Anda di halaman 1dari 7

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Fisiologi Kerja


Fisiologi kerja adalah ilmu untuk mempelajari fungsi organ tubuh
manusia yang dipengaruhi oleh otot. Fungsi utama pada fisiologi adalah sistem
yang mengizinkan setiap individu untuk bekerja tanpa dipengaruhi kelelahan
yang berlebihan sehingga saat pekerjaan berakhir setiap individu tidak hanya
dapat memulihkan diri dari kelelahan fisik tetapi dapat juga menikmati
kegiatan saat setiap individu tidak bekerja (Kodrat, 2013, p. 187).
Dalam ilmu fisiologi terdapat batasan metabolic stress dan fatigue yang
berhubungan dengan beban pekerjaan angkat yang berulang-ulang. Jenis
pekerjaan angkat yang berulang-ulang membutuhkan lebih banyak energy
expenditure yang tidak boleh melebihi kapasitas energi pekerja. Batas
maksimum energy expenditure untuk pekerjaan angkat adalah 2,2-4,7
kkal/menit (Kodrat, 2013, p. 188).
Pengukuran konsumsi energi untuk energy expenditure dapat dihitung
dengan menggunakan konsumsi oksigen dan detak jantung. Mengkonsumsi 1
liter oksigen (1000 cc) sama dengan 4,8 kkal energi. Konsumsi oksigen akan
meningkat secara linier sesuai dengan beban kerja yang dialami. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin berat beban kerja yang dialami maka akan
semakin meningkat penyerapan oksigen. Dalam pekerjaan ringan detak jantung
lebih cepat naik dan menjadi konstan selama pekerjaan berlangsung. Ketika
pekerjaan berhenti, detak jantung kembali normal dalam beberapa menit.
Semakin berat pekerjaan maka akan semakin besar energi yang dikonsumsi
(Khan, 2010, pp. 64-72).
Heart rate during the work

Energy consumption with increasing


stress
Sumber : (Khan, 2010, p. 71)
Gambar 2.1 Relasi antara Konsumsi Energi dengan Meningkatnya Stress dan
Detak Jantung Saat Bekerja

Secara fisiologis, detak jantung digunakan untuk mengestimasi konsumsi


energi yang didasarkan asumsi persamaan linier antara detak jantung dan
konsumsi oksigen. Pengukuran konsumsi energi lebih mudah dihitung melalui
pengukuran denyut jantung. Konsumsi energi yang dikeluarkan pada setiap
individu berbeda yang disebabkan oleh berat badan, lemak, umur, jenis
kelamin, dan kondisi lingkungan (Hills dkk., 2014, pp. 4-5).

5
6

Alat yang digunakan untuk mendukung hasil dari perhitungan konsumsi


energi adalah alat Heart Rate dengan tipe Beurer PM25. Alat ini dapat
memberikan data seperti heart rate maximum dalam bpm, heart rate average
dalam bpm, jumlah kalori yang terbakar (kkal), dan jumlah lemak yang
berkurang (gram). Data yang telah dikumpulkan diolah menjadi waktu istirahat
yang dibutuhkan oleh setiap pekerja dan rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut (Freivalds & Niebel., 2009, p. 155):
R = (W-5,33)/(W-1,33)
Di mana:
R = waktu yang dibutuhkan untuk istirahat (menit)
W = rata-rata energi yang dikeluarkan selama bekerja (kkal/menit)

2.2 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


K3 merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mengatasi potensi
bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang mungkin terjadi (Sanjaya
dkk., 2012, p. 1). Keselamatan dan kesehatan kerja melibatkan pengembangan
kebijakan dan prosedur yang membantu pekerja dengan mencegah mereka dari
terluka atau menjadi sakit karena bahaya di tempat kerja. Keselamatan dan
kesehatan kerja juga merupakan bidang di mana para profesional berusaha
untuk mencegah kerugian bencana dan juga peduli dengan meningkatkan
kualitas organisasi dan efisiensi (Friend & Kohn, 2010, p. 2).
Safety & health merupakan isu yang sangat penting mengingat risiko
kerja yang dapat terjadi di tempat kerja. OSHA (Occupational Safety and
Health Administration) dan NIOSH (National Institute for Occupational Safety
and Health) merupakan organisasi-organisasi yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan kerja. Metode yang
digunakan untuk mengukur kesehatan dan keselamatan kerja adalah NIOSH
atau yang lebih dikenal RWL (Recommended Weight Limit) dan metode
REBA.
Komponen perubahan persamaan NIOSH terdiri dari konstanta beban
dan faktor-faktor pengali yaitu pengali horizontal, faktor pengali vertikal,
faktor pengali jarak, faktor pengali frekuensi, faktor pengali asimetri, faktor
pengali kopling, dengan rumus sebagai berikut (Soleman, 2011, pp. 87-88):

Keterangan:
1. LC (Lifting Constanta) = konstanta pembebanan
2. HM (Horizontal Multiplier) = faktor pengali horizontal
3. VM (Vertical Multiplier) = faktor pengali vertikal
4. DM (Distance Multiplier) = faktor pengali perpindahan
5. AM (Asymmetric Multiplier) = faktor pengali asimetrik
6. FM (Frequency Multiplier) = faktor pengali frekuensi
7. CM (Coupling Multiplier) = faktor pengali kopling (handle)
Dengan catatan:
1. H = Jarak horizontal posisi tangan yang memegang beban dengan titik
pusat tubuh
2. V = Jarak vertikal posisi tangan yang memegang beban terhadap lantai
3. D = Jarak perpindahan beban secara vertikal antara tempat asal sampai
tujuan
4. A = Sudut simetri putaran yang dibentuk antara tangan dan kaki
7

Berikut ini merupakan tabel faktor pengali frekuensi dan tabel kriteria kopling:

Tabel 2.1 Faktor Pengali Frekuensi


Lama Waktu Kerja
Frekuensi ≤ 1 jam ≤ 2 jam ≤ 8 jam
Angkatan/menit V <75 V ≥75 V <75 V ≥75 V <75 V ≥75
0,20 1,00 1,00 0,95 0,95 0,85 0,85
0,50 0,97 0,97 0,92 0,92 0,81 0,81
1 0,94 0,94 0,88 0,88 0,75 0,75
2 0,91 0,91 0,84 0,84 0,65 0,65
3 0,88 0,88 0,79 0,79 0,55 0,55
4 0,84 0,84 0,72 0,72 0,45 0,45
5 0,80 0,80 0,60 0,60 0,35 0,35
6 0,75 0,75 0,50 0,50 0,27 0,27
7 0,70 0,70 0,42 0,42 0,22 0,22
8 0,60 0,60 0,35 0,35 0,18 0,18
9 0,52 0,52 0,26 0,26 0,00 0,15
10 0,45 0,45 0,00 0,23 0,00 0,13
11 0,41 0,41 0,00 0,21 0,00 0,00
12 0,37 0,37 0,00 0,00 0,00 0,00
13 0,00 0,34 0,00 0,00 0,00 0,00
14 0,00 0,31 0,00 0,00 0,00 0,00
15 0,00 0,28 0,00 0,00 0,00 0,00
>15 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Sumber: (Soleman, 2011, p. 89)

Tabel 2.2 Kriteria Kopling


Coupling Multiplier
Coupling Type V > 30 inches V > 30 inches
(75 cm) (75 cm)
Good 1,00 1,00
Fair 0,95 1,00
Poor 0,90 0,90
Sumber: (Soleman, 2011, p. 89)

Setelah NIOSH diketahui, dapat dihitung LI (Lifting Index), dengan


rumus perhitungan (Soleman, 2011, p. 89):

Apabila,
1. Jika LI > 1, berat beban yang diangkat melebihi batas pengangkatan yang
direkomendasikan maka aktivitas tersebut mengandung risiko cedera tulang
belakang.
2. Jika LI < 1, berat beban yang diangkat tidak melebihi batas pengangkatan
yang direkomendasikan maka aktivitas tersebut tidak mengandung risiko
cedera tulang belakang.
8

NIOSH multi-task lifting job analysis merupakan sebuah metode yang


digunakan untuk perhitungan RWL dan LI pada kondisi pengangkatan yang
repetitif dan jarak pengangkatan yang berubah-ubah, baik secara vertikal
maupun horizontal. Berikut merupakan persamaan untuk menghitung nilai CLI
menggunakan metode multi-task lifting job analysis (Lu dkk., 2011, p. 178):
FIRWL = LC HM VM DM AM CM
STRWL = FIRWL FM
FILI = L/ FIRWL
STLI = L/ STRWL

CLI =
Keterangan:
FIRWL = Frequency Independent RWL
STRWL = Single Task RWL
FILI = Frequency Independent LI
L = Nilai Beban Maksimum
STLI = Single Task LI
CLI = Composite Lifting Index

Untuk melakukan perhitungan multi-task, terdapat beberapa langkah


dalam pelaksanaannya, yaitu:
1. Hitung nilai FIRWL dan FILI, dengan nilai FM = 1
2. Hitung nilai STRWL dan STLI untuk tiap kegiatan.
3. Urutkan tingkat pekerjaan berdasarkan nilai STLI, dimulai dari nilai yang
paling besar hingga terkecil.
4. Mengikuti urutan yang baru, ambil nilai STLI yang terbesar, lalu tambahkan
dengan nilai ∆FILI setiap kegiatan.
Setelah nilai CLI didapatkan, nilai tersebut diposisikan dengan rentang
nilai yang dijadikan ketetapan dalam pengukuran kinerja menggunakan metode
NIOSH multi-task analysis, terdapat tiga ketentuan:
1. Jika nilai CLI < 1,0, maka kegiatan tersebut berada di batas aman dan
perbaikan sikap kerja belum diperlukan.
2. Jika nilai CLI berada di antara 1,0 dan 3,0, maka perlu adanya perbaikan
dalam melakukan kegiatan tersebut, baik dari sikap kerja maupun dari
lingkungan kerja, namun tidak perlu dilakukan dengan sesegera mungkin.
3. Jika nilai CLI > 3,0, maka perbaikan dalam melakukan pengangkatan
tersebut sangat perlu dilakukan sesegera mungkin.
Alat yang berguna untuk mengukur risiko yang terkait tugas penanganan
material adalah REBA (Rapid Entire Body Assessment). REBA adalah alat
standar yang digunakan untuk menilai postur yang berbeda untuk risiko relatif
terhadap perkembangan MSDs (Musculoskeletal Disorder). REBA juga dapat
menjadi alat yang berguna untuk menganalisis risiko yang terkait fisik dalam
berbagai posisi (Hollins & Stubbs, 2011, p. 261). Musculoskeletal Disorder
(MSDs) atau gangguan muskuloskeletal adalah cedera dari muskuloskeletal
dan saraf sistem yang mempengaruhi otot, saraf, tendon, sarung tendon, dan
tulang. Gangguan muskuloskeletal dapat disebabkan oleh tugas yang berulang,
pengerahan tenaga kuat, getaran, kompresi mekanik (menekan permukaan
keras), atau berkelanjutan atau posisi canggung (Parks dkk., 2012, p. 39).
9

Selain metode NIOSH dan REBA, metode ketiga yang digunakan adalah
metode biomekanika L5/S1. Biomekanika dari gerakan manusia adalah ilmu
yang menyelidiki, menggambarkan, dan menganalisis gerakan-gerakan
manusia. Mekanika dalam tubuh mengikuti hukum Newton mengenai gerak,
kesetimbangan gaya, dan kesetimbangan momen (Muslimah dkk., 2009, p. 81).
Pada model ini, momen yang diukur pada tulang belakang adalah pada
ruas L5/S1 (ruas sendi antara tulang lumbar ke-5 dan sakrum ke-1). Ruas
L5/S1 dipilih karena merupakan salah satu bagian tubuh yang paling kritis dan
mendapatkan beban yang tinggi saat pengangkatan dengan posisi umum agak
membungkuk.

Sumber: (Helianty dkk., 2012, p. 60) Sumber: (Helianty dkk., 2012, p. 60)
Gambar 2.2 Struktur Tulang Belakang Gambar 2.3 Cedera yang Terjadi Pada
Tulang Belakang

Iridiastadi & Yassierli (2014) mengatakan bahwa, “Kriteria aman suatu


aktivitas bergantung pada besarnya gaya tekan dan gaya geser yang
ditimbulkan pada tulang belakang. Para ahli merumuskan 2 kriteria
pengangkatan yang aman, yakni dan .” (p.
84). Rumus yang diaplikasikan dalam metode ini, yaitu (Iridiastadi & Yassierli,
2014, pp. 85-86):
a.
b.
c.
Gaya yang dihasilkan dari pekerjaan mengangkat material dengan
menggunakan alat bantu perlu dibandingkan lagi terhadap batasan angkat
normal (the action limit) yang direkomendasikan oleh NIOSH. The National
Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) merekomendasikan dua
batasan untuk menghindari risiko cedera pada saat aktivitas pekerjaan manual,
yaitu (Helianty dkk., 2012, p. 59):
a. Maximum Permissible Limit (MPL)
Batasan gaya angkat maksimum yang direkomendasikan adalah berdasarkan
Gaya Tekan sebesar 6.400 Newton pada L5/S1.
b. Action Limit (AL)
Batasan gaya angkat normal yang direkomendasikan adalah berdasarkan
pada Gaya Tekan sebesar 3.400 Newton pada L5/S1.
10

2.3 Alat Penanganan Material


Sistem penanganan material merupakan transportasi bahan baku
otomatis, produk setengah jadi, dan barang jadi antara lokasi yang berbeda dari
sistem manufaktur. Solusi transportasi konvensional didasarkan pada truk baik
bertenaga maupun tidak, ban berjalan, konveyor vertikal, robot penanganan
material, dan Automated Guided Vehicles (AGVs) (Babic dkk., 2012, p. 25).
Penanganan material termasuk gerak, waktu, tempat, jumlah, dan
keterbatasan tempat. Pertama, penanganan material harus memastikan bahwa
bagian-bagian, bahan baku, bahan dalam proses, produk jadi, dan persediaan
dipindahkan secara berkala dari satu lokasi ke lokasi lain. Kedua, karena setiap
operasi memerlukan bahan dan perlengkapan pada waktu tertentu, penanganan
material memastikan bahwa tidak ada proses produksi atau pelanggan
terhambat oleh salah satu awal atau akhir kedatangan bahan. Ketiga,
penanganan material harus memastikan bahwa bahan-bahan yang dikirim ke
tempat yang benar. Keempat, penanganan material harus memastikan bahwa
bahan-bahan dikirim ke setiap lokasi tanpa kerusakan dan dalam jumlah yang
tepat. Akhirnya, penanganan material harus mempertimbangkan penyimpanan,
ruang, baik sementara atau tidak aktif (Freivalds & Niebel, 2009, pp. 98-99).
Mekanisasi penanganan material biasanya bertujuan untuk mengurangi
biaya tenaga kerja, mengurangi kerusakan bahan, meningkatkan keselamatan,
meredakan kelelahan, dan meningkatkan produksi. Namun, perawatan harus
dilakukan dalam memilih peralatan dan metode yang tepat. Standarisasi
peralatan penting karena dapat membantu menyederhanakan pelatihan
operator, memungkinkan pertukaran peralatan, dan membutuhkan perbaikan
yang lebih sedikit pada bagian tertentu (Freivalds & Niebel, 2009, p. 100).
Pengaplikasian penanganan material harus dilengkapi dengan
perancangan sistem kerja. Perancangan sistem kerja adalah suatu ilmu yang
terdiri dari teknik dan prinsip untuk mendapatkan rancangan terbaik dari sistem
kerja yang bersangkutan. Sutalaksana berpendapat bahwa teknik dan prinsip ini
digunakan untuk mengatur komponen sistem kerja yang terdiri dari manusia
dengan sifat dan kemampuannya, bahan, perlengkapan, dan peralatan kerja
serta lingkungan kerja sedemikian rupa sehingga dicapai tingkat efektivitas dan
efisiensi yang tinggi bagi perusahaan yang aman, sehat, dan nyaman (Parwati
& Sugandi, 2011, p. 64). Perancangan sistem kerja berkaitan erat dengan alur
kerja di mana alur kerja berkaitan dengan otomatisasi prosedur di mana
dokumen, informasi atau tugas lewat di antara peserta sesuai dengan
seperangkat aturan yang ditetapkan untuk mencapai, atau berkontribusi, tujuan
bisnis secara keseluruhan (Al-Fedaghi dkk., 2012, p. 560). Berikut ini
merupakan model alur kerja, yaitu:
11

Accept

Arrive Process Release

Transfer

Diadaptasi dari: (Al-Fedaghi dkk., 2012, p. 562)


Gambar 2.4 Model Alur Kerja

2.4 Regresi Linear Berganda


Pada saat ini pengertian regresi mengacu pada teknik pemodelan
statistika antar hubungan 2 variabel: variabel dependen yang disebut variabel Y
dan variabel independen yang disebut variabel X. Ketika pemodelan yang
terjadi di antara 2 variabel yaitu variabel X dan variabel Y disebut regresi
linear sederhana sedangkan ketika pemodelan terjadi pada 1 variabel Y dan
sejumlah variabel X maka disebut regresi linear berganda (Aczel-
Sounderpandian, 2008, p. 409). Pada laporan tugas akhir ini, digunakan regresi
linear berganda untuk mendukung aplikasi SEE Calculator pada metode
Fisiologi Kerja.
Persamaan yang digunakan dalam regresi linear berganda adalah (Aczel-
Sounderpandian, 2008, p. 469):

di mana adalah intercept pada permukaan regresi dan setiap , i = 1,…,k,


adalah kemiringan dari permukaan regresi.
Asumsi pemodelan yang diterapkan, yaitu (Aczel-Sounderpandian, 2008,
p. 469):
1. Untuk setiap observasi, konsep error harus berdistribusi normal dengan
rata-rata 0 dan standar deviasi σ dan bersifat independen terhadap observasi
lain. Persamaan yang dimaksud adalah
untuk semua j = 1,2,…,n
bersifat independen terhadap error lainnya.
2. Dalam konteks analisis regresi, variabel dianggap memiliki jumlah yang
tetap, meskipun dalam konteks analisis korelasi, variabel adalah variabel
acak. Dalam kasus apapun, variabel bersifat independen terhadap konteks
error . Ketika mengasumsikan memiliki jumlah yang tetap, diasumsikan
bahwa terdapat k pada variabel dan hanya keacakkan pada variabel Y
yang berasal dari konteks error .

Anda mungkin juga menyukai