Anda di halaman 1dari 52

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Motivasi Kerja (Nasir dan Muhith, 2011: 21)

2.1.1 Pengertian

Motivasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu motivation. Kata dasarnya

adalah motive yang juga telah diadaptasi dalam bahasa Melayu menjadi motif,

yaitu maksud/tujuan. Kata motif sering kali diartikan dengan istilah dorongan.

Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat.

Jadi, motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia

untuk bertingkah laku, dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu.

Tidak dapat dipungkiri, setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia selalu

dimulai dengan (niat) motivasi (Nasir & Muhith, 2011: 21).

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan seseorang yang dapat

menimbulkan tingkat konsistensi dan antusiasmenya dalam melaksanakan suatu

kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi

intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi

yang dimiliki individu akan banyak menentukan kualitas perilaku yang

ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja, maupun kehidupan lainnya.

Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (2010: 10), motivasi diartikan

sebuah usaha-usaha yang menyebabkan seseorang bergerak melakukan sesuatu

karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki. Adanya motivasi tersebut,

membuat manusia menuju suatu keinginan yang dikehendaki yang timbul dari hati

sanubari dalam mencapai pemenuhan kebutuhan dasar yang belum tercapai.

6
7

Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiki daya tarik tersendiri bagi

kelangan pendidik, manejer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan

upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi,

Abdul Nasir (2011:143), mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi

individu dapat dilihat dari beberapa indikator, di antaranya adalah sebagai berikut.

1) Durasi kegiatan.

2) Frekuensi kegiatan.

3) Persistensi pada kegiatan.

4) Ketabahan, keuletan, dan kemampuan dalam menghadapi rintangan dan

kesulitan.

5) Pengorbanan untuk mencapai tujuan.

6) Tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan.

7) Tingkat kualifikasi prestasi atau produk (output) yang dicapai dari kegiatan

yang dilakukan.

8) Arah sikap terhadap sasaran kegiatan. Dengan kata lain, motivasi merupakan

bentuk keinginan atas terpenuhinya suatu dasar manusia sehingga manusia

mempunyai dorongan yang kuat untuk memcapai tujuan tersebut.

2.1.2 Teori Motivasi Menurut Beberapan Ahli

Beberapa teori yang melandasi terbentuknya motivasi adalah sebagai

berikut Nasir & Muhith (2011: 21).

2.1.2.1 Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya

berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima hierarki kebutuhan.


8

1) Kebutuhan fisiologis (physiological needs). Kebutuhan ini meliputi: rasa

lapar, haus, istirahat, dan seksual.

2) Kebutuhan akan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, tetapi

juga mental, psikologi, dan intelektual.

3) Kebutuhan akan kasih sayang (love needs)

4) Kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin

dalam berbagai symbol-simbol status.

5) Aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi

seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya

sehingga berubah menjadi kemampuan yang nyata.

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua

(keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan

menggolongkannya sebagai kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Terlepas

dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia tersebut, yang jelas adalah

bahwa sifat, jenis, dan intensitas, kebutuhan manusia berbeda satu dengan yang

lainnya. Hal ini dikarenakan manusia merupakan individu yang unik. Hal ini jelas

bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, tetapi juga bersifat

psikologis, mental, intelektual, juga spiritual. Istilah hierarki dapat diartikan

sebagai tingkatan, atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya adalah

bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama,

kedua, ketiga, dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan

kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan

tingkat kedua, sebelum kebutuhan tingkat pertama terpenuhi, begitupun yang


9

ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman dan

seterusnya.

Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih

bersifat teoritis, namun telah memberikan pondasi dan mengihlami

pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya

yang lebih bersifat aplikatif.

2.1.2.2 Teori Mc’Clelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)

Teori Mc’Clelland dikenal sebagai teori kebutuhan untuk mencapai

prestasi atau need for achievement (NAch), yang menyatakan bahwa motivasi

berbeda-beda sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi.

Kebutuhan akan prestasi tersebut menjadi pemacu untuk melaksanakan suatu

tugas atau pekerjaan yang sulit. Biasanya kebutuhan ini bersifat menguasai,

memanipulasi, atau mengorganisasi objek-objek fisik, manusia, atau ide-ide.

Pelaksanan hal-hal tersebut harus secepat dan seindependen mungkin, sesuai

kondisi yang berlaku. Seseorang dituntut untuk mampu mengatasi kendala-

kendala untuk mencapai standar yang tinggi sehingga hal tersebut merupakan

peforma puncak untuk dirinya sendiri. Teori ini juga membahas bahwa manusia

harus mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain dan meningkatkan

kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil. Menurut Mc’Clelland

karakterisistik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri

umum, yaitu sebagai berikut.

1) Sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas dengan derajat kesulitan moderat

2) Menyukai situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka

sendiri, bukan karena factor-faktor lain, seperti kemujuran.


10

3) Menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka,

dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.

2.1.2.3 Teori Clyton Alderfer (Teori EGR)

Teori Alderfer dikenal dengan akronim EGR. Akronim AGR dalam teori

Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah, yaitu: E existence

(kebutuhan akan eksistensi), R relatedness (kebutuhan untuk berhubungan

dengan pihak lain), dan G = growth (kebutuhan akan pertumbuhan). Jika makna

tiga istilah tersebut didalami, akan tampak dua hal penting. Pertama, secara

konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh

Maslow dan Alderfer. Oleh karena existence dapat dikatakan identik dengan

hierarki pertama dan kedua teori Maslow; relatedness senada dengan hierarki

kebutuhan ketiga dan keempat, dan growth mengandung makna sama dengan self

actualization, kedua teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan

manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer

disimak lebih lanjut akan tampak sebagai berikut.

1) Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula

keinginan untuk memuaskannya.

2) Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi semakin besar

apabila kebutuhan yang lebih rendah telah terpuaskan.

3) Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi,

semakin besar keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar.

Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatism manusia.

Hal ini berarti karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan


11

diri pada kondisi objektif yang dihadapainya, salah satunya dengan memusatkan

perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.

2.1.2.4 Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)

Ilmuan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam

pemahaman motivasi adalah Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal

dengan teori Teori Dua Faktor dari motivasi, yaitu factor motivasi dan factor

hygiene atau pemeliharaan. Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasi

adalah hal-hal yang mendorong seseorang untuk berprestasi yang bersifat

intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang. Sementara itu, yang

dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang

sifatnya ekstrinsik, yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan

perilaku seseorang dalam kehidupannya. Menurut Herzberg, yang tergolong

sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan

yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier, dan pengakuan orang

lain; sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain

status seseorang dalam organisasi, hubungan seseorang individu dengan

atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan

yang ditetapkan oleh pera penyelia, kebijakan organisasi, system administrasi

dalam organisasi, kondisi kerja, dan system imbalan yang berlaku. Salah satu

tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah

memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam

kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat

ekstrinsik.
12

2.1.2.5 Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan)

Victor H. Vroom dalam bukunya yang berjudul “Work and Motivation”

mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai teori harapan. Menurut teori

ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seseorang

dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil

yang diinginkannya itu. Artinya, bila seseorang sangat menginginkan sesuatu dan

tampaknya jalan terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan

berupaya mendapatkannya. Teori ini dinyatakan dengan cara yang sangat

sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorng menginginkan sesuatu dan

harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan

sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya jika,

harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk

berupaya akan menjadi rendah. Pada kalangan ilmuwan dan para praktisi

menajemen sumber daya manusia, teori harapan ini mempunyai daya tarik

tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian, membantu

para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukan

cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginan itu. Penekanan ini

dianggap penting kerena pengalaman menunjukan bahwa para pegawai tidak

selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk

memperolehnya.

2.1.2.6 Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku

Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas sebelumnya dapat

digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan

seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan sehingga sifatnya sangat


13

subjektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut. Padahal dalam

kehidupan keorganisasian, disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang

ditentukan pula oleh konsekuensi eksternal dari perilaku dan tindakannya. Hal ini

berarti, dari berbagai factor yang ada pada seseorang, faktor di luar diri seseorang

juga turut berperan sebagai penentu dalam mengubah perilaku. Dalam hal ini,

berlakulah apa yang dikenal dengan apa yang dikenal dengan hukum pengaruh,

yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang

mempunyai konsekuensi menguntungkan bagi dirinya dan mengelakkan perilaku

yang mengakibatkan timbulnya konsekuensi yang merugikan.

Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru ketik yang mampu

menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat, maka juru ketik

tersabut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan

gaji yang dipercepat. Oleh karena juru ketik tersebut menyenangi konsekuensi

perilakunya tersebut, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih

teliti, tetapi juga berusaha meningkatkan keterampilannya. Contoh sebaliknya

ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulang kali mendapatkan teguran

dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner.

Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagai konsekuensi negatif perilaku

pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada

waktunya di tempat tugas. Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang

digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat

manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh

dengan “gaya” yang manusiawi pula.


14

2.1.2.7 Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi

Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang

sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para

imuwan terus-menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang

terbaik, dalam arti menggabungkan berbagai kelebihan model-model tersebut

menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakatan di kalangan para pakar

bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan

imbalan dengan prestasi seseorang individu. Menurut model ini, motivasi

seseorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat

internal maupun eksternal. Hal yang termasuk pada faktor eksternal adalah

sebagai berikut.

1) Persepsi seseorang mengenai dirinya sendiri.

2) Harga diri.

3) Harapan pribadi.

4) Kebutuhan.

5) Keinginan.

6) Kepuasan kerja.

7) Prestasi kerja yang dihasilkan.

Selain itu, faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi seseorang, antara

lain sebagai berikut.

1) Jenis dan sifat pekerjaan.

2) Kelompok kerja di mana seseorang bergabung.

3) Organisasi tempat bekerja.

4) Situasi lingkungan pada umumnya.


15

5) Sistem imbalan yang berlaku.

2.1.3 Prinsip-prinsip Dalam Memotivasi Kerja Pegawai

Terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja pegawai (Nursalam,

2012: 89).

1) Prinsip Partisipatif

Pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi menentukan tujuan

yang akan dicapai oleh pemimpin dalam upaya memeotivasi kerja.

2) Prinsip Komunikasi

Pemimpin mengomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha

pencapaian tugas. Informasi yang jelas akan lebih mudah dimotivasi.

3) Prinsip Mengakui Andil Bawahan

Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil dalam usaha

mencapai tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah

dimotivasi.

4) Prinsip Pendelegasian Wewenang

Pemimpin akan memeberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai

bawahan untuk dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang

dilakukannya sewaktu-waktu. Hal ini akan membuat pegawai yang

bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh

pemimpin.

5) Prinsip memberi perhatian

Pemimpin memeberi perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai

bawahannya, sehingga bawahan akan termotivasi bekerja sesuai dengan

harapan pemimpin.
16

2.1.4 Peran Manajer Dalam Menciptakan Motivasi

Manajer memegang peran penting dalam memotivasi staf untuk mencapai

tujuan organisasi. Untuk melaksanakan tugas tersebut, manajer harus

mempertimbangkan keunikan/karakteristik stafnya dan berusaha untuk

memberikan tugas sebagai suatu strategi dalam memotivasi staf. Kegiatan yang

perlu dilaksanakan manaje rdalam menciptakan suasana yang motivatif adalah

sebagai berikut.

1) mempunyai harapan yang jelas terhadap stafnya dan mengomunikasikan

harapan tersebut kepada para staf.

2) Harus adil dan konsisten terhadap semua staf/karyawan

3) Pengambilan keputusan harus tepat dan sesuai

4) Pengembangan konsep kerja tim

5) Mengakomodasikan kebutuhan dan keinginan staf bahwa anda mengalami

perbedaan-perbedaan dan keunikan dari masing-masing staf

6) Menunjukkan kepada staf bahwa anda memahami perbedaan-perbedaandan

keunikan dari masing-masing staf

7) Menghindarkan adanya suatu perbedaan antar kelompok/perbedaan antar staf

8) Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyelesaikan tugasnya dan

melakkukakan suatu tantangan-tantangan yang akan memberikan penglaman

yang bermakna

9) Meminta tanggapan dan masukkan kepada staf terhadap keputusan yang akan

dibuat di organisasi

10) Memastikan bahwa staf mengetahui dampak dari keputusan dan tindakan

yang akan dilakukan


17

11) Memberikan kesempatan setiap orang untuk mengambil keputusan sesuai

tugas limpahan yang diberikan

12) Menciptakan situasi saling percaya dan kekeluargaan dengan staf

13) Memberikan kesempatan kepada staf untuk melakukan koreksi dan

pengawasan terhadap tugas

14) Menjadi role model bagi staf

15) Memberikan dukungan yang positif

2.1.5 Peran Mentor Sebagai Instrumen Peningkatan Motivasi Kerja

Peran sebagai mentor manajer adalah sebagai berikut (menurut Darling,

1984 dikutip dari Nursalam, 2012: 90)

1) Model: seseorang yang perilakunya menjadi contoh dan panutan

2) Envisioner: seseorang yang dapat melihat dan berkomunikasi arti

keperawatan profesional dan keterkaitannya dalam praktik keperawatan

3) Energizer: seseorang yang selalu dinamis dan memberikan stimulasi kepada

staf untuk berpartisipasi terhadap program kerjanya

4) Investor: seseorang yang menginvestasi waktu dan tenaga dalam

perkembangan profesi dan organisasi

5) Supporter: seseorang yang memberikan dukungan emosional dan

menumbuhkan rasa percaya diri

6) Standart procedur: seseorang yang selalu berpegang pada standar yang ada

dan menolak aktivitas yang kurang atau tidak memenuhi kriteria standar

7) Teacher-coach: seseorang yang mengajarkan kepada anda tentang

kemampuan skill interpersonal, dan politik yang penting dalam

pengembangan
18

8) Feedback giver: seseorang yang memberikan umpan balik, baik secara tulus

positif atau positif dalam perkembangan

9) Eye-opener: seseorang yang selalu memberikan wawasan/pandangan yang

luas tentang sitiasi terbaru yang terjadi

10) Door-opener: seseorang yang selalu membuka diri dan memberikan

kesempatan kepada staf untuk berkonsultasi

11) Idea bouncer: seseorang yang selalu berdiskusi dan mendengarkan pendapat

anda

12) Problem solver: seseorang yang akan membantu anda dalam mengidentifikasi

dan menyelesaikan masalah

13) Career counselor: seseorang yang membantu anda dalam pengembangan

karier (cepat ataupun lambat)

14) Challenger: seseorang yang mendorong anda untuk menghadapi

perubahan/tantangan secara kritis dan pantang menyerah

2.1.6 Motivasi Diri untuk Manajer

Motivasi diri sendiri dari manajer merupakan variabel yang menentukan

motivasi pada semua tingkatan, khusunya untuk kepuasan staf dan untuk tetap

bertahan bekerja pada institusi tersebut. Sikap yang positif, semangat, produktif,

dan melaksanakan kegiatan dengan baik merupakan faktor utama yang harus

dimiliki manajer. Terjadinya “burn out” salah satunya disebabkan oleh sikap

manajer yang kurang positif. Oleh karena itu, secara kontinu manajer selalu

memonitor tingkat motivasinya dan menjadikan motivasinya sebagai panutan bagi

staf.
19

Hal penting yang harus dilakasanakan oleh manajer keperawatan adalah

perawatan diri. Ada beberapa strategi untuk mempertahankan self care (Menurut

Summer, 1994 dikutip dalam Nursalam, 2012: 91), yaitu sebagai berikut.

1) Mencari konsultan dan kelompok pendukung yang memungkinkan manajer

untuk selalu memperhatikan staf dan mendengarkan keinginan anda

2) Mempertahankan diet dan aktivitas

3) Mencari aktivitas yang dapat membantu untuk dapat bersantai

4) Memisahkan urusan perkerjaan dan kehidupan di rumah

5) Menurunkan harapan yang terlalu tinggi dari diri anda dan orang lain

6) Mengenali keterbatasan/kelemahan

7) Menyadari bahwa bukan hanya anda yang dapat menyelesaikan semua

pekerjaan, belajarlah menghargai kemampuan staf

8) Berani mengatakan “tidak” jika anda tidak dapat menyelesaikan pekerjaan,

belajarlah menghargai kemampuan staf

9) Bersantai, tertawa dan berkumpul dengan teman-teman

10) Menanakan bahwa semua yang anda kerjakan adalah untuk keselamatan umat

dan sebagai ibadah.

2.2 Konsep Dasar Tingkat Stres

2.2.1 Pengertian Stres

Menurut Hans Selye (1982) dikutip dalam Iyus Yosep (2011: 46) stres

merupakan respons tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap tuntutan atau

beban atasnya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan apabila seseorang

mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat
20

mengatasi tugas yang dikatakan itu, maka tubuh berespon dengan tidak mampu

terhadap tugas tersebut, sehingga orang tersebut dapat mengalami stres.

Stres adalah suatu kondisi dimana keadaan tubuh terganggu karena tekanan

psikologis. Biasanya stres bukan karena penyakit fisik tetapi lebih mengenai

kejiwaan. Akan tetapi karena pengaruh stres tersebut maka penyakit fisik bisa

muncul akibat lemah dan rendahnya daya tahan tubuh pada saat tersebut (Teguh

Wangsa G.H, 2010.23)

Stres adalah reaksi dari tubuh (respons) terhadap lingkungan yang dapat

memproteksi diri kita yang juga merupakan bagian dari sistem pertahanan yang

membuat kita tetap hidup. Stres adalah kondisi yang tidak menyenangkan dimana

manusia melihat adanya tuntutan dalam suatu situasi sebagai beban atau diluar

batasan kemampuan mereka untuk memenuhi tuntutan tersebut. Padangan dari

Patel (1996), stres merupakan reaksi tertentu yang muncul pada tubuh yang bisa

disebabkan oleh berbagai tuntutan, misalnya ketika manusia menghadapi

tantangan-tantangan (challenge) yang penting, ketika dihadapkan pada ancaman

(threat), atau ketika harus berusaha mengatasi harapan-harapan yang tidak realitas

dari lingkungannya. (Abdul Nasir & Abdul Muhith, 2011: 75)

Jadi stres adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan,

ketegangangan, perubahan emosi, dan lain-lain yang dipengaruhi oleh lingkungan

maupun penampilan individu didalam lingkungan tersebut.

2.2.2 Jenis-jenis Stres

Menurut Aziz Alimul Hidayat (2009: 56) ditinjau dari penyebabnya, stres

dibagi menjadi tujuh jenis, diantaranya :


21

2.2.2.1 Stres Fisik

Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena temperature

yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari atau karena

tegangan arus listrik.

2.2.2.2 Stres Kimiawi

Stres ini disebabkan karena zat kimia seperti adanya obat-obatan, zat

beracun asam basa, faktor hormone atau gas dan prinsipnya karena pengaruh

senyawa kimia.

2.2.2.3 Stres Mikrobiologik

Stres ini disebabkan karena kuman seperti adanya virus, bakteri atau

parasit.

2.2.2.4 Stres Fisiologik

Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh diantaranya

gangguan dari struktur tubuh, fungsi jaringan organ dan lain-lain.

2.2.2.5 Stres Proses Pertumbuhan dan Perkembangan

Stres yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan perkembangan

seperti pada pubertas, perkawinan dan proses lanjut usia.

2.2.2.6 Stres Psikis atau Emosional

Stres yang disebabkan karena gangguan psikologis atau ketidakmampuan

kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri seperti hubungan interpersonal, sosial

budaya atau faktor keagamaan.

Menurut Teguh Wangsa G.H.W (2010: 22) dilihat dari efeknya stres oleh

para psikologis dibedakan menjadi dua, yaitu :


22

1) Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan

konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan

individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan,

fleksibilitas, kemampuan adaptasi dan tingak performance yang tinggi.

2) Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang tidak sehat, negatif dan

destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan

juga organisasi seperti penyakit kardiovaskuler dan tingkat ketidakhadiran

(absenteinsm) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit,

penurunan, dan kematian.

2.2.3 Tingkat Stres

Menurut Hj. Sumiati, dkk (2010: 78) menurut prosesnya dalam hal

menghadapi stres memiliki respon yang berbeda-beda, tetapi secara umum respon

terhadap stres memiliki beberapa tingkat, yaitu :

2.2.3.1 Tingkat Peringatan

Setelah mengetahui adanya stres, tubuh akan segera bereaksi. Kecepatan

tubuh dalam bereaksi dikenal sebgai alam stage. Apabila ada rasa takut atau

cemas atau khawatir, maka badan mengeluarkan adrenalin, hormon yang

mempercepat katabolisme yang menghasil energi untuk persiapan menghadapi

bahaya yang mengancam. Ditandai dengan denyut jantung bertambahcepat dan

otot berkontraksi.

2.2.3.2 Tingkat Resistensi

Pada tingkat ini individu berada pada mekanisme bertahan, biasa disebut

koping mekanisme. Koping berarti kegiatan untuk mengatasi masalah, misalnya


23

rasa kecewa diatasi dengan humor rasa tidak senang dihadapi dengan sikap ramah

bukan dengan marah yang tidak terkendali dan sebagainya.

2.2.3.3 Tingkat Ketelitian (exhausted)

Jika stres berlangsung lama, akan memasuki tingkat ketiga, tubuh tidak

lagi mempunyai senjata untuk melawan stres. Pada keadaan ini, orang biasanya

jatuh sakit. Gejala psikosomatis, antara lain: gangguan pencernaan, mual, diare,

gatal-gatal, impotensi, exim, menstruasi tidak lancar dan bentuk gangguan

lainnya. Kadang-kadang muncul gejala lain, seperti tidak mau makan atau makan

terlalu banyak, terlebih lagi jika diperberat dengan kejadian-kejadian yang datang

bersamaan, seperti ditinggal orang tua yang disayangi, di PHK, pensuin, musibah

bencana, dan lain-lain.

Menurut Van Amberg (1979) dikutip dari Aziz Alimul Hidayat (2009: 59),

stres yang dialami seseorang dapat melalui tahapan. Tahapan stres terbagi menjadi

enam tahap diantaranya :

1) Tahap Pertama

Merupakan tahap yang ringan dari stres yang ditandai dengan adanya semangat

bekerja besar, penglihatannya tajam tidak seperti pada umumnya, merasa

mampu menyelesaikan masalah yang tidak seperti biasanya, kemudian merasa

senang akan perjalanan akan tetapi kemampuan yang dimilikinya semakin

berkurang.

2) Tahap Kedua

Pada tahap stres tahap kedua ini seseorang memiliki stres sebagai berikut

adanya perasaan letih sewaktu bangun pagi yang semestinya segar, terasa lelah

sesudah makan siang, cepat lelah menjelang sore, sering mengeluh lambung
24

atau perut tidak nyaman, denyut jantung berdebar-debar lebih dari biasanya,

otot-otot punggung dan tengkuk semakin tegang dan tidak bisa santai.

3) Tahap Ketiga

Pada tahap ketiga ini apabila seseorang mengalami gangguan seperti pada

lambung dan usus seperti adanya keluhan gastritis, buang air besar tidak

teratur, ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak tenag gangguan pola

tidur seperti sukar mulai untuk tidur, terbangun tengah malam dan sukar untuk

kembali tidur, lemah terasa seperti tidak memiliki tenaga.

4) Tahap Keempat

Tahap ini seseorang akan mengalami gejala seperti segala pekerjaan yang

menyangka terasa membosankan, semula tanggap terhadap situasi menjadi

kehilangan kemampuan untuk merespons secara adekua, tidak mampu

melaksanakan kegiatan sehari-hari, adanya gangguan pola tidur, sering

menolak ajakan karena bergairah, kemampuan mengingat dan konsentrasi

menurun karena adanya perasaan kecemasan dan kekuatan yang tidak

diketahui penyebabnya.

5) Tahap kelima

Stres tahap ini ditandai dengan adanya kelelahan fisik secara mendalam, tidak

mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana, gangguan pada

sistem pencernaan semakin berat dan perasaan ketakutan dan kecemasan

semakin meningkat.

6) Tahap keenam

Tahap ini merupakan tahap puncak dan seseorang mengalami panik dan

perasaan takut mati dengan ditemukan gejala seperti detak jantung semakin
25

keras, susah bernapas, terasa gemetar seluruh tubuh dan berkeringat,

kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan.

Menurut Hidayat (2007: 20) tingkat stres dibagi menjadi :

1) Stres Ringan

Stres ringan adalah stresor yang dihadapi setiap orang secara teratur umumnya

dirasakan oleh setiap orang misalnya: lupa, kebanyakan tidur, kemacetan,

dikritik. Situasi seperti ini biasanya berakhir dalam beberapa menit atau

beberapa jam dan biasanya tidur akan menimbulkan penyakit kecuali juka

dihadapi secara terus menerus.

2) Stres sedang

Terjadi lebih lama, dari beberapa jam sampai beberapa hari. Misalnya

perselisihan kesepakatan yang belum selesai, seba kerja yang berlebih,

mengharapkan pekerjaan baru, permasalahan keluarga. Situasi seperti ini dapat

berpengaruh pada kondisi kesehatan seseorang.

3) Stres berat

Merupakan stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa tahun.

Misalnyahubungan suami istri yang tidak harmonis,kesulitan finansial, dan

penyakit fisik yang lama.

2.2.4 Sumber Stres

Menurut rasmun (2010: 10) sumber stres dapat berasal dari dalam tubuh

dan luar tubuh, sumber stres dapat berupa biologik/fisiologik, kimia, psikologik,

sosial dan spiritual, terjadinya stres karena stressor tersebut dirasakan dan

dipersepsikan oleh individu sebagai suatu ancaman sehingga menimbulkan


26

kecemasan yang merupakan tanda umum dan awal dari gangguan kesehatan fisik

dan psikologis contohnya :

1) Stressor biologik dapat berupa : mikroba; bakteri virus dan jasad renik lainnya,

hewan, binatang bermacam tumbuhan dan makhluk hidup lainnya yang dapat

mempengaruhi kesehatan misalnya; tumbuhnya jerawat (acne), demam, digigit

binatang, dan lain-lain, yang dipersepsikan dapat mengancam konsep diri

individu.

2) Stressor fisik dapat berupa; perubahan iklim, alam, suhu, cuaca, geografi; yang

meliputi; letak tempat tinggal, domisili, demografi; berupa jumlah anggota

dalm keluarga, nutrisi, radiasi, kepadatan penduduk, imigrasi kebisingan, dan

lain-lain.

3) Stressor kimia; dari dalm tubuh dapat berupa serum darah dan glukosa

sedangkan dari luar tubuh dapat berupa obat, pengobatan, pemakain alkohol,

nikotin, kafein, polusi udara, gas beracun, insektisida, pencemaran lingkungan,

bahan-bahan kosmetik, bahan-bahan pengawet, pewarna dan lain-lain.

4) Stressor sosial psikologik, yaitu labeling (penamaan) dan prasangka,

ketidakpuasan terhadap diri sendiri, kekejaman (aniaya, perkosaan) konflik

peran, percaya diri yang rendah, perubahan ekonomi emosi yang negatif, dan

kehamilan.

5) Stressor spiritual; yaitu adanya peersepsi negatif terhadap nilai-nilai ke-

Tuhanan.

Menurut Abdul Nasir dan Abdul Muhith (2011: 85) sumber-sumber stres

dalam kehidupan adalah sebagai berikut :


27

1) Sumber stres dari individu

Terkadang sumber stres berasal dari dalam diri individunya sendiri. Salah satu

yang dapat menimbulkan stres dari pribadi sendiri adalah melalui penyakit

yang diderita oleh seseorang. Menjadi sakit menempatkan demans pada sistem

biologis dan psikologis, dan tingkatan stres yang dihasilkan oleh demans

tersebut bergantung tersebut bergantung pada keseriusan penyakit dan usia dari

orang tersebut. Hal lain yang dapat menimbulkan stres dari individu sendiri

adalah melalui penilaian dari dorongan motivasi yang bertentangan, ketika

terjadi konflik dalam diri sesorang dan biasanya orang tersebut berada dalam

suatu kondisi dimana dia harus menentukan pilihan tersebut sama pentingnya.

2) Sumber stres dari dalam keluarga

Perilaku, kebutuhan dan kepribadian dari tiap anggota keluarga yang

mempunyai pengaruh dan berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya,

kadang menimbulkan gesekan. Konflik interpersonal dapat timbul sebagai

akibat dari masalah keuangan, inconsiderate behavior, atau tujuan yang

bertolak belakang. Dari banyak stresor dalam keluarga, ada tiga hal yang

paling sering terjadi, yaitu sebagai berikut.

a. Bertambahnya anggota keluarga dengan kelahiran anak dapat menimbulkan

stres yang berkaitan dengan masalah keuangan (bertambahnya anak

bertambahnya pula biaya pengeluaran), masallah kesehatan, dan ketakutan

bahwa hubungan antara suami istri dapat terganggu.

b. Perceraian dapat menghasilkan dapat menghasilkan banyak perubahan yang

penuh dengan stres untuk semua anggota keluarga karena mereka harus
28

menghadapi perubahan dalam status sosial, pindah rumah, dan perubahan

kondisi keuangan.

c. Anggota keluarga yang sakit, cacat, dan mati, yang pada umumnya

memerlukan adaptasi, kemampuan untuk mengatasi perasaan sedih atau

duka yang mendalam dan kesabaran

3) Sumber stres dalam komunitas dan lingkungan

Jika kita terlepas dari stres akibat pekerjaan, sangatlah penting untuk

mengevaluasi gaya bekerja. Kepuasan kerja dan kecocokan antara kita dengan

atasan dan bawahan, serta organisasi. Mereka yang merasakan sedikit stres

adalah mereka yang bekerja di lingkungan yang sulit untuk berkembang.

Memeberikan pandangan/minat Anda kepada atasan atau bawahan dapat

menolongnya. Namun, bila tidak ada perubahan, meninggalkan organisasi bagi

seseorang adalah lebih baik. Hubungan yang dibuat orang diluar lingkungan

keluarganya dapat menghasilkan banyak sumber stres. Salah satunya adalah

bahwa hampir semua orang pada suatu saat dalam kehidupannya mengalami

stres yang berhubungan dengan pekerjaannya. Hal ini disebabkan karena

tuntutan pekerjaan yang dapat menghasilkan stres dalam dua cara.

a. Beban pekerjaan yang terlalu tinggi, sebagai akibat dari keinginan untuk

mendapatkanpenghasilan yang lebih atau jabatan yang tinggi.

b. Beberapa macam aktivitas dapat menyebabkan stres lebih daripada yang

lainya, apabila pekerjaan yang dilakukan terus-menerus dibawah

kemampuannya.

Bentuk aktivitas lain yang dapat menimbulkan stres adalah pada waktu

akan diadakannya evaluasi kinerja karyawan, yang merupakan suatu prioses yang
29

sulit, baik untuk supervisor maupun karyawannya. Beberapa aspek dari pekerjaan

dapaat meningkatkan stres pada pekerja, diantaranya adalah sebagai berikut.

a. Lingkungan kerja (tingkat kebisingan, temperature, kelembapan, atau

pencahayaannya).

b. Reliabilitas peralatan kerja (kinerja mesin, komputer dan sebagainya).

c. Hubungan interpersonal yang buruk.

d. Kurangnya pengakuan dari atasan atas hasil kerja yang baik dan tidak adanya

kemajuan dalam pekerjaan.

e. Kehilangan pekerjaan akibat dipecat atau pensiun.

2.2.5 Penyebab Stres

Menurut Hawari (2000) dikutip dari Hj. Sumiati (2010: 82) stres psikososial

dapat dibagi menjadi beberapa sebagai berikut :

2.2.5.1 Perkawinan

Perkawinan merupakan sumber stres yang dialami seseorang, misalnya

pertengkaran, perpisahan, perceraian, kematian salah satu dari pasangan,

ketidaksetiaan, dan lain-lain. Stressor perkawinan ini dapat menyebabkan

seseorang jatuh dalam depresi dan kecemasan.

2.2.5.2 Problem Orang Tua

Permasalahan yang dihadapi orangtua, misalnya tidak punya anak,

kebanyakan anak, kenakalan anak, anak sakit, hubungan yang tidak baik dengan

mertua, ipar, besan, dan lain-lain. Permasalahan tersebut diatas dapat

menyebabkan stres yang pada gilirannya seseorang dapat jatuh dalam depresi dan

kecemasan.
30

2.2.5.3 Hubungan Interpersonal (antar pribadi)

Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang mengalami

konflik, konflik dengan pacar, antara atasan dan bawahan, dan lain-lain. Konflik

hubungan interpersonal dapat merupakan sumber stres bagi seseorang yang

bersangkutan dapat mengalami depresi dan kecemasan.

2.2.5.4 Pekerjaan

Masalah pekerjaan merupakan sumber stres yang menduduki urutan kedua

setelah perkawinan. Banyak orang menderita depresi dan kecemasan karena

masalah pekerjaan ini, misalnya pekerjaan terlalu banyak, pekerjaan tidak cocok,

mutasi jabatan, kenaikan pangkat, pensiun,kehilangan pekerjaan (PHK), dan lain-

lain.

2.2.5.5 Lingkungan Kehidupan

Kondisi lingkungan yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan

seseorang, misalnya soal perumahan, pindah tempat tinggal, penggusuran, hidup

dalam lingkungan yang rawan (kriminalitas), dan lain-lain. Rasa terancam dan

tidak merasa aman, ini amat menggangu ketenangan dan ketentraman hidup

sehingga tidak jarang orang jatuh dalam depresi dan kecemasan.

2.2.5.6 Keuangan

Masalah keuangan (kondisi sosial ekonomi) yang tidak sehat, misalnya

pendapatan jauh lebih rendah dari pengeluaran, terlilit hutang, kebangkrutan

usaha, soal warisan, dan lain-lain. Problema keuangan sangat berpengaruh pada

kesehatan jiwa seseorang dan sering kali masalah keuangan ini merupakan faktor

yang membuat seseorang jatuh dalam depresi dan kecemasan.


31

2.2.5.7 Hukum

Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber

stres pula, misalnya tuntutan hukum, pengadilan, penjara, dan lain-lainl. Stres

dibidang hukum ini dapat menyebabkan seseorang jatuh dalam depresi dan

kecemasan.

2.2.5.8 Perkembangan

Yang dimaksud disini adalah adalah masalah perkembangan baik fisik

maupun mental seseorang, misalnya masa remaja, masa dewasa, menopouse, usia

lanjut, dan lain-lain. Kondisi setiap perubahan fase-fase tersebut diatas untuk

sementara orang dapat menyebabkan depresi dan kecemasan, terutama pada

mereka yang mengalami menopouse.

2.2.5.9 Penyakit fisik dan cidera

Sumber stres yang dapat menimbulkan depresi kecemasan disini adalah

antara lain penyakit, kecelakaan, operasi/pembedahan, oborsi, dan lain-lain.

Dalam hal penyakit yang banyak menimbulkan depresi dan kecemasan adalah

penyakit kronis, jantung, kanker, dan sebagainya.

2.2.5.10 Faktor keluarga

Yang dimaksud adalah faktor stres yang dialami oleh anak dan remaja yang

disebabkan oleh kondisi keluarga yang tidak baik, yaitu sikap orang tua, misalnya:

1) Hubungan kedua orang tua yang dingin atau penuh ketegangan atau acuh tak

acuh.

2) Kedua orang tua jarang dirumah dan tidak ada waktu bersama anak-anak

3) Komunikasi antara orang tua dengan anak kurng baik.

4) Kedua orang tua berpisah atau bercerai


32

5) Salah satu orang tua menderita dengan gangguan jiwa/kepribadian

6) Orang tua dalam mendidik anak kurang sabar, pemarah, keras, dan otoriter.

2.2.5.11 Lain-lain

Stressor kehidupan lainnya yang dapat menimbulkan depresi dan kecemasan

antara lain: bencana alam, kebakaran, perkosaan, kehamilan diluar nikah dan

sebagainya.

2.2.6 Respons Stres

Menurut Taylor (1991), dalam Videbeck (2008), dikutip dari Abdul Nasir &

Abdul Muhith (2011: 88), menyatakan bahwa stres dapat menghasilkan berbagai

respon. Berbagai penelitian telah membuktikanbahwa respons-respons tersebut

dapat berguna sebagai indikator terjadinya stres pada individu dan mengukur

tingkat stres yang dialami individu. Respon stres dapat terlihat dalam berbagai

aspek berikut.

1) Respons fisiologi. Dapat ditandai dengan meningkatnya tekanan darah, detak

jantung, nadi, dan pernapasan

2) Respons kognitif. Dapat terlihat melalui terganggunya proses kognitif individu,

seperti pikiran kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran berulang, dan

pikiran tidak wajar.

3) Respons emosi. Dapat muncul sangat luas, menyangkut emosi yang mungkin

dialami individu, seperti takut, cemas, malu, marah, dan sebagainya.

4) Respons tingkah laku. Dapat dibedakan menjadi fight, yaitu melawan situasi

yang menekan dan fight, yaitu menghindari situasi yang menekan.


33

Menurut Hans Selye (1946) dikutip dari Abdul Nasir & Abdul Muhith (2011: 89),

telah melakukan riset terhadap dua respons fisiologis tubuh terhadap stres, yaitu

Local Adaptation Syndrome (LAS) dan General Adaptation Syndrome (GAS) .

1) Local Adaptation Syndrome (LAS)

Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stres. Respons

setempatini termasuk pembekuan darah dan pembekuan luka, akomodasi mata

terhadap cahaya, dan sebagainya. Responnya berjangka pendek. Berikut ini

adalah karakteristik LAS.

a. Respons yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua sistem.

b. Respons bersifat adaptif; diperlukan stresor untuk menstimulasikannya.

c. Respons bersifat jangka pendek dan tidak terus-menerus

d. Respons bersifat restoratif

2) General Adaptation Syndrome (GAS) .

Merupakan respons fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres. Respons yang

terlibat didalamnya adalah sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Pada

beberapa buku teks GAS sering disamakan dengan neuroendokrin. GAS dibagi

menjadi tiga tahap berikut ini.

a. Fase alarm (waspada)

Melibatkan pengarahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk

menghadapi stresor. Terjadinya reaksi psikologis fight or flight dan reaksi

fisiologis. Tanda fisik: curah jantung meningkat, peredaran darah cepat,

serta darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala dan

ekstrimitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala stres memengaruhi

denyut nadi, ketegangan otot, dan daya tahan tubuh menurun. Fase alarm
34

melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan tubuh seperti pengaktifan

hormon yang berakibat pada meningkatnya volume darah, yang pada

akhirnya menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepas

untuk meningkatkan kadar gula darah yang bertujuan guna menyiapkan

energi untuk keperluan adaptasi. Teraktivasinya epinefrin dan norepinefrin

mengakibatkan denyut jantung meningkat dan terjadi peningkatan aliran

darah ke otot. Selain itu, juga terjadi peningkatan ambilan 02 dan

meningkatnya kewaspadaan mental, aktivitas hormonal ini yang sangat luas

menyiapkan individu untuk melakukan “respons melawan atau respons

menghundar”. Respons ini bisa berlangsung dari menit sampai jam. Bila

stresor masih menetap, maka individu akan masuk kedalam fase resistensi.

b. Fase resistance (resistensi/melawan)

Indivudu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis

dari pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha

menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya pada keadaan normal, dan

tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stres. Bila teratasi, gejala

stres akan menurun dan tubuh kembali stabil, termasuk hormon,denyut

jantung, tekanan darah, dan curah jantung. Hasil tersebut terjadi karena

individu tersebut berupaya beradaptasi dengan stresor, jka ini berhasil tubuh

akan memperbaiki sel-sel yang rusak. Bila gagal, maka individu tersebut

akan jatuh pada tahapan terakhir dari GAS, yaitu fase kehabisan tenaga.

c. Fase exhaustion (kelelahan)

Merupakan fase perpanjangan stres yang belum dapat tertanggulangi pada

fase sebelumnya. Energi untuk penyesuaian telah terkuras. Akibatnya,


35

timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit kepala,

gangguan mental, penyakit arteri koroner dan sebagainya. Bila usaha

melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat menyebabkan

kematian. Pada tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis,

akibatnya tubuh tidak mampu lagi menghadapi stres. Ketidakmampuan

tubuh untuk mempertahankan diri terhadap stresor inilah yang akan

berdapak pada kematian individu tersebut.

2.2.7 Mekanisme Koping Pada stres

Menurut Lazarus dan Folkman (1984) dikutip dari Nasir dan Muhith

(2011: 93), proses mekanisme koping bukan hanya satu kejadian karena koping

melibatkan ungoing transsactions dengan lingkungan, dan proses terseut

sebaiknya dilihat sebagai suatu dynamic series. Stres yang muncul pada anak akan

membuat dirinya melakukan suatu koping. Koping merupakan suati tindakan

mengubah kognitif secara konstan dan usaha tingkah laku untuk mengatasi

tuntutan internal atau eksternal yang dinilai membebani atau melebihi sumber

daya yang dimiliki individu. Koping yang dilakukan ini berbeda dengan perilaku

adaptif otomatis karena koping membutuhkan suatu usaha, yang apabila usaha

tersebut berhasil dilakukan menjadi perilaku otomatis lewat proses belajar.

Koping dipandang sebagai suatu usaha untuk menguasai situasi menekan, karena

tidak sesuai situasi tersebut dapat benar-benar dikuasai. Maka, koping yang efektif

untuk dilakukan adalah koping yang membantu seseorang untuk menoleransi dan

menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat

dikuasainya.
36

Menurut Lazarus dan Folkman (1984) dikutip dari Abdul Nasir dan Abdul

Muhith (2011: 93), dalam melakukan koping, ada dua strategi yang bisa

dilakukan.

1) Koping yang berfokus pada masalah (problem focused coping)

Problem focused coping yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau

megubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan

terjadinya tekanan. Problem focused coping ditunjukan dengan mengurangi

demans dari situasi yang penuh dengan stres atau memperluas sumber untuk

mengatasinya. Seseorang cenderung menggunakan metode problem focused

coping apabila mereka percaya bahwa sumber atau demans dari situasinya

dapat diubah. Strategi yang dipakai dalam Problem focused coping antara lain

sebagai berikut.

a. Confrontative coping: usaha untuk mengubah keadaan yang dianggab

menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi,

dan pengambilan resiko.

b. Seeking social support: usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional

dan bantuan informasi dari orang lain.

c. Planful problem Solving: usaha untuk mengubah keadaan yang dianggab

menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis.

2) Emotion focused coping

Emotion focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur

respons emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan

ditimbulkan oleh suatu kondisi yang dainggab penuh tekanan. Emotion focused

coping ditunjukkan untuk mengontrol responsnemosional terhadap situasi stres.


37

Seseorang dapat mengatur respons emosionalnya melalui pendekatan perilaku

dan kognitif. Strategi ynag digunakan dalam Emotion focused coping antara

lain sebagai berikut.

a. Self-control: usaha untuk mengatur perasaan ketika meghadapi situasi yang

menekan

b. Distancing: usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti

menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau

menciptakan pandangan-pandangan yang positif, seperti menganggap

masalah sebagai lelucon.

c. Posititive reapplasial: usaha mencari makna positif dari permasalahan

dengan berfokus pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal

yang bersifat religius.

d. Accepting responsibility: usaha untuk menyadari tanggung jawab diri

sendiri dalam permasalah yang dihadapinya dan mencoba menerimanya

untuk membuat semuanya untuk menjadi lebih baik. Strategi ini baik,

terlebih bila masalah terjadi karena pikiran dan tindakannya sendiri. Namun,

strategi ini menjadi tidak baik bila individu tidak seharusnya bertanggung

jawab atas masalah tersebut.

e. Escape/evoidance: usaha untuk mengatsi situasi menekan dengan lari dari

situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti

makan, minum, merokok, atau mengunakan obat-obatan.

Induvidu cenderung untukmenggunakan problem-focused coping dalam

masalah-masalah yang menurut mereka dapat dikontrolnya. Sebaliknya, individu

cenderung menggunakan Emotion focused coping dalam menghadapi masalah-


38

masalah yang menurutnya sulit untuk dikontrol (Lazarus dan Folkman, 1984).

Terkadang individu dapat menggunakan kedua strategi tersebut secara bersamaan,

namun tidak semua strategi koping pasti digunakan oleh individu (Taylor, 1981).

Para peneliti menemukan bahwa pengguna strategi Emotion focused coping oleh

anak-anak secara umum meningkat seiring bertambahnya usia mereka di (kutip

dalam Nasir dan Muhith, 2011: 94).

Lazarus dan Folkman (1984) menyatakan koping yang efektif adalah

koping yang membantu seseorang untuk menoleransi dan menerima situasi

menekan, serta tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya. Sesuai

dengan pernyataan tersebut Cohen dan Lazarus, dalam Taylor (1991),

mengemukakan agar koping dilakukandengan efektif, maka strategi koping perlu

mengacu pada lima fungsi tugas koping yang dikenal dengan istilah coping task,

yaitu sebagai berikut.

a. Mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya dan meningkatkan prospek

untuk memperbaikinya.

b. Menoleransi atau menyesuaikan dirindengan kenyataan yang negatif

c. Mempertahankan gambaran diri yang positif

d. Mempertahankan keseimbangan emosional

e. Melanjutjan kepuasan terhadap hubungannya dengan orang lain.

Menurut Taylor (1991), efektivitas koping bergantung pada keberhasilan

pemenuhan coping task untuk dinyatakan berhasil melakukan koping dengan

baik.setelah koping dapat memenuhi sebagian atau semua fungsi tugas tersebut,

maka dapat dilihat bagaimana coping outcome yang dialami tiap individu. coping
39

outcome adalah kriteria hasil koping untuk menentukan keberhasilan koping.

Beberapa kriteria coping outcome adalah sebagai berikut.

a. Ukuran fungsi fisiologis, yaitu koping dinyatakan berhasil bila koping yang

dilakukan dapat mengurangi indikator dan membangkitkan (arousal) stres

seperti menurunnya tekanan darah, detak jantung, detak nadi, dan sistem

pernapasan.

b. Apakah individu dapat kembali pada keadaan sebelumnya ia mengalami

stres dan seberapa cepat ia dapat kembali pada keadaan seperti sebelum

individu mengalami stres.

c. Efektivitas dalam mengurangi psycological distres. Koping dinyatakan

berhasil jika koping tersebut dapat mengurangi rasa cemas dan depresi pada

individu.

2.2.8 Prinsip Dasar Mengatasi Stres

Ada begitu banyak hal yang membuat kita stres, seperti yang telah

dibagian sebelumnya. Untuk menangani stres tentu saja lebih dulu kita mencari

sumber masalah yang membuat kita akhirnya mengalami stres. Arnold Lazarus

menemukan tujuh bidang pencetus stres yang perlu kita waspadai antara lain

sebagai berikut.

1) Perilaku (Behavior)

Perilaku yang buaruk dipercaya berandil besar pada terjadinya stres. Anggab

saja kita berperilaku buruk terhadap suatu keadaan, maka logikanya

keaadanpun menjadi buruk akibat reaksi yang kurang baik sehingga keadaan

menjadi lebih buruk. Pada akhirnya, semua kembali pada tubuh kita yang

akhirnya membuat sttres. Untuk mengatasi stres karena perilaku yang buruk,
40

tidak ada pilihan lain kecuali kita mengubah sikap dan perilaku kita menjadi

positif. Hal ini akan mengurangi tingkat stres dalam hidup. Reaksi terhadap

keadaan bereaksi pada kita.

2) Perasaan (affect)

Sikap yang termasuk dalam affect diantaranya: emosi, mood, dan berbagai

perasaan lain, misalnya sifat mudah marah atau emosional perlu diatasi, sebab

bisa memicu stres. Jangan berfikir bahwa sifat mudah marah, cepat emosional,

dan mood yang buruk adalah sifat pembawaan yang tidak mungkin diubah.

Untuk mnegubah sifap yang mengakar kuat karena kebiasaan dan bentukan

lingkungan, membutuhkan proses yang panjang dan kemauan diri yang kuat,

tetapi jika kita berani dan mau mengubah sifat-sifat buruk tersebut, kita akn

lebih rileks dan tidak gampang menjadi stres.

3) Sensasi tubuh (sensation)

Misalnya tubuh kita sakit atau merasa nyeri, atau kita mengalami kelelahan

tubuh yang luar biasa akibat aktivitas pekerjaan, maka hal ini bisa juuga

mengakibatkan stres. Kelelahan juga bisa mengakibatkan kita menjadi stres,

dan baiknya kita memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat. Ingatlah

bahwa kehidupan harus berjalan dengan seimbang. Ingatlah bahwa kehidupan

harus berjalan dengan seimbang. Ada waktunya untuk bekerja, tetapi ada

waktunya juga untuk beristirahat, demikianlah salomo berkaata dengan bijak.

Itulah alasan mengapa Tuhan memerintahkan kita untuk memelihara hari sabat,

yaitu agar kita juga memiliki waktu untuk beristirahat secara cukup.
41

4) Penghayatan mentalis (imagery)

Mentalitas yang buruk, seperti perasaan gagal, tidak bisa melakukan segala

sesuatu, perasaan tidak berguna atau berfikir bahwa dirinya ditakdirkan untuk

miskin dan gagal bisa mengakibatkan stres. Kita harus belajar untuk memiliki

cara pandang yang positif terhadap diri kita sendiri. Ingatlah, bahwa kita adalah

ciptaan Tuhan yang luar biasa. Ingatlah bahwa ada potensi yang luar biasa

yang Tuhan percayakan didalam diri kita. Jika kita memiliki masalah dengan

hal ini, saya sarankan untuk membaca ayat-ayat kitab suci masing-masing

agama tentang citra diri positif.

5) Proses berfikir merangkai pengertian (cognition)

Filosofi yang terlalu “harus, mesti, tidak bisa tidak, mutlak” bisa berujung pada

stres. Contohnnya, saya harus jadi nomor satu kalau tidak hidupku tidak berarti

apa-apa. Saya harus bisa menangani semua pekerjaan yang dibebankan kepada

saya. Saya harus sempurna dan tidak boleh gagal. Sikap-sikap tersebut

memang bisa memacu kita untuk menjadi lebih baik, namun bukan berarti

menjadi ukuran pencapaian kesuksesan. Jangan buat standar hidup yang terlalu

tinggi, yang justru akhirnya menjadikan kita stres.

6) Hubungan antar manusia (interpersonal relationship)

Hubungan kita dengan orang-orang di sekitar kita perlu kita cermati,. Jika

hubungan kita sedang bermasalah, tak perlu heran kalau akhirnya untuk

membuat kita menjadi stres misalnya kita memiliki masalah serius dengan

pasangan hidup yang sudah diambang perceraian, memiliki maslah dengan

anak-anak, menghadapi atasan yang otoriter dan terlalu menekan kita, atau

memiliki masalah dengan rekan kerja atau dikhianati teman. Jika tidak segera
42

diatasi, hal tersebut bisa berujung pada stres. Cara terbaik untuk mengatasi

masalah dengan orang-orang yang ada disekitar kita adalah dengan saling

menghargai. Dengan saling menghargai, kita bisa belajar untuk lebih sabar

menghadapi mereka, mau mengampuni kesalahn mereka, mau menghadapi

mereka dengan kelembutan dan pengendalian diri.

7) Obat-obatan (drugs)

Menurut penelitian medis, obat memang diperlukan untuk mengatasi rasa sakit,

tetapi ketergantungan akan obat bisa memicu terjadinya stres. Hal ini

dibuktikan dengan banyaknya orang yang stres akibat kecanduan obat-obat

tertentu. Segala sesuatu dapat menjadi berbahaya jika sudah mengikat dan

menjadi malu. Keadaan ini perlu ditangani secara serius, baik dengan

berkonsultasi kepada dokter maupun melalui bimbingan konseling.

2.2.9 Reaksi Psikologi Terhadap Stres

Menurut Hawari (2001) dikutip dari Sumiati (2010: 97), mengatakan bahwa

selain mengganggu sistem tubuh stres juga menyebabkan hal-hal sebagai berikut,

yaitu:

1) Mengganggu perasaan, seperti gelisah, sedih, merasa rendah diri, iri hati,

pemarah, bimbang dan ragu serta cemas.

2) Mengganggu pikiran, seperti tidak dapat berfikir secara jernih, sering lupa,

daya pikir rendah, tidak dapat berkonsentrasi, sehingga merasa seplah-olah

tidak cerdas, sehingga tidak mampu membuat keputusan secara cepat dan

sistematis.

3) Berpengaruh terhadap perilaku: perilaku tersebut diantaranya menyakiti diri

sendiri dan menyakiti orang lain.


43

4) Memacu beragam penyakit: deperi adalah suatu gangguan yang berlangsung

lama, disertai gejala dan tanda-tanda spesifik yang secara supstansial

mengganggu kewajaran sikap dan tindakan seseorang merasa sedih yang amat

sangat.

Sementara menurut Hans Selye (1996) dikitip dari Hj. Sumiati (2010: 97),

mengatakan bahwa stres dapat menimbulkan:

1) Kecemasan

Respon yang paling umum merupakan tanda bahaya yang menyatakan diri

dengan suatu penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan adalah emosi

yang tidak menyenangkan istilah “kuatir”, “tegang”, “prihatin”, “takut”, fisik

janttung berdebar, keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi

dan susah tidur.

2) Kemarahan dan agrasi

Adalah perasaan jengkel sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan

sebagai ancaman. Merupakan reaksi umum lain terhadap situasi stres yang

mungkin dapat menyebabkan agresi, agresi ialah kemarahan yang meluap-luap,

dan orang melakukan serangan secara kasar dengan jalan yang tidak wajar.

Kadang-kadang disertai perilaku kegilaan, tidak sadis dan usaha membunuh

orang.

3) Deperesi

Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat. Terkadang

disertai rasa sedih.


44

2.2.10 Strategi Mengurangi Stres

Menurut Potter, et all (1998) dikutip dalam Rasmun (2010: 55), strategi

mengurangi stres antara lain sebagai berikut:

1) Membangun Kebiasaan Baru

Dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia/individu mempunyai kebiasaan

yang unik dalam membantu menyelesaikan kegiatannya sehari-hari misalnya:

seorang ibu yang berhenti bekerja untuk mengasuh dan merawat ibunya.

Setelah anaknya besar dan sekolah ibu tersebut stres karena berkurangnya

kegiatan dan kesibukannya. Untuk itu ia perlu bantuan untuk menyesuaikan

diri dengan perubahan dan kebiasaan baru.

2) Menghindari perubahan

Yaitu suatu upaya yang dilakukan untuk tidak melakukan perubahan yang tidak

perlu atau dapat ditunda. Misalnya seorang ibu rumah tangga yang ditinggal

suaminya meninggal dunia sehingga mempunyai dua anak yang belum sekolah,

teman lamanya mengajaknya untuk pindah rumah dengan tujuan menghapus

kenangan semasa hidup yang pernah dialami. Maka sebaiknya pindah rumah

ditunda sambil memperbaiki situasi dan suasana keluarga.

3) Menyediakan waktu luang

Yaitu menyediakan waktu tertentu yang membatasi waktu untuk memfokuskan

diri beradaptasi dengan stresor, keuntungan dari alokasi waktu ini adalah dapat

mengembangkan dan membangun klien dalam mencapai tujuan, karena klien

menggunakan waktu dan sumber lebih efektif.


45

4) Pengelolaan waktu

Teknik ini sangat berguna untuk individu yang tidak dapat mengerjakan

berbagai hal dalam waktu yang bersamaan, individu membuat daftar tugas

yang harus dilaksanakan dengan memperhatikan faktor prioritas.

5) Memodifikasi lingkungan

Yaitu tindakan yang dilakukan adalah merubah lingkungan yang merupakan

sumber stresor secara realistis akan mengurangi stres contoh: seorang istri yang

ditinggal suaminya yang tadinya ditempel di dinding dan memindahkannya

kedalam lemari untuk disimpan, demikian juga pakaian, sepatu yang biasanya

dikenakan, jika klien dapat mengontrol lingkungan bebrarti stres dapat

dikurangi. Contoh lain: menutup/memperbaiki saluran pembuangan yang dapat

mencemari lingkungan, membuat lobang ventilasi rumah agar terhindar dari

polusi udara kamar.

6) Katakan “tidak”

Adalah cara lain untuk mengurangi kecemasa, atau perasaat yang tidka

menyenangkan, dengan cara lain individu dapat terhindar dari perasaan

tertekan yang trus-menerus yang disebabkan karena ketidakberaniannya untuk

mengatakan “tidak”.

7) Mengurangi respon fisiologi terhadap stres

a. Latihan teratur

Untuk meningkatkan tonus otot, stabilitas berat badan, mengurangi

ketegangan dan relaksasi. Susunan program latihan karena berguna untuk

mnegurangi stres seperti hipertensi, kelebihan berat badan, ketegangan, sakit

kepala, kelelahan, keletihan mental, sensitif dan depresi.


46

b. Nutrisi dan diet

Pemenuhan nutrisi dan latihan sangat erat hubungannnya, memeberikan

makanan yang cukup dan seimbang, memberikan tenaga untuk melakukan

kegiatan sehari-hari, meningkatkan sirkulasi darah, dan distribusi jaringan

kejaringan. Makanan yang tidak seimbang dapat menambah stres baru.

c. Istirahat

Istirahat dan tidur sangat diperlukan individu untuk menyegarkan tubuh

dan ketenagan mental. Untuk itu klien perlu belajar relaksasi agar dapat

atau mudah tidur.

d. Meningkatkan respon prilaku dan emosi terhadap stres

Keadaan stres harus dicermati dan direspon secara baik, karena stres ringan

yang mulanya dianggab sepele jika tidak dikelola dengan baik dapat

merupakan masalah besar yang akan dihadapi oleh individu. Oleh karena

itu, disamping individu aktif merespon juga diperlukan dukungan baru

support system secara efektif.

e. Sistem pendukung

Sistem pendukung seperti keluarga, teman, keluarga yang akan mendengar,

memberi nasehat dan dorongan emosi sangat berguna bagi seseorang yang

dalam keadaan stres.

f. Meningkatkan harga diri

Klien dibantu untuk meningkatkan harga diri, strategi ini ditempuh karena

dapat mengurangi stres secara positif. Jika klien dapat megidentifkasi aspek

positif dari dirinya maka ia akan dapat memfokusakan perhatian pada hal-

hal yang dihargai oleh orang lain.


47

2.2.11 Memanajemen Stres

Menurut Aziz Alimul Hidayat (2009 : 63), untuk mencegah dan mengatasi

stres agar tidak sampai ketahapan yang paling berat, maka dapat dilakukan dengan

cara :

1) Pengaturan diet dan nutrisi

Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara efektif dalam mengatasi atau

mengurangi stres melalui makanan dan minuman yang halal dan tidak

berlebihan, dan mengatur jadwal makan secara teratur, menu bervariasi, hindari

makanan dingin menonton karena dapat menurunkan kekebalan tubuh.

2) Istirahat dan tidur

Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres karena

dengan istirahat maka tidur yang cukup akan memulihkan keletihan fisik dan

akan memulihkan keadaan tubuh. Tidur yang cukup akan memberikan

kegairahan dalam hidup dan akan memeperbaiki sel-sel yang rusak.

3) Olahraga atau latihan teratur

Olahraga dan latihan teratur adalah salah satu cara untuk meningkatkan daya

tahan dan kekebalan fisik maupun mental. Olahraga dapat dilakukan dengan

cara jalan pagi, lari pagi minimal dua kali seminggu dan tidak perlu lama-lama

yang penting menghasilkan keringat setelah itu mandi dengan air hangat untuk

memulihkan kebugaran.

4) Berhenti merokok

Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres karena dapat

meningkatkan status kesehatan dan mempertahankan ketahan dan kekebalan

tubuh.
48

5) Tidak mengkonsumsi minuman keras

Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan

terjadinya stres. Dengan tidak mengkonsumsi minuman keras, kekebalan dan

ketahanan tubuh akan semakin baik, segala penyakit dapat dihindari karena

minuman keras banyak mengandung alkohol.

6) Pengaturan berat badan

Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan timbulnya

stres karena mudah menurunkan daya tahan tubuh terhadap stres. Keadaan

tubuh yang seimbang akan meningkatkan ketahanan dan kekebalan tubuh

terhadap stres.

7) Pengaturan waktu

Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan

menanggulangi stres. Dengan pengaturan waktu segala pekerjaan yang dapat

menimbulkan kelelahan fisik dapat dihindari. Pengaturan waktu dapat

dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara efektif dan efisien serta

melihat aspek produktivitas waktu. Seperti menggunakan waktu untuk

menghasilkan sesuatu dan jangan biarkan waktu berlalu tanpa menghasilkan

sesuatu yang bermanfaat.

8) Terapi psikofarmako

Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam mengatasi stres yang di

alami dengan cara memutuskan jaringan antara psiko neuro dan imunologi

sehingga stressor psikososial yang dialami tidak mempengaruhi fungsi kognitif

dan psikomotor yang dapat menggangu organ tubuh yang lain. Obat-obatan

yang biasanya digunakan anti cemas dan anti deperesi.


49

9) Terapi somatik

Terapi ini hanya digunakan pada gejala yang ditimbulkan akbibat stres yang

dialami sehingga diharapkan tidap dapat menggangu sistem tubuh yang lainya.

10) Psikoterapi

Ini dengan menggunakan teknik psikologis yang disesuaikan dengan kebutuhan

seseorang. Terapi ini dapat meliputi psikoterapi suportif dan psikoterapi

redukatif dimana psikoterapi suportif ini memberikan motivasi atau dukungan

agar pasien mengalami percaya diri, sedangkan psikoterapi redukatif dilakukan

dengan memberikan pendidikan secara berulang. Selain itu ada psikoterapi

rekonstruktif, psikoterapi kognitif dan lain-lain.

11) Terapi psikoreligius

Terapi ini dengan menggunakan pendekatan agama dalam mengatasi

permasalahan psikologis mengingat dalam mengatasi atau mempertahankan

kehidupan seseorang harus sehat secara fisik, psikis, sosial dan sehat spiritual

sehingga stres yang dialami dapat diatasi.

Manajemen stres yang lain adalah dengan cara meningkatkan strategi

koping yaitu koping yang befokus pada emosi dan koping yang berfokus pada

masalah. Penggunaan koping yang berfokus pada emosi dengan cara pengaturan

respons emosional dari stres melalui perilaku individu seperti cara meniadakan

fakta-fakta yang tidak menyenangkan, kontrol diri, membuat jarak, penilaian

secara positif, menerima tanggung jawab, lari dari kenyataan (menghindar.

Sedangkan strategi koping berfokus pada masalah dengan mempelajari cara-cara

atau keterampilan yang dapat menyelesaikan masalah seperti merencanakan

problem solving dan meningkatkan dukungan sosialteknik lain dalam menghadapi


50

stres adalah relaksasi, restrukturasi kognitif, medutasi, terapi multimodel dan lain-

lain (Hawari, 2002) dikukutip dalam Aziz Alimul Hidayat (2010: 65)

2.2.12 Pengukuran Tingkat Stres

Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stres yang

dialami seseorang. Tingkatan stres ini bisa diukur dengan banyak skala.

Antaranya adalah dengan menggunakan Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS

42) atau lebih diringkas sebagai Depression Anxiety Stres Scale 21 (DASS 21)

oleh Lovibond & Lovibond (1995). Psychometric Properties of The Depression

Anxiety Stres Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item dan Depression Anxiety Stres

Scale 21 terdiri dari 21 item. DASS adalah seperangkat skala subjektif yang

dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dari depresi, kecemasan dan

stres. DASS 42 dibentuk tidak hanyauntuk mengukur secara konvensional

mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk

pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku dimanapun dari status

emosional secara signifikan biasanya digambarkan sebagai stres. DASS dapat

digunakan baik itu oleh kelompok atau individu untuk tujuan penelitian (Crawford

JR & Henry JD, 2003).

Tingkatan stres pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang, berat,

sangat berat. Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stres Scale 42

(DASS) terdiri dari 42 item, mencakup 3 subvariabel, yaitu fisik, emosi/psikologis,

dan perilaku. Jumlah skor dari pernyataan item tersebut memiliki makna 0-29

(normal); 30-59 (ringan); 60-89 (sedang); 90-119 (berat); >120 (sangat berat)

Selain itu, ada juga skala lain yang bisa digunakan seperti Perceived Stres

Scale (PSS) atau Profile Mood States (POMS). Alat ini digunakan sebagai
51

instrument untuk mendeteksi stres dan tahap stres dan bukannya sebagai alat

mendiagnosa (Cohen, 1983).

2.3 Konsep Dasar Tenaga Kesehatan

2.3.1 Definisi Tenaga Kesehatan

Pengertian tenaga kesehatan dalam undang-undang nomor 23 tahun 1992

tentang kesehatan yang dimaksud tenaga kesehatan adalah setiap orang yang

mengabdikan diri dalam bidang kesehatan, memiliki pengetahuan dan atau

keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang memerlukan

kewenangan dalam menjalankan pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan yang

diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor

32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan terdiri dari:

1) Tenaga medis terdiri dari dokter dan dokter gigi

2) Tenaga keperawatan terdiri dari perawat dan bidan

3) Tenaga kefarmasian terdiri dari apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker

4) Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiologi kesehatan, entomolog

kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluhan kesehatan, atministrator

kesehatan dan sanitarian.

5) Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien

6) Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterafis, okupasiterafis

7) Terapis wicara

Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterafis, teknisi gigi,

teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, othotik prostetik,

teknisi transfusi dan perekaman medis. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 32

Tahun 1996, maka yang dimaksud petugas dalam kaitannya dengan tenaga
52

kesehatan adalah dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan keteknisian medis.

(Medica, 2012)

Setiap profesi dapat dipastikan memilikistandar kompetensi, begitu juga

dengan profesi sebagai tenga kesehatan. Penguasaan standar kompetensi oleh

tenaga kesehatan berperan penting bagi pelayanan kesehatan dan berkaitan

langsung dengan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien.

Oleh karena itu, pemahaman dan penguasaan standar kompetensi bagi tenaga

kesehatan harus ditingkatkan. Baik dari sisi standar kompetensinya sendiri

maupun penguasaanya oleh tenaga kesehatan yang bersangkutan.

2.3.2 Macam-macam Tenaga Kesehatan

Berikut adalah macam-macam tenaga kesehatan, yaitu:

1) Dokter

Secara operasional definisi dokter adalah seorang tenaga kesehatan yang

menjadi tempat kontak pertama klien dengan dokternya untuk menyelesaikan

semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis penyakit,

organologi, golongan usia, dan jenis kelamin, sedini dan sedapat mungkin,

secara menyeluruh, paripurna, berkesinambungan dan dalam koordinasi serta

kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan

prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung

jawab profesional, hukum, etika dan moral. Layanan yang

diselenggarakannya adalah sebatas kompetensi dasar kedokteran yang

diperolehnya selama pendidikan kedokteran.


53

2) Perawat

Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik didalam

maupun diluar negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HK.02.02.Menkes/148/I/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik

Keperawatan). Jadi, seorang perawat adalah seorang yang telah lulus

pendidikan perawat dan memberikan pelayanan keperawatan baik untuk

individu, keluarga dan masyarakat dalam rentang sehat-sakit.

3) Bidan

Menurut IBI (Ikatan Bidan Indonesia), bidan adalah seorang perempuan yang

lulus dari pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi

diwilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompotensi dan

kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisesnsi

untuk menjalankan praktik kebidanan.

4) Apoteker

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker yang telah

mengucapkan sumpah jabatan (berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51

tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian). Pendidikan apoteker dimulai dari

pendidikan sarjana (S-1), yang umumnya ditempuh selama empat tahun,

ditambah satu tahun untuk pendidikan profesi apoteker.

5) Analis kesehatan

Analis kesehatan atau disebut juga Ahli Teknologi Laboratorium Kesehatan

adalah tenaga kesehatan dan ilmuan berketerampilan tinggi yang

melaksanankan dan mengevaluaasi prosedur laboratorium dengan


54

memanfaatkan berbagai sumber. (KEPMENKES RI NOMOR 370/

MENKES/SK/III/2007)

6) Ahli gizi

Menurut keputusan menteri kesehatan republik Indonesia nomor

374/MENKES/SK/III/2007, dikatakan bahwa ahli gizi adalah seorangyang

telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan akademik dalm bidang gizi,

makanan, dan dietetik baik di masyarakat, individu atau rumah sakit.

7) Fisioterapis

Menurut keputusan Menkes RI no. 778 tahun 2008 fisioterapi adalh suatu

pelayanan kesehatan yang ditunjukkan untuk individu dan atau kelompok

dalam upaya mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan

fungsi sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan modalitas fisik, agen

fisik, mekanis, gerak, dan komunikasi.

8) Psikologi dan Psikiater

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia dan

hubungannya dengan lingkungan. Dengan begitu bisa kita lihat bahwa dalam

dunia psikologi mempelajari semua yang terjadi pada suatu individu itu

sendiri maupun individu dengan individu lain. Sedangkan psikiater, suatu

cabang ilmu kedokteran yang mempelajari dan menangani gangguan mental,

yang meliputi gangguan afektif, perilaku, kognitif, dan perseptual.


55

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep-konsep

atau variabel-variabel yang ingin daiamati (diukur) melalui penelitian yang

dimaksud (Notoadmodjo, 2010).

Variabel Independen Variabel Dependen


Motivasi Kerja : Stres :
1. Motivasi Intrinsik 1. Fisik
- Prestasi - Kenaikan tekanan darah
- Pengakuan - Keletihan
- Tanggung jawab - Otot kaku/kaku leher
- Pekerjaan itu sendiri - Pernapasan meningkat
- Pengembangan dan
- Denyut nadi meningkat
pertumbuhan
2. Motivasi Ekstrinsik - Gelisah
- Upah 2. Psikologis
- Jaminan pekerjaan - Emosi
- Kondisi kerja - Kecemasan
- Status - Kehilangan motivasi
- Prosedur perusahaan - Mudah lupa
- Mutu supervisi - Jenuh
- Kebijakan dan keamanan - Tidak konsentrasi
- Kehilangan minat
Penilaian Motivasi Kerja:
Penilaian Tingkat stres:
1. Tinggi 1. Ringan
2. Sedang 2. Sedang
3. Rendah 3. Berat

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

: Berhubungan

: Berpengaruh

Bagan 2.1 Kerangka konsep hubungan motivasi kerja tenaga kesehatan


dengan tingkat stres di Rumah Sakit Jiwa Kalawa Atei
Bukit Rawi
56

2.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu pernyataan yang masih lemah yang membutuhkan

pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesis dapat di terima atau ditolak,

berdasarkan fakta atau data empiris yang telah dikumpulkan dalam penelitian,

atau dengan kata lain hipotesis merupakan sebuah pernyataan tentang hubungan

yang di harapkan antara sua variabel atau lebih yang dapat diuji secara empiris.

Pada umumnya hipotesis terdiri dari pernyataan terhadap ada atau tidak adanya

hubungan antara dua variabael, yakni variabel bebas atau variabel independen dan

variabel terikat atau variabel dependen (Hidayat, 2011: 26). Hipotesis dalam

penelitian ini adalah:

Ha : Ada hubungan antara hubungan motivasi kerja tenaga kesehatan dengan

tingkat stres di Rumah Sakit Jiwa Kalawa Atei Bukit Rawi.


6

2.6 Penelitian Terkait

1) Emita Sari, 2014

Judul :

Tabel 2.1 Hubungan antara stres kerja dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD dr. Achmad Mochtar Bukit Tinggi

Populasi penelitian Tindakan yang diberikan Hasil penelitian Uji Statistik yang digunakan
Populasi dalam penelitian ini Pengumpulan data menggunakan Berdasarkan hasil chi square Jenis penelitian ini adalah
adalah seluruh perawat alat pengumpulan berupa menunjukkan bahwa ada deskriptif korelatif dengan
pelaksana di ruang rawat inap wawancara beserta lembar hubungan stres kerja dengan pendekatan cross sectional.
bedah dan interne dengan kuesioner pada variabel kinerja perawat pelaksana di
sampel 30 orang yang diambil independen dan lembar ruang rawat inap bedah dan
secara total sampling. observasi pada variabel interne RSUD dr. Achmad
dependen Mochtar Bukit T Tinggi tahun
2014 dengan (p= 0,023). Hasil
penelitian menunjukkan bahawa
stres kerja perawat memiliki
hubungan yang signifikan
terhadap kinerja perawat
pelaksana dalam
pendokumentasian asuhan
keperawatan.

57
6

Anda mungkin juga menyukai