I. PENDAHULUAN
Abortus adalah keluarnya hasil konsepsi kehamilan pada usia kehamilan dibawah 20
kontraksi. Hal ini terjadi akibat adanya pembukaan dari mulut rahim atau cervix.
Penyebabnya antara lain adalah karena adanya kelainan kromosom dan inkompeten cervix,
dan konsepsi yang tidak baik. Hasil konsepsi yang tidak baik akan dianggap sebagai benda
asing oleh rahim dan akan dibuang. Usia sang ibu juga nampaknya sedikit berpengaruh.
Dari data yang ada, semakin tua usia sang ibu, maka resiko untuk mengalami abortus juga
semakin tinggi.1,2
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi tiga kali atau lebih berturut-
turut. Pada umumnya penderita tidak sukar hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28
minggu.1,2 Angka kejadian jenis abortus ini ialah 0,4% dari semua kehamilan. Wanita yang
mengalami peristiwa tersebut, umumnya tidak mendapat kesulitan untuk menjadi hamil,
akan tetapi kehamilannya tidak dapat berlangsung terus dan terhenti sebelum waktunya,
biasanya pada trimester pertama tetapi kadang-kadang pada kehamilan yang lebih tua.3,4
memikirkan adanya sebab dasar yang mengakibatkan peristiwa berulang ini. Sebab dasar ini
kurang lebih 40% tidak diketahui; yang diketahui, dapat dibagi 3 golongan : a) kelainan
ovum yang dibuahi dan/atau gangguan dalam pertumbuhan mudigah; c) kelainan anatomik
pada uterus yang dapat menghalangi berkembangnya janin di dalamnya dengan sempurna.4
1
Bila menghadapi seorang ibu dengan riwayat abortus berulang maka harus
mempelajari kasus ini dengan baik dengan melakukan pendataan tentang riwayat suami istri
dan pemeriksaan fisik ibu baik secara anatomis maupun laboratorik Perhatikan apakah
abortus terjadi pada trimester pertama atau trimester kedua. Bila terjadi pada trimester
pertama maka banyak faktor yang harus dicari sesuai kemungkinan etiologi atau mekanisme
terjadinya abortus berulang. Bila terjadi pada trimester kedua maka faktor – faktor penyebab
lebih cenderung pada faktor anatomis terjadinya inkompetensi serviks dan adanya tumor
(mioma uteri) serta infeksi yang berat pada uterus atau serviks.1
II. DEFINISI
Menurut National Centre for Health Statistic, Centre for Disease Control and
sebelum janin mencapai viabilitas sebelum usia kehamilan 20-22 minggu, dengan berat
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-
turut.1 Abortus habitualis ini juga disebut sebagai abortus spontan berulang dan keguguran
berulang (recurrent spontaneous abortion dan recurrent pregnancy loss). Meskipun definisi
ini menyatakan tiga atau lebih keguguran, banyak yang sepakat bahwa evaluasi ini harus
Penderita abortus habitualis umumnya tidak sulit menjadi hamil kembali, tetapi
kejadian abortus habitualis sekitar 0,41% dari seluruh kehamilan.2 Etiologi dari abortus
habitualis dapat terkait dengan faktor endokrin, genetik atau medis, infeksi, faktor-faktor
2
uterus, pajanan obat, zat kimia atau radiasi atau rokok. Namun etiologi dari 50% kasus tidak
diketahui.3
mengisyaratkan bahwa ada kehamilan bahwa ada kehamilan di antara keguguran yang
menghasilkan bayi sehat. Beberapa penulis membedakan keguguran berulang primer (belum
pernah mengalami hamil yang sukses) dari keguguran berulang sekunder (pernah
III. INSIDENS
Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang
tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan dan tidak jelas
umur kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga biasanya ibu
tidak melapor atau berobat. Sementara itu, dari kejadian yang diketahui, 15-20% merupakan
abortus spontan atau kehamilan ektopik. Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba hamil
akan mengalami 2 keguguran yang berurutan, dan sekitar 1% dari pasangan mengalami 3
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan
kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Jika dikaji lebih jauh,
kejadian abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka
chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi.
Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet (misalnya sperma
dan disfungsi oosit).1 Kejadian abortus spontan meningkat dengan adanya keguguran
sebelumnya. Data dari berbagai studi mengindikasikan bahwa setelah 1 abortus spontan,
3
risiko abortus selanjutnya adalah 15%. Namun, jika 2 abortus spontan terjadi, risiko
berikutnya meningkat menjadi sekitar 30%. Secara keseluhan prevalensi RPL didapatkan
dan 4 kali di masa lalu kemungkinan besar akan mengalami abortus berikutnya dengan
Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang
sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus adalah 7 - 7,5 cm, lebar di tempat yang paling lebar
5,25 cm dan tebal 2,5 cm. uterus terdiri atas korpus uteri (2/3 bagian atas) dan serviks uteri
Di dalam korpus uteri terdapat rongga (kavum uteri), yang membuka keluar melalui
saluran (kanalis servikalis) yang terletak di serviks. Bagian bawah serviks yang terletak di
vagina dinamakan porsio uteri (pars vaginalis servisis uteri), sedangkan yang berada di atas
vagina disebut pars supravaginalis servisis uteri. Antara korpus dan serviks masih ada
Bagian atas uterus disebut fundus uteri. Di situ tuba fallopii kanan dan kiri masuk ke
uterus. Dinding uterus terdiri atas miometrium, yang merupakan otot polos berlapis tiga;
yang sebelah luar longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini
4
Gambar 1. Anatomi Organ Genitalia Interna
Kavum uteri dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar, disebut
endometrium. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan stroma dengan
(arbor vitae). Pertumbuhan dan fungsi endometrium dipengaruhi sekali oleh hormon steroid
ovarium.6
Uterus ini sebenarnya terapung-apung dalam rongga pelvis dan jaringan ikat dan
terpenting, mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal, dan
berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya
ditemukan banyak pembuluh darah, antara lain vena dan arteri uterina.
5
2. Ligamentum sakro-uterinum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang menahan
uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan
dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah inguinal
kiri dan kanan. Pada kehamilan kadang-kadang terasa sakit di daerah inguinal waktu
berdiri cepat karena uterus berkontraksi kuat, dan ligamentum rotundum menjadi
kencang serta mengadakan tarikan pada daerah inguinal. Pada persalinan ia pun teraba
4. Ligamentum latum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang meliputi tuba, berjalan
dari uterus ke arah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat. Sebenarnya ligamentum
ini adalah bagian peritoneum viserale yang meliputi uterus dan kedua tuba dan berbentuk
segitiga lipatan. Di bagian dorsal ligamentum ini ditemukan indung telur (ovarium
sinistrum et dekstrum). Untuk memfiksasi uterus, ligamentum latum ini tidak banyak
artinya.
berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan urat saraf,
Disamping ligamentum tersebut di atas ditemukan pada sudut kiri dan kanan
belakang fundus uteri ligamentum ovarii proprium kiri dan kanan yang menahan ovarium.
Ligamentum ovarii ini embriologis berasal dari gubernakulum; jadi sebenarnya asalnya
6
Gambar 2. Ligamentum yang Memfiksasi Uterus
Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak di sumbu tulang panggul dalam
anteversiofleksio (serviks ke depan atas) dan membentuk sudut dengan vagina, sedang
korpus uteri berarah ke depan dan membentuk sudut 120o-130o dengan serviks uteri. Di
Indonesia uterus sering ditemukan dalam retrofleksio (korpus uteri berarah ke belakang)
pertumbuhan. Pada bayi perbandingan itu adalah 1:2, sedangkan pada wanita dewasa 2:1.6
Di luar, uterus dilapisi oleh serosa (peritoneum viserale). Jadi, dari luar ke dalam
ditemukan pada dinding korpus uteri serosa atau perimetrium, miometrium, dan
endometrium.6
7
Gambar 3. Uterus dan Tuba
Pasokan darah :
Uterus mendapat darah dari arteria uterine (cabang a.iliaka interna). Arteri ini
berjalan dalam ligamentum latum dan setinggi os interna, menyilang ureter pada sudut
kanan untuk mencapai dan memasok darah ke uterus sebelum melakukan anastomosis
8
Batas-batas :
Uterus dan serviks berbatasan dengan kavum uretrovesikalis dan permukaan atas
kandung kemih di anterior. Kavum retrouterina (douglasi), yang meluas ke bawah sejauh
forniks posterior vagina, merupakan batas posteriornya. Ligamentum latum adalah batas
Drainase limfatik :
Pembuluh limfe dari fundus menyertai a.ovarika dan mengalir menuju kelenjar getah
bening para-aorta. Pembuluh limfe dari korpus dan serviks mengalir ke kelenjar getah
antara lain pimpinan persalinan yang salah, persalinan dengan alat misalnya ekstraksi
dengan cunam yang dilakukan dengan cermat dan sebagainya. Dalam hal ini harus berhati-
hati dalam menjahit robekan serviks; kadang-kadang disangka robekan sudah dijahit dengan
baik oleh karena tidak tampak adanya perdarahan lagi, padahal perdarahan tetap
9
diagnosis dan dapat mengakibatkan ibu yang baru bersalin jatuh dalam syok dan jika
hematom di parametrium tidak dipikirkan, wanita itu mungkin tidak tertolong lagi.6
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian
embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang
terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan
Embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi
chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto , meskipun sebagian dari hasil konsepsi
masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi
Mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih
dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal
dalam cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih
melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam
yang banyak.2
Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat
gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan
10
Endokrinologi Kehamilan:
Dari segi endokrinologi, maka kehamilan dibagi atas tiga masa, yaitu :3
- Kehamilan muda
Masa ini ditandai oleh meningkatnya pembentukan HCG dari sel-sel trofoblas dan
perubahan korpus luteum menjadi korpus luteum graviditatis. Korpus luteum graviditatis
Pada masa ini produksi HCG yang semula meningkat mulai menurun. Estrogen dan
progesterone tidak dihasilkan lagi oleh korpus luteum graviditatis, melainkan oleh
plasenta.3
Pada masa ini plasenta menghasilkan steroid seks dalam jumlah yang sangat besar. Selain
itu terjadi pula peningkatan sekresi hormon PRL (Prolaktin) dari hipofisis anterior.
Pembentukan HCG meningkat pada awal kehamilan dan mencapai puncaknya pada
hari ke 50 hingga hari ke 80 kehamilan. Hormon khorionik ini memicu sintesis steroid seks
tidak hanya di korpus luteum, melainkan juga di plasenta. Jumlah progesterone yang
dibentuk oleh plasenta mencapai 200 ng sehari atau lebih. Progesterone ini dapat dibuktikan
dengan memeriksa pregnandiol dalam urine 24 jam atau dalam serum secara teraradioimun
(TRI).6
puncaknya pada akhir kehamilan. Kadar estrogen yang dibentuk oleh plasenta dapat
11
mencapai 40 ng sehari. Telah dibuktikan bahwa kadar estradiol serum yang sangat tinggi
dapat menunjukkan kemungkinan adanya kehamilan ganda, sedangkan kadar estradiol yang
Dalam kehamilan dijumpai pula peningkatan aktivitas adrenal. Ini tampak dari
menimbulkan striae pada wanita hamil. Selain itu, berat kelenjar tiroid ternyata meningkat
dalam kehamilan. Telah diketahui di bawah pengaruh estrogen terjadi peningkatan kapasitas
Di bawah pengaruh steroid seks uterus bertambah besar. Pada kehamilan 36 minggu
beratnya mencapai 1000 gram (20 kali lipat). Pembesaran uterus itu sementara dipicu oleh
estrogen. Selain meningkatkan jumlah aktin dan myosin, estrogen juga meningkatkan
uterus. Relaksasi otot ini dibantu pula oleh enzim oksitosinase yang menginaktifkan hormon
oksitosin.6
Selain progesteron dan estrogen, korpus luteum juga menghasilkan relaksasin, suatu
payudara pada kehamilan dipengaruhi oleh steroid seks; dan pigmentasi putting susu
12
V. KLASIFIKASI
Dikenal berbagai macam abortus sesuai dengan gejala, tanda, dan proses patologi
yang terjadi1,2
1. Abortus spontan
Abortus yang terjadi yang tidak dilalui oleh faktor mekanis maupun faktor
medisinalis semata-mata disebabkan oleh factor alamiah. Abortus spontan secara klinis
abortus kompletus. Selanjutnya, dikenal pula missed abortion, abortus habitualis, abortus
a. Abortus imminens
minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi perdarahan
melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus
membesar sebesar tuanya kehamilan, serviks belum membuka, dan tes kehamilan
positif. 1,2
b. Abortus insipiens
adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam
uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan
bertambah.1,2
13
c. Abortus inkompletus
dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis
servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang
d. Abortus kompletus
keluarkan dari kavum uteri. Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan
lengkap. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup,
dan uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis dapat di permudah apabila hasil
konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar dengan
lengkap.
e. Missed abortion
Kematian janin sebelum berusia 20 minggu, tetapi janin yang mati tertahan di
dalam kavum uteri tidak dikeluarkkan selama 8 minggu atau lebih. Missed abortion
uterus tidak membesar lagi malah mengecil, dan tes kehamilan menjadi negatif.
Dengan ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besarnya
14
2. Abortus provokatus1,2
menghilangkan kehamilan sebelum umur 20 minggu atau berat janin 500 gram, baik
dengan memakai alat-alat atau menggunakan obat-obatan, abortus ini terbagi atas :
b. Abortus kriminalis
Abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau
c. Unsafe Abortion
tidak mempunyai cukup keahlian dan prosedur standar yang aman sehingga dapat
15
VI. ETIOLOGI
Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut: 1
- Mendelian
- Multifaktor
- Robertsonian
- Respirokal
- Septum uterus
- Uterus bikornis
- Mioma uteri
- Sindrom Asherman
3. Autoimun
- Aloimun
16
5. Infeksi
6. Hematologik
7. Lingkukan
diketahui yakni:2,5
1. Kelainan genetik
kromosom pada janin. Lebih dari 60% abortus yang terjadi pada trimester pertama
autosom yang menyebabkan lebih dari 50% abortus spontan.5 Meskipun hal ini hanya
17
menyebabkan 2 sampai 4 persen keguguran berulang, evaluasi kariotipe kedua orang tua
Kelainan sitogenik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian
Separuh dari abortus karena kelainan sitogenik pada trimester pertama berupa trisomy
autosom. Triploidi ditemukan pada 16% kejadian abortus, di mana terjadi fertilisasi ovum
normal haploid oleh 2 sperma (dispermi) sebagai mekanisme patologi primer. Trisomi
timbul akibat dari nondisjunction meiosis selama gametogenesis pada pasien dengan
kariotip normal. Untuk sebagian besar trisomi, gangguan meiosis maternal bisa
Trisomi 16, dengan kejadian sekitar 30% dari seluruh trisomi, merupakan penyebab
terbanyak. Semua kromosom trisomi berakhir abortus kecuali pada trisomy kromosom 1.
abortus. Sepertiga dari fetus dengan Sindroma Down (trisomy 21) bisa bertahan.1
Poliploidi menyebabkan sekitar 22% dari abortus spontan yang terjadi akibat
kelainan kromosom. Sekitar 3-5% pasangan yang memiliki riwayat abortus spontan yang
berulang salah satu dari pasangan tersebut membawa sifat kromosom yang abnormal.
18
diambil dari darah tepi pasangan tersebut. Tetapi pemeriksaan ini belum berkembang di
terjadi pada sekitar 3% kelainan sitogenik pada abortus. Ini menunjukkan bahwa kelainan
struktur kromosom sering diturunkan dari ibunya. Kelainan struktur kromosom pada pria
bisa berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma, infertilitas, dan bisa mengurangi
Kelainan sering juga berupa gen yang abnormal, mungkin karena adanya mutasi
gen yang bisa mengganggu proses implantasi bahkan menyebabkan abortus. Contoh
untuk kelainan gen tunggal yang sering menyebabkan abortus berulang adalah myotonic
dystrophy, yang berupa autosom dominan dengan penetrasi yang tinggi, kelainan ini
progresif, dan penyebab abortusnya mungkin karena kombinasi gen yang abnormal dan
gangguan fungsi uterus. Kemungkinan juga karena adanya mosaik gonad pada ovarium
atau testis.1
sickle cell anemia berisiko tinggi mengalami abortus. Hal ini karena adanya mikroinfark
abnormal, di mana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor tersebut tidak
diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila didapatkan kelainan
kariotip pada kejadian abortus, maka kehamilan berikutnya juga berisiko abortus.1
19
2. Autoimun
Sekarang ini makin dikenal anti phospholipid syndrome (APS), yaitu kekacauan
APS adalah gangguan autoimun yang ditandai oleh trombosis pembuluh darah vena dan
atau arteri. Anti phospholipid syndrome merupakan autoantibodi terhadap antigen yang
terdiri dari phospholipid bermuatan negatif. Bagaimana timbulnya antigen tersebut belum
diketahui. Anti phospholipid syndrome terdiri dari IgG, IgM dan IgA. Anti phospholipid
syndrome yang terpenting dalam klinis yaitu Lupus Anticoagulant (LAC) dan
wanita usia subur adalah abortus berulang oleh karena adanya infark yang luas di
plasenta. Adanya trombosis dan vaskulopati arteri spiralis ibu menyebabkan isufisiensi
dan hipoksia jaringan plasenta. Hal ini yang dapat menyebabkan abortus. Teori yang
sederhana sebagai penyebab abortus di APS adalah darah kental tidak mampu melewati
pembuluh darah paling kecil di plasenta. Plasenta mengkerut dan embrio/fetus tidak dapat
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan penyakit autoimun.
(aPA). aPA merupakan antibody spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE.
Kejadian abortus spontan di antara pasien SLE sekitar 10% dibanding populasi umum.
Bila digabung dengan peluang terjadinya pengakhiran kehamilan trimester 2 dan 3, maka
diperkirakan 75% pasien dengan SLE sekitar akan dengan terhentinya kehamilan.
Sebagian besar kematian janin dihubungkan dengan adanya aPA. aPA merupakan
20
antibody yang akan berikatan dengan sisi negative dari fosfolipid. Paling sedikit ada 3
bentuk aPA yang diketahui mempunyai arti klinis yang penting, yaitu Lupus
untuk syphilis (FP-STS). APS (antiphospholipid syndrome) sering juga ditemukan pada
Beberapa keadaan lain yang berhubungan dengan APS yaitu thrombosis arteri-vena,
1) Trombosis vaskular
- Satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapiler yang dibuktikan
2) Komplikasi kehamilan
- Tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa kelainan
- Satu atau lebih kematian janin di mana gambaran morfologi secara sonografi
normal
- Satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan
3) Kriteria laboratorium
- aCL: IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada 2 kali atau
lebih pemeriksaan dengan jarak lebih dari atau sama dengan 6 minggu
21
- aCL diukur dengan metode ELISA standar
4) Antibodi fosfolipid/antikoagulan
- Singkirkan dulu kelainan pembekuan darah yang lain dan pemakaian heparin
3. Gangguan hormonal.
abortus habitualis. Beberapa gangguan endokrin yang dapat meningkatkan resiko abortus
Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik
sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian langsung terhadap
sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi
- Diabetes melitus
Perempuan dengan diabetes yang dikelola dengan baik risiko abortusnya tidak
lebih jelek jika dibanding perempuan yang tanpa diabetes. Akan tetapi perempuan
diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada trimester pertama, risiko abortus dan
kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang 2 – 3 kali lipat mengalami abortus.
22
- Kadar progesteron yang rendah
endometrium terhadap implantasi embrio. Pada tahun 1929, Allen dan Corner
mempublikasikan tentang proses fisiologi korpus luteum, dan sejak itu diduga bahwa
kadar progesteron yang rendah berhubungan dengan risiko abortus. Support fase
luteal punya peran kritis pada kehamilan sekitar 7 minggu akan menyebabkan
abortus. Dan bila progesteron diberikan pada pasien ini, kehamilan bisa
diselamatkan.1
luteum atau plasenta, mempunyai kaitan dengan kenaikan insiden abortus. Karena
teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut
saat fase luteal, dan kejadian ini dilaporkan pada 23 – 60% perempuan dengan
abortus berulang. Sayangnya, belum ada metode yang bisa dipercaya untuk
abortus lebih dari satu atau sama dengan 3 kali, didapatkan 17% kejadian defek fase
23
berlawanan. Defek fase luteal (DPL) adalah gangguan fase luteal. Gangguan ini bisa
menyebabkan disfungsi tuba dengan akibat transpor ovum terlalu cepat, mobilitas
uterus yang berlebihan, dan kesukaran nidasi karena endometrium tidak dipersiapkan
dengan baik. Penderita dengan DPL mempunyai karakteristik siklus haid yang
pendek,interval post ovulatoar kurang dari 14 hari dan infertil sekunder dengan
4. Kelainan Anatomi.
abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan bentuk uterus
berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus,
Faktor anatomi kogenital dan didapat pernah dilaporkan timbul pada 10-15%
wanita dengan abortus spontan yang rekuren. Abnormalitas anatomi maternal yang
serviks, malformasi kongenital dan defek uterus yang didapatkan (acquired), sinokia
kehamilan sampai aterm. Malformasi kongenital termasuk fusi duktus Mulleri yang
inkomplit yang dapat menyebabkan uterus unikornus, bikornus atau uterus ganda.5
Defek pada uterus yang acquired yang sering dihubungkan dengan kejadian
abortus spontan berulang termasuk perlengketan uterus atau sinekia dan leiomioma.
Adanya kelainan anatomis ini dapat diketahui dari pemeriksaan USG dan HSG.5
24
Studi oleh Acien (1996) terhadap 170 pasien hamil dengan malformasi uterus,
mendapatkan hasil hanya 18,8% yang bisa bertahan sampai melahirkan cukup bulan,
terbanyak abortus karena kelainan anatomic uterus adaah septum uterus (40 – 80 %),
kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10 – 30%). Mioma uteri
bisa menyebabkan baik infertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya antara
10 – 30% pada perempuan usia reproduksi. Sebagian besar mioma tidak memberikan
gejala, hanya yang berukuran besar atau yang memasuki kavum uteri (submukosum)
darah pada permukan endometrium. Risiko abortus antara 25 – 80%, bergantung pada
5. Gangguan nutrisi.
Malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar menjadi
bahwa defisisensi salah satu atau semua nutrien dalam makanan merupakan suatu
Berbagai penyakit seperti anemia berat, penyakit menahun dan lain-lain juga
dapat mempengaruhi gizi ibu sehingga mengganggu persediaan berbagai zat makanan
25
6. Penyakit infeksi
infeksi parasit dan virus yang selalu dicurigai sebagai penyebab abortus melalui
Teori peran mikroba infeksi terhadap terhadap kejadian abortus mulai diduga
sejak 1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus
berulang pada perempuan yang ternyata terpapat brucellosis. Beberapa jenis organisme
1) Bakteria
- Listeria monositogenes
- Klamidia trakomatis
- Ureaplasma urealitikum
- Mikoplasma hominis
- Bakterial vaginosis
2) Virus
- Sitomegalovirus
- Rubela
- Parvovirus
26
3) Parasit
- Toksoplasmosis gondii
- Plasmodium falsiparum
4) Spirokaeta
- Treponema pallidum
2) Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit
bertahan hidup.
3) Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian
janin.
6) Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena virus
7. Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau
radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus. Misalnya paparan terhadap buangan gas
27
tembakau. Rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang
Karbonmonoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu
neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem fetoplsenta dapat terjadi gangguan
8. Faktor Hematologi
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya
fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas, dan
Kadar faktor VII, VIII, X dan fibrinogen meningkat selama kehamilan normal,
terutama pada kehamilan sebelum 12 minggu. Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum
terjadi abortus, sering didapatkan defek hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-
kawan menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat
peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada usia kehamilan 4-6 minggu, dan
menyebabkan mikrotrombi serta nekrosis plasenta. Juga sering disertai penurunan kadar
28
Defisiensi faktor XII (Hageman) berhubungan dengan trombosit sistematik
ataupun plasenter dan telah dilaporkan juga berhubungan dengan abortus berulang pada
trombosis dan penyakit vaskular dini. Kondisi ini berhubungan dengan 21% abortus
berulang. Gen pembawa akan diturunkan secara autosom resesif. Bentuk terbanyak yang
didapat adalah defisiensi folat. Pada pasien ini, penambahan folat akan mengembalikan
VII. PATOFISIOLOGI
dengan reaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte trophoblast
cross reactive (TLX). Bila reaksi terhadap antigen ini rendah atau tidak ada, maka akan
terjadi abortus. Kelainan ini dapat diobati dengan transfusi leukosit atau heparinisasi. Akan
tetapi, dekade terakhir menyebutkan perlunya mencari penyebab abortus ini secara lengkap
Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensia serviks yaitu keadaan
dimana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan menutup setelah
kehamilan melewati trimester pertama, di mana ostium serviks akan membuka (inkompeten)
tanpa disertai rasa mules/kontraksi rahim dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan
ini sering disebabkan oleh trauma serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada
29
tindakan usaha pembukaan serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga
Kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin, pada awal abortus
terjadi pendarahan dalam desidua basalis, yang kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan
disekitarnya yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya dan
diinterpretasikan sebagai benda asing dalam uterus. Kemudian uterus mulai berkontraksi
Pada kehamilan kurang dari 10 minggu vili korialis belum menembus desidua secara
dalam, jadi hasil konsepsi mudah terlepas seluruhnya. Pada kehamilan 10 sampai 14 minggu
penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna. Pada kehamilan
lebih 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu dari pada plasenta. Pendarahan tidak
VIII. DIAGNOSIS
diagnosis abortus habitualis karena inkompetensi menunjukkan gambaran klinik yang khas,
yaitu dalam kehamilan triwulan kedua terjadi pembukaan serviks tanpa disertai mules yang
selanjutnya diikuti oleh pengeluaran janin yang biasanya masih hidup dan normal. Apabila
penderita datang dalam triwulan pertama, maka gambaran klinik tersebut dapat diikuti
dengan melakukan pemeriksaan vaginal tiap minggu. Penderita tidak jarang mengeluh
bahwa ia mengeluarkan banyak lendir dari vagina. Di luar kehamilan penentuan serviks
30
Bila menghadapi seorang ibu dengan riwayat abortus berulang maka harus
mempelajari kasus ini dengan baik dengan melakukan pendataan tentang riwayat suami istri
dan pemeriksaan fisik ibu baik secara anatomis maupun laboratorik Perhatikan apakah
abortus terjadi pada trimester pertama atau trimester ke dua. Bila terjadi pada trimester
pertama maka banyak faktor yang harus dicari sesuai kemungkinan etiologi atau mekanisme
terjadinya abortus berulang. Bila terjadi pada trimester kedua maka faktor – faktor penyebab
lebih cenderung pada faktor anatomis terjadinya inkompetensi serviks dan adanya tumor
mioma uteri serta infeksi yang berat pada uterus atau serviks. Ikutilah langkah – langkah
investigasi untuk mencari faktor – faktor yang potensial menyebabkan terjadinya abortus
1. Kapan abortus terjadi. Apakah pada trimester pertama atau pada trimester
6. Riwayat keluarga yang pernah mengalami terjadinya abortus berulang dan sindroma
yang berkaitan dengan kejadian abortus ataupun partus prematurus yang kemudian
meninggal.
31
b. Pemeriksaan fisik1,2
2. Pemeriksaan ginekologi
c. Pemeriksaan laboratorium1,2
32
1. Anamnesis
pasien mengalami kejadian keguguran. Terutama kejadian keguguran pada usia kehamilan
yang sangat dini perlu dipastikan apakah pasien pernah melakukan pengecekan hormon
hCG untuk memastikan adanya kehamilan. Hal ini dirasakan penting karena sebagian
besar pasien menganggap dirinya hamil apabila haidnya datang terlambat. Perlu
ditanyakan pula apakah pernah dilakukan pemeriksaan USG. Apabila pernah, maka perlu
didefinisikan temuan USG yang spesifik (lihat point E). Perlu pula ditanyakan gejala apa
saja yang menyertai saat terjadinya keguguran. Selain itu riwayat penyakit terdahulu,
2. Pemeriksaan fisik
pemeriksaan ginekologi yang ditujukan untuk melakukan penilaian pada alat genitalia
3. Hormon hCG
hCG adalah hormon yang sangat spesifik didapatkan dalam kondisi kehamilan
karena diproduksi oleh sel-sel trofoblas. Pemeriksaan hCG umumnya dilakukan secara
kualitatif dengan cara menggunakan urine sebagai spesimen. Namun kadar hCG dapat
pula diukur secara kuantitatif yang umumnya menggunakan spesimen dari darah. Perlu
33
ditanyakan terkait dengan kadar hCG yang terukur pertama kali serta kecenderungannya
setelah itu, apakah menurun secara bermakna dikaitkan dengan usia kehamilannya.
Apakah terdapat gambaran kantung gestasi, struktur janin (fetal echo), dan yang
paling penting adalah apakah pernah teridentifikasi aktivitas denyut jantung janin
sebelumnya.
5. Analisis Kromosom
dari darah orang tuanya (ayah dan ibu, atau apabila keguguran baru saja terjadi, maka
dapat pula digunakan bahan yang berasal dari jaringan abortus [Rekomendasi C, Level of
evidence IV]. Pemeriksaan kromosom dari bahan janin perlu dipertimbangkan apakah
cukup efektif untuk memberikan informasi dan perlu didukung adanya fasilitas serta ahli
yang memadai. Disarankan untuk melakukan kromosom dari orangtua saja apabila tidak
ada fasilitas yang memadai untuk pemeriksaan kromosom dari jaringan abortus.
meski diperkirakan hanya kurang lebih 4.7% pasangan keguguran berulang memiliki
6. Evaluasi Sitogenik
chorionic villus sampling (CVS) pada kehamilan berikutnya setelah mengalami kejadian
34
keguguran 3 kali berturut-turut mendapatkan kelainan kromosom sebesar 60%. Jenis
kelainan kromosom yang ditemukan pada orang tua adalah kelainan translokasi resiprokal
ditemukan pada jaringan abortus adalah kelainan numerik berupa trisomi pada kromosom
13, 14, 15, 16, 21 dan 22, dan monosomi pada kromosom X.
maupun pankreas dalam hal melakukan pengaturan kadar gula darah. Rekomendasi dari
RCOG menyatakan bahwa pemeriksaan rutin terhadap kelenjar tiroid (TSH dan FT4) dan
toleransi glukosa (kadar gula darah dan insulin puasa dan 2 jam post-prandial) pada
pasien keguguran berulang yang tidak memiliki gejala sebenarnya bersifat tidak infomatif
untuk mencegah keguguran ternyata tidak memiliki cukup bukti selanjutnya upaya untuk
menurunkan kadar LH pada kasus hipersekresi LH yang siklusnya berovulasi pada pasien
keguguran berulang dengan PCO tidak akan meningkatkan angka kelahiran hidup dan
masih belum terdapat cukup bukti untuk menilai hiperprolaktinemia sebagai salah
berulang. Bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa kelainan tiroid yang diobati tidak
35
menunjukkan bahwa 2% dari pasien keguguran pada masa trimester tengah didapatkan
kelainan hipotiroid. Indikator yang digunakan untuk menilai fungsi kelenjar tiroid adalah
kadar Thyroid Stimulating Hormone (TSH), dan Free thyroxine (FT4). Pemeriksaan
fungsi kelenjar tiroid terutama dapat dipertimbangkan apabila pasien memiliki keluhan
atau tinggal di lokasi yang dikenal memiliki kejadian yang cukup tinggi untuk kelainan
tiroid (endemik). Kondisi hipertiroid didefinisikan apabila terdapat peningkatan kadar FT4
dan penurunan TSH. Sebaliknya kondisi hipotiroid ditandai dengan penurunan kadar FT4
Bukti saat ini menunjukkan bahwa kondisi diabetes yang terkendali tidak
bahwa kejadian resistensi insulin lebih banyak ditemukan pada kasus keguguran berulang.
Kondisi diabetes ditentukan berdasarkan pemeriksaan kadar gula darah puasa dan 2 jam
pemeriksaan rasio kadar gula darah puasa dan insulin puasa. Penelitian sebelumnya
menunjukkan rasio kadar gula darah puasa dan insulin puasa < 10.1 dianggap sebagai
resistensi insulin.
8. Ultrasonografi
pasien keguguran berulang adalah ovarium polikistik (volume ovarium > 9 mL, > 10
folikel dengan diameter 2-8 mm, dan peningkatan densitas stroma). Angka prevalensi
PCO pada kejadian keguguran berulang dilaporkan mencapai 40.7%, meski hasil
penelitian lain mendapatkan angka yang lebih rendah (7.8%). Penelitian sebelumnya juga
36
memperlihatkan kondisi hipersekresi LH (> 10 IU/L) atau hiperandrogenemia yang terkait
dengan gambaran PCO juga berhubungan dengan kejadian keguguran baik pasca konsepsi
alami atau pasca siklus IVF. Berdasarkan kriteria Roterdam apabila seorang wanita
menunjukkan gejala 2 dari 3, dari siklus anovulasi, gejala dan tanda hiperandrogen atau
(SOPK).
9. Antivody Antiphospholipid
pemeriksaan sebagai berikut : Antibodi antikardiolipin (IgG/IgM) yang berasal dari serum.
Dianggap positif apabila, titernya mencapai lebih dari kadar titer medium (> 40
MPL/GPL), atau > 3 kali nilai kontrol, dan persisten selama 12 minggu. Anti beta 2
glikoprotein I (IgG/IgM) yang berasal dari serum. Dianggap positif apabila, titernya
mencapai lebih dari 3 kali nilai kontrol, dan persisten selama 12 minggu. Antikoagulan
37
IX. PENATALAKSANAAN7
1. Konseling
apabila dari hasil analisa kariotipe didapatkan suatu kelainan. Hal ini penting untuk
informasi orang tua yang bersangkutan terkait dengan pola penurunan kelainan
ahli genetika.
38
2. Skrining pranatal
3. Pemberian Metformin
dalam obat biguanid oral yang terbukti dapat digunakan untuk pengobatan kasus
Diabetes Melitus (DM) tipe 2. Metformin dapat memperbaiki resistensi insulin melalui
mekanisme peningkatan ambilan glukosa oleh otot dan lemak, serta meningkatan ikatan
dengan reseptor insulin. Pemberian metformin dapat memicu efek samping pada saluran
cerna berupa timbulnya rasa mual. Oleh karena itu amat penting untuk memulai
pengobatan metformin dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan hingga mencapai
dosis pengobatan, yaitu 3 x 500 mg per hari atau 2 x 850 mg per hari.
Untuk masalah kelainan hormon reproduksi yang diakibatkan oleh karena defek
fase luteal atau siklus anovulasi dalam hal ini PCOS dapat menggunakan stimulasi
ovarium dan luteal support. Stimulasi ovarium dapat menggunakan preparat anti-
untuk luteal support dapat menggunakan preparat progestogen atau progesteron. Luteal
support dapat dilakukan dengan pemberian didrogesteron (Duphaston) 2x10 mg per hari,
atau diberikan preparat progesteron supositoria dengan dosis 1x400 mg per hari selama
masa luteal (14 hari). Sebaiknya tidak menggunakan MPA, 17 hidroksi progesteron
39
kaproat karena dapat memicu kelainan janin dan virilisasi janin, dan tidak
diberikan mulai dengan dosis yang rendah hingga tercapai dosis terendah yang dapat
ditoleransi oleh pasien dan mampu menurunkan kadar hormon prolaktin. Dosis
maksimum bromokriptin adalah 7.5 mg per hari. Apabila pasien tidak dapat
sendiri oleh dokter SpOG berdasarkan panduan yang ada. Pemberian obat-obatan
tersebut harus didasarkan atas temuan klinis dan laboratoris yang mendukung adanya
suatu kondisi hiperkoagulasi. Apakah pemberian obat antikoagulan dimulai pada masa
dosis rendah (81 mg per hari) dapat diberikan segera setelah pasien positif hamil.
jantung janin. Heparin dapat diberikan dengan dosis sebagai berikut : Unfractionated
40
heparin (UFH) dapat diberikan 2x5000 iu per hari sub kutan.2,7 Sementara Low
Molecular Weight Heparin (LMWH) seperti enoxoparin dapat diberikan 40 mg per hari
sub kutan. Pemeriksaan kadar trombosit dapat dilakukan tiap minggu dalam 2 minggu
pertama pemberian, namun selanjutnya dapat dipantau tiap 4 minggu sekali untuk
memiliki target untuk mempertahankan aPTT paling tidak 1.5 x kontrol. Untuk
mencegah terjadinya osteopenia, maka dapat diberikan suplemen kalsium dengan dosis
2x600 mg per hari. Penggunaan aspirin harus dihentikan paling tidak 3 minggu sebelum
persalinan. LMWH harus dihentikan paling tidak 5 hari sebelum persalinan, dan diganti
dengan UFH hingga 1 hari sebelum persalinan. Sementara UFH dihentikan paling tidak
7. Tindakan Pembedahan
Kelainan uterus berupa gangguan fusi dan resorbsi dari duktus muller serta
adanya massa abnormal mengganggu kontur dari kavum uteri serta memicu terjadinya
gangguan sirkulasi (mioma uteri, polip endometrium) dapat diatasi dengan melakukan
histeroskopik pada wanita dengan uterus septata dan riwayat lebih dari dua kali
persen setelah pembedahan, dan kehamilan aterm meningkat dari tidak ada menjadi 70
persen.2
41
Untuk sinekia uterus, lisis histeroskopik lebih dianjurkan daripada kuretase. Katz,
dkk (1996) melaporkan 90 wanita dengan sinekia yang pernah mengalami paling tidak 2
kai keguguran atau kematian perinatal kurang bulan atau keduanya. Dengan adhesiolisis,
angka keguguran berkurang dari 79 menjadi 22 persen. Studi-studi lain melaporkan hasil
8. Tindakan Sirklase
9. Antibiotik
Dukungan yang bersifat suportif baik dari pasangan, serta lingkungan sekitarnya
amat bermanfaat untuk memberikan ketenangan bagi pasien yang kadang merasa amat
sedih dan kecewa dengan terjadinya keguguran secara berturut-turut. Tidak jarang
dibutuhkan pula kerjasama dengan seorang ahli yang dapat membangkitkan semangat
Pada kasus keguguran berulang idiopatik (penyebab tidak diketahui) dapat dicoba
untuk melakukan pemberian obat kombinasi secara empirik. Dari suatu penelitian
didapatkan pemberian obat kombinasi ini dapat meningkatkan angka kelahiran hidup
dibandingkan dengan pasien keguguran berulang yang tidak diterapi. Kombinasi obat
42
(didrogesteron (Duphaston®) ), 20 mg per hari hingga usia kehamilan 12 minggu,
Aspirin 80 mg per hari hingga usia kehamilan 28 minggu, dan asam folat 5 mg tiap 2
X. DIAGNOSIS BANDING
95% perdarahan uterus pada kehamilan muda disebabkan oleh abortus, namun perlu
diingat diagnosa banding dari perdarahan pervaginam pada kehamilan muda yaitu : 11
1. Kehamilan ektopik
2. Perdarahan servik akibat epitel servik yang mengalami eversi atau erosi
3. Polip endoservik
4. Mola hidatidosa
XI. KOMPLIKASI
1. Perdarahan (hemorrhage)
2. Perforasi : sering terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh tenaga yang
43
XII. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada etiologi dari abortus spontan sebelumnya, umur pasien, dan
umur kehamilan. Koreksi kelainan endokrin pada wanita dengan abortus habitualis memiliki
prognosis yang baik untuk terjadinya kehamilan yang sukses (> 90%). Pada wanita dengan
etiologi tidak diketahui, kemungkinan mencapai kehamilan yang sukses adalah 40-80%.
Prognosis yang kurang baik bila pada pemeriksaan USG didapatkan tingkat aktivitas jantung
janin kurang dari dari 90 kali per menit, suatu kantung kehamilan berbentuk atau berukuran tidak
normal, dan perdarahan subchorionic yang hebat. Tingkat keguguran secara keseluruhan untuk
pasien di atas 35 tahun adalah 14% dan untuk pasien yang berumur di bawah 35 tahun adalah
7%.15
44