Anda di halaman 1dari 116

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TANIN

DARI DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)

SKRIPSI

Oleh:

LAILIS SA'ADAH
NIM. 05530003

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2010
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TANIN
DARI DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)

SKRIPSI

Diajukan Kepada:

Fakultas Sains dan Teknologi


Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S. Si)

Oleh:
LAILIS SA'ADAH
NIM: 05530003

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2010
SURAT PERNYATAAN
ORISINALITAS PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Lailis Sa'adah
NIM : 0553003
Fakultas / Jurusan : Sains dan Teknologi / Kimia
Judul Penelitian : Isolasi dan Identifikasi Senyawa Tanin dari Daun
Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil
alihan data, tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan
atau pikiran saya sendiri.
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat unsur-unsur jiplakan, maka
saya bersedia untuk mempertanggung jawabkan, serta diproses sesuai paraturan
yang berlaku.

Malang, 21 April 2010


Yang membuat pernyataan

Lailis Sa'adah
NIM. 05530003
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TANIN
DARI DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)

SKRIPSI

Oleh:

LAILIS SA'ADAH
NIM: 05530003

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Elok Kamilah Hayati, M.Si Anton Prasetyo, M.Si


NIP. 19790620 200604 2 002 NIP. 19770925 200604 1 003

Tanggal, 21 April 2010

Mengetahui
Ketua Jurusan Kimia

Diana Candra Dewi, M.Si


NIP. 19770720 200312 2 001
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TANIN
DARI DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)

SKRIPSI

Oleh:

Lailis Sa'adah
NIM. 05530003

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi


dan Dinyatakan Diterima Sebagai Salah Satu
Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S. Si)

Tanggal, 21 April 2010

Susunan Dewan Penguji Tanda Tangan

1. Penguji Utama : Rini Nafsiati Astuti, M.Pd


NIP. 19750531 200312 2 003 (................................... )

2. Ketua Penguji : Tri Kustono Adi, M.Sc


NIP. 19710311 200312 1 002 (................................... )

3. Sekr. Penguji : Elok Kamilah Hayati, M.Si


NIP. 19790620 200604 2 002 (................................... )

4. Anggota Penguji : Anton Prasetyo, M.Si


(................................... )
NIP. 19770925 200604 1 003

Mengetahui dan Mengesahkan


Ketua Jurusan Kimia

Diana Candra Dewi, M.Si


NIP. 19770720 200312 2 001
MOTTO

∩⊄⊃∪ tÏΖÏ%θçΗø>Ïj9 ×M≈tƒ#u ÇÚö‘F{$# ’Îûuρ

∩⊄⊇∪ tβρçŽÅÇö7è? Ÿξsùr& 4 ö/ä3Å¡àΡr& þ’Îûuρ

Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-


orang yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. maka apakah kamu
tidak memperhatikan?
(Q.S. Adz Dzariyaat : 20-21)
Persembahan
Syukur Alhamdulillah saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang dengan ridho Nya saya
dapat menyelesaikan sebuah karya ini dengan baik.

Karya kecil ini ku persembahkan untuk


Ibu Julaicha dan bapak Syaifullah tercinta. Engkaulah Malaikatku yang dikirim Allah,
dengan penuh kasih sayang, melahirkan, mendidik, membesarkan, menasehati, memotivasi,
yang selalu ada di saat aku rapuh, yang rela berkorban dengan segenap jiwa dan raga demi
kesuksesanku, yang senantiasa meneteskan air mata dalam heningnya malam dan setiap
do'anya. Sungguh jasa-jasamu tak akan terbalas oleh apapun, ananda haturkan banyak
terima kasih atas semuanya.

Kakak-kakak ku tersayang Syaiful Haq S.Pd, Iftachul Jannah, terima kasih banyak atas
motivasi dan doa yang engkau berikan, sehingga adik dapat mewujudkan cita-cita. Untuk
kakak Nur Cholis Majid, dimanapun engkau berada motivasi dan kasih sayang mu ke adik
tak kan pernah putus.

Adik-adik ku tersayang Caca, Nauval,Nauvel, Dimas dan Andin, engkaulah yang selalu
menghibur tante pada saat suka dan duka, kalian menjadikan ku kuat menghadapi segala
kesulitan. Belajarlah terus dan kejarlah cita-citamu sampai setinggi langit.
Keluarga besarku; Lek Jem, Nenek, Pak Lek, Bu Lek, Ma' Ita, Santi.

Teman2 SMP: V-3, Sofa, Amir, Ansori, H-Nafi, Yanto, H.Crespo, Mansyur, Edy, Munir.
Trimakasih atas semangat 'n dorongan yang kalian berikan sehingga ku dapat tetap tegar
dalam menghadapi segala cobaan hidup.

Keluarga besar Kimia para dosen dan stafnya yang memberikan ilmu dan pengalamnnya serta
segala pengertiannya dalam mendampingi perjalanan studiku sampai aku dapat seperti ini.
Bu elok dan pak Naim terima kasih atas kesabaran dalam membimbing dan proyek yang
diberikan.

Kimia angkatan '05, Angkatan paling sedikit jumlah mahasiswanya, semoga tetap bersatu
sampai kapanpun. Pantang mundur n tetap semangat OK!!!!

Teman2 seperjuangan ngelab (Sieta, Wardah, H5, Aisy, Fajar, Mami, Mb ATA, Mb Devi,
Mb Ika, Mb Atus, Mb Uswah, Mb Ci2, Mb Diyah, Ika, Mas Miko, Mas Hairi, Mas Faijal
dkk) jangan pernah menyerah. Tiada kesulitan yang tidak dapat diselesaikan

Teman2 Asrama Khodijah Mb Lely tetap semangat ya dengan S2 nya, Elok colon Psikolog
moga bisa bantu menghibur orang2 yang stress, Irma, Sila lanjutkan skripsimu, Ifo jangan
memanjakan penyakit yang hinggap pada dirimu, lawanlah dengan semangat mu. Yuni
lawanlah rasa malez yang ada didirimu, Wi2n yang suka tertawa n menghibur teman2,
lika yang menemani q ngerjakan karya kecil ini dkk.
KATA PENGANTAR

ÉΟ¡
ó 0Î ! Ç ≈Ηu q
« #$  ÷ § 9#$ Ο
É Šm
Ï § 9#$

Puji syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat,


hidayah dan kemudahan yang selalu diberikan kepada hamba-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul "Isolasi dan Identifikasi
Senyawa Tanin dari Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)" sebagai
salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, terutama
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang beserta para stafnya
2. Bapak Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro, SU., D.Sc selaku Dekan
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
3. Ibu Diana Candra Dewi, M.Si selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
4. Ibu Elok Kamilah Hayati, M.Si, Bapak A. Ghanaim Fasya, S.Si, dan Bapak
Anton Prasetyo M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan sabar telah
banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Rini Nafsiati Astuti, M.Pd selaku penguji utama dan Bapak Tri Kustono
Adi, M.Sc selaku ketua penguji
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi yang telah
banyak memberikan ilmunya.
7. Moh. Taufik, S.Si, M. Kholid Al-Ayubi, S.Si, Kurnia Kumala Dewi, S.Si
selaku Laboran Kimia UIN Maliki Malang.
8. Ibu dan Bapakku yang dengan penuh kasih sayang dan keikhlasan telah
memberi segala kebutuhan yang penulis butuhkan, memberi dorongan dan
motivasi baik secara materiil maupun spirituil.
9. Kakak-kakakku (Syaiful Haq, Iftahul Jannah dan Alm. Nur Kholis Majid),
engkaulah panutan dalam hidupku.
10. Teman-teman chemistry '05 (Sieta, Aisy, Warda, H5, U_mi, Nur RA, Fajar,
Ieza, Naily, Asri, Helmi, Agus, Dedy) yang telah memberikan arahan, bantuan
serta ilmunya selama perjalanan studiku.
11. Kakak-kakak dan adik-adik keluarga besar kimia tetap semangat dan pantang
mundur, kimia adalah mencoba jadi coba dan coba terus
12. Keluarga besar " Asrama Khodijah " yang setia menemani penulis dalam suka
dan duka
13. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis demi terselesainya skripsi
ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya dan semoga penulisan
skripsi ini mendapatkan ridho dari Allah SWT. Amin.

Malang, 30 Maret 2010

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i


DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... vii
ABSTRAK ........................................................................................................ viii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 6
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 7
1.5 Batasan Masalah.......................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 8


2.1 Tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dalam perspektif islam 8
2.2 Tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dalam perspektif ilmu
pengetahuan ................................................................................................ 12
2.2.1 Manfaat daun belimbing wuluh ……………………………………… .. 14
2.2.2 Kandungan kimia daun belimbing wuluh ................................................ 15
2.3 Tanin ........................................................................................................... 15
2.3.1 Tanin terkondensasi ................................................................................. 16
2.3.2 Tanin terhidrolisis. ................................................................................... 18
2.3.2.1 Gallotanin.............................................................................................. 18
2.3.2.2 Ellagitanin ............................................................................................. 21
2.4 Ekstraksi daun belimbing wuluh................................................................. 23
2.5 Pemisahan senyawa tanin dari daun belimbing wuluh dengan kromatografi
lapis tipis ..................................................................................................... 25
2.6 Identifikasi senyawa tanin........................................................................... 28
2.6.1 Identifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis ditekankan pada reaksi
geser ......................................................................................................... 28
2.6.2 Identifikasi dengan spektrofotometer FTIR ............................................. 30

BAB III METODE PENELITIAN.................................................................... 34


3.1 Pelaksanaan penelitian ................................................................................ 34
3.2 Bahan dan alat penelitian ............................................................................ 34
3.2.1 Alat penelitian .......................................................................................... 34
3.2.2 Bahan penelitian....................................................................................... 34
3.3 Tahapan penelitian ...................................................................................... 35
3.4 Rancangan penelitian .................................................................................. 35
3.5 Cara kerja .................................................................................................... 36
3.5.1 Persiapan sampel ..................................................................................... 36
3.5.2 Ekstraksi tanin dari daun belimbing wuluh dengan metode modifikasi
Nuraini (2002).......................................................................................... 36
3.5.3 Uji kualitatif ekstrak daun belimbing wuluh dengan reagen ................... 37
3.5.4 Pemisahan senyawa tanin......................................................................... 38
3.5.4.1 KLT analitik .......................................................................................... 38
3.5.4.2 KLT preparatif ...................................................................................... 39
3.5.5 Identifikasi senyawa tanin........................................................................ 39
3.5.5.1 Identifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis ...................................... 39
3.5.5.2 Identifikasi gugus fungsi senyawa tanin dengan spektrofotometer
FTIR ...................................................................................................... 40
3.6 Analisis data ................................................................................................ 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 42


4.1 Preparasi sampel daun belimbing wuluh .................................................... 42
4.2 Ekstraksi senyawa tanin dari daun belimbing wuluh.................................. 42
4.3 Uji fitokimia senyawa tanin ........................................................................ 46
4.3.1 Uji fitokimia dengan menggunakan FeCl3 .............................................. 47
4.3.2 Uji fitokimia senyawa tanin dengan menggunakan larutan gelatin ......... 49
4.3.3 Uji fitokimia senyawa tanin dengan menggunakan formalin 3 %, HCl 1 N,
FeCl3 1 %.................................................................................................. 51
4.4 Pemisahan ekstrak tanin dengan kromatografi lapis tipis (KLT)................ 52
4.4.1 KLT analitik ............................................................................................. 52
4.4.2 KLT preparatif ......................................................................................... 56
4.5 Identifikasi senyawa tanin........................................................................... 57
4.5.1 Identifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis ......................................... 57
4.5.2 Identifikasi dengan spektrofotometer FTIR ............................................. 62
4.6 Hasil Penelitian Senyawa Tanin dalam Daun Belimbing Wuluh dalam
Prespektif Islam........................................................................................... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 72


5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 72
5.2 Saran............................................................................................................ 72

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 73

LAMPIRAN...................................................................................................... 79
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Warna dan warna komplementer..................................................... 29


Tabel 2.2 Nilai bilangan gelombang ekstrak tannin pada daun belimbing
wuluh……………………………………………………………... 33
Tabel 4.1 Data penampakan noda dari fasa air hasil KLT analitik dengan
beberapa eluen dengan lampu Ultra Violet 254 nm dan 366 nm…. 53
Tabel 4.2 Harga Rf dan warna noda hasil KLTA eluen terbaik n-butanol :
asam asetat : air (BAA) (4:1:5) dibawah sinar UV 254 nm dan 366
nm…………………………………………………………..... 55
Tabel 4.3 Data spektrum UV-Vis dari isolat sebelum dan sesudah
penambahan pereaksi geser............................................................. 60
Tabel 4.4 Int Interpretasi Spektra FTIR dari Isolat 2............................................ 65
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Daun belimbing wuluh.......................................................... 13


Gambar 2.2 Struktur inti tanin.................................................................. 15
Gambar 2.3 Struktur flavan-3,4-diols....................................................... 17
Gambar 2.4 Struktur flavan-4-ols............................................................. 18
Gambar 2.5 Reaksi hidrolisis gallotanin................................................... 20
Gambar 2.6 Reaksi hidrolisis ellagitanin.................................................. 22
Gambar 2.7 Spektra inframerah ekstrak tanin........................................... 32
Gambar 4.1 Reaksi dugaaan antara tanin dengan FeCl3 1 %.................... 48
Gambar 4.2 Reaksi dugaan antara tanin dan gelatin................................. 50
Gambar 4.3 A. Foto plat hasil KLTA ekstrak daun belimbing wuluh
dengan eluen BAA (4:1:5) dengan sinar UV 254 dan 366
nm, B. Ilustrasi noda hasil KLTA ekstrak daun belimbing
wuluh dengan eluen BAA (4:1:5) dengan sinar UV 254
dan 366 nm, C. Foto hasil KLTA ekstrak mimosa dengan
eluen BAA (4:1:5) dengan sinar UV 366 dan 254 nm, D.
Ilustrasi noda hasil KLTA ekstrak mimosa dengan eluen
BAA (4:1:5) dengan sinar UV 254 dan 366
nm.......................................................................................... 55
Gambar 4.4 Struktur inti tanin.................................................................. 58
Gambar 4.5 Spektra UV-Vis isolat 2 yang ditambahkan dengan NaOH
2 M........................................................................................ 61
Gambar 4.6 Struktur senyawa tanin yang ditambah dengan NaOH 2 M.. 61
Gambar 4.7 Spektra UV-Vis isolat 2 yang ditambahkan dengan AlCl3 5
%, AlCl3 5 %/HCl................................................................. 63
Gambar 4.8 Spektra UV-Vis isolat 2 yang ditambahkan dengan
NaOAc, NaOAc/H3BO3........................................................ 64
Gambar 4.9 Struktur dugaan senyawa tanin yang ada dalam daun
belimbing wuluh.................................................................... 64
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Kerja ................................................................................... 79


Lampiran 2. Perhitungan dan Pembuatan Reagen dan Larutan .......................... 88
Lampiran 3. Dokumen Penelitian ....................................................................... 91
Lampiran 4. Hasil Spektra Spektrofotometer UV-Vis dari Hasil KLT
Preparatif………………………………………………………… 97
Lampiran 5. Hasil Spektra Spektrofotometer FTIR............................................ 100
ABSTRAK

Sa'adah, L. 2010. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Tanin dari Daun Belimbing
Wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Pembimbing I : Elok Kamilah Hayati,
M.Si. Pembimbing II : Anton Prasetyo, M.Si

Kata Kunci : Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L), Tanin, Kromatografi
Lapis Tipis (KLT), Spektrofotometer UV-Vis, Spektrofotometer
FTIR

Telah dilakukan penelitian tentang isolasi dan identifikasi senyawa tanin


dari daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Penelitian ini bertujuan untuk
mencari eluen terbaik dalam pemisahan senyawa tanin dan mengetahui jenis
senyawa tanin dari ekstrak daun belimbing wuluh dengan kromatografi lapis tipis.
Senyawa tanin merupakan salah satu senyawa yang ada dalam daun belimbing
wuluh seperti firman Allah SWT dalam surat al An'am ayat 99 bahwa dalam
tumbuhan-tumbuhan masih banyak rahasia alam yang belum terungkap.
Isolasi senyawa tanin dari daun belimbing wuluh dilakukan dengan cara
maserasi menggunakan pelarut aseton : air (7:3) selama 3x24 jam dengan bantuan
shaker, kemudian dilakukan fraksinasi. Uji fitokimia dilakukan dengan
menambahkan reagen FeCl3 1 %, larutan gelatin, formalin 3 % : HCl 1 N (2:1)
dan FeCl3 1 % ke ekstrak. Pemisahan senyawa tanin dari ekstrak dilakukan
dengan kromatografi lapis tipis (KLT) analitik untuk mencari eluen terbaik
dengan variasi eluen yaitu n-butanol : asam asetat : air (BAA) (4:1:5), etil asetat :
kloroform : asam asetat 10 % (15:5:2), asam asetat glasial : H2O : HCl pekat
(Forestal) (30:10:3), metanol : etil asetat (4:1), etil asetat : metanol : asam asetat
(6:14:1), toluen : etil asetat (3:1), kemudian dilanjutkan pemisahan dengan KLT
preparatif. Identifikasi senyawa tanin dilakukan dengan spektrofotometer UV-Vis
dan FTIR.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak dari daun belimbing wuluh
mengandung senyawa tanin, didukung dari uji fitokimia dari ketiga reagen
menunjukkan positif mengandung senyawa tanin. Eluen terbaik dalam pemisahan
senyawa tanin dengan KLT analitik adalah n-butanol : Asam asetat : Air (BAA)
(4:1:5) yang dapat digunakan dalam pemisahan dengan KLT preparatif. Eluen ini
memisahkan 3 noda dengan nilai Rf 0,53; 0,61; dan 0,68. Berdasarkan hasil
analisis spektrofotometer UV-Vis, isolat 2 dengan nilai Rf 0,61 memiliki panjang
gelombang maksimum sebesar 331 nm. Hasil identifikasi dengan FTIR
menunjukkan serapan-serapan yang spesifik dari senyawa tanin seperti rentangan
asimetri OH pada bilangan gelombang 3372,4 cm-1, overtone aromatik pada
bilangan gelombang 2071,8 cm-1, rentangan cincin aromatik pada 1625,8 cm-1 dan
benzena pada 782,5 cm-1, sehingga senyawa tanin yang diduga adalah flavan-
3,6,7,4',5'-pentaol atau flavan-3,7,8,4',5'-pentaol.

 ‬

‫ﺍﻝﺴﻌﺎﺩﺓ‪ ،‬ل‪ .2010 .‬ﺍﻝﻌﺯل ﻭ ﺍﻝﺘﺤﻘﻴﻕ ﻓﻰ ﻤﺭﻜﺒﺎﺕ ﺘﻨﻴﻥ ﻤﻥ ﻭﺭﻕ ِﺒِﻠﻤ‪‬ﺒِﻴﻨﺞ‪ ‬ﻭﹸﻝﻭ‪‬ﻩ )ﺃﻓﻴﺭﻭﺍ‬
‫ﺒﻠﻤﺒﻲ ﻝﻴﻥ(‪ ,‬ﺍﻝﻤﺸﺭﻓﺎﻥ‪ :‬ﺇﻴﻠﻭﻙ ﻜﺎﻤﻠﺔ ﺤﻴﺎﺘﻲ ﺍﻝﻤﺎﺠﺴﺘﻴﺭ‪ ،‬ﻭ ﺃﻨﺘﻭﻥ ﻓﺭﺍﺴﻴﺘﻴﻭ ﺍﻝﻤﺎﺠﺴﺘﻴﺭ‪.‬‬
‫ﺍﻝﻜﻠﻤﺎﺕ ﺍﻝﻤﻔﺘﺎﺤﻴﺔ‪ :‬ﻭﺭﻕ ِﺒِﻠﻤ‪‬ﺒِﻴﻨﺞ‪ ‬ﻭﻝﻭﻩ )ﺃﻓﻴﺭﻭﺍ ﺒﻠﻤﺒﻲ ﻝﻴﻥ(‪ ،‬ﺘﻨﻴﻥ‪ ،‬ﻜ ‪‬ﺭﻭ‪‬ﻤ‪‬ﺎﺘﻭﻏﺭﺍﻓﻴﺎ ﺒﻘـﺸﺭﺓ‬
‫ﺴﻴ‪‬ﺒل‪ ،‬ﺴﻁﻴﺎﻑ ﻓﻭﺭﻴﺭ ﺘﺭﺍﻨـﺴﻔﻭﺭﻭﻡ‬ ‫ﺭﻗﻴﻘﺔ‪ ،‬ﺴﻁﻴﺎﻑ ﻤﺎﺒﻌﺩﺍﻝﺒﻨﻔﺴﺠﻰ ِﻓ ِ‬
‫ﺇﻨﻔﺭﺍ ﺭﻴﺩ(‬

‫ﻗﺩ ﺃﺒﺤﺙ ﺍﻝﺒﺤﺙ ﺍﻝﻌﻠﻤﻲ ﻋﻥ ﺍﻝﻌﺯل ﻭ ﺍﻝﺘﺤﻘﻴﻕ ﻓﻰ ﻤﺭﻜﺒﺎﺕ ﺘﻨﻴﻥ ﻤﻥ ﻭﺭﻕ ِﺒِﻠﻤ‪‬ﺒِﻴـﻨﺞ‪‬‬
‫‪‬ﻭﹸﻝﻭ‪‬ﻩ )ﺃﻓﻴﺭﻭﺍ ﺒﻠﻤﺒﻲ ﻝﻴﻥ(‪ .‬ﻤﻥ ﺃﻫﺩﺍﻑ ﻫﺫﺍ ﺍﻝﺒﺤﺙ ﻫﻲ ﻁﻠﺏ أ ر ﺍﻴﻠﻭﻴﻥ ﻓﻲ ﻓﺭﻕ ﻤﺭﻜﺒﺎﺕ‬
‫ﺍﻝﺘﻨﻴﻥ ﻭ ﻝﻤﻌﺭﻓﺔ ﺠﻨﺴﻪ ﻤﻥ ﺩﻗﻴﻕ ﻭﺭﻗﻪ ِﺒِﻠﻤ‪‬ﺒِﻴﻨﺞ‪ ‬ﻭ‪‬ﹸﻝﻭ‪‬ﻩ ﺒﺎﻝﻜﺭﻭﻤﺘﻭﻏﻔﺭﺍﻓﻴـﺎ ﺒﻘـﺸﺭﺓ ﺭﻗﻴﻘـﺔ‪.‬‬
‫ﻤﺭﻜﺒﺎﺕ ﺘﻨﻴﻥ ﻜﺎﻥ ﻓﻰ ﻭﺭﻕ ِﺒِﻠﻤ‪‬ﺒِﻴﻨﺞ‪ ‬ﻭﹸﻝﻭ‪‬ﻩ‪ ،‬ﻗﺎل ﺍﷲ ﺴﺒﺤﺎﻨﻪ ﻭ ﺘﻌﺎﻝﻰ ﻓﻰ ﺍﻝﺴﻭﺭﺓ ﺍﻻﻨﻌﺎﻡ ﻓﻰ‬
‫ﺍﻷﻴﺔ ‪ ،٩٩‬ﻫﺫﻩ ﺍﻷﻴﺔ ﺘﺩل ﻋﻠﻰ ﻜﺜﻴﺭ ﻤﻥ ﺍﻻﺴﺭﺍﺭ ﻋﻥ ﺍﻻﻨﺒﺎﺕ ﺍﻝﺘﻲ ﻝﻡ ﻴﻔﺸﺤﺎﻝﻨﺎﺱ‪.‬‬
‫ﺍﻝﻌﺯل ﺒﻤﺭﻜﺒﺎﺕ ﺘﻨﻴﻥ ﻤﻥ ﻭﺭﻕ ﺒﻠﻴﻤﺒﻴﻨﺞ ﻭﻝﻭﻩ ﺒﻭﻀﻌﻪ ﺍﻭﻻ ﻓﻲ ﺨﺭﻓﺵ ﻤﻥ ﺍﻝﻤـﺎﺀ‬
‫ﻭﺍﺴﻴﺘﻭﻥ )‪ (٣:٧‬ﺒﺎﻝﻭﻗﺕ ‪ ٢٤x٣‬ﺴﺎﻋﺎﺕ ﺒﺄﻝﺔ ﺸﺎﻜﺭ ﺜﻡ ﺍﻹﺴﺘﺨﻼﺹ ﻤﻨﻪ‪ ٠‬ﺍﻝﺘﺠﺭﻴﺒـﺔ ﻋﻠـﻰ‬
‫ﻲ ﺘﺴﺘﻌﻤل ﺒﺯﻴﺎﺩﺓ ﻜﺎﺸﻑ ﻜﻠﻭﻴﺩ ﺍﻝﺤﺩﻴﺩﻴﻙ ‪ ، ٪ ١‬ﺠﻴﻼﺘـﻴﻥ‪ ،‬ﻭ ﻓﻭﺭﻤـﺎﻝﻴﻥ ‪ ٪ ٣‬׃‬ ‫ﻓِﺘﻭ ِﻜﻴ‪ِ ‬ﻤ ‪‬‬
‫ﺤﻤﺽ ﺍﻝﻜﻠﻭﺭﻴﻙ ‪ ١‬ل )‪٢‬׃‪ ،(١‬ﻭ ﻜﻠﻭﻴﺩ ﺍﻝﺤﺩﻴﺩﻴﻙ ‪ ٪ ١‬ﺍﻝﻰ ﺨﻼﺼﺔ‪ .‬ﻭﻋﺯل ﻤﺭﻜﺒﺎﺕ‬
‫ﺘﻨﻴﻥ ﻤﻥ ﺨﻼﺼﺔ ﻋﻤل ﺒﺄﻝﺔ ﻜﺭﻭﻤﺘﻭﻏﺭﺍﻓﻴﺎ ﺒﻘﺸﺭﺓ ﺭﻗﻴﻘﺔ َﺃ ﹶﻨ ﹶﺘِﻠﻴ‪‬ﺘِﻴﻙ ﻹﺨﺘﺎﺭ ﺃ ر ﺠﻨﺱ ﺍﻴﻠﻭﻴﻥ‬
‫ﻤﻥ ﺃﻨﻭﺍﻋﻬﺎ ﺍﻝﺘﻲ ﻫﻲ‪ :‬ﺒﻭﺜﺎﻨﻭل ׃ ﺤﻤﺽ ﺍﻝﺨﻠﻴﻙ ׃ ﺍﻝﻤـﺎﺀ )‪٤‬׃‪١‬׃‪ ،(٥‬ﺍﻝﺨﻠﻴـﻙ ﺍﻻﻴﺜﻴﻠـﻰ ׃‬
‫ﻜﻠﻭﺭﻭﻓﻭﺭﻡ ׃ ﺤﻤﺽ ﺍﻝﺨﻠﻴﻙ ‪ ١٥) ٪ ١٠‬׃ ‪ ٥‬׃ ‪ ،(١‬ﺤﻤﺽ ﺍﻝﺨﻠﻴﻙ ﺜﻠﺠﻰ׃ ﺍﻝﻤﺎﺀ׃ ﺤﻤـﺽ‬
‫ﺍﻝﻜﻠﻭﺭﻴﻙ ﺜﻠﺠﻰ )‪ ٣٠‬׃ ‪ ١٠‬׃ ‪ ،(٣‬ﻤﻴﺜﺎﻨﻭل ׃ ﺍﻝﺨﻠﻴﻙ ﺍﻻﻴﺜﻴﻠﻰ )‪ ٤‬׃ ‪ ،(١‬ﺍﻝﺨﻠﻴﻙ ﺍﻻﻴﺜﻴﻠـﻰ ׃‬
‫ﻤﻴﺜﺎﻨﻭل ׃ ﺤﻤﺽ ﺍﻝﺨﻠﻴﻙ )‪ ٦‬׃ ‪ ١٤‬׃ ‪ ،(١‬ﺘﻭﻝﻭﻴﻥ ׃ ﺍﻝﺨﻠﻴﻙ ﺍﻻﻴﺜﻴﻠﻰ )‪٣‬׃‪ ،(١‬ﺜﻡ ﺘﺴﺘﻤﺭ ﺇﻝﻰ‬
‫ﺍﻝﻔﺭﺍﻕ ﺒﻜ ‪‬ﺭﻭ‪‬ﻤ‪‬ﺎﺘﻭﻏﺭﺍﻓﻴﺎ ﺒﻘﺸﺭﺓ ﺭﻗﻴﻘﺔ ﺍﻹﺴـﺘﻌﺩﺍﺩ‪ .‬ﻭ ﺍﻝﻌـﺯل ﺘﻨـﻴﻥ ﺘـﺴﺘﻌﻤل ﺒـﺴﻁﻴﺎﻑ‬
‫ﺴﻴ‪‬ﺒل ﻭ ﻓﻭﺭﻴﺭ ﺘﺭﺍﻨﺴﻔﻭﺭﻭﻡ ﺇﻨﻔﺭﺍ ﺭﻴﺩ‪.‬‬ ‫ﻤﺎﺒﻌﺩﺍﻝﺒﻨﻔﺴﺠﻰ ِﻓ ِ‬
‫ﻥ ﺨﻼﺼﺔ ﻤﻥ ﻭﺭﻗﻪ ِﺒِﻠﻤ‪‬ﺒِﻴﻨﺞ‪ ‬ﻭﹸﻝﻭ‪‬ﻩ ﺘﺘﻜﻭﻥ ﻋﻠﻰ ﻤﺭﻜﺒـﺎﺕ‬ ‫ل ﻋﻠﻰ ﺃ ‪‬‬
‫ﻭﺘﻨﺎﺌﺞ ﺍﻝﺒﺤﺙ ﺘﺩ ﱡ‬
‫ﻲ ﻤﻥ ﺜﻼﺜﺔ ﻜﺎﺸﻑ ﺘﺩل ﺇﻴﺠﺎﺒﻲ ﻤﺘﻜﻭﻥ ﻋﻠﻰ ﻤﺭﻜﺒﺎﺕ ﺘﻨـﻴﻥ ﺃ ر‬ ‫ﺘﻨﻴﻥ ﻤﻥ ﺘﺤﻘﻴﻕ ﻓِﺘﻭ ِﻜﻴ‪ِ ‬ﻤ ‪‬‬
‫ﺍﻴﻠﻭﻴﻥ ﻓﻲ ﻋﺯل ﻤﺭﻜﺒﺎﺕ ﺘﻨﻴﻥ ﻤﻥ ﺨﻼﺼﺔ ﻋﻤل ﺒﺄﻝﺔ ﻜﺭﻭﻤﺘﻭﻏﺭﺍﻓﻴﺎ ﺒﻘﺸﺭﺓ ﺭﻗﻴﻘﺔ َﺃ ﹶﻨ ﹶﺘِﻠﻴ‪‬ﺘِﻴـﻙ‬
‫ﻫﻭ ﺒﻭﺜﺎﻨﻭل ׃ ﺤﻤﺽ ﺍﻝﺨﻠﻴـﻙ ׃ ﺍﻝﻤـﺎﺀ )‪٤‬׃‪١‬׃‪ ،( ٥‬ﺤﻴـﺙ ﻴﻤﻜـﻥ ﺇﻋﻤـﺎل ﻓـﻲ ﻋـﺯل‬
‫ﺒﻜ ‪‬ﺭﻭ‪‬ﻤ‪‬ﺎﺘﻭﻏﺭﺍﻓﻴﺎ ﺒﻘﺸﺭﺓ ﺭﻗﻴﻘﺔ ﺍﻹﺴﺘﻌﺩﺍ‪ .‬ﻫﺫﺍ ﺍﻴﻠﻭﻴﻥ ﻴﻔﺼل ﺜﻼﺜﺔ ﻨﻘﻁﺔ ﺒﺜﻤﻥ ﺭﻴﺘﻴﻨﺴﺎﻥ ﻓﻠﻭﻴﻪ‬
‫ﺴﻴ‪‬ﺒل‪ ،‬ﺍﻴﺴﻭﻻﺕ ‪ ٢‬ﺒﺜﻤﻥ‬ ‫‪ . ٠٦٨ ;٠٦١ ;٠٥٣‬ﻭ ﻋﻠﻰ ﺍﻝﺘﺤﻘﻴﻕ ﺴﻁﻴﺎﻑ ﻤﺎﺒﻌﺩﺍﻝﺒﻨﻔﺴﺠﻰ ِﻓ ِ‬
‫ﺭﻴﺘﻴﻨﺴﺎﻥ ﻓﻠﻭﻴﻪ ‪ ٠٦١‬ﻭﻁﻭﻝﻪ ﻤﻭﺠﻪ ﺤﻭﻝﻰ ‪ nm ٣٣١‬ﻭﻨﺘﻴﺠﺔ ﺘﺤﻘﻴﻕ ﺒﻔﻭﺭﻴﺭ ﺘﺭﺍﻨﺴﻔﻭﺭﻭﻡ‬
‫ﺇﻨﻔﺭﺍ ﺭﻴﺩ ﺘﺩل ﺇﻤﺘﺼﺎﺹ ﺍﻝﺨﺎﺹ ﻤﻥ ﻤﺭﻜﺒﺎﺕ ﺘﻨﻴﻥ ﻜﺎ ﻓﺎﺼﻠﺔ ﺤﺩﺭﺍﻜﺴﻲ ﺃﺴﻴﻤﻴﺭ‪ i‬ﻓﻲ ﻨﻤﺭﺓ‬
‫ﺍﻝﻤﻭﺝ ‪¹ ٣٣٧٢٤‬־‪ ،cm‬ﺍﻭﻓﺭﺘﻭﻥ ﻤﺭﻜﺒﺎﺕ ﻋﻁﺭﻴﺔ ﻓـﻲ ﻨﻤـﺭﺓ ﺍﻝﻤـﻭﺝ ‪¹٢٠٧١٨‬־‪cm‬‬
‫ﻭﻤﺴﺎﻓﺔ ﺨﺘﻡ ﻤﺭﻜﺒﺎﺕ ﻋﻁﺭﻴﺔ ‪¹ ١٦٢٥٨‬־‪ cm‬ﻭ ﺒﻨـﺯﻴﻥ ‪¹ ٧٨٢٥‬־‪ cm‬ﺤﺘـﻰ ﺘﻜـﻭﻥ‬
‫ﻤﺭﻜﺒﺎﺕ ﺘﻨﻴﻥ ﻫﻲ ﻓﻼﻓﺎﻥ ‪ -΄!،΄٤،٧،٦،٣‬ﻓﻨﺘﺎٷل ﺍﻭ ﻓﻼﻓﺎﻥ ‪ -΄!،΄٤،٨،٧،٣‬ﻓﻨﺘﺎٷل‪.‬‬
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman

tanaman terutama hasil pertanian dan rempah-rempah. Hal ini didukung oleh

keadaan geografis Indonesia yang beriklim tropis dengan curah hujan sering

terjadi sepanjang tahun. Salah satu keanekaragaman hayati yang terdapat di

Indonesia adalah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Belimbing wuluh

tumbuh hampir di seluruh daerah, namun belum dibudidayakan secara khusus

(Abdul, 2008).

Tanaman belimbing wuluh dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-

hari. Bagian yang dapat digunakan diantaranya bunga, buah, daun dan batangnya.

Bunga belimbing wuluh digunakan sebagai obat batuk dan sariawan. Buah

belimbing wuluh selain digunakan sebagai bumbu masak juga dapat digunakan

sebagai obat menurunkan tekanan darah tinggi, gusi berdarah, jerawat dan batuk.

Daun belimbing wuluh selain digunakan sebagai penyedap rasa juga dapat

digunakan sebagai obat batuk, obat kompres pada sakit gondokan dan obat

rematik, antidiare, sedangkan batang belimbing wuluh dapat digunakan sebagai

obat sakit perut (Atang, 2009).

Penelitian tentang kimia bahan alam akhir-akhir ini semakin banyak

mengeksploitasi sebagai bahan obat-obatan baik untuk farmasi maupun untuk

kepentingan pertanian, karena disamping keanekaragaman struktur kimia yang


dihasilkan juga rendahnya efek samping yang ditinggalkan dan mudah

didapatkan. Buah belimbing wuluh mengandung banyak vitamin C alami yang

berguna sebagai penambah daya tahan tubuh dan perlindungan terhadap berbagai

penyakit. Berdasarkan hasil pemeriksaan kandungan kimia buah belimbing wuluh

yang dilakukan Herlih (1993) dalam Faradisa (2008) menunjukkan bahwa buah

belimbing wuluh mengandung golongan senyawa oksalat, minyak atsiri, fenol,

flavonoid dan pektin. Batang belimbing wuluh mengandung saponin, tanin,

glukosida, kalsium oksalat, sulfur, asam format, peroksida, sedangkan daunnya

mengandung tanin, sulfur, asam format, peroksida, kalsium oksalat, kalium sitrat.

Allah menciptakan semua yang ada di dunia ini tidaklah sia-sia dari yang

kecil hingga yang besar. Makhluk hidup (hewan, tumbuhan dan lain-lain)

semuanya dapat dimanfaatkan oleh manusia jika manusia itu berfikir. Allah

menjaga semua yang telah Ia ciptakan agar tetap hidup. Allah membuktikannya

dengan diturunkan oleh Nya hujan sebagai sumber kehidupan, dan agar manusia

dapat mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Allah telah

menjelaskannya dalam surat al An’am ayat 99:

çµ÷ΨÏΒ $oΨô_t÷zr'sù &óx« Èe≅ä. |N$t7tΡ ϵÎ/ $oΨô_t÷zr'sù [!$tΒ Ï!$yϑ¡¡9$# zÏΒ tΑt“Ρr& ü“Ï%©!$# uθèδuρ

ôÏiΒ ;M≈¨Ψy_uρ ×πuŠÏΡ#yŠ ×β#uθ÷ΖÏ% $yγÏèù=sÛ ÏΒ È≅÷‚¨Ζ9$# zÏΒuρ $Y6Å2#uŽtI•Β ${6ym çµ÷ΨÏΒ ßl̍øƒΥ #ZŽÅØyz

ÿϵÏè÷Ζtƒuρ tyϑøOr& !#sŒÎ) ÿÍν̍yϑrO 4’n<Î) (#ÿρãÝàΡ$# 3 >µÎ7≈t±tFãΒ uŽöxîuρ $YγÎ6oKô±ãΒ tβ$¨Β”9$#uρ tβθçG÷ƒ¨“9$#uρ 5>$oΨôãr&

∩∪ tβθãΖÏΒ÷σム5Θöθs)Ïj9 ;M≈tƒUψ öΝä3Ï9≡sŒ ’Îû ¨βÎ) 4

"Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan
dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari
tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman
yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai
tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan
pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah
buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
orang-orang yang beriman".

Firman Allah SWT dalam surat al An'am ayat 99 yang menjelaskan bahwa

Allah swt menurunkan air hujan dari awan, kemudian dengan air tersebut Allah

mengeluarkan setiap jenis tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam bentuk, ciri

khas serta berbeda-beda tingkatan kelebihan dan kekurangannya (al Maraghi,

1992), meskipun semuanya tumbuh di tanah yang sama dan dialiri dengan air

yang sama. Selain itu, buah-buahan dan sayur-sayuran juga merupakan sumber

vitamin dan nutrisi esensial yang melimpah.

Pada surat al An'am ayat 99 Allah menutup ayat dengan Sesungguhnya

pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang

yang beriman, karena orang-orang yang beriman itu hidup, bekerja, berfikir dan

memahami sehingga untuk mendapatkan bukti dari ayat tersebut yang dapat

menunjukkan mereka kepada perbuatan yang mengesakan Allah swt (al Jazairi,

2007). Selain itu, dengan memperhatikan secara mendalam maka akan ditemukan

rahasia-rahasia alam tumbuh-tumbuhan seperti kandungan dan manfaat dari

tanaman tersebut dengan adanya penelitian (al Maraghi, 1992). Allah telah

menjelaskan dalam surat asy Syuara ayat 7:

∩∠∪ AΟƒÍx. 8l÷ρy— Èe≅ä. ÏΒ $pκŽÏù $oΨ÷Gu;/Ρr& ö/x. ÇÚö‘F{$# ’n<Î) (#÷ρttƒ Νs9uρr&

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya


tumbuhan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?.
Shihab (2002), Surat asy Syuara ayat 7 menjelaskan tentang tumbuhan

yang baik, tumbuhan yang baik adalah tumbuhan yang subur dan memberikan

manfaat untuk makhluk hidup, termasuk tumbuhan yang bisa digunakan sebagai

alternatif pengawet secara alami. Dengan aneka tumbuhan, tanah dan aneka

keajaiban yang terhampar pada tumbuhannya, maka sebagai seorang mukmin

harus berfikir tentang manfaat dari bagian tumbuhan tersebut. Bagian daun

belimbing wuluh banyak mengandung senyawa tanin yang dapat digunakan

sebagai antibakteri (Abdul, 2008).

Senyawa tanin merupakan senyawa polifenol yang berada di tumbuhan,

makanan dan minuman (Makkar and Becker, 1998) dapat larut dalam air dan

pelarut organik (Haslam, 1996). Senyawa tanin yang terkandung dalam daun

belimbing wuluh bersifat penolak hewan pemakan tumbuhan. Senyawa tanin juga

digunakan untuk proses tanning atau penyamakan kulit binatang yang digunakan

industri kulit, untuk pembuatan tinta, digunakan untuk obat-obatan sebagai

astringen dan untuk pewarnaan (cat) (Ledder, 2000).

Secara kimia tanin tumbuhan dibagi menjadi dua golongan yaitu tanin

terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin terhidrolisis mengandung ikatan ester

yang dapat terhidrolisis jika dididihkan dalam asam klorida encer. Asam elagat

merupakan hasil sekunder yang terbentuk pada hidrolisis beberapa tanin yang

sesungguhnya merupakan ester asam heksaoksidifenat. Tanin terkondensasi

merupakan senyawa tidak berwarna yang terdapat pada seluruh dunia tumbuhan

tetapi terutama pada tumbuhan berkayu. Tanin terkondensasi telah banyak

ditemukan dalam tumbuhan paku-pakuan (Robinson, 1995).


Kadar tanin yang tinggi pada simplisia daun belimbing wuluh muda 1,6 %

dan pada daun belimbing wuluh tua sebesar 1,28 % (Nurliana, 2006). Lidyawati

(2006) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa kadar tanin pada daun belimbing

wuluh sebesar 26,2 %. Isolasi tanin dari daun belimbing wuluh dapat dilakukan

dengan pengambilan daun belimbing wuluh sekitar 20 cm dari pucuk daun,

sehingga tanpa merusak pertumbuhan dapat diperoleh tanin dari daunnya (Amnur,

2008).

Pansera (2004) menyatakan bahwa proses yang digunakan untuk

mengekstrak tanin adalah ekstraksi superkritikal fluida. Namun, hasil yang

diperoleh dari proses ini tidak memperoleh hasil yang baik. Uji coba mengekstrak

tanin dengan ekstraksi soxhlet menggunakan beberapa pelarut diantaranya etanol,

dimetil eter, dan n-heksan, hasil percobaan yang dipantau dengan KLT

menunjukkan bahwa dimetil eter dan n-heksan tidak dapat melarutkan senyawa

tanin, sedangkan etanol dapat melarutkan senyawa tanin. Tanin yang diperoleh

dilihat dari harga Rf dari noda-noda yang terbentuk.

Menurut Harborne (1987) tanin dapat diisolasi dari daun belimbing wuluh

menggunakan metode maserasi, sedangkan cara terbaik untuk memisahkan dan

mengidentifikasi senyawa fenol adalah dengan kromatografi lapis tipis (KLT).

Kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) dapat digunakan untuk memisahkan

campuran senyawa dari sampel dalam jumlah besar untuk uji identifikasi

(Townshend, 1995).

Nuraini (2002) menyatakan hasil isolasi dan identifikasi tanin dari daun

gamal (Gliricidia sepium (jackquin) kunth ex walp.) dengan metode KLT dengan
fase gerak asam asetat glasial : H2O : HCl pekat (forestal) dengan perbandingan

(30:10:3) harga Rf tanin 0,7 yang mendekati nilai Rf tanin standar yaitu 0,737.

Sedangkan Yuliani, dkk (2003) dalam penelitian tentang kadar tanin dan quersetin

tiga tipe daun jambu biji (Psidium guajava) dengan KLT dengan eluen toluen:etil

asetat (3:1) menunjukkan 9 bercak dengan harga Rf mulai dari 0,23-0,94.

Mengingat potensi senyawa tanin dan tingginya kandungan tanin dalam

tanaman belimbing wuluh, maka menarik untuk dilakukan pemisahan senyawa

tanin dari daun belimbing wuluh dengan metode maserasi, kemudian dengan

kromatografi lapis tipis kualitatif dan preparatif. Identifikasi senyawa-senyawa

tanin dilakukan dengan spektrofotometri UV-Vis dan diperkuat dengan pereaksi

geser serta didukung dengan spektrum IR.

1.2 Rumusan Masalah

1. Eluen apakah yang paling baik dalam pemisahan ekstrak kasar senyawa tanin

dari daun belimbing wuluh (A. bilimbi L.) dengan metode kromatografi lapis

tipis?

2. Jenis senyawa tanin apa yang terdapat dalam ekstrak daun belimbing wuluh

hasil pemisahan dengan kromatografi lapis tipis?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui eluen terbaik dalam pemisahan ekstrak kasar senyawa tanin dari

daun belimbing wuluh (A. bilimbi L.) dengan metode kromatografi lapis tipis.
2. Mengetahui jenis senyawa tanin yang terdapat dalam ekstrak daun belimbing

wuluh hasil pemisahan dengan kromatografi lapis tipis.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada

masyarakat terhadap pemanfaatan daun belimbing wuluh (A. bilimbi L.) sebagai

alternatif penghasil senyawa tanin yang digunakan sebagai pemberdayaan atau

usaha pembuatan pengawet ikan, sehingga mempermudah pengkajian lebih lanjut

tentang aktivitas dan pemanfaatan senyawa tanin dalam bidang industri.

1.5 Batasan Masalah

1. Sampel yang digunakan adalah daun belimbing wuluh yang masih muda

sekitar 20 cm dari pucuk daun yang diperoleh dari Jl. Kerto Malang.

2. Identifikasi senyawa tanin menggunakan spektrofometer UV-Vis dan FTIR.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dalam Perspektif Islam

Beraneka ragam tanaman yang terhampar di muka bumi dengan air hujan.

Tanaman yang tumbuh yaitu tanaman yang bermula dari tanah yang gersang

melalui hujan yang diturunkan Allah, mulai dari tumbuhan tingkat rendah sampai

tumbuhan tingkat tinggi. Tumbuhan tingkat tinggi yaitu tumbuhan yang

mempunyai akar, batang dan daun secara jelas. Hal ini telah dijelaskan dalam

firman Allah surat at Thaha ayat 53

[!$tΒ Ï!$yϑ¡¡9$# zÏΒ tΑt“Ρr&uρ Wξç7ß™ $pκŽÏù öΝä3s9 y7n=y™uρ #Y‰ôγtΒ uÚö‘F{$# ãΝä3s9 Ÿ≅yèy_ “Ï%©!$#

∩∈⊂∪ 4®Lx© ;N$t7‾Ρ ÏiΒ %[`≡uρø—r& ÿϵÎ/ $oΨô_t÷zr'sù

"Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah
menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air
hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-
tumbuhan yang bermacam-macam".

Menurut tafsir al Mishbah surat at Thaha ayat 53 menjelaskan bahwa

Allah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian

memberinya petunjuk serta mengaitkannya dengan jawaban Nabi Musa as tentang

keluasan ilmu Allah. Allah menempatkan manusia di bumi dengan

menghamparkannya agar mereka dapat menikmati hidup dan berakal guna meraih

kehidupan yang lebih mulia dan tinggi. Allah menjadikan manusia di bumi ini

agar ia menyadari bahwa ada jarak antara ia dan tujuan hidupnya. Ada jalan yang

harus ditempuhnya guna mencapai tujuan hidup. Kata salaka dalam surat Thaha
ayat 53 berarti jalan, Sedangkan kata as subul bentuk jamak dari sabil yang berarti

jalan. Jalan yang dimaksud disini adalah suatu perilaku kata kerja yang dilakukan

manusia untuk memikirkan segala hal tentang kekuasaan Allah. Kata thariq

berarti jalan yang bersifat kata benda, dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan

untuk memikirkan kekuasaan Allah.

Tafsir al Mishbah juga menjelaskan bahwa Allah menurunkan air dari

langit berupa air hujan dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang bermacam-

macam dengan perantara air tersebut. Air hujan mengandung banyak senyawa

kimia yang dibutuhkan tumbuhan, salah satunya adalah nitrogen. Atmosfir terdiri

78 % volume unsur nitrogen dan merupakan suatu persediaan yang tidak ada

habis-habisnya untuk unsur penting ini. Molekul nitrogen sangat stabil, oleh

karena itu pemutusan menjadi atom-atomnya untuk bereaksi dengan bahan kimia

membentuk senyawa organik atau anorganik nitrogen merupakan langkah yang

terbatas dalam siklus. Ini dapat terjadi dengan proses berenergi tinggi dalam

penyinaran cahaya yang menghasilkan nitrogen oksida.

Unsur nitrogen dapat terlibat dalam bentuk ikatan kimia atau fiksasi oleh

proses biokimia dengan perantara mikroorganisme. Nitrogen biologis dapat

dirubah mejadi bentuk anorganik pembusukan atau penguraian biomassa.

Sejumlah besar dari nitrogen difiksasi secara sintetik di bawah temperatur tinggi

dan juga tekanan tinggi melalui reaksi:

N2 + 3 H2 → 2 NH3
Produksi dari gas-gas N2 dan N2O oleh mikroorganisme dan evolusi dari

gas-gas ini ke dalam atmosfer menyempurnakan siklus nitrogen melalui suatu

proses denitrifikasi. Denitrifikasi suatu proses yang penting di alam, yaitu suatu

mekanisme dimana hasil fiksasi nitrogen dikembalikan ke dalam atmosfer

(Achmad, 2004).

Air hujan yang mengandung nitrogen meresap dalam tanah, kemudian

diserap oleh tumbuhan sebagai nutrisi yang sangat penting dalam pertumbuhan.

Dari air hujan tersebut mengurai aneka tumbuhan dengan beberapa tingkatan dan

jenis tumbuhan yaitu mulai dari tingkat rendah sampai ketingkat tinggi, jenis

tumbuhan berkeping dua (dikotil) dan tumbuhan berkeping satu (monokotil)

(Shihab, 2002)

Salah satu contoh tanaman yang jelas bagian akar, batang dan daunnya

adalah belimbing wuluh. Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai obat

diantaranya bagian batang, daun dan buahnya. Setiap tanaman bisa dimanfaatkan

seperti firman Allah SWT dalam surat al An’am ayat 99

çµ÷ΨÏΒ $oΨô_t÷zr'sù &óx« Èe≅ä. |N$t7tΡ ϵÎ/ $oΨô_t÷zr'sù [!$tΒ Ï!$yϑ¡¡9$# zÏΒ tΑt“Ρr& ü“Ï%©!$# θèδuρ

ôÏiΒ ;M≈¨Ψy_uρ ×πuŠÏΡ#yŠ ×β#uθ÷ΖÏ% $yγÏèù=sÛ ÏΒ È≅÷‚¨Ζ9$# zÏΒuρ $Y6Å2#uŽtI•Β ${6ym çµ÷ΨÏΒ ßl̍øƒΥ #ZŽÅØyz

ÿϵÏè÷Ζtƒuρ tyϑøOr& !#sŒÎ) ÿÍν̍yϑrO 4’n<Î) (#ÿρãÝàΡ$# 3 >µÎ7≈t±tFãΒ uŽöxîuρ $YγÎ6oKô±ãΒ tβ$¨Β”9$#uρ tβθçG÷ƒ¨“9$#uρ 5>$oΨôãr&

∩∪ tβθãΖÏΒ÷σム5Θöθs)Ïj9 ;M≈tƒUψ öΝä3Ï9≡sŒ ’Îû ¨βÎ) 4

” Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan
dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan Maka kami keluarkan dari
tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. kami keluarkan dari tanaman
yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai
tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan
pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. perhatikanlah
buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
orang-orang yang beriman.”

Surat al An'am ayat 99 menggambarkan bentuk luar dari tumbuhan yang

merupakan obyek kajian morfologi tumbuhan. Salah satu morfologi yang

ditunjukkan dari ayat tersebut yaitu mayang kurma yang mengurai dari tangkai-

tangkai yang menjulai adalah ciri-ciri morfologi tumbuhan kurma.

Surat al An'am ayat 99 juga menggambarkan morfologi tumbuhan yang

berupa daun yaitu fa akhrajna minhu khadhiran (kami keluarkan dari daun-daun

yang menghijau) yaitu Allah SWT mengeluarkan dari tanaman tersebut daun yang

menghijau (ash Shiddieqy, 2000). Bagian tumbuhan yang nampak dari kejauhan

adalah daun yang biasanya berwarna hijau. Walaupun semua daun kelihatan hijau,

tetapi secara morfologi masing-masing daun berbeda dari berbagai sisi. Daun

belimbing wuluh yang muda lebih lembut dan memiliki rambut halus sedangkan

daun yang sudah tua memiliki warna hijau yang lebih tua dan kaku serta

kandungan dan manfaatnya berbeda. Seperti dalam surat asy Syuara ayat 7

∩∠∪ AΟƒÍx. 8l÷ρy— Èe≅ä. ÏΒ $pκŽÏù $oΨ÷Gu;/Ρr& ö/x. ÇÚö‘F{$# ’n<Î) (#÷ρttƒ öΝs9uρr&
"Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya kami
tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?"

Berbagai tanaman yang tumbuh dengan adanya air hujan yang mengalir ke

tanah yang gersang tersebut menyebabkan tanaman tersebut menjadi tanaman

yang baik yaitu tanaman yang memiliki nilai manfaat yang sangat besar. Mulai

dari akar, batang, daun dan buahnya bisa dimanfaatkan secara maksimal (Shihab,

2002). Salah satu contoh tanaman yang baik adalah tanaman belimbing wuluh.
Mulai dari akar, batang, daun dan buahnya bisa dimanfaatkan sebagai obat dan

pengawet alami.

2.2 Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dalam Perspektif Ilmu
Pengetahuan

Belimbing wuluh merupakan tanaman yang termasuk dari keluarga

Oxalidaceae. Belimbing wuluh (A. Bilimbi L.) dikenal sebagai tanaman

pekarangan yang berbunga sepanjang tahun. Belimbing wuluh memiliki pohon

kecil, dengan tinggi mencapai 10 m dengan batang yang tidak begitu besar dan

mempunyai garis tengah hanya sekitar 30 cm. belimbing wuluh ditanam sebagai

pohon buah, ada yang tumbuh secara liar dan kebanyakan berada di daerah

dataran rendah dengan ketinggian 500 meter di atas permukaan laut (Arland,

2006).

Belimbing wuluh mempunyai batang kasar berbenjol-benjol, percabangan

sedikit, arahnya condong ke atas, cabang muda berambut halus seperti beludru,

warnanya coklat muda. Daun belimbing wuluh berupa daun majemuk menyirip

ganjil dengan 21-45 pasang anak daun. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya

bulat telur sampai jorong, ujung runcing, pangkal membundar, tepi rata, panjang

2-10 cm, lebar 1-3 cm, warnanya hijau, permukaan bawah hijau muda. Bunga

belimbing wuluh kecil-kecil berbentuk bintang warnanya ungu kemerahan,

berkelompok, keluar dari batang atau percabangan yang besar. Buah belimbing

wuluh berbentuk bulat lonjong bersegi, panjang sekitar 4-6 cm, warnanya hijau

kekuningan, bila sudah masak banyak mengandung air, rasanya asam. Biji

belimbing wuluh berbentuk bulat telur, gepeng (Arland, 2006).


Terdapat dua varietas dari tumbuhan belimbing wuluh (A. bilimbi L.) yaitu

yang menghasilkan buah berwarna hijau dan kuning muda atau sering pula

dianggap berwarna putih (Thomas, 2007).

Gambar 2.1 Daun belimbing wuluh

Klasifikasi ilmiah tanaman belimbing wuluh adalah (Dasuki, 1991)

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)

Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji

Divisio : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub-kelas : Rosidae

Ordo : Geraniales

Familia : Oxalidaceae (suku belimbing-belimbingan)

Genus : Averrhoa

Spesies : Averrhoa bilimbi L


2.2.1 Manfaat Daun Belimbing Wuluh

Belimbing Wuluh (A. bilimbi L.) banyak ditanam sebagai pohon buah.

Tanaman asal Amerika tropis ini dapat digunakan untuk mengobati bermacam-

macam penyakit. Orang mengambil manfaat belimbing wuluh selama ini hanya

sebagai sirup, manisan, atau bumbu masak, padahal secara tradisional tanaman ini

banyak dimanfaatkan mengatasi berbagai penyakit seperti batuk, diabetes,

rematik, gondongan, sariawan, sakit gigi, gusi berdarah, jerawat sampai tekanan

darah tinggi, selain itu juga bisa menyembuhkan kelumpuhan, memperbaiki

fungsi pencernaan, radang rektum (Arland, 2006).

Daun belimbing wuluh digunakan masyarakat Aceh sebagai penyedap rasa

yang disebut asam sunti, selain itu mereka juga menggunakan air belimbing

wuluh yang diperoleh dari proses pembuatan asam sunti itu untuk bahan alternatif

mengawetkan ikan dan daging (Abdul, 2008). Arifiyani (2007) menyatakan

bahwa air daun belimbing wuluh dapat mengobati penyakit stroke karena ekstrak

daun belimbing wuluh mengandung senyawa tanin, selain itu daun belimbing

wuluh dapat dimanfaatkan sebagai obat sakit perut, rematik, perotitis dan obat

batuk. Daun belimbing wuluh berkhasiat untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri

dan pembunuh kuman serta dapat menurunkan kadar gula darah (Arland, 2006).

Daun belimbing wuluh dapat melancarkan pengeluaran empedu, anti radang,

pereda nyeri (analgesik), astringen (Dalimarta, 2008).


2.2.2 Kandungan Kimia Daun Belimbing Wuluh

Arland (2006) menyatakan bahwa daun belimbing wuluh mengandung

senyawa metabolit sekunder diantaranya senyawa tanin, selain itu daun belimbing

wuluh juga mengandung sulfur, asam format. Faharani (2009) menunjukkan

bahwa ekstrak daun belimbing wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin.

Dalimarta (2008) menjelaskan bahwa di dalam daun belimbing wuluh selain tanin

juga mengandung peroksidase, kalsium oksalat dan kalium sitrat. Bahan aktif

pada daun belimbing wuluh yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah tanin.

2.3 Tanin

Tanin merupakan suatu nama deskriptif umum untuk satu grup substansi

fenolik polimer yang mampu menyamak kulit atau mempresipitasi gelatin dari

cairan, suatu sifat yang dikenal sebagai astringensi. Tanin ditemukan hampir di

setiap bagian dari tanaman; kulit kayu, daun, buah, dan akar (Hagerman, 1998).

Tanin dibentuk dengan kondensasi turunan flavan yang ditransportasikan ke

jaringan kayu dari tanaman, tanin juga dibentuk dengan polimerisasi unit quinon

(Anonymous, 2005).

OH

HO O
OH

OH

Gambar 2.2 Struktur inti tanin (Robinson, 1995)


Secara struktural tanin adalah suatu senyawa fenol yang memiliki berat

molekul besar yang terdiri dari gugus hidroksi dan beberapa gugus yang

bersangkutan seperti karboksil untuk membentuk kompleks kuat yang efektif

dengan protein dan beberapa makromolekul (Horvart, 1981). Sebagai salah satu

tipe dari senyawa metabolit sekunder, tanin mempunyai karakteristik sebagai

berikut (Giner-Chavez, 2001):

- Senyawa oligomer dengan satuan struktur yang bermacam-macam dengan

gugus fenol bebas

- Berat molekul antara 500 sampai 20.000

- Larut dalam air, dengan pengecualian beberapa struktur yang mempunyai

berat molekul besar

- Mampu berikatan dengan protein dan terbentuk kompleks tanin-protein

yang larut dan tidak larut.

Secara kimia terdapat dua jenis tanin yang tersebar tidak merata dalam

dunia tumbuhan yaitu tanin terkondensasi (Proantosianidin) dan tanin terhidrolisis

(Hydrolyzable tannin) (Harborne, 1987). Kedua golongan tanin menunjukkan

reaksi yang berbeda dalam larutan garam Fe (III). Tanin terkondensasi

menghasilkan warna hijau kehitaman sedangkan tanin terhidrolisis memberikan

biru kehitaman (Etherington, 2002).

2.3.1 Tanin Terkondensasi

Tanin terkondensasi secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan

cara kondensasi katekin tunggal (galokatekin) yang membentuk senyawa dimer


dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Proantosianidin merupakan nama lain

dari tanin terkondensasi karena jika direaksikan dengan asam panas, beberapa

ikatan karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer

antosianidin (Harborne, 1987).

Proantosianidin didefinisikan sebagai oligo atau polimer flavonoid

(flavan-3-ol atau flavan-3-4-diol), dimana ikatan C-C tidak mudah untuk

dihidrolisis (Etherington, 2002). Proantosianidin lebih banyak terdistribusi

daripada tanin terhidrolisis, merupakan oligomer atau polimer satuan flavonoid

(misalnya flavan-3-ol) yang terikat oleh ikatan karbon-karbon yang tidak mudah

terpecah dengan adanya hidrolisis (Giner-Chavez, 2001).

Proantosianidin dapat dideteki langsung dalam jaringan tumbuhan hijau

dengan mencelupkan ke dalam HCl 2M mendidih selama setengah jam. Bila

terbentuk warna merah yang dapat diekstraksi dengan amil atau butil alkohol,

maka ini merupakan bukti adanya senyawa tersebut (Harborne, 1987).

OH

HO O
R'

OH

R" OH

Gambar 2.3 Struktur Flavan-3,4-diol (Hagerman,1998)


OH

HO O
R

OH OH

Gambar 2.4 Struktur Flavan- 4-ol (Hagerman, 1998)

2.3.2 Tanin Terhidrolisis

Tanin terhidrolisis merupakan molekul dengan poliol (umumnya D-

glikosa) sebagai pusatnya. Tanin terhidrolisis adalah pecahnya karbohidrat dan

asam fenolik oleh asam lemah atau basa lemah (Hagerman, 1998). Gugus hidroksi

pada karbohidrat sebagian atau semuanya teresterifikasi dengan gugus karboksil

pada asam gallat (gallotanin) atau asam ellagat (ellagitanin). Tanin terhidrolisis

biasanya sedikit terdapat dalam tanaman (Giner-Chavez, 2001).

2.3.2.1 Gallotanin

Gallotanin terbentuk dari asam gallat dan gula, biasanya glukosa.

Beberapa asam gallat terikat pada satu molekul gula. Asam gallat mungkin terikat

bersama pada gugus ester yang terbentuk antara gugus karboksil molekul satu dan

gugus hidroksi pada molekul lain (Luchner, 1984 dalam skripsi Nuraini, 2002).

Sifat fisik dari gallotanin berupa polimer amorf, berwarna putih

kekuningan, mempunyai bau spesifik, dapat larut dalam air, gliserol, dan sangat

larut dalam alkohol, aseton. Gallotanin tidak larut dalam benzen, kloroform, eter

dan petroleum eter, karbon disulfida, karbon tetraklorida (Gohen, 1976).

Sifat kimia dari gallotanin adalah berwarna coklat jika terkena cahaya,

dengan albumin, tepung, gelatin, alkaloid dan garam metalik memberikan

endapan yang tidak larut, sedangkan dengan FeCl3 memberikan warna biru
kehitaman, pada suhu 215 °C akan terdekomposisi menjadi pirogalol dan CO2

(Tyler, 1947).

Gallotanin merupakan suatu ester dimana dalam larutan gugus karbonil

dari gugus esternya dapat diprotonkan, kemudian karbon yang bermuatan positif

parsial dapat diserang oleh nukleofil lemah seperti air. Untuk reaksi hidrolisis

dengan katalisis asam dalam air berlebih dan panas maka suatu ester menjadi

asam karboksilat. Kelebihan air akan menggeser kesetimbangan ke arah sisi asam

karboksilat (Solomons, 1976).

Mekanisme reaksi hidrolisis ester berkatalis asam mempunyai tahap-tahap

yaitu tahap protonasi, adisi H2O, kemudian eliminasi ROH yang disusul dengan

deprotonasi. Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut:


HO HO
O + +
H OH
HO C HO C
OR OR
HO HO
Gallotanin H2O
R= glikosida
HO HO
OH + OH
-H
HO C OR HO C OR
+
OH OH2
HO HO
+ H+
HO HO
OH +
-ROH OH
HO C OR HO C
OH
OH
HO HO

HO
OH
HO C
+
OH
HO
-H +
HO HO
O OH
HO C HO C
OH O
HO HO
asam galat

Gambar 2.5 Reaksi hidrolisis gallotanin (Solomons, 1976)

Asam gallat (3,4,5 trihidroksibenzoat) merupakan senyawa turunan dari

aromatik karboksilat, dengan berat molekul 170,12, mempunyai titik didih 200

°C, titik leleh 110 °C, sedikit larut dalam air panas, alkohol, etil asetat, gliserol.

Asam gallat tidak larut dalam benzena, kloroform, petroleum eter, dengan FeCl3

memberikan warna biru kehitaman (Tyler, 1947).


2.3.2.2 Ellagitanin

Ellagitanin terbentuk dari asam heksahidroksi difenil yang mungkin

terbentuk dari terikatnya dua molekul asam gallat melalui reaksi oksidasi (Fieser,

1961). Ellagitanin merupakan jenis tanin yang terhidrolisis. Hidrolisis dengan

asam kuat akan menghasilkan asam ellagat. Asam ellagat memberikan reaksi

warna spesifik dengan adanya asam nitrit (HNO2). Reaksi ini digunakan

mendeteksi jaringan tumbuhan yang terekstrak dan merupakan metode yang

penting dalam penentuan ellagitanin (Bate, 1972).

Dalam penentuan ellagitanin diperlukan reaksi warna dengan asam nitrat

dalam lingkungan nitrogen, dimana akan memberikan warna merah yang lama

kelamaan berubah menjadi biru. Bila ada udara dilingkungannya maka lama

kelamaan berubah menjadi kuning (Bate, 1972).

Reaksi hidrolisis dari ester ellagitanin dalam katalis asam menjadi asam

ellagat adalah sebagai berikut:


O +
OH
HO OHC OR HO OH C OR
+
HO OH
2H HO OH

RO C HO OH RO C HO OH

O +
OH

H2O
OH OH
HO O C OR HO HO+ C OR
-2H+
HO OH HO OH

RO C O OH RO C +OH OH

OH OH

+
OH OH
O C OR HO O C
HO
-2ROH
HO OH HO OH

OH C O OH
RO C O
+
OH
OH

-2H+

O
HO O C

HO OH

C O OH

O
asam ellagat
Gambar 2.6 Reaksi hidrolisis ellagitanin (Solomons, 1976)

Asam ellagat membentuk kristal jarum hijau kuning dengan piridin,

meleleh pada 360 °C, tidak larut dalam eter, sedikit larut dalam air dan larut

dalam alkali/ basa dengan warna kuning yag kuat. Asam ellagat mewarnai katun

chrominum-mordant hijau pudar (Fieser, 1961).


2.4 Ekstraksi Daun Belimbing Wuluh

Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan

kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda. Prinsip ekstraksi

adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar

dalam senyawa non polar. Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut-turut

mulai dengan pelarut non polar (n-heksan) lalu pelarut yang kepolarannya

menengah (diklor metan atau etil asetat) kemudian pelarut yang bersifat polar

(metanol atau etanol) (Harborne, 1987). Ekstraksi digolongkan ke dalam dua

bagian besar berdasarkan bentuk fase yang diekstraksi yaitu ekstraksi cair-cair dan

ekstraksi cair padat, ekstraksi cair padat terdiri dari beberapa cara yaitu maserasi,

perkolasi dan ekstraksi sinambung (Anonymous, 2009).

Dalam metode ekstraksi bahan alam, dikenal suatu metode maserasi.

Maserasi merupakan metode ekstraksi yang sederhana. Maserasi dilakukan

dengan cara merendam sampel dalam pelarut organik. Pelarut organik akan

menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif

sehingga zat aktif akan larut. Karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan

zat aktif di dalam sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Keuntungan

metode ekstraksi ini, adalah metode dan peralatan yang digunakan sederhana dan

mudah diusahakan (Cheong, et.al, 2005).

Metode maserasi merupakan salah satu metode ektraksi bahan alam yang

menggunakan lemak panas, akan tetapi lemak-lemak panas itu telah diganti

dengan pelarut-pelarut organik yang mudah menguap. Penekanan utama pada


maserasi adalah tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dan jaringan

yang diekstraksi (Guether, 1987).

Hagerman (1998), mengekstraksi tanin dari daun sorghum dengan metanol

yang mengandung 10 mM asam askorbat, penambahan asam askorbat berfungsi

sebagai antioksidan setiap ekstraksinya, kemudian diekstrak dengan etil asetat dan

lapisan air (bawah) yang digunakan.

Tanin dapat diekstrak dengan aseton 70 %, lebih efektif dalam

mengekstraksi daripada pelarut alkohol. Hal ini dikarenakan aseton menghambat

interaksi tanin dengan protein. Pada banyak tumbuhan, terdapat fraksi besar

(kadang lebih besar dari 50 %) tanin yang tidak dapat diekstraksi (insoluble

tannin), dimana fraksi yang tidak dapat diekstraksi karena efek nutrisi (Cannas,

2001).

Ekstrak dengan air atau air dengan alkohol adalah langkah pertama dalam

memproduksi tanin (Subiarto, 2002). Ibrahim, (2005) mengekstrak tanin dari buah

kelapa sawit dengan metode maserasi menggunakan pelarut aseton dan air.

Subyakto dan Prasetyo (2003) mengekstrak tanin dari kulit kayu akasia dengan air

panas (100 °C) selama 1 jam dengan perbandingan bahan dan pelarut 1:20, selain

ekstrak dngan air panas, dilakukan dengan ekstraksi dengan larutan NaOH 0,3 %

dengan prosedur yang sama.

Malik (2009) memperoleh tanin dari kulit mangium kering dengan

maserasi menggunakan air panas 70 °C dan 90 °C selama 4 jam dan dilakukan

berulang-ulang sebanyak 9 kali. Olivina (2005) mengekstrak tanin dari kulit

batang salam secara refluks dengan pelarut etanol dan air sebanyak tiga kali.
Sudarwanti (2004) mengekstrak tanin dari bulbus Allium salivum L dengan dua

cara yaitu maserasi-perkolasi dengan pelarut etanol dan ekstraksi sinambung

dengan alat soxhlet menggunakan pelarut yang mempunyai kepolaran meningkat

yaitu n-heksan, metilen klorida, etil asetat dan metanol. Meiyanto (2008)

mengekstrak tanin dari biji buah pinang dengan cara soxhlet dengan pelarut etanol

96 %. Tanin diekstrak dari daun kaliandra dengan menggerus daun bersama es

kering dan ditambahkan dengan aseton 70 % yang mengandung asam askorbat

0,1 % (Abdurrahman, 1998).

Luthana (2006) mengekstraksi senyawa fenol pada gambir dengan

menggunakan metode maserasi. Dalam penelitiaanya sampel gambir yang

dihaluskan sampai berukuran 40-60 mesh ditimbang sebanyak 60 g dimasukkan

dalam labu erlenmeyer 1 L dan ditambah pelarut 300 mL, diaduk selama satu jam

untuk mencapai kondisi homogen dalam shaker waterbath. Selanjutnya, larutan

dimaserasi selama 24 jam pada suhu kamar. Larutan dipisahkan dengan

menggunakan kertas saring setelah 24 jam, residu dimaserasi ulang selama 24 jam

lagi dan disaring dengan kertas saring, ulangan dilakukan sampai tiga kali. Filtrat

pertama, kedua, dan ketiga digabung dan dievaporasi menggunakan rotary

evaporator hingga diperoleh ekstrak kering.

2.5 Pemisahan Senyawa Tanin dari Daun Belimbing Wuluh dengan


Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan yang didasarkan

pada distribusi differensial komponen-komponen yang dipisahkan diantara 2 fase,

yaitu fase diam dengan permukaan yang luas dan fase gerak yang berupa zat cair
yang mengalir sepanjang fase diam. Komponen-komponen hasil pemisahan keluar

dari kolom pada waktu yang berbeda. Komponen yang tertahan lebih kuat dalam

kolom akan keluar dari kolom dengan waktu yang lebih lama dibandingkan

komponen yang tidak tertahan dengan kuat atau bahkan tidak ditahan kolom sama

sekali (Sastrohamidjojo, 2007).

Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia. Lapisan yang

memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada

penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang

akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal), kemudian

pelat dimasukkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang

yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler

(pengembangan) dan selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus

ditampakkan (Sudarmadji, 1996).

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara analisis cepat yang

memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat

digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik

seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi

kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom,

analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa

secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih

untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis.

Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan

pereaksi - pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat (Anonymous, 2008).
Yuliani (2003) memisahkan senyawa tanin dari 3 daun jambu biji yang

berbeda dengan eluen toluen : etil asetat (3:1) dengan pendeteksi besi sulfat

menghasilkan harga Rf untuk ekstrak I mempunyai 9 bercak dengan Rf mulai dari

0,23-0,94, ekstrak II mempunyai 9 bercak dengan Rf mulai dari 0,13-0,94, ekstrak

III memberikan 5 bercak dengan Rf mulai dari 0,16-0,59. Nuraini (2002)

memisahkan senyawa tanin dengan menggunakan fasa gerak forestal (asam asetat

glasial : air : asam klorida) (30:10:3) menghasilkan harga Rf 0,7 yang mendekati

harga Rf standar yaitu 0,73. Olivina (2005) mengelusi dengan etil asetat : metanol

: asam asetat (6:14:1) dengan pendeteksi aluminium klorida 5 % menghasilkan 2

bercak berwarna merah muda dan jingga pada Rf 0,39 dan 0,53, sedangkan

Lidyawati (2006) mengelusi senyawa tanin dengan eluen metanol : etil asetat

(4:1) dengan pendeteksi AlCl3 1%.

Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis dapat

menggunakan harga Rf meskipun harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat bila

dibandingkan pada kertas. Seperti halnya pada kertas harga Rf didefinisikan

sebagai berikut (Sastrohamidjojo, 2007):

Jarak yang ditempuh senyawa


Harga Rf = ……………………….…..(2.1)
Jarak yang ditempuh pelarut

Pada gugus-gugus yang besar dari senyawa-senyawa yang susunannya mirip,

seringkali harga Rf berdekatan satu sama lainnya (Sastroshamidjojo, 2007).

Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk tujuan kualitatif dan

preparatif, KLT kualitatif digunakan untuk menganalisis senyawa-senyawa

organik dalam jumlah kecil (misal menentukan jumlah kumpulan dalam

campuran), menentukan pelarut yang tepat untuk pemisahan dengan KLT


preparatif atau kromatografi kolom, dan juga untuk mengidentifikasi komponen

penyusun campuran melalui perbandingan dengan senyawa yang diketahui

strukturnya. Sedangkan KLT preparatifnya digunakan untuk memisahkan

campuran senyawa dari sampel dalam jumlah yang besar berdasarkan fraksinya,

yang selanjutnya fraksi-fraksi tersebut dikumpulkan dan digunakan untuk analisis

berikutnya (Townshend, 1995).

2.6 Identifikasi Senyawa Tanin

2.6.1 Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Vis Ditekankan Pada Reaksi


Geser

Spektroskopi UV-Vis merupakan suatu metode identifikasi gugus fungsi

dari sampel. Spektrum yang diabsorpsi oleh suatu senyawa adalah sejumlah sinar

yang diserap oleh satu senyawa pada panjang gelombang tertentu. Untuk senyawa

berwarna akan memiliki satu atau lebih penyerapan spektrum yang tertinggi di

daerah spektrum tampak (400-700 nm). Spektrum yang terserap pada ultra violet

(200-400 nm) dan daerah nampak terjadi karena adanya perubahan energi elektron

terluar dari molekul yang disebabkan adanya ikatan atau bukan ikatan. Umumnya

elektron yang berpindah tempat ini disebabkan adanya ikatan rangkap karbon-

karbon atau pasangan nitrogen dengan oksigen (Sudarmadji, 1996). Biasanya

cahaya tampak merupakan campuran dari cahaya yang mempunyai berbagai

panjang gelombang, dari 400-700 nm, seperti pada Tabel 2.1:


Tabel 2.1 Warna dan warna komplementer
Panjang gelombang Warna Warna komplementer
(nm)
400 – 435 Violet (ungu) Hijau kekuningan
435 – 480 Biru Kuning
480 – 490 Biru kehijauan Jingga
490 – 500 Hijau kebiruan Merah
500 – 560 Hijau Ungu kemerahan
560 – 595 Hijau kekuningan Ungu
595 – 610 Jingga Biru kehijauan
610 – 680 Merah Hijau kebiruan
680 – 700 Ungu kemerahan Hijau
Sumber: Sastrohamidjojo (2007)

Transisi yang penting pada daerah ultraviolet dan tampak yaitu transisi n

→π* dan π→π*, sedangkan transisi n→σ* jarang terjadi (Fessenden and

Fessenden, 1989). Transisi yang terjadi pada tanin yaitu transisi π→π* akibat

adanya ikatan rangkap terkonjugasi dan transisi n→π* karena adanya elektron

bebas. tanin mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi oleh karena itu

menunjukkan pita serapan yang kuat pada daerah ultraviolet dan tampak

(Harborne, 1987). Senyawa dengan ikatan rangkap terkonjugasi seperti tanin akan

mengalami penyerapan radiasi pada panjang gelombang yang lebih besar dari 217

nm (Sastrohamidjojo, 2007).

Spektrofotometer UV-Vis dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis

senyawa tanin. Kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada inti tanin dapat

ditentukan dengan menambahkan pereaksi geser ke dalam larutan cuplikan dan

mengalami pergeseran puncak serapan yang terjadi. Metode ini secara tidak

langsung juga berguna untuk menentukan kedudukan gula atau metal yang terikat
pada salah satu gugus hidroksil fenol. Pereaksi geser yang biasa digunakan adalah

NaOMe/NaOH, NaOAc, NaOAc/H3BO3, AlCl3 dan AlCl3/HCl (Markham, 1988).

2.6.2 Identifikasi dengan Spektrofometer FTIR

Pada analisis spektrokimia, spektrum radiasi elektromagnetik digunakan

untuk menganalisis spesies kimia dan menelaah interaksinya dengan radiasi

elektromagnetik. Dasar analisis spektroskopi adalah interaksi radiasi dengan

spesies kimia. Daerah radiasi spektroskopi infra merah atau infrared spectroscopy

(IR) berkisar pada bilangan gelombang 12800-10 cm-1, atau panjang gelombang

0,78-1000 µm. Daerah yang paling banyak digunakan untuk berbagai keperluan

praktis adalah 4000-690 cm-1 (2,5-1,5 µm). Daerah ini biasa disebut dengan

daerah IR tengah (Khopkar, 1990). Ikatan-ikatan yang berbeda (C-C, C=C, C-O,

O-H, N-H) mempunyai frekuensi vibrasi yang berbeda dan ikatan-ikatan tersebut

dalam molekul organik dapat dideteksi dengan mengidentifikasi frekuensi-

frekuensi karakteristiknya sebagai pita serapan dalam spektrum IR

(Sastrohamidjojo, 2007). Kegunaan yang paling penting dari spektroskopi

inframerah adalah untuk identifikasi senyawa organik, karena spektrumnya sangat

kompleks dan terdiri dari banyak puncak-puncak. Spektrum inframerah

mempunyai sifat fisik dan karakteristik yang khas, artinya senyawa yang berbeda

akan mempunyai spektrum yang berbeda dan kemungkinan dua senyawa

mempunyai spektrum sama adalah sangat kecil (Hayati, 2007).

Pada dasarnya Spektrofotometer FTIR (Fourier Trasform Infra Red)

adalah sama dengan Spektrofotometer IR dispersi, yang membedakannya adalah


pengembangan pada sistem optiknya sebelum berkas sinar infra merah melewati

sampel (Giwangkara, 2007). Spektrofotometer IR dispersi menggunakan prisma

(grating) sebagai pengisolasi radiasi, sedangkan spektrofotometer FTIR

menggunakan interferometer yang dikontrol secara otomatis dengan komputer.

Jika sinar inframerah dilewatkan melalui sampel senyawa organik, maka terdapat

sejumlah frekuensi yang diserap dan ada yang diteruskan atau ditransmisikan

tanpa diserap. Serapan cahaya oleh molekul tergantung pada struktur pada

struktur elektronik dari molekul tersebut. Molekul yang menyerap energi tersebut

terjadi perubahan energi vibrasi dan perubahan tingkat energi rotasi (Suseno dan

Firdausi 2008). Spektrofotometer FTIR (Fourier Trasform Infra Red) dapat

digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif (Hayati, 2007). Secara umum

lebih baik digunakan bagan korelasi (correlation chart) untuk mengidentifikasi

gugus fungsi hasil analisis IR (Khopkar, 1990).

Analisis FTIR tanin standar, puncak utama yang dikenali adalah 768 cm-1,

782 cm-1, 794,5 cm-1, 822 cm-1, 1062 cm-1, 1110 cm-1, 1202 cm-1, 1250 cm-1, 1284

cm-1, 1350 cm-1, 1450 cm-1, 1520 cm-1, 1620 cm-1 dan 3423 cm-1 (Ibrahim, 2005).

Senyawa tanin jika dianalisis dengan spektrofotometri inframerah akan

mempunyai serapan yang spesifik, yaitu serapan di daerah frekuensi 3150-3050

cm-1 dengan intensitas tajam akibat rentangan C-H aromatik, serapan lebar antara

3500-3200 cm-1 akibat rentangan O-H, C=O keton pada 1725-1705 cm-1 dan C-O

eter pada 1300-1000 cm-1(Sastrohamidjojo, 1991). Senyawa aromatik mempunyai

empat puncak serapan di daerah frekuensi 1450-1600 cm-1, sekalipun belum tentu

keempat-empatnya muncul (Noerdin, 1986). Hal ini diperkuat dengan hasil


penelitian dari Hayati dkk (2010) bahwa dalam daun belimbing wuluh terdapat

senyawa tanin yang dapat dilihat dari beberapa gugus fungsi hasil analisis dengan

spektrofotometer FTIR pada Gambar 2.7 dan Tabel 2.2

Gambar 2.7 Spektra inframerah ekstrak tanin (Hayati dkk, 2010)


Tabel 2.2 Nilai bilangan gelombang ekstrak tanin pada daun belimbing wuluh
Puncak Bilangan gelombang ekstrak Jenis vibrasi Intensitas
-
tanin (cm )
Rentangan
1 3392,7 m-s
asimetri OH
Rentangan CH
2 2932,1 m-w
sp3
3 2360,9 CO2 (udara) w
4 2137,2 Rentangan C=C
Overtone
5 2000 w
aromatik
6 1607,0 C=O vs
Rentangan
7 1515,4 ; 1448, 1 ; 1404,0 s-m
cincin aromatik
R-O-Ar (eter
8 1263,7 s
aromatik)
C-O alkohol
9 1058,7 s
sekunder
C-H out plane,
10 833,8 ; 668,8 ; 553,3 p-substitusi w-m
benzen
OH out of plane;
11 768,7 ; 606,4 o-subtitusi w-m
benzen
Keterangan: vs = very strong; s = strong; m = medium; w = weak
Sumber : Hayati dkk (2010)
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 - Februari 2010 di

Laboratorium Organik dan Biotek Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Laboratorium

Organik dan Instrumen Universitas Brawijaya Malang dan Laboratorium

Instrumen Universitas Negeri Surabaya.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

3.2.1 Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan pada penelitian ini meliputi beaker glass

dengan berbagai ukuran, gelas ukur dengan berbagai ukuran, corong pisah, labu

ukur 100 mL, gelas arloji, timbangan mettler, vacum rotary evaporator, pengaduk

kaca, waterbath, kertas saring, pipa kapiler, plat KLT silika G60 F254, bejana

pengembang, tabung reaksi, pipet tetes, seperangkat alat UV-Vis merk Shimadzu,

seperangkat alat FTIR merk IR Buck M500 Scientific.

3.2.2 Bahan Penelitian

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun belimbing

wuluh, dipilih daun muda yang segar dan diambil diujung ranting. Tanaman ini

diperoleh dari daerah Kerto Malang - Jawa Timur. Bahan-bahan kimia yang
digunakan berderajat pa meliputi: aseton, akuades, asam askorbat 10 mM,

kloroform, etil asetat, gelatin, formaldehid 3 %, natrium asetat, HCl pekat, FeCl3

1 %, FeCl3 5 %, toluen, ferri sulfat, asam asetat glasial, asam asetat, n-butanol,

metanol, NaOH 2 M, AlCl3 5 %, AlCl3 1 %, H3BO3, pelet KBr.

3.3 Tahapan Penelitian

Pada penelitian ini akan dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:

a. Preparasi sampel

b. Ekstraksi tanin dengan metode maserasi

c. Pencarian eluen terbaik senyawa tanin dengan kromatografi lapis tipis

d. Fraksinasi tanin dengan kromatografi lapis tipis preparatif

e. Identifikasi senyawa tanin dengan UV-Vis dan FTIR

f. Analisis data

3.4 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian

eksperimental laboratorik. Proses ekstraksi dilakukan dengan pelarut aseton : air.

Ekstrak dipisahkan menggunakan KLT dengan beberapa eluen, antara lain: toluen

: etil asetat (3:1), forestal (asam asetat glasial : H2O : HCl pekat) (30:10:3), etil

asetat : metanol : asam asetat (6:14:1), n-butanol : asam asetat : air (4:1:5),

metanol : etil asetat (4:1), Etil asetat : Kloroform : asam asetat 10 % (15:5:2).

Eluen yang memberikan pemisahan paling baik akan digunakan dalam pemisahan
dengan KLT preparatif. Kemudian dilanjutkan dengan identifikasi menggunakan

spektrofotometri UV-Vis dan FTIR.

3.5 Cara Kerja

3.5.1 Persiapan Sampel

Daun belimbing wuluh yang muda dicuci bersih dengan air dan diiris

kecil-kecil kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 30-37 ºC selama 5 jam

dan diblender sampai diperoleh serbuk. Hasil yang diperoleh digunakan sebagai

sampel penelitian (Nuraini, 2002).

3.5.2 Ekstraksi Tanin dari Daun Belimbing Wuluh dengan Metode


Modifikasi Nuraini (2002)

Serbuk daun belimbing wuluh ditimbang sebanyak 50 gram kemudian

direndam dengan 400 mL pelarut aseton : air (7:3) dengan penambahan 3 mL

asam askorbat 10 mM. Ekstrak tanin dipekatkan dengan menggunakan vakum

rotary evaporator dan pemanasan di atas waterbath pada suhu 40-50 °C. Cairan

hasil ekstrak kemudian diekstraksi dengan kloroform (4x25 mL) menggunakan

corong pisah sehingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan kloroform (bawah) dipisahkan

dan lapisan air 1 (atas) diekstraksi dengan etil asetat (1x25 mL) dan terbentuk 2

lapisan. Lapisan etil asetat 1 (atas) dipisahkan dan lapisan air 2 (bawah)

dipekatkan dengan vacum rotary evaporator.


3.5.3 Uji Kualitatif Ekstrak Daun Belimbing Wuluh dengan Reagen

1. Filtrat 1 (hasil ekstraksi aseton : air) dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi

masing-masing sebanyak 3 mL. Ekstrak pada tabung pertama direaksikan

dengan 3 tetes larutan FeCl3 1 %. Jika ekstrak mengandung senyawa tanin

akan menghasilkan warna hijau kehitaman atau biru tua. Pada tabung kedua

ditambahkan dengan larutan gelatin jika terbentuk endapan putih maka positif

mengandung tanin. Pada tabung ketiga digunakan untuk membedakan tanin

katekol dan galat dengan cara menambahkan ekstrak dengan formadehid 3 % :

asam klorida (2:1) dan dipanaskan dalam air panas dengan suhu 90 ºC jika

terbentuk endapan merah muda merupakan tanin katekol. Filtrat dipisahkan

dengan disaring dan dijenuhkan dengan Na-Asetat dan ditambahkan FeCl3 1

% adanya tanin galat ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru tinta atau

hitam.

2. Lapisan air 1 dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi masing-masing sebanyak

3 mL. Ekstrak pada tabung pertama direaksikan dengan 3 tetes larutan FeCl3 1

%. Jika ekstrak mengandung senyawa tanin akan menghasilkan warna hijau

kehitaman atau biru tua. Pada tabung kedua ditambahkan dengan larutan

gelatin jika terbentuk endapan putih maka positif mengandung tanin. Pada

tabung ketiga digunakan untuk membedakan tanin katekol dan galat dengan

cara menambahkan ekstrak dengan formadehid 3 % : asam klorida (2:1) dan

dipanaskan dalam air panas dengan suhu 90 ºC jika terbentuk endapan merah

muda merupakan tanin katekol. Filtrat dipisahkan dengan disaring dan


dijenuhkan dengan Na-Asetat dan ditambahkan FeCl3 1 % adanya tanin galat

ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru tinta atau hitam.

3. Lapisan air 2 dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi masing-masing sebanyak

3 mL. Ekstrak pada tabung pertama direaksikan dengan 3 tetes larutan FeCl3 1

%. Jika ekstrak mengandung senyawa tanin akan menghasilkan warna hijau

kehitaman atau biru tua. Pada tabung kedua ditambahkan dengan larutan

gelatin jika terbentuk endapan putih maka positif mengandung tanin. Pada

tabung ketiga digunakan untuk membedakan tanin katekol dan galat dengan

cara menambahkan ekstrak dengan formadehid 3 % : asam klorida (2:1) dan

dipanaskan dalam air panas dengan suhu 90 ºC jika terbentuk endapan merah

muda merupakan tanin katekol. Filtrat dipisahkan dengan disaring dan

dijenuhkan dengan Na-Asetat dan ditambahkan FeCl3 1 % adanya tanin galat

ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru tinta atau hitam.

3.5.4 Pemisahan Senyawa Tanin

3.5.4.1 KLT Analitik

Pada pemisahan dengan KLT analitik digunakan plat silika G 60 F254 yang

sudah diaktifkan dengan pemanasan dalam oven pada suhu 100 ○C selama 10

menit. Masing-masing plat dengan ukuran 1 cm x 10 cm. Ekstrak tanin ditotolkan

pada jarak 1 cm dari tepi bawah plat dengan pipa kapiler kemudian dikeringkan

dan dielusi dengan fase gerak toluen : etil asetat (3:1) dengan pendeteksi ferri

sulfat (Yuliani, 2003 ), forestal (asam asetat glasial : H2O : HCl pekat) (30:10:3)

(Nuraini, 2002), etil asetat : metanol : asam asetat (6:14:1) dengan pendeteksi
aluminium klorida 5 % (Olivina, 2005), n-butanol : asam asetat : air (4:1:5)

(Sudarwanti, 2004), metanol : etil asetat (4:1) dengan pendeteksi AlCl3 1 %

(Lidyawati, 2006), etil asetat : kloroform : asam asetat 10 % (15:5:2). Setelah

gerakan larutan pengembang sampai pada garis batas, elusi dihentikan. Noda yang

terbentuk masing-masing diukur harga Rf nya, selanjutnya dengan memperhatikan

bentuk noda pada berbagai larutan pengembang ditentukan perbandingan larutan

pengembang yang paling baik untuk keperluan preparatif. Noda yang terbentuk

diperiksa dengan lampu UV-Vis pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.

3.5.4.2 KLT Preparatif

Pada pemisahan dengan KLT preparatif digunakan plat silika G 60 F254

dengan ukuran 10 cm x 20 cm. Ekstrak pekat hasil ekstraksi dilarutkan dengan

aseton-air, kemudian ditotolkan sepanjang plat pada jarak 1 cm dari garis bawah

dan 1 cm dari garis tepi. Selanjutnya dielusi dengan menggunakan eluen n-butanol

: asam asetat : air (BAA) (4:1:5) yang memberikan pemisahan terbaik pada KLT

analitik. Setelah gerakan larutan pengembang sampai pada garis batas, elusi

dihentikan. Noda yang terbentuk masing-masing diukur harga Rf nya. Noda-noda

diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.

3.5.5 Identifikasi Senyawa Tanin

3.5.5.1 Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Vis

Isolat-isolat yang diperoleh dari hasil KLT preparatif, dilarutkan dengan

aseton : air dan disentrifuge kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis


merk Shimadzu. Masing-masing isolat sebanyak 2 mL dimasukkan dalam kuvet

dan diamati spektrumnya pada bilangan gelombang 200-800 nm.

Identifikasi dilanjutkan dengan penambahan pereaksi geser NaOH 2 M,

AlCl3 5 %, AlCl3 5 %/HCl, NaOAc, NaOAc/H3BO3. Kemudian diamati

pergeseran puncak serapannya. Tahapan kerja penggunaan pereaksi geser adalah

sebagai berikut:

a. Isolat yang dapat diamati pada panjang gelombang 200-800 nm, direkam dan

dicatat spektrum yang dihasilkan.

b. Isolat dari tahap 1 ditambah 3 tetes NaOH 2 M kemudian dikocok hingga

homogen dan diamati spektrum yang dihasilkan. Sampel didiamkan selama 5

menit dan diamati spectrum yang dihasilkan.

c. Isolat dari tahap 1 kemudian ditambah 6 tetes pereaksi AlCl3 5 % dalam

metanol kemudian dicampur hingga homogen dan diamati spektrumnya.

Sampel ditambah denga 3 tetes HCl kemudian dicampur hingga homogen dan

diamati spektrumnya.

d. Isolat dari tahap 1 ditambah serbuk natrium asetat kurang lebih 250 mg.

Campuran dikocok sampai homogen menggunakan fortex dan diamati lagi

spektrumnya. Selanjutnya larutan ini ditambah asam borat kurang lebih 150

mg dikocok sampai homogen dan diamati spektrumnya.

3.5.5.2 Identifikasi Gugus Fungsi Senyawa Tanin dengan Spektrofotometer


FTIR

Isolat hasil KLT preparatif yang diduga senyawa tanin diidentifikasi

dengan menggunakan spektrofotometer FTIR. 0,2 g pelet KBr ditambahkan


dengan satu tetes isolat yang diduga senyawa tanin, dikeringkan kemudian

diidentifikasi dengan spektrofotometer FTIR merk IR Buck M500 Scientific

dengan panjang gelombang 4000-400 cm-1 dengan spesifikasi kondisi alat sebagai

berikut:

• Scan : 32 det/scan

• Resolusi :4

• Tekanan : 80 Torr

3.6 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif yaitu dengan

memperhatikan pola pemisahan pada kromatogram dari berbagai eluen yang

digunakan. Eluen terpilih pada KLT analitik adalah yang memberikan pemisahan

yang baik (dilihat dari jumlah spot dan pola pemisahan), digunakan sebagai eluen

pada KLT preparatif untuk pemisahan senyawa tanin. Identifikasi senyawa tanin

dilakukan dengan memperhatikan bentuk umum spektrum UV-Vis sampel dalam

aseton, perubahan spektrum yang disebabkan oleh berbagai pereaksi penggeser.

Identifikasi gugus fungsional dapat diamati pada spektrum inframerah, sehingga

dapat ditentukan jenis-jenis senyawa tanin yang terdapat dalam daun belimbing

wuluh.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Preparasi Sampel Daun Belimbing Wuluh

Daun belimbing wuluh yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

yang masih muda, karena kadar tanin pada daun muda lebih tinggi dari pada tanin

pada daun belimbing wuluh yang tua (Nurliana, 2006). Sampel sebanyak 250 g

dicuci untuk menghilangkan pengotor seperti debu yang menempel pada daun.

Sampel dipotong kecil-kecil dan dikeringkan. Pengeringan sampel dilakukan pada

suhu 30-40 °C selama 5 jam untuk menghilangkan air dan mencegah terjadinya

perubahan kimia (daun cepat busuk sehingga dapat menghasilkan mikroorganisme

yang dapat merubah konformasi senyawaan kimia yang terkandung di daun

tersebut). Sampel yang telah kering diblender untuk memperluas permukaan serta

membantu pemecahan dinding dan membran sel, sehingga mempermudah d

memaksimalkan proses ekstraksi. Sampel yang diperoleh adalah serbuk yang

berwarna coklat kehijauan sebanyak 65 g (Lampiran 3).

4.2 Ekstraksi Senyawa Tanin dari Daun Belimbing Wuluh

Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan

kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda (Rahayu, 2009).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstraksi maserasi. Maserasi

adalah salah satu metode pemisahan senyawa dengan cara perendaman

menggunakan pelarut organik pada temperatur ruangan. Proses ekstraksi ini tidak
dilakukan dengan metode soxhlet karena dikhawatirkan ada golongan senyawa

tanin yang tidak tahan panas, selain itu senyawa tanin mudah teroksidasi pada

suhu yang tinggi yaitu 98,89 - 101,67 oC. Proses maserasi sangat menguntungkan

dalam isolasi senyawa bahan alam karena selain murah dan mudah dilakukan,

dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan

membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga

metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut. Pelarut

yang mengalir ke dalam sel dapat menyebabkan protoplasma membengkak dan

bahan kandungan sel akan larut sesuai dengan kelarutannya (Lenny, 2006).

Sampel ditimbang sebanyak 50 g kemudian direndam dengan 400 mL

pelarut aseton:air yang mengandung 3 mL asam askorbat 10 mM selama 3 x 24

jam. Semakin lama waktu ekstraksi, kesempatan untuk bersentuhan makin besar

sehingga hasilnya juga bertambah sampai titik jenuh larutan. Kontak antara

sampel dan pelarut dapat ditingkatkan apabila dibantu dengan pengadukan. Pada

penelitian ini dilakukan pengadukan dengan menggunakan shaker dengan

kecepatan 150 rpm agar kontak antara sampel dan pelarut semakin sering terjadi,

sehingga proses ekstraksi lebih sempurna. Pelarut yang digunakan dalam

penelitian ini adalah aseton dan air dengan perbandingan (7:3). Pemilihan pelarut

ini karena senyawa tanin yang ada dalam belimbing wuluh merupakan senyawa

yang bersifat polar. Suatu molekul bersifat polar apabila tersusun atas atom-atom

yang berbeda dan molekul yang tersusun atas atom-atom yang sama. Kepolaran

suatu molekul ditentukan oleh harga momen dipolnya (µ). Suatu molekul bersifat

polar bila µ > 0 atau µ ≠ 0 dan nonpolar bila µ = 0 (Effendy, 2006). Robinson
(2005) menyatakan semakin banyak gugus hidroksil suatu senyawa fenol

memiliki tingkat kelarutan dalam air dan pelarut polar semakin besar. Struktur

senyawa tanin tersusun atas atom-atom yang berbeda dan tanin memiliki gugus

hidroksi lebih dari satu dan memiliki momen dipol tidak sama dengan nol (µ ≠ 0)

yang menyebabkan tanin bersifat polar, sehingga harus dilarutkan dengan pelarut

yang bersifat polar. Didukung hasil penelititian Ummah (2010) bahwa dengan

pelarut campuran aseton dan air didapatkan kadar tanin lebih banyak yaitu 10,92

%. Pemakaian pelarut campuran aseton dan air bertujuan untuk memaksimalkan

ekstrak tanin. Pelarut aseton bisa meminimalkan interaksi antara tanin dengan

protein sehingga tanin bisa terekstrak semua dalam fasa air dan protein bisa larut

dalam aseton. Penambahan asam askorbat ke dalam pelarut bertujuan sebagai

antioksidan, sehingga tidak terjadi oksidasi pada senyawa tanin pada saat proses

ekstraksi.

Maserat yang sudah didapat disaring untuk memisahkan residu dan filtrat.

Filtrat yang diperoleh dipisahkan pelarutnya dengan menggunakan vacum rotary

evaporator dengan suhu 40-50 °C. Vacum berfungsi untuk mempermudah proses

penguapan pelarut dengan memperkecil tekanan dalam vacum dari pada di luar

ruangan, sehingga temperatur di bawah titik didih pelarut dapat menguap. Filtrat

yang diperoleh berwarna coklat pekat kehijauan. Warna coklat kehijauan

terbentuk karena pelarut yang digunakan tidak hanya mengekstrak senyawa tanin

melainkan juga mengekstrak klorofil yang ada dalam tumbuhan. Klorofil dalam

tumbuhan memiliki dua sifat yaitu bersifat hidrofobik jika mengikat gugus CH3

dan hidrofilik jika mengikat gugus CHO. Klorofil yang terdapat dalam daun
belimbing wuluh adalah klorofil yang bersifat hidrofobik, karena dilihat dari

warna pada saat ekstrak dilarutkan dengan kloroform warnanya menjadi hijau. Hal

ini dimungkinkan yang terlarut dalam kloroform adalah klorofil. Soekartono

(1988) menjelaskan bahwa klorofil tidak dapat larut dalam air tetapi dapat larut

dalam etanol, metanol, kloroform dan aseton.

Filtrat hasil penyaringan difraksinasi dengan metode ekstraksi cair-cair

menggunakan corong pisah dengan pelarut kloroform untuk memisahkan

senyawa-senyawa nonpolar seperti klorofil, triterpen, lemak dan senyawa non

polar lain. Penambahan kloroform sebanyak 25 mL dan diulang 4 kali untuk

memisahkan senyawa nonpolar yang ada dalam ekstrak dan meningkatkan

koefisien distribusi. Penambahan kloroform menyebabkan terbentuk dua lapisan

yaitu lapisan atas (fasa air) yang berwarna coklat pekat dan lapisan bawah (fasa

kloroform) berwarna hijau, karena kedua pelarut tersebut memiliki berat jenis dan

kepolaran yang berbeda. Berat jenis kloroform lebih besar dari pada air sehingga

lapisan kloroform berada di bagian bawah.

Lapisan kloroform ditampung dan lapisan air difraksinasi lagi dengan

pelarut etil asetat untuk memisahkan senyawa polifenol yang bersifat polar selain

senyawa tanin seperti senyawa katekin, karena tanin sangat sedikit larut dalam etil

asetat. Penambahan etil asetat menyebabkan terbentuknya 2 lapisan yaitu lapisan

atas (fasa etil asetat) yang berwarna hijau muda yang dimungkinkan senyawa

polar selain tanin yang terlarut dalam etil asetat dan lapisan bawah (fasa air)

berwarna coklat pekat. Warna coklat pada lapisan air dimungkinkan dalam filtrat

tersebut terdapat senyawa tanin. Robinson (1995) memperkuat pendapat di atas


dengan menyatakan bahwa tanin dapat larut dalam air dan pelarut yang bersifat

polar dan menghasilkan warna coklat.

Fasa air yang diperoleh dipekatkan dengan vacum rotary evaporator pada

suhu 60-90 °C untuk memisahkan pelarutnya yaitu etil asetat yang terlarut dalam

filtrat dan pelarut air, sehingga diperoleh ekstrak berwarna coklat tua. Untuk

mendapatkan ekstrak pekat maka ekstrak yang diperoleh di pekatkan lagi dengan

desikator dan diperoleh ekstrak pekat berwarna coklat tua dengan nilai rendemen

sebesar 10,78 % (Lampiran 2). Filtrat dari masing-masing perlakuan di uji

fitokimia dengan menggunakan reagen (Lampiran 3).

4.3 Uji Fitokimia Senyawa Tanin

Uji fitokimia merupakan uji kualitatif untuk menduga adanya senyawa

tanin pada ekstrak daun belimbing wuluh. Uji fitokimia yang dilakukan dalam

penelitian ini yaitu menambah ekstrak dengan reagen seperti larutan FeCl3 1 %

yang hasil positifnya ditunjukkan dengan perubahan warna yaitu warna hijau

kehitaman atau biru tinta. Uji fitokimia yang kedua yaitu dengan menambahkan

gelatin dalam ekstrak dan ditunjukkan dengan adanya endapan putih. Reagen

yang ketiga untuk membedakan antara tanin katekol dan tanin galat. Larutan

formalin 3 % dan asam klorida (HCl) 1 N adalah larutan reagen yang digunakan

untuk mengetahui adanya senyawa tanin katekol yang ditunjukkan dengan

terbentuknya endapan merah muda, filtrat hasil uji tanin katekol direaksikan

dengan FeCl3 1 % menghasilkan warna biru tinta atau hitam yang menunjukkan

adanya tanin galat (Lampiran 3).


4.3.1 Uji Fitokimia dengan Menggunakan FeCl3
Uji fitokimia dengan menggunakan FeCl3 digunakan untuk menentukan

apakah sampel mengandung gugus fenol. Adanya gugus fenol ditunjukkan dengan

warna hijau kehitaman atau biru tua setelah ditambahkan dengan FeCl3, sehingga

apabila uji fitokimia dengan FeCl3 memberikan hasil positif dimungkinkan dalam

sampel terdapat senyawa fenol dan dimungkinkan salah satunya adalah tanin

karena tanin merupakan senyawa polifenol. Hal ini diperkuat oleh Harborne,

(1987) cara klasik untuk mendeteksi senyawa fenol sederhana yaitu

menambahkan ekstrak dengan larutan FeCl3 1 % dalam air, yang menimbulkan

warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam yang kuat. Terbentuknya warna hijau

kehitaman atau biru tinta pada ekstrak setelah ditambahkan dengan FeCl3 karena

tanin akan membentuk senyawa kompleks dengan ion Fe3+, seperti yang terlihat

pada Gambar 4.1.


OH

OH O OH
FeCl3 + 3
OH
Senyawaan Tanin

3+

+ 3 Cl

Gambar 4.1 Reaksi yang diusulkan antara tanin dengan FeCl3 1%

Senyawa kompleks adalah senyawa yang pembentukannya melibatkan

pembentukan ikatan kovalen koordinasi antara ion logam atau atom logam dengan

atom non logam. Dalam pembentukan senyawa kompleks, atom atau ion logam

disebut sebagai atom pusat, sedangkan atom yang mendonorkan elektronnya ke

atom pusat disebut atom donor. Atom donor terdapat pada suatu ion atau molekul

netral. Ion atau molekul netral yang memiliki atom-atom donor yang

dikoordinasikan pada atom pusat disebut ligan. Suatu molekul dikatakan sebagai

ligan jika atomnya memiliki pasangan elektron bebas, memiliki elektron tak

berpasangan, atau atom yang terikat melalui ikatan π (Effendy,2007).


Hasil uji fitokimia ekstrak daun belimbing wuluh dengan FeCl3

menghasilkan suatu warna hijau kehitaman, karena reaksi antara tanin dan FeCl3

membentuk senyawa kompleks. Berdasarkan hal tersebut dapat diduga di dalam

ekstrak daun belimbing wuluh mengandung senyawa polifenol yang diduga

adalah senyawa tanin. Terbentuknya senyawa kompleks antara tanin dan FeCl3

karena adanya ion Fe3+ sebagai atom pusat dan tanin memiliki atom O yang

mempunyai pasangan elektron bebas yang bisa mengkoordinasikan ke atom pusat

sebagai ligannya. Ion Fe3+ pada reaksi di atas mengikat tiga tanin yang memiliki 2

atom donor yaitu atom O pada posisi 4' dan 5' dihidroksi, sehingga ada enam

pasangan elektron bebas yang bisa dikoordinasikan ke atom pusat. Atom O pada

posisi 4' dan 5' dihidroksi memiliki energi paling rendah dalam pembentukan

senyawa kompleks, sehingga memungkinkan menjadi sebuah ligan.

4.3.2 Uji Fitokimia Senyawa Tanin dengan Menggunakan Larutan Gelatin

Uji fitokimia dengan menggunakan larutan gelatin merupakan mengujian

awal untuk memperkuat dugaan adanya senyawa tanin dalam ekstrak daun

belimibing wuluh. Harborne (1987) menyatakan bahwa semua tanin menimbulkan

endapan sedikit atau banyak jika ditambahkan dengan gelatin. Soebagio (2007)

menguji fitokimia senyawa tanin dari Ekstrak umbi bawang merah dengan

melarutkan sedikit akuades kemudian dipanaskan di atas penangas air lalu

diteteskan dengan larutan gelatin 1 % (1:1). Hasil positifnya yaitu terbentuknya

endapan putih.
Berdasarkan hasil penelitian ekstrak daun belimbing wuluh dari pelarut

aseton:air yang ditambah dengan gelatin menunjukkan adanya endapan putih yang

jumlahnya banyak, sehingga hasil yang didapat positif mengandung tanin, seperti

terlihat dalam reaksi di bawah ini:

O O O O
H H H H H
OH C N C C N CH C N C C N
HO O O H
O OH H H H CH2 H CH2 H
+ HN C C N C C N C N CH C N
OH CH2 CH2
CH3 H O O
NH C O
CH
Tanin C NH2 O
NH2 O
Gelatin
HO OH
HO OH
OH
OH
O
O

HO
HO
O O O O
H H H H
C N C C N CH C N C C N
O O H
H H CH2 H CH2 H
NH C C N C C N C N CH C N
CH2 CH2
CH3 H O O
H NH C O
CH
C NH2 O
HO O
NH2
O OH
OH
OH

Gambar 4.2 Reaksi yang diusulkan antara tanin dan gelatin (Leemensand, 1991)

Reaksi antara tanin dan gelatin menghasilkan endapan berwarna putih.

Reaksi ini melibatkan terjadinya ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen terjadi apabila

atom hidrogen terikat oleh dua atau lebih atom lain yang memiliki

keelektronegatifan tinggi seperti atom N, O dan F (Effendy, 2006). Ikatan

hidrogen yang terjadi dalam reaksi di atas adalah ikatan hidrogen jenis
intermolekul, karena atom H yang terikat dengan atom O dan N berasal dari dua

molekul. Atom H dari molekul tanin terikat dengan atom O pada gelatin dan atom

H dari molekul gelatin terikat dengan atom O pada tanin.

Apabila suatu protein bereaksi dengan senyawa kimia maka akan terjadi

perubahan konformasi protein. Perubahan konformasi alamiyah menjadi

konformasi yang tidak menentu merupakan suatu proses denaturasi yang

berlangsung secara reversibel. Penggumpalan protein biasanya didahului oleh

proses denaturasi yang berlangsung dengan baik pada titik isolistrik protein

tersebut (Poedjiadi,1994).

4.3.3 Uji Fitokimia Senyawa Tanin dengan Menggunakan Formalin 3 %,


HCl 1 N, FeCl3 1 %

Uji fitokimia dengan menggunakan larutan formalin 3 %, HCl 1 N, FeCl3

1 % merupakan uji awal untuk membedakan antara tanin katekol dan tanin galat.

Tanin katekol ditunjukkan dengan adanya endapan merah muda jika ekstrak

ditambah dengan larutan formalin 1 % dan HCl 1 N, sedangkan tanin galat

ditunjukkan dengan warna biru tinta atau hitam jika filtrat hasil uji tanin katekol

direaksikan dengan FeCl3 1 %.

Tanin merupakan senyawa fenol sehingga dapat berkondensasi dengan

formaldehid. Hasil kondensasi tanin dengan formaldehid ditambahkan dengan

asam panas yaitu asam klorida (HCl), maka beberapa ikatan karbon-karbon

penghubung satuan terputus dan akan dibebaskan monomer antosianidin. Jika

dalam suatu sampel mengandung senyawa protoantosianidin atau tanin katekol

akan terbentuk warna merah jika direaksikan dengan HCl, sehingga apabila
ekstrak mengandung senyawa tanin katekol akan terbentuk endapan merah apabila

direaksikan dengan Formalin : HCl dengan perbandingan 2:1 (Harborne, 1987).

Filtrat hasil uji dengan formalin : HCl dipisahkan jika di dalam sampel

setelah diuji terbentuk endapan merah dengan disaring dan ditambahkan FeCl3

1 % untuk menentukan tanin galat. Adanya tanin galat ditunjukkan dengan

terbentuknya warna biru tinta atau hitam. Berdasarkan hasil penelitian endapan

merah yang terbentuk banyak, dimungkinkan dengan pelarut aseton : air dapat

mengekstrak tanin lebih banyak.

Hasil uji fitokimia dari ekstrak tanin dari daun belimbing wuluh

menunjukkan bahwa di dalam daun belimbing wuluh diduga mengandung

senyawa tanin katekol dan galat. Hasil ini merupakan identifikasi awal adanya

kedua jenis tanin dalam daun belimbing wuluh.

4.4 Pemisahan Ekstrak Tanin dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

4.4.1 KLT Analitik

Pendugaan senyawa tanin daun belimbing wuluh dilakukan dengan

metode kromatografi lapis tipis (KLT). KLT merupakan suatu metode pemisahan

suatu senyawa berdasarkan perbedaan distribusi dua fasa yaitu fasa diam dan fasa

gerak. KLT yang digunakan terbuat dari silika gel dengan ukuran 1 cm x 10 cm

G60 F254 (Merck). Penggunaan bahan silika karena pada umumnya silika

digunakan untuk memisahkan senyawa asam-asam amino, fenol, alkaloid, asam

lemak, sterol dan terpenoid. Plat KLT silika G60 F254 diaktifasi pada suhu 100 ºC

selama 30 menit untuk menghilangkan air yang terdapat pada plat


(Sastrohamidjojo, 2007). KLT analitik ini digunakan untuk mencari eluen terbaik

dari beberapa eluen yang baik dalam pemisahan senyawa tanin. Eluen yang baik

adalah eluen yang bisa memisahkan senyawa dalam jumlah yang banyak ditandai

dengan munculnya noda. Noda yang terbentuk tidak berekor dan jarak antara noda

satu dengan yang lainnya jelas (Harborne, 1987). Penggunaan beberapa eluen

diharapkan mampu memisahkan komponen senyawa tanin yang terdapat dalam

ekstrak daun belimbing wuluh dengan baik. Pemisahan senyawa tanin dengan

KLT menggunakan beberapa eluen campuran toluen : etil asetat (3:1) dengan

pendeteksi ferri sulfat, asam asetat glasial : H2O : HCl pekat (forestal) (30:10:3),

etil asetat : metanol : asam asetat (6:14:1) dengan pendeteksi aluminium klorida 5

%, n-butanol : asam asetat : air (4:1:5), metanol : etil asetat (4:1) dengan

pendeteksi AlCl3 1 %, etil asetat : kloroform : asam asetat 10 % (15:5:2)

(Lampiran 3), sedangkan data penampakan noda dari fasa air hasil KLT analitik

dapat dilihat di Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data penampakan noda dari fasa air hasil KLT analitik dengan beberapa
eluen dengan lampu Ultra Violet 254 nm dan 366 nm
Jumlah Keterangan
No Eluen
noda
1 n-butanol : asam asetat : air (BAA) (4:1:5) 3 Terpisah baik
2 etil asetat : kloroform : asam asetat 10 % 2 Terpisah baik
(15:5:2)
3 asam asetat glasial : H2O : HCl pekat 1 Tak terpisah
(Forestal) (30:10:3)
4 metanol : Etil asetat (4:1) - Tak terpisah
5 etil asetat : metanol : asam asetat (6:14:1) - Tak terpisah
6 toluene : etil asetat (3:1) - Tak terpisah
Hasil pemisahan senyawa tanin dari fasa air dengan KLT analitik

menunjukkan bahwa Eluen campuran metanol : etil asetat (4:1), etil asetat :

metanol : asam asetat (6:14:1), toluen : etil asetat (3:1) tidak bisa memisahkan

senyawa tanin, karena dimungkinkan eluen yang digunakan tidak sama

kepolarannya. Senyawa tanin yang dipisahkan adalah senyawa yang bersifat

polar, sedangkan kepolaran eluen yang digunakan masih lebih rendah dari

senyawa yang akan dipisahkan, sehingga tidak terjadi pemisahan. Eluen asam

asetat glasial : H2O : HCl pekat (forestal) (30:10:3) mengghasilkan 1 noda, karena

dimungkinkan eluen tersebut kurang mampu untuk mengelusi senyawa tanin

sehingga senyawa yang akan dipisahkan masih tertinggal sebagian. Eluen Etil

asetat : Kloroform : asam asetat 10 % (15:5:2) menghasilkan 2 noda yang terpisah

dengan baik, tetapi masih lebih baik dengan eluen n-butanol : asam asetat : air

(BAA) (4:1:5) yang menghasilkan 3 noda yang terpisah dengan baik.

Eluen campuran n-butanol : asam asetat : air (BAA) (4:1:5) mampu

memberikan pemisahan terbaik, hal ini dapat dilihat dengan adanya noda yang

terpisah dengan baik dan jumlah noda paling banyak yaitu 3 noda. Karena dari

komposisinya, eluen tersebut bersifat sangat polar sehingga bisa memisahkan

senyawa tanin yang juga bersifat polar. Dengan demikian eluen ini digunakan

dalam pemisahan senyawa tanin dengan KLT preparatif. Adapun gambar plat

hasil KLT analitik eluen terbaik n-butanol : asam asetat : air (BAA) (4:1:5)

disajikan pada Gambar 4.3 dan Tabel 4.2.


a B c d
Gambar 4.3 a. Foto plat hasil KLTA ekstrak daun belimbing wuluh dengan eluen
BAA (4:1:5) dengan sinar UV 254 dan 366 nm, b. Ilustrasi noda
hasil KLTA ekstrak daun belimbing wuluh dengan eluen BAA
(4:1:5) dengan sinar UV 254 dan 366 nm, c. Foto hasil KLTA
ekstrak mimosa dengan eluen BAA (4:1:5) dengan sinar UV 366 dan
254 nm, d. Ilustrasi noda hasil KLTA ekstrak mimosa dengan eluen
BAA (4:1:5) dengan sinar UV 254 dan 366 nm.

Tabel 4.2 Nilai Rf dan warna noda hasil KLTA eluen terbaik n-butanol : asam
asetat : air (BAA) (4:1:5) dibawah sinar UV 254 nm dan 366 nm
Warna noda
Noda Nilai Rf
254 nm 366 nm
1. 0,53 Coklat kehijauan Coklat kehijauan
2. 0,61 Hijau Ungu kemerahan
3. 0,68 - Ungu kemerahan

KLT merupakan suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan

distribusi dua fasa. Fasa diam yang digunakan adalah plat silika gel yang bersifat

polar, sedangkan eluen yang digunakan bersifat sangat polar karena mengandung

air. Kepolaran fasa diam dan fasa gerak hampir sama, tetapi masih lebih polar fasa

gerak sehingga senyawa tanin yang dipisahkan terangkat mengikuti aliran eluen,

karena senyawa tanin bersifat polar. Dari ketiga noda yang ada maka noda yang
kedua adalah noda yang diduga senyawa tanin, yang memiliki nilai Rf sebesar

0,61 dan warna noda saat disinari dengan lampu UV 366 berwarna lembayung.

Hal ini diperkuat oleh Harborne (1987) bahwa tanin dapat dideteksi dengan sinar

UV pendek berupa noda yang berwarna lembayung, selain itu didukung dengan

Rf dari ekstrak tanaman mimosa (memiliki kadar tanin yang tinggi) yang dielusi

dengan eluen yang sama dengan nilai Rf sebesar 0,62.

4.4.2 KLT Preparatif

Kromatografi lapis tipis preparatif merupakan suatu metode pemisahan

senyawa dalam jumlah besar (Townshend, 1995). Hasil pemisahan dengan KLT

preparatif hampir sama dengan KLT analitik hanya berbeda pada jumlah ekstrak

yang ditotolkan pada plat dan ukuran plat KLT yang digunakan. Plat yang

digunakan pada KLT preparatif adalah plat KLT silika gel G 60 F254 dengan

ukuran yang lebih besar yaitu 10 cm x 20 cm. Eluen yang digunakan pada

pemisahan KLT preparatif adalah eluen terbaik hasil pemisahan pada KLT

analitik yaitu n-butanol : asam asetat : air (BAA) dengan perbandingan (4:1:5).

Noda yang dihasilkan pada plat KLT preparatif menghasilkan 3 noda. Pada

panjang gelombang 254 nm noda yang terlihat hanya 2 noda, sedangkan dengan

lampu UV dengan panjang gelombang 366 nm terlihat 3 noda dengan nilai Rf

seperti pada Tabel 4.2. Pemisahan dengan KLT analitik menghasilkan harga Rf

dari noda pertama sebesar 0,53 yang diduga senyawa antosianidin (Olivina,

2005). Noda kedua dan ketiga dengan nilai Rf 0,61 dan 0,68 diduga senyawa tanin

terkondensasi. Senyawa tanin diduga mempunyai nilai Rf 0,61, hal ini didukung
dari pengukuran standar tanin dari tanaman mimosa yang memiliki kadar tanin

yang besar dengan nilai Rf sebesar 0,62.

Noda-noda hasil KLT preparatif yang mendekati harga Rf tanin dari

tanaman mimosa dan warna yang menunjukkan tanin dikerok dan dilarutkan

dalam pelarut aseton:air (7:3), kemudian diidentifikasi menggunakan

spektrofotometri UV-Vis dan FTIR.

4.5 Identifikasi Senyawa Tanin

4.5.1 Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer UV-Vis merupakan suatu metode identifikasi struktur

dari suatu senyawa. Spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk menentukan

secara deskriptif senyawa tanin yang didapat dari hasil pemisahan senyawa

dengan KLT preparatif. Metode ini digunakan untuk membantu mengidentifikasi

senyawa tanin dan menentukan pola oksigenasinya. Spektrofotometer UV-Vis

juga memberikan informasi adanya kromofor dari senyawa organik dan

membedakan senyawa aromatik atau senyawa ikatan rangkap yang terkonjugasi

dan senyawa alifatik rantai jenuh.

Dari panjang gelombang maksimum senyawa tanin terdapat satu pita yang

mempunyai panjang gelombang 300-550 nm yang diperkirakan adanya ikatan π–

π*, seperti ikatan C=C terkonjugasi dan ikatan n-π* berupa kromofor tunggal

seperti ikatan C=O (Sastrohamidjojo, 1991). Jika suatu molekul sederhana

dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul tersebut akan menyerap radiasi

elektromagnetik yang energinya sesuai. Apabila pada molekul yang sederhana


hanya terjadi transisi elektronik pada satu macam gugus yang terdapat pada

molekul maka akan terjadi satu absorpsi yang merupakan garis spektrum (Gandjar

dan Rohman, 2008). Dari hasil identifikasi senyawa tanin dari hasil pemisahan

dengan KLTP dengan spektrofotometer UV-Vis, maka isolat yang diduga

senyawa tanin memiliki satu garis spektrum pada panjang gelombang 331 nm. Hal

ini didukung dengan hasil identifikasi senyawa tanin dari tanaman mimosa yang

sebagai standar dari tanin karena memiliki kadar tanin yang besar sama-sama

memiliki satu garis spektrum pada panjang gelombang 318 nm. Energi yang

dibutuhkan untuk terjadi eksitasi relatif kecil sehingga panjang gelombang

maksimum yang teridentifikasi besar, karena struktur senyawa tanin memiliki

ikatan π–π* yaitu pada cincin aromatik seperti pada Gambar 4.4.

3'
4' OH
2'

8 1 B
HO 1' 5'
O
7 2 6' OH
A
6 5 3
4 OH

Gambar 4.4 Struktur inti tanin

Senyawa tanin merupakan senyawa yang termasuk golongan senyawa

flavonoid, karena dilihat dari strukturnya yang memiliki 2 cincin aromatik yang

diikat oleh tiga atom karbon. Kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada inti

flavonoid dapat ditentukan dengan menambahkan pereaksi geser ke dalam larutan

cuplikan dan mengamati pergeseran puncak serapan yang terjadi. Dengan

demikian, secara tidak langsung cara ini berguna untuk menentukan kedudukan
gula atau metil yang terikat pada salah satu gugus hidroksil fenol. Pada struktur

inti tanin di atas terdapat gugus hidroksil pada posisi 7 pada cincin A dan 4', 5'

pada cincin B.

Berdasarkan struktur tanin pada Gambar 4.4, terlihat adanya gugus

karbonil sebagai kromofornya dengan auksokrom misalnya –OH. Substituen

gugus yang mempunyai elektron bebas atau elektron π yang berdekatan dengan

lingkar benzen akan menyebabkan pergeseran pita serapan ke panjang gelombang

yang lebih besar.

Pada spektrum tanin puncak serapan maksimum yang dimungkinkan

adalah hasil transisi dari π–π* dan ikatan n-π*. Ikatan n-π* merupakan transisi

forbidden sehingga intensitasnya selalu lebih kecil. Pada spektrum intensitas

terlihat hampir sama, hal ini dimungkinkan adanya glukosa, karena pada proses

ekstraksi tidak dilakukan suatu hidrolisis, sehingga meningkatkan intensitas n-π*.

Metode hidrolisis tidak dilakukan karena tanin memiliki dua jenis yaitu salah

satunya tanin terhidrolisis, jika ekstrak dihidrolisis dengan asam dikhawatirkan

jenis tannin terhidrolisis yang diduga ada dalam ekstrak tersebut hilang.

Sedangkan untuk puncak serapan yang dimungkinkan terjadi karena transisi n-π*

atau π -π* disebabkan atom O pada gugus hidroksil yang terikat pada cincin

benzen, selain memberikan transisi n-π* bisa juga π -π* karena adanya resonansi.

Penentuan spektrum menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan penambahan

perekasi geser NaOH 2 M, AlCl3 5 %, AlCl3 5 %/HCl, NaOAc, NaOAc/H3BO3

dapat dilihat dalam Tabel 4.3.


Tabel 4.3 Data spektrum UV-Vis dari isolat sebelum dan sesudah penambahan
pereaksi geser
Pergeseran
Panjang gelombang panjang Dugaan distribusi
gelombang
Pereaksi
Isolat Isolat Isolat
1 2 3 1 2 3 1 2 3
---- 331,0 331,0 - - - - - - -
NaOH 341,5 333,5 - +10,5 +2,5 - 4’-OH 4’-OH -
NaOH 5 341,5 333,0 - +10,5 +2,0 - 4’-OH 4’-OH -
menit
AlCl3 5 328,0 331,0 - -3,0 tetap - Mungkin o-di Mungkin -
% OH pada cincin o-diOH
A pada
cincin A
AlCl3 5 331,0 333,0 - tetap +2,0 - Mungkin o- Mungkin -
% + HCl diOH pada o-di OH
cincin A pada
cincin A
NaOAc 329,0 329,0 - -2,0 -2,0 - Gugus yang Gugus -
peka terhadap yang peka
basa, misal 6,7 terhadap
atau 7,8 atau basa,
3,4’-diOH misal 6,7
atau 7,8
atau 3,4’-
diOH
NaOAc 330,0 331,5 - -1,0 +0,5 - o-diOH pada o-diOH -
+ H3BO3 cincin A (6,7) pada
atau (7,8) cincin A
(6,7) atau
(7,8)
Sumber: Markham, 1988

Dari data spektrum di atas didapatkan senyawa tanin yang mungkin dari

hasil KLT preparatif dibawah sinar UV 254 dan 366 nm adalah isolat 2. Hal ini

dikarenakan isolat 2 memiliki panjang gelombang maksimum yang hampir sama

dengan tanin standar. Untuk mengetahui posisi gugus hidroksi pada senyawa tanin

dapat ditentukan dengan menambahkan suatu pereaksi geser.


Keterangan:
1. Spektra UV-Vis
isolat 2
2. Spektra UV-Vis
isolat 2 ditambah
NaOH 2M

Gambar 4.5 Spektra UV-Vis isolat 2 yang ditambahkan dengan NaOH 2 M

3'
4' O
2'

8 1 B
HO 1' 5'
O
7 2 6' OH
A
6 5 3
4 OH

Gambar 4.6 Struktur senyawa tanin yang ditambah dengan NaOH 2 M

Penambahan NaOH 2 M menyebabkan adanya pergeseran panjang

gelombang yang lebih besar, diduga hal ini disebabkan terjadinya ionisasi pada

gugus hidroksil 4’bebas (posisi gugus hidroksil di nomor 4 pada cincin B)

sehingga memperpanjang sistem delokalisasi elektron dari struktur inti tanin,

akibatnya energi yang digunakan untuk transisi elektron akan lebih rendah.

Dengan demikian akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih besar (efek

batokromik) (Markham,1988). Pada struktur inti tanin pada Gambar 4.4 terdapat

gugus hidroksil pada posisi nomor 4 pada cincin B, sehingga dapat dikatakan

bahwa dengan penambahan pereaksi geser NaOH 2 M dapat menunjukkan gugus

hidroksil pada posisi 4’-OH yang terdapat pada struktur inti tanin.
Pereaksi geser AlCl3 5 % yang ditambahkan menggeser posisi absorbansi

maksimum pada isolat 1 sebesar 328,0 nm dan isolat 2 sebesar 331,0 nm yang

terlihat cenderung tetap, sedangkan kenaikan intensitas dari spektra yang

terbentuk dikarenakan dalam isolat masih terdapat glukosa yang bisa menaikkan

intensitas. Hal ini menunjukkan bahwa pada posisi 4’ dan 5’ terdapat gugus o-

diOH (orto-dihidroksi) yang membentuk komplek dengan Al yang bersifat labil.

Sedangkan penambahan AlCl3 5 %/HCl juga menghasilkan pergeseran pada isolat

1 sebesar 331,0 nm dan isolat 2 sebesar 333,0 nm dan intensitasnya menurun.. Hal

ini dikarenakan terputusnya glukosa, sehingga membentuk transisi n-π*. Dengan

adanya transisi n-π* maka membutuhkan energi yang kecil sehingga panjang

gelombangnya semakin besar. Penurunan intensitas dikarenakan glukosa yang ada

dalam isolat sudah terhidrolisis oleh asam, karena glukosa yang terikat pada tanin

mudah terhidrolisis dengan adanya penambahan asam (Harborne, 1987) seperti

pada Gambar 4.7. Hal ini menunjukkan adanya gugus o-diOH pada cincin A.

Struktur inti senyawa tanin memiliki gugus o-diOH pada posisi 4' dan 5' pada

cincin B dan juga memiliki o-diOH pada cincin A.


Keterangan:
1. Spektra UV-Vis isolat 2
2. Spektra UV-Vis isolat 2
ditambah AlCl3 5 %/HCl
3. Spektra UV-Vis isolat 2
ditambah AlCl3 5 %

Gambar 4.7 Spektra UV-Vis isolat 2 yang ditambahkan dengan AlCl3 5 %, AlCl3
5 %/HCl

Penambahan pereaksi geser NaOAc menyebabkan pergeseran lebih kecil.

Pergeseran ini terjadi karena ionisasi pada gugus yang peka terhadap basa, yang

pada senyawa tanin dimiliki oleh gugus 6,7 atau 7,8 atau 3,4’-diOH (Markham,

1988). Penambahan NaOAc/H3BO3 akan membentuk kompleks dengan gugus o-

diOH pada semua posisi kecuali atom C5 dan C6. Penambahan NaOAc/H3BO3

terjadi pergeseran ke kanan sebesar 0,5 nm yang mengarah pada substitusi posisi

o-diOH pada cincin A (6,7) atau (7,8). Hal ini dikarenakan terputusnya glukosa,

sehingga membentuk transisi n-π*. Dengan adanya transisi n-π* maka

membutuhkan energi yang kecil sehingga panjang gelombangnya semakin besar.

Sedangkan penurunan intensitas disebabkan adanya glukosa yang terikat pada

tanin sudah terhidrolisis oleh asam yaitu asam borat. Seperti pada Gambar 4.8.
Keterangan :
1. Spektra UV-Vis isolat 2
2. Spektra UV-Vis isolat 2
ditambah NaOAc/H3BO3
3. Spektra UV-Vis isolat 2
ditambah NaOAc

Gambar 4.8 Spektra UV-Vis isolat 2 yang ditambahkan dengan NaOAc,


NaOAc/H3BO3

Dari hasil identifikasi senyawa tanin dengan spektrofotometer UV-Vis

dapat diduga bahwa senyawa tanin yang ada dalam daun belimbing wuluh yaitu

flavan-3,6,7,4',5'-pentaol, atau flavan-3,7,8,4',5'-pentaol seperti pada Gambar 4.9.

OH OH
OH

HO O HO O
OH OH

H0 OH OH

Flavan-3,6,7,4',5'-pentaol Flavan-3,7,8,4',5'-pentaol
Gambar 4.9 Struktur yang diusulkan senyawa tanin dalam daun belimbing wuluh

Hasil dari identifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis diperkuat dengan

identifikasi senyawa tanin dengan spektrofotomter FTIR.


4.5.1 Identifikasi dengan Spektrofotometer FTIR

Spektrofotometer FTIR merupakan suatu metode identifikasi gugus fungsi

dari suatu senyawa berdasarkan perbedaan momen dipol. Molekul yang memiliki

perbedaan momen dipol yang dapat bervibrasi dan dapat terbaca oleh sinar FTIR.

Sebelum menganalisis senyawa tanin, dibuat pelet KBr sebagai media identifikasi.

Bilangan gelombang yang sering digunakan dalam analisis senyawa bahan alam

yaitu di daerah IR tengah (4000-400 cm-1). Hasil identifikasi senyawa tanin

dengan spektrofotometer FTIR dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Interpretasi Spektra FTIR dari Isolat 2 dan ekstrak tanin
Bilangan gelombang (cm-)
Puncak Jenis vibrasi Intensitas
Ekstrak
Isolat 2 Pustaka
tanin
Rentangan
1 3372,4 3392,7 3500-3000 m-s
asimetri OH
2 - 2932,1 3000-2900 Rentangan CH sp3 m-w
3 - 2360,9 CO2 (udara) w
4 - 2137,2 1645-1615 Rentangan C=C
5 2071,8 2000 2000-1660 Overtone aromatik w
6 - 1607,0 1700-1650 C=O vs
1515,4 ;
Rentangan cincin
7 1625,8 1448, 1 ; 1630-1400 s-m
aromatik
1404,0
R-O-Ar (eter
8 - 1263,7 1280-1220 s
aromatik)
C-O alkohol
9 - 1058,7 1120-1080 s
sekunder
833,8 ;
C-H out plane, p-
10 - 668,8 ; 900-420 w-m
substitusi benzen
553,3
OH out of plane;
768,7 ;
11 782,5 900-650 o-subtitusi w-m
606,4
benzene
Keterangan: vs = very strong; s = strong; m = medium; w = weak
Hasil spektrum inframerah dari hasil pemisahan KLTP menunjukkan

bahwa isolat 2 mengandung gugus fungsi seperti rentangan asimetri O-H dari

gugus alkohol yang terikat pada gugus alifatik dan aromatik. Puncak serapan

sangat lebar terbentuk pada bilangan gelombang 3372,4 cm-1, sebagai akibat dari

vibrasi ikatan hidrogen intramolekul (Sastrohamidjojo, 2001). Pelarut yang

digunakan adalah aseton : air yang bersifat sangat polar yang mempengaruhi

serapan-serapan O-H. Karena dimungkinkan gugus O-H yang terbaca pada

spectrum IR dari gugus pelarut (aseton : air) sehingga pada bilangan gelombang

3500-3000 cm-1 terbentuk serapan O-H yang sangat melebar. Adanya ikatan

hidogen di dalam molekul menyebabkan bergesernya pita serapan ke bilangan

gelombang yang lebih rendah.

Bilangan gelombang 2071,8 cm-1 menunjukkan puncak serapan C-H

deformasi keluar bidang. Pada spektrum ini tidak terlihat adanya pita serapan

karbonil di daerah 1700 cm-1, tetapi terdapat pita serapan agak melebar di

bilangan gelombang 1625,8 cm-1 dimungkinkan merupakan pita gabungan dari

uluran C=O dan serapan ikatan rangkap C=C aromatik. Hal ini mungkin

dikarenakan kuatnya efek resonansi gugus karbonil dengan cincin aromatik.

Sebab adanya resonansi maka kepadatan elektron pada C=O berkurang dan

memberikan karakter ikatan tunggal. Akibatnya menggeser serapan ke frekuensi

yang lebih rendah (Sastrohamidjojo,2001). Sedangkan menurut Markham (1988)

melebarnya serapan pada bilangan gelombang 1625,8 cm-1 dikarenakan adanya

glukosa yang terikat pada tanin. Dugaan senyawa tanin diperkuat dengan adanya

cincin aromatik yang tersubstitusi pada posisi orto yang ditunjukkan dengan
puncak serapan pada bilangan gelombang 782,5. Puncak-puncak spesifik tersebut

merupakan puncak spesifik dari senyawa tanin, sehingga memperkuat dugaan

bahwa dalam isolat 2 hasil pemisahan senyawa tanin dengan KLTP mengandung

senyawa tanin dapat dilihat pada Lampiran 5.

4.6 Hasil Penelitian Senyawa Tanin dari Daun Belimbing Wuluh dalam
Prespektif Islam

Segala sesuatu yang diciptakan Allah dimuka bumi ini pasti memiliki

manfaat dan kegunaannya. Demikian pula Allah menciptakan manusia dengan

banyak kelebihan dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain. Manusia diberi

akal dan pikiran dengan tujuan untuk memikirkan dan mengungkap segala sesuatu

yang ada di dunia, seperti firman Allah dalam surat at Thaha ayat 53.

[!$tΒ Ï!$yϑ¡¡9$# zÏΒ tΑt“Ρr&uρ Wξç7ß™ $pκŽÏù öΝä3s9 y7n=y™uρ #Y‰ôγtΒ uÚö‘F{$# ãΝä3s9 Ÿ≅yèy_ “Ï%©!$#

∩∈⊂∪ 4®Lx© ;N$t7‾Ρ ÏiΒ %[`≡uρø—r& ÿϵÎ/ $oΨô_t÷zr'sù

"Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah
menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air
hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-
tumbuhan yang bermacam-macam".

Allah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian

memberinya petunjuk. Allah menempatkan manusia di bumi dengan

menghamparkannya agar mereka dapat menikmati hidup dan berakal guna meraih

kehidupan yang lebih mulia dan tinggi. Allah menjadikan manusia di bumi ini

agar ia menyadari bahwa ada jarak antara ia dan tujuan hidupnya. Ada jalan yang

harus ditempuhnya guna mencapai tujuan hidup itu yakni pendekatan diri kepada
Allah dan upaya masuk ke hadirat Nya, sebagaimana halnya ia menempuh jalan-

jalan di permukaan bumi ini untuk mencapai arah yang ditujunya. Allah

menurunkan air dari langit berupa air hujan. Air hujan mengandung banyak

senyawa kimia yang dibutuhkan tumbuhan, salah satunya adalah nitrogen.

Nitrogen bebas dapat difiksasi terutama oleh tumbuhan yang berbintil akar

(misalnya jenis polongan) dan beberapa jenis ganggang. Molekul nitrogen sangat

stabil, oleh karena itu pemutusan menjadi atom-atomnya untuk bereaksi dengan

bahan kimia membentuk senyawa organik atau anorganik nitrogen dengan proses

berenergi tinggi. Nitrogen bebas dapat bereaksi dengan hidrogen atau oksigen

dengan bantuan kilat/ petir yang membentuk senyawa amonia (NH3), ion nitrit

(N02-), dan ion nitrat (N03-).

Tumbuhan memperoleh nitrogen dari dalam tanah berupa amonia (NH3),

ion nitrit (NO2-), dan ion nitrat (NO3-). Beberapa bakteri yang dapat memfiksasi

nitrogen terdapat pada akar yang berbintil, selain itu terdapat bakteri dalam tanah

yang dapat mengikat nitrogen secara langsung, yakni Azotobacter sp. yang

bersifat aerob dan Clostridium sp. yang bersifat anaerob.

Nitrogen yang diikat biasanya dalam bentuk amonia. Amonia diperoleh

dari hasil penguraian jaringan yang mati oleh bakteri. Amonia ini akan

dinitrifikasi oleh bakteri nitrit, yaitu Nitrosomonas dan Nitrosococcus sehingga

menghasilkan nitrat yang akan diserap oleh akar tumbuhan. Selanjutnya oleh

bakteri denitrifikan, nitrat diubah menjadi amonia kembali, dan amonia diubah

menjadi nitrogen yang dilepaskan ke udara. Nitrogen yang dilepaskan ke udara

terakumulasi dalam atmosfer dan berkumpul dalam awan, sehingga air hujan yang
turun banyak mengandung nitrogen. Air hujan tersebut meresap dalam tanah dan

ditumbuhkan dari air itu aneka macam dan jenis tumbuhan kemudian Allah

memberi hidayah kepada manusia untuk memanfaatkannya.

Orang yang berakal akan mencari tahu segala sesuatu yang akan dan

sudah terjadi di dunia ini, seperti halnya tumbuh-tumbuhan yang diciptakan oleh

Allah. Tumbuhan-tumbuhan yang diciptakan Allah di muka bumi ini tidaklah sia-

sia. Banyak penelitian menyebutkan bahwa tumbuhan-tumbuhan mengandung

senyawa aktif yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari salah satunya

pemanfaatan sebagai obat atau pengawet alami. Allah membuktikannya dengan

diturunkan oleh Nya hujan sebagai sumber kehidupan, dan agar manusia dapat

mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Allah telah

menjelaskannya dalam surat al An’am ayat 99:

çµ÷ΨÏΒ $oΨô_t÷zr'sù &óx« Èe≅ä. |N$t7tΡ ϵÎ/ $oΨô_t÷zr'sù [!$tΒ Ï!$yϑ¡¡9$# zÏΒ tΑt“Ρr& ü“Ï%©!$# uθèδuρ

ôÏiΒ ;M≈¨Ψy_uρ ×πuŠÏΡ#yŠ ×β#uθ÷ΖÏ% $yγÏèù=sÛ ÏΒ È≅÷‚¨Ζ9$# zÏΒuρ $Y6Å2#uŽtI•Β ${6ym çµ÷ΨÏΒ ßl̍øƒΥ #ZŽÅØyz

ÿϵÏè÷Ζtƒuρ tyϑøOr& !#sŒÎ) ÿÍν̍yϑrO 4’n<Î) (#ÿρãÝàΡ$# 3 >µÎ7≈t±tFãΒ uŽöxîuρ $YγÎ6oKô±ãΒ tβ$¨Β”9$#uρ tβθçG÷ƒ¨“9$#uρ 5>$oΨôãr&

∩∪ tβθãΖÏΒ÷σム5Θöθs)Ïj9 ;M≈tƒUψ öΝä3Ï9≡sŒ ’Îû ¨βÎ) 4

"Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami
tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan
dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari
tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma
mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami
keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa.
Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah)
kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman".
Firman Allah SWT dalam surat al An'am ayat 99 yang menjelaskan bahwa

Allah SWT menurunkan air hujan dari awan, kemudian dengan air tersebut Allah

mengeluarkan setiap jenis tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam bentuk, ciri

khas serta berbeda-beda tingkatan kelebihan dan kekurangannya (al Maraghi,

1992), meskipun semuanya tumbuh di tanah yang sama dan dialiri dengan air

yang sama.

Surat al An'am ayat 99 menggambarkan bentuk luar dari tumbuhan yang

merupakan obyek kajian morfologi tumbuhan. Salah satu morfologi yang

ditunjukkan dari ayat tersebut yaitu mayang kurma yang mengurai dari tangkai-

tangkai yang menjulai adalah ciri-ciri morfologi tumbuhan kurma.

Surat al An'am ayat 99 juga menggambarkan morfologi tumbuhan yang

berupa daun yaitu fa akhrajna minhu khadhiran (kami keluarkan dari daun-daun

yang menghijau) yaitu Allah SWT mengeluarkan dari tanaman tersebut daun yang

menghijau (ash Shiddieqy, 2000). Bagian tumbuhan yang nampak dari kejauhan

adalah daun yang biasanya berwarna hijau. Walaupun semua daun kelihatan hijau,

tetapi secara morfologi masing-masing daun berbeda dari berbagai sisi. Daun

belimbing wuluh yang muda lebih lembut dan memiliki rambut halus sedangkan

daun yang sudah tua memiliki warna hijau yang lebih tua dan kaku serta

kandungan dan manfaatnya berbeda. Senyawa tanin yang ada dalam daun

belimbing wuluh muda lebih besar dari pada daun yang sudah tua, sedangkan

kandungan klorofil yang ada dalam daun belimbing wuluh yang masih muda

relatif lebih sedikit dari pada daun yang sudah tua. Hal ini ditunjukkan dari warna

daun muda yang hijau kemerahan, sedangkan daun yang sudah tua warnanya hijau
gelap. Dari tumbuhan yang menghijau tersebut dikeluarkan butir yang banyak,

maksudnya dari tumbuhan yang menghijau khususnya daun memiliki kandungan

kimia yang dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Daun belimbing wuluh yang

terlihat hijau dan sering terbuang sia-sia memiliki kandungan kimia seperti

senyawa tanin yang dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri, obat antidiare dan

pengawet alami.

Pada surat al An'am ayat 99 Allah menutup ayat dengan Sesungguhnya

pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang

yang beriman, karena orang-orang yang beriman itu hidup, bekerja, berfikir dan

memahami sehingga untuk mendapatkan bukti dari ayat tersebut yang dapat

menunjukkan mereka kepada perbuatan yang mengesakan Allah SWT (al Jazairi,

2007). Selain itu, dengan memperhatikan secara mendalam maka akan ditemukan

rahasia-rahasia alam tumbuh-tumbuhan seperti kandungan dan manfaat dari

tanaman tersebut dengan adanya penelitian (al Maraghi, 1992). Hal ini merupakan

tanda-tanda kekuasaan Allah SWT bagi orang-orang yang mau berfikir tentang

kebesaran Allah SWT dalam makhluk ciptaan Nya (al Maraghi, 1992).
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Eluen yang terbaik untuk pemisahan senyawa tanin dari daun belimbing

wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan menggunakan kromatografi lapis tipis

(KLT) analitik adalah eluen n-butanol : asam asetat : air dengan perbandingan

(4:1:5)

b. Jenis senyawa tanin yang diperoleh dari hasil pemisahan ekstrak daun

belimbing wuluh dengan kromatografi lapis tipis diduga adalah flavan-

3,6,7,4',5'-pentaol atau flavan-3,7,8,4',5'-pentaol.

5.2. Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang identifikasi jenis senyawa

tanin yang ada pada daun belimbing wuluh menggunakan metode

spektrofotometer lain seperti MS dan NMR.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul. 2008. Air Belimbing Wuluh Sebagai Alternatif. http://id.shvoong.com.


diakses tanggal 21 maret 2009

Abdurrahman, D. 1998. Isolasi Tanin Dari Daun Kaliandra (Calliandra


calothyrsus). Skripsi Jurusan Kimia Institut Pertanian Bogor

Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta

Al Jazairi. 2007. Tafsir Al Qur'an Al Aisar Jilid 2. Jakarta: Darussunnah

Al Maraghi, A.M. 1992. Terjemah Tafsir Al-Maraghi 7. Semarang: CV. Toha


Putra Semarang

Amnur. 2008. Cikal Bakal Averrhoa Bilimbi. http://amnurherbal.com. Diakses


tanggal 2 Juni 2009

Anonymous. 2005. Senyawa Antimikroba Dari Tanaman.


http://indobic.or.id/berita_detail.php?id_berita=124. Diakses tanggal 2
Maret 2009

Anonymous. 2008. Identifikasi Senyawa Isoflavon Pada Limbah Cair Tahu,


http://tahujegrot.blogspot.com. Diakses tanggal 1 Maret 2009

------------. 2009. Ekstraksi. http://id.wikipedia.org/wiki/Ekstraksi. Diakses


tanggal 2 Maret 2009

Arifiyani, D. 2007. Pengaruh Ekstrak Air Daun Belimbing Wuluh Dan Jus Buah
Dan Batang Nanas Terhadap Perilaku Model Tikus Stroke.
http://digilib.itb.ac.id. Diakses tanggal 2 Maret 2009

Arland. 2006. IPTEK OBAT: Belimbing Wuluh. www.mencintai-


islam@yahoogroups.com/belimbimngwuluh. Diakses tanggal 1 Maret
2009

Ash Shiddieqy, M.H.T. 2000, Tafsir Al-Qur'an Majid An-Nuur. Jakarta: PT.
Pustaka Rizki Putra

Atang. 2009. Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.).


http://togakita.com/khasiat/belimbing-wuluh-averrhoa-bilimbi-l.html.
Diakses tanggal 1 Maret 2009
Bate, S. 1972. Detection And Determinant of Ellagitannin:Phytochemistry And
International Journal Of Plant Biochemistry Vol II. England: Pragaman
Press

Cannas, A. 2001. Tannins: Chemical Analysis.


http://www.ansci.cornell.edu/plant/toxicagents/tannin/chem.html.
Animal Science Webmaster CU. Diakses tanggal 2 Maret 2009

Cheong, W.J., et.al. 2005. Determination Of Catechin Compounds In Korea


Green Tea Influsions Under Various Extraction Conditions By High
Performance Liquid Chromatography. department of chemistry ang
institute of basic research, inha university, bull. Korea
chem.sec.2005.vol.26, no.5

Dalimarta, S. 2008. 36 Resep Tumbuhan Obat Untuk Menurunkan Kolesterol.


Jakarta: Penebar Swadaya

Dasuki, U. 1991. Sisitematika Tumbuhan Tinggi. Bandung: Pusat Universitas


Ilmu Hayati ITB

Effendy. 2006. Teori VSEPR, Kepolaran dan Gaya Antarmolekul. Malang:


Bayumedia Publishing

Effendy. 2007. Perspektif Baru Kimia Koordinasi. Malang: Bayumedia


Publishing

Etherington, R. 2002. A Dictionary Of Descriptive Terminology: Vegetable


Tannin. http://palimpsest.standart.edu./don/dt.3686.html. Diakses
tanggal 2 Maret 2009

Faradisa, M. 2008. Uji Efektifitas Antimikroba Senyawa Saponin Dari Batang


Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi Linn). Skripsi Jurusan
Kimia UIN Malang

Fessenden R. J. dan J. S. Fessenden. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 1.


Terjemahan Aloysius Handyana Pudjatmaka. Jakarta: Erlangga

Fieser, F.L. 1961. Advanced Organic chemistry, Reinhold Publishing Co. New
York. hal 800-804

Faharani, G.B. 2009. Uji Aktifitas Antibakteri Daun Belimbing Wuluh Terhadap
Bakteri Streptococcus Aureus dan Achercia Coli secara Bioautografi.
FMIPA UI Jakarta
Giner-Chavez, B.I. dan Cannas, A. 2001. Tannins: Chemichal Structural The
Struktur Of Hydrolysable Tannins.
http://www.ansci.cornell.edu/plant/toxicagents/tannin/image/int.big.gif.
cornert university. Diakses tanggal 2 Maret 2009

Giwangkara, E.G. 2007. Spektrofotometer Infra Merah Transformasi Fourier.


(Online).
http://persembahanku.wordpress.com/2007/05/28/spektrofotometer-
infra-merah-transformasi-fourier. Diakses tanggal 16 Maret 2009

Gohen. 1976. Encyclopedia of Chemical Technology, 3nd. New York. hal 294

Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri. Jilid I. Terjemahan Ketaren S. Jakarta:


Universitas Jakarta

Hagerman, A.E. 1998. Tannins Chemistry. hagermae@muohiu.edu. Diakses


tanggal 2 Maret 2009

Hayati, E.K. 2007. Dasar-Dasar Analisis Spektroskopi. Malang: Universitas


Islam Negeri (UIN) Malang

Hayati, E.K, Jannah, A. dan Fasya, A.G. 2010. Aktivitas Antibakteri Komponen
Tanin Ekstrak Daun Blimbing Wuluh (Averrhoa Billimbi L) Sebagai
Pengawet Alami. Laporan Penelitian Kompetitif Depag. Malang: UIN
Malang

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. Bandung: ITB

Haslam, E. 1996. Natural Polyphenol (Vegetable Tannins) As Drugs And


Medicines: Possible Modes Of Action. Journal of natural product. hal
205-215

Horvart. 1981. Tannins: Definition. 2001.


http://www.ansci.cornell.edu/plants/toxicagents/tannin/definition.html.
animal science webmaster, Cornert University. Diakses tanggal 2 Maret
2009

Ibrahim, M.N.M., dkk. 2005. Extraction of Tannin from Oil Palm Empty Fruit
Bunch. Diakses tanggal 6 Maret 2009

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit UI-Press

Ledder, J. 2000. Averrhoa bilimbi.


http://www.chuckiii.com/reports/miscellaneous/averrhoa-bilimbi.html,
chuckIII's colleggeresourses. Diakses tanggal 2 Maret 2009
Leemensand, 1991. Plant Resourees of South East Asia 3 Dye and Tanin
Production Plant. Netherland : Pudoc Wagengan

Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida dan Alkaloida. Medan:


MIPA Universitas Sumatera Utara

Lidyawati, dkk. 2006. Karakterisasi Simplisia dan Daun Belimbing Wuluh


(Averrhoa bilimbi L.). http://bahan-alam.fa.itb.ac.id. Diakses tanggal 2
Juni 2009

Luthana, Y.K. 2009. Prosedur Ekstraksi Senyawa Fenol dan Antibakteri dan
Tanaman Gambir yang Disertai Metode Analisisnya.
http://yongkikastanyaluthana.wordpress.com. Diakses tanggal 21 Mei
2009

Malik, J. dkk. 2009. Sari Hasil Penelitian Mangium (Acacia Mangium Willd.).
Diakses tanggal 16 Maret 2009

Markham, R.K. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: ITB.

Makkar, H.P.S dan Becker, K. 1998. Do Tannins In Leaves Of Trees And Shrubs
From African And Himalayan Regions Differ In Level And Acactivity?
Argoforestry systems. Hal 59-68

Meiyanto, E., dkk. 2008. Ekstrak Etanolik Biji Buah Pinang (Areca catechu L.)
Mampu Menghambat Proliferasi Dan Memacu Apoptosis Sel MCF-7.
Majalah Farmasi Indonesia, 19 (1) hal 12-19, Diakses tanggal 2 Maret
2009

Noerdin, D. 1986. Elusidasi Struktur Senyawa Organic Dengan Cara


Spektroskopi Ultralembayung Dan Inframerah. Bandung: Angkasa

Nuraini, F, 2002, Isolasi Dan Identifikasi Tannin Dari Daun Gamal (Gliricidia
sepium (Jackquin) kunth ex walp.), skripsi Jurusan Kimia Universitas
Brawijaya Malang

Nurliana, D.R. 2006. Perbandingan Kadar Tanin Pada Daun Tua Dan Daun
Muda belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi l.) Dengan Metode
Spektrofotometri Visibel. http://etd.library.ums.ac.id/go.php?id=jtptums-
gdl-s1-2007-dwiriskanu-4738&node=1125&start=96. Diakses tanggal 2
Juni 2009

Olivina, P., dkk. 2005. Telaah Fitokimia Dan Aktivitas Penghambatan Xantin
Oksidase Ekstrak Kulit Batang Salam (Syzygium polyanthum (Weight)
Walp.). Skripsi Jurusan Farmasi ITB Bandung, Diakses tanggal 2 Maret
2009
Pansera, M.R., dkk. 2004. Extraction Of Tannin By Acacia Mearnsii With
Supercritical Fluids. Journal Internasional Brazilian Archives of Biology
And Technology. Hal 197-201

Pudjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press

Rahayu, L. 2009. Isolasi dan Identivikasi senyawa flavonoid dari Biji Kacang
Tunggak (Vigna unguiculata L. Walp). Skripsi Tidak Diterbitkan.
Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Brawijaya

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerjemah: Kosasih


Padmawinata. Bandung: ITB

Sastrohamidjojo, H. 1991. Kromatografi. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta

Sastrohamidjojo, H. 2007. Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta

Shihab, M.Q. 2002. Tafsir Al Mishbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an.
Jakarta: Lentera Hati

Soebagio, B. 2007. Pembuatan Gel Dengan Aqupec HV-505 dari Ekstrak Umbi
Bawang Merah (Allium cepa, L.) Sebagai Antioksidan. Jurnal fakultas
farmasi universitas padjajaran. Diakses tanggal 25 Januari 2010

Soekartono. 1988. Isolasi Suatu Flavonol dari Fraksi Etil Asetat Daun Krinyuh
(Euptoim pallescents. Pc, Asteraceaece). Skripsi jurusan farmasi ITB.
http://bahan-alam-itb.ac.id. Diakses tanggal 2 Maret 2009
th
Solomons, G.T. 1976. Organic Chemistry, 4 ed, john wiley and sons. New
York. hal 838-839

Subiarto, M. 2002. Penyerapan Sr-90 Dengan Tannin. Hasil Penelitian P2PLR


(Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif). Diakses tanggal
16 April 2009

Subyakto dan Prasetyo, B. 2003. Pemanfaatan Langsung Serbuk Kayu Akasia


Sebagai Perekat Papan Partikel., Jurnal Ilmu & Teknologi Kayu Tropis
Vol. 1 - 20 No. 1. Diakses tanggal 16 April 2009

Sudarmadji, S. 1996. Teknik Analisis Biokimia. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta

Sudarwanti, dkk. 2004. pengaruh ekstrak bulbus allium sativum L. dan rimpang
curcuma longa L. terhadap profil lipoprotein tikus wistar dengan resiko
aterosklerosis serta uji aktivitas antiagregasi platelet dan
antiperoksidasi LDL secara in Viitro. Tesis Jurusan Farmasi ITB
Bandung. Diakses tanggal 2 Maret 2009
Suseno, J.E., dan Firdausi, K. S. 2008. Rancang Bangun Spektroskopi FTIR
(Fourier Transform Infrared) untuk Penentuan Kualitas Susu Sapi.
Berkala Fisika Vol 11 No.1: 23-28

Thomas, A.N.S. 2007. Tanaman Obat Tradisional 2. Yogyakarta: Kanisius

Townshend, A. 1995. Encyclopedia of Analytical Science, Vol. 2. London:


Academic Press Inc

Tyler, C.B. 1947. Organic Chemistry For Students Of Agriculture. London 2nd
Allan

Ummah, M.K. 2010. Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Antibakteri Senyawa


Tanin pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) (Kajian
Variasi Pelarut). Skripsi Jurusan Kimia Universitas Islam Negeri
Mualana Malik Ibrahim Malang

Wijayakusuma, H. 2006. Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Darah Tinggi.


Jakarta: Penebar Swadaya

Yuliani, S., dkk. 2003. Kadar Tannin dan Quersetin Tiga Tipe Daun Jambu Biji
(Psidium guajava). Bulletin TRO vol.XIV No. 1
LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Kerja

L.1.1 Diagram Alir Penelitian

Daun belimbing wuluh

- Preparasi sampel

Sampel

- Ekstraksi dengan cara maserasi dengan pelarut


aseton-air
Ekstrak tanin

- Pemisahan dengan menggunakan KLT Analitik dan


KLT Preparatif

Isolat-isolat

- Identifikasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis


dan Spektrofotometer IR

Data/spektrum

L.1.2 Preparasi sampel

Daun belimbing wuluh


- dicuci bersih dengan air
- dipotong kecil-kecil dan dikeringkan dalam oven
pada suhu 30-37 °C
- diblender sampai halus
Sampel
L.1.3 Ekstraksi Tanin dari daun Belimbing Wuluh dengan Metode Modifikasi
Nuraini (2002)

50 g sampel

- dimaserasi dengan 400 mL aseton:air (7:3) + 3 mL asam askorbat


10 mM selama 3x24 jam dan dishaker

Maserat Kasar

- disaring dengan corong buchner

Filtrat Residu
- diuji kualitatif dengan reagen
- Dipekatkan dengan vacum rotary evaporator
- diekstraksi dengan kloroform (4x25 mL)

Lapisan kloroform (bawah) Lapisan air (atas)

- diuji kualitatif dengan reagen


- diekstraksi dengan etil asetat
(1x25 mL)

Lapisan air 2 (bawah) Lapisan etil asetat 1 (atas)

- diuji kualitatif dengan reagen


- dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator

Ekstrak tanin
L.1.4 Uji Kualitatif Ekstrak Daun Belimbing Wuluh dengan Reagen
L.1.4.1 filtrat 1

Sampel
- dimasukkan dalam 3 tabung reaksi masing-masing 3 mL

Tabung 1 Tabung 2 Tabung 3


- ditambah 3 tetes
larutan FeCl3 1 % - ditambah larutan gelatin - ditambah
formaldehid 3
Hasil % : asam
klorida (2:1)
Hasil - dipanaskan
panas dengan
suhu 90 °C
(jika terbentuk
endapan merah
muda
merupakan
tanin katekol)
- disaring

Filtrat Residu

-ditambah dengan FeCl3 1 %


(jika terbentuk warna biru tinta
atau hitam merupakan tanin galat)

Hasil
L.1.4.2 Lapisan Air 1

Sampel
- dimasukkan dalam 3 tabung reaksi masing-masing 3 mL

Tabung 1 Tabung 2 Tabung 3


- ditambah 3 tetes - ditambah larutan gelatin - ditambah
larutan FeCl3 1 % formaldehid 3
% : asam
Hasil klorida (2:1)
- dipanaskan
Hasil panas dengan
suhu 90 °C
(jika terbentuk
endapan merah
muda
merupakan
tanin katekol)
- disaring

Filtrat Residu

-ditambah dengan FeCl3 1 %


(jika terbentuk warna biru tinta
atau hitam merupakan tanin galat)

Hasil
L.1.4.3 Lapisan Air 2

Sampel
- dimasukkan dalam 3 tabung reaksi masing-masing 3 mL

Tabung 1 Tabung 2 Tabung 3


- ditambah 3 tetes
larutan FeCl3 1 % - ditambah larutan gelatin - ditambah
formaldehid 3
Hasil % : asam
klorida (2:1)
Hasil - dipanaskan
panas dengan
suhu 90 °C
(jika terbentuk
endapan merah
muda
merupakan
tanin katekol)
- disaring

Filtrat Residu

-ditambah dengan FeCl3 1 %


(jika terbentuk warna biru tinta
atau hitam merupakan tanin galat)

Hasil
L.1.5 Pemisahan Senyawa Tanin
L.1.4.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Analitik

1 g ekstrak pekat

- dilarutkan dalam 1 mL aseton-air


- ditotolkan pada plat silika gel 60 F254 berukuran 1x10 cm
- dielusi dengan campuran toluen : etil asetat (3:1), etil asetat: kloroform
: asam asetat 10 % (15:5:2), asam asetat glasial : H2O : HCl pekat
(30:10:3), n-butanol-asam asetat glasial-air (BAA) (4:1:5), metanol :
etil asetat (4:1), etil asetat : metanol : asam asetat (6:14:1)
Noda

L.1.4.2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Preparatif


1 g ekstrak pekat

- dilarutkan dalam 1 mL aseton-air


- ditotolkan pada plat silika gel 60 F254 berukuran 10x20 cm
- dielusi dengan pelarut terbaik hasil KLT analitik

Noda-noda

- dikerok masing-masing noda


- dilarutkan dalam aseton-air
- disentrifuge untuk mengendapkan silikanya
Supernatant

- dipekatkan dengan gas N2/desikator vacuum

Beberapa Isolat pekat


L.1.6 Identifikasi Senyawa Tanin
L.1.6.1 Identifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis

5 mL isolat-isolat hasil KLTP


- dimasukkan dalam kuvet
- diamati spektrumnya pada bilangan gelombang 200-800 nm

Spektrum

Identifikasi dilanjutkan dengan penambahan pereaksi geser NaOH 2M, AlCl3 5 %,


AlCl3 5 %/HCl, NaOAc, NaOAc/H3BO3

5 mL isolat yang diduga sebagai senyawa tanin

- dimasukkan dalam kuvet


- diamati spektrumnya pada bilangan gelombang 200-800 nm
Spektrum

5 mL isolat yang diduga sebagai senyawa tanin


- ditambah 3 tetes NaOH 2 M
- dikocok hingga homogen
- dimasukkan dalam kuvet
- diamati spektrumnya
-
Spektrum

- didiamkan 5 menit
- diamati spektrumnya

Spektrum
5 mL isolat yang diduga sebagai senyawa tanin

- ditambah 6 tetes pereaksi AlCl3 5 % dalam metanol


- dikocok hingga homogen
- dimasukkan dalam kuvet
- diamati spektrumnya

Spektrum

- ditambah 3 tetes HCl


- dikocok hingga homogen
- dimasukkan dalam kuvet
- diamati spektrumnya
Spektrum

5 mL isolat yang diduga sebagai senyawa tanin


- ditambah 250 mg serbuk natrium asetat
- dikocok hingga homogen
- dimasukkan dalam kuvet
- diamati spektrumnya
Spektrum
-
- ditambah 150 mg asam borat
- dikocok hingga homogen
- dimasukkan dalam kuvet
- diamati spektrumnya
Spektrum
L.1.6.2 Identifikasi dengan spektrofotometer IR

1 tetes Isolat cair


- diteteskan pada 0,2 g KBr yang sudah jadi
- dikeringkan
- dianalisis dengan spektofotometer IR pada panjang gelombang
4000-400 cm-1
- diamati spektrumnya
Spektrum
Lampiran 2. Perhitungan, Pembuatan Reagen dan Larutan

L.2.1 Pembuatan FeCl3 1 %


1% = (1 gram / gram total ) x 100 %
Gram total = 100 %. 1 gr / 1 % = 100 gram
Gram total = gram terlarut + gram pelarut
Gram pelarut = 100 gram – 1 gram
= 99 gram
V air = gram pelarut / Bj air
Volume Air yang diambil adalah 99 ml untuk membuat FeCl3 1 % dari 1
gram FeCl3 padatan

L.2.2 Pembuatan AlCl3 5 % dalam Metanol


kira-kira 5 g AlCl3 segar dan kering (bila dimasukkan ke dalam air
harus berdesis) ditambahkan dengan hati-hati ke dalam 100 mL MeOH p.a,
bahan yang tersisa biasanya akan larut juga setelah beberapa waktu kemudian.
Simpanlah dalam botol plastik tertutup.

L.2.3 Pembuatan AlCl3 1 %


1% = (1 gram / gram total ) x 100 %
Gram total = 100 %. 1 gr / 1 % = 100 gram
Gram total = gram terlarut + gram pelarut
Gram pelarut = 100 gram – 1 gram
= 99 gram
V air = gram pelarut / Bj air
Volume Air yang diambil adalah 99 ml untuk membuat AlCl3 1 % dari 1
gram AlCl3 padatan

L.2.4 Pembuatan NaOH 2 M


g NaOH x 1000
Molaritas NaOH =
Mr NaOH x V
g NaOH x 1000
2M=
40 x 100 mL
g NaOH = 8 gram
Cara pembuatannya adalah NaOH sebanyak 8 g ditimbang. NaOH
dimasukkan ke dalam gelas ukur yang telah berisi air sedikit, dan ditambahkan
air sampai volume akhir tepat 100 mL. Larutan yang diperoleh harus disimpan
di dalam botol.

L.2.5 Pembuatan Larutan Gelatin


Serbuk gelatin 2,5 gram
NaCl jenuh 50 mL
Cara pembuatnnya adalah 2,5 gram serbuk gelatin dicampur dengan 50 mL
larutan garam NaCl jenuh, kemudiaan dipanaskan sampai gelatin larut
seluruhnya. Setelah dingin ditambahkan larutan gram NaCl jenuh dalam labu
ukur 100 mL sampai tanda batas dan dikocok hingga homogen.

L.2.6 Pembuatan Larutan Formalin 3 %


M1 x V1 = M2 x V2
40 % x V1 = 3 % x 100 mL
V1 = 7,5 mL
Cara pembuatannya adalah dipipet larutan formalin 40% sebanyak 7,5 ml
dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan dengan aquades
sampai tanda batas.

L.2.7 Pembuatan Asam Askorbat 10 mM


Mr C6H8O6 = 176
g C 6 H 8 O 6 x 1000
Molaritas C6H8O6 =
Mr C 6 H 8 O 6 x V
g C 6 H 8 O 6 x 1000
0,01 M =
176 x 100 mL
g C 6 H 8O 6 = 0,176 g
g C 6 H 8O 6 =176 mg
Cara pembuatannya adalah C 6 H 8 O 6 sebanyak 176 mg ditimbang. C 6 H 8 O 6
dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi air sedikit, dan ditambahkan air
sampai volume tepat 100 mL.

L.2.8 Pembuatan HCl


Sejumlah 50 mL HCl pekat bertingkat mutu pereaksi ditambahkan ke dalam
100 mL air suling.

L.2.9 Natrium asetat (NaOAc), digunakan serbuk NaOAc p.a anhidrat.


L.2.10 Asam borat (H3BO3), digunakan serbuk asam borat anhidrat tingkat mutu
p.a.
L.2.11 Perhitungan Berat Ekstrak Tanin
Berat beaker glass (A) = 64,2095 g
Berat beaker glass + ekstrak pekat (B) = 69,6018 g
Berat ekstrak pekat = B – A
= 69,6018 g - 64,2095 g
= 5, 39 g

L.2.12 Perhitungan Rendemen


Berat ekstrak
Rendemen = x100 %
Berat sampel
5,38
= x100% = 10,78 %
50,02
L.2.13 Perhitungan harga Rf
• Eluen n-butanol : Asam asetat : Air (BAA) (4:1:5)
Jarak yang ditempuh senyawa
Harga Rf =
Jarak yang ditempuh pelarut
4,4
Harga Rf 1 =
8,4
= 0,535
5,1
Harga Rf 2 =
8,4
= 0,61
5,7
Harga Rf 3 =
8,4
= 0,68
5,2
Harga Rf mimosa =
8,4
= 0,62
• Eluen Etil asetat : Kloroform : asam asetat 10 % (15:5:2)
Jarak yang ditempuh senyawa
Harga Rf =
Jarak yang ditempuh pelarut
2,5
Harga Rf 1 =
8,2
= 0,0,31
4,2
Harga Rf 2 =
8,2
= 0,51
• Eluen asam asetat glasial : H2O : HCl pekat (Forestal) (30:10:3)
Jarak yang ditempuh senyawa
Harga Rf =
Jarak yang ditempuh pelarut
5,5
Harga Rf 1 =
7,7
= 0,71
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian
L.3.1 Gambar daun belimbing wuluh dan daun belimbing wuluh yang sudah
dihaluskan (sampel).

L.3.2 Gambar maserasi daun belimbing wuluh menggunakan pelarut aseton-air


(7:3)

L.3.3 Gambar maserasi yang dibantu dengan shaker


L.3.4 Gambar filtrat hasil maserasi daun belimbing wuluh dengan pelarut aseton-
air (7:3)

L.3.5 Gambar filtrat hasil maserasi daun belimbing wuluh dengan pelarut aseton-
air (7:3) sesudah divacum rotary evaporator

L.3.6 Gambar ekstraksi cair-cair filtrat sesudah divacum rotary evaporator dan
kloroform

Lapisan air

Lapisan kloroform
L.3.7 Gambar ekstraksi cair-cair lapisan air (hasil ekstraksi dengan kloroform)
dan etil asetat dan hasil ekstraksi cair-cair.

Lapisan etil asetat

Lapisan air

Lapisan air

L.3.8 Gambar ekstrak pekat hasil ekstraksi cair-cair


L.3.9 Gambar hasil uji kualitatif dengan reagen

Ekstrak dengan FeCl3 1% Ekstrak dengan larutan Gelatin

Ekstrak ditambahkan dengan Endapan Merah hasil penyaringan


Formalin + HCl dari ekstrak yang ditambah
formalin+HCl
L.3.10 Gambar hasil KLTA menggunakan eluen campuran yang disinari dengan
lampu UV 254 nm dan 366 nm

Etil asetat : kloroform : asam asetat 10 Asam asetat glasial : air : asam klorida
% (15:5:2) pekat (30:10:3)

Toluena : etil asetat (3:1) Etil asetat : metanol : asam asetat


(6:14:1)

n-butanol : asam asetat : air (4:1:5) Metanol : etil asetat (4:1)


L.3.11 Gambar hasil KLT preparatif menggunakan eluen n-butanol : asam asetat :
air (4:1:5) yang disinari dengan lampu UV 254 nm dan 366 nm
Lampiran 4. Hasil Spektra Spektrofotometer UV-Vis dari Hasil KLT
Preparatif

L.4.1. Hasil spektra spektrofotometer UV-Vis dari hasil KLT preparatif dibawah
lampu UV 254 nm dan 366 nm
L.4.1.1 Isolat 1
isolat 1 spektra isolat 1 + NaOH 2 M

1,2
0,8
1
0,6
0,8
a b s o rb a n s i

Absorbansi
0,4 0,6 isolat 1
isolat 1
0,4 isolat 1+
0,2 NaOH 2 M
0,2
0
0 200 400 600 800 1000 0
-0,2 0 200 400 600 800 1000
-0,2
panjang gelombang Panjang gelombang

spektra isolat 1 + NaOH 2 M setelah 5 menit isolat 1 + NaOAc + H3BO3

1,2
1,2
1
1 isolat 1
0,8
absorbansi

0,8
absorbansi

isolat 1 0,6 isolat 1+ NaOAc


0,6
isolat 1+ NaOH 2 M 0,4
0,4 setelah 5 menit 0,2 isolat 1 + NaOAc +
0,2 H3BO3
0
0
-0,2 0 500 1000
-0,2 0 500 1000
panjang gelombang
panjang gelombang

spektra isolat 1+ AlCl3+HCL

0,8

0,6 isolat 1
ab sorbansi

0,4
isolat 1 + AlCl3
0,2
isolat 1 + AlCl3 +
0 HCl
0 200 400 600 800 1000
-0,2
panjang gelombang
L.4.1.2 Isolat 2

Isolat 2 Isolat 2 ditambah NaOH 2M

Isolat 2 ditambah NaOH 2M dan Isolat 2 ditambah AlCl3 5 %, AlCl3 5


didiamkan selama 5 menit %/HCl

Isolat 2 ditambah NaOAc, NaOAc/H3BO3


L.4.1.3 isolat 3
Lampiran 5. Hasil Spektra Spektrofotometer FTIR

Anda mungkin juga menyukai