Anda di halaman 1dari 9

1.

ANALISIS KANDUNGAN KIMIA YANG BERTANGGUNG JAWAB UNTUK


PENURUNAN KADAR GULA DARAH DALAM TANAMAN MAHKOTA DEWA
a). Analisis kadar Flavonoid total menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
 Preparasi Sampel
Buah yang digunakan merupakan bahan segar yang baru dipetik. Buah
dipetik pada sore hari pada saat tidak berlangsung proses fotosintesis sehingga
buah lebih tampak segar sebelum preparasi. Kandungan getah dalam buah cukup
tinggi, sehingga perlu didiamkan selama 2 hari agar getah mengering. Identifikasi
flavonoid dilakukan pada daging buah mahkota dewa. Bagian kulit, cangkang,
dan biji dipisahkan dari dagingnya. Bagian kulit dipisahkan dengan cara dikupas
dengan pisau anti karat yang steril. Buah dibelah agar bagian cangkang dan
bijinya mudah dipisahkan. Bagian daging dipotong kecil-kecil untuk
mempercepat proses pengeringan dan mempermudah penggilingan. Daging buah
mahkota dewa yang telah diiris dikeringkan sampai diperoleh perbandingan segar
dengan bahan kering sebaiknya 10 : 3. Massa rata-rata dari 1400 g sampel buah
segar diperoleh sampel kering sebanyak 460 g. Pengeringan dimaksudkan untuk
mengurangi kadar air, menghentikan reaksi enzimatis, dan mencegah tumbuhnya
jamur atau cendawan sehingga dapat disimpan lebih lama dan tidak mudah rusak
sehingga komposisi kimianya tidak mengalami perubahan.
Bahan kering yang diperoleh digiling dengan blender sehingga diperoleh
serat halus daging buah mahkota dewa. Ukuran bahan yang akan diekstrak dapat
mempengaruhi efisiensi ekstraksi. Ukuran bahan yang terlalu besar
mengakibatkan kontak antara komponen yang akan dipisahkan lebih kecil. Jika
ukuran bahan lebih kecil, maka pelarut lebih mudah berinteraksi dengan
komponen yang akan dipisahkan.
 Pengukuran dengan metode Spektrofotometer UV-Vis
Analisis dilakukan dengan tahapan pembuatan larutan standar, yakni dengan
menggunakan larutan standar flavonoid rutin, optimasi panjang gelombang,
penentuan absorbansi isolat murni senyawa flavonoid, dan kalibrasi hasil
pengukuran dengan standar yang sudah dibuat. Larutan standar yang digunakan
adalah senyawa flavonoid rutin dengan konsentrasi 0, 10, 20, 30, 40, dan 50
mg.L-1 masing-masing dibuat 25 mL dalam pelarut metanol dari larutan standar
induk 1000 mg.L-1. Konsentrasi 0 mg.L-1 adalah konsentrasi blanko berupa
metanol murni.

1
Langkah pertama analisis adalah dengan melakukan optimasi panjang
gelombang dilakukan untuk menentukan panjang gelombang maksimum yang
akan digunakan dalam pengukuran menggunakan spektrofotometer UV-Vis
dengan menggunakan salah satu larutan standar rutin. Dari hasil pengukuran
diperoleh tiga panjang gelombang maksimum khas senyawa rutin, yaitu pada
panjang gelombang 211 nm, 257 nm, dan 357 nm. Pada pengukuran absorbansi
larutan standar dan sampel dipilih pada panjang gelombang 257 nm pada puncak
serapan maksimum medium. Hasil pengukuran absorbansi standar pada panjang
gelombang 257 nm dapat diperoleh data yang dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Penentuan absorbansi larutan standar rutin
No Konsentrasi, C (mg.L-1) Absorbansi, A
1 0 0
2 10 0,349
3 20 0,629
4 30 0,911
5 40 1,258
6 50 1,547

Berdasarkan hasil penentuan absorbansi larutan standar tersebut dapat


digambarkan kurva kalibrasi larutan standar berupa grafik kurva konsentrasi (C)
versus absorbansi (A) yang dapat ditunjukkan pada gambar 3.
1,8
1,6
1,4
1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0 10 20 30 40 50 60
Gambar 3. Kurva kalibrasi larutan standar rutin

2
Berdasarkan hasil pengukuran absorbansi larutan standar pada berbagai
konsentrasi maka kurva kalibrasi larutan standar senyawa flavonoid rutin diperoleh
hubungan yang linear antara absorbansi dengan konsentrasi yang ditunjukkan dengan
pengukuran linearitas sebesar 0,9989. Besarnya linearitas ini mendekati nilai satu
sehingga dapat dikatakan bahwa absorbansi merupakan fungsi yang besarnya
berbanding lurus dengan konsentrasi dan mengikuti persamaan regresi linear sebagai
berikut :
y=A+Bx
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai intersep sebesar 0,0149 dan
slope sebesar 0,0307 sehingga persamaan yang diperoleh dari kurva pada gambar 2
adalah :
y = 0,0149 + 0,0307 x
x : konsentrasi (C) mg.L-1
y : absorbansi (A)
Persamaan di atas pada kurva kalibrasi standar senyawa flavonoid rutin
tersebut digunakan sebagai pembanding dalam analisis kuantitaif pada pengukuran
kandungan senyawa flavonoid rutin ekstrak metanol daging buah mahkiota dewa.
Berdasarkan hasil pengukuran pada sampel daging buah masak dan mentah diperoleh
data yang ditunjukkan pada tabel 3.
Tabel 3. Penentuan absorbansi sampel daging buah mahkota dewa
N Sampel Absorbansi
o
1 Masak R1 0,089
2 Masak R2 0,089
3 Masak R3 0,090
4 Mentah R1 0,214
5 Mentah R2 0,217
6 Mentah R3 0,217

Absorbansi pada pengukuran sampel kemudian dikalibrasikan dengan


persamaan regresi linear dari kurva konsentrasi standar versus absorbansi standar
dengan persamaan y = 0,0149 + 0,0307 x. Hasil yang diperoleh diperhitungkan
dengan faktor pengenceran sehingga diperoleh konsentrasi flavonoid yang terdapat

3
dalam ekstrak metanol daging buah mahkota dewa. Hasil perhitungan pengukuran
sampel dapat ditunjukkan oleh tabel 4.
Tabel 4. Kandungan flavonoid pada daging buah mahkota dewa
No Sampel Konsentrasi (mg.L-1) Pengenceran Kadar (mg.L-1)
1 Masak R1 0,017636808 100 kali 1,7637
2 Masak R2 0,017636808 100 kali 1,7637
3 Masak R3 0,017667505 100 kali 1,7667
4 Mentah R1 0,021473950 100 kali 2,1474
5 Mentah R2 0,021566042 100 kali 2,1566
6 Mentah R3 0,021566042 100 kali 2,1566

Hasil pengukuran kandungan flavonoid dengan menggunakan metode


spektrofotometer UV-Vis menunjukkan bahwa kandungan senyawa flavonoid rata-
rata pada daging buah yang telah masak adalah 1,7647 mg.L-1 sedangkan pada
sampel daging buah mahkota dewa yang masih mentah adalah 2,1535 mg.L-1. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa dalam 1 liter ekstrak metanol daging buah mahkota
dewa masak mengandung 1,7647 mg senyawa flavonoid, sedangkan dalam ekstrak
daging buah yang masih mentah mengandung 2,1535 mg. Konsentrasi yang diperoleh
dapat dikonversikan dalam satuan mg.kg-1 dengan menggunakan rumus :
1,2658 mg . kg−1
Kadar = kadar dalam 1 mg.L-1 x
1 mg . L−1
Dengan demikian prosentase massa senyawa flavonoid dapat
ditentukan dengan perhitungan :
kadar mg
% Flavonoid = x 20 x 100 %
1.000 .000 mg sampel kering mg. L−1
Banyaknya sampel yang diekstrak adalah 20 g sehingga prosentasenya
dikalikan dengan 20 kalinya karena perhitungan di atas adalah kadar dalam setiap 100
mg atau 1 gram bahan kering buah mahkota dewa. Hasil konversi perolehan
kandungan senyawa flavonoid dari hasil perhitungan di atas dapat ditunjukkan pada
tabel 5.
Tabel 5. Konversi kadar flavonoid pada ekstrak metanol buah mahkota dewa
N Sampel Kadar (mg.L-1) Kadar (mg.kg-1) % Flavonoid
o
1 Masak R1 1,7637 2,2325 0,00446
2 Masak R2 1,7637 2,2325 0,00446
3 Masak R3 1,7667 2,2364 0,00447

4
4 mentah R1 2,1474 2,7182 0,00544
5 mentah R2 2,1566 2,7298 0,00546
6 mentah R3 2,1566 2,7298 0,00546

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan senyawa flavonoid rata-


rata pada ekstrak metanol daging buah mahkota dewa yang masih mentah adalah
2,7559 mg.kg-1 atau 0,005453 % yang menunjukkan 22 % relatif lebih banyak dari
pada daging buah mahkota dewa yang telah masak yang hanya mengandung 2,2334
mg.kg-1 atau 0,004463 % dari masa sampel keringnya.
b). Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom
karbon, dimana dua cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3)
sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan
tiga jenis struktur senyawa flavonoid. yaitu 1,3-diarilpropan atau flavonoid, 1,2-
diarilpropan atau isoflavon, dan 1,1-diarilpropan atau neoflavon.

c).

d). struktur flavonoid

Struktur flavonoid (Sumber : Markham, 1988)

2. IDENTIFIKASI JENIS LOGAM BERAT


a). Berdasarkan jurnal yang saya baca, dengan Judul ‘‘Identifikasi Dan Penetapan Kadar
Merkuri (Hg) Dalam Krim Pemutih Kosmetika Herbal Menggunakan Spektrofotometri
Serapan Atom (SSA)”. Diketahui jenis logam berat yang mencemari adalah merkuri
(Hg).
b). identifikasi logam berat merkuri dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom
(SSA).
 Preparasi sampel
Sampel ditimbang sebanyak 0,1 g dan ditambah aquadest sebanyak 25 mL. Setelah
itu ditambahkan 20 mL larutan aqua regia (HCl p : HNO 3 p = 3 : 1) dan ditempatkan

5
pada hot plate selama 3 jam, didinginkan dan disaring. Kemudian didapatkan larutan
sampel.
 Pengukuran dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
Larutan sampel dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambah dengan
aquadest sampai tanda batas. Selanjutnya diambil 2 mL dari larutan tersebut dan
diencerkan dengan aquadest dalam labu ukur 500 mL sampai tanda batas.
Selanjutnya diambil 100 mL dari larutan tersebut dan ditambahkan dengan 2 mL
SnCl2 10 %. Setelah itu ukur serapan dengan Spektrofotometer Serapan Atom
pada panjang gelombang 253,7 nm.

3. IDENTIFIKASI BAHAN KIMIA OBAT


a). Berdasarkan jurnal yang saya baca, dengan Judul “Identifikasi Kandungan Bahan
Kimia Obat Parasetamol Pada Jamu Asam Urat Yang Beredar Di Kecamatan Sungai
Kunjang Samarinda”. Kandungan bahan kimia yang terdapat dalam jamu tersebut adalah
paracetamol.
b). Identifikasi kadar Parasetamol pada jamu asam urat dengan metode kromatografi
lapis tipis.
 Preparasi sampel
 Kromatografi Lapis Tipis
Pembuatan larutan pengembang (Fase gerak) :
Kloroform : Metanol (9:1) dicampurkan bersama-sama selanjutnya
dimasukkan ke dalam bejana kromatografi dan dijenuhkan dengan
kertas saring.
Pembuatan Sampel Jamu :
Ditimbang 2 g sampel jamu bahan kimia obat (BKO). Diekstraksi
sampel dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol
sebanyak 100 ml. Digojog selama 30 menit. Disaring dengan kertas
saring dan diuapkan pada suhu 70 di atas penangas air hingga
kering dan tambahkan etanol kembali sebanyak 10 ml. Disaring
kembali dengan kertas saring dan diperoleh hasil ekstraksi.
 Pengukuran dengan metode kromatografi lapis tipis :
 Uji kualitatif Kromatografi Lapis Tipis
Setelah dibuat campuran fase gerak lalu dijenuhkan dalam
chamber dengan menggunakan kertas saring. Pada Plat KLT (fase diam

6
silica gel F254) dengan tebal 0,25 mm, diberi tanda batas penotolan 1
cm pada batas bawah plat KLT dan 1 cm dari batas atas plat KLT
dengan ukuran 8x10 cm. Diberi jarak 2 cm tiap penotolan pada plat
KLT untuk sampel jamu dan baku parasetamol dengan jarak
pengembangan 8 cm. Dilakukan penotolan dengan alat pipa kapiler
untuk proses penotolannya. Dibiarkan totolan mengering, elusi dengan
fase gerak campuran yaitu Kloroform: Metanol (9:1) pada chamber,
hingga elusi merambat naik pada batas atas plat KLT yang telah diberi
tanda. Angkat lempeng, dan biarkan fase gerak menguap terlebih
dahulu. Setelah itu diamati bercak noda pada masing-masing lempeng
dengan menggunakan lampu sinar ultra violet (UV) 254 nm dan hitung
nilai Rf (Retardation factor). Nilai Rf disesuaikan dengan larutan baku
parasetamol pada saat pengerjaan Kromatografi Lapis Tipis.

4. IDENTIFIKASI KANDUNGAN PEWARNA


a). Berdasarkan jurnal yang saya baca, dengan Judul “Analisis Kandungan Zat
Pewarna Metanil Yellow Pada Beberapa Produk Tahu Kuning Yang Beredar Di
Wilayah Garut Dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis Dan Spektrofotometri
Visible”. Diketahui kandungan pewarna bukan untuk makanan adalah Metanil
Yellow.
b). Identifikasi kadar Metanil Yellow dengan mengguankan metode Kromatografi
Lapis Tipis
 Preparasi sampel
Sampel tahu yang berwarna kuning dikeringkan dengan menggunakan
oven kemudian dihaluskan dan ditimbang ± 30 gram dari masing-masing
sampel dimasukkan ke dalam erlenmayer untuk diisolasi.
Sampel yang telah ditimbang direndam ± selama 24 jam dengan
menggunakan larutan 2% ammonia dalam 70% alkohol. Hasil disaring
dengan menggunakan kertas saring sehingga didapat filtratnya. Filtrat hasil
penyaringan kemudian diuapkan di waterbath sampai terbentuk filtrat
yang kental.
 Pengukuran dengan metode kromatografi lapis tipis

7
Dilakukan dengan cara melarutkan sampel dalam pelarut yang sama
dengan pelarut untuk analisis kualitatif dengan KLT. Dengan
menggunakan alat ukur mikropipet ditotolkan secara memanjang sebanyak
volume yang telah diketahui, proses pengembangan dilakukan dan dengan
menggunakan pengembang yang sama dengan KLT pada tahap analisis
kualitatif. Setelah proses pengembangan selesai bercak dengan nilai Rf
yang sama dengan nilai rujukan ditandai dan dikerok seluruh fase diamnya
lalu dikumpulkan untuk dilarutkan senyawa metanil yellow yang ada pada
fase diam tersebut. Kemudian nilai serapan/absorbansi sampel diukur pada
panjang gelombang maksimum dan hasilnya dimasukkan kedalam
persamaan regresi sehingga diperoleh kadar larutan sampel.

Persamaan Regresi : y = bx + a

Keterangan : y = Absorbansi Sampel


b = Kemiringan atau slope
a = Titik Potong pada sumbu y
x = Kadar Sampel

Tabel 3.4 Kadar Pewarna Metanil Yellow dalam Larutan Sampel

Sampel Absorbansi Kadar Metanil Kadar


Sampel Yellow Metanil
(ppm/75 μL Yellow
sampel) (ppm/30 g
sampel)
Sampel 21 0,678 19,435 2591,3
0,677
Σ 0,678
2,033
0.678
Sampel 23 0,266 7,797 1039,62
0,266
Σ 0,266
0,798
0,266
Sampel 25 0,615 17,684 2357,87
0,616

8
Σ 0,617
1,848
0,616
Sampel 26 0,257 7,515 1002
0,255
Σ 0,257
0,769
0,256
Sampel 32 0,849 24,266 3235,47
0,850
Σ 0,849
2,548
0,849
Tahu 0,802 22,938 3058,4
Simulasi 0,802
0,802
Σ 2,406
0,802

Anda mungkin juga menyukai