Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Menular Seksual

1. Pengertian Penyakit Menular Seksual


Penyakit Menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seksual. Penyakit menular seksual akan lebih beresiko bila melakukan hubungan
seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal
(Sjaiful, 2007)

2. Bahaya Penyakit Menular Seksual


Penyakit Menular Seksual menyebabkan infeksi saluran reproduksi yang harus
dianggap serius. Bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat menjalar dan
menyebabkan penderitaan, sakit berkepanjangan, kemandulan dan kematian.

3. Tanda dan Gejala Penyakit Menular Seksual (Sjaiful, 2007)


a. Rasa sakit atau nyeri pada saat kencing atau berhubungan seksual
b. Rasa nyeri pada perut bagian bawah
c. Pengeluaran lendir pada vagina/ alat kelamin.
d. Keputihan berwarna putih susu, bergumpal dan disertai rasa gatal dan
kemerahan pada alat kelamin atau sekitarnya.
e. Keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau busuk dan gatal.
f. Timbul bercak – bercak darah setelah berhubungan seks.
g. Bintil – bintil berisi cairan, lecet atau borok pada alat kelamin.

7
8

4. Jenis Penyakit Menular seksual


a. Gonore
Gonore atau kencing nanah adalah penyakit tersering ditemui dalam dunia
kedokteran, ia mempunyai banyak nama yang digunakan oleh orang awam,
seperti kencing nanah, raja singa dan banyak lagi. Penyakit ini disebabkan
oleh kuman Neiseria gonorhoe yang berbentuk seperti buah kopi
berpasangan.
Gejala awal dapat timbul dalam waktu 7-21 hari setelah infeksi. Pada
wanita biasanya tidak menunjukkan gejala selama beberapa minggu
atau bulan, dan diketahui menderita penyakit ini ketika pasangan
seksualnya tertular. Jika timbul gejala, biasanya bersifat lebih ringan, namun
demikian beberapa penderita menunjukkan gejala yang berat, seperti
desakan untuk berkemih, nyeri ketika buang air kecil, keluarnya caiaran
putih dari vagina dan penjalaran ini bisa mencapai leher rahim, rahim,
saluran telur, indung telur, uretra (saluran kencingbawah) dan rektum yang
menyebabkan nyeri pinggul dalam atau nyeri ketika melakukan hubungan
seksual.
Pada wanita dan pria homoseksual yang melakukan hubungan seksual
melalui dubur bisa menderita gonore pada usus bagian bawah. Melakukan
oral sex dengan seorang penderita gonore juga dapat menyebabkan
tertularnya gonore pada tenggorokan (faringitisgonocokal), yang
terkadang tidak menunjukkan gejala dan kadang gejalanya mirip
seperti radang tenggorokan yang menyebabkan gangguan menelan.
gonore juga dapat menular ke mata jika cairan yang terinfeksi mengenai
mata yang biasanya disebut dengan konjungtivitisgonore. Bayi yang baru
lahir dapat tertular gonore dari ibunya yang terjadi selama proses
persalinan, yang dapat menyebabkan pembengkakan kelopak matanya dan
dari matanya mengeluarkan nanah (suririnah, 2007)

b. Sifilis (Raja Singa)


9

Kuman penyebabnya disebut Treponema pallidum. Masa tanpa gejala


berlangsung 3-4 minggu, kadang-kadang sampai 13 minggukemudian
timbul benjolan di sekitar alat kelamin. Kadang-kadangdisertapusing-
pusing dan nyeri tulang seperti flu yang akan hilangsendiri tanpa
diobati. Ada bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6-12minggu setelah
hubungan seks. Gejala ini akan hilang sendirinya danseringkali penderita
tidak memperhatikan hal ini.
Selama 2-3 tahun pertama penyakit ini tidak menunjukkan gejala apa-apa
atau disebut masa laten. Setelah 5-10 tahun penyakit sifilis akan menyerang
susunan syaraf otak, pembuluh darah dan jantung. Pada perempuan hamil
sifilis dapat ditularkan kepada bayi yang dikandungnya dan bisa lahir
dengan kerusakan kulit, hati, limpa dan keterbelakangan mental (Sjaiful,
2007).

c. Herpes genital
Penyakit yang disebabkan oleh virus Herpes Simplex dengan masa tenggang
4-7 hari sesudah virus masuk ke dalam tubuh melalui hubungan
seks. Gejala dan tanda-tandanya adalah :Bintil-bintil berair (berkelompok
seperti anggur) yang sangat nyeri pada sekitar alat kelamin,
kemudian pecah dan meninggalkan luka yang kering mengerak, lalu
hilang sendiri, dan gejala kambuh lagi seperti diata snamun tidak senyeri
tahap awal bila ada faktor pencetus (stres, haid,minuman dan makanan
beralkohol) dan biasanya menetap hilang timbul seumur hidup. Pada
perempuan, seringkali menjadi faktor kanker mulut rahim beberapa tahun
kemudian. Penyakit ini belum ada obat yang benar-benar mujarap, tetapi
pengobatan antivirus bisa mengurangi rasa sakit dan lamanya episode
penyakit (Sjaiful, 2007).

d. Klamidia
Penyakit ini disebabkan oleh Chamydia trachomatis. Masa tanpa gejala
10

berlangsung 7-21 hari. Gejalanya adalah timbul peradangan pada alat


reproduksi laki-laki dan perempuan. Pada perempuan, gejalanya bisa
berupa: Keluarnya cairan dari alat kelamin atau keputihan encer berwarna
putih kekuningan, rasa nyeri di rongga panggul dan perdarahan
setelah hubungan seksual (Sjaiful, 2007).

e. Trikomoniasis vaginalis
Trikomoniasis vaginalis adalah penyakit menular seksual yang
disebabkan oleh parasit Trikomonas vaginalis. Gejala dan tandanya
adalah: Cairan vagina encer, berwarna kuning kehijauan, berbusa dan
berbau busuk, vulva agak bengkak, kemerahan, gatal dan terasa tidak
nyaman dan nyeri saat berhubungan seksual atau saat kencing
(Sjaiful,2007).

f. Kutil kelamin
Kutil kelamin penyebabnya adalah human papiloma virus dengan gejala yang
khas yaitu terdapat satu atau beberapa kutilan sekitar kemaluan.
Pada perempuan dapat mengenai kulit daerah kelamin sampai dubur,
selaput lendir bagian dalam liang kemaluan sampai leher rahim. Bila
perempuan hamil, kutil dapat tumbuh besar sekali. Kutil kelamin kadang-
kadang bisa mengakibatkan kanker leher rahim atau kanker kulit di
sekitar kelamin. Pada laki-laki mengenai kelamin dan saluran kencing
bagian dalam. Kadang-kadang kutil tidak terdapat terlihat sehingga
tidak disadari. Biasanya laki-laki baru menyadari setelah ia menulari
pasangannya (Sjaiful, 2007).

g. AIDS
1) Pengertian HIV/AIDS
11

Acquired Immune Seficiency syndrome (AIDS) merupakan kumpulan


gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus
(HIV). Seseorang yang terinfeksi virus HIV atau menderita AIDS sering
disebut dengan Odha singkatan dari Orang yang hidup dengan
HIV/AIDS. Penderita infeksi HIV dinyatakan sebagai penderita AIDS
ketika menunjukkan gejala atau penyakit tertentu yang merupakan akibat
penurunan daya tahan tubuh yang disebabkan virus HIV (indicator sesuai
dengan definisi AIDS dari Centers for Disease Control tahun 1993) atau
tes darah menunjukkan jumlah CD4 < 200/mm3.
Virus HIV merupakan retrovirus yang termasuk golongan virus RNA
(virus yang menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi
genetic). Disebut retrovirus karena memiliki enzim reverse transciptase.
Enzim ini memungkinkan virus mengubah informasi genetiknya yang
berada dalam RNA ke dalam bentuk DNA yang kemudian diintegrasikan
kedalam informasi genetic sel limfosit yang diserang. Dengan demikian
HIV dapat memanfaatkan mekanisme sel limfosit untuk mengkopi
dirinya menjadi virus baru yang memiliki cirri-ciri HIV. HIV menyerang
system imun manusia yaitu menyerang limfosit T helper antara lain
berfungsi menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai perangsang
pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam system imun dan
pembentukan antibody sehingga yang terganggu bukan hanya fungsi
limfosit T tetapi juga limfosit B, monosit, makrofag dan sebagainya.

2) Cara Penularan HIV/AIDS


Virus HIV dapat diisolasikan dari cairan semen, sekresi serviks/vagina,
limfosit, sel-sel dalam plasma bebas, cairan serebrospinal, air mata,
saliva, air seni dan air susu. Namun tidak berarti semua cairantersebut
dapat menjalarkan infeksi karena konsentrasi virus dalam cairan-cairan
tersebut sangat bervariasi. Sampai saat ini hanya darah dan air
mani/cairan semen dan sekresi serviks/vagina yang terbukti sebagai
sumber penularan serta ASI yang dapat menularkan HIV dari ibu ke
12

bayinya. Karena itu HIV dapat tersebar melalui hubungan seks baik homo
maupun heteroseksual, penggunaan jarum yang tercemar pada
penyalahgunaan NAPZA, kecelakaan kerja pada sarana pelayanan
kesehatan. Misalnya tertusuk jarum atau alat tajam yang tercemar,
transfusi darah, donor organ, tindakan medis invasife, serta in utero,
perinatal dan pemberian ASI dari ibu ke anak. Tidak ada petunjuk/bukti
bahwa HIV dapat menular melalui kontak sosial, alat makan, toilet,
kolam renang, udara ruangan, maupun oleh nyamuk/serangga.

5. Pengobatan Penyakit Menular Seksual


Penyakit Menular dapat dicegah dan diobati, caranya adalah dengan berobat ke
dokter atau tenaga kesehatan. Patuhi cara pengobatan sesuai petunjuk yang
diberikan oleh dokter atau tenaga kesehatan untuk memastikan kesembuhan.
Hindari hubungan seksual selama masih ada keluhan / gejala, bila kamu hamil,
beritahukan dokter atau tenaga kesehatan (Sjaiful, 2007)

6. Mitos – Mitos Seputar Penyakit Menular Seksual


Mitos-mitos seputar penyakit menular seksual perlu diketahui dan menyadari
bahwa penyakit menular seksual tidak dapat dicegah hanya dengan memilih
pasangan yang kelihatan bersih penampilannya, mencuci alat kelamin setelah
berhubungan seks, minum jamu-jamuan, minum antibiotic sebelum dan sesudah
berhubungan seks (Sjaiful, 2007).

7. Faktor – Faktor Yang Menyebabkan Penyakit Menular Seksual

a. Penyebab Penyakit (agen)


Penyebab penyakit menular seksual sangat bervariasi dapat berupa virus,
parasit, bakteri, protozoa (Widyastuti, 2009)
13

b. Tuan (Host)
Beberapa factor yang terdapat pada host, berperan pada perbedaan insiden
penyakit menular adalah :
1) Umur
2) Jenis kelamin
3) Pilihan dalam hubungan seksual
Factor yang mempengaruhi perilaku seseorang ada tiga yaitu factor
predisposisi, factor – factor pendukung dan factor pendorong. Factor
predisposisi adalah yang memudahkan terjadinya perilaku antara lain
pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai
pandangan dan persepsi, tradisi, norma social, pendapatan, pendidikan,
umur dan status social. Faktor pendukung adalah factor-faktor yang
memungkinkan terjadinya perilaku, antara lain adanya keterampilan san
sumber daya seperti fasilitas, personal dan pelayanan kesehatan serta
kemudahan untuk mencapainya. Faktor pendorong adalah factor-faktor
yang mampu menguatkan seseorang untuk melakukan perilaku tersebut,
diantaranya sikap dan perilaku petugas kesehatan serta dorongan yang
berasal dari masyarakat (Notoatmodjo, 2003)

4) Lama bekerja sebagai pekerja seks komersial


Pekerjaan seseorang sering merupakan ikatan erat dengan kemungkinan
terjadinya PMS. Pada beberapa orang yang bekerja dengan kondisi
tertentu dan lingkungan yang memberikan peluang terjadinya kontak
seksual akan meningkatkan penderita PMS. Orang tersebut termasuk
dalam kelompok resiko tinggi terkena PMS.

5) Status Perkawinan
Insiden PMS lebih tinggi pada orang yang belum kawin, bercerai atau
orang yang terpisah dari keluarganya bila dibandingkan dengan orang
14

yang sudah kawin karena pemenuhan kebutuhan seksualnya terpenuhi


(Setyawulan, 2007).

6) Pemakaian kondom
Pemakaian kondom akan efektif apabila dipakai secara benar setiap kali
berhubungan seksual. Pemakaian kondom yang tidak konsisten
memungkinkan penularan penyakit menular seksual terjadi.
(saifudin,2006)

c. Factor Lingkungan
1) Factor Demografi
a) Bertambahnya jumlah penduduk dan pemukiman yang padat
b) Perpindahan populasi yang menambah migrasi dan mobilisasi
penduduk misalnya : perdagangan, hiburan dan lain-lain.
c) Meningkatnya prostitusi dan homo seksual
d) Remaja lebih cepat matang dibidang seksual dan ingin lebih cepat
mendapatkan kepuasan seksual.

2) Factor social ekonomi


Social adalah sesuatu yang mengenai masyarakat, sedangkan ekonomi
adalah segala usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna
mencapai kemakmuran hidupnya (Aat, 2010)
Sosial ekonomi adalah sebuah konsep, karena untuk mengukur social
ekonomi harus melalui variabel-variabel pendapatan, tingkat pendidikan
dan pekerjaan (Notoatmodjo, 2005)
Ekonomi adalah pengetahuan dan penelitian azas penghasilan, produksi,
distribusi, pemasukan, pemakaian barang dan kekayaan, penghasilan serta
menjalankan usaha menutut ajaran ekonomi (Aat,2010)
Alasan seorang wanita terjerumus menjadi pekerja seks adalah karena
desakan ekonomi, dimana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun
15

sulitnya mencari pekerjaan, sehingga menjadi pekerja seks merupakan


pekerjaan yang termudah (Utami, 2010)
Pelacuran erat hubungannya dengan masalah sosial. Kemiskinan sering
memaksa orang bias berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan hidup
termasuk melacurkan diri ke lingkaran prostitusi. Hal ini biasanya dialami
oleh perempuan kalangan menengah kebawah (Utami, 2010)
Penyebab lain diantaranya tidak memiliki modal untuk kegiatan ekonomi,
tidak memiliki keterampilan maupun pendidikan untuk mendapatkan
pekerjaan yang lebih baik sehingga menjadi pekerja seks merupakan
pilihan. Faktor pendorong lain untuk bekerja sebagai WPS antara lain
terkena PHK sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup menjadi
WPS merupakan pekerjaa yang paling mudah mendapatkan uang (Utami,
2010).

3) Faktor Kebudayaan
Kekosongan spiritual berhubungan dengan rendahnya pemahaman
terhadap nilai-nilai agama pada wanita pekerja seks. Berdasarkan hasil
penelitian bahwa konflik kebutuhan justru menjadi konflik utama dalam
diri mereka, dan bukan konflik yang disebabkan munculnya perasaan
bersalah dan berdosa pada Tuhan. Manajemen konflik yang dilakukan
subjek juga terpusat pada pengelolaan konflik kebutuhan, sehingga
adanya kekosongan spiritual dalam diri mereka yang menyebabkan
mereka tetap bertahan dari pekerjaannya sebagai wanita pekerja seks
komersial (Utami,2010)

4) Faktor Medik
Standar minimum berlaku untuk klinik IMS yang telah dikembangkan
guna memperbaiki kualitas diagnosis dan pengobatan IMS secara
keseluruhan diseluruh klinik IMS di Indonesia. Untuk melaksanakan ini,
setiap klinik IMS harus melakukan hal-hal seperti promosi kondom dan
16

seks yang aman, pelayanan ditargetkan untuk kelompok beresiko tinggi,


misalnya pekerja seks dan kelompok “penghubung” pelanggan mereka,
pelayanan yang efektif yaitu pengobatan secepatnya bagi orang dengan
gejala, program penapisan, dan pengobatan secepatnya untuk IMS yang
tanpa gejala pada kelompok resiko tinggi yang menjadi sasaran (Arifianti,
2008)

B. Voluntary Counseling and Testing


1. Definisi Konseling dalam Voluntary Counseling and Testing (VCT)
Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan
psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV,
mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan Anti
retroviral (ARV) dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan
HIV/AIDS yang bertujuan untuk perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat
dan lebih aman (Pedoman Pelayanan VCT, 2006).

2. Prinsip Layanan
VCT merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat dan sebagai pintu
masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV/AIDS berkelanjutan yang berdasarkan
prinsip:

a. Sukarela dalam melaksanakan testing HIV


Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien tanpa paksaan
dan tanpa tekanan. Keputusan untuk melakukan pemeriksaan terletak
ditangan klien. Testing dalam VCT bersifat sukarela sehingga tidak
direkomendasikan untuk testing wajib pada pasangan yang akan menikah,
pekerja seksual, Injecting Drug User (IDU), rekrutmen pegawai/ tenaga kerja
Indonesia dan asuransi kesehatan.

b. Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas.


17

Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua


klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiannya
oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak diperkenankan didiskusikan diluar
konteks kunjungan klien. Semua informasi tertulis harus disimpan dalam
tempat yang tidak dapat dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk
penanganan kasus klien selanjutnya dengan seijin klien maka informasi kasus
dari diri klien dapat diketahui.

c. Mempertahankan hubungan relasi konselor dank lien yang efektif.


Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil testing dan
mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk mengurangi perilaku
beresiko. Dalam VCT dibicarakan juga respond an perasaan klien dalam
menerima hasil testing dan tahapan penerimaan hasil testing positif.

d. Testing merupakan salah satu komponen dari VCT


WHO dan Departemen Kesehatan RI telah memberikan pedoman yang dapat
digunakan untuk melakukan testing HIV. Penerimaan hasil testing senantiasa
diikuti oleh konseling pasca testing oleh konselor yang sama atau konselor
lain yang disetujui oleh klien.

3. Model Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT)


Pelayanan VCT dapat dikembangkan diberbagai layanan terkait yang
dibutuhkan, misalnya klinik Infeksi Menular Seksual (IMS), klinik Tuberkulosa
(TB), klinik tumbuh kembang anak dan sebagainya. Lokasi pelayanan VCT
hendaknya perlu petunjuk atau tanda yang jelas hingga mudah diakses dan
mudah diketahui oleh klien VCT. Namun klinik cukup mudah dimengerti sesuai
dengan etika dan budaya setempat dimana pemberian nama tidak mengundang
stigma dan diskriminasi. Model pelayanan VCT terdiri atas :

a. Mobile VCT (Penjangkauan dan keliling)


18

Mobile VCT adalah model layanan dengan penjangkauan dan keliling yang
dapat dilaksanakan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau layanan
kesehatan yang langsung mengunjungi sasaran kelompok masyarakat yang
memiliki perilaku beresiko atau beresiko tertular HIV/AIDS di wilayah
tertentu. Layanan ini diawali dengan survey atau penelitian atas kelompok
masyarakat diwilayah tersebut dasn survei tentang layanan kesehatan dan
layanan dukungan lainnya di daerah setempat.

b. Statis VCT (Klinik VCT tetap)


Statis VCT adalah sifatnya terintegrasi dalam sarana kesehatan dan sarana
kesehatan lainnnya, artinya bertempat dan menjadi bagian dari layanan
kesehatan yang telah ada. Sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya
harus memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan VCT,
layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan terkait dengan
HIV/AIDS.

4. Tahapan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT)

a. Pre-test counseling
Pre-test counseling adalah diskusi antara klien dan konselor yang bertujuan
untuk menyiapkan klien untuk testing, memberikan pengetahuan pada klien
tentang HIV/AIDS. Isi diskusi yang disampaikan adalah klarifikasi
pengetahuan klien tentang HIV/AIDS, menyampaikan prosedur tes dan
pengelolaan diri setelah menerima hasil tes, menyiapkan klien menghadapi
hari depan, membantu klien memutuskan akan tes atau tidak, mempersiapkan
informed consent dan konseling seks yang aman.

b. HIV testing
19

Pada umumnya, test HIV dilakukan dengan cara mendeteksi antibody dalam
darah seseorang. Jika HIV telah memasuki tubuh seseorang, maka didalam
darah akan terbentuk protein khusus yang yang disebut antibodi. Antibodi
adalah suatu zat yang dihasilkan system kekebalan tubuh manusia sebagai
reaksi untuk membendung serangan bibit penyakit yang masuk. Pada
umumnya antibody terbentuk di dalam darah seseorang memerlukan waktu 6
minggu sampai 3 bulan tetapi ada juga sampai 6 bulan bahkan lebih, jika
sesorang memiliki antibody terhadap HIV didalam darahnya, hal ini berarti
orang itu telah terinfeksi HIV.
Tes HIV yang umumnya digunakan adalah Enzyme Linked Imunosorbent
Assay (ELISA), Rapid test and Western Immunblot Test. Setiap tes HIV ini
memiliki sensitivitas dan spesifitas yang berbeda. Sensitivitas adalah
kemampuan test untuk mendeteksi adanya antibody HIV dalam darah
sedangkan spesifitas adalah kemapmpuan tes untuk mendeteksi antibody
protein HIV yang sangat spesifik.

1) Enzyme Linked Imunosorbent Assay (ELISA)


Tes ini digunakan untuk mendeteksi antibody yang dibuat tubuh terhadap
virus HIV. Tes ELISA ini dapat dilakukan dengan sampel darah vena, air
liur, atau air kencing. Hasil positif pada ELISA belumdapat dipastikan
bahwa orang yang diperiksa telah terinfeksi HIV karena tes ini
mempunyai sensitivitas tinggi tetapi spesifitas rendah. Oleh karena itu
masih diperlukan tes pemeriksaan lain untuk mengkonfirmasi hasil
pemeriksaan ELISA ini. Jadi walaupun ELISA menunjukkan hasil positif,
masih ada dua kemungkinan, orang tersebut sebenarnyatidak terinfeksi
HIV atau betul-betul telah terinfeksi HIV.

2) Rapid Test
20

Penggunaan dengan metode rapid test memungkinkan klien mendapatkan


hasil tes pada hari yang sama dimana pemeriksaan tes hanya
membutuhkan waktu 10 menit. Metode pemeriksaan dengan
menggunakan sampel darah jari dan air liur. Tes ini mempunyai
sensitivitas tinggi (mendekati 100%) dan spesifitas (>99%). Hasil positif
pada tes ini belum dapat dipastikan apakah dia terinfeksi HIV. Oleh
karena itu diperlukan pemeriksaan tes lain untuk mengkonfirmasi hasil
tes ini.

3) Western Immunoblot Test


Sama halnya dengan ELISA, western blot juga mendeteksi antibodi
terhadap HIV. Western blot digunakan sebagai tes konfirmasi untuk tes
HIV lainnya karena mempunyai spesifitas yang lebih tinggi untuk
memastikan apakah terinfeksi HIV atau tidak.

c. Post-test counseling
Post-test counseling adalah diskusi antara konselor dengan klien yang
bertujuan menyampaikan hasil tes HIV klien, membantu klien beradaptasi
dengan hasil tes, menyampaikan hasil secara jelas, menilai pemahaman
mental emosiaonal klien, membuat rencana dengan menyertakan orang lain
yang bermakna dalam kehidupan klien, menjawab, menyusun rencana
tentang kehidupan yang mesti dijalani dengan menurunkan perilaku beresiko
dan perawatan, serta membuat perencanaan dukungan.

5. Pemanfaatan Layanan Voluntary Counseling and testing (VCT)


Layanan VCT adalah suatu prosedur diskusi pembelajaran antara konselor dan
klien untuk memahami HIV/AIDS beserta resiko dan konsekuensi terhadap diri,
pasangan, keluarga dan orang disekitarnya dengan tujuan utama adalah
21

perubahan perilaku ke arah yang lebih sehat dan lebih aman (Pedoman Pelayanan
VCT, 2006)
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa individu dikatakan memanfaatkan
layanan VCT jika dia tahu informasi mengenai layanan VCT dan mau
menggunakan layanan VCT untuk tujuan yang bermanfaat. Dengan demikian
pemanfaatan layanan VCT adalah sejauh mana orang yang pernah melakukan
perilaku beresiko tinggi tertular HIV/AIDS merasa perlu menggunakan layanan
VCT untuk mengatasi masalah kesehatannya, untuk mengurangi perilaku
beresiko dan merencanakan perubahan perilaku sehat.

C. Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu,
penginderaan terjadi melalui pasca indera manusia yakni indera
pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo,2007).
Rongers (1974) dalam buku Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi prilaku bam (berperilaku bam), didalam diri
orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
a. Awareness (kesadaran),yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest yakni orang mulai tertarik kepada stimulus
c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya).Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial,orang telah mulai mencoba perilaku baik.
e. Adaption,subjek telah berperilaku bam sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
22

Namun demikian dari penelitian Rongers ini menyimpulkan bahwa


pembahan perilaku tidak selalu melewati tahap -tahap tersebut diatas
(Notoatmodjo, 2007).

2. Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007) Pengetahuan yang dicukupi dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
a. Tahu (know), tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya.
b. Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui,dan dapat
menginsterpretasikan mated tersebut secara benar.
c. Aplikasi (Aplication), aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan mated yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real
(sebenarnya).
d. Analisa (Analiysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek kedalam komponen - komponen, tetapi masih didalam
suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis(Syntesis), menujukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian - bagian didalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation), ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Namun demikian dari penelitian Rongers ini menyimpulkan bahwa


perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap -tahap tersebut diatas
(Notoatmodjo, 2007).

3. Faktor – Faktor Yang mempengaruhi Pengetahuan


23

Menurut Erfandi, (2009) dalam artikelnya mengemukakan bahwa ada


beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :
a. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur
hidup.
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan
seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan
pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan
informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak
informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat
tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan
dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang
tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan
bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak
berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak
diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada
pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga
mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah
yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu.
Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan
menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut

b. Media Massa/ Informasi


Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal
dapat memberikan pengaruh jangka pendek {immediate impact) sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya
teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat
mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru.
24

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti


televisi, radio, surat kabar, majalah, dan Iain-lain mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam
penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa
pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini
seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan
landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal
tersebut.

c. Sosial Budaya
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian
seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan.

d. Ekonomi
Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas
yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini
akan mempengaruhi pengetahuan seseorang

e. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh
terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada
dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal
balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap
individu.

f. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
25

pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi


masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan
memberikan pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman
belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan
mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan
menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam
bidang kerjanya.

g. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola piker seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan
pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin
membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam
masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan
demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang
usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk
membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan
verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap
tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup yaitu :
1) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang
dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah
pengetahuannya
2) Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua
karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat
diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya
usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti
misalnya kosa kata dan pengetahuan umum.
26

D. Sikap
Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,
yang sudah melibatkan factor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang - tidak
senang, setuju - tidak setuju, baik - tidak baik, dan sebagainya) (Campbell, 1950).
Mendefinisikan sangat sederhana, yakni: "An individual's attitude is syndrome of
response consistency with regarg to object." jadi jelas, disini di katakan bahwa sikap
itu suatu syndrome atau kumpulan dalam gejala dalam merespon stimulus atau objek,
sehinggs sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang
lain.
Newcomb, salah seorang ahli psikolog sosial menyatakan bahwa sikap merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak , dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka)
atau aktivitas,akan tetapi mempakan predisposisi prilaku (tindakan) atau sikap (reaksi
tertutup) (Notoadmodjo, 2010).

Allport dalam Notoadmodjo (2010) menyatakan bahwa sikap terdiri dari 3


komponen pokok, yaitu: Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek.
Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, Artinya bagaimana
penilaian (terkandung di dalamnya factor emosi) orang tersebut terhadap objek.
Sikap mempunyai tingkatan diantara lain yaitu:
1. Menerima (Receiving)
Menerima di artikan bahwa seseorang atau subjeck mau menerima stimulus
yang di berikan (objek).
2. Menanggapi (Responding)
Menanggapi disini di artikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang di hadapi.
3. Menghargai (Valuing)
27

Di artikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek
atu stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan
mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya. Adalah bertanggung jawab apa yang
telah di yakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan
keyakinannya,dia harus berani mengambil resiko bila ada orang yang
mencemooh atau adanya resiko lain.

E. Perilaku
1. Pengertian
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organism (makhluk hidup) yang
bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup
mulai tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku,
karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing. (Notoatmodjo, 2007)
Menurut Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini
menjadi terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan
kemudian organism tersebut merespons, maka teori skinner ini disebut “S-O-R”
atau stimulus organism respons. Skinner membedakan adanya dua respon.
Dalam teori Skinner dubedakan adanya dua respon :
a. Responden respons atau flexi, yakni respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut
eleciting stimulation karena menimbulkan respon – respon yang relatif
tetap.
28

b. Operant Respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang ini disebut
reinforcing stimulation atau reinforce, karena mencakup respon.

Menurut Notoatmodjo (2007) dilihat dari bentuk respon stimulus ini maka
perilaku dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang
lain.
b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam praktik (practice) yang
dengan mudah diamati atau dilihat orang lain.

2. Domain Perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar organism (orang), namun dalam memberikan respon sangat
tergantung pada karakteristik atau factor-faktor lain dari orang yang
bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang
berbeda yang disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat
dibedakan menjadi dua, yakni :
a. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,
yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat
emosional, jenis kelamin dan sebagainya.
b. Determinan atau factor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya.
Faktor lingkungan ini sering merupakan factor yang dominan yang mewarnai
perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007)
29

Benyamin Bloom (1908) yang dikutip Notoatmodjo (2007), membagi perilaku


manusia kedalam 3 domain ranah atau kawasan yakni : kognitif (cognitive),
afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya,
teori ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni :
pengetahuan, sikap dan praktik atau tindakan.

3. Pengukuran perilaku
Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara,
secara langsung, yakni dengan pengamatan (observasi), yaitu mengamati
tindakan dari subyek dalam rangka memelihara kesehatannya. Sedangkan secara
tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini
dilakukan melalui pertanyaan – pertanyaan tehadap subyek tentang apa yang
telah dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu (Notoatmodjo, 2005)

4. Faktor – factor yang mempengaruhi perilaku


Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), perilaku
dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu :
a. Faktor predidposisi (predisposing factors)
Factor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan, system nilai yang dianut masyarakat, tingkat
penddikan, tingkat sosial ekonomi, pekerjaan dan sebagainya.

b. Faktor pendukung (enabling factors)


Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat, misalnya : air bersih, tempat pembuangan
sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan bergizi, dsb.
Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit,
poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek
30

swasta, dsb. Termasuk juga dukungan sosial, baik dukungan suami maupun
keluarga.

c. Faktor penguat (reinforcing factors)


Factor-faktor ini meliputi factor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma),
tokoh agama (toga), sikap dan perilaku pada petugas kesehatan. Termasuk
juga disini undang-undang peraturan baik dari pusat maupun dari pemerintah
daerah yang terkait dengan kesehatan.

5. Perilaku Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan adalah sesuatu respon
(organisme) terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan.
Dari batasan ini, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terjadi dari 3 aspek:
a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari sakit.
b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila sesorang dalam keadaan sehat.
c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman.

Anda mungkin juga menyukai