Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon


terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel,
skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Dermatitis cenderung residif dan menjadi
kronis. Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau
substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak
yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergik (DKA),
keduanya dapat bersifat akut maupun kronik. Dermatitis iritan merupakan reaksi
peradangan kulit nonimunologik, sehingga kerusakan kulit terjadi langsung tanpa
didahului proses sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak alergik terjadi pada
seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen.1
Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit,
karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif).
Diramalkan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan
bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh
masyarakat..1
Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan
DKA 20%, tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa
dermatitis kontak akibat alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan
60 persen. Sedangkan dari satu penelitian ditemukan frekuensi DKA bukan akibat
kerja tiga kali lebih sering dari pada DKA akibat kerja. Prevalensi pada wanita
dua kali lipat dibandingkan pada laki-laki. Bangsa kaukasian lebih sering terkena
DKA dari pada ras bangsa lain.1,2
Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) merupakan dermatitis kontak yang
sering dijumpai. Petani memiliki insiden tertinggi akan terjadinya DKAK. Hal ini
dikarenakan pekerjaan petani yang berhubungan dengan banyak zat kimia,
maupun wet works Dermatitis kontak akibat kerja dapat diobati dengan standar
baku pengobatan dermatitis, termasuk penghindaran dari alergen dan iritan.

1
Pencegahan DKAK pada petani, yaitu eliminasi paparan alergen dan iritan;
proteksi; identifikasi pekerja yang beresiko tinggi; serta lainnya.12

2
BAB II
KASUS

2.1 Identitas
Nama : Tn. S
Umur : 24 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Status perkawinan : belum Menikah
Pekerjaan : mahasiswa
Bangsa : Indonesia
Suku : batak
Agama : Kristen
Alamat : jln. B. kotien, palangka raya
Tanggal pemeriksaan : 12 maret 2018

2.2 Anamnesa
Proses anamnesa dilakukan secara autoanamnesa.
Keluhan utama : Pasien datang ke poli kulit dan kelamin tanggal 12 Maret 2018
dengan keluhan nyeri saat buang air kecil (BAK).

Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke poli kulit dan kelamin dengan
keluhan nyeri saat buang air kecil, keluhan di rasakan sejak 2 hari yang lalu.
Buang air kecil juga di sertai keluarnya nanah dari kemaluan dan berbau busuk.
Pasien juga merasakan demam sejak 2 hari yang lalu, demam hilang timbul.

Pasien mengaku pernah seminggu yang lalu ada berhubungan badan dengan
pekerja seks komersial (PSK) di salah satu lokalisasi.

3
Riwayat penyakit dahulu: Pasien mengaku pernah mengalami keluhan seperti ini
sebelumnya sekitar 6 bulan yang lalau, berobat ke poli kulit kelamin dan sembuh.
Riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, alergi obat ataupun makanan
disangkal oleh pasien.

Riwayat penyakit keluarga : tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal yang
sama dengan pasien, HT (-), DM (-) riw. Alergi (-)
Riwayat atopi
- Riwayat alergi makanan tidak ada
- Riwayat bersin-bersin ± 5x di pagi hari tidak ada
- Riwayat mata merah, berair dan gatal saat pagi hari tidak ada
- Riwayat alergi obat-obatan tidak ada
- Riwayat asma tidak ada

2.3 Status Generalis


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis

Vital sign
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 82 x/m
RR : 19 x/m
Suhu : 37,40C
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Genital : push (+), darah (-), tidak sirkumsisi
KGB : dalam batas normal

2.4 Status Dermatologis


Lokasi : Regio genitalia
UKK : push (+)

4
Gambar 1. Regio auricular dextra

Gambar 2. Regio auricular Sinistra

5
Gambar 3. Regio thorax

Gambar 4. Regio abdominalis

6
Gambar 5. Regio Ekstremitas Inferior

2.5 Resume
Pasien laki laki berumur 24 tahun, datang ke poli kulit dan kelamin RSUD
dr. Doris Sylvanus dengan keluhan nyeri saat BAK yang di rasakan sejak 2 hari
SMRS. Keluahan juga di sertai dengan keluarnya nanah dari kemaluan dan berbau
busuk. Pasien juga mengeluh demam sejak 2 hari yang lalau, demam hilang
timbul. Pasien belum ada minum obat. Pasien mengaku ada berhubungan badan
dengan PSK sekitar 1 minggu yang lalu. Pasien juga pernah mengalami keluhan
yang sama sekitar 6 bulan yang lalu.
Berdasarkan status dermatologis, didapatkan push pada ujung uretra penis
pasien.

2.6 Diagnosis Banding


 Dermatitis kontak alergika
 Dermatitis kontak iritan
 Dermatitis atopik

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan

2.8 Diagnosis

7
Urethritis gonore

2.9 Penatalaksanaan
Non farmakologi
 Menghindari kegiatan yang menjadi faktor pencetus
 Banyak minum air putih
 Membersihkan ujung penis yang bernanah
Namun jika tidak bisa dihindarkan maka:
 Proteksi personal dengan memakai sarung tangan, pakaian lengan panjang
dan celana panjang untuk menghindari pasien kontak langsung dengan
bahan iritan roundup.
 Proteksi personal dengan menggunakan emolient sebelum dan sesudah
pasien melakukan pekerjaan.
 Menjaga kerbersihan diri (tangan, pakaian, dan kulit)

Farmakologi
Oral : Metilprednisolon 2x 8 mg
Mebhydroline 2x 50 mg

Topikal:
1. Desoximetasonn cream dioleskan 2 kali dalam sehari di daerah
badan dan kaki
2. Hydrokortison valerate 0,2% dioleskan 2 kali dalam sehari pada
area telinga dan leher

2.10 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Dermatitis Kontak Alergi


3.1.1 Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis
berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan
mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi
kronis.1, 2
Klasifikasi dermatitis dibagi dua yaitu:
1. Dermatitis endogen
Dermatitis atopik, dermatitis seboroik, dermatitis numularis, liken
simpleks kronis.
2. Dermatitis eksogen
Dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergi, dermatitis fotosensitif,
dermatophytid.
Dermatitis kontak ialah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang
dapat bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan/alergen
eksternal yang mengenai kulit1,2
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang
timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi.3

3.1.2 Epidemiologi
Dermatitis kontak alergi dapat terjadi pada semua umur dan pria maupun
wanita memiliki frekuensi yang sama untuk terkena. Bila dibandingkan dengan
dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergi lebih sedikit,
karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif)
1,3
.
Penyakit ini terhitung sebesar 7% dari penyakit yang terkait dengan
pekerjaan di Amerika Serikat3. Berdasarkan beberapa studi yang dilakukan,
insiden dan tingkat prevalensi DKA dipengaruhi oleh alergen-alergen tertentu.

9
Pada penelitian epidemiologi di Romania tahun 2008-2009 bahwa wanita lebih
sering terkena dermatitis kontak dibanding laki-laki, yaitu 1.83: 1 dan 64.46%
berusia di atas 45 tahun. Akan tetapi, usia dan jenis kelamin sendiri sebenarnya
bukan merupakan faktor risiko DKA, tetapi berhubungan dengan paparan alergen
ketika beraktivitas di luar maupun ibu rumah tangga3.

3.1.3 Etiologi
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul
umumnya rendah (<1000 dalton), merupakan alergen yang belum diproses,
disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum
sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya (sel hidup).1
Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari tumbuh-tumbuhan.
90% dari populasi mengalami sensitisasi terhadap tanaman dari genus Toxicodendron,
misalnya poison ivy, poison oak dan poison sumac. Toxicodendron mengandung urushiol
yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3- enta decyl cathecols. Bahan lainnya adalah
nikel sulfat (bahan-bahan logam), potassium dichromat (semen, pembersih alat -alat
rumah tangga), formaldehid, etilendiamin (cat rambut, obat-obatan), mercaptobenzotiazol
(karet), tiuram (fungisida) dan parafenilendiamin (cat rambut, bahan kimia fotografi). 1
Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak alergi.
Misalnya faktor eksternal yaitu dosis per unit area , luas daerah yang terkena, lama
pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum, dan pH sedangkan
faktor internal/faktor individu di pengaruhi oleh keadaan kulit pada lokasi kontak,
contohnya ialah ketebalan epidermis dan keadaan stratum korneum, status
imunologik, misal orang tersebut sedang menderita sakit, atau terpajan sinar
matahari. Genetik, faktor predisposisi genetik berperan kecil, meskipun misalnya
mutasi null pada kompleks gen fillagrin lebih berperan karena alergi nickel dan
status higinie dan gizi.1
Seluruh faktor – faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain yang masing-
masing dapat memperberat penyakit atau memperingan. Sebagai contoh, saat
keadaan imunologik seseorang rendah, namun apabila satus higinienya baik dan
didukung status gizi yang cukup, maka potensi sensitisasi alergen akan tereduksi
dari potensi yang seharusnya. Sehingga sistem imunitas tubuh dapat dengan lebih

10
cepat melakukan perbaikan bila dibandingkan dengan keadaan status higinie dan
gizi individu yang rendah. Selain hal – hal diatas, faktor predisposisi lain yang
menyebabkan kontak alergik adalah setiap keadaan yang menyebabkan integritas
kulit terganggu, misalnya dermatitis statis.1

3.1.4 Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah
mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sistem imun spesifik yang
menyebabkan perkembangan sel T efektor atau reaksi tipe IV 4,5.
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih
dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini
terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana berukuran sangat kecil
(low molecul weight) yang akan terikat dengan protein epiderma membentuk
antigen lengkap yang disebut hapten protein complex4. Antigen ini ditangkap dan
diproses oleh makrofag dan sel Langerhans, diekspresikan ke permukaan dengan
bantuan MHC II. Antigen tidak hanya dipresentasikan di kelenjar getah bening,
tetapi juga di kulit ke sel memori T spesifik 6. Setelah kontak dengan yang telah
diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi
dan berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan
sel memori.4 Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga
sistem limfoid, sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh
kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif disebut
fase induksi atau fase sensitisasi4,5. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3
minggu. Fase sensitasi tidak menimbulkan gejala klinis pada kebanyakan kasus,
tetapi menginduksi DKA primer yang dikarakteristikan sebagai inflamasi kulit
karena hapten spesifik pada 5-15 hari setelah kontak kulit5. Pada umumnya reaksi
sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat kepekaan individu, sifat sensitisasi alergen
(sensitizer), jumlah alergen, dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai fase yang
lebih pendek, sebaliknya sensitizer lembah seperti bahan-bahan yang dijumpai
pada kehidupan sehari-hari pada umumnya kelainan kulit pertama muncul setelah
lama kontak dengan bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan 1.

11
Sedangkan periode saat terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang sama
atau serupa sampai timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi, umumnya
berlangsung antara 24-48 jam pada tikus dan 72 jam pada manusia. Sel T
diaktifkan baik oleh kontak direk melalui ikatan reseptor antigen dengan antigen-
kompleks MHC, keratinosit, dan sel T lain yang menginfiltrasi kulit. Sel T
memproduksi sitokin antara lain IL 4 dan IFNγ pada dermatitis fase akut dan
sitokin tipe I yang lebih menonjol pada fase kronis. Sitokin dan kemokin
menimbulkan akumulasi sel T efektor6. Reaksi inflamasi ini akan bertahan selama
beberapa hari setelah itu akan menurun dengan mekanisme down regulation5.

Gambar 1. Patogenesis DKA4

3.1.5 Gejala Klinis


Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas
jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula
dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah)1,2 Pada yang kronis terlihat
kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak
jelas1,2. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis;
mungkin penyebabnya juga campuran.1,2
Tabel 1. Erupsi akut, sub akut, atau kronis6

12
Akut Subakut Kronis
- Vesikel atau bula yang - Eritem bertambah - Kemerahan dan
- Edema mengurang
terisi cairan jernih bengkak
- Papul menggantikan
- Lebih menonjolkan
multiple dan berat. Bila
vesikel
sisik, hyperkeratosis,
terjadi vesikel/berair,
dan likenifikasi di
timbul erosi dan eczema
- Edema, eritem daerah yang terkena
- Infeksi sekunder dengan
bakteri gram (+)

Dermatitis kontak sistemik, terjadi pada individu yang telah tersensitisasi


secara topikal oleh suatu alergen, selanjutnya terpajan secara sistemik, kemudian
timbul reaksi terbatas pada tempat tersebut. Walaupun jarang terjadi, reaksi dapat
meluas bahkan sampai eritroderma. Penyebabnya, misalnya nikel, formaldehid,
balsam Peru.1
Berbagai lokalisasi terjadinya dermatitis kontak1 :
1. Tangan. Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling
sering di tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula
kebanyakan dermatitis kontak akibat kerja ditemukan di tangan. Sebagian
besar memang oleh karena bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya
deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen, dan pestisida1.

Gambar 2. DKA pada Tangan, Subakut2


2. Lengan. Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam
tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di aksila
umumnya oleh bahan pengharum1.

13
Gambar 3. DKA pada Lengan2

3. Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan


kosmetik, obat topikal, alergen yang di udara, nekel (tangkai kaca mata).
Bila di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstik, pasta gigi,
getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat
kuku, cat rambut, eyeshadows, dan obat mata1.

Gambar 4. DKA pada Wajah2

4. Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis
kontak pada cuping telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai
kaca mata, cat rambut, hearing-aids1.
5. Leher. Penyebanya kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung
jari), parfum, alergen di udara, zat warna pakaian1.

14
Gambar 5. DKA pada Leher2
6. Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh pakaian, zat
warna, kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, dan detergen1.
7. Genitalia. Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,
pembalut wanita, dan alergen yang ada di tangan1.

Gambar 6. DKA pada Genitalia2


8. Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh
pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal
(misalnya anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, dan sepatu.1

3.1.6 Diagnosa
Diagnosis didasarkan hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis
yang teliti. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan dengan
kelainan kulit yang dicurigai. Misalnya kelainan kulit berukuran numular di
sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi,
maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat
pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga
meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat

15
sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit
kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan maupun
keluarganya.1
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola
kelainan kulit sering kali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya, misalnya,
diketiak oleh deodoran; dipergelangan tangan oleh jam tangan; dikedua kaki oleh
sepatu/sendal. Pemeriksaan hendaknya dilakukan ditempat yang cukup terang,
pada seluruh kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena seba-
sebab endogen.1
Standar emas untuk menegakkan diagnosis DKA, termasuk yang dicurigai
akibat kerja adalah uji tempel7,9,10. Untuk melakukan uji tempel diperlukan
antigen, biasanya antigen standar buatan pabrik, misalnya finn chamber system kit
dan T.R.U.E test, keduanya buatan Amerika Serikat. Terdapat juga antigen standar
buatan pabrik di Eropa dan negara lain.1,7,10
Adakalanya test dilakukan dengan antigen yang bukan standar, dapat berupa
bahan kimia murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari rumah,
lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Mungkin ada sebagian bahan ini yang
bersifat sangat toksik terhadap kulit atau walaupun jarang dapat memberikan efek
toksik secara sistemik. Oleh karena itu bila menggunakan bahan tidak standar,
apalagi dengan bahan industri, harus berhati - hati sekali, jangan melakukan uji
tempel dengan bahan yang tidak diketahui.1
Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit misalnya
kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung di gunakan apa
adanya (as is). Bila menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air
untuk membilasnya misalnya sampoo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih
dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin
atau minyak mineral, produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya detergen
hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi.1
Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab
alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang
direndam dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air dan

16
ditempelkan dikulit dengan memakai finn chamber, dibiarkan sekurang-
kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif dengan alergen bukan standar
perlu kontrol (5-10 orang), untuk menyingkirkan kemungkinan karena iritasi.1
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:
1. Dermatitis harus sudah tenang atau sembuh, bila masih dalam keadaan akut
atau berat dapat terjadi angry back atau excited skin, reaksi positif palsu,
dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya semakin
memburuk1.
2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian
kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel
dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20 mg perhari atau
dosis ekivalen kortikosteroid lain), sebab dapat menghasilkan reaksi negatif
palsu. Pemberian kortikosteroid topikal di punggung dihentikan sekurang-
kurangnya satu minggu sebelum tes dilaksanakan. Luka bakar sinar matahari
(sunburn) yang terjadi 1-2 minggu sebelum tes dilakukan juga dapat memberi
hasil negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi
hasil tes kecuali diduga karena urtikaria kontak1,10.
3. Uji tempel dibuka setelah 2 hari, kemudian dibaca, pembacaan kedua
dilakukan pada hari ketiga sampai ketujuh setelah aplikasi1,10.
4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi
longgar (tidak menempel dengan baik) karena memberi hasil negatif palsu.
Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam dan
menjaga agar punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai
pembacaan terakhir selesai1.
5. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang
mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan atau immediate urtikaria type
karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis.
Pada penderita semacam ini dilakukan tes dengan prosedur khusus.1
Patch test biasanya dilakukan di punggung, tetapi dapat juga dilakukan di
1,7
lengan atas bagian luar . Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel
dilepas. Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek

17
tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal1. Hasilnya dicatat
sebagai berikut :

Tabel 2. Interpretasi Hasil Patch Test


10

Simbol Morfologi Interpretasi


- Tidak ada reaksi Negatif
? Hanya eritema, tanpa infiltrasi Hasil meragukan
+ Eritema, infiltrasi, dan bisa Reaksi positif lemah
ditemukan papul diskret
++ Eritema, infiltrasi, papul, vesikel Reaksi positif kuat
+++ Eritema, infiltrasi, vesikel konfluen Reaksi positif ekstrim
Ir Tipe reaksi yang berbeda (reaksi Reaksi iritan
sabun, vesikel, bula )
Nt Tidak dites

Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi,


biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi1,7,10. Pembacaan kedua ini penting untuk
membantu membedakan antara respon alergi atau iritasi, dan juga
mengidentifikasi lebih banyak lagi respon positif alergen. Hasil positif dapat
bertambah setelah 96 jam aplikasi, olek karena itu perlu dipesan kepada pasien
untuk melapor, bila hal itu terjadi sampai 1 minggu setelah aplikasi. Dari hasil
penelitian didapatkan bahwa 10% pasien menjadi (+) pada hari ke-7, padahal pada
hari ke-2 dan ke-4 menunjukkan hasil negatif. Alergen yang paling sering menjadi
positif setelah hari ke-4 adalah neomycin, tixocortol pivalate, dan nikel7.
Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi
dilakukan setelah pembacaan kedua. Respon alergi biasanya menjadi lebih jelas
antara pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++
(reaksi tipe crescendo), sedangkan respon iritan cenderung menurun (reaksi tipe

18
descrecendo). Bila ditemukan respon positif terhadap suatu alergen, perlu
ditemukan relevannya dengan keadaan klinik, riwayat penyakit dan sumber
antigen di lingkungan penderita. Mungkin respon positif tersebut berhubungan
dengan penyakit yang sekarang atau penyakit masa lalu yang pernah dialami, atau
merupakan reaksi silang dari allergen lain yang sejenis, atau mungkin tidak ada
hubungannya (tidak diketahui)7.
Reaksi positif klasik terdiri atas eritem, edem, dan vesikel-vesikel kecil
yang letaknya berdekatan. Reaksi positif palsu dapat terjadi antara lain apabila
konsentrasi terlalu tinggi, atau bahan tersebut bersifat iritan bila dalam keadaan
tertutup (oklusi), efek pinggir uji tempel, umumnya karena iritasi, bagian tepi
menunjukkan reaksi lebih kuat, sedang dibagian tengahnya reaksi ringan atau
sama sekali tidak ada. Ini disebabkan karena meningkatnya konsentrasi iritasi
cairan di bagian pinggir. Sebab lain karena efek tekan, terjadi bila menggunakan
bahan padat. Reaksi negatif palsu dapat terjadi misalnya konsetrasi terlalu rendah,
vehikulum tidak tepat, bahan uji tempel tidak melekat dengan baik atau longgar
akibat pergerakan, kurang cukup waktu penghentian pemakaian kortikosteroid
sistemik atau topikal poten yang lama dipakai pada uji tempel dilakukan.1

Aplikasi Patch Test (Uji Tempel) pada pasien

3.1.7 Diagnosis Banding


3.1.7.1 Dermatitis Kontak Iritan (DKI)
Dermatitis kontak iritan dikarenakan kerusakan langsung pada kulit
tanpa adanya sensitisasi. Bahan-bahan iritan akan menimbulkan kerusakan pada

19
keratinosit, tetapi beberapa dapat dapat menyebar melewati membran dan
merusak lisosom, mitokondria, ataupun komponen nukleus. Kerusakan
membran mengakibatkan teraktivasinya fosfolipase dan mengeluarkan
arachidonic acid dan tersintesisnya eicosanoids. Hal ini menyebabkan
teraktivasinya second-messenger diikuti dengan tersintesisnya cell surface
molecules dan sitokin. Eicosanoids dapat mengaktivasi sel T dan berpotensi
chemoatractants untuk limfosit dan neutrofil. Kedua sel ini menginfiltrasi kulit
dan menyebakan respon klinis berupa respon inflamasi.9
Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas. Diagnosis banding yang terutama ialah dengan dermatitis
kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan
untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi.1,2
Tabel 3. Perbandingan DKA dan DKI6

Dermatitis kontak alergika Dermatitis kontak iritan


Cenderung kronik Cenderung akut
Hanya orang ternttu (riwayat Semua orang bisa terkena
alergi/sensisitasi)
Lesi awal berupa: makula, eritema, Lesi awal berupa: makula, eritema,
vesikel, bula dan erosi papula melebar dari tempat awal
Penyebab alergen Penyebab iritan primer
Tidak bergantung dengan konsentrasi, Bahan iritan melewati ambang batas
rendah sekali dapat memicu DKA.
Bergantung tingkat sensitisasi
Onset pada kontak berulang Onset pada kontak pertama

3.1.7.2 Dermatitis Atopik


Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,
disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,
sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi
pada keluarga atau penderita (dermatitis atopi, rhinitis alergika, asma bronkhiale,
dan konjungtivitis alergika).
Kata “atopi” pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah
yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai

20
kepekaan dalam keluarganya. Misalnya : asma bronchial, rhinitis alergika,
dermatitis atopi, dan konjungtivitis alergika1.
D.A cenderung diturunkan. Lebih dari seperempat anak dari seorang ibu
yang menderita atopi akan mengalami D.A pada masa kehidupan tiga bula
pertama. Bila salah satu orang tua menderita atopi, lebih dari seperuh jumlah anak
akna mengalami gejala alergi sampai usia dua tahun, dan meningkat sampai 79%
bila kedua orang tua menderita atopi. Resiko mewarisi D.A lebih tinggi bila ibu
yang menderita D.A dibandingkan dengan ayah. Tetapi, bila D.A yang dialami
berlanjut hingga masa dewasa.
a. Berbagai Faktor Pemicu
Dermatitis atopik dibagi menjadi 2 tipe: (1) bentuk murni - tidak disertai
keterlibatan saluran pernafasan, dan (2) bentuk campuran - disertai gejala pada
saluran pernafasan dan terdapatnya sensitisasi IgE polivalen terhadap alergen
hirup dan alergen makanan.
Bentuk murni dibagi atas 2 tipe, yaitu (a) tipe intrinsik – tidak tedeteksi
adanya sensitasi IgE spesifik dan tidak terdapatya peningkatan IgE total serum,
dan (b) tipe ekstrinsik – terdapat bukti sensitisasi terhadap alergen hirup dan
alergen makanan pada uji kulit atau pada serum.
Dermatitis atopik merupakan sindrom multifaktorial; berbagai faktor
berkaitan dengan fenotip penyakit sehingga perlu dicermati berbagai fakto risiko,
yaitu:
1. Genetik: diketahui bahwa kecenderungan mendapat penyakit atopi diturunkan
secara autosomal dominan; 75% anak akan mengalami alergi bila kedua orang
tua mempunyai riwayat alergi, dibandingkan dengan 50% anak bila hanya 1
orang tua mempunyai yang riwayat alergi, meskipun demikian faktor lain
(lingkungan) sangat pula berpengaruh atas berkembangnya penyakit.
2. Sosioekonomi: lebih banyak ditemukam pada status sosial yang lebih tinggi
dibandingkan dengan status sosial yang lebih rendah. Hal tersebut dapat
diterangkan dengan teori higiene.
3. Jumlah anggota keluarga: kejadian dermatitis atopik berbanding terbalik
dengan banyaknya jumlah anggota keluarga. Hal tersebut dapat pula

21
diterangkan dengan teori higiene, yaitu terjadi infeksi pada anggota muda
keluarga yang ditularkan oleh anggota keluaraga yang lebih tua
4. Laktasi: makin lama mendapat air susu ibu makin kecil kemungkinan untuk
mendapat dermatitis atopik. Hal tersebut perlu dicermati karena
perkembangan penyakit berhubungan dengan alergen lingkunagan dan status
ibu (misanya perokok)
5. Pengenalan makanan padat terlalu dini (sebelum 4 bulan), akan meningkatkan
angka kejadian dermatitis atopik sebesar 1,6 kali. Sensitisasi umumnya terjadi
terhadap alergen makanan, terutama susu sapi, telur, kacang-kacangan dan
gandum
6. Polusi lingkungan, antara lain daerah industri dengan peningkatan polusi
udara, pemakaian pemanas ruangan sehingga terjadi peningkatan suhu dan
penurunan kelembaban udara, water hardeness, asap roklok, penggunaan
pendingin ruangan yang berpengaruh pula pada kelemban, penggunanan
shampo dan sabun yang berlebihan, dan detergen yang tidak dibilas dengan
sempurna2.
b. Diagnosis
Diagnosis D.A. didasarkan kriteria yang disusun oleh Hanifin dan Rajka
yang diperbaiki oleh kelompok kerja dari Inggris yang dikoordinasi oleh Williams
(1994)1.
Kriteria mayor
-
Pruritus
-
Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak
-
Dermatitis di fleksura pada dewasa
-
Dermatitis kronis atau residif
-
Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya

22
Gambar 7. Dermatitis pada muka dan fleksura
Kriteria minor
-
Xerosis
-
Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simpleks)
-
Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki
-
lktiosis/hipediniar palmads/keratosis pilaris
-
Pitiriasis alba
-
Dermatitis di papila mame
-
White dermographism dan delayed blanch response
-
Keilitis
-
Lipatan infra orbital Dennie-Morgan
-
Konjungtivitis berulang
-
Keratokonus
-
Katarak subkapsular anterior
-
Orbita menjadi gelap
-
Muka pucat atau eritem
-
Gatal bila berkeringat
-
Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak
-
Aksentuasi perifolikular
-
Hipersensitif terhadap makanan
-
Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi
-
Tes kulit alergi tipe dadakan positif
-
Kadar IgE di dalam serum meningkat
-
Awitan pada usia dini1.

Gambar 8. Kriteria Minor

Diagnosis D.A. harus mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor.
Untuk bayi, kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu:

23
Tiga kriteria mayor berupa:
-
riwayat atopi pada keluarga,
-
dermatitis di muka atau ekstensor,
-
pruritus,
ditambah tiga kriteria minor
-
xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris, aksentuasi perifolikular,
-
fisura belakang telinga,
-
skuama di skalp kronis1.
Kriteria major dan minor yang diusulkan oleh Hanifin dan Rajka didasarkan
pengalaman klinis. Kriteria ini cocok untuk diagnosis penelitian berbasis rumah
sakit (hospital based) dan eksperimental, tetapi tidak dapat dipakai pada penelitian
berbasis populasi, karena kriteria minor umumnya ditemukan pula pada kelompok
kontrol, di samping juga belum divalidasi terhadap diagnosis dokter atau diuji
untuk pengulangan (repeatability). Oleh karena itu kelompok kerja Inggris (UK
working party) yang dikoordinasi oleh William memperbaiki dan
meyederhanakan kriteria Hanifin dan Rajka menjadi satu set kriteria untuk
pedoman diagnosis D.A. yang dapat diulang dan divalidasi. Pedoman ini sahih
untuk orang dewasa, anak, berbagai ras, dan sudah divalidasi dalam populasi,
sehingga dapat membantu dokter Puskesmas membuat diagnosis1.
Pedoman diagnosis D.A. yang diusulkan oleh kelompok tersebut yaitu:
-
Harus mempunyai kondisi kulit gatal (itchy skin) atau dari laporan orang
tuanya bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosok.
-
Ditambah 3 atau lebih kriteria berikut:
1. Riwayat terkenanya lipatan kulit, misalnya lipat siku, belakang lutut,
bagian depan pergelangan kaki atau sekeliling leher (termasuk pipi anak
usia di bawah 10 tahun).
2. Riwayat asma bronkial atau hay fever pada penderita (atau riwayat
penyakit atopi pada keluarga tingkat pertama dari anak di bawah 4 tahun).
3. Riwayat kulit secara umum pada tahun terakhir.
4. Adanya dermatitis yang tampak di lipatan (atau dermatitis pada pipi/dahi
dan anggota badan bagian luar anak di bawah 4 tahun).
5. Awitan di bawah usia 2 tahun (tidak digunakan bila anak di bawah 4
tahun).

24
Gambar 9. Tempat Predileksi Dermatitis Atopik

3.1.8 Penatalaksanaan
a. Hidrasi
Penggunaan emolients yang mengandung lemak, dapat digunakan untuk
pencegahan pada penderita kronik, walaupun gejala dapat dikontrol.3
Emollients juga dapat diberikan pada DKAK subakut untuk membuat lapisan
protektif terhadap kulit yang iritasi dengan meningkatkan hidrasi.
b. Identifikasi dan Penghindaran
Uji tempel digunakan untuk mengetahui alergen yang menyebabkan
DKAK pada penderita. Oleh sebab itu, pencegahan kontak dengan alergen
sangat penting dalam pengobatan DKAK. Jika memang penghindaran alergen
sulit dilakukan, penderita dianjurkan untuk mengganti pekerjaannya.
c. Steroid Topikal
Kortikosteroid topikal merupakan pilihan pertama terapi untuk
mengontrol inflamasi. Inflamasi subakut dapat diobati dengan steroid group III
dan IV. Sedangkan inflamasi kronik, dibutuhkan steroid group I dengan oklusi
selama 1 sampai 3 minggu
Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa kombinasi steroid topikal
dan antibiotik topikal memiliki manfaat pada pengobatan eczema yang disertai
infeksi atau potensial untuk terinfeksi7.
d. Steroid Oral
Kortikosteroid oral dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi
peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema,

25
edema, bula atau vesikel. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa
hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam faal1.
e. Antihistamin oral
Pruritus dapat dikontrol dengan antipruritus topikal atau antihistamin oral,
antihistamin topikal atau anestesi sebaiknya dihindari karena risiko merangsang
alergi sekunder pada kulit yang sudah mengalami dermatitis.1
f. Radiasi UV
Radiasi dengan UV A dapat mengobati dermatitis. Pengobatan ini bekerja
dengan menekan sistem imun penderita dan mengurangi inflamasi. Radiasi
dengan UV B kurang baik jika dibandingkan dengan UV A.

3.1.9 Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan
kontaktannya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila
bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis
numularis, atau psoriasis), atau pajanan dengan bahan iritan yang tidak mungkin
dihindari.1,27

3.2. Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Petani 12


Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) merupakan salah satu kelainan
kulit yang sering dijumpai. Petani memiliki insiden tertinggi akan terjadinya
DKAK. Hal ini dikarenakan pekerjaan petani yang berhubungan dengan banyak
zat kimia, maupun wet works. DKAK dapat dibagi menjadi dua, yaitu
Dermatitis Kontak Iritan (DKI) dan Dermatitis Kontak Alergik (DKA). Dari
kedua jenis DKAK ini memiliki patogenesis yang berbeda, tetapi memiliki
gejala klinis yang serupa. Beberapa penyakit lain dapat memberikan gejala
yang serupa dengan DKAK. Oleh karena itu dibutuhkan kecermatan untuk
menyingkirkan kemungkingan-kemungkinan diagnosis lainnya. Dermatitis
kontak akibat kerja dapat diobati dengan standar baku pengobatan dermatitis,
termasuk penghindaran dari alergen dan iritan. Pencegahan DKAK pada petani,

26
yaitu eliminasi paparan alergen dan iritan; proteksi; identifikasi pekerja yang
beresiko tinggi; serta lainnya
Dermatitis kontak akibat kerja adalah dermatitis yang timbul akibat
kontak dengan bahan pada lingkungan pekerjaan dan tidak akan terjadi jika
penderita tidak melakukan pekerjaan tersebut.

3.2.1 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan akibat kelainan kulit pada
pekerja diakibatkan oleh dermatitis kontak. Konsultasi dengan dokter kulit
akibat dermatitis kontak adalah sebesar 4% sampai 7%. Dermatitis kontak
iritan timbul pada 80% dari seluruh penderita dermatitis kontak sedangkan
dermatitis kontak alergik kira-kira 10% sampai 20%. Sedangkan insiden
dermatitis kontak alergik diperkirakan terjadi pada 0,21% dari populasi
penduduk. Secara umum, usia tidak mempengaruhi timbulnya sensitisasi
namun dermatitis kontak alergik jarang dijumpai pada anak-anak. Bila dilihat
dari jenis kelamin, prevalensi pada wanita adalah dua kali lipat dibandingkan
pada laki-laki.7
Di Amerika Serikat terdapat sekitar dua juta lahan pertanian dengan
jumlah pekerja (petani) sebanyak lima juta pekerja. Di negara bagian
California, kelainan kulit tertinggi berada pada sektor pertanian. Hal ini
dikarenakan resiko akan terpapar poison oak. Antara tahun 1990 sampai 1994,
cow dander, disenfeksi, deterjen, wet and dry work, dan karet merupakan
penyebab tersering dari dermatitis tangan pada petani.

3.2.2 Etiologi Dan Deskripsi Pekerjaan Petani


Pekerja di bidang pertanian melakukan bervariasi pekerjaan yang terpapar
bahan kimia, biologi, dan bahan berbahaya lainnya. Mereka memupuk,
memanen ladang pertanian, membersihkan, serta memperbaiki segala peralatan
pertanian. Para pekerja pertanian khususnya petani terpapar bahan-bahan kimia
yang sering digunakan di bidang pertanian dan juga faktor-faktor lingkungan
seperti kelembaban, suhu, dan frekuensi mencuci tangan dapat mempengaruhi
mudahnya terjadi dermatitis kontak akibat kerja.9

27
Di California terdapat lebih dari 13.000 jenis pestisida dimana
mengandung lebih dari 800 bahan aktif. Insiden tertinggi DKAK terkait dengan
pestisida terdapat pada pertanian anggur. Bahan-bahan aktif seperti emulsifier,
surfaktan, ataupun biosida dapat menyebabkan DKI ataupun DKA. Kulit
tangan menjadi lokasi terpaparnya pestisida pada petani.9
Contoh bahan iritan yang dapat menyebabkan dermatitis kontak akibat
kerja pada petani adalah sabun dan deterjen, pestisida, debu, kotoran, keringat,
desinfektan, petroleum, pupuk buatan, dan tanaman dan sejenisnya. Sedangkan
bahan alergen yang dapat menyebabkan dermatitis kontak akibat kerja pada
petani adalah bahan-bahan yang terbuat dari karet (sarung tangan, sepatu bot),
Potassium dichromate (alat-alat pertanian), preservatives (pada pupuk buatan),
pestisida, antimikrobial, cow dander, serbuk gandum, tepung terigu, dan
storage myte, molds.1,9

2.2.4 Manifestasi Klinis


Lokalisasi tersering DKAK pada petani adalah tangan (sekitar 80-
90%).1,5 Hal ini mengingat akan pekerjaan petani yang berhubungan dengan
tangan. Lokasi DKAK lainnya pada petani meliputi kaki dan badan. Petani
dengan jenis kelamin perempuan lebih rentan terkena DKAK dibandingkan
dengan laki-laki. Banyak kasus DKAK dimulai dari eritema dan bersisik di
metacarpophalangeal joints dan daerah sekitar belakang jemari, dan di sela-
sela jemari.1
Adapun lokasi lainnya adalah lengan jika tidak tertutupi dan pada wajah
serta leher apabila terpapar dengan debu atau fumes. Alergik terhadap karet
dapat menyebabkan dermatitis. Beberapa pekerja mengalami proses adaptasi
terhadap alergen dan iritan. DKAK dapat terjadi kapan saja, tetapi mengalami
puncak setelah lama bekerja.
Penderita DKA umunya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung
kepada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan
bercak eritematosa yang berbatas agak jelas, kemudian diikuti edema, dan
papulovesikel. Vesikel dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah).

28
Pada yang kronik terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan
mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan
DKI kronik.
Gejala DKI akut timbul beberapa saat setelah adanya paparan iritan.
Kulit akan menunjukan gejala eritema, edema, bula, dan nekrosis, serta adanya
keluhan stinging, rasa terbakar, ataupun sensasi rasa sakit. Lesi berbatas tajam.
DKI kronik timbul akibat dari paparan yang berulang-ulang, baik oleh
air, sabun, ataupun deterjen. Sedikit eritema dengan skuama halus merupakan
gejala awal. Gejala akan berkembang menjadi skuama, fisura, pecah-pecah,
ataupun pendarahan fisura dikarenakan robeknya dermis.

BAB IV
PEMBAHASAN

Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang


timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi.1 Diagnosis
Dermatitis Kontak Alergi (DKA) pada pasien ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh
muncul ruam kemerahan dan gatal di area tungkai bawah, perut, dada, leher dan
telinga hilang timbul sejak 1 tahun SMRS. Keluhan-keluhan tersebut muncul
sehari setelah pasien menyemprot rumput liar dengan roundup.
Pada dermatitis kontak alergi yang kronis terlihat kulit kering, berskuama,
papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.1,2 Kelainan ini
sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis. Pada pasien kulit terlihat
kering, berskuama, terdapat papul dengan batas yang kurang jelas Hal ini
menunjukkan dermatitis yang dialami sudah kronis.
Diagnosis banding pada kasus ini adalah dermatitis atopik dan dermatitis
kontak iritan. Diagnosis banding dermatitis atopik didasari karena ujud kelainan
kulit pada kasus mirip dengan dermatitis kontak alergi, namun untuk memastikan
dilakukan penentuan yang didasarkan kriteria Hanifin dan Rajka, meliputi criteria
Mayor yaitu:
-
Pruritus
-
Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak

29
-
Dermatitis di fleksura pada dewasa
-
Dermatitis kronis atau residif
-
Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya

Kriteria minor
-
Xerosis
-
Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simpleks)
-
Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki
-
lktiosis/hipediniar palmads/keratosis pilaris
-
Pitiriasis alba
-
Dermatitis di papila mame
-
White dermographism dan delayed blanch response
-
Keilitis
-
Lipatan infra orbital Dennie-Morgan
-
Konjungtivitis berulang
-
Keratokonus
-
Katarak subkapsular anterior
-
Orbita menjadi gelap
-
Muka pucat atau eritem
-
Gatal bila berkeringat
-
Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak
-
Aksentuasi perifolikular
-
Hipersensitif terhadap makanan
-
Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi
-
Tes kulit alergi tipe dadakan positif
-
Kadar IgE di dalam serum meningkat
-
Awitan pada usia dini1
Pada pasien dapat dikatakan diagnosisnya dermatitis atopik jika memenuhi
persyaratan 3 mayor + 3 minor. Namun jika disesuaikan dengan keadaan pasien
hanya ditemukan 3 mayor dan satu minor. Pruritus, dermatitis di muka atau
ekstensor pada bayi dan anak, riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
unntuk mayor. Untuk minor Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki. Karena
tidak sesuai krietria tersbut maka diagnosis untuk dermatitis atopik disingkirkan
Diagnosis banding yang kedua adalah dermatitis kontak iritan
Diagnosis banding dermatitis kontak iritan didasari karena ujud kelainan
kulit pada kasus mirip dengan dermatitis kontak alergi dan bahkan sulit
dilbedakan.

30
Perbedaan antara dermatitis alergika dan dermatitis kontak iritan adalah sebagai berikut.1

Dermatitis kontak alergika Dermatitis kontak iritan


Cenderung kronik Cenderung akut
Hanya orang ternttu (tiwayat Semua orang bisa terkena
alergi/sensisitasi)
Lesi awal berupa: makula, eritema, Lesi awal berupa: makula, eritema,
vesikel, bula dan erosi papula melebar dari tempat awal
Penyebab alergen Penyebab iritan primer
Tidak bergantung dengan konsentrasi, Bahan iritan melewati ambang batas
rendah sekali dapat memicu DKA.
Bergantung tingkat sensitisasi
Onset pada kontak berulang Onset pada kontak pertama
24-72 jam Terjadi cepat dengan iritan kuat dan
(menit-jam), lambat dengan iritan
lemah
Jika dilihat pada tabel diatas, gejala klinis cenderung pada dermatitis kontak
alergika. Sehingga diagnosis dermatitis kontak iritan dapat disingkirkan.
Perbedaan dermatitis kontak alergika dan dermatitis kontak iritan juga
terdapat pada gejala klinis. Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam,
bergantung pada sifat iritan. Iritan kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah
memberikan gejala kronis. Selain itu banyak faktor yang mempengaruhi
sebagaimana yang telah disebutkan, yaitu faktor individu (misalnya ras, usia,
lokasi, atopi, penyakit lain), faktor lingkungan (misalnya, suhu dan kelembaban
udara, oklusi). Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tersebut DKI
diklasifikasikan menjadi sepuluh macam, yaitu: DKI akut, lambat, akut (acute
delayed ICD), reaksi iritan, kumulatif, traumateratif, eksikasi ekzematik, pustular,
dan akneformis, noneritematosa, dan subyektif.1
Ada pula yang membaginya menjadi dua kategori yaitu kategori mayor
terdiri atas DKI akut termasuk luka bakar kimiawi, dan DKI kumulatif. Kategori
lain terdiri atas: DKI lambat akut, reaksi iritasi, DKI traumatik, DKI eritematosa,
dan DKI subyektif.1
Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat,
biasanya terjadi karena kecelekaan. Intensitas reaksi sebanding dengan

31
konsentrasi dan lamanya kontak dengan iritan, terbatas pada tempat kontak. Kulit
terasa pedih, panas, rasa terbakar, kelainan kulit berbatas tegas dan pada
umumnya asimetris. DKI akut lambat, memberikan gambaran klinis dan gejala
sama dengan DKI akut, tetapi baru muncul 8 sampai 24 jam atau lebih setelah
kontak. Bahan yang menyebabkan DKI akut lambat podofilin, antralin, tretinoin.
DKI kumulatif, jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi, nama lain ialah
DKI kronis. Penyebab DKI kronis adalah kontak berulang-ulang dengan iritan
lemah, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin,
deterjen, sabun, pelarut, tanah, air. Gejala klasik yang timbul adalah kulit kering,
eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, difus.
Bila kontak berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur).1
Reaksi Iritan dapat menimbulkan ujud kelainan kulit berupa skuama,
eritema, vesikel, pustul, dan erosi. DKI traumatik, kelainan kulit berkembang
lambat setelah trauma panas atau laserasi. DKI noneritematosa merupakan bentuk
subklinis DKI tanpa disertai kelainan klinis. DKI subyektif, juga disebut DKI
sensori, kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita merasa panas atau terbakar
setelah kontak dengan bahan kimia tertentu, misalnya asam laktat.1
Standar emas untuk menegakkan diagnosis DKA, termasuk yang dicurigai
akibat kerja adalah uji tempel. Pada pasien tidak dilakukan uji tempel.
Secara umum, penanganan DKA meliputi11:
1. Perlindungan terhadap kulit dari bahan alergen, seperti penggunaan sarung
tangan dan perubahan gaya hidup, termasuk edukasi adalah hal yang sangat
penting untuk dilakukan.
2. Pengobatan topical [emollient, cream/ointment corticosteroid, dan irradiasi
dengan sinar ultraviolet (UV) atau X-rays].
3. Pengobatan sistemik [kortikosteroid].
Faktor yang berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak alergi,
misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, lama pajanan, suhu, dan
kelembaban lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga faktor individu, misalnya
keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan
epidermis), status imunologik (misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar
matahari)1. Dalam kasus ini faktor yang berpengaruh dalam timbulnya dermatitis

32
pasien ialah potensi sensitisasi alergen (cairan roundup) yang digunakan untuk
menyemprot tanaman liar. Untuk mengatasi dermatitis alergi perlu dihindari
faktor-faktor pencetusnya, Dalam kesehariannya pasien bekerja sebagai petani
yang menjadi faktor pencetus tentu saja tidak dapat dihindari. Sehingga solusi
yang perlu dicoba yaitu saat menyemprot pasien diminta untuk memakai sarung
tangan, pakaian lengan panjang dan celana panjang untuk menutupi hampir
seluruh tubuh.
Pengobatan pada pasien ini diberikan antihistamin yaitu mebhydroline
2x50 mg, serta kortikosteroid metilprednisolon 8 mg untuk oral serta
desoximetason cream untuk topikal. Penatalaksanaan pada penyakit ini bertujuan
untuk mengurangi pruritus dan meminimalkan lesinya dengan menggunakan obat-
obatan yaitu :
a. Antihistamin untuk mengurangi rasa gatal
b. Kortikosteroiduntuk mengatasi peradangan dan gatal serta perlahan-lahan
menghaluskan kulit.1,4
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan
kontaktannya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila
bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis
numularis, atau psoriasis), atau pajanan dengan bahan iritan yang tidak mungkin
dihindari.1,2

33
KESIMPULAN

Telah dilaporakan suatu kasus Dermatitis Kontak Alergik pada seorang


perempuan, Ny. N, 49 tahun yang datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD
dr. Doris Sylvanus dengan keluhan utama bercak kemerahan pada kulit yang
disertai gatal. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik.
Terapi yang diberikan pada pasien diberikan dalam bentuk oral dan topikal berupa
kortikosteroid dan antihistamin oral dan kortikosteroid topikal. Edukasi untuk
pasien berupa nasihat untuk menghindari alergen atau saat menyemprot tanaman,
pasien diminta untuk memakai sarung tangan, pakaian lengan panjang dan celana
panjang untuk menutupi hampir seluruh tubuh saat menyemprot tanaman.

34

Anda mungkin juga menyukai

  • UAP Dede D
    UAP Dede D
    Dokumen22 halaman
    UAP Dede D
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • PPT Tumor Mata
    PPT Tumor Mata
    Dokumen38 halaman
    PPT Tumor Mata
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • Lapsus UAP Dede
    Lapsus UAP Dede
    Dokumen18 halaman
    Lapsus UAP Dede
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Gambar
    Daftar Gambar
    Dokumen1 halaman
    Daftar Gambar
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi Terbaru
    Daftar Isi Terbaru
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi Terbaru
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • Promkes Delirium Dede
    Promkes Delirium Dede
    Dokumen2 halaman
    Promkes Delirium Dede
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • Bab II Newww
    Bab II Newww
    Dokumen1 halaman
    Bab II Newww
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi Terbaru
    Daftar Isi Terbaru
    Dokumen25 halaman
    Daftar Isi Terbaru
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • Referat
    Referat
    Dokumen18 halaman
    Referat
    Dede 3pirmandi
    Belum ada peringkat
  • Cover Ku
    Cover Ku
    Dokumen2 halaman
    Cover Ku
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • Cedera Lahir
    Cedera Lahir
    Dokumen38 halaman
    Cedera Lahir
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • Penilaian Dosen
    Penilaian Dosen
    Dokumen16 halaman
    Penilaian Dosen
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • Cedera Lahir
    Cedera Lahir
    Dokumen38 halaman
    Cedera Lahir
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • Bab II Newww
    Bab II Newww
    Dokumen17 halaman
    Bab II Newww
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Tawari Gilda
    Kata Pengantar Tawari Gilda
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar Tawari Gilda
    Gilda Cristina
    Belum ada peringkat
  • Refer at
    Refer at
    Dokumen19 halaman
    Refer at
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • Promkes Delirium Dede
    Promkes Delirium Dede
    Dokumen2 halaman
    Promkes Delirium Dede
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen2 halaman
    Bab V
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Gambar
    Daftar Gambar
    Dokumen1 halaman
    Daftar Gambar
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi Terbaru
    Daftar Isi Terbaru
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi Terbaru
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • Kepaniteraan Klinik Bagian
    Kepaniteraan Klinik Bagian
    Dokumen54 halaman
    Kepaniteraan Klinik Bagian
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • PEMBATAS
    PEMBATAS
    Dokumen1 halaman
    PEMBATAS
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • Bab II Newww
    Bab II Newww
    Dokumen17 halaman
    Bab II Newww
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • Referat
    Referat
    Dokumen18 halaman
    Referat
    Dede 3pirmandi
    Belum ada peringkat
  • Promkes Delirium Dede
    Promkes Delirium Dede
    Dokumen2 halaman
    Promkes Delirium Dede
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • Referat Cover
    Referat Cover
    Dokumen1 halaman
    Referat Cover
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • Perubahan Pada Serviks
    Perubahan Pada Serviks
    Dokumen1 halaman
    Perubahan Pada Serviks
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • MEKANISME PERSALINAN NORMAL - Docxhthf
    MEKANISME PERSALINAN NORMAL - Docxhthf
    Dokumen2 halaman
    MEKANISME PERSALINAN NORMAL - Docxhthf
    Dede Tri Firmandi
    Belum ada peringkat
  • STUDI KASUS
    STUDI KASUS
    Dokumen117 halaman
    STUDI KASUS
    Susilawati 280196
    Belum ada peringkat