3. Upacara kematian.
a.Upacara orang merapu.
Upacara kematian merupakan akhir dari keabadian hidup didunia dan
menjalani penggembaraan di alam supernatural(alam ghaib).Agar perjalanan itu baik
maka dilakukan acara besar-besaran dalam 3 tahap yatu:tahap sebelum jenazah
dikuburkan,seketika penguburan dan setelah penguburan.inti upacara adalah ’pemo’
yaitu pemutusan hubungan antara org yang masih hidup dengan orang yang sudah
wafat dan sebagai syukuran.terutama pada saat setelah penguburan dimana para
anggota keluarga menyembali korban ternak bagi arwah si mati.Pada waktu yang
ditentukan diadakan upacara tarain selama satu minggu atau lebih yang diakhiri
dengan penyembelian korban ternak.
Upacara sebelum penguburan ialah jenazah ditempatkan di atas batu,
badannya diikat dan disandarkan pada lima buah tiang pelepah daun lontar (aju kerai)
dengan berpakaian lengkap yang indah ataubpakaian kebesarannya, diatas kepalanya
ditaruh kopra dan kere dading babi (wawi geni), dan disediakan baginya ‘ie langu
jara’ (sirih pinang dan makanan serta minuman). Menurut mereka orangnya tidak mati
yang mati hanya tubuhnya saja.
Upacara penguburan: tempat kuburan berada didekat rumahnya, dengan
menggali lubang berlingkaran bulat seperti sumur dengan garis tengah 1setengah
meter dan dalamnya setinggi dada orang dewasa.
Upacara setelah penguburan: yang pertama dilakukan ialah semua anggota
keluarga berunding untuk mempersiapkan biaya pesta upacara ‘pemou’. Sehari
setelah penguburan dilakukan ‘ledo-ledo’ (tarian kematian) selama seminggu tersu
menerus siang malam, dan setiap malam dilakukan pemujaan kepada arwah nenek
moyang.
Keesokan harinyadilakukan upacara pembongkaran bangunan rumah dengan
menyembelih lagi seekor kerbau atau babi untuk dibagikan semua kepada para
anggota keluarga yang telah mengerjakan pembongkaran rumah.
Tiga hari setelah acara penutup itu, maka diadakan upacara ‘Haga’ terbatas
untuk anggota keluarga si mati, guna mendengarkan pantun silsilah keturunan si mati.
b. upacara orang Rote:
upacara kematian orang rote di pulau Rote yang sederhana, yang mana jka
terjadi kematian, maka yang bertanggung jawab mengurusnya adalah anak atau
saudara lelaki si mati. Jenazah dimandkan, diberi pakaian selmut dan baju, untuk
selanjutnya dimasukkan ke dalam peti mati,b yang terbuat dari bahan kayu, yang
diatasnya berlubang.
Selesai penguburan jenazah, maka para anggota keluarga yang kematan
bersiap-siap untuk melaksanakan upacara ‘lakapeno’, ‘mok bingga’, ‘tuna latek faha
hapa langak’ dan ‘natu buku balek’.
Upacara lakapeno:
Upacara ini dimaksudkan sebagai upacara pembersihan dosa dan tolak balak dengan
mencuci rambut janda/duda dengan parutan kelapa.
Pada malam harinya diadakan acara bernyanyi-nyanyi dan menar-nar
‘kabalai’denganiringan gong dan sesandu (sejenis kecapi).
Kenmudian keesokan harinya dilaksanakan sebagai berikut:
Kelapa muda diparut dengan dicampur irisan jeruk nipis
Pemuka adat menyembelih korbansajian dua tiga ekor kambing atau babi
Pemuka adat menyediakan suguhan sajian sirih pnang dan tembakau yang
yang berwadah tempurung kelapa
Pemuka adat membawa tempurung sajian ke persimpangan jalan tiga
mengadakan hubungan dengan roh-roh, dengan membaca mantera, memohon
agar acara mereka tidak di ganggu.
Janda/duda yang ditinggalkan almarhum/almarhumah bersangkutan dibawa
dan diringi menuju sungai untuk mandi dan berlangir dengan parutan kelapa.
Selesai acara mandi mereka kembali kerumah duka untuk santapan bersama
Upacara Mok Bingga
Upacara ini dimaksudkan untuk memutuskan hubungan antara orang yang
sudah mati itu dengan para anggota keluarga/ kerababatnya yang masih hidup.
Pelaksaan acaranya sebagai berikut:
Pelaku upacara dibebankan kepada saudara lelaki atau ibu si mati
Pelaku upacara membawa seekor hewan korban, sayuran daun kelor dan satu
botol gula cair
Tua adat membaca doa pemisahan hubungan antara si mati dan para anggota
keluarga /kerabatnya yang ditinggalkan
Selesai pembacaan doa para anggota keluarga dekat si mati makan bersama dari
satu nyiru dan minum bersama dari satu botol sopi dan air gula.
Selesai anggota keluarga si mati makan bersama, barulah dipersilahkan para
hadirin
Upacara Tuna Lateh Faha Hapa Langak
Upacara ini alah upacara pemadatan tanah kuburan dengan melakukan
pembelahan kepala kerbau, yang telah disembelih sebagai korban ketika acara
penguburan jenazah, yang sengaja tidak diolah.
Pelaksanaan acaranya sebagi berikut:
Kepala kerbau itu dibelah-belah dan dagingnya dipotong-potong dan direbus
Disembelih juga beberapa ekor kambing atau babi sebagai hewan korban, untuk
dbagi-bagikan dagingnya kepada semua orang yang telah mengerjakan
penggalian kuburan, sebagai tanda terima kasih
Para ibu-ibu mempersiapkan makanan, para lelaki membawa lesung tembilang
dan alat-alat lain untuk memadatkan tanah kuburan
Tanah kuburan dipadatkan dan permukaannya diratakan sejajar dengan tanah
Sebagai tanda kuburan, dibuatkan pagar sekelilingnya, dan diatas tanah kuburan
itu dibentangkan tikar bekas dan seember air untuk para pekerja membasuh
tangannya. Ketika itu para pekerja dan lainnya saling menyipratkan air kejar
mengejar.
Upacara Natu Buku Balok
Upacara ini merupakan upacara penutup orang Rote yang dilakukan sehari-
semalam atau lebih, setelah jenazah dikebumikan, sehingga berakhirlah masa
berkabung seluruh keluarga si mati itu.
Pelaksanaan acaranya sebagai berikut:
Upacara dipimpin oleh ‘Manasongo’ (kepala adat) yang dimulai tepat pada 24
tengah malam, untuk mengadakan hubungan dengan arwah-arwah dialam gaib,
bertempat dirumah duka.
Manasongo menabuh sebuah tambur (moko) lalu berteriak-teriak memanggil
para arwah dengan suara yang aneh dan mengharukan, mula-mula teriakan itu
dengan nada tinggi, kemudian menurun, lalu kuat lagi dengan penuh semangat
dan suara yang menyeramkan.
Begitu Manasongo melihat para arwah itu telah datang, maka turunlah ia dari
rumah untuk menyambut para arwah itu, dengan menaburkan beras dan keratan
telinga babi, sambil berkata:
‘inilah bagian pusakamu, ambillah dan sejak kini anda tidak boleh lagi
menuntut sesuatu kepada kami semua’.
Sesudah itu Manasongo berteriak sekeras-kerasnya yang diikuti hadirin yang
ada disekeliling rumah, maka selesailah acara ‘natu’.
Kemudian semua anggota keluarga berkumpul menemui manasongo untuk
mendengarkan keterangannya tentang para arwah itu.
Biasanya manasongo lalu bercerita bahwa arwah-arwah itu ada yang dilihatnya
tidak berkaki, atau tidak bertubuh atau ada yang membawa pedang dan lembing
karena merasa disiksa.
Selesai acara itu, maka gong dan moko ditabuh sebagai tanda seluruh keluarga
dan hadirin bersuka ria sampai keesokkan harinya
Esok hari semua hewan korban disembelih daging-daging dipotong dan direbus,
dan sore hari dilaksanakan upacara ‘buku balek’ yaitu makan bersama. Hewan
korban bisa sampai 50 ekor sapi, kerbau atau babi
Selesai acara makan bersama dadakan pembagian daging korban kepada hadirin
dengan memperlihatkan banyak sedikitnya sumbangan para hadirin.
d.Agama Kejewen.
Dikarenakan penyebaran slam yang masih mendarat dan belum mendalam
sejak didirikannya kesultanan islam Demak kurang lebih 1500,terganggunya keamanan
dikarenakan perebutan kekuasaan politik di kalangan penerus keturunan Raden
Patah,dan terjadnya perpecahan di antara para wali atau ulama,maka terjadilah 3
kelompok diantara para penganut agama dikalangan orang-orang jawa.ketiga golongan
penganut agama tersebut ialah;
1.golongan santri
Golongan santri adalah orang-orang yang taat menjalankan agama
islam
2.Golongan priyayi
Golongan ini terdiri dari kaum bangsawan yang keluarganya istana
serta para penjabat pemerintah pada umumnya mengaku beragama
islam karena poltik,kedudukan atau jabatan,tetapi kebanyakan dari
mereka tidak menjalankan agama islam taat.
3.Golongan Abagan.
Golongan abagan adalah mereka yang menganut kepercayaan
purba yang bercampur dengan kebudayaan Hindu-Budha jawa kuno
dengan berselubung pada islam.