Anda di halaman 1dari 23

BAB II

DISKRIPSI PROSES

2.1 Spesifikasi Bahan Baku dan Produk

2.1.1 Spesifikasi Bahan Baku

Bahan baku utama yang digunakan pada produksi pembuatan


ammonia adalah batubara, udara dan air

1. Batubara
Potensi sumberdaya datu bara di Indoesia sangat melimpah,
terutama di pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di
daerah lainya dapat dijumpai batu bara walaupun dalam jumlah kecil
dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat,
Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.
Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya
adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan
organic, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk mela,ui
proses pembatubaraan. Unsur utama dalam batubara adalah karbon,
dan unsur-unsur pendukung lainnya adalah hydrogen dan oksigen.
Batubara adalah juga batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika
dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai
bentuk. Batubara memiliki 5 kelas yaitu antrasit, bituminous, sub
bituminous, lignit dan gambut. Yang digunakan dalam proses ini
adalah batubara dengan kelas sub bituminous. Hal itu diarenakan sub
bituminous memiliki rantai C yang pendek dan memiliki sedikit
unsur karbon. Untuk pembentukan syngas yang diperlukan adalah
rantai C yang paling pendek. Batubara yang didapatkan dalam hal
ini adalah dalam betuk solid dan padatan. Dengan spesifikasi sebagai
berikut :
Parameter % Nilai
Total Kemembaban (ar % 33
Kelembapan Padu (adb) % 15 appprox
Kandungan Abu (adb) % 7.0
Volatile Matter (adb) % 42 approx
Karbon tetap (adb) % By different
Total Sulfur (adb) % 0.5
Nilai Kalori (gar) % 4,300
HGI % 65 aprrox
Ukuran (0-50mm) % 80
(esdm.go.id)

2. Udara
Udara merupakan sumber dari gas N2 yang digunalkan pada proses
sintesa ammonia. Sifat-sifat N2 antara lain adalah :
a. Wujud : gas
b. Kenampakan : tidak berwarna
c. Bau : tidak berbau
d. Massa jenis : 1,251 g/L
e. Titik lebur : 63,15oK
f. Titik didih : 77,36oK
g. Titik kritis : 126,21oK
h. Humidity : 83%

3. Air
Air merupakan bahan baku steam yang digunakan pada proses steam
reforming
a. Wujud : cair
b. Kenampakan : tidak berwarna
c. Bau : tidak berbau
d. Berat molekul : 18 gr/mol
e. Densitas : 1,00 gr/cm3 pada 20oC
f. Viskositas : 1 Cp pada 20oC
g. Tekanan Uap : 17,5 mmHg pada 20oC
h. Temperatur kritis : 647, 3 K
i. Titik beku : 0oC
j. Titik Didih : 100oC
k. Komposisi air
Ph : 8,4
TDS : 35 ppm
Suspended Solid : 10 ppm
Hardness : 5 ppm sebagai CaCO3
Ca : 800 ppm
Sulfat : 2,15 ppm
Klorat : 16000-21000 ppm
Cl : 0,2 ppm
Dikarbonat : 130 ppm sebagai HCO3
Ammoniak : 1-5 ppm
Fe : 0,4 ppm
Si : 1,2 ppm

2.1.2. Spesifikasi Bahan Pembantu

1. Absorbent

Larutan Benefit sebagai penyerap gas CO2

Terdiri atas : -25-30% K2CO3 sebagai penyerap CO2

-3-4 % Diethano lamine (DEA) sebagai activator

-0,5-0,6% V2O5 untuk membuat lapisan film

-Ucon 1-2 ppm sebagai anti foaming

- Air sebagai pelarut


2. Katalis

a. Karbon Aktif

Bentuk : amorf

Warna : hitam

Bau : tidak berbau

Surface area : 300-2500 m2/g

Terdiri dari : pelat-pelat datar yang disusun oleh atom-atom C


yang terikat secara kovalen dalam suatu kisi heksagon

b. Desulfurizer

- Cobalt Molybdenum

Bentuk : ekstrusion

Ukuran : 1/8 in

Bulk density : 560-48 kg/m3

Chemical composition (%wt)

CoO :3-4

MoO : 9-11

Al2O3 : 83-88

Logam Berat : <0,1

- Zinc Oxide
Bentuk : Pellet
Ukuran : 3/16 in
Bulk Density : 1121,3 +_ 80 kg/m3

-Chemical composition (%wt)

ZnO : 80 +_ 5

C : <0,2
S : <0,15

Cl : <0,33

SiO3 : 5-10

Logam Berat : <0,1

c. Reformer

- Primary Reformer

Bentuk : rings

Bulk density : 75 lb/ft3

Surface area : 5-15 m2/g

Ukuran Parrikel : 5/8 x 5/8 x ¼ in

Pore Volume : 0,2-0,3 cc/g

Chemical composition (%wt)

NiO : 32

Al2O3 : 54

CaO : 14

SiO2 : 0,1

- Secondary Reformer

Bentuk : rings

Bulk density : 80 lb/ft3

Surface area : 5-15 m2/g

Ukuran Parrikel : 5/8 x 5/8 x ¼ in

Pore Volume : 0,2-0,3 cc/g

Chemical composition (%wt)


NiO : 18

Al2O3 : 67

CaO : 15

SiO2 : 0,01

d. Shift Conversion

 HTS (High Temperature Shift)

Bentuk : pellet

Bulk density : 70 lb/ft3

Surface area : 66 m2/g

Ukuran Parrikel : 1/4 x 1/4 in

Chemical composition (%wt)

Fe : 56,5

Cr : 6,0

 LTS (Low Temperature Shift)

Bentuk : pellet

Bulk density : 91 lb/ft3

Surface area : 65 m2/g

Ukuran Parrikel : 1/4 x 1/8 in

Chemical composition (%wt)

CuO : 15,3

ZnO : 32,0

Al2O3 : 36,2

S : 0,06
c. Methanation

Bentuk : cylindrical ellet

Diameter : 5,4 mm

Height : 3,6 mm

Chemical composition (%wt)

NiO : 25-30

Alumina : 0,5

d. Ammoniak Converter

Bentuk : Granules

Surface area : 10-20 m2/9

Chemical composition (%wt)

Fe2O3 : 93

Al2O3 : 3,30

CaO : 3,0

SiO2 : 0,55

MgO : 0,67

K2O : 0,65

2.1.3. Spesifikasi Produk

Produk yang akan dihasilkan adalah ammonia. Ammonia (NH3)


sendiri adalah bahan dasar pembuatan pupuk yang berbasis nitrogen,
dibanding dengan nitrogen bebas, senyawa ini lebih siap digunakan sebagai
penyedia nitrogen. Hal ini dikarenakan nitrogen bebas merupakan senyawa
inert karena lebih mudah dikonversi oleh tanaman.

Amonia memiliki bau yang sangat menyengat, memiliki titik didih


yang sangat tinggi, yaitu antara (-33. 35oC) pada tekanan atmosfer sehingga
berwujud gas yang tidak berwarna dan sangat mudah larut dalam air
membentuk basa lemah ammonium hidroksida (NH4OH)

NH3(g) + H2O(l)  NH4OH(l)

Ammonia dapat berwujud cair jika berada pada tekanan tinggi yaitu sekitar
10 atm. Sifat-sifat ammonia antara lain adalah :

a. Berat molekul : 17,03 gr/mol


b. Titik Beku : -77,07oc
c. Titik didih : -33,35oc
d. Densitas : 0,817 g/ml
e. Viskositas : 0,255 Cp
f. Panas Pembentukan : 46,2 kJ/mol
g. Panas penguapan : 23,3 kJ/mol
h. Panas Spesifik : 2,225 J/goC
i. Kandungan Impuritas (%wt)
CH4 : 0,07
H2 : 0,09
N2 : 0,28
Ar : 0,02

2.2 Konsep Proses

2.2.1 Dasar Reaksi

Pada langkah pertama, yang direaksikan adalah pembentukan gas


hydrogen, karbonmonoksida dan karbondioksida dari gasifikasi batubara,
oksigen dan steam pada gasifier. Reaksi ini merupakan reaksi reversible,
eksotermis, dan terjadi pada fase gas-gas. Reaksi yang terjadi pada Gasifier
ini adalah :

C(s) + O2 (g) ↔ CO2 (g)

C (s) + H2O(g) ↔ CO (g) +H2 (g)

Gas yang keluar diharapkan mempunyai tekanan 36,2 kg/cm2 dan


suhu 799oC. Reaksi di atas adalah reaksi eksoterm (mengeluarkan panas)
sehingga panas pembakaran ini digunakan untuk pembangkit listrik. Gas CO
yang ada perlu diubah menjadi CO2 dalam shift converter yang berfungsi
sebagai tempat terjadinya reaksi CO menjadi CO2. Shift Converter ini dibagi
menjadi dua bagian yaitu bagian atas disebut High Temperature Shift
Converter (HTS) dan bagian bawah disebut Low Temperature Shift
Converter adalah sebagai berikut :

CO(g) + H2O(g) ↔ CO2(g) + H2 (g)

Tahap selanjutnya adalah Methanasi. Pada tahap ini sisa gas CO dan
CO2 dalam gas sintesa dihilangkan atau dikurangi. Gas CO dan CO2
direaksikan dengan H2 dalam methanor sehingga kembali terbentuk metana.
Reaksi dalam methanor adalah sebagai berikut :

CO(g) + 3H2(g) ↔ CH4(g) + H2O (l)

CO2(g) + 4H2(g) ↔ CH4(g) + 2H2O (l)

Ammoniak dihasilkan dari reaksi H2 dan N2 yang terjad pada ammonuak


converter. Reaksi sintesa ammoniak adalah sebagai berikut :

N2 (g) + 3H2 (g) ↔ NH3 (g)

Pada proses absorbsi, CO2 dan H2O akan membentuk asam karbonat yang
kemudian bereaksi dengan K2CO3 sehingga terbentuk ion bikarbonat. Reaksi
kimia yang terjadi adalah sebagai berikut :

CO2(g) + H2O(g) ↔ H2CO3 (g)

2RNH2 + H2CO3 ↔ (RNH3)2CO3(g)

CO2(g) + H2O(l) + K2CO3(l) ↔ 2KHCO3(l)

2.2.2 Mekanisme reaksi

Reaksi katalitik fase gas dari sintesis ammoniak didalam Ammoniak converter
dibagi menjadi 5 tahap yaitu :

a. Absorbsi Reaktan
Yaitu difusi gas H2 dan N2 (reaktan) masuk ke permukaan katalis
N2 (g) ↔ N2 (ads)
H2(g) ↔ H2 (ads)
b. Aktivasi dari gas H2 dan N2 (Reaktan) di permukaan katalis
N2(ads) ↔ 2N* (ads)
H2 (ads) ↔ 2H* (ads)
c. Reaksi pada permukaan antara H2 dan N2 (reaktan) dengan katalis
sehingga dihasilkan produk NH3
N*(ads)+3H*(ads) ↔ NH3*(ads)
d. Deaktivasi dari gas NH3 sebagai produk serta reaktan sisa
NH3*(ads) ↔ NH3(ads)
e. Desorbsi
Yaitu difusi gas NH3 sebagai produk dan reaktan sisa akan keluar dari
permukaan katalis.
NH3(ads) ↔ NH3(g)

2.2.3 Tinjauan Thermodinamika dan Kinetika

A. Tinjauan Thermodinamika

Untuk Mengetahui apakah reaksi bersifat eksotermis maupun endotermis,


maka perlu pembuktian dengan menggunakan panas pembentukan standar,
padatekanan sebesar 1 atm dan sushu sebesar 298.15oK. Reaksi yang terjadi:

1. Gasifier
C (s) + H2O(g) ↔ CO (g) +H2 (g) (1)
C(s) + O2 ↔ CO2 (g) (2)
Ditinjau dari panas pembentukan (ΔHf o):

ΔHf o298 C = 0 kkal/mol


ΔHf o298 H2O = -57,7979 kkal/mol
ΔHf o298 CO = -26,416 kkal/mol
ΔHf o298 H2 = 0 kkal/mol
ΔHf o298 O2 = 0 kkal/mol
ΔHf o298 CO2 = -94,052 kkal/mol
(Introduction of Chemical Engineering, Smith Van Ness)

ΔHf o reaksi 1
= ΔHofproduk - ΔHforeaktan
= (ΔHf o298 CO + ΔHf o298 H2) – (ΔHf o298 C + ΔHf o298 H2O
= [(-36800000) + (-241800000)] - [50200000]
=31,3819 kkal/mol
ΔHf o reaksi 2
= ΔHofproduk - ΔHforeaktan
= (ΔHf o298 CO2) - (ΔHf o298 C + ΔHf o298 O2)
= (-94,052) – (0+0)
= -94,052 kkal/mol
Ditinjau dari energy bebas Gibbs (ΔGfo)
ΔHf o298 C = 0 J/mol
ΔHf o298 H2O = -228,6 x 10-3 J/mol
ΔHf o298 CO = -137,2 x 10-3 J/mol
ΔHf o298 H2 = 0 J/mol
ΔHf o298 O2 = 0 J/mol
ΔHf o298 CO2 = -394,4 x 10-3 J/mol
ΔGf o reaksi 1
= ΔGof produk - ΔGof reaktan
= (ΔGf o298 CO + ΔGf o298 H2) – (ΔGf o298 C + ΔGf o298 H2O
= (-137,2 x 10-3+0) – (0+(-228,6 x 10-3))
= 0,0914 J/mol
∆G = -RT ln K

ln K = -∆G/RT

0,0914
k = 𝑒𝑥𝑝 8,314 𝑥 298

k = 1,000036892

ΔGf o reaksi 2
= ΔGof produk - ΔGof reaktan
= (ΔHf o298 CO2) - (ΔHf o298 C + ΔHf o298 O2)
= (-394,4 x 10-3 +0) – (0+0)
= -0,3944 J/mol
∆G = -RT ln K

ln K = -∆G/RT

−0,3944
k = 𝑒𝑥𝑝 8,314 𝑥 298

k = 0,99984

2. Sintesa Ammoniak di ammoniak Converter

N2 (g) + 3H2 (g) ↔ NH3 (g)

ΔHo = ΔHofproduk - ΔHforeaktan


Jika ΔHfo = (-) maka reaksi berjalan secara eksotermis
Jika ΔHfo = (+) maka reaksi berjalan secara endotermis
Diketaui data ΔHf masing-masing komponen pada 298,15oK adalah :
ΔHf o298 N2 = 0 kJ/mol
ΔHf o298 H2 = 0 kJ/mol
ΔHf o298 NH3 = -46,110 kJ/mol
ΔHf o298 Reaksi = ΔHf o298 NH3 – (ΔHf o298 N2 + ΔHf o298 H2)
= 2x (46,110 kJ/mol) - (0+3(0))
= - 92,22 kJ/mol
Panas reaksi bernilai negative sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa reaksi bersifat eksotermis.
Sedangkan untuk mengetahui apakah reaksi pembentukan ammonia
searah (reversible) atau tidak searah (irreversible) berdasarkan tinjauan
thermodinamika dengan persamaan van’t Hoff sebagai berikut :
d(∆G/RT) dT = - ΔHo RT

dengan ∆GoRT = ln K

sehingga :

d(∆G/RT) dT = - ΔHo RT

d (lnK)dT = ΔHo RT
dengan : ∆Go = Energi gibbs standar

R = Tetapan gas umum

T = Temperatur Reaksi

K = Konstanta Kesetimbangan Reaksi

Apabila K ≥ 1, maka reaksi tersebut bersifat bolak balik (reversible)

Apabila K ≤ 1, maka reaksi tersebut bersifat searah (irreversible)

Diketahui dadta-data Go untuk mengetahui masing-masing


komponen pada 298,15 K adalah :

ΔGf o298 N2 = 0 kJ/mol


ΔGf o298 H2 = 0 kJ/mol
ΔGf o298 NH3 = -16,450 kJ/mol
ΔGf o298 Reaksi = ΔGf o298 NH3 – (ΔGf o298 N2 + ΔGf o298 H2)
= 2x (-16,450 kJ/mol) - (0+3(0))
= - 32,9 kJ/mol
Dari persamaan ini :

∆G = -RT ln K

K = e-∆G/RT

−32,9
K = 𝑒𝑥𝑝 8,314 𝑥 298

k = 5,81 x 105

Jika delta H merupakan pembentukan entalpi standar (panas reaksi)


dan dapat diasumsikan konstanta terhadap suhu, maka persamaan ini dapat
diintegrasikan menjadi :

ln Koperasi/K298,15 = - ΔHo R(1/T1-1/T2)

ln K 723,15 = 6,94

K 723,15 = 1032,77
Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa konstanta
kesetimbangan reaksi (K) pemben tukan ammonia merupakan reaksi
bolak-balik (reversible)

B. Tinjauan Kinetika

Tinjauan kinetika bertujuan memperkirakan kecepatan reaksi dan


pengaruh kondisi operasi dan konsentrasi reaktan serta untuk pemilihan dan
perancangan jenis reactor yang digunakan. Persamaan laju kecepatan reaksi
sintesa gas di dalam gasifier yaitu :

r = k2[K3P2c.PH2O.PO2-PH2.PCO2.PCO]

35000
Dengan k2 = 𝑒𝑥𝑝 − 7,912
𝑅.𝑇

Dimana : r = kecepatan reaksi

K3 = konstanta kesetimbangan reaksi

Konstanta kecepatan reaksi dihitung dengan persamaan :

35000
k = 𝑒𝑥𝑝 − 7,912
𝑅.𝑇

Konstanta kesetimbangan dapat diketahui dari :

K = exp (30,53-4,8486.104/T + 2,421748.106/T2+2,49. 109.T3)

Persamaan laju kecepatan reaksi pembuatan ammoniak dinyatakan sebagai


berikut:

𝑎𝑁2 𝑎𝐻2 1,5 𝑎𝑁𝐻3


rNH3 =Kѱ [K2 − ]
𝑎𝑁𝐻3 𝑎𝐻2 1,5

Dimana :

rNH3 = kecepatan reaksi (kmolNH3/jam.m3katalis)

k = konstanta kecepatan reaksi (kmol/jam.m3)

ѱ = factor aktivitas yang besarnya 0,87 untuk ukuran katalis 6-10 mm


K = konstanta keseimbangan reaksi

a = aktivitas komponen

Besarnya aktivitas masing-masing komponen dapat ditentukan dari persamaan :

𝑓
ai=𝑓 𝑖
𝑖𝑜

Harga fio = 1 atm untuk gas, sehingga ai = fi

Fugasitas masing-masing komponen dapat dihitung dengan persamaan :

Fi = yi.ф.P

Dimana : yi = koefisien fugasitas masing-masing komponen

Ф = koefisien fugasitas masing-masing komponen

P = tekanan reactor

Konstanta kecepatan reaksi dihitung dengan persamaan :

K = 1,7698x1015 exp (-40765/RT)

Konstanta keseimbangan dapat diketahui dari :

Log10K = -2,691122log10T-5,519265.10-5T+ 1,848863.10-7T2+2001,6T-1+2,6899

2.3 Diagram Alir Proses

2.3.1 Langkah Proses

Proses pembuatan ammoniak menggunakan bahan baku gas alam


menjadi lima tahapan proses, yaitu:

a. Perolehan oksigen dengan pemisahan udara


b. Pembentukan gas Sintesis
c. Pemurnian gas sintesis
d. Sintesis Ammoniak
e. Pemurnian dan pemisahan ammoniak

Uraian proses secara lebih lengkap adalah sebagai berikut:


A. Unit ASU (Air Separation Unit)
Sebelum digunakan di unit pembuatan gas sintesa maka udara terlebih
dahulu dimurnikan pada unit ASU (Air Separation Unit). Pada unit ini oksigen
dipisahkan dari nitrogen menggunakan prinsip pemisahan Crycogenic.
Oksigen keluaran mempunyai suhu 15oC tekanan 1 atm dan Nitrogen keluaran
mempunyai suhu 72,2oC dan tekanan 32 atm
B. Pembentukan Gas Sintesis
Unit ini bertugas membuat gas sintesa H2, mula-mula batubara
direaksikan dengan oksigen dan steam. Dalam gasifier akan terjadi reaksi
coal + H2 + O2CO2+CO+H2+H2O+N2+CH4+H2S
Kondisi operasi pada suhu 810oC dan tekanan 1 atm
C. Pemurnian Gas Sintesa
1. Penghilangan Sulfur (Desulfurisasi)
Proses desulfurisasi dilakukan dalam dua tahapan. Pertama, di
hydroteater, pada bed katalis Cobalt/Molybdenum (CoMo) sebanyak 10,2
m3. Reaksi yang terjadi di hidrotreater adalah:
RSH(g) + H2(g)RH(g) + H2S(g)
COS(9)+ H2(g)  CO(g) + H2S(g)
Pada tahap kedua, gas keluaran hydrotreater kemudian
dimasukkan ke dalam desulfurizer yang berisi katalis ZnO masing-masing
sebanyak 10,2 m3. Reaksi yang terjadi di desulfurizer adalah:
H2S(g) + ZnO(s)  ZnS(s) + H2O(g)
Konsidi operasinya adalah sekitar 360-372 oC dan tekanan 44
kg/cm3, Katalis zync mengikat sulfur dalam bed, sehingga kandungan
slfur berkurang dari 30 ppmv menjadi 0,1 ppmv. Hal ini akan mencegah
keracunan katalis pada shift converter.
2. Shift Converter
Konversi gas CO menjadi CO2 terjadi dalam shift converter
dengan reaksi sebagai berikut:
CO(g)+H2O(g) ↔ CO2(g) + H2(g) ∆H = -9,8 kkal/mol
Reaksi ini eksotermis, sehingga konversi ke kanan yang mengkonversi gas
CO menjadi CO2 bertambah konversinya apabila temperature diturunkan.
Sebaliknya jika temperaur dinaikkan maka konversi akan berkurang, oleh
sebab itu shift converter terdiri dari dua bagian yitu, high temperature shift
converter dan low temperature shift converter,
High temperature shift converter (HTS) berfungsi untuk
meningkatkan laju reaksi dengan menggunakan katalis Fe-Cu. Gas keluar
pada suhu 434oC demgan kandungan CO sekitar 3,4% volum. Sebelum
masuk LTS gas proses akan didinginkan hingga 209oC di HTS effluent
steam generator. Low temperature shift converter (LTS) berfungsi untuk
meningkatkan konversi reaksi pembentukan CO2 dengan katalis Cu/Zn.
Gas akan keuar dari LTS pada suhu 231oC denga kandungan Co
sebesar 0,3% kemudian dikirim ke unit pemurnian gas sintesis.
Keberadaan CO dan CO2 di ammonia Converter dapat merusak
katalis, oleh sebab itu CO dan CO2 sisa harus diubah kembali menjadi CH4
sebagai inert agar tidak merusak katalis. Proses perubahan CO dan CO2
menjadi CH4 disebut proses methanasi, proses metanasi terjadi di unit
methanator
3. CO2 Absorber dan CO2 stripper
Gas sintesa keluar dari LTS masuk ke dalam CO absorber dengan
kondisi operasi 80oc dan 32,2 kg/cm2 dari bagian bawah menara dan
mengalir ke atas lewat tiga buah bed. Absorbent yang digunakan adalah
larutan benefid. Larutan lean benefit masuk ke dalam CO2 absorber dari
puncak menara. Larutan lean benefit adalah larutan yanag tidak terdapat
kandungan CO2, larutan ini dari CO2 stripper didinginkan terlebih dahulu
dalam cooler menjadi 38oC kemudian dipompa dengan lean benefield
pompa ke puncak CO2 absorber.
Gas sintesa dari LTS masuk dari bagian samping bawah CO
absorber. Pada proses absorbs, asam karbonat terbentuk dari reaksi antara
CO2 danH2O. kemudian asam dan K2CO3 bereaksi membentuk ion
bikarbonat. Reaksi kimia yang terjadi:
CO2(g) + H2O(l) ↔ H2CO3(l)
H2CO3(l) + CO3-(l) ↔ 2HCO3- (l)
2HCo3-(l) + 2K+ ↔ 2KHCO3(l)
CO2(g)+H2O(l) + K2CO3(l) ↔ 2KHCO3(l)
Larutan rich benfield keluar dari dasar CO2 absorber diturunkan
tekanannya menggunaan liquid expander kemudian masuk dari bagian
smping tas CO2 Stripper. Di stripper larutan rich Benfield diflashkan,
sehingga sebagian CO2 dapat terpisah. Sisa gas CO2 yang tidak terlepas,
dilepaskan dengan steam bertekanan rendah. Dengan reaksi:
2KHCO3(l) ↔ K2CO3(l) + CO2(g) + H2O(l) -Q
Setelah pelepasan CO2 sekaligus regenerasi lean Benfield larutan ini
kemudian dimasukkan kembali kedalam absorber, gas yang keluar dari
bagian atas CO2 absorber memiliki kadar CO2 dibawah 0,1% volume dan
dialirkan ke methanor untuk diubah menjadi methane.
4. Pembentukan Metana (Methanator)
Gas proses yang keluar dari puncak CO2 absorber dengan suhu
47oC selanjutnya dimasukkan ke Methanor setelah sebelumnya
dipanaskan dahulu di methanor feed heater menjadi 310oC dan
methanator pre heater hingga 316oc. Gas CO dan CO2 sisanya yang
terdapat di dalam gas proses merupakan racun bagi katalis di ammoniak
converter. Di methanor, gas CO dan CO2 sisa ini diubah menjadi metana.
Methanor berisi katalis nikel oksida. Gas yang masuk ke dalam methanor
dibatasi agar kadar CO dan CO2, maksimum 0,6% dan 0,1%, karena
secara teoritis 1% CO mampu menaikkan suhu sekitar 72oc.
Reaksi dalam methanor sebagai berikut:
CO(g) + 3H2(g) ↔ Ch4(g) + H2O(g) ∆H=+49,3 kkal/mol
CO2(g) + 4H2(g) ↔ Ch4(g) + 2H2O(g) ∆H= +39,5 kkal/mol
Pada operasi normal. Kenaikan suhu gas sintesa di Methanor
terlalu tinggi dicegah dengan cara dilengkapi dengan interlock sehingga
aliran masuk dapat ditutup jika suhuunya naik. Kadar CO dan CO2 keluar
dari Methanor diharapkan maksimum 0,3 ppm. Di flash drum, sebagian
air di gas sintesa dipisahkan. Kemudian, gas sintesa di masukkan ke
molecular sieve dryer untuk memisahkan semua air sehingga tidak
merusak katalis ammoniak converter.
D. Sintesis Ammoniak
Gas keluar dari Methanor berada pada tekanan 30,5 kg/cm2 dan suhu
345oC. Tekanan ini belum cukup tinggi untuk reaksi di ammoniak Converter.
Oleh karena itu, tekanan gas dinaikkan Low Pressure Case Compressor dan
High Pressure Case Compressor menjadi 360-500oC dan tekanan 144,6 kg/cm2.
Sebelum masuk HPC, gas sintesa didinginkan dalam synthesis gas compressor
intercooler hingga mencapai 38oC, serta synthesis gas compressor interstage
chiller hingga mencapai 4,3oC. Dari HPC, gas prosser bercampur dengan
alirann recycle masuk ke ammoniak converter. Gas asuk dalam Ammoniak
Converter ini terdiri dari tiga bed katalis promoted iron yang dipisahkan oleh
ruang antar bed untuk keperluan 3 quencing. Volume masing-masing bed tidak
sama. Semakin ke bawah akan semakin besar. Dinding Ammoniak Converter
dibuat rangkap dengan ruang antara yaitu annulus. Gas umpan masuk dari
bagian bawah ammoniak Converter terus lewat annulus ke puncak Ammoniak
Converter dan masuk bagian dalam bed katalis, sedangkan gas umpan yang
masuk pada bagian atas Ammoniak Converter digunakan untuk keperluan
quencing sebelum gas masuk ke bed di bawahnya. Gas ini dibagi menjadi dua
aliran, yaitu untuk quench bed I, II. Suhu gas umpan akan naik sewaktu sampai
di shell Exchanger.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
N2(g) + 3H2(g)  2NH3(g) +Q
Reaksi ini bersifat eksotermis dan dibatasi kesetimbangan kimia, terjadi
di bed katalis iron ammonia synthesis converter pada tekanan 141 kg/cm2 dan
360-500oC. Dengan adanya quenching yang berulang diharapkan suhu dapat
dikontrol sesuai dengan yang diinginkan, sehingga konversi ammoniak sebesar
12% dapat optimal.
E. Pemurnian dan Pemisahan Ammoniak
Effluent dari synthesis converter akan didinginkan di ammonia converter
effluent steam generator hingga temperature 261oC. Di ammonia converter
feed/effluent exchanger hingga 72oC kemudian ammonia ini mulai
terkondensasi di ammonia converter effluent cooler hingga temperature 38 oC.
Pendinginan dan kondensadi ammonia terakhir terjadi di ammonia unitized
chiller. Heat exchanger ini dirancang khusus disediakan untuk mendinginkan
converter effluent dengan pendinginan ammonia pada empat level suhu dan
tekanan di refrigerant flash drums yaitu: 4th stage refrigerant flash drum
(16,6oC dan tekanan 6,8 kg/cm2), 3rd stage refrigerant flash drum (-2,2oC dan
tekanan 3 kg/cm2), 2nd stage refrigerant flash drum (-17,8oC dan tekanan 1,1
kg/cm2). 1st stage refrigerant flash drum (-33,3oC dan tekanan 0 kg/cm2).
Ammonia yang terkondensasi dipisahkan dari gas recycle di ammonia
separator. Gas recycle ini akan manjadi cold fluid pada exchanger yang
mengalami pemanasan kembali di ammonia unitized chiller dan kemudian
dikirim ke synthesis compressor, sedangkan ammonia cair dari ammonia
separator mengalami flashing di ammonia letdown drum. Uap yang terflashing,
yang masih banyak mengandung gas sintesa terlarut dikirim ke unit ammonia
recovery.

2.4 Layout Pabrik dan Peralatan Proses

2.4.1 Layout Pabrik

Layout atau tata etak pabrik adalah kedudukan dari bagian-bagian


pabrik yang meliputi tempat bekerja karyawan, tempat peralatan, dan tempat
penyimpanan bahan baku dan produk ditinjau dari hubungan satu sama lain.
Tata letak pabrik harus ditata sedemikian rupa sehingga penggunaan area
pabrik menjadi effisien dan kelancaran proses terjamin. Dalam penentuan tata
letak pabrik haruslah dipikirkan penempatan alat-alat produksi sehingga
keamanan, keselamatan, dan kenyamanan bagi karyawan dapat terpenuhi.

Selain peralatan yang tercantum di dalam diagram alir proses, beberapa


bangunan fisik antara lain seperti kantor, bengkel, poliklinik, lboratorium,
kanti, fire safety, pos penjagaan dan sebagainya hendaknya ditempatkan pada
bagian yang tidak mengganggu, ditinjau dari segi lalulintas barang, control dan
keamanan.

Adapun secara umum hal-hal yang harus diperhatikan dalam


perancangan tata letak pabrik adalah:
a. Kemungkinan Perluasan Pabrik dan penambahan Bangunan
Area perluasa harus direncanakan sejak awal agar masalah kebutuhan
tempat tidak timbul di masa yang akan dating. Sejumlah area khusus perlu
dipersiapkan untuk peruasan pabrik, penambahan peralatan untuk
menambah kapasitas pabrik maupun untuk mengolah produknya sendiri ke
produk lain.
b. Keamanan
Keamanan terhadap kemungkinan adanya bahaya kebakaran, ledakan,
asap/gas beracun harus benar-benar diperhatikan dalam penentuan tata letak
pabrik. Untuk itu harus dilakukan penempatan alat-alat pengamanan.
Tangki penyimpanan bahan baku ataupun produk berbahaya harus
diletakkan di area khusus serta perlu adanya jarak antara bangunan satu
dengan yang lain guna memberikan ruang yang leluasa untuk keselamatan
c. Luas area yang tersedia
Pemakaian tempat disesuaikan dengan area yang tersedia. Jika harga
tanah tinggi, maka diperlukan efisiensi dalam pemakaian ruangan hingga
peralatan tertentu diletakkan di atas peralatan yang lain ataupun lantai
ruangan diatur sedemikian rupa agar menghemat tempat.
d. Instalasi dan Utilitas
Pemasangan dan distribusi yang baik dari gas, udara, dan listrik akan
membantu kemudahan kerja dan perawatannya. Penempatan pesawat proses
sedemikian rupa sehingga petugas dapat dengan mudah mencapainya dan
dapat menjamin kelancaran operasi serta memudahkan perawatannya

2.4.2 Layout Peralatan Proses

Dalam penentuan layout peralatan proses pada pabrik ammoniak ini ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:

a. Aliran bahan baku dan Produk


Pengaliran bahan baku yang tepat akan menunjang kelancaran dan
keamanan produksi. Perlu diperhatikan elevasi pipa, untuk pipa diatas tanah
sebaiknya dipasang pada ketinggian 3 meter atau lebih, sedangkan pada
pemipaan pada permukaan tanah perlu diatur sedemikian rupa sehingga
tidak mengganggu lalu lintas pekerja.
b. Aliran Udara
Aliran udara didalah dan disekitar aliran proses perlu diperhatikan
supaya lancer, hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya stagnasi udara
paada suatu tempat yang dapat mengakibatkan akumulasi bahan kimia yang
berbahaya sehingga dapat membahayakan keselamatan pekerja.
c. Cahaya
Peneranga seluruh pabrik harus memadai dan pada tempat-tempat
proses yang berbahaya dan beresiko tinggi peru diberikan penerangan
tambahan.
d. Lalu Lintas Manusia
Dalam perancangan layout, perlu diperhatikan bahwa pekerja dapat
mencapai seluruh alat proses dengan tepat dan mudah supaya jika ada
gangguan alat proses dapat segera diperbaiki. Selain itu keamanan pekerja
selama perjalanan tugasnya juga perlu diperhatikan.
e. Jarak Antarproses
Untuk alat proses yang mempunyai temperature dan tekanan operasi
yang tinggi, sebaiknya dipisahkan dari alat alat proses lainnya sehingga
apabila terjadi ledakan atau kebakaran pad alat tersebut tidak
membahayakan alat-alat proses lainnya.
f. Pertimbangan Ekonomi
Dalam menempatkan alat-alat proses dalam pabrik diusahakan agar
dapat menjamin kelancaran serta keamanan produksi pabrik sehingga
dapatb menguntungkan dari segi ekonomi.

Anda mungkin juga menyukai