagung


b. Sebelah timur : Kabupaten Kebumen
c. Sebelah Selatan : Desa Gebangsari
d. Sebelah Barat : Desa Kamulyan, Desa Karangpetir.
Wilayah Puskesmas II Tambak terletak pada ketinggian sekitar 15
mdpl – 35 mdpl. Dengan suhu udara rata – rata sekitar 27 derajat celcius
dengan kelembaban udara sekitar 80 %. Sekitar 50 % dari luas tanah
adalah daerah persawahan, 43 % pekarangan dan tegalan dan 7 % lain-
lain.
2. Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk dalam wilayah Puskesmas II Tambak tahun 2013
berdasarkan data yang dari BPS adalah 20.361 jiwa. Terdiri dari
10.010 jiwa (49,16%) laki-laki dan 10.351 jiwa (50,83%) perempuan.
Jumlah keluarga 6.096 KK. Bila dibandingkan dengan jumlah
penduduk tahun 2012 (16.232 jiwa) mengalami kenaikan.
b. Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk tahun 2013 yang paling banyak adalah Desa
Pesantren sebesar 6.190 jiwa, dengan kepadatan penduduk 1.655
jiwa/km2, sedangkan yang paling sedikit penduduknya adalah Desa
7

Pesantren sebesar 2.577jiwa dengan kepadatan penduduk 1.141


jiwa/km2. Kepadatan penduduk total wilayah Puskesmas II Tambak
adalah 1.422 jiwa/km2. Penyebaran penduduknya cukup merata, mulai
dari daerah yang dekat jalan raya sampai ke daerah.
3. Petugas kesehatan
Tenaga kesehatan merupakan tenaga kunci dalam mencapai
keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan
dalam wilayah Puskesmas II Tambak adalah sebagai berikut :
a. Tenaga Medis
Tenaga Medis atau dokter yang ada di sarana kesehatan dalam wilayah
Puskesmas II Tambak ada 2 (dua) orang dokter umum, yaitu dokter
umum yang bekerja di Puskesmas II dengan rasio 10/100.000 jumlah
penduduk. Menurut standar Indikator Indonesia Sehat (IIS) tahun 2010
ratio tenaga medis per 100.000 penduduk adalah 40 tenaga medis,
berarti tenaga medis masih kurang.
b. Dokter Spesialis
Dokter spesialis tidak ada. Standar IIS 2010, 6/100.000 penduduk.
c. Dokter Gigi
Dokter gigi tidak ada. Standar IIS 2010, 11/100.000 penduduk
d. Tenaga Farmasi
Tenaga farmasi tidak ada. Standar IIS 2010, 10/100.000 penduduk
e. Tenaga Bidan
Tenaga D-III Kebidanan jumlahnya 7 orang. Berarti ratio tenaga bidan
adalah 34,38/100.000 penduduk. Standar IIS 2010, jumlah tenaga
bidan 100/100.000 atau 16 bidan. Dengan demikian jumlah bidan di
wilayah Puskesmas II tambak masih kurang 9 bidan. Saat ini ada
tambahan 2 bidan kontrak.
f. Tenaga Perawat
Tenaga perawat kesehatan yang ada di Puskesmas II Tambak lulusan
SPK ada 2 orang dan D-III Keperawatan 3 orang, jumlah seluruhnya
ada 5 orang perawat (ratio 31/100.000 jumlah penduduk). Standar IIS
tahun 2010, adalah 117,5/100.000 penduduk (sekitar 19 perawat).
Berarti kurang 14 orang perawat.
g. Tenaga Gizi
Tenaga Gizi di Puskesmas II Tambak jumlahnya 1 orang, lulusan D-III
Gizi, ratio 4,91/100.000 penduduk. Standar IIS 2010, 22/100.000
penduduk (3,5 ahli gizi). Berarti kurang 3 orang ahli gizi.
8

h. Tenaga Sanitasi
Tenaga Sanitasi ada 1 orang dengan pendidikan D-I.Ratio 6/100.000
penduduk. Standar IIS 2010, 40/100.000 penduduk (6,5 tenaga
sanitasi). Kurang 5 orang tenaga sanitasi.
i. Tenaga Kesehatan Masyarakat
Tenaga Kesehatan Masyarakat ada 2 orang. Standar IIS tahun 2010,
40/100.000 penduduk (6,5). Masih kurang 4 orang tenaga kesehatan
masyarakat.
Tabel 1. Ratio Jumlah Tenaga Kesehatan terhadap Jumlah Penduduk di
Puskesmas II Tambak, tahun 2014.

Jumlah Ratio per Target IIS


No Jenis Tenaga Tenaga 100.000 per 100.000
Kesehatan penduduk penduduk
1 Dokter Umum 2 10 40
2 Dokter Spesialis 0 0 6
3 Dokter Gigi 0 0 11
4 Farmasi 0 0 10
5 Bidan 9 34,38 100
6 Perawat 5 24,56 117,5
7 Ahli Gizi 1 4,91 22
8 Sanitasi 1 6 40
Kesehatan
9 2 24 40
Masyarakat
Sumber: Data Primer Puskesmas II Tambak
D. Sarana Kesehatan
a. Sarana Kesehatan Dengan Kemampuan Labkes
Puskesmas II Tambak satu-satunya sarana kesehatan yang mempunyai
kemampuan Labkes di wilayah Puskesmas II Tambak.
b. Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan 4 Pelayanan Dasar
Rumah Sakit yang menyelenggarakan 4 pelayanan dasar tidak ada.
9

c. Pelayanan Gawat Darurat


Pelayanan gawat darurat di wilayah Puskesmas II Tambak hanya ada
di Puskesmas.
E. Pembiayaan Kesehatan
Penyelenggaraan pembiayaan di Puskesmas II Tambak terdiri dari
operasional umum, Jamkesmas, Jampersal dan dana BOK dengan tujuan
agar semua program kesehatan di Puskesmas II Tambak ini berjalan
dengan lancer dan mencapai target yang telah ditentukan. Anggaran dana
operasional umum di Rencana Kerja Anggaran tahun 2012 adalah
Rp.99.313.000,00 (sembilan puluh sembilan juta tiga ratus tiga belas ribu
rupiah), dan dapat direalisasikan Rp. 95.523.671,00 (96,2%). Rencana
anggaran untuk tahun 2013 sama seperti tahun 2012 yaitu
Rp.99.313.000,00.Sedangkan untuk dana Jamkesmas dan Jampersal tahun
2012 direncanakan sebesar Rp. 174.875.050,00 dan dapat direalisasikan
sebesar Rp. 78.982.800,00 (45,16%). Kemudian untuk RKA tahun 2013
Jamkesmas Jampersal adalah Rp. 148.576.200,00.
Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) tahun 2012 di
rencanakan Rp. 58.000,00 (lima puluh delapan juta rupiah) dan 100%
dapat direalisasikan. Tahun 2013 dana BOK dianggarkan sebesar
Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
F. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat
Untuk melihat gambaran dari derajat kesehatan masyarakat di wilayah
Puskesmas II Tambak, dapat dilihat dari angka kematian (mortalitas), angka
kesakitan (morbiditas) dan status gizi.
1. Mortalitas
Angka kematian dapat dipergunakan untuk menilai derajat kesehatan
masyarakat diwilayah tertentu dalam waktu tertentu.Disamping untuk
mengetahui derajat kesehatan, juga dapat digunakan sebagai tolok ukur
untuk menilai tingkat keberhasilan dari program pembangunan kesehatan
dan pelayanan kesehatan di suatu wilyah tertentu. Angka kematian
berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai sumber dipaparkan sebegai
berikut dibawah ini.
a. Angka Kematian Bayi
10

Angka kelahiran hidup di wilayah Puskesmas II Tambak tahun


2013 adalah 336 (163 laki-laki dan173 perempuan). Sedangkan kasus
bayi mati 5 bayi. Berarti angka kematian bayi (AKB) di wilayah
Puskesmas II Tambak adalah 14,7 per 1.000 kelahiran hidup.
Jika dibandingkan dengan AKB Puskesmas II Tambak tahun lalu
yaitu 13,4/1.000 kelahiran maka terjadi kenaikan 1,3/1.000 kelahiran
hidup. Dan jika dibandingkan dengan target Millenium Development
Goals (MDGS) tahun 2015 sebesar 17/1000 kelahiran hidup maka
AKB di Puskesmas II Tambak termasuk baik karena telah melampaui
target.

Gambar 1.
Grafik Angka Kematian Bayi Per 1.000 Kelahiran Hidup
Di Puskesmas II Tambak Tahun 2009 – 2013

b. Angka Kematian Ibu


Angka Kematian Ibu (AKI) adalah kematian yang terjadi pada
ibu karena peristiwa kehamilan, persalinan, dan masa nifas. Angka
kematian ibu (AKI) tahun 2013 tidak ada kasus, tahun 2012 adalah 3
kasus atau 1.003,3 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan tahun
2011 adalah 662,3 per 100.000 kelahiran hidup. Kemudian tahun 2009
sampai tahun 2010 tidak ada kasus kematian ibu.
Angka-angka tersebut diatas masih belum mencapai target AKI
Jawa Tengah yaitu, 60 per 100.000 kelahiran hidup. Dilihat dari
11

kenyataan ini dapat dikatakan bahwa program KIA belum berjalan


secara optimal.
c. Angka Kematian Balita
Angka kematian Balita tahun 2013 nihil. Sedangkan balita mati
pada tahun 2011 juga nihil atau 0/1.000 kelahiran hidup. Tahun 2008
dan tahun 2009 angka kematian Balita juga 0/1.000 kelahiran hidup.
Ini menunjukan hasil pencapaian yang baik dan perlu untuk
dipertahankan.
2. Morbiditas
a. Malaria
Pada tahun 2013 tidak ditemukan kasus malaria positif maupun
malaria klinis. Demikian juga pada tahun 2011 dan 2012 juga tidak
ditemukan kasus malaria. Kasus malaria terakhir pada tahun 2010
ditemukan malaria klinis sebanyak 32 atau 1,61 per 1000 penduduk.
Positif malaria 3 kasus (1,6/1000 pddk) atau 9 % dari jumlah malaria
klinis. Semua mendapatkan pengobatan. Bila dibandingkan dengan
tahun 2009 terjadi peningkatan kasus karena pada tahun 2009 positif
malaria hanya 2 kasus (0,1/1000 pddk). Walau angkanya termasuk
kecil, dan tidak menunjukan endemis malaria namun demikian perlu
diwaspadai karena semua kasus malaria disini adalah eksodan dari
luar jawa.
b. TB Paru
Jumlah penemuan TB Paru BTA positif tahun 2013 adalah
sebanyak 9 kasus atau CDR 45/100.000 penduduk. Kasus TB Paru
BTA positif diobati 10, sembuh 4 dan pengobatan lengkap 2. Dengan
angka kesuksesan (SUCCESS RATE/SR) 60,00%. Tahun 2012
sebanyak 5 kasus atau CDR 25/100.000 penduduk. Tahun 2011 adalah
12 kasus atau CDR 60/100.000 penduduk. Sedangkan tahun 2010
kasus TB Paru BTA positif 7 kasus atau 33/100.000 penduduk.

c. HIV/AIDS
Kasus HIV tidak pernah ada yang terdeteksi dalam wilayah
kerja atau tidak pernah ada kasus positif HIV.Hal ini tidak bisa
menunjukan secara pasti tidak adanya kasus HIV, sebab bisa
dimungkinkan ada kasus tetapi tidak karena pemeriksaan laborat
untuk penderita HIV sementara baru dilakukan pada klinik VCT atau
12

di PMI pada waktu donor darah.Dan Puskesmas selaku yang


mempunyai wilayah belum pernah mendapatkan tembusan hasil
pemeriksaan laborat dari klinik VCT maupun PMI karena laporan
langsung ke tingkat kabupaten.
d. Acute Flaccid Paralysis (AFP)
Tidak ditemukan kasus AFP dalam wilayah kerja Puskesmas II
Tambak tahun 2013 maupun tahun sebelumnya. Hal ini dapat
dijadikan indikator keberhasilan program, baik program immunisasi
polio maupun program penemuan penderita AFP. Namun demikian
kita harus tetap waspada akan terjadinya AFP karena angka penemuan
penderita AFP kabupaten tahun 2011 adalah 6 kasus dan tahun 2010,
ditemukan 2 kasus.
e. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Kasus DBD pada tahun 2013 ditemukan 2 kasus. Sedangkan
pada tahun 2012 dan tahun 2011 tidak ditemukan. Pada tahun 2010
ada 5 kasus (25,13/100.000 pddk) dan pada tahun 2009 juga
ditemukan 5 kasus (25,45/100.000 pddk). Hal ini menunjukan
terjadinya peningkatan kasus DBD dari tahun 2009 sampai tahun
2010. Ini perlu diwaspadai terutama masalah penularan penyakit DBD
ini terkait erat dengan masalah lingkungan. Program pemberantasan
sarang nyamuk tentunya perlu ditingkatan lagi selain dilakukan
fogging apabila terjadi kasus DBD di wilayah tertentu.

Gambar 2.
Grafik Kasus DBD Per 100.000 Penduduk Di Puskesmas II Tambak
Tahun 2009-2013
13

f. Penyakit Tidak Menular


Kasus penyakit tidak menular yang terbanyak adalah Hipertensi,
kemudian diikuti oleh Diabetes Militus (DM), sedangkan peringkat
ketiga asma bronkhiale dan sebagainya. Kalau dianalisa maka
kebanyakan penyakit tidak menular disebabkan oleh pola hidup yang
kurang sehat. Mulai dari pola makan, pola olahraga dan istirahat yang
tidak baik yang bisa memicu timbulnya penyakit tidak menular ini.
g. Hipertensi
Angka kejadian hipertensi di Puskesmas II Tambak pada tahun
2011 mencapai 366 kasus, dan pada tahun 2012 meningkat menjadi
380 kasus dan pada tahun 2013 didapatkan 406 kasus, Pada tahun
2014 dari bulan januari sampai oktober 2014, jumlah kasus hipertensi
mencapai 679 kasus, dimana jumlah tersebut selalu meningkat dari
tahun sebelumnya.
3. Status Gizi
Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi di Posyandu melalui
penimbangan rutin tahun 2013, diperoleh hasil sebagai berikut :
a. Jumlah balita yang ada : 1.260 anak
b. Jumlah balita ditimbang : 990 anak (78,6%)
c. Jumlah balita yang naik BB-nya : 672 anak (67,9%)
d. Jumlah BGM :15 anak (1,5%)
e. Jumlah Gizi buruk :1 anak (0,079%).
Dari hasil tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang
ditimbang pada tahun 2013 mencapai angka 78,6% terjadi peningkatan
jika dibanding dengan tahun 2012 (69,3%). Angka balita yang naik berat
badannya mencapai 67,9 % ini berarti terjadi penurunan apabila
dibandingkan dengan tahun 2012 (74,2%). Angka BGM (1,5%) dan BGT
(0%) cukup baik karena masih jauh dari angka 15% sebagai angka batasan
maksimal BGM. Hal ini menunjukan bahwa program gizi sudah cukup
berhasil, namun demikian perlu ditingkatkan kinerja posyandu terutama
untuk mengaktifkan peran serta untuk meningkatkan angka kehadiran
balita di masing-masing posyandu.
14

III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

A. Daftar Permasalahan Kesehatan


Berikut ini adalah data sepuluh penyakit terbesar di Puskesmas II Tambak
bulan Januari-Agustus 2015.
Tabel 2. Data sepuluh penyakit terbesar di Puskesmas II Tambak bulan
Januari-Agustus 2015
NO PENYAKIT JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS TOTAL
1 ISPA 319 291 287 259 307 387 257 325 2432
2 MYALGIA 170 193 202 213 178 175 168 127 1426
3 FEBRIS 218 214 192 172 126 102 92 163 1279
4 DERMATITIS 97 101 123 123 96 91 153 100 884
5 DISPEPSIA 76 76 90 102 104 107 106 106 767
6 HIPERTENSI 100 134 108 75 72 80 75 79 723
7 DIARE 32 23 14 35 67 61 34 44 310
8 ASMA 23 31 26 20 23 21 29 3 176
9 DM 21 32 24 18 26 15 26 13 175
10 DISENTRI 6 8 3 8 11 10 12 3 61
Sumber: Data Sekunder Puskesmas II Tambak
15

B. Penentuan Prioritas Masalah


Penentuan prioritas masalah di wilayah kerja Puskesmas II Tambak
dengan menggunakan metode Hanlon Kuantitatif dengan empat kelompok
kriteria, yaitu:
1. : besarnya masalah (magnitude of the problem)
Kelompok kriteria A
2. : kegawatan masalah, penilaian terhadap
Kelompok kriteria B dampak, urgensi dan biaya
3. : kemudahan dalam penanggulangan, yaitu
Kelompok kriteria C penilaian terhadap tingkat kesulitan
penanggulangan masalah
4. : PEARL factor, yaitu penilaian terhadap
Kelompok kriteria D propriety, economic, acceptability, resources
availability, legality
Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah di
Puskesmas II Tambak adalah sebagai berikut:
1. Kriteria A (besarnya masalah)
Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya
penduduk yang terkena efek langsung.
Tabel 3. Kriteria A Hanlon Kuantitatif
NO PENYAKIT TOTAL PREVALENSI KATEGORI SKOR
1 ISPA 2432 11,94% 10,00-14,99% 4
2 MYALGIA 1426 7,00% 5,00-9,99% 3
3 FEBRIS 1279 6,28% 5,00-9,99% 3
4 DERMATITIS 884 4,34% 1,00-4,99% 2
5 DISPEPSIA 767 3,77% 1,00-4,99% 2
6 HIPERTENSI 723 3,55% 1,00-4,99% 2
7 DIARE 310 1,52% 0,00-0,99% 1
8 ASMA 176 0,86% 0,00-0,99% 1
9 DM 175 0,86% 0,00-0,99% 1
10 DISENTRI 61 0,30% 0,00-0,99% 1
Sumber : Data Sekunder Puskesmas II Tambak
2. Kriteria B (kegawatan masalah)
Kegawatan : (paling cepat mengakibatkan kematian)
Skor : 1 = Tidak gawat
2 = Kurang gawat
3 = Cukup gawat
16

4 = Gawat
5 = Sangat gawat
Urgensi: (harus segera ditangani, apabila tidak menyebabkan kematian)
Skor : 1 = Tidak urgen
2 = Kurang urgen
3 = Cukup urgen
4 = Urgen
5 = Sangat urgen
Biaya: (biaya penanggulangan)
Skor : 1 = Sangat murah
2 = Murah
3 = Cukup mahal
4 = Mahal
5 = Sangat mahal
17

Tabel 4. Kriteria B Hanlon Kuantitatif


Masalah Kegawatan Urgensi Biaya Nilai
ISPA 2 2 1 5
Myalgia 1 1 3 5
Demam 2 3 1 6
Dispepsia 1 1 3 5
Penyakit kulit 2 2 1 5
Hipertensi 3 3 3 9
Diare 4 3 3 10
Disentri 1 1 3 5
Asma 3 4 4 11
DM 2 2 4 8
3. Kriteria C (penanggulangan masalah)
Untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan, pertanyaan yang
harus dijawab adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang tersedia
mampu menyelesaikan masalah: makin sulit dalam penanggulangan, skor
yang diberikan makin kecil.
Skor : 1 = Sangat sulit ditanggulangi
2 = Sulit ditanggulangi
3 = Cukup bisa ditanggulangi
4 = Mudah ditanggulangi
5 = Sangat mudah ditanggulangi
Pada tahap ini dilakukan pengambilan suara dari 2 orang yang
kemudian dirata-rata untuk menentukan skor, dimana skor tertinggi
merupakan masalah yang paling mudah ditanggulangi. Adapun hasil
konsensus tersebut adalah sebagai berikut :
1. ISPA : (2+4)/2 = 3
2. Myalgia : (2+3)/2 = 2,5
3. Demam : (2+2)/2 = 2
4. Dispepsia : (3+2)/2 = 2,5
5. Penyakit kulit : (4+3)/2 = 3,5
6. Hipertensi : (1+2)/2 = 1,5
7. Diare : (3+3)/2 = 3
8. Disentri : (4+4)/2 = 4
9. Asma : (2+2)/2 = 2
10. DM : (2+2)/2 = 2
4. Kriteria D (P.E.A.R.L)
Propriety : kesesuaian (1/0)
Economic : ekonomi murah (1/0)
18

Acceptability : dapat diterima (1/0)


Resources availability : tersedianya sumber daya (1/0)
Legality : legalitas terjamin (1/0)
Tabel 5. Kriteria P.E.A.R.L. Hanlon Kuantitatif
Masalah P E A R L Hasil
ISPA 1 1 1 1 1 1
Myalgia 1 1 1 1 1 1
Demam 1 1 1 1 1 1
Dispepsia 1 1 1 1 1 1
Dermatitis 1 1 1 1 1 1
Hipertensi 1 1 1 1 1 1
Diare 1 1 1 1 1 1
Disentri 1 1 1 1 1 1
Asma 1 1 1 0 1 0
DM 1 0 1 1 1 0

Penetapan nilai
Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai
tersebut dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :
a. Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C
b. Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D
Tabel 6. Penetapan Prioritas Masalah
D Urutan
Masalah A B C D NPD NPT
P E A R L prioritas
Diare 1 10 3 1 1 1 1 1 1 33 33 1
ISPA 4 5 3 1 1 1 1 1 1 27 27 2
Dermatitis 2 5 3,5 1 1 1 1 1 1 24,5 24,5 3
Disentri 1 5 4 1 1 1 1 1 1 24 24 4
Myalgia 3 5 2,5 1 1 1 1 1 1 20 20 5
Febris 3 6 2 1 1 1 1 1 1 18 18 6
Dispepsia 2 5 2,5 1 1 1 1 1 1 17,5 17,5 7
Hipertensi 2 9 1,5 1 1 1 1 1 1 16,5 16,5 8
Asma 1 11 2 1 1 1 0 1 0 24 0 9
DM 1 8 2 1 0 1 1 1 0 18 0 10
Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan
prioritas masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Diare
2. ISPA
19

3. Dermatitis
4. Disentri
5. Myalgia
6. Febris
7. Dispepsia
8. Hipertensi
9. Asma
10. Diabetes Mellitus
20

IV. KERANGKA KONSEPTUAL MASALAH

A. Dasar Teori dan Pembahasan


1. Definisi Diare
Diare adalah kondisi dimana terjadi peningkatan frekuensi defekasi
lebih dari tiga kali sehari disertai penurunan konsistensi feses dan/atau
peningkatan volume dan massa feses melebihi 200 gram per hari. Diare
akut apabila diare berlangsung kurang dari 14 hari. Diare lebih dari 14 hari
disebut diare persisten, namun jika berlangsung terus menerus lebih dari
tiga bulan disebut sebagai diare kronis. Cara penularan diare pada
umumnya adalah secara oro-fecal melalui 1) makanan dan minuman yang
telah terkontaminasi oleh enteropatogen, 2) kontak langsung tangan
dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita,
atau tidak langsung melalui lalat. Di dalam bahasa Inggris maka terdapat 4
F di dalam cara penularan diare ini yaitu food(makanan), feces (tinja),
finger (jari tangan), and fly (lalat) (Thomas et al., 2003; Juckett and
Trivedi, 2011).
2. Etiologi Diare
Diare dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, antara lain (Mansjoer,
2000):
a. Infeksi
Beberapa mikroorganisme penyebab infeksi yang memunculkan tanda
klinis berupa diare antara lain:
1) Virus, antara lain Rotavirus, Adenovirus, Virus Norwalk,
Astrovirus, Calicivirus, Coronavirus, Minirotavirus.
2) Bakteri, antara lain Shigella spp., Salmonella spp., Escherecia
coli, Vibrio cholera, Vibrio parahaemoliticus, Aeromonas
hidrophilia, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium
difficile, Clostridium perfringens, Staphylococcus aureus,
Yersinia enterocolitica.
3) Parasit, antara lain protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, Balantidium coli), cacing perut (Ascariasis, Trichuris
21

truchiura, Strongiloides stercoralis) dan jamur seperti Candida


sp.
b. Malabsorpsi zat makanan seperti karbohidrat (intoleransi
laktosa), lemak terutama trigliserida rantai panjang, atau protein
seperti beta-laktoglobulin.
c. Intoksikasi (keracunan makanan) akibat makanan yang
mengandung zat kimia beracun atau makanan mengandung
mikroorganisme yang mengeluarkan toksin, antara lain Clostridium
perfringens dan Staphylococcus.
d. Alergi makanan terutama disebabkan oleh Cow’s milk
protein sensitive enteropathy (CMPSE), dan juga dapat disebabkan
oleh makanan lainnya.
e. Imunodefisiensi, sering terjadi pada penderita HIV/AIDS.
f. Psikologis : rasa takut dan cemas.
3. Patomekanisme Diare
Patofisiologi diare dapat dijelaskan sesuai dengan klasifikasinya masing-
masing, sebagai berikut.
a. Diare osmotik
Secara fisiologis, osmolalitas feses sama dengan osmolalitas
serum (290 mOsm/kg) yang dipengaruhi oleh kadar natrium, kalium,
klorida, dan bikarbonat. Terjadinya peningkatan osmotic gap lebih dari
125 mOsm/kg menandakan bahwa diare disebabkan malabsorpsi
bahan yang bersifat osmotik aktif. Etiologi dari diare osmotik antara
lain defisiensi laktase, penggunaan laksatif berlebih, malabsorpsi
karbohidrat, dan sindroma malabsorpsi. Malabsorpsi karbohidrat
disertai distensi abdomen, kembung, dan flatus karena akumulasi gas
intralumen. Diare ini akan membaik dengan puasa (Thomas et al.,
2003; Juckett and Trivedi, 2011).
b. Diare sekretorik
Diare dengan volume lebih dari satu liter perhari disebabkan
peningkatan sekresi usus atau penurunan absorpsi, dimana osmotic
gap dalam batas normal (kurang dari 50 mOsm/kg). Etiologi dari diare
22

sekretorik antara lain tumor endokrin yang menstimulasi motilitas


usus/sekresi pankreas, malabsorpsi garam empedu, dan
penyalahgunaan laksatif. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara
lain pemeriksaan parasit maupun serologis untuk identifikasi Giardia
lamblia, Entamoeba histolytica, Yersinia, glukosa darah puasa, tes
fungsi thyroid, dan ujicoba kolestiramin (Thomas et al., 2003; Juckett
and Trivedi, 2011).
c. Diare inflamatorik
Diare ini dijumpai pada pasien dengan radang usus
(inflammatory bowel disease) seperti infeksi virus/bakteri, kolitis
ulseratif, penyakit Crohn, dengan gejala penyerta seperti hematokezia,
demam, penurunan berat badan, dan nyeri abdomen (Thomas et al.,
2003; Juckett and Trivedi, 2011).
4. Faktor Risiko Diare
Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare
pada balita, yaitu (Depkes, 2007):
a. Faktor Anak
1) Status gizi
Menurut Brown K. H. (2003) Kekurangan gizi dapat
menyebabkan balita rentan terhadap infeksi. Hal ini terjadi oleh
karena dampak negatif dari kekurangan gizi adalah perubahan pada
perlindungan yang diberikan oleh kulit dan selaput lendir serta
kekurang gizi juga menginduksi perubahan fungsi kekebalan
tubuh.
Salah satu indikator status gizi adalah data antropometri
status gizi yang pada balita didapatkan dari Z – Score. Hubungan
antara gizi anak dan penyakit infeksi adalah hubungan dua arah,
yang berarti angka kejadian diare yang sering dapat mengganggu
status gizi dan status gizi yang buruk dapat meningkatkan risiko
kejadian diare (Alboneh, 2013)
23

2) Konsumsi makanan pada anak


Pada usia-usia perkembangan, anak mulai sering
mengkonsumsi makanan jajanan di luar rumah. Hal ini terjadi oleh
karena pada saat usia perkembangan, anak sudah mampu
menentukan pilihan apa saja yang mau dikonsumsi dan tidak
dikonsumsi. Periode ini merupakan periode yang cukup kritis oleh
karena anak belum mampu menentukan makanan yang bergizi
sehingga perlu perhatian khusus dari orang tua (Devi, 2012).
Selain berdasarkan keinginannya sendiri, masih banyak ibu
yang membeli makanan dari luar rumah untuk konsumsi anak-
anaknya. Hal ini sering kali berkaitan dengan ibu yang tidak
sempat memasak di rumah atau atas alasan lebih praktis (Moehji,
1986). Konsumsi makanan di luar rumah ini, apabila tidak diawasi
atau dibatasi, memiliki dampak yang kurang baik bagi kesehatan.
Salah satu dampak yang sering ditemui adalah oleh karena
kebersihan makanan yang dibeli dari luar rumah tidak terjamin
kualitasnya. Dengan kata lain, keamanan makanan yang dibeli dari
luar rumah secara mikrobiologi maupun biokimiawi masih
dipertanyakan (Fitri, 2012).
3) Riwayat suplementasi vitamin A
Anak dengan defisiensi vitamin A cenderung mengalami
diare karena defisiensi vitamin A memperpanjang siklus sel dari sel
crypt dan menggangu kemampuan migrasinya, menekan
differensiasi sel goblet usus dan produksi mukus, menyebabkan
terjadi kerusakan atau atrofi vili usus, sehingga integritas epitel
usus terganggu, dan menjadi rentan terhadap infeksi. Selain itu,
defisiensi vitamin A menyebabkan gangguan respon antibodi
tubuh. Karena itu, pada tahun 1996, IVACG (International Vitamin
A Consultative Group) mengeluarkan Policy Statement on Vitamin
A, Diarrhea and Measles, yang merekomendasikan suplementasi
vitamin A sebagai strategi penting memperkecil konsekuensi dari
defisiensi vitamin ini (Marpaung, 2010).
24

b. Faktor Ibu
1) Perilaku ibu dalam penanganan diare
Diare merupakan masalah yang masih dianggap berbahaya di
Indonesia oleh karena angka kejadiannya dinilai masih tinggi.
Diare lebih sering terjadi pada anak-anak, terutama usia balita.
Oleh karena sering terjadi pada balita inilah peran ibu sangat
penting untuk penatalaksanaan diare agar tidak terjadi dampak
yang lebih membahayakan. Salah satu penanganan yang penting
dilakukan oleh ibu saat anak diare adalah bagaimana mencegah dan
mengatasi keadaan dehidrasi. Pemberian cairan pengganti (cairan
rehidrasi) baik yang diberikan secara oral (diminumkan) maupun
parenteral (melalui infus) telah berhasil menurunkan angka
kematian akibat dehidrasi pada ribuan anak yang menderita diare
(IDAI 2008).
2) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada ibu
Penyakit diare diakibatkan oleh penyebaran kuman secara
fecal oral. Oleh karena itu, kondisi ini bisa dicegah dengan
perilaku hidup yang sehat. Selain menjaga kebersihan pada balita,
kebersihan pada ibu sebagai orang yang banyak berperan dalam
tumbuh kembang balita perlu diperhatikan. Penilaian ini bisa
dilihat dari berbagai indikator yang termasuk ke dalam penilaian
PHBS. Indikator ini diantaranya adalah pemberian ASI eksklusif,
penggunaan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih dan
sabun, serta penggunaan jamban sehat (Sari, 2012).
c. Faktor Lingkungan (Kriteria Rumah Sehat)
Kondisi fisik dan sanitasi rumah memiliki peranan penting
terhadap kejadian diare. Beberapa diantaranya adalah jarak sarana
pembuangan air limbah, jenis jamban, pengelolaan sampah, dan jenis
lantai (Fatmawati, 2008). Beberapa perilaku penghuni rumah, terutama
terkait sanitasi juga mampu mempengaruhi angka kejadian diare.
Penilaian terhadap lingkungan sekitar rumah, sanitasi rumah, serta
25

perilaku penghuni bisa ditentukan dengan menggunakan kriteria rumah


sehat (Siburian, 2010).
d. Faktor Risiko Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi
anggota keluarga. Hal ini nampak dari ketidakmampuan ekonomi
keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga sehingga mereka
cenderung memiliki status gizi kurang bahkan status gizi buruk yang
memudahkan terjadinya diare. Mereka yang berstatus ekonomi rendah
biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan
sehingga memudahkan seseorang untuk terkena diare (Qauliyah,
2010).

B. Skema Kerangka Konseptual

Faktor Risiko Anak


a. Status gizi
b. Makanan yang dikonsumsi anak
c. Rutinitas mendapatkan
suplemen vitamin A

Faktor Risiko Ibu


a. Perilaku ibu dalam penanganan
diare
b. Perilaku hidup bersih dan sehat
ibu Kejadian diare pada balita di
Desa Pesantren Kecamatan
Tambak 2015.
Faktor Lingkungan
Kondisi rumah

Faktor Risiko Sosial Ekonomi


Pendapatan perkapita

Gambar 3. Kerangka Konseptual


26

C. Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara status gizi anak dengan kejadian diare pada
balita di Desa Pesantren Kecamatan Tambak tahun 2015.
2. Terdapat hubungan antara makanan yang dikonsumsi anak dengan
kejadian diare pada balita di Desa Pesantren Kecamatan Tambak tahun
2015.
3. Terdapat hubungan antara rutinitas mendapatkan suplementasi vitamin A
dengan kejadian diare pada balita di Desa Pesantren Kecamatan Tambak
tahun 2015.
4. Terdapat hubungan antara perilaku ibu dalam penanganan diare dengan
kejadian diare pada balita di Desa Pesantren Kecamatan Tambak tahun
2015.
5. Terdapat hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat ibu dengan
kejadian diare pada balita di Desa Pesantren Kecamatan Tambak tahun
2015.
6. Terdapat hubungan antara kondisi rumah dengan kejadian diare pada balita
di Desa Pesantren Kecamatan Tambak tahun 2015.
7. Terdapat hubungan antara pendapatan per kapita dengan kejadian diare
pada balita di Desa Pesantren Kecamatan Tambak tahun 2015.
27

V. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian menggunakan studi observasional analitik dengan
pendekatan case control. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor resiko
diare pada balita di Desa Pesantren, Kecamatan Tambak.

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
a. Populasi target
Populasi target pada penelitian ini adalah semua balita di Kecamatan
Tambak.
b. Populasi terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah semua balita di Desa
Pesantren, Tambak.
c. Teknik pengambilan sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
consecutive sampling.
d. Besar sampel
Lima belas sampel pada kelompok kasus dan lima belas sampel pada
kelompok kontrol.
e. Kriteria inklusi dan ekslusi
1) Kriteria inkusi kasus:
a) Balita yang menderita diare dalam tiga bulan terakhir
b) Bersedia menjadi subyek penelitian dengan menandatangani
lembar persetujuan menjadi subyek penelitian setelah membaca
lembar informed consent.
c) Subjek penelitian merupakan ibu dari balita yang tinggal di Desa
Pesantren Kecamatan Tambak
28

2) Kriteria inkusi kasus:


a) Balita yang tidak menderita diare dalam tiga bulan terakhir
b) Bersedia menjadi subyek penelitian dengan menandatangani
lembar persetujuan menjadi subyek penelitian setelah membaca
lembar informed consent.
c) Subjek penelitian merupakan ibu dari balita yang tinggal di Desa
Pesantren Kecamatan Tambak
3) Kriteria ekslusi
a) Tidak kooperatif dalam melakukan tahap wawancara dan
pengisian kuesioner.

C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah status gizi anak, pendapatan per
kapita, kebiasaan konsumsi makanan pada anak, suplementasi vitamin A,
perilaku ibu dalam penanganan diare, perilaku ibu dalam hidup bersih
sehat, kondisi rumah, dan sanitasi lingkungan rumah. Variabel bebas
termasuk skala kategorik nominal.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian diare pada balita.
Variabel terikat termasuk skala kategorik nominal.

D. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel dijelaskan pada Tabel 7.
Tabel 7. Definisi Operasional
VARIABEL DEFINISI OPERASIONAL SKALA

Variabel Terikat
Kejadian Diare Definisi : Nominal
(Wulandari, 2009) Kejadian buang air besar cair atau lembek dengan
frekuensi lebih dari tiga kali dalam sehari selama tiga
bulan terakhir pada balita terpilih sebagai sampel.
Kategori :
Ya : diare
Tidak : tidak diare
Alat Ukur :
Kuesioner
29

Varibel Bebas

1. Faktor Anak
a. Status gizi anak Definisi : Nominal
(Alboneh, Status gizi pada sampel yang diukur menurut
2013) antropometri yang ditentukan dengan Z – Score.
Kategori :
Status Gizi Baik : SD -2 sampai dengan 2
Status Gizi Tidak Baik : SD < -2 atau SD > 2
Alat Ukur :
Kuesioner untuk umur
Timbangan untuk berat badan
Microtoise untuk tinggi badan
b. Suplementasi Definisi : Nominal
vitamin A Riwayat pemberian vitamin A pada tahun 2015 pada
(Direktorat responden.
Bina Gizi Kategori :
Masyarakat, Suplementasi vitamin A baik :
2009) a. Anak usia 0 – 11 bulan : satu kali (Februari atau
Agustus)
b. Anak usia 12 – 59 bulan : dua kali (Februari dan
Agustus)
Suplementasi vitamin A tidak baik :
a. Anak usia 0 – 11 bulan : tidak pernah
b. Anak usia 12 – 59 bulan : < 2 kali
Alat Ukur :
Kuesioner
c. Kebiasaan Definisi : Nominal
konsumsi Frekuensi anak dalam membeli makanan di luar rumah
makanan pada dan atau frekuensi ibu dalam membeli makanan di luar
anak (Fitri, rumah untuk anak yang menurut ibu tidak higienis
2012). Kategori :
Sering : ≥ 2 kali sehari
Tidak sering : < 2 kali sehari
Alat Ukur :
Kuesioner
2. Faktor Ibu
a. Perilaku ibu Definisi : Nominal
dalam Hal-hal yang telah dilakukan responden untuk
penanganan penanganan diare berkenaan dengan pengetahuan yang
diare telah didapat.
(Purbasari, Kategori :
2009) Baik : jawaban benar responden >= 80% (skor >= 11)
Sedang : jawaban benar responden < 80% (skor < 11)
Alat Ukur :
Kuesioner
30

b. Perilaku hidup Definisi : Nominal


bersih dan sehat Semua perilaku kesehatan yang dilakukan oleh ibu atas
ibu (Sari, 2012) kesadaran sehingga anngota keluarga dapat menolong
dirinya sendiri di bidang kesehatan dengan indikator
penggunaan air bersih, konsumsi air minum, perilaku
mencuci makanan, mencuci bahan masakan, cuci
tangan, buang air besar, dan membersihkan jamban.
Kategori :
PHBS Ibu baik : skor ≥ 16
PHBS Ibu buruk : skor < 16
Alat Ukur :
Kuesioner
3. Faktor Sosial Ekonomi
Pendapatan per kapita Definisi : Nominal
(Fatmasari, 2008) Pendapatan yang diperoleh suami dan istri dari mata
pencaharian pokok maupun sampingan yang digunakan
untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarga
selama satu bulan dibagi dengan jumlah anggota
keluarga dan dibandingkan dengan pendapatan per
kapita Kecamatan Tambak Kabupaten Banyumas
Tahun 2008. Adapun pendapatan per kapita Kecamatan
Tambak tahun 2008 adalah Rp296.597.,
Kategori :
Tinggi : diatas rata-rata pendapatan per kapita
Rendah : dibawah rata-rata pendapatan perkapita
Alat Ukur :
Kuesioner
4. Faktor Lingkungan
Kondisi rumah Definisi : Nominal
(Siburian, 2010) Kondisi tempat tinggal responden meliputi komponen
rumah, sarana sanitasi, dan perilaku penghuni yang
dinilai secara observasional. Skor yang didapatkan
adalah nilai total pada masing-masing kategori yang
dikalikan dengan bobot pada masing-masing kategori
dan dijumlahkan dengan kategori lainnya.
Kategori :
Kriteria rumah sehat terpenuhi : skor > 1.068
Kriteria rumah sehat tidak terpenuhi : skor < 1.068
Alat Ukur :
Kuesioner

E. Instrumen Pengambilan Data


Sumber data adalah data primer yang diperoleh dari wawancara
terstruktur dan observasi dengan menggunakan kuesioner. Wawancara
dilakukan pada rumah responden pada bulan September 2015.
31

F. Rencana Analisis Data


Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan karakteristik
responden.
2. Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan variabel bebas dan
variabel terikat menggunakan uji Fisher Exact Test sebagai alternatif,
karena tidak memenuhi syarat uji Chi Square.
3. Metode Hanlon digunakan untuk menentukan faktor risiko yang akan
dijadikan sebagai prioritas, apabila terdapat beberapa faktor risiko
(variabel bebas) yang berhubungan signifikan dengan kejadian diare pada
balita.

G. Tata Urutan Kerja


1. Tahap persiapan
a. Analisis situasi.
b. Identifikasi dan analisis penyebab masalah.
c. Pencarian responden yang sesuai dengan kriteria ekslusi dan inklusi.
2. Tahap pelaksanaan
a. Mencatat dan menentukan nama responden.
b. Pengambilan data primer.
c. Menyusun alternatif pemecahan masalah sesuai hasil pengolahan data
d. Melakukan pemecahan masalah
e. Penyusunan laporan CHA
f. Tahap pengolahan dan analisis data.
g. Tahap penyusunan laporan.

H. Waktu dan Tempat


Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 21-23 September 2015
Tempat : Desa Pesantren, Kecamatan Tambak, Banyumas
32

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Analisis Univariat
Berikut ini merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan di
Desa Pesantren Kecamatan Tambak Kabupaten Banyumas. Penelitian ini
dilakukan bersamaan dengan Posyandu Balita Desa Pesantren dengan
jumlah balita 30 orang. Penelitian ini dengan menggunakan metode
wawancara langsung pengisian kuesioner yang dipandu langsung oleh
peneliti. Anailis univariat yang digunakan dengan menggunakan distribusi
frekuensi pada masing-masing variabel dan persentasenya. Adapun
distribusi variabel beserta persentase masing-masing kategori telah tersaji
pada tabel 8.
Tabel 8. Distribusi Frekuensi
Variabel Kategori Frekuensi Persentase Total
Jenis Kelamin Perempuan 19 63,33%
100,00%
Laki-laki 11 36,67%
Diare Ya 15 50,00%
100,00%
Tidak 15 50,00%
Status Gizi Tidak Baik 11 36,67%
100,00%
Baik 19 63,33%
Suplementasi Tidak Baik 1 3,33%
100,00%
Vitamin A Baik 29 96,67%
Konsumsi Makanan Sering 10 33,33%
100,00%
Tidak Higienis Tidak Sering 20 66,67%
Perilaku Ibu Pada Tidak Baik 22 73,33%
100,00%
Penanganan Diare Baik 8 26,67%
PHBS Ibu Tidak Baik 13 43,33%
100,00%
Baik 17 56,67%
Pendapatan Rendah 15 50,00%
100,00%
Perkapita Tinggi 15 50,00%
Kondisi Rumah Tidak Sehat 17 56,67%
100,00%
Sehat 13 43,33%
Pada tabel 8 dapat dilihat bahwa sebanyak 19 (63,33%) sampel
adalah balita perempuan, dengan 11 (36,67%) balita laki-laki. Jumlah
kasus dan kontrol pada penelitian ini seimbang dengan perbandingan 1:1.
33

2. Analisis Bivariat
Hasil analisis bivariat antara variabel bebas (status gizi,
suplementasi vitamin A, konsumsi makanan tidak higienis, perilaku ibu
pada penanganan diare, perilaku hidup bersih dan sehat ibu, pendapatan
perkapita, serta kondisi rumah) dan variabel terikat (kejadian diare)
disajikan dalam tabel 9-15. Analisis dilakukan dengan menggunakan uji
Fisher Exact Test karena data tidak memenuhi syarat uji Chi Square yaitu
terdapat nilai expected (E) kurang dari lima.
Tabel 9. Analisis Fisher Exact Test Status Gizi dengan Kejadian Diare
Diare
OR 95%CI P
Ya Tidak Total
Tidak 9 2 11
Baik (60%) (13,3%) (36,7%)
Status Gizi
6 13 19 1,592-
Baik 9,75 0,021
(40%) (86,7%) (63,3%) 59,695
15 15 30
Total
(100%) (100%) (100%)
Berdasarkan tabel 9, balita dengan status gizi tidak baik yang
mengalami diare berjumlah lebih banyak (60%) daripada yang memiliki
status gizi baik (40%). Nilai p=0,021 (p<0,05) menunjukkan hubungan
yang secara statistik signifikan, antara status gizi yang tidak baik dengan
kejadian diare pada balita di Desa Pesantren, Tambak, Banyumas. Nilai
odds ratio (OR) 9,75 (OR>1) menunjukkan bahwa status gizi yang tidak
baik merupakan faktor yang dapat meningkatkan kejadian diare sebanyak
9,75 kali lebih tinggi dibandingkan status gizi yang baik. Nilai 95% CI
tidak mencakup angka 1, sehingga status gizi yang tidak baik secara
statistik signifikan dapat meningkatkan kejadian diare.
Tabel 10. Analisis Fisher Exact Test Suplementasi Vitamin A dengan
Kejadian Diare
Diare
OR 95%CI P
Ya Tidak Total
Tidak 1 0 1
Suplementasi Baik (6,7%) (0%) (3,3%)
Vitamin A 14 15 29 0,331-
Baik 0,483 1,000
(93,3%) (100%) (96,7%) 0,704
15 15 30
Total
(100%) (100%) (100%)

Berdasarkan tabel 10, balita dengan suplementasi vitamin A tidak


baik yang mengalami diare berjumlah lebih sedikit (6,7%) daripada yang
mendapatkan suplementasi vitamin A baik (93,3%). Nilai p=0,483
34

(p>0,05) menunjukkan hubungan yang secara statistik tidak signifikan,


antara suplementasi vitamin A tidak baik dengan kejadian diare pada
balita di Desa Pesantren, Tambak, Banyumas. Nilai odds ratio (OR)
0,483 (OR<1) dan nilai 95% CI yang mencakup angka 1 menunjukkan
bahwa suplementasi vitamin A tidak baik memiliki hubungan yang secara
statistik tidak signifikan dengan kejadian diare pada balita di Desa
Pesantren, Tambak, Banyumas.
Tabel 11. Analisis Fisher Exact Test Makanan Tidak Higienis dengan
Kejadian Diare
Diare
OR 95%CI P
Ya Tidak Total
9 1 10
Makanan Sering
(60%) (6,7%) (33,3%)
Tidak
6 14 20 2,155-
Higienis Jarang 21 0,005
(40%) (93,3%) (66,7%) 204,614
15 15 30
Total
(100%) (100%) (100%)
Berdasarkan tabel 11, balita yang sering mengonsumsi makanan
tidak higienis yang mengalami diare berjumlah lebih banyak (60%)
daripada yang jarang mengonsumsi makanan tidak higienis (40%). Nilai
p=0,005 (p<0,05) menunjukkan hubungan yang secara statistik
signifikan, antara konsumsi makanan yang tidak higienis dengan kejadian
diare pada balita di Desa Pesantren, Tambak, Banyumas. Nilai odds ratio
(OR) 21 (OR>1) menunjukkan bahwa seringnya konsumsi makanan yang
tidak higienis merupakan faktor yang dapat meningkatkan kejadian diare
sebanyak 21 kali lebih tinggi dibandingkan balita yang jarang
mengonsumsi makanan yang tidak higienis. Nilai 95% CI tidak
mencakup angka 1, sehingga konsumsi makanan yang tidak higienis
secara statistik signifikan dapat meningkatkan kejadian diare.

Tabel 12. Analisis Fisher Exact Test Perilaku Ibu pada Penanganan
Diare dengan Kejadian Diare
Diare
OR 95%CI P
Ya Tidak Total
Perilaku Tidak 14 8 22
Ibu Pada Baik (93,3%) (53,3%) (73,3%)
Penanganan 1 7 8 1,268-
12,25 0,035
Diare Baik (6,7%) (46,7%) (26,7%) 118,362
15 15 30
Total (100%) (100%) (100%)
35

Berdasarkan tabel 12, balita dengan ibu yang memiliki perilaku


tidak baik pada penanganan diare, mengalami diare berjumlah lebih
banyak (93,3%) daripada balita dengan ibu yang perilaku penanganan
diarenya baik (6,7%). Nilai p=0,035 (p<0,05) menunjukkan hubungan
yang secara statistik signifikan, antara perilaku ibu pada penanganan
diare yang tidak baik dengan kejadian diare pada balita di Desa
Pesantren, Tambak, Banyumas. Nilai odds ratio (OR) 12,25 (OR>1)
menunjukkan bahwa perilaku ibu pada penanganan diare yang tidak baik
merupakan faktor yang dapat meningkatkan kejadian diare pada balita
sebanyak 12,25 kali lebih tinggi dibandingkan balita yang ibunya baik
dalam perilaku penanganan diare. Nilai 95% CI tidak mencakup angka 1,
sehingga perilaku ibu pada penanganan diare yang tidak baik secara
statistik signifikan dapat meningkatkan kejadian diare.

Tabel 13. Analisis Fisher Exact Test PHBS Ibu dengan Kejadian Diare
Diare
OR 95%CI P
Ya Tidak Total
Tidak 4 13
9 (60%)
Baik (26,7%) (43,3%)
PHBS Ibu
11 17 0,883-
6 (40%) 4,125 0,139
Baik (73,3% (56,7%) 19,273
15 15 30
Total (100%) (100%) (100%)
Berdasarkan tabel 13, balita dengan PHBS ibu yang tidak baik
yang mengalami diare berjumlah lebih banyak (60%) daripada balita
dengan PHBS ibu yang baik (40%). Nilai p=0,139 (p>0,05)
menunjukkan hubungan yang secara statistik tidak signifikan, antara
PHBS ibu yang tidak baik dengan kejadian diare pada balita di Desa
Pesantren, Tambak, Banyumas. Walaupun nilai odds ratio (OR) 4,125
(OR>1) tetapi nilai 95% CI yang mencakup angka 1 menunjukkan bahwa
PHBS ibu yang tidak baik memiliki hubungan yang secara statistik tidak
signifikan dengan kejadian diare pada balita di Desa Pesantren, Tambak,
Banyumas.
36

Tabel 14. Analisis Fisher Exact Test Pendapatan Perkapita dengan


Kejadian Diare
Diare
OR 95%CI P
Ya Tidak Total
11 4 15
Pendapatan Rendah (73,3%) (26,7%) (50%)
Perkapita 4 11 15 1,499-
7,563 0,027
Tinggi (26,7%) (73,3%) (50%) 38,152
15 15 30
Total (100%) (100%) (100%)
Berdasarkan tabel 14, balita dari keluarga dengan pendapatan
perkapita rendah, mengalami diare berjumlah lebih banyak (73,3%)
daripada balita dari keluarga dengan pendapatan perkapita tinggi
(26,7%). Nilai p=0,027 (p<0,05) menunjukkan hubungan yang secara
statistik signifikan, antara pendapatan perkapita rendah dengan kejadian
diare pada balita di Desa Pesantren, Tambak, Banyumas. Nilai odds ratio
(OR) 7,563 (OR>1) menunjukkan bahwa pendapatan perkapita rendah
merupakan faktor yang dapat meningkatkan kejadian diare pada balita
sebanyak 7,563 kali lebih tinggi dibandingkan balita dari keluarga
dengan pendapatan perkapita tinggi. Nilai 95% CI tidak mencakup angka
1, sehingga pendapatan perkapita rendah secara statistik signifikan dapat
meningkatkan kejadian diare.

Tabel 15. Analisis Fisher Exact Test Kondisi Rumah dengan Kejadian
Diare
Diare
OR 95%CI P
Ya Tidak Total
Tidak 11 17 4,125 0,883- 0,139
Kondisi Sehat (73,3%) 6 (40%) (56,7%) 19,273
Rumah 4 13
Sehat (26,7%) 9 (60%) (43,3%)
15 15 30
Total (100%) (100%) (100%)

Berdasarkan tabel 15, balita dengan kondisi rumah yang tidak


sehat yang mengalami diare berjumlah lebih banyak (73,3%) daripada
balita dengan kondisi rumah yang sehat (26,7%). Nilai p=0,139 (p>0,05)
menunjukkan hubungan yang secara statistik tidak signifikan, antara
kondisi rumah yang tidak sehat dengan kejadian diare pada balita di Desa
Pesantren, Tambak, Banyumas. Walaupun nilai odds ratio (OR) 4,125
37

(OR>1) tetapi nilai 95% CI yang mencakup angka 1 menunjukkan bahwa


kondisi rumah yang tidak sehat memiliki hubungan yang secara statistik
tidak signifikan dengan kejadian diare pada balita di Desa Pesantren,
Tambak, Banyumas.

B. Pembahasan
Penelitian ini meneliti mengenai identifikasi faktor resiko diare di Desa
Pesantren Kecamatan Tambak Kabupaten Banyumas. Hipotesis yang peneliti
ajukan yaitu terdapat keterkaitan faktor resiko yang teridentifikasi dengan
kejadian diare pada balita di Desa Pesantren Kecamatan Tambak. Responden
dikelompokkan ke dalam kelompok kasus dan kelompok kontrol. Responden
yang termasuk ke dalam kelompok kasus adalah balita yang menderita diare
selama tiga bulan terakhir sebanyak 50% dari keseluruhan total responden,
sementara responden yang termasuk ke dalam kelompok kontrol adalah balita
yang tidak menderita diare selama tiga bulan terakhir sebanyak 50% dari
keseluruhan total responden.

Balita merupakan kelompok usia yang mudah terkena diare. Sebagian


besar diare terjadi pada anak usia di bawah dua tahun. Balita yang berusia 12 –
24 bulan mempunyai risiko terjadi diare sebanyak 2,23 kali lebih besar
dibandingkan anak usia 25 – 59 bulan. Hal ini sesuai dengan studi
epidemiologi yang dilakukan oleh Yusuf (2011) yang menyatakan bahwa angka
kesakitan diare pada anak paling banyak terjadi pada rentang usia 1 bulan
sampai dengan kurang dari dua tahun, yakni sebanyak 73,1%. Umur ada
kaitannya dengan daya tahan tubuh. Pada umumnya daya tahan tubuh dewasa
jauh lebih tinggi dari pada daya tahan tubuh bayi dan anak. Angka kesakitan
pada bayi dan anak berhubungan dengan daya tahan tubuhnya sehingga anak
dan terutama bayi memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita diare dan
dehidrasi dibandingkan orang dewasa (Jannah, 2005).

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna


antara status gizi dengan kejadian diare. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Atussoleha (2012) yang menyatakan bahwa 78,6% pasien
38

dengan status gizi kurang mengalami diare. Bayi dan balita yang mengalami
gizi kurang lebih mudah terjangkit penyakit dibandingkan dengan balita
dengan gizi baik. Keadaan gizi kurang dapat menyebabkan peningkatan
beratnya penyakit, lama, serta risiko kematian terutama pada penderita gizi
buruk (Depkes RI, 2007). Semakin buruk gizi anak, maka akan semakinsering
frekuensi diare ynag dialami. Mortalitas bayi umumnya kecil di negara yang
memiliki prevalensi Kurang Energi Protein (KEP) yang rendah.

Menurut Depkes RI, faktor yang menyebabkan diare pada anak


malnutrisi adalah atrofi vilus usus halus, atrofi pankreas, penurunan daya tahan
tubuh, dan gangguan absorpsi makanan (Palupi et al, 2009). Keadaan
malnutrisi dapat menimbulkan efek buruk terhadap struktur usus halus dan
atrofi mukosa. Selain itu juga terdapat penurunan mitosis serta infiltrasi
limfosit serta sel plasma dalam mukosa dan submukosa usus. Perubahan-
perubahan strukturan dan fungsional tersebut disertai dengan penurunan
produksi enzim pankreas yang dapat mempengaruhi absorpsi makanan dan
berakhir dengan kejadian diare (Palupi, 2009).

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna


antara konsumsi makanan tidak higienis dengan kejadian diare. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Ayuningtyas (2012) yang menyatakan
bahwa angka kejadian diare berkaitan dengan frekuensi mengkonsumsi
makanan yang tidak higienis terutama jajanan yang biasa dikonsumsi anak-
anak. Salah satu jenis bakteri yang banyak ditemui pada jajanan anak-anak
adalah bakteri E. coli. Keberadaan bakteri E.coli dalam makanan
mengindikasikan bahwa makanan tersebut sudah terkontaminasi feses atau
dalam kata lain makanan tersebut tidak higienis (Maradona, 2011).

Bakteri E. coli yang mampu menyebabkan diare diantaranya adalah


Enteropathogenic E. coli (EPEC) yang lebih banyak menyerang bayi,
Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enterohemorrhagic E. coli (EHEC),
Enteroinvasive E. coli (EIEC), dan Enteroagregative E. coli (EGEC). Semua
jenis bakteri tersebut mampu merusak dinding usus dengan atau tanpa melalui
39

toksin. Infeksi oleh bakteri E. coli ini lebih sering terjadi di negara berkembang
(Jawetz et al, 2005).

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna


antara perilaku ibu pada penanganan diare dengan kejadian diare pada balita.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Purbasari (2009) yang
menyatakan bahwa perilaku ibu dalam penanganan diare berhubungan dengan
angka kejadian diare. Perilaku penanganan diare yang dinilai adalah tanda-
tanda dehidrasi, minum air, oralit, dan konsumsi pemberian suplemen zinc.

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna


antara pendapatan per kapita Menurut Sajogyo (1994), pendapatan seseorang
sangat menentukan dalam pemilihan pangan yang akan dikonsumsi. Dengan
pendapatan tinggi maka kemampuan untuk membeli bahan pangan akan
semakin beragam pula. Sedangkan Berg (1986) menyatakan bahwa pendapatan
merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan yang
dikonsumsi.
C. Prioritas Permasalahan
Berikut merupakan prioritas permasalahan dari empat variabel yang
memiliki hubungan signifikan dengan kejadian diare di Desa Pesantren,
Tambak, Banyumas. Prioritas masalah yang akan dipecahkan dalam
Community Health Analysis ini dilakukan menggunakan metode Hanlon seperti
yang tercantum dalam tabel 16.
Tabel 16. Prioritas permasalahan yang akan dipecahkan menggunakan metode
Hanlon
D Urutan
A B C D NPD NPT
Masalah P E A R L prioritas
1. Status gizi
yang tidak 2 9 2 1 0 1 1 1 1 22 0 3
baik
2. Makanan
yang tidak 1 7 3 1 1 1 1 1 1 24 24 2
higienis
3. Perilaku ibu
pada
penanganan 4 10 5 1 1 1 1 1 1 70 70 1
diare yang
tidak baik
4. Pendapatan 3 8 2 1 0 1 1 1 1 22 0 3
perkapita
40

yang rendah
Berdasarkan metode Hanlon pada tabel 16, didapatkan bahwa prioritas
permasalahan yang akan dipecahkan adalah perilaku ibu pada penanganan
diare yang tidak baik
41

VII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah


Berdasarkan penjelasan di atas, faktor resiko yang berpengaruh terhadap
kejadian diare di masyarakat Desa Pesantren Kecamatan Tambak Kabupaten
Banyumas adalah status gizi yang buruk, kebiasaan mengkonsumsi makanan
yang tidak higienis, perilaku penanganan diare yang kurang baik, dan
pendapatan per kapita yang rendah. Berdasarkan metode Hanlon, faktor risiko
yang paling berpengaruh adalah perilaku penangan diare yang kurang baik.
Pemecahan masalah yang terkait perilaku penangan diare yang kurang baik
dengan diare maka dapat dibuat beberapa alternatif. Metode yang digunakan
adalah metode Rinke. Metode ini menggunakan dua kriteria yaitu efektifitas
dan efisiensi jalan keluar.
Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi,
pentingnya jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan
biaya yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar.
1) Kriteria efektifitas jalan keluar
a. M (besarnya masalah yang dapat diatasi) :
1. Masalah yang dapat diatasi sangat kecil
2. Masalah yang dapat diatasi kecil
3. Masalah yang dapat diatasi cukup besar
4. Masalah yang diatasi besar
5. Masalah yang diatasi dapat sangat besar
b. I (pentingnya jalan keluar yang dikaitkan dengan kelanggengan
selesainya masalah):
1. Sangat tidak langgeng
2. Tidak langgeng
3. Cukup langgeng
4. Langgeng
5. Sangat langgeng
42

c. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan


penyelesaian masalah):
1. Penyelesaian masalah sangat lambat
2. Penyelesaian masalah lambat
3. Penyelesaian cukup cepat
4. Penyelesaian masalah cepat
5. Penyelesaian masalah sangat cepat
2) Kriteria efisiensi jalan keluar (yang dikaitkan dengan biaya yang
dikeluarkan dalam menyelesaikan masalah)
1. Biaya sangat mahal
2. Biaya mahal
3. Biaya cukup mahal
4. Biaya murah
5. Biaya sangat murah
Beberapa alternatif pemecahan masalah yang bisa dilakukan diantaranya
adalah penyuluhan mengenai penangan diare terhadap diare atau penyebaran
pamfet dan poster mengenai penanganan diare. Pemberian leaflet dan poster
dirasa kurang efektif oleh karena tidak adanya penjelasan khusus mengenai
apa yang tercantum di dalam leaflet, sehingga dikhawatirkan masyarakat
tidak memahami penuh apa yang dicantumkan di dalam leaflet atau poster.
Sementara itu, penyuluhan mampu memberikan pemahaman yang lebih baik
jika dibandingkan dengan hanya sekedar membagikan poster. Hal inilah yang
membutan alternatif pemecahan masalah berupa penyuluhan dinilai lebih
efisien dibandingkan dengan hanya membagikan leaflet. Sasaran penyuluhan
yang dipilih bisa ibu-ibu di Desa pesantren langsung ataupun kader kesehatan
di Desa Pesantren. Sasaran kader kesehatan dinilai lebih baik oleh karena
selain mampu memberikan keberlangsungan yang lebih lama dan lebih
mudah diterima masyarakat, kader kesehatan juga lebih mudah dijangkau dan
dinilai lebih efektif serta efisien jika dibandingkan dengan menjadikan ibu-
ibu secara langsung sebagai sasaran. Dengan pemberian penyuluhan terhadap
kader ini diharapkan para kader mampu memberikan apa yang telah
didapatkan dalam penyuluhan secara lebih luwes kepada ibu-ibu di Desa
pesantren serta bisa ikut mengawasi dan menilai perilaku ibu dalam
penanganan diare. Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan
metode Rinke untuk masalah perilaku ibu dalam penanganan diare di Desa
Pesantren Kecamatan Tambak adalah sebagai berikut :
Tabel 10. Prioritas Pemecahan Masalah dengan Metode Rinke
43

Efektivitas Urutan
Daftar Alternatif Jalan M I V Efisiensi Prioritas
No MxIxV/C
Keluar (C) Pemecahan
Masalah
1 Penyuluhan kepada ibu 4 3 4 4 12 2
mengenai penanganan diare
yang dapat dilakukan ibu
2 Penyuluhan kepada kader 4 4 5 5 16 1
mengenai penanganan diare
yang dapat dilakukan ibu
3 Penyebaran leaflet dan poster 4 2 3 2 12 2
mengenai penanganan diare

Berdasarkan hasil perhitungan prioritas pemecahan masalah menggunakan


metode Rinke, maka didapat satu prioritas pemecahan masalah, yaitu
melakukan penyuluhan kepada kader mengenai penanganan diare yang dapat
dilakukan ibu .
44

VIII. RENCANA KEGIATAN

A. Latar Belakang
Diare merupakan penyakit infeksi saluran cerna yang masih menjadi
masalah utama di negara maju maupun negara berkembang. Setiap anak di
bawah usia lima tahun di negara berkembang akan memgalami episode diare
kurang lebih tiga sampai empat kali pertahun. Setiap balita di Indonesia akan
mengalami episode diare kurang lebih 1,6 – 2 kali pertahun. Sampai saat ini,
penyakit diare merupakan penyebab kematian utama balita di dunia
(Kemenkes RI, 2014; WHO, 2009).
Kejadian Luar Biasa (KLB) diare terjadi di Indonesia pada tahun 2013
sebanyak 646 kasus. Jumlah kasus terbanyak terjadi di Provinsi Jawa Tengah
yang mencapai 294 kasus. Pada tahun 2013, angka kematian karena diare di
Indonesia adalah sebesar 1,08%. Angka ini masih jauh dari harapan yaitu
sebesar <1% (Kemenkes RI, 2014). Kejadian diare di Desa Pesantren,
Kecamatan Tambak memiliki beberapa faktor risiko yang memiliki hubungan
signifikan dengan kejadian diare, yaitu status gizi yang tidak baik, seringnya
konsumsi makanan tidak higienis, perilaku ibu pada penanganan diare, dan
rendahnya status ekonomi yang dilihat melalui pendapatan perkapita.
Praktik keluarga dalam pengobatan diare yang sesuai kebijakan
pemerintah dinilai masih rendah. Berdasarkan survei Indonesian
Demographic Health Survey (IDHS) tahun 2007, masih banyak bayi di bawah
enam bulan yang menderita diare tidak mendapatkan pengobatan apapun.
Hanya 15% – 24% dari balita penderita diare yang mendapatkan pengobatan
cairan yang baik. Semantara itu, jumlah balita penderita diare yang
mendapatkan makanan hanya sebanyak 44% – 48% (Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan fakta bahwa kejadian diare merupakan masalah yang belum bisa
ditangani dengan baik, diperlukan intervensi terhadap angka kejadian diare di
Desa Pesantren Kecamatan Tambak secara efektif dan efisien melalui
perantara kader posyandu. Perilaku ibu pada penanganan diare merupakan
faktor risiko yang signifikan secara statistik berhubungan dengan kejadian
diare. Perilaku ibu tersebut erat kaitannya dengan pengetahuan ibu mengenai
penanganan diare.
45

Pengetahuan ibu dapat ditingkatkan melalui edukasi. Edukasi secara


terus menerus dapat dilakukan oleh bagian dari masyarakat tempat ibu tinggal,
yaitu kader posyandu. Selain merupakan bagian dari masyarakat yang mudah
dijangkau oleh tenaga kesehatan, kader posyandu juga merupakan pihak yang
sering bertemu dengan ibu-ibu di desa oleh karena adanya program posyandu
rutin setiap bulan. Diharapkan, dengan memberi informasi dan edukasi
melalui penyuluhan terhadap kader posyandu, mereka dapat informasi secara
jelas kepada ibu yang tinggal di wilayah kerja masing-masing posyandu.
Dengan demikian, pengetahuan ibu posyandu dapat meningkat yang
berdampak pada peningkatan perilaku ibu pada penanganan diare.
B. Tujuan
1. Umum
Menekan angka kejadian atau kekambuhan diare pada balita di Desa
Pesantren Kecamatan Tambak.
2. Khusus
Meningkatkan kemampuan ibu balita dalam menangani diare secara
adekuat di kemudian hari melalui penyuluhan kader posyandu di Desa
Pesantren Kecamatan Tambak.
C. Bentuk Kegiatan
Kegiatan yang akan dilaksanakan disajikan dalam bentuk penyuluhan
tentang penyakit diare terutama langkah penanganan diare yang dapat
dilakukan ibu balita kepada para Kader Posyandu Desa Pesantren, Kecamatan
Tambak, Kabupaten Banyumas.
D. Sasaran
Dua puluh orang kader Posyandu Desa Pesantren Kecamatan Tambak
Kabupaten Banyumas.
46

E. Pelaksanaan
1. Personil
a) Kepala Puskesmas : dr. Harry Widyatomo
b) Pembimbing : Apriliani Dewi K., Amd.Keb
c) Pelaksana : Raditya Bagas Wicaksono
Annisa Farah Fadhilah
2. Waktu dan Tempat Penyuluhan:
a) Hari : Senin
b) Tanggal : 28 September 2015
c) Tempat : Balai Desa Pesantren, Tambak, Banyumas
d) Waktu : 09.00 WIB – 11.00 WIB
F. Rencana Anggaran
Konsumsi : 20 x Rp5.000,00 = Rp100.000,00
Total : Rp100.000,00

G. Rencana Evaluasi Program


1. Input
a. Sasaran : 80% dari keseluruhan kader posyandu di Desa Pesantren
Kecamatan Tambak.
b. Sumber Daya : ruangan, proyektor, konsumsi, alat tulis, pemateri,
materi yang diberikan, leaflet materi.
2. Proses
a. Keberlangsungan acara
Evaluasi keberlangsungan acara meliputi kehadiran para
pengisi acara yaitu pemberi sambutan dan pemateri, pelaksanaan
kegiatan, serta antusiasme peserta yang dinilai dari partisipasi aktif
peserta untuk bertanya. Materi disampaikan dalam bentuk
presentasi yang meliputi definisi diare, etiologi, faktor risiko dan
sumber penularan, penanganan diare di rumah, penanganan diare di
pelayanan kesehatan, kapan ibu harus membawa anak ke fasilitas
pelayanan kesehatan, serta apa saja yang perlu dimonitoring setelah
anak diberikan penanganan disertai video edukatif.

b. Jadwal pelaksanaan kegiatan


Evaluasi jadwal pelaksanaan kegiatan dinilai dari ketepatan
tanggal, waktu, serta alokasi waktu pada saat berlangsungnya
47

acara. Kegiatan direncanakan berlangsung pada hari Senin, 28


September 2015 pukul 09.00 WIB di Balai Desa Pesantren
Kecamatan Tambak, Banyumas. Adapun alokasi waktu serta
rincian kegiatan yang akan dilakukan dicantumkan dalam Tabel
11.
Tabel 11. Jadwal Kegiatan
Jam Alokasi Kegiatan
09.00 – 09.05 5 menit Registrasi
09.05 – 09.10 5 menit Pembukaan
09.10 – 09.15 5 menit Sambutan Perwakilan Puskesmas
09.15 – 09.25 10 menit Sambutan Kepala Desa Pesantren
09.25 – 09.35 10 menit Pretest
09.35 – 10.05 30 menit Penyampaian materi diare
10.05 – 10.35 30 menit Penyampaian materi ISPA
10.35 – 10.55 20 menit Sesi Diskusi
10.55 – 11.05 10 menit Posttest
11.05 – 11.10 5 menit Penutupan

3. Output
Rerata nilai post-test kader posyandu di Desa Pesantren Kecamatan
Tambak setelah mengikuti penyuluhan adalah minimal 80 dari skala
100.
48

IX. Pelaksanaan dan Evaluasi Program

A. Pelaksanaan
Setelah dilakukan penyuluhan, diharapkan kader kesehatan dapat
membantu mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan diare di
Desa Pesantren. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan dilaksanakan melalui 3
tahap, yaitu:
1. Tahap Persiapan
a. Perizinan
Perizinan diajukan dalam bentuk lisan oleh dokter muda kepada
Kepala Puskesmas II Tambak, Preseptor Lapangan, Bidan Desa,
serta Kepala Desa Pesantren.
b. Materi
Materi yang disiapkan adalah materi penyuluhan tentang penanganan
diare yang bisa dilakukan ibu di rumah dalam bentuk power point
dan video edukatif.
b. Sarana
Sarana yang digunakan yaitu ruangan balai desa, proyektor, sound
system, leaflet mengenai diare, dan laptop.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Judul Kegiatan
“Penyuluhan Mengenai Perilaku Ibu pada Penanganan Diare”
b. Waktu
Senin, 28 September 2015 jam 09.45
c. Tempat
Balai Desa Pesantren Kecamatan Tambak
d. Penanggung Jawab
1) dr. Nendyah Roesti, Msi selaku pembimbing fakultas
2) dr. Harry Widyatomi selaku Kepala Puskesmas II Tambak,
sekaligus sebagai pembimbing lapangan
3) Apriliani Dewi K., Amd.Keb selaku bidan desa.
4) Pelaksana Raditya Bagas Wicaksono dan Annisa Farah Fadhilah
5) Peserta kader posyandu desa Pesantren Kecamatan Tambak
49

6) Penyampaian Materi
Penyuluhan materi diare diberikan pada kader posyandu Desa
Pesantren Kecamatan Tambak, yang mencakup definisi diare,
etiologi, faktor risiko dan sumber penularan, penanganan diare di
rumah, penanganan diare di pelayanan kesehatan, kapan ibu harus
membawa anak ke fasilitas pelayanan kesehatan, serta apa saja
yang perlu dimonitoring setelah anak diberikan penanganan
disertai video edukatif.
B. Evaluasi
1. Input
a. Sasaran
Sebanyak 17 kader posyandu hadir dalam kegiatan penyuluhan. Maka
target penyuluhan terpenuhi, yaitu minimal 16 orang (80%) dari
keseluruhan kader posyandu di Desa Pesantren Kecamatan Tambak
yang menghadiri penyuluhan. Sasaran yang mengikuti kegiatan
penyuluhan terlihat antusias dalam mengikuti kegiatan. Hal ini dapat
dilihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan oleh sasaran serta
sasaran yang ikut berinteraksi aktif menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang disampaikan oleh pemateri.
b. Sumber Daya
Ruangan dan proyektor telah disediakan dan disiapkan oleh
pemerintah Desa Pesantren. Konsumsi sebanyak 20 buah didapatkan
dari hasil iuran pelaksana kegiatan. Lembar jawab pretest dan postest
disediakan oleh pelaksana kegiatan, sedangkan alat tulis disediakan
oleh masing-masing peserta. Pemateri yaitu Annisa Farah Fadhilah
menyampaikan materi yang berisi definisi diare, etiologi, faktor risiko
dan sumber penularan, penanganan diare di rumah, serta kapan ibu
harus membawa anak ke fasilitas pelayanan kesehatan. Pelaksana
kegiatan juga memberikan leaflet ringkasan materi yang dicetak
menggunakan printer pribadi. Sumber pembiayaan yang digunakan
cukup untuk menunjang terlaksananya kegiatan. Anggaran yang
50

dihabiskan adalah sejumlah Rp. 100.000,00 yang digunakan untuk


konsumsi peserta.
2. Proses
a. Keberlangsungan acara
Acara diselenggarakan di Aula Balai Desa Pesantren dan
berlangsung kondusif. Semua pengisi acara, baik pemberi
sambutan dari perwakilan puskesmas yang diwakili dr. Agus
Suyudi maupun kepala Desa Pesantren beserta pemateri datang
menghadiri dan mengisi acara. Semua rangkaian kegiatan
terlaksana dengan baik dan antusiasme peserta baik dibuktikan
dengan jumlah pertanyaan yang diajukan peserta ada sebanyak
tujuh pertanyaan mengenai diare. Materi disampaikan dengan
metode presentasi yang meliputi definisi diare, etiologi, faktor
risiko dan sumber penularan, penanganan diare di rumah,
penanganan diare di pelayanan kesehatan, kapan ibu harus
membawa anak ke fasilitas pelayanan kesehatan, serta apa saja
yang perlu dimonitoring setelah anak diberikan penanganan
disertai video edukatif.
b. Jadwal pelaksanaan kegiatan
Kegiatan berhasil dilaksanakan pada hari Senin, 28 September
2015. Acara dimulai pukul 09.45, mundur empat puluh lima menit
dari rencana awal karena peserta baru dapat berkumpul pada jam
tersebut. Acara berlangsung selama 135 menit atau lebih 5 menit
jika dibandingkan dengan alokasi waktu yang telah direncanakan
dan berakhir pada pukul 12.00. Semua rangkaian acara terlaksana
dan sesuai dengan alokasi waktu yang telah direncanakan.
3. Output
Rerata nilai post-test kader posyandu di Desa Pesantren Kecamatan
Tambak setelah mengikuti penyuluhan adalah 82,50 sehingga
memenuhi batas minimal 80 dari skala 100. Hal ini menunjukkan
peningkatan sebanyak 39,5% dibandingkan rerata nilai pre-test yaitu
50,59 dari skala 100.
51

X. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Hasil analisis kesehatan komunitas (Community Health Analysis) di Desa
Pesantren wilayah kerja Puskesmas II Tambak Kabupaten Banyumas
menunjukkan bahwa diare menjadi prioritas masalah yang diambil.
2. Faktor risiko yang berhubungan signifikan secara statistik dengan
kejadian diare di Desa Pesantren, Kecamatan Tambak adalah status gizi
yang tidak baik, seringnya konsumsi makanan yang tidak higienis,
perilaku ibu pada penanganan diare yang tidak baik, serta status ekonomi
yang rendah. Adapun permasalahan yang diangkat untuk dilakukan
intervensi adalah perilaku ibu pada penanganan diare yang tidak baik.
3. Alternatif pemecahan masalah yang dipilih adalah melakukan
penyuluhan mengenai penanganan diare kepada kader posyandu di Desa
Pesantren, Kecamatan Tambak.
4. Penyuluhan berjalan lancar pada hari Senin, 28 September 2015 pukul
09.45-12.00 dan memenuhi target yaitu minimal 80% kader posyandu
hadir serta nilai postest mencapai 82,50 dengan kenaikan sebesar 39,5%

B. Saran
1. Perlu dilakukan survey lanjutan mengenai perilaku ibu pada penanganan
diare dalam 3-4 bulan kedepan untuk melihat apakah kader posyandu
berhasil menjelaskan kepada ibu balita di desa Pesantren, Tambak.
2. Perlu dilakukan evaluasi mengenai prevalensi diare di desa Pesantren,
Tambak 3-4 bulan kedepan.
52

DAFTAR PUSTAKA

Alboneh, F. A. 2013. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare pada Balita
Usia 2 – 5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Karanganyar
Kabupaten Karanganyar. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Solo. (Tidak dipublikasikan)
Atussoleha, M. I. 2012. Hubungan Antara Status Gizi, ASI Eksklusif, dan Faktor
Lain Terhadap Frekuensi Diare pada Anak Usia 10 – 23 Bulan di
Puskesmas Tugu, Depok Tahun 2012. Skripsi. Universitas Indonesia.
Depok. (Tidak Dipublikasikan)
Ayuningtyas, N. V. 2012. Hubungan Frekuensi Jajan Anak dengan Kejadian Diare
Akut pada Anak Sekolah Dasar di SDN Sukatani 4 dan SDN Sukatani 7,
Kelurahan Sukatani, Depok Tahun 2012. Skripsi. Universitas Indonesia.
Depok. (Tidak Dipublikasikan).
Devi, N. 2012. Gizi Anak Sekolah. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara
Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2009. Panduan Manajemen Suplementasi
Vitamin A. Jakarta : Departemen Kesehatan.
Depkes RI. 2007. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta : Direktorat
Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Fatmasari, H. 2008. Hubungan Beberapa Faktor Resiko dengan Kejadian Diare
pada Anak Balita di Ruang Rawat Inap Puskesmas Kecamatan Jatibarang
Kabupaten Brebes Tahun 2008. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Semarang. Semarang. (Tidak Dipublikasikan).
Fatmawati, A. 2008. Hubungan antara Sanitasi Rumah dengan Kejadian Diare di
Desa Singosari Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali Tahun 2008.
Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Solo. (Tidak
Dipublikasikan)
Fitri, C. N. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kebiasaan Konsumsi
Makanan Jajanan pada Siswa Sekolah Dasar di SDN Rawamangun 01
Pagi Jakarta Timur Tahun 2012. Skripsi. Universitas Indonesia. Jakarta.
(Tidak Dipublikasikan)
Jannah, R. Gambaran Penderita Diare Serta Karakteristik yang Berobat pada
Bulan Juli di Puskesmas Peusangan Kabupaten Bireun Tahun 2005.
Skripsi. Universitas Muhammadiyah Aceh. Aceh. (Tidak Dipublikasikan)

Jawetz, et al. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Juckett G and Trivedi R. 2011. Evaluation of Chronic Diarrhea. American


Academy of Family Physicians; 84(10):1119-1126
53

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Pengandalian Diare di


Indonesia. Subdit Pengendalian Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan.
Marpaung, M. 2010. Uji Klinis Manfaat Vitamin A dalam Pengobatan Diare Akut
pada Anak. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. (Tidak
Dipublikasikan)
Palupi, A., Hadi, H., Soenarto, S. S. 2009. Status Gizi dan Hubungannya dengan
Kejadian Diare pada Anak Diare Akut di Ruang Rawat Inap RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 6 (1) : 1 – 7.
Purbasari, E. 2009. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu dalam
Penanganan Awal Diare pada Balita di Puskesmas Kecamatan Ciputat,
Tangerang Selatan, Banten pada Bulan September Tahun 2009. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. (Tidak
Dipublikasikan)
Qauliyah, A. 2010. Artikel Kedokteran : Patofisiologi, Gejala Klinik, dan
Penatalaksanaan Diare. Dapat diunduh di :
http://astaqauliyah.com/2010/06/artikel-kedokteran-patofisiologi-gejala-
klinik-dan-penatalaksanaan-diare/ (Diakses pada Tanggal 9 September
2015)
Sari, S. A. P. 2012. Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Ibu
dengan Kejadian Diare pada Bayi Usia 1 – 12 Bulan di Kelurahan
Antirogo Kabupaten Jember. Skripsi. Universitas Jember. Jember. (Tidak
Dipublikasikan)
Siburian, S. H. 2010. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Kepala Keluarga Tentang
Sanitasi Dasar dan Rumah Sehat di Wilayah Perimeter Pelabuhan Teluk
Nimbung Tanjungbalai Tahun 2010. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Medan. (Tidak Dipublikasikan)
Thomas PD, Forbes A, Green J, Howdle P, Long R, et al. 2003. Guidelines for the
investigation of chronic diarrhoea, 2nd edition. Gut; 52(Suppl V):v1–v15

World Health Organization (WHO). 2009. Diarrhoea: Why Children Are Still
Dying And What Can Be Done .World Health Organization (WHO).
Available from
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/44174/1/9789241598415_eng.pd
f (diakses pada tanggal 9 September 2015)
World Health Organization. 2005. The Treatment of Diarrhea : A Manual for
Physicians and Other Senior Health Workers 4th Review. Geneva : Who
Library Cataloguing.

World Health Organization. 2007. The Treatment of Diarrhea : A Manual for


Physicians and Other Senior Health Workers 4th Review. Geneva : Who
Library Cataloguing.
Wulandari, A. P. 2009. Hubungan Antara Faktor Lingkungan dan Faktor
Sosiodemorafi dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Blimbing
54

Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2009. Skripsi.


Universitas Muhammadiyah Surakarta. Solo. (Tidak Dipublikasikan)
Yusuf, S. 2011. Profil Diare di Ruang Rawat Inap Anak. Sari Pediatri 13 (4) : 265
– 270
55

Lampiran 1. Dokumentasi

Gambar 1. Kader Kesehatan Desa Pesantren Gambar 2. Sambutan

Gambar 3. Pretest Gambar 4. Penyuluhan Diare

Gambar 5. Sesi Diskusi Gambar 6. Postest


56

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
PURWOKERTO
Kampus RSUD Prof. dr. Margono Soekardjo
Jl. dr. Gumbreg No.1 Purwokerto

Informed Consent

Kami mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman


Purwokerto, saat ini sedang malakukan penelitian dengan judul “Faktor Risiko
yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Balita di Desa Pesantren, Kecamatan
Tambak”. Penelitian ini diselenggarakan dalam rangka pelaksanaan Community
Health Analysis pada Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Komunitas dan Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal
Soedirman.Kesediaan anda sangat berarti dalam penyusunan penelitian ini. Atas
kesediaan anda dan anak anda menjadi responden, kami ucapkan terimakasih.

Tambak, September 2015


Tim Peneliti
Raditya Bagas Wicaksono, Annisa Farah Fadhilah
57

Lembar Persetujuan Partisipasi dalam Penelitian

Setelah membaca surat pemberitahuan dan mendengar penjelasan


sebelumnya, maka saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama :
Usia :
Alamat :
Secara sukarela bersedia berpartisipasi dalam penelitian “Faktor Risiko
yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Balita di Desa Pesantren, Kecamatan
Tambak”.

Tambak, September 2015

Responden
58

KUESIONER ANALISIS FAKTOR RISIKO DIARE PADA BALITA


DESA PESANTREN PUSKESMAS II TAMBAK
KABUPATEN BANYUMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

IDENTITAS
Nama anak balita
1.A. Laki-laki
Jenis Kelamin
2.B. Perempuan
VARIABEL BEBAS
Kejadian Diare
Apakah anak Ibu pernah mengalami
buang air besar cair atau lembek
1.A. Ya
dengan frekuensi lebih dari tiga kali
2.B. Tidak
dalam sehari selama tiga bulan
terakhir?
3.VARIABEL TERIKAT
4.1. FAKTOR ANAK
a. Status Gizi Anak

Berat badan saat ini (gram)

Tanggal lahir / /

Umur tahun bulan

Panjang badan saat ini (cm)

Weight to Height Z-Score SD


a. Status Gizi Baik
Kategori
b. Status Gizi Tidak Baik
b. Riwayat Suplementasi Vitamin A
Sudah berapa kali anak Usia 0 – 11 bulan
mendapatkan vitamin A pada tahun
ini? a. Satu kali (Februari atau Agustus)
b. Belum pernah
Usia 12 – 59 bulan
59

a. Dua kali (Februari dan Agustus)


b. Kurang dari dua kali
a. Suplementasi vitamin A baik
Kategori
b. Suplementasi vitamin A tidak baik
c. Kebiasaan Konsumsi Makanan pada Anak
Berapa kali anak dan atau ibu
membeli makanan untuk konsumsi a. ≥ 2 kali sehari
anak di luar rumah yang tidak b. < 2 kali sehari
higienis menurut persepsi ibu?
a. Sering
Kategori
b. Tidak Sering
2. FAKTOR IBU
a.Perilaku Ibu dalam Penanganan Diare

a. Memuasakan a. 0
b. Memberi makan seperti b. 1
Apa yang ibu lakukan saat anak biasa
diare? c. Mengganti makanan c. 2
dengan yang lebih
lunak
Apakah ibu langsung membawa anak a. Ya a. 0
berobat pada saat awal diare? b. Tidak b. 1
Apakah ibu memberikan obat a. Ya a. 0
antidiare pada awal anak ibu diare? b. Tidak b. 1
Apakah ibu memberikan minum a. Ya a. 1
lebih banyak? b. Tidak b. 0
Apakah ibu memberikan oralit saat a. Ya a. 1
anak ibu diare? b. Tidak b. 0
a. 1
a. Memberi minum lebih
banyak
b. 1
b. Tetap memberikan ASI
Apa yang ibu lakukan jika anak ibu c. 1
c. Memberikan cairan
mengalami dehidrasi/kekurangan
oralit (cairan rehidrasi
cairan?
oral)
d. 1
d. Memberi makanan yang
mengandung banyak air
Apakah ibu memberikan suplemen a. Ya a. 1
zinc pada saat anak ibu diare? b. Tidak b. 0
Apakah ibu memberikan obat-obatan a. Ya a. 0
tradisional saat anak ibu diare? b. Tidak b. 1
a. Baik
Kategori b. Sedang
c. Kurang
b. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Ibu
Ibu menggunakan air sungai untuk mencuci peralatan makan a. Ya a. 0
60

dan minum b. Tidak b. 1


Ibu menggunakan air sungai untuk mencuci peralatan makan a. Ya c. 0
dan minum b. Tidak d. 1
Ibu menggunakan air pompa, sumur gali, air ledeng, atau air a. Ya a. 1
kemasan untuk mencuci bahan makanan b. Tidak b. 0
Ibu menggunakan air pompa, sumur gali, air ledeng, atau air a. Ya a. 1
kemasan untuk mencuci tangan b. Tidak b. 0
Sumber air yang digunakan berjarak lebih dari 10 meter dari a. Ya a. 1
tempat penampungan kotoran, limbah, atau septic tank b. Tidak b. 0
a. Ya a. 0
Ibu menyimpan air di tempat penampungan air yang terbuka
b. Tidak b. 1
Ibu memberikan minum dari air yang dimasak sampai a. Ya a. 1
mendidih b. Tidak b. 0
a. Ya a. 0
Ibu menggunakan air sungai untuk mandi
b. Tidak b. 1
a. Ya a. 0
Ibu mencuci pakaian bayi di sungai
b. Tidak b. 1
a. Ya a. 0
Ibu mencuci peralatan masak di sungai
b. Tidak b. 1
Ibu langsung memegang makanan tanpa mencuci tangan
a. Ya a. 0
dengan menggunakan air bersih (tidak berwarna, tidak berasa,
b. Tidak b. 1
tidak berbau) dan sabun
Ibu mencuci tangan dengan air bersih (tidak berwarna, tidak
a. Ya a. 1
berasa, tidak berbau) dan sabun setelah buang air besar dan
b. Tidak b. 0
menceboki bayi
Ibu mencuci tangan saja tanpa menggunakan sabun sebelum a. Ya a. 0
melakukan sesuatu b. Tidak b. 1
a. Ya a. 0
Ibu melakukan buang air besar di sungai
b. Tidak b. 1
Ibu melakukan buang air besar di di jamban yang terletak a. Ya a. 1
dalam rumah b. Tidak b. 0
a. Ya a. 1
Ibu membuang tinja/kotoran bayi di jamban dalam rumah
b. Tidak b. 0
a. Ya a. 0
Ibu membersihkan jamban ketika terlihat kotor saja
b. Tidak b. 1
a. Ya a. 0
Ibu membuang tinja/kotoran bayi di pekarangan dekat rumah
b. Tidak b. 1
a. Ya a. 1
Jamban yang digunakan bersih dan tidak berbau
b. Tidak b. 0
a. Ya a. 1
Tersedia air, sabun, dan alat untuk membersihkan jamban
b. Tidak b. 0
a. PHBS ibu baik
Kategori
b. PHBS ibu buruk
3. FAKTOR SOSIAL EKONOMI
Jumlah pendapatan suami per
A. Rp
bulan
61

Jumlah pendapatan istri per


B. Rp
bulan
Total pendapatan keluarga C. Rp
Jumlah anggota keluarga yang
D. ....... orang
menjadi tanggungan keluarga
Pendapatan perkapita E. Rp
F. a. Di atas pendapatan rata-rata per kapita
Kategori
G. b. Di bawah pendapatan rata-rata per kapita
62

4. FAKTOR LINGKUNGAN
Kriteria Rumah Sehat
a. Komponen Rumah (Bobot 31)
a. 0
b. 1
Langit-langit a. Tidak ada
b. Ada, kotor, sulit dibersihkan, dan rawankecelakaan
c. Ada, bersih dan tidak rawan kecelakaan c. 2
a. 1

b. 2
Dinding a. Bukan tembok (terbuat dari anyamanbambu/ilalang)
b. Semi permanen/setengah tembok/pasangan bata
ataubatu yang tidak diplester/papan yang tidak kedap
air. c. 3
c. Permanen (Tembok/pasangan batu bata yang
diplesterpapan kedap air)
a. 0
b. 1
Lantai a. Tanah
b. Papan/anyaman bambu dekat dengan tanah/plesteran
c. Diplester/ubin/keramik/papan (rumah panggung). c. 2
Jendela kamar tidur a. Tidak ada a. 0
b. Ada b. 1
Jendela ruang keluarga a. Tidak ada a. 0
b. Ada b. 1
a. 0
b. 1
Ventilasi a. Tidak ada
b. Ada, lubang ventilasi dapur < 10% dari luas lantai
c. Ada, lubang ventilasi > 10% dari luas lantai c. 2
a. 0
b. 1

Lubang asap dapur a. Tidak ada c. 2


b. Ada, lubang ventilasi dapur < 10% dari luas lantai
dapur
c. Ada, lubang ventilasi dapur > 10% dari luas lantai
dapur(asap keluar dengan sempurna) atau ada exhaust
fanatau ada peralatan lain yang sejenis
a. 0

a. Tidak terang, tidak dapat dipergunakan untuk


membaca b. 1
Pencahayaan
b. Kurang terang, sehingga kurang jelas untuk
membacadengan normal c. 2
c. Terang dan tidak silau sehingga dapat dipergunakan
untukmembaca dengan normal.
b. Sarana Sanitasi (Bobot 25)
63

a. 0
b. 1
a. Tidak ada
Sarana Air Bersih
b. Ada, bukan milik sendiri dan tidak memenuhi syarat
kesehatan c. 2
(SGL/SPT/PP/KU/
c. Ada, milik sendiri dan tidak memenuhi syarat
PAH) kesehatan d. 3
d. Ada, bukan milik sendiri dan memenuhi syarat
kesehatan
e. Ada, milik sendiri dan memenuhi syarat kesehatan e. 4
64

a. 0
b. 1
a. Tidak ada.
Jamban (saran b. Ada, bukan leher angsa, tidak ada tutup, disalurkan
kesungai / kolam c. 2
pembuangan kotoran)
c. Ada, bukan leher angsa, ada tutup, disalurkan ke
sungaiatau kolam d. 3
d. Ada, bukan leher angsa, ada tutup, septic tankAda,
leher angsa, septic tank.
a. 0

b. 1
Sarana Pembuangan
a. Tidak ada, sehingga tergenang tidak teratur di halaman
Air Limbah (SPAL)
b. Ada, diresapkan tetapi mencemari sumber air (jarak
sumber air (jarak dengan sumber air < 10m) c. 2
c. Ada, dialirkan ke selokan terbuka d. 3
d. Ada, diresapkan dan tidak mencemari sumber air
(jarak dengan sumber air > 10m) e. 4
e. Ada, dialirkan ke selokan tertutup (saluran kota)
untukdiolah lebih lanjut.
Saran Pembuangan a. Tidak ada a. 0
b. Ada, tetapi tidak kedap air dan tidak ada tutup b. 1
Sampah/Tempat
c. Ada, kedap air dan tidak bertutup c. 2
Sampah d. Ada, kedap air dan bertutup. d. 3
c. Perilaku Penghuni (Bobot 44)
Membuka Jendela a. Tidak pernah dibuka a. 0
Kamar Tidur b. Kadang-kadang b. 1
c. Setiap hari dibuka c. 2
Membuka jendela a. Tidak pernah dibuka a. 0
Ruang Keluarga b. Kadang-kadang b. 1
c. Setiap hari dibuka c. 2
Mebersihkan rumah a. Tidak pernah a. 0
dan halaman b. Kadang-kadang b. 1
c. Setiap hari c. 2
Membuang tinja bayi a. Dibuang ke sungai/kebun/kolam sembarangan a. 0
dan balita ke jamban b. Kadang-kadang ke jamban b. 1
c. Setiap hari dibuang ke jamban c. 2
Membuang sampah a. Dibuang ke sungai / kebun / kolam sembarangan a. 0
pada tempat sampah b. Kadang-kadang dibuang ke tempat sampah b. 1
c. Setiap hari dibuang ke tempat sampah c. 2
Kategori a. Kriteria Rumah Sehat Terpenuhi
b. Kriteria Rumah Sehat Tidak Terpenuhi

Lampiran 3. Analisis Statistik


65

Statistics

Sex Gizi Vitamin Makanan PHBS Ekonomi Rumah Penanganan


N Valid 30 30 30 30 30 30 30 30
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0

Sex

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Perempuan 19 63,3 63,3 63,3
Laki-laki 11 36,7 36,7 100,0
Total 30 100,0 100,0

Gizi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 19 63,3 63,3 63,3
Tidak Baik 11 36,7 36,7 100,0
Total 30 100,0 100,0

Vitamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 29 96,7 96,7 96,7
Tidak Baik 1 3,3 3,3 100,0
Total 30 100,0 100,0

Makanan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Jarang 20 66,7 66,7 66,7
Sering 10 33,3 33,3 100,0
Total 30 100,0 100,0
66

PHBS

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 17 56,7 56,7 56,7
Tidak Baik 13 43,3 43,3 100,0
Total 30 100,0 100,0

Ekonomi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Di atas rata-rata 15 50,0 50,0 50,0
Di bawah rata-rata 15 50,0 50,0 100,0
Total 30 100,0 100,0

Rumah

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Terpenuhi 13 43,3 43,3 43,3
Tidak Terpenuhi 17 56,7 56,7 100,0
Total 30 100,0 100,0

Penanganan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 8 26,7 26,7 26,7
Tidak Baik 22 73,3 73,3 100,0
Total 30 100,0 100,0

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Gizi * Diare 30 100,0% 0 ,0% 30 100,0%
Vitamin * Diare 30 100,0% 0 ,0% 30 100,0%
Makanan * Diare 30 100,0% 0 ,0% 30 100,0%
PHBS * Diare 30 100,0% 0 ,0% 30 100,0%
Ekonomi * Diare 30 100,0% 0 ,0% 30 100,0%
Rumah * Diare 30 100,0% 0 ,0% 30 100,0%
Penanganan * Diare 30 100,0% 0 ,0% 30 100,0%
67

Gizi * Diare

Crosstab

Diare
Kontrol Kasus Total
Gizi Baik Count 13 6 19
Expected Count 9,5 9,5 19,0
% within Diare 86,7% 40,0% 63,3%
Tidak Baik Count 2 9 11
Expected Count 5,5 5,5 11,0
% within Diare 13,3% 60,0% 36,7%
Total Count 15 15 30
Expected Count 15,0 15,0 30,0
% within Diare 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 7,033b 1 ,008
Continuity Correctiona 5,167 1 ,023
Likelihood Ratio 7,459 1 ,006
Fisher's Exact Test ,021 ,010
Linear-by-Linear
6,799 1 ,009
Association
N of Valid Cases 30
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
5,50.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Gizi (Baik /
9,750 1,592 59,695
Tidak Baik)
For cohort Diare = Kontrol 3,763 1,036 13,675
For cohort Diare = Kasus ,386 ,188 ,791
N of Valid Cases 30

Vitamin * Diare
68

Crosstab

Diare
Kontrol Kasus Total
Vitamin Baik Count 15 14 29
Expected Count 14,5 14,5 29,0
% within Diare 100,0% 93,3% 96,7%
Tidak Baik Count 0 1 1
Expected Count ,5 ,5 1,0
% within Diare ,0% 6,7% 3,3%
Total Count 15 15 30
Expected Count 15,0 15,0 30,0
% within Diare 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 1,034b 1 ,309
Continuity Correctiona ,000 1 1,000
Likelihood Ratio 1,421 1 ,233
Fisher's Exact Test 1,000 ,500
Linear-by-Linear
1,000 1 ,317
Association
N of Valid Cases 30
a. Computed only for a 2x2 table
b. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
,50.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
For cohort Diare = Kasus ,483 ,331 ,704
N of Valid Cases 30

Makanan * Diare
69

Crosstab

Diare
Kontrol Kasus Total
Makanan Jarang Count 14 6 20
Expected Count 10,0 10,0 20,0
% within Diare 93,3% 40,0% 66,7%
Sering Count 1 9 10
Expected Count 5,0 5,0 10,0
% within Diare 6,7% 60,0% 33,3%
Total Count 15 15 30
Expected Count 15,0 15,0 30,0
% within Diare 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 9,600b 1 ,002
Continuity Correctiona 7,350 1 ,007
Likelihood Ratio 10,653 1 ,001
Fisher's Exact Test ,005 ,003
Linear-by-Linear
9,280 1 ,002
Association
N of Valid Cases 30
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
5,00.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Makanan
21,000 2,155 204,614
(Jarang / Sering)
For cohort Diare = Kontrol 7,000 1,067 45,938
For cohort Diare = Kasus ,333 ,165 ,672
N of Valid Cases 30

PHBS * Diare
70

Crosstab

Diare
Kontrol Kasus Total
PHBS Baik Count 11 6 17
Expected Count 8,5 8,5 17,0
% within Diare 73,3% 40,0% 56,7%
Tidak Baik Count 4 9 13
Expected Count 6,5 6,5 13,0
% within Diare 26,7% 60,0% 43,3%
Total Count 15 15 30
Expected Count 15,0 15,0 30,0
% within Diare 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 3,394b 1 ,065
Continuity Correctiona 2,172 1 ,141
Likelihood Ratio 3,466 1 ,063
Fisher's Exact Test ,139 ,070
Linear-by-Linear
3,281 1 ,070
Association
N of Valid Cases 30
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
6,50.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for PHBS
4,125 ,883 19,273
(Baik / Tidak Baik)
For cohort Diare = Kontrol 2,103 ,866 5,109
For cohort Diare = Kasus ,510 ,244 1,067
N of Valid Cases 30

Ekonomi * Diare
71

Crosstab

Diare
Kontrol Kasus Total
Ekonomi Di atas rata-rata Count 11 4 15
Expected Count 7,5 7,5 15,0
% within Diare 73,3% 26,7% 50,0%
Di bawah rata-rata Count 4 11 15
Expected Count 7,5 7,5 15,0
% within Diare 26,7% 73,3% 50,0%
Total Count 15 15 30
Expected Count 15,0 15,0 30,0
% within Diare 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6,533b 1 ,011
Continuity Correctiona 4,800 1 ,028
Likelihood Ratio 6,794 1 ,009
Fisher's Exact Test ,027 ,013
Linear-by-Linear
6,316 1 ,012
Association
N of Valid Cases 30
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
7,50.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Ekonomi
(Di atas rata-rata / Di 7,563 1,499 38,152
bawah rata-rata)
For cohort Diare = Kontrol 2,750 1,126 6,717
For cohort Diare = Kasus ,364 ,149 ,888
N of Valid Cases 30

Rumah * Diare
72

Crosstab

Diare
Kontrol Kasus Total
Rumah Terpenuhi Count 9 4 13
Expected Count 6,5 6,5 13,0
% within Diare 60,0% 26,7% 43,3%
Tidak Terpenuhi Count 6 11 17
Expected Count 8,5 8,5 17,0
% within Diare 40,0% 73,3% 56,7%
Total Count 15 15 30
Expected Count 15,0 15,0 30,0
% within Diare 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 3,394b 1 ,065
Continuity Correctiona 2,172 1 ,141
Likelihood Ratio 3,466 1 ,063
Fisher's Exact Test ,139 ,070
Linear-by-Linear
3,281 1 ,070
Association
N of Valid Cases 30
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
6,50.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Rumah
(Terpenuhi / Tidak 4,125 ,883 19,273
Terpenuhi)
For cohort Diare = Kontrol 1,962 ,937 4,106
For cohort Diare = Kasus ,476 ,196 1,155
N of Valid Cases 30

Penanganan * Diare
73

Crosstab

Diare
Kontrol Kasus Total
Penanganan Baik Count 7 1 8
Expected Count 4,0 4,0 8,0
% within Diare 46,7% 6,7% 26,7%
Tidak Baik Count 8 14 22
Expected Count 11,0 11,0 22,0
% within Diare 53,3% 93,3% 73,3%
Total Count 15 15 30
Expected Count 15,0 15,0 30,0
% within Diare 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6,136b 1 ,013
Continuity Correctiona 4,261 1 ,039
Likelihood Ratio 6,719 1 ,010
Fisher's Exact Test ,035 ,018
Linear-by-Linear
5,932 1 ,015
Association
N of Valid Cases 30
a. Computed only for a 2x2 table
b. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
4,00.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
Penanganan (Baik / Tidak 12,250 1,268 118,362
Baik)
For cohort Diare = Kontrol 2,406 1,305 4,436
For cohort Diare = Kasus ,196 ,031 1,262
N of Valid Cases 30

Anda mungkin juga menyukai