Case Vertigo
Case Vertigo
VERTIGO
Oleh :
Harsya Luthfi Anshari
1110313052
Preseptor:
dr. Meiti Frida, Sp.S (K)
dr. Hendra Permana, Sp.S M.Biomed
dr. Lydia Susanti, Sp.S M.Biomed
1
BAB I
Tinjauan Pustaka
1.1.Definisi
berputar yang dapat diakibatkan oleh penyakit telinga bagian dalam atau gangguan
adalah perasaan yang abnormal dan mengganggu bahwa seseorang merasa seakan-
kanalis semisirkuaris sebagai reseptor serta sistem vestibuler dan serebelum sebagai
berperan dalam memberikan informasi rasa sikap dan gerakan anggota tubuh 12
1. Aparatus reseptor perifer yang berada pada telinga dalam dan bertanggung jawab
untuk menghantarkan informasi berupa gerakan kepala dan posisi pada neuron.
2. Nukleus vestibular sentral yang terdiri dari neuron pada batang otak yang berfungsi
aktivitas motorik seperti gerakan kepala, refleks postural, dan refleks otonom
2
3. Jaras vestibulookular yang naik dari nukleus dan berfungsi mengontrol pergerakan
mata.
postural.
gerakan kepala, gerakan mata, dan postur tubuh. Bagian vestibular dari membran
labirin terdiri dari 3 kanalis semisirkularis, yaitu anterior, posterior, dan horizontal.
Labirin juga terdiri dari dua struktur otolit yaitu utrikulus dan sakulus yang
gerakan dari kanalis semisirkularis dan diaktivasi oleh aliran endolimf. 3,4,5
Vertigo timbul bila terdapat gangguan pada alat-alat vestibuler atau pada
serebelum atau di korteks cerebri. Sebagian besar kasus vertigo dianggap sebagai
mencapai otak melalui tiga sistem persepsi yang berbeda, yaitu visual, vestibular,
dan somatosensorik. 2
Gangguan ini dapat ditimbulkan oleh berbagai hal yang dapat dikelompokkan
menjadi :
3
1. Fisiologis , seperti mabuk kendaraan
- Penyakit-penyakit telinga
- Neuronitis vestibularis
- Penyakit meniere 2
- Encephalitis
- Multiple sklerosis
- Trauma kapitis
- Neoplasma
- Migren basiler
- Gangguan di serebelum
- Epilepsi
4
dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang
masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu
masukan sensorik yang berasal dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut
berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan
vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (berasal dari sensasi kortikal).
Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan
konflik sensorik, menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola
gerakan tertentu, sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak
sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf
otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi
4. Teori otonomik yaitu teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf
otonom sebagai usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika
5
sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai
berperan.
terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan
menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor),
sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering
timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis,
yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa
1.4.Gejala Klinis
Keluhan dari pasien dapat berupa rasa berputar, atau tempat di sekitarnya
bergerak atau perasaan bahwa mereka mengelilingi sekitarnya dan tidak dapat
lantai atau ke arah satu sisi ruangan, sukar untuk memfokuskan penglihatan dan
merasa tidak enak untuk membuka mata selama serangan. Disertai pula dengan
6
Gejala vertigo dapat dibedakan kelainannya antara perifer atau sentral,
1.5.Diagnosis
1. Anamnesis
penderita vertigo, oleh sebab itu diperlukan anamnesis yang cermat dan banyak
memerlukan waktu.6,9
7
o Pengaruh lingkungan atau situasi
ini ada dan bersamaan dengan penurunan kesadaran maka perlu dicurigai
kelainan serebrovaskuler.
Pemeriksaan mata perlu dilakukan pada kondisi mata bergerak dan dalam
posisi netral.
mata. Waktu memeriksa gerak bola mata, harus diperhatikan terlihat ada
nistagmus atau tidak. Nistagmus ialah gerak bolak balik bola mata yang
involunter dan ritmik. Untuk maksud ini penderita disuruh melirik terus ke
satu arah (misalnya ke kanan, ke kiri, ke atas, bawah) selama jangka waktu
5 sampai 6 detik. Jika ada nistagmus hal ini akan terlihat dalam jangka
waktu tersebut. Akan tetapi, mata jangan terlalu jauh dilirikkan, sebab hal
8
Bila dijumpai nistagmus harus diperiksa:
a. Jenis gerakannya
dan lambat.
dan ke bawah
berputar
sebenarnya
f. Derajatnya
cepat
9
- Derajat II : juga ada bila melihat ke depan
sentral.
kepala tertentu.
dan lamanya serta cepatnya nistagmus timbul dapat dicatat pada kertas,
kekiri. Tes kemudian diulangi dengan kepala melihat lurus dan diulangi lagi
10
berlangsungnya, serta jenis nistagmusnya. Kemudian kepada penderita
ditanyakan apa yang dirasakannya. Apakah ada vertigo dan apakah vertigo
yang dialami pada tes ini serupa pada vertigo yang pernah dialaminya.
Pada lesi perifer, vertigo lebih berat dan didapakan masa laten
selama sekitar 2-30 detik yang dimaksud dengan masa laten adalah
nistagmus tidak segera timbul begitu kepala mengambil posisi yang kita
berikan, nistagmus baru muncul setelah beberapa detik berlalu, yaitu sekitar
2-30 detik. Pada lesi perifer vertigo biasanya berat, lebih berat dari pada
sentral. Pada lesi perifer nistagmus akan capai, maksudnya setelah beberapa
masih tetap dalam posisinya. Selain itu, pada lesi perifer, jika manuver ini
muncul lagi. Hal ini disebut habituasi. Pada lesi vestibular sentral tidak
berkurang atau mereda, tidak menjadi capai dan nistagmus akan tetap
4. Pemeriksaan Keseimbangan
- Tes Romberg
11
Pada tes ini penderita berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki
lainnya, tumit kaki yang satu berada di depan jari-jari kaki yang
lainnya. Lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup. Tes
normal mampu berdiri dalam sikap ini selama 30 detik atau lebih.
dan tidak beranjak dari tempatnya selama tes ini. Tes ini dapat
Penderita diminta berjalan pada satu garis lurus diatas lantai, dengan
12
disuruh mengangkat lengannya tinggi-tinggi, dapat pula dilakukan
ke posisi semula.
5. Tes Koordinasi10
13
pasien untuk melakukan gerakan supinasi dilanjutkan pronasi secara
berulang-ulang. Pada sisi lesi, gerakan ini dilakukan lamban dan
tidak tangkas
1. Medikamentosa
14
Umumnya merupakan pengobatan simptomatis. Beberapa obat yang dapat
1. antikolinergik/parasimpatolitik
2. antihistamin
4. simpatomimetik
5. vasodilator
Pengobatan vertigo :
tengah/dalam
Golongan obat :
- Prometazine (phenergan)
- Benzodiazepin
15
- Ca entry blocker (flunarizine)
oksigenasi)
Dosis Obat: Dewasa 1-2 tab 3x/hari, berikan sesudah makan Maksimal 15
tab/kasus.
16
Flunarizin (antagonis kalsium). Cara kerjanya diduga daerah
2. Fisioterapi
CRT merupakan terapi standar untuk BPPV. Terapi ini adalah terapi non
invasif dan dapat dilakukan diluar rumah sakit. CRT dapat dilakukan
dengan cara Epley maneuver seperti yang ada di gambar 2.12. Tujuan
dari utrikulus itu kembali ke tempat semula. Terapi ini lebih efektif jika
17
2) Latihan Brand-Daroff
Latihan fisik untuk kepala dan leher yang bisa dikerjakan di rumah.
posisi berbaring pada sisi yang mencetuskan vertigo (kepala pasien menoleh
Selanjutnya pasien kembali ke posisi duduk dengan cepat dan tetap dalam
untuk kontrol satu minggu kemudian. Pada saat kontrol dilakukan uji Dix-
gambaran nistagmus12.
18
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN :
Umur : 62 tahun
Alamat : Padang
Pekerjaan : Wiraswasta
Autoanamnesis :
Seorang pasien, Tn. A, Laki-laki, umur 62 tahun datang ke IGD RSUP Dr.
Keluhan Utama :
Pusing berputar
Pusing berputar sejak ± 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Pusing dirasakan
kepala saat berbaring ke kiri. Pusing berkurang jika pasien menutup mata
dan dengan aktifitas sehingga pasien lebih banyak berbaring ke kanan dan
menutup mata.
19
Muntah ada, frekuensi 1 kali, berisi makanan yang dimakan
PEMERIKSAAN FISIK
I. Umum
Pernafasan : 36x/menit
Suhu : 36,7oC
20
Kulit : turgor kulit baik, tidak ditemukan adanya kelainan
+/+, reflek kornea +/+, bola mata dapat bergerak ke segala arah
Gigi dan Mulut : ekspresi wajah simetris, plicanasolabialis simetris kanan dan kiri
Paru :
Inspeksi : normochest, simetris kiri dan kanan keadaan statis dan dinamis
Perkusi : sonor
Jantung :
21
Abdomen
Perkusi : timpani
Korpus vertebrae
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
22
Nervus III, IV,VI : ptosis (-), pupil isokor diameter 3mm/3mm, reflek
Nervus VIII : nistagmus (-), pengaruh posisi kepala (+), tes penala
tidak dilakukan
5. Motorik
23
Kekuatan :
555 555
555 555
Tonus : eutonus
Tropi : eutrofi
6. Sensorik
Nyeri : baik
Sensibilitas : baik
7. Fungsi otonom
Defekasi : baik
8. Refleks
Reflek Fisiologis
Biseps : ++/++
Triseps : ++/++
KPR : ++/++
APR : ++/++
Reflek Patologis
Babinsky : -/-
Chaddok : -/-
Oppenheim : -/-
Schaefer : -/-
24
Gordon : -/-
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah :
Leukosit : 9.000/mm3
Trombosit : 213.000/mm3
Hematokrit : 50%
Natrium : 138
K : 4,5
Cl : 107
DIAGNOSIS
25
DIAGNOSIS BANDING
Vertigo sentral
PROGNOSIS
TERAPI
- Umum : Diet MB
MB RG II
Flunarizin 2 x 5 mg
Epley Manuver
26
BAB 3
DISKUSI
Seorang pasien, Tn. A, Laki-laki, umur 62 tahun datang ke IGD RSUP Dr.
M. Djamil Padang pada tanggal 10 Januari 2016 dengan diagnosis klinik pada saat
pasien masuk adalah BPPV. Diagnosis topik adalah apparatus vestibularis kiri
berputar sejak ± 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Pusing dirasakan tiba-tiba saat
pasien sedang beraktifitas. Keluhan dirasakan hilang timbul dengan lama serangan
± 1 menit. Keluhan disertai gangguan mual, muntah dan keringat dingin. Muntah
dengan frekuensi 1 kali, berisi makanan yang dimakan. Pusing dirasakan seperti
dan perubahan posisi kepala saat berbaring ke kiri. Pusing berkurang jika pasien
menutup mata dan dengan aktifitas sehingga pasien lebih banyak berbaring ke
kanan dan menutup mata. Keluhan telinga berdenging tidak ada, kelemahan
anggota gerak tidak ada, kejang tidak ada dan pandangan ganda tidak ada.
menderita hipertensi sejak 10 tahun yang lalu tidak terkontrol dengan tekanan darah
tertinggi yaitu 200 mmHg. Riwayat sakit jantung, sakit gula dan stroke sebelumnya
disangkal. Anggota keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti ini.
27
dalam batas normal. Cor dan pulmo dalam batas normal. Pada status neurologikus
tidak ada tanda rangsangan meningeal dan tidak ada tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial. Pupil isokhor Ø 3mm/3mm, reflek cahaya +/+, dan bola mata
dapat bergerak ke segala arah. Plica nasolabialis simetris. Nistagmus tidak ada,
Reflek muntah ada, motorik dan sensorik normal, serta reflek fisiologis dan reflek
Pada pasien ini dianjurkan untuk melakukan hallpike test untuk memastikan
kelainan yang terjadi. Hallpike test digunakan untuk membantu diagnosis penyakit
dan membedakan antar lesi perifer dan lesi sentral yang mungkin terjadi pada
pasien dengan keluhan pusing berputar. Untuk membedakan lesi perifer dan lesi
sentral dapat dilihat dengan nistagmus yang terjadi. Pada lesi perifer terdapat fase
laten dan fase habitual ketika terjadi nistagmus, amplitudo nistagmus komponen
cepat dan lambat seimbang, dan arah biasanya horizontal, sedangkan pada lesi
sentral biasnya lesi terdapat pada amplitudo komponen lambat dan arah
Penatalaksanaan pada pasien ini secara umum adalah infus NaCl 0,9% 12
jam/kolf dan secara khusus dapat diberikan terapi vertigo, yaitu betahistin mesilat 2
mg untuk keluhan mual dan muntahnya. Betahistin mesilat merupakan suatu analog
28
merupakan antagonis dopamin yang mempunyai efek antiemetik (anti muntah).
manuver Epley. CRP menyebabkan pergerakan canalit dari daerah di mana dapat
menyebabkan gejala (yaitu, saluran setengah lingkaran dalam ruang cairan telinga
dalam) ke daerah telinga bagian dalam dimana canalit tidak menyebabkan gejala
29
Daftar Pustaka
8. Barton, J. 2012. BPPV, literature review current through. 20. 3: Jan 2012.
10. Lumbantobing. 2011. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta
:Balai Penerbit FKUI.
11. Maslovara, Sinisa, Silva Butkovic, et al, 2012. Benign Paroxysmal Posistional
Vertigo: Influence of Pharmacotheraphy and Rehabilitation theraphy on
patient’s recovery rate and life quality. Diakses dari :
iospress.metapress.com/content/1174483rvn08q26t/ pada tanggal 14 Nov 2015.
13. Gilman, S., William J., Hadi,l M., Sean, C., Neil D., Neil K.. 2010. Oxford
Medical Handbook of Neurology. Oxford : Oxford University Press.
14. Dzadziola, J.K., Laurikainen, E., Rachel, J.D. 1999. Betahistine increase
vestibular blood flow. Science Direct. Vol 120 pages 400-405. Diakses dari
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0194599899702834
30