Anda di halaman 1dari 5

Recurrent Early Pregnancy Loss

Abortus spontan atau keguguran merupakan terminasi involunter pada usia kehamilan kurang dari 20
minggu (sejak hari terakhir siklus menstruasi) atau berat janin kurang dari 500 gram. Jika terjadi pada
usia kehamilan lebih dari 20 minggu dianggap sebagai kematian janin dalam rahim (KJDR) dan kelahiran
premature, serta secara umum penyebabnya berbeda dengan yang terjadi pada awal kehamilan.

Secara historis, keguguran berulang atau abortus habitualis didefinisikan sebagai keguguran spontan
yang terjadi 3 kali atau lebih secara berturut-turut. Teori yang popular pada tahun 1930-an dan 1940-an
menyatakan bahwa resiko abortus spontan meningkat secara progresif pada keguguran yang berulang
berturut-turut. Perhitungan tersebut berdasarkan asumsi oleh Malpas dan kemudian oleh Eastman
menyatakan bahwa 3 kali keguguran berturut-turut merupakan predisposi dari kejadian abortus dan
meningkatkan risiko terjadinya abortus spontan pada kehamilan berikutnya hingga 73-84%. Bertahun-
tahun kemudian, berdasarkan observasi empiric pada studi klinis menyatakan bahwa risiko terjadinya
keguguran setelah 3 kali keguguran sesungguhnya jauh lebih rendah dari yang diprediksikan (30-45%)
dan berubah tergantung jumlah bayi lahir hidup sebelumnya (tidak ada, 40-45%; satu atau lebih, sekitar
30%).

Risiko Keguguran Berulang pada Wanita Muda

Jumlah Keguguran Sebelumnya % Risiko Keguguran pada


Kehamilan Berikutnya
Wanita yang memiliki paling 0 12%
sedikit 1 bayi lahir hidup
1 24%
2 26%
3 32%
4 26%
6 53%
Wanita yang tidak memiliki 1 2 atau lebih 40-45%
pun bayi lahir hidup

Tidak ada jumlah keguguran yang spesifik atau kritera yang jelas untuk mengevaluasi keguguran
berulang atau untuk menentukan batasan penelitian. Kesimpulan sangat bersifat individual dan perlu
mempertimbangkan usia pasangan, waktu dan lingkungan yang mempengaruhi kejadian keguguran,
bagian dari individu dan riwayat medis keluarga, serta tingkat kecemasan pasangan suami istri. Saat ini,
abortus habitualis (keguguran berulang) biasanya didefinisikan sebagai 3 kali atau lebih keguguran
(meski tidak berturut-turut). Kebanyakan juga mempertimbangkan kondisi klinis dan penatalaksanaan
yang tepat pada padangan dengan 2 kali keguguran berturut-turut, terutama jika ditemukan kondisi-
kondisi berikut:

- Aktivitas jantung embrio didapatkan sebelum terjadinya keguguran


- Kariotipe yang normal pada hasil konsepsi sebelum adanya keguguran
- Usia pasangan lebih dari 35 tahun
- Infertilitas

Mayoritas dari seluruh kejadian keguguran merupakan akibat dari abnormalitas kromosom yang terjadi
pada sel telur, sperma, atau selam perkembangan awal embrio atau merupakan kejadian acak/random.
Bahkan keguguran berulang dapat terjadi secara sendirinya, namun beberapa padangan yang terkena
memiliki faktor predisposisi. Diantara semua faktor yang mempengaruhi, penyebab yang pasti (tidak
terbantahkan) dari keguguran berulang adalah faktor genetic (translokasi keseimbangan kromosom
yang terjadi pada pasangan suami istri, usia maternal meningkatkan prevalensi oosit aneuploid),
kelainan anatomi (kelainan kongenital dan abnormalitas yang didapat dalam uteri), atau faktor
imunologi (komplikasi trombotik dari sindrom antifosfolipid). Alloimunopatoogi, trombofilia yang
diwariskan (Factor V Leiden dan lain-lain), endokrinopati (gangguan tiroid, diabetes, defisiensi fase
luteal), infeksi (mikoplasma genital), serta pengaruh lingkungan (asap rokok, pengguna alkohol berat
atau konsumsi kafein) berpengaruh namun belum pasti menyebabkan keguguran berulang. Bahkan
setelah evaluasi yang komprehensif, keguguran berulang masih belum dapat terjelaskan dengan baik
pada lebih dari setengah pasangan suami istri yang terkena.

Pada semua pasangan yang menderita keguguran berulang, edukasi dapat memberikan perspektif yang
penting; kebanyakan pasangan suami istri menerima anjuran evaluasi untuk mengidentifikasi faktor
predisposisi. Jika ditemukan penyebab yang mungkin, konseling dan penatalaksanaan khusus dapat
meningkatkan prognosis pada keberhasilan kehamilan. Jika tidak ditemukan penyebab spesifik,
dukungan dan dorongan semangat sangat berharga.

EPIDEMIOLOGI

Keguguran atau abortus merupakan kejadian yang sangat sering dijumpai, bahkan lebih banyak dari
kebanyakan pasangan suami istri sadari. Hampir seluruh konsepsi dengan kromosom abnormal
mengalami abortus spontan, kebanyakan sebelum usia kehamilan 10 minggu, dan lebih dari 90%
konsepsi dengan kariotipe normal berlanjut. Sehingga keguguran dapat dipandang sebagai proses
seleksi alami untuk control kualitas janin. Meski keguguran sering dijumpai, dianggap normal, dan tidak
dapat dihindari pada kebanyakan kasus, namun tidak dapat menyembuhkan luka emosional yang
tertinggal akibat kejadian keguguran ataupun menyingkirkan anxietas yang dirasakan pasangan suami
istri ketika mempertinbangkan kehamilan berikutnya, meskipun begitu perspektif yang akurat sangat
penting dan sangat membantu.

INSIDENS

Secara umum, hampir 12-15% dari kehamilan yang diketahui secara klinis berakhir dengan
keguguran/abortus spontan pada usia kehamilan antara 4 sampai 20 minggu. Namun angka keguguran
yang sesungguhnya, termasuk yang diketahui secara klinis maupun yang tidak diketahui atau
tersembunyi, 2 sampai 4 kali lebih besar, bergantung pada usia. Suatu studi yang cermat wanita muda
dengan siklus normal yang mencoba hamil menunjukkan bahwa seringkali hormone hCG terdeteksi
sementara di urin wanita yang tidak menyadari bahwa mereka telah hamil dan keguguran. Tidak kurang
dari 30% dan sebanyak 60% dari seluruh konsepsi mengalami abortus dalam 12 minggu pertama
kehamilan, dan sekurang-kurangnya setengah dari kasus keguguran tidak diketahui. Keguguran yang
terjadi bahkan sebelum menstruasi pertama yang terlewati merupakan hal yang substansial.
Kebanyakan keguguran yang diketahui terjadi sebelum usia kehamilan 8 minggu, dan relatif sedikit
terjadi setelah 12 minggu.

Lahir Hidup
25%

Keguguran Kehamilan Klinis


12-15%

Keguguran Pada Hamil Muda 30% Pre-Klinis

Kegagalan Implantasi 30%


FERTILISASI

Banyak penelitian menunjukkan bahwa risiko keguguran spontan bergantung pada riwayat obstetric
sebelumnya. Pada umumnya, wanita dengan kehamilan pertama, wanita yang kehamilan lainnya
diterminasi secara elektif, dan wanita yang kehamilan terakhirnya berhasil memiliki risiko yang relative
rendah untuk mengalami abortus spontan (4-6%). Sebaliknya, wanita yang kehamilan terakhirnya
berakhir dengan keguguran memiliki risiko tinggi keguguran pada kehamilan selanjutnya. Secara
bersamaan, bukti yang tersedia menunjukkan bahwa risiko keguguran meningkat seiring dengan jumlah
keguguran, namun secara bertahap. Secara umum, risikonya masih kurang dari 40% setelah 4 kali
keguguran sebeumnya dan tidak lebih dari sekitar 50% bahkan dengan 6 kali atau lebih keguguran; risiko
dapat meningkat pada wanita dengan keguguran berulang dan tidak memiliki bayi yang lahir hidup.

Independen dari riwayat obstetri terdahulu, risiko abortus spontan yang diketahui secara klinis
meningkat sesuai usia. Risiko relative lebih rendah sebelum usia 30 tahun (7-15%) dan hanya sedikit
lebih tinggi pada wanita usia 30-34 (8-21%), nmun kemudian menungkat tajam pada usia 35-39 (17-28%)
serta wanita usia 40 atau lebih (34-52%). Pada wanita dengan riwayat keguguran sebelumnya,
pertambahan usia meningkatkan risiko yang berhubungan dengan keguguran sebelumnya; risiko
keguguran pada wanita usia lebih dari 40 tahun (52%) lebih dari dua kali dari wanita usia di bwah 30
tahun (25%). Jika kehamilan yang ditemukan dan yang tersembunyi keduanya dihitung, total keguguran
pada wanita hamil usia lebih dari 40 tahun dapat mencapai atau melebihi 75%.

Pada kesimpulannya, hampir 12-15% dari seluruh kehamilan yang ditemukan secara klinis berakhir
dengan keguguran, namun insidens yang sebenarnya dari kejadian keguguran, termasuk keguguran
pada hamil muda, berkisar 2-4 kali lebih tinggi (30-60%). Risiko keguguran meningkat sesuai dengan
jumlah keguguran sebelumnya namun jarang melebihi 40-50%. Risiko keguguran juga meningkat sesuai
dengan umur ibu, cukup meningkat di atas usia 35 tahun dan meningkat tajam setelah usia 40 tahun.

Nilai Prognostik dari Pemeriksaaan USG Transvaginal

Pemeriksaan rutin sejak awal kehamilan menunjukkan bahwa risiko keguguran menurun seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan. Risiko keguguran menurun secara progresif setelah pemeriksaan kantong
kehamilan (12%), yolk sac (8%), dan bertambahnya crown-rump length (panjang kepala-bokong) embrio
(lebih dari 5mm, 7%; 6-10 mm, 3%; greater than 10 mm, kurang dari 1%). Pemeriksaan aktivitas jantung
embrio (pada sekitar 6 minggu kehamilan) merupakan perkembangan yang penting dan indikator
prognostik yang baik karena kebanyakan kehamilan dengan prognosis buruk mengalami kegagalan
sebelum waktu tersebut, namun nilai prediktif ini tergantung pada riwayat obstetric terdahulu, klinis,
dan usia. Pada wanita normal maupun wanita infertile yang tanpa gejala, tampaknya aktivitas jantung
embrio menurunkan risiko keguguran dari risiko umum dari 12-15% hingga antara 3% sampai 5%. Pada
wanita yang memiliki riwayat obstetric terdahulu dengan keguguran berulang, tingkat keguguran setelah
deteksi aktivitas jantung embrio masih lebih tinggi 3 hingga 5 kali (15-25%). Pada wanita yang terancam
abortus, aktivitas jantung yang dapat ditunjukkan juga merupakan indikator prognostic yang baik (15%
risiko keguguran), namun insiden keguguran berikutnya meningkat jika terdapat temuan USG abnormal
lain (munculnya aktivitas jantung yang lambat, ketidaksesuaian ukuran/tanggal, hematoma subkorionik).
Pada akhirnya, nilai prognostik dari aktivitas jantung embrio menurun seiring dengan bertambahnya usia
maternal; sebaliknya risiko keguguran berikutnya menurun (kurang dari 5%) pada wanita usia 35 tahun
ke bawah, dan 2 sampai 3 kali lebih tinggi (hampir 10%) pada wanita usia 36-39 tahun, dan meningkat 3
kali lipat (29%) pada wanita usia 40 tahan ke atas.

Faktor Genetik

Hampir seluruh abortus spontan merupakan akibat dari abnormalitas kromosom pada embrio atau
janin. Beberapa studi pada kasus abortus dengan jumlah yang banyak menunjukkan bahwa pada hampir
50% keguguran di trimester pertama, 30% trimester kedua, dan pada 3% KJDR merupakan abnormalitas
kromosom.

Secara umum, trisomi autosomal meruoakan abnormalitas atau kelainan yang paling sering dijumpai
(biasanya melibatkan kromosom 13-16, 21, atau 22), diikuti oleh monosomi X (45,X) dan poliploidi. Di
antara wanita dengan riwayat abortus berulang, abortus dengan kromosom normal (euploid) lebih
sering dijumpai, khususnya pada wanita usia 35 tahun ke bawah. Distribusi abnormalitas kromosom
yang diteliti pada wanita dengan abortus berulang sebaliknya tida memiliki perbedaan dengan yang
terlihat pada populasi umum jika dikasifikasikan berdasarkan usia maternal ataupun usia gestasional.
Kecenderungan abortus euploid meningkat sebanding dengan jumlah keguguran sebelumnya dan
setelah abortus sebelumnya memiliki kariotipe yang normal.

Abnormalitas Kromosom Kongenital


Mayoritas hasil konsepsi dengan kromosom abnormal merupakan peluang dari bertemunya 1 gamet
normal dan 1 gamet aneuploid atau dari nondisjunction selama perkembangan awal embrio. Namun, 4-
8% pasangan dengan abortus berulang, seseorang atau pasangannya harbor abnormalitas kromosom
yang ditandai meningkatkan kemungkinan konspesi dengan ketidakseimbangan kromosom.

Anda mungkin juga menyukai