Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TB PARU


DI RUANG C3 PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG

DISUSUN OLEH :
TRI WAHYUNI
1.1.10341

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEMARANG


POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
2006
TB PARU

A. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TBC (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman
TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
(Depkes RI. 2002).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan basil
Myobacterium Tuberculosis, atau basil teuberkel yang bersifat tahan asam.
(dr. Jan Tambayong. 2000).
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
Mycobacterium tuberculosis, kuman batang tahan asam ini dapat
merupakan organisme patogen maupun saprofit. ( Sylvia A. Price, 1995 :
753 ).
Tuberkulosis ( TB ) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian
tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe.
(Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare,2002 : 584 ).
Tuberkulosis ( TB ) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh Mycobacterium Tuberkulosis dengan gejala yang sangat bervariasi.
( Arif Mansjoer, et all, 1999 : 472 ).
Tuberculosa Paru adalah penyakit menular yang dapat menyerang
siapa saja Di Indonesia merupakan penyebab kematian no. 2(
www.dinkes.com )

B. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-
0,6/Um. Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae complex
adalah :
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.
Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga
disebut asam bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering
maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari
es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant, tertidur lama selama
bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif
lagi.
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni
dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah
kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid.
(Asril Bahar. 2001)
Pada tahun 1974 American Thoracic Society dikutip oleh Asril Bahar
( 2001 ) memberikan klasifiksi baru yang diambil berdasarkan aspek
kesehatan masyarakat.
 Kategori 0 : Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat
kontak negatif, tes tuberkulin negatif.
 Kategori I : Terpajan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di
sini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
 Kategori II : Terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberrkulit
positif, radiologis dan sputum negatif.
 Kategori III : Terinfeksi tuberkulosis dan sakit.
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan
kelainan klinis, radiologis, dan mikrobiologis :
 Tuberkulosis paru
 Bekas tuberkulosis paru
 Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam :
a. Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Di sini sputum BTA
negatif, tetapi tanda-tanda lain positif.
b. Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati. Di sini sputum
BTA negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan..
Dalam 2-3 bulan, Tb tersangka ini sudah dipastikan apakah
termasuk ( aktif ) atau bekas Tb paru. Dalam klasifikasi ini perlu
dicantumkan :
 status bakteriologi :
- Mikroskopik sputum BTA ( langsung )
- Biakan sputum BTA
 status radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberkulosis paru.
 status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis.
WHO 1991 dikutip oleh Asril Bahar ( 2001 ) berdasarkan terapi
membagi Tb dalam 4 kategori yakni:
 Kategori I, ditujukan terhadap :
Kasus baru dengan sputum positif
Kasus baru dengan bentuk Tb berat
 Kategori II, ditujukan terhadap :
Kasus kambuh
Kasus gagal dengan sputum BTA positif
 Kategori III, ditujukan terhadap :
Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
Kasus TB ekstra paru selain dari yang di sebut dalam kategori I
 Kategori IV, ditujukan terhadap : TB kronik
C. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet
yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang
yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis
bovin, yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan
limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas
seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat
infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi
hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif
padat dan seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah
yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya
yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda.
Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi
primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn
respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan,
dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.
Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke
dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang
kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke
laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup
sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut bila
peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan
perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi
mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat
menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat
menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang
lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah
kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran
ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh
sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang
biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus
nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk
kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh. (Silvia A.
Price, 1995 : 753-754)

D. Manifestasi Klinis
Gejala utama penderita Tb paru adalah batuk terus menerus dan
berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih. (Depkes RI. 2002).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril
Bahar. 2001):
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah
seterusnya sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam
influenza ini.
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada
tiap penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-
minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang
adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang
pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas,
tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan
napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan
makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan
keringat pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin
lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI. 2002) :


1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada
paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan
sebagainya.
6. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologis (Asril Bahar. 2001).
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang
praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis
umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen
apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian
inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru.
2. Pemeriksaan Laboratorium (Asril Bahar. 2001).
 Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya
kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak
spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi
dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di
bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit
mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah
limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal
lagi.
 Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan.
Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan
evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.

 Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu
sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis,
vaksinasi BCG dan Myobacteria patogen lainnya.
F.Pathway
Droplet mengandung
M. tuberculosis
Terhirup lewat saluran Masuk ke paru Alveoli
pernafasan
Udara tercemar
M. tuberculosis

Hipertermi Panas Proses peradangan Produksi sekret berlebih

Sekret sukar dikeluarkan


Limfadenitis Kelenjar getah bening Tuberkel

Tidak efektif bersihan


Sembuh dengan sarang TB Primer Infeksi primer (Ghon) pada
jalan nafas
Ghon alveoli

meluas Sembuh sempurna Mengalami perkejuan

Bronkogen Hematogen
kalsifikasi

\ Bronkus Bakterimia menghancurkan jar. Sekitar nekrosis perkejuan


Pencairan Mengganggu perfusi &
difusi O2
Jantung Pleura Peritonium Pengkejuan
Perikarditis Pleuritis Asam lambung me aneurisma arteri pulmonalis Suplai O2 kurang
Nyeri dada Batuk darah
Mual, muntah, anoreksia Resti syok Gangguan pertukaran gas
Gangguan rasa nyaman : nyeri Gangguan nutrisi kurang hipovolemik
Dari kebutuhan
F. Pengobatan

Obat anti TB ( OAT )

OAT harus di berikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang

bersifat bakterisida dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan pemberian

OAT antara lain :

membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat

mungkin melalui kegiatan bakterisid.

Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan

dengan kegiatan sterilisasi

Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan

daya tahan imunologis.

Maka pengobatan TB di lakukan 2 fase, yaitu :

a. Fase awal intensif, dengan kegiatan bakterisid untuk

memusnahkan populasi kuman yang membelah dengan cepat.

b. Fase lanjutan, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada

pengobatan jangka pendek atau kegiatan bakteriostatik pada

pengobatan konvesional.

OAT yang biasa digunakan antara lain Isoniazid (INH),rifampisin (R),

pirazinamid ( Z ) dan streptomisin ( S ) yang bersifat bakterisid dan etambuthol

( E ) yang bersifat bakteriostatik.

Penilaian keberhasilan pengobatan didasarkan pada hasil pemeriksan

bakteriologi, radiologi, dan klinis. Kesembuhan TB yang baik memperlihatkan

sputum BTA ( - ), adanya perbaikan radiologi, dan menghilangnya gejala.


Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
kental atau sekret darah
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-
kapiler
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan , pertahanan
primer tidak adekuat, menurunya kerja sillia
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
e. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
f. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. ( 2001 ). Handbook of Nursing Diagnosis, 8th edition.

( Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8 ). Alih Bahasa : Monica

Ester. Jakarta : EGC.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.

Doengoes, Marilynn. E. ( 2000 ). Nursing Care Plans,. Guidelines For

Planning and Documenting Patient Care, 3rd edition. ( Rencana

Asuhan Keperawatan Pedoamn untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 ). Penerjemah : Yasmin

Asih. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif., et all. ( 1999 . Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas

Kedokteran UI: Media Aescullapus Jakarta.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI :

Jakarta.

Price, S. A. ( 1999 ). Pathophysiology Clinical Concept of Disease

Processes, 4th edition. (Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit, edisi 4 ). Alih bahasa : Dr. Peter Anugerah. Jkarta : EGC.


Stark, E. John. 1990. Manual Ilmu Penyakit Paru. Binarupa Aksara :

Jakarta.

Smeltzer, S. C. , Bare B. G. ( 2002 ). Brunner & Suddarth”s Textbooks

of Medical Surgical Nursing,8th edition, Volume 1 .( Buku Ajar

Keperawatan Mediakal Bedah Brunner&Suddarth, edisi 8, volume 1)

Alih Bahasa : Dr. H. Y. Kuncoro, dkk. Jakarta : EGC.

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

www.dinkes.com
Sembuh dengan sarang Ghon
Kuman dormant muncul kembali

Infeksi post primer

Diresobsi kembali( sembuh ) Sarang meluas Sembuh dengan jaringan fibrotik

Membentuk kavitas

Menembus pleura Bersih& sembuh Memadat & membungkus


( efusi pleura ) diri ( tuberkuloma )
Transudat Eksudat

Akumulasi cairan dalam pleura sembuh aktif kembali

Menekan merangsang Tekanan rongga pleura Tekanan struktur abdomen


jaringan. Syaraf batuk

nyeri dada ( pleuritik ) mual, muntah, anoreksia


kolaps paru
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Gangguan rasa
nyaman : nyeri Gangguan perfusi
& difusi O2i
Retaksi dada dan cuping hidung
Gangguan pertukarangas
INTERVENSI
NO DP TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Bersihan Setelah dilakukan 1. Kaji  Penurunan bunyi
jalan tindakan pernafasan: nafas medapat
nafas keperawatan bunyi nafas, menunjukan
tidak selama 1x24 jam kecepatan, atekektaksis.
efektif jalan nafas efektif irama dan Ronkhi, mengi
berhubun dengan kriteria kedalaman dan menunjukan
gan hasil: penggunaan akumulasi sekret,
dengan 1. Tidak ada otot akselerasi penumpukan
akumulasi bunyi nafas sekret membuat
sekret tambahan: penggunaan otot
kental ronkhi akselerasi
atau darah 2. Frekuensi pernafasan.
pernafasan
antara 16-20 2. Catat  Pengeluaran sulit
kali permenit kemampuan bila sekret sangat
untuk tebal, seputum
mengeluarkan berdarah kental
mukosa/ batuk menunjukan
efektif: catat adanya kerusakan
karakter, paru atau luka
jumlah sputum, bronkhial
adanya sehingga dapat
hemoptisis diambil intervensi
lanjut.

3. Berikan pasien  Posisi membantu


semi atau memaksimalkan
fowler tinggi, ekspansi paru dan
bantu pasien menurunkan
untuk batuk upaya pernafasan,
dan latihan ventilasi
nafas dalam maksimal
membuka area
atelektasis dan
meningkatkan
gerakan sekret
kedalam saluran
nafas besar untuk
dikeluarkan.

4. Bersihan sekret  Mencegah


dari mulut dan obstruktif/aspirasi
trakea; ; penghisapan
penghisapan dilakukan bila
sesuai pasien tidak
keperluan mampu
mengeluarkan
sekret
5. Pertahankan  Pemasukan tinggi
masukan cairan cairan membantu
sedikitnya 2500 untuk
ml/hari kecuali mengencerkan
kontra indikasi sekret,
membuatnya
mudah
dikeluarkan.
6. Kolaborasi  Mencegah
pemberian pengeingan
oksigen membran mukosa
inspirasi
7. Kolaborasi  Agen mukolitik
peberian obat menurunkan
agen mukolitik kekentalan dan
contohnya: perlengketan
asetilsistein sekret paru untuk
memudahkan
pembersihan
8. Kolaborasi  Bronkodilator
pemberian meningkatkan
bronkhodilator lumen
(oktrifilin, percabangan
teofilin). Dan trakebronkhial
pemberian sehingga
kortikosteroid memmudahkan
(prednison) udara masuk,
kortikosteroid
berguna pada
adanya
keterlibatan luas
dengan
hipoksemia dan
bila respon
imflamasi
mengancam hidup

 Tb paru
2. Resiko Setelah dilakukan 1. Kaji dispneu, menyebabkan
tinggi tidakan kakipneu, efek luas pada
gangguan keperawatan menurunnya paru dari bagian
pertukara pertukaran gas bunyi nafas, kecil
n gas kembali normal peningkatan bronkhopneumoni
berhubun dengan kriteria upaya a sampai
gan hasil: pernafasan, imflamasi difus
dengan 1. Tidak ada terbatasnya luas, nekrosis,
kerusakan dispneu ekspansi dinding efusi pleura dan
membran 2. Menunjukan dada dan fibrosis luas. Efek
alveoler- perbaikan pada kelemahan pernafasan dapat
kapiler ventilasi dan dari ringan
oksigen jaringan sampai dispneu
adekuat dengan berat sampai
GDA dalam distres pernafasan
rentan normal
3. Bebas dari  Akumulasi
gejala distres 2. Evalusi pada sekret / pengaruh
pernafasan tingkat jalan nafas dapat
perubahan mengganggu
kesadaran, catat oksigenasi organ
sianosis dan vital dan jaringan
atau perubahan
pada kulit,
termasuk
membran
mukosa dan
kuku
 Membuat tahanan
3. Tunjukan/doron melawan udara
g bernafas bibir luar untuk
selama mencegah kolaps/
ekshalasi, penyempitan jalan
khususnya nafas sehingga
untuk pasien mebantu
dengan fibrisis menyebarkan
atau kerusakan udara melalui
parenkim paru dan
menghilangkan /
menurunkan nafas
pendek.

 Menurunkan
4. Tingkatkan tirah konsumsi oksigen
baring/batasi / kebutuhan
aktifitas dan selama periode
bantu aktifitas penurunan
perawatan diri pernafasan dapat
sesuikeperluan menurunkan
beratnya gejala
 Penurunan
5. Kolaborasi kandungan
pemeriksaan oksigen (PaO2)
BGA atau saturasi atau
peningkatan
(PaCO2)
menunjukan
kebutuhan untuk
intervensi/
program terapi
 Untuk
6. Berikan oksigen memperbaiki
tambahan yang hipoksemia yang
sesuai dapat terjadi
sekunder terhadap
penurunan
ventilasi
permukaan
alvioler paru

 Berguna dala
3. Perubaha Setelah dilakukan 1. Catat status mengidentifikasi
n nutrisi tindakan nutrisi, turgor derajad masalah
kurang keperawatan kulit, berat dan pilihan
dari nutrisi pasien badan, riwayat intervensi yang
kebutuha terpenuhi dengan mual muntah tepat
n tubuh kriteria hasil atau diare
berhubun 1. Berat badan  Membantu
gan meningkat 2. kaji makanan memberikan
dengan 2. anoreksi, mual, yang disukai kebutukan
anoreksia, muntah tidak dan yang tidak sehingga
mual,mun terjadi disukai terpenuhi
tah 3. Berat badan pemasukan diit
meningkat
4. anoreksi, mual,  Berguna dalam
muntah tidak 3. Awasi masukan mengukur
terjadi makanan dan keefektifan nutrisi
5. Berat badan pengeluaran dan dukungan
meningkat serta berat cairan
6. anoreksi, mual, badan secara
muntah tidak periodik  Dapat
terjadi 4. selidiki mempengaruhi
anoreksia, mual pemilihan diit
dan muntah
 Membantu
5. Dorong dan menghemat
berikan periode energi khususnya
istirahat sering kebutuhan
metabolik
meningkat saat
demam
Menurunkan rasa
6. berikan tak enak karena sisa
perawatan mulut sputum atau obat
yang merangsang
pusat respirasi untuk
muntah
 Memaksimalkan
7. beri makanan pemasukan nutrisi
sedikit tapiu tanpa kelemahan
sering dengan yang tak perlu/
diit tinggi kebutuhan
protein dan makanana dari
karbohidrat makan makanan
banyak dan
menurunkan
iritasi gaster.

 Membantu pasien
4. Resiko Setelah dilakukan 1. Kaji patologi menyadari atau
tinggi tindakan penyakit dan mematuhi
penyebara keperawatan potensial program
n,aktivasi infeksi tidak penyebaran pengobatan untuk
ulang terjadi dengan infeksi melalui mencegah
berhubun kriteria hasil: droplet udara pengaktifan
gan 1. Mengidentifikas selama batuk, berulang.pemaha
dengan i intervensi bersin, man mengenai
kerusakan untuk meludah, kuman itu
jaringan , mencegah atau tertawa. disebarkan
pertahana menurunkan keorang lain
n primer resiko penyebab  Orang-orang yang
tidak infeksi 2. Identifikasi terpajan ini perlu
adekuat, 2. Menunjukan orang lain yang program terapi
menuruny pola hidup beresiko tertular obat untuk
a kerja untuk mencegah
sillia menunjukan penyebaran
lingkungan infeksi
yang aman  Perilaku yang
3. Anjurkan pada diperlukan untuk
pasien untuk mencegah
batuk, bersin penyebaran
dan dahak pada infeksi
tisu dan
menghindari
meludah dan
teknik mencuci
tangan yang
tepat  Dapat membantu
4. Kaji tindakan rasa terisolasi
kontrol pasien dan
sementara embuang stigma
contoh masker sosial sehubungan
atau isolasi dengan penyakit
pernafasan menular

 Reaksi demam
5. Awasi suhu menunjukan
tubuh sesuai infeksi lanjut
indikasi  Pengetahuan
6. Identifikasi tentang faktor ini
faktor resiko membantu pasien
individu untuk mengubah
terhadap pola hidup dan
pengaktifan menurunkan
berulang insiden
tuberkolusis eksaserbasi
 Periode singkat
7. Tekankan berakhir 2-3 hari
pentingnya agar setelah
tidak berhenti kemoterapi awal
obat dan resiko
penyebaran
pnyakit hingga
sampai 3 bulan
 Alat dalam
8. Kaji pentingnya pengawasan efek,
mengkuti dan keefektipan obat
kultur ulang dan respon pasien
secara periodik
terhadap
sputum untuk
lamanya terapi  Untuk pertahanan
9. Dorong tubuh terhadap
memilih serangan infeksi
makanan
seimbang  INH obat pilihan
10. Kolaborasi untuk infeksi dan
pemberian pada resiko terjadi
antiinfeksi tb. Etambutol
contohnya obat diberikan jika
utama: isoniasid tidak ada
(INH), komplikasi
etambutol terhadap sistem
(Myambutol), syaraf pusat
rifampin
(RMP),  Ini obat sekunder
diperlukan jika
11. pirasinamid, infeksi resisten
para amino terhadap atau
salisik, tidak toleran obat
sikloserin, primer
streptomisin
 Untuk
mengetahui
12. awasi tingkat
pemeriksaan keberhasilan
laboratorium, pengobatan
hasil usap
sputum

 Untuk
mengetahui
5. Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat
tindakan kemampuan pemahaman klien
Kurang keperawatan klien mengenai tentang
pengetahu selama 1x 30 penyakitnya penyakitnya
an pasien tahu
mengenai tentang  Dapat
kondisi, kondisinya menunjukan
aturan dengan kriteria 2. identifikasi kemampuan atau
tindakan hasil: gejala yang pengaktifan ulang
dan 1. menyatakan harus dilaporkan penyakit atau obat
pencegah pemahaman ke perawat yang memerlukan
an proses penyakit tidak lanjut
berhubun  Meningkatkan
gan kerja sama dalam
dengan 3. jelaskan dosisi program dan
kurangny obat, frekuensi, pencegahan
a kerja yang penghentian obat
informasi diharapkan dan sesuai perbaikan
yang alasan kondisi klien
diterima pengobatan  Mencegah/
lama menurunkan
4. kaji potensial ketidaknyamanan
efek samping sehubungan
pengobatan dengan terapi dan
contoh mulut peningkatan
kering, kerjasama dalam
konstipasi, sakit program
kepala  Kombinasi INH
dan alkohol
5. tekankan agar menunjukan
pasien tidak insiden hepatitis
minum alkohol  Dapat
meningkatkan
6. anjurkan pasien disfungsi
agar tidak pernafasan
merokok  Pengetahuan
dapat
7. kaji bagaimana menurunkan
tb ditularkan resiko penularan
ulang dan
penularan
terhadap keluarga
dan orang lain

Anda mungkin juga menyukai