Anda di halaman 1dari 41

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Sarak Opat

1. Pengertian Sarak Opat

2. Peran dan Fungsi Sarak Opat

B. Konsepsi Pembinaan

1. Pengertian Pembinaan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembinaan adalah suatu proses,

cara, perbuatan membina atau pembaharuan, penyempurnaan atau usaha,

tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk

memperoleh hasil yang lebih baik.1 Menurut Tjipto Soedibio, kata "pembinaan"

mengandung arti merawat, sedangkan menurut Aisyah Dahlan memberikan arti

pembinaan adalah membangun pertumbuhan dan perkembangan seseorang untuk

mencapai kebahagiaan, kedewasaan dan kesempurnaan dalam arti kata seluas-

luasnya, baik yang rohani maupun jasmani.2

Adapun proses pembinaan merupakan cara ideal dalam berinteraksi

dengan fitrah manusia, baik secara langsung (berupa kata-kata) maupun tidak

1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 193.

2
Aisyah Dahlan, Dekadensi Moral dan Penanggulangannya, (Jakarta: Yayasan
Ulumuddin, 1989), hlm. 92.

1
2

langsung (berupa keteladanan) untuk proses perubahan dalam diri manusia

menuju kondisi yang lebih baik.3

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembinaan adalah suatu

proses pengembangan yang diawali dengan mendirikan, menumbuhkan dan

memelihara pertumbuhan tersebut yang disertai usaha-usaha perbaikan,

penyempurnaan dan pengembangan untuk mencapai tujuan yang diharapkan

dengan hasil yang maksimal.

2. Pembinaan Menurut Perspektif Islam

Ajaran Islam selalu mengajarkan kepada pendidik dalam menyampaikan

berbagai macam ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya, agar menggunakan

suatu metode atau cara yang baik, sehingga dapat tercapai suatu tujuan

pembelajaran. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat an-

Nahl ayat 25:

   



 
   
    
   
   
 
Artinya: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa

3
Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, (Solo:
Era Intermedia, 1999), hlm. 21.
3

yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk". (Q.S An-Nahl: 125).4
Dalam tafsir Ibnu Katsir, Imam Ibnu Jarir menyebutkan bahwa maksud

dari kata hikmah adalah wahyu yang telah diturunkan oleh Allah SWT berupa Al-

Qur’an dan as-Sunnah. Selain itu, kata bil hikmah, berarti dengan hikmah.

Maksudnya yaitu dalam memberikan pembinaan, seorang pendakwah harus

melakukan pembinaan dengan menggunakan metode yang penuh dengan hikmah,

sehingga mudah dipahami oleh mad'u. Kata wal mau'idhah al-hasanah, artinya

pembelajaran yang baik. Maksudnya yaitu dalam menyampaikan materi, seorang

pendakwah harus menceritakan contoh-contoh yang baik. Kata wajaadilhum

billatii hiya ahshan, artinya dan bantahlah dengan cara yang baik. Maksudnya

yaitu dalam menggunakan metode ini, seorang da'i harus membantah atau

menyanggah pendapat para mad'u (pendengar) dengan cara yang baik dan tegas,

sehingga mereka tidak merasa pendapat yang diberikannya tidak benar atau

salah.5

Dari uraian ayat di atas, dijelaskan bahwa setiap individu diberikan

tanggung jawab untuk memberikan pengajaran yang baik kepada sesama manusia

melalui metode yang efektif, dan apabila berselisih paham dianjurkan untuk

membantah dengan cara yang benar sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam.

3. Metode-Metode Pembinaan

4
Al-Qur’an dan Terjemahannya (Revisi Terbaru) Departemen Agama RI, (Semarang:
Asy-Syifa’, tt), hlm. 601.

5
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, (Surabaya: Bina Ilmu, 2004), hlm. 235.
4

Dalam memberikan pembinaan, terdapat beberapa metode yang dapat

digunakan antara lain :

a. Metode Nasehat dan Panutan

Nasehat adalah menyampaikan suatu ucapan kepada orang lain untuk

memperbaiki kekurangan atau kekeliruan tingkah lakunya.6 Tetapi nasehat yang

dikemukakan itu tidak banyak manfaatnya jika tidak dibarengi dengan contoh

teladan dari pemberi atau penyampai nasehat.7 Contoh teladan adalah sesuatu

yang pantas untuk diikuti, karena mengandung nilai-nilai kemanusiaan. Manusia

teladan yang harus dicontoh dan diteladani adalah Rasulullah SAW, sebagaimana

firman Allah SWT dalam Al-Qur’an :

    


   
  
  
  
Artinya: “Sesungguhnya, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Q.S Al-
Ahzab: 21).8

Akhlak Rasulullah dapat dijadikan contoh panutan bagi umat Islam untuk

diteladani. Dalam hal ini, seorang pendakwah bukan hanya sekedar memberikan

nasehat saja melainkan juga mampu untuk menjadi panutan, sehingga mad'u mau

mengikuti sifat-sifat tersebut.

6
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Cet. II, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 23.

7
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1994), hlm.198.

8
Al-Qur’an dan Terjemahannya…, hlm. 929-930.
5

b. Metode Kisah-Kisah

Manna’ Khalil al-Qatthan menjelaskan bahwa tujuan dari adanya kisah-

kisah dalam Al-Qur’an antara lain adalah menanamkan pendidikan akhlakul

karimah karena dari keterangan kisah-kisah yang baik itu dapat meresap ke dalam

hati nurani dengan mudah dan baik serta mendidik dalam meneladani perbuatan

baik dan menghindari perbuatan buruk.9 Melalui metode ini, diharapkan seorang

pendakwah mampu menceritakan kejadian-kejadian nyata di masa lampau

sehingga dapat menjadi pelajaran berarti bagi mad'u dari peristiwa yang pernah

terjadi.

c. Metode Amtsal (Perumpamaan)

Dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat dalam bentuk amtsal

(perumpamaan) dalam rangka membina umatnya. Demikian juga dalam proses

pelaksanaannya sangat banyak perumpamaan-perumpamaan yang harus diberikan

oleh seorang da'i, misalnya seorang da'i memberikan contoh secara langsung

kepada mad'u agar dapat memahami apa yang dijelaskan. Misalnya dalam surat

al-Ankabut ayat 41, Allah mengumpamakan orang kafir dengan sarang laba-

laba:10

   


  
 
   

9
M. Munir, Metode Dakwah, Cet. II, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 297.

10
Indrakusuma, Dkk., Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 2003),
hlm. 121.
6

  


   
 
Artinya: "Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung
selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan
Sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau
mereka mengetahui". (Q.S Al-Ankabut: 41).11

Cara seperti itu juga digunakan oleh pendakwah dalam membina mad'u

yaitu dengan melalui metode ceramah. Kebaikan metode ini antara lain dapat

mempermudah mad'u memahami materi yang abstrak. Dalam hal ini, pendakwah

menggunakan perumpamaan itu dengan mengambil benda konkret seperti sarang

laba-laba yang diumpamakan dengan perlindungan dari Tuhan orang kafir.

d. Metode Pembiasaan (Ta’widiyah)

Pembiasaan mempunyai peranan yang sangat besar dalam kehidupan

manusia, karena dengan pembiasaan, seseorang mampu melakukan hal-hal

penting dan berguna tanpa menggunakan energi dan waktu yang banyak. Dari sini

dijumpai bahwa Al-Qur’an menggunakan "pembiasaan" yang dalam prosesnya

akan menjadi "kebiasaan" sebagai salah satu cara yang menunjang tercapainya

target yang diinginkan dalam penyajian materi-materinya. Pembiasaan tersebut

menyangkut segi-segi pasif (meninggalkan sesuatu) berupa menghilangkan

perilaku yang tidak bermanfaat sehingga merugikan diri sendiri dan orang lain,

ataupun yang aktif (melaksanakan sesuatu) seperti melakukan perilaku-perilaku

baru yang lebih efektif.12

11
Al-Qur’an dan Terjemahannya…, hlm.888.

12
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an…, hlm. 198.
7

Aplikasi metode pembiasaan tersebut di antaranya adalah terbiasa dalam

keadaan berwudhu, terbiasa tidur tidak terlalu malam dan bangun tidak kesiangan,

terbiasa membaca Al-Qur’an dan asmaul husna, shalat berjamaah di masjid,

terbiasa berpuasa sekali sebulan, terbiasa makan dengan tangan kanan dan lain-

lain.

e. Metode Targhib dan Tarhib (Ganjaran dan Hukuman)

Apabila metode teladan dan nasehat tidak mampu, maka pada waktu itu

harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan di tempat yang

benar, tindakan tegas itu adalah hukuman.13 Hal ini perlu diterapkan untuk

mengingatkan bahwa hukuman untuk mencegah perilaku yang salah itu terulang

kembali.

f. Metode Ceramah

Metode ceramah adalah salah satu cara penyajian atau penyampaian dalam

formasi melalui penerangan dan penuturan secara lisan oleh pendidik terhadap

anak didik.14

g. Metode Dialog dan Diskusi

Al-Qur’an juga menggunakan metode ini dalam mendidik dan

mengajarkan manusia dengan tujuan lebih memantapkan pengertian dan sikap

13
Muhammad Bukhari, Sistem dan Model Pendidikan Klasik, (Jakarta: Bulan Bintang,
2007), hlm. 54.

14
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. IV, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), hlm. 129.
8

pengetahuan mereka terhadap suatu masalah.15 Tujuan diskusi adalah membahas

dan menemukan pemecahan problematika yang ada kaitannya dengan dakwah

sehingga apa yang menjadi permasalahan dapat ditemukan jalan keluarnya.16

Metode ini digunakan oleh pendakwah untuk membuat kesepakatan

dengan mad'u melalui dialog langsung berupa diskusi-diskusi antara kedua belah

pihak mengenai perilaku yang harus ditinggalkan dan perilaku yang harus

dipertahankan dan dikembangkan.

h. Metode Konseling

Metode konseling merupakan wawancara secara individual dan tatap muka

antara konselor sebagai pendakwah dan klien sebagai mitra dakwah untuk

memecahkan masalah yang dihadapinya.17 Konselor sebagai pendakwah akan

membantu mencari pemecahan masalah kliennya. Dalam membantu klien

memecahkan masalahnya, konselor dapat menggunakan teknik konseling, yaitu:

1) Teknik Non-Direktif, yaitu konselor sebagai pendakwah meyakini

bahwa klien sebagai mitra dakwah memiliki kemampuan untuk

menyelesaikan masalahnya sendiri.

2) Teknik Direktif, yaitu klien dipandang tidak memiliki kemampuan

yang penuh untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Maka konselor

15
Al-Abrasy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. Johar Bahri, (Jakarta: Bulan
Bintang, 2004), hlm. 26.

16
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011),
hlm. 257.

17
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…., hlm. 372.
9

memiliki tanggung jawab untuk memberi bantuan sepenuhnya sampai

klien memahami dirinya sendiri.

3) Teknik Eklektik, yaitu pendakwah atau konselor secara fleksibel

menggunakan kedua teknik tersebut sesuai dengan masalah dan situasi

konseling yang sedang berlangsung.18

Metode konseling dalam dakwah dinilai perlu mengingat banyaknya

masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan metode ceramah ataupun diskusi, ada

sejumlah masalah yang harus diselesaikan secara khusus, secara individual dan

dengan tatap muka antara pendakwah dan mad’u.

i. Metode Karya Tulis

Metode karya tulis merupakan buah dari keterampilan tangan dalam

menyampaikan pesan dakwah. Keterampilan tangan ini tidak hanya melahirkan

tulisan, tetapi juga gambar atau lukisan yang mengandung misi dakwah. 19 Dalam

bentuk tulisan dapat berupa artikel, buku, majalah dan surat. Dalam bentuk

gambar atau tulisan, kaligrafi merupakan salah satu metode dakwah yang biasa

isinya bersumber dari ayat-ayat suci dari Al-Qur’an.

j. Metode Pemberdayaan Masyarakat

Metode pemberdayaan masyarakat yaitu dakwah dengan upaya

membangun daya, dengan cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan

kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya

18
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…., hlm. 373.

19
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…., hlm. 374.
10

dengan dilandasi proses kemandirian.20 Tujuan dari metode ini adalah

memperkenalkan pemikiran tentang pemberdayaan, menumbuhkan kesadaran

atas hak-hak yang terabaikan serta dapat mengambil sikap dan bergerak sendiri.

k. Metode Kelembagaan

Metode kelembagaan yaitu pembentukan dan pelestarian norma dalam

wadah organisasi sebagai instrumen dakwah. Untuk mengubah perilaku anggota

melalui institusi umpamanya, pendakwah harus melewati proses fungsi-fungsi

manajemen, yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

penggerakan (actuating), dan pengendalian (controlling).21

Dalam hal ini pendakwah hanya cukup mengumpulkan masyarakat untuk

merumuskan masalah secara bersama-sama agar dapat menggerakkan lembaga

sehingga dapat mandiri.

Dengan demikian, berdasarkan beberapa teori yang dikemukakan di atas,

pembinaan yang dinilai efektif adalah dengan merujuk pada Al-Qur’an dan

Sunnah rasul. Metode pembinaan yang sesuai dengan ajaran Islam antara lain

dengan memberikan pengajaran yang baik berupa nasehat-nasehat dan juga

melalui metode ceramah yang materinya berupa kisah atau kejadian nyata di masa

lampau yang dapat dijadikan pelajaran agar dapat petunjuk ke jalan yang benar.

Dengan mengetahui kisah-kisah nyata di masa lampau, maka mad’u diajak

untuk berdialog dan berdiskusi dengan wawancara konseling mengenai hal-hal

yang baik dapat dijadikan panutan untuk dibiasakan. Namun apabila

20
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…., hlm. 378.

21
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…., hlm. 381.
11

mengabaikannya maka akan diberi ganjaran berupa hukuman. Setelah didapat

perubahan, langkah selanjutnya adalah diberdayakan mereka-mereka melalui

sebuah lembaga yang dapat melatih serta mengembangkan potensi yang

dimilikinya.

C. Remaja dan Perilaku Menyimpang

1. Remaja

a. Definisi Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata

bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti ”tumbuh” atau ”tumbuh

menjadi dewasa”. Dalam Islam, secara etomologi, kalimat remaja berasal dari

murahaqoh, kata jiwa serta sosial. Permulaan adolescence tidak berarti telah

sempurnanya kematangan, karena dihadapan adolescence, dari 7-10 ada tahun-

tahun untuk menyempurnakan kematangan. Ada yang berpendapat bahwa remaja

merupakan kelompok yang biasa saja, tiada berbeda dengan kelompok manusia

yang lain, ada yang berpendapat bahwa remaja adalah kelompok orang-orang

yang sering menyusahkan orang-orang tua. Ada pula yang berpendapat bahwa

remaja merupakan potensi manusia yang perlu dimanfaatkan. Akan tetapi,

manakala remaja diminta persepsinya, mereka akan berpendapat lain.22

Remaja adalah masyarakat yang akan datang. Dapat diperkirakan bahwa

gambaran kaum remaja sekarang adalah pencerminan masyarakat yang akan

datang, baik buruknya bentuk dan susunan masyarakat, bangunan moral dan

22
Muhammad Al-Mighwar, Psikologi Remaja,(Bandung : Pustaka Setia, 2006) hlm. 55-
57.
12

intelektual, dalam penghayatan terhadap agama, kesadaran kebangsaan, dan

derajat kemajuan perilaku dan kepribadian antara sesama masyarakat yang akan

datang tergantung kepada remaja sekarang.

Sedangkan para Ahli mendefinisikan tentang remaja yang berdasarkan

organisasi kesehatan dunia, WHO diketemukan ada tiga definisi antara lain ialah:

biologik, psikologik serta sosial ekonomi, maka dengan itu secara lengkapnya

definisi itu berbunyi sebagai berikut:

1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-

tanda seksual baik sekundernya maupun primernya pada saat ia

mencapai kematangan.

2) Individu mengalami perkebangan psikologik dan pola interaksi dari

kanak-kanak sehingga menjadi dewasa.

3) Tersedia peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi kepada kedaan

yang relatif lebih mandiri.23

Menurut Charlotte Buhler remaja atau “adolescent” dipakai untuk

menyatakan masa peralihan ke “maturity” yang berlangsung antara 18-20 tahun

atau lebih. Adapun yang berpendapat seperti:

Sebagai pubertas akan kami tetapkan periode selama mana kematangan


seksual tercapai. Untuk mencapai kematangan fisik periode antara umur
11-18 tahun dianggap normal, meskipun kadang-kadang kematangan
tercapai sebelum atau sesudahnya. Secara psikologis, periode antara umur
12-13 sampai 17-18 tahun sebagai suatu kesatuan. Sesuai dengan bahasa
romawi yang menetapkan periode antar umur 12-13 tahun sampai 17-18
tahun dianggap sebagai kesatuan. Sesuai dengan pemakaian bahasa
Romawi yang menetapkan periode sesudah pubertas sampai kira-kira 26
tahun, maka periode peralihan kearah kematangan yang berlangsung dari

23
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Rajawali Pres, 1991), hlm. 9.
13

18-20, 21, 22 tahun, telah saya tetapkan sebagai periode adolescentie


juga.24

Adapun berdasarkan beberapa peraturan hukum Indonesia, maka batasan-

batasan mengenai kedewasaan seseorang adalah:

1) Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan.25

2) Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua

puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu menikah. Apabila perkawinan

dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka

mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa.26

3) Syarat usia memperoleh Surat Izin Mengemudi, 17 tahun untuk SIM

A, SIM C dan SIM D, 20 tahun untuk SIM B I, dan 21 tahun untuk

SIM B II.27

4) Untuk mengikuti pemilihan umum syarat usia minimum yaitu 17 tahun

atau sudah menikah.28

5) Usia minimum bagi seseorang untuk melangsungkan perkawinan yaitu

16 tahun bagi wanita dan 19 tahun bagi pria.29

24
B. Simanjuntak, Psikologi Remaja, (Bandung: Tarsito, 1984), hlm: 83

25
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003, Pasal 1 ayat 1.

26
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 330.

27
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, Pasal 81.

28
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008, Pasal 1

29
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 7.
14

Setelah mengamati beberapa batasan usia berdasarkan peraturan-peraturan

hukum tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa secara hukum seseorang telah

benar-benar dewasa pada saat berumur di atas dua puluh satu tahun atau telah

terlebih dahulu menikah, jadi masa remaja itu sendiri dapat diklasifikasikan

sebagai masa pada saat seseorang berumur sebelum dua puluh satu tahun atau

tidak terlebih dahulu menikah.

Dalam ilmu psikologi terdapat enam tahap Perkembangan moral, yang

kemudian terbagi kedalam tiga tingkatan yaitu:30

1) Tahap Pra-Konvensional

a) Tahap pertama (umur 0-7 tahun)

Orientasi pada hukuman dan kepatuhan, ketaatan hukuman fisik

terhadap suatu perbuatan dipakai anak untuk menentukan apakah suatu

perbuatan baik atau buruk. Perbuatan baik oleh anak dirumuskan

sebagai suatu perbuatan yang tidak akan mengakibatkan hukuman

baginya. Pada tahap ini, menghindari hukuman dan kepatuhan

terhadap otoritas yang berkuasa akan dinilai positif oleh anak.

b) Tahap kedua (sekitar 10 tahun)

Orientasi instrumental yang relatif. Anak hanya mengharap, mencari

hadiah yang nyata. Perbuatan yang benar merupakan perbuatan yang

hanya memuaskan kebutuhannya. Hubungan timbal balik sangat

ditekankan, saya dipukul, saya akan membalas memukul.

30
Singgih D. Gunarsa dan Yulia D. Gunarsa, Psikologi Praktis Anak Remaja dan
Keluarga, Jakarta, 2004, hlm. 18-19
15

2) Tingkat Konvensional

c) Tahap ketiga (sekitar 13 tahun)

Orientasi penyesuaian antar pribadi. Perbuatan baik adalah perbuatan

yang disenangi dan diterima baik oleh orang tua, guru, teman sebaya,

tetangga atau teman sejawat. Tekanan diletakkan atas kesesuaian untuk

menjadi anak baik. Takut dibicarakan orang lain. Pada tahap ini anak

sudah mencapai tingkat kognitif yang lebh tinggi sehingga sudah dapat

mengambil tempat orang lain, mengerti pandangan orang lain dan apa

yang dapat menyenangkan orang lain.

d) Tahap ke empat (sekitar 16 tahun)Orientasi pada hukum dan tata tertib,

aturan. Orientasi terhadap kegiatan untuk melakukan tugas, kewajiban

masing-masing, memenuhi peraturan-peraturan tertentu dan

mempertahankan ketertiban sosial. Doktrin-doktrin politik dan

keagamaan lebih mudah dimengerti dan diterima.

3) Tingkat Post-Konvensional

e) Tahap ke lima (masa dewasa muda)

Seorang yang berada pada tingkat ini mengambil keputusan-keputusan

berdasarkan apa yang baik dan tepat berdasarkan suatu kontrak,

perjanjian, baik sosial maupun pribadi. Mereka sudah dapat

mempertimbangkan dan memperhatikan sudut pandang masyarakat

pada umumnya. Dalam hal hukum dan proses-proses yang

mengubahnya, mereka dibimbing oleh rasionya.


16

f) Tahap ke enam (masa dewasa)

Orientasi prinsip ethis–universal moralitas dirumuskan sebagai

keputusan dari hati nurani (conscience). Prinsip-prinsip etis dipilih

sendiri berdasarkan konsep abstrak, keadilan dan persamaan. Pada

tahap ini mereka memperlihatkan suatu sikap menghargai terhadap

harga diri teman dan pemikiran bahwa penghargaan yang timbal balik

ini berlaku secara universal.

Berdasarkan uraian tentang tahap perkembangan moral tersebut, maka

batasan usia seseorang berdasarkan perkembangan moralnya diklasifikasikan

dalam tiga tingkatan. Anak-anak berada pada tahap prakonvensional yaitu pada

tahap pertama (usia 0-7 tahun) dan tahap kedua (pada usia sekitar 10 tahun),

sedangkan remaja berada pada tahap konvensional sejak usia 13 tahun hingga ia

tumbuh dewasa yaitu pada tahap postkonvensional.

Andi Mappiare dengan mengutip lengkap Elizabeth B. Hurlock, juga

menulis tentang adanya sebelas masa rentang kehidupan yaitu:31

1) Prenatal: saat konsepsi sampai lahir.

2) Masa neonatal: lahir sampai akhir minggu kedua setelah lahir.

3) Masa bayi: akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua.

4) Masa kanak-kanak awal: dua tahun sampai enam tahun.

5) Masa kanak-kanak akhir: enam tahun sampai sepuluh atau sebelas

tahun.

31
Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: tt, 2004), hlm. 32.
17

6) Pubertas pra-adolesen: sepuluh tahun atau dua belas tahun sampai tiga

belas tahun.

7) Masa remaja awal: tiga belas tahun atau empat belas tahun sampai

tujuh belas tahun.

8) Masa remaja akhir: tujuh belas tahun sampai dua puluh satu tahun.

9) Masa dewasa awal: dua puluh satu tahun sampai empat puluh tahun.

10) Masa setengah baya: empat puluh tahun sampai enam puluh tahun.

11) Masa tua: enam puluh tahun sampai meninggal dunia.

Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah suatu masa

dimana:32

1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-

tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan

seksual.

2) Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari

kanak-kanak menjadi dewasa.

3) Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh

kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

Dalam kajian psikologi, secara umum untuk masyarakat Indonesia batasan

usia remaja adalah usia 11-24 tahun dan belum menikah, dengan pertimbangan-

pertimbangan sebagai berikut:33

32
Sarlito W Sarwono, Psikologi Remaja…, hlm. 12.

33
Sarlito W Sarwono, Psikologi Remaja…, hlm. 18-19.
18

1) Usia 11 tahun adalah usia ketika pada umumnya tanda-tanda seksual

sekunder mulai tampak (kriteria fisik).

2) Di banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil

balig, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak

lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial).

3) Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan

perkembengan jiwa seperti tercapainya identitas diri, tercapainya fase

genital dari perkembangan psikoseksual, dan tercapainya puncak

perkembangan kognitif maupun moral (kriteria psikologis).

4) Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk

memberikan peluang bagi mereka yang sampai pada batas usia tersebut

masih menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak-

hak penuh sebagai orang dewasa (secara adat/ tradisi), belum bisa

memberikan pendapat sendiri dan sebagainya.

Dalam definisi tersebut di atas, status pernikahan sangat menentukan

karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat kita pada umumnya.

Seorang yang sudah menikah pada usia berapapun dianggap an diperlakukan

sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun dalam kehidupan

masyarakat dan keluarga. Karena itu definisi remaja di sini dibatasi khusus untuk

yang belum menikah.

Sedangkan berdasarkan UU NO. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak, yang menggantikan UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak, sekaligus sebagai dasar dalam penelitian ini untuk menentukan batasan usia
19

mengklasifikasikan seseorang sebagai remaja yang dalam istilah hukum disebut

anak, diatur dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 3 UU NO. 11 Tahun 2012 yaitu:

“Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut Anak


adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum
berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”.

Berdasarkan hal tersebut maka remaja/ anak sebagai objek dalam

penalitian ini adalah yang berusia mulai 12-18 tahun. Sehingga, berdasarkan UU

No. 11 Tahun 2012, pada rentang usia tersebut seorang anak yang melakukan

tindak pidana diproses dan diadili dalam sistem peradilan pidana anak.

b. Tahap Perkembangan Remaja

Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap

perkembangan remaja:

1) Remaja awal (early adolescent)

Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-

perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan- dorongan yang

menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran

baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan

dipegang bahunya saja oleh lawan jenis ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang

berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego

menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti dan dimengerti orang dewasa.

2) Remaja madya (middle adolescent)

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau

banyak teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan narsistis yaitu mencintai

diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya, selain itu,
20

ia berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih yang mana peka

atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau

materialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari oedipus

complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa anak-anak) dengan

mempererat hubungan dengan kawan-kawan.

3) Remaja akhir (late adolescent)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai

dengan pencapaian lima hal yaitu: (a). Minat yang makin mantap terhadap fungsi-

fungsi intelek. (b). Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang

lain dan dalam pengalaman- pengalaman baru. (3). Terbentuk identitas seksual

yang tidak akan berubah lagi. (4). Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian

pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri

dengan orang lain.34

Berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja kita sangat perlu untuk

mengenal perkembangan remaja serta ciri-cirinya. Berdasarkan sifat atau

perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja ada tiga tahap yaitu:

1) Masa remaja awal (10-13 tahun). Ditandai dengan: (a). Tampak dan

memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya, (b). Tampak dan

merasa ingin bebas, (c). Tampak dan memang lebih banyak

memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal

(abstrak).

34
RA. Yusriana, Perilaku Sosial Remaja Dalam Memanfaatkan Ruang Publik Perkotaan
(Studi Kasus Pemanfaatan Taman Kota Benteng Rotterdam Makassar), (Skripsi), dikutip dari
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/7675/skripsi%20jadi.pdf?sequence=1.
Diakses pada 28 November 2015.
21

2) Masa remaja tengah (14-16 tahun). Ditandai dengan: (a). Tampak dan

ingin mencari identitas diri, (b). Ada keinginan untuk berkencan atau

ketertarikan pada lawan jenis, (c). Timbul perasaan cinta yang

mendalam.

3) Masa remaja akhir (17-20 tahun). Ditandai dengan: (a). Menampakkan

pengungkapan kebebasan diri, (b). Dalam mencari teman sebaya lebih

selektif, (c). Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap

dirinya, (d). Dapat mewujudkan perasaan cinta.35

Jika ditinjau dari perkembangan fisik, perkembangan fisik pada masa

remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat. Dalam perkembangan

seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu, ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri

seks sekunder. Berikut ini adalah uraian lebih lanjut mengenai kedua hal tersebut

1) Ciri-ciri seks primer. Dalam modul kesehatan reproduksi remaja

disebutkan bahwa ciri-ciri seks primer pada remaja adalah: (a). Remaja

laki-laki. Remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila

telah mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi pada

remaja laki-laki usia antara 10-15 tahun, (b). Remaja perempuan. Jika

remaja perempuan sudah mengalami menarche (menstruasi),

menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin

perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak

mengandung darah.

35
RA. Yusriana, Perilaku Sosial Remaja Dalam Memanfaatkan Ruang Publik Perkotaan
(Studi Kasus Pemanfaatan Taman Kota Benteng Rotterdam Makassar), (Skripsi), dikutip dari
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/7675/skripsi%20jadi.pdf?sequence=1.
Diakses pada 28 November 2015.
22

2) Ciri-ciri seks sekunder. Menurut Sarwono, ciri-ciri seks sekunder pada

masa remaja adalah sebagai berikut: (a). Remaja laki-laki, bahu

melebar, pinggul menyempit, petumbuhan rambut di sekitar alat

kelamin, ketiak, dada, tangan, dan kaki, kulit menjadi lebih kasar dan

tebal, produksi keringat menjadi lebih banyak. (b). Remaja perempuan,

pinggul lebar, bulat, dan membesar, puting susu membesar dan

menonjol, serta berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi lebih

besar dan lebih bulat, kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat,

lubang pori-pori bertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar keringat

menjadi lebih aktif, otot semakin besar dan semakin kuat, terutama

pada pertengahan dan menjelang akhir masa puber, sehingga

memberikan bentuk pada bahu, lengan, dan tungkai, suara menjadi

lebih penuh dan semakin merdu.36

Menurut Makmun, jika ditinjau dari karakteristik perilaku dan pribadi

pada masa remaja terbagi ke dalam dua kelompok yaitu remaja awal (11-13 dan

14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 dan 18-20 tahun) meliputi aspek:

1) Fisik, laju perkembangan secara umum berlangsung pesat, proporsi

ukuran tinggi, berat badan seringkali kurang seimbang dan munculnya

ciri-ciri sekunder.

2) Psikomotor, gerak-gerik tampak canggung dan kurang

terkoordinasikan serta aktif dalam berbagai jenis cabang permainan.

36
Ririn Darmasih, Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja
SMA di Surakarta, (Skripsi), dikutip dari http://eprints.ums.ac.id/5959/1/J410050007.PDF.
Diakses pada 28 November 2015.
23

3) Bahasa, berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik

mempelajari bahasa asing, menggemari literatur yang bernafaskan dan

mengandung segi erotik, fantastik, dan estetik.

4) Sosial, keinginan menyendiri dan bergaul dengan banyak teman tetapi

bersifat temporer, serta adanya kebergantungan yang kuat kepada

kelompok sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi.

5) Perilaku kognitif, meliputi proses berfikir sudah mampu

mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi, diferensiasi,

komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak, meskipun relatif terbatas.

Kecakapan dasar intelektual menjalani laju perkembangan yang

terpesat. Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menujukkan

kecenderungan-kecenderungan yang lebih jelas.

6) Moralitas, meliputi adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari

dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari

orang tua. Sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji

kaidah-kaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam

perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya. Mengidentifikasi dengan

tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya.

7) Perilaku Keagamaan, meliputi mengenai eksistensi dan sifat

kemurahan dan keadilan tuhan mulai dipertanyakan secara kritis dan

skeptis. Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup.

Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas


24

pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar

dirinya.

8) Konatif, emosi, afektif, dan kepribadian, yang meliputi lima kebutuhan

dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri, dan aktualisasi

diri) menunjukkan arah kecenderungannya. Reaksi-reaksi dan ekspresi

emosionalnya masih labil dan belum terkendali seperti pernyataan

marah, gembira atau kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan silih

berganti. Merupakan masa kritis dalam rangka menghadapi krisis

identitasnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psikososialnya,

yang akan membentuk kepribadiannnya. Kecenderungan

kecenderungan arah sikap nilai mulai tampak (teoritis, ekonomis,

estetis, sosial, politis, dan religius), meski masih dalam taraf eksplorasi

dan mencoba-coba.37

c. Remaja dalam Pandangan Islam

………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

……………………………..

2. Perilaku menyimpang

a. Pengertian Perilaku Menyimpang

37
Ririn Darmasih, Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja
SMA di Surakarta, (Skripsi), dikutip dari http://eprints.ums.ac.id/5959/1/J410050007.PDF.
Diakses pada 28 November 2015.
25

Dalam kenyataan sehari-hari, tidak semua orang bertindak berdasarkan

norma-norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Tindakan yang

tidak sesuai dengan norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat

dinamakan perilaku menyimpang. Penyimpangan terjadi apabila seseorang atau

sekelompok orang tidak mematuhi norma atau patokan dan nilai yang sudah baku

di masyarakat. Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat

disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan

penyimpangan ini disebut dengan devian (deviant). Berikut ini pengertian perilaku

menyimpang menurut pandangan beberapa ahli;

1) Jamez Vander, menyebutkan bahwa penyimpangan adalah perilaku

yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan

di luar batas toleransi.

2) Robert M.Z. Lawang, mengungkapkan penyimpangan adalah semua

tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem

sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam

sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang itu.

3) Bruce J. Cohen, mengatakan bahwa perilaku menyimpang adalah

setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan

kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam

masyarakat.

4) Paul B. Horton, mengutarakan bahwa penyimpangan adalah setiap

perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma

kelompok atau masyarakat.


26

5) Lewis Coser, mengemukakan bahwa perilaku menyimpang merupakan

salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan

sosial.38

Selain itu, dari beberapa pakar sosiologi dan psikologi sosial,

mengutarakan pengertian perilaku menyimpang, di antaranya:

1) Dr. Saparinah Sadli, perilaku menyimpang adalah tingkah laku yang

dinilai sebagai menyimpang dari aturan-aturan normatif atau yang

dinilai sebagai menyimpang dari pengharapan-pengharapan

lingkungan sosial.

2) Robert M. Z. Lawang, perilaku menyimpang adalah semua tindakan

yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem

sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam

sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang tersebut.

3) Bruce J. Cohen, Perilaku menyimpang bisa didefinisikan sebagai

setiap perolaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan

kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam

masyarakat.

4) David Berry dalam bukunya “Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi”

yang diterjemah oleh paulus wiroutomo, mengatakan bahwa

penyimpangan secara sederhana dapat didefinisikan sebagai tindakan

38
RA. Yusriana, Perilaku Sosial Remaja Dalam Memanfaatkan Ruang Publik Perkotaan
(Studi Kasus Pemanfaatan Taman Kota Benteng Rotterdam Makassar), (Skripsi), dikutip dari
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/7675/skripsi%20jadi.pdf?sequence=1.
Diakses pada 28 Oktober 2015.
27

yang tidak sesuai dengan norma-norma, jadi tanpa norma sosial tidak

akan ada penyimpangan.39

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa perilaku menyimpang merupakan

tingkah laku individu yang tidak sesuai norma-norma yang dibuat dalam

lingkungan atau masyarakat tersebut.

b. Bentuk-Bentuk Penyimpangan Perilaku Remaja

Bentuk-bentuk penyimpangan perilaku terdiri atas penyimpangan primer

(primary deviation), penyimpangan sekunder (secondary deviation),

penyimpangan individual (individual deviation), penyimpangan kelompok (group

deviation) dan penyimpangan campuran (mixture of both deviation).

1) Penyimpangan primer (primary deviation)

Penyimpangan primer adalah penyimpangan yang dilakukan seseorang,

hanya bersifat temporer, dan tidak berulang-ulang. Orang yang melakukan

penyimpangan ini masih dapat diterima secara sosial karana hidupnya tidak

didominasi oleh pola perilaku menyimpang itu.40 Misalnya pegawai yang kadang

membolos kerja, banyak minum alkohol pada waktu pesta, siswa yang membolos

atau mencontek saat ujian, memalsukan pembukuan, mengurangi besarnya pajak

pendapatan.

2) Penyimpangan sekunder (secondary deviation)

39
Deasi Annisa Rahmadhiani, Pengaruh Sinetron Terhadap Perubahan Perilaku Negatif
Remaja di Desa Demangan Siman Ponorogo (Studi Kasus di RT01/RW01 dan RT02/RW01 Desa
Demangan Siman Ponorogo), (Skripsi), dikutip dari
http://lib.umpo.ac.id/gdl/files/disk1/4/jkptumpo-gdl-deasiannis-168-1-abstrak-i.pdf. Dikases pada
28 November 2015.

40
Nurseno, Sociology, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri , 2009), hlm. 159.
28

Penyimpangan sekunder adalah perbuatan yang dilakukan secara khas

memperlihatkan perilaku penyimpangan dan secara umum dikenal sebagai orang-

orang yang menyimpang karena sering kali melakukan tindakan yang meresahkan

orang lain.41 Misalnya seorang peminum yang sering mabok-mabokan dan

memeras orang lain. Adapun yng menjadi Ciri-ciri penyimpangan sekunder

adalah gaya hidupnya didominasi oleh perilaku menyimpang dan masyarakat

tidak bisa mentoleril perilaku tersebut.42

3) Penyimpangan individual (individual deviation)

Penyimpangan individu adalah penyimpangan yang dilakukan oleh

seseorang dengan melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari norma-

norma yang telah mapan dan nyata-nyata menolak norma-norma tersebut.

Misalnya pencurian yang dilakukan sendiri.43 Orang yang demikian biasanya

mempunyai penyakit mental sehingga tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya.

atas penyimpangan perilaku yang bersifat individual tersebut masyarakat telah

memberikan beberapa sebutan sesuai dengan kadar penyimpangannya antara lain:

(a). Bila ia tidak mau tunduk kepada nasihat orang-orang di lingkungannya untuk

merubah pendiriannya, ia disebut pembandel, (b). Bila ia tidak tunduk pada

peringatan orang-orang yang berwenang di lingkungannya, ia disebut

pembangkang, dan (c). Bila ia melanggar norma-norma umum/masyarakat yang

berlaku, maka ia disebut si pelanggar, dan Bila mengabaikan norma-norma

41
Taufiq Rohman Dhohiri, dkk. Sosiologi, (Jakarta: Yudistira , 2003), hlm. 130.

42
Taufiq Rohman Dhohiri, dkk. Sosiologi…, hlm. 131.

43
Taufiq Rohman Dhohiri, dkk. Sosiologi…, hlm. 131.
29

umum/ masyarakat sehingga menimbulkan kerugian harta benda atau jiwa di

lingkungannya, maka ia disebut penjahat.44

4) Penyimpangan kelompok (group deviation)

Penyimpangan kelompok adalah tindakan yang bertentangan dengan

norma-norma masyarakat yang dilakukan sekolompok orang dan beraksi secara

kolektif.45 Penyimpangan ini dilakukan oleh sekelompok orang yang tunduk pada

norma kelompok, padahal norma tersebut bertentangan dengan norma masyarakat

yang berlaku. Misalnya kelompok orang yang melakukan penyelundupan

narkotika/ pengedaran narkotika secara gelap dan penyalahgunaan dalam

pemakaiannya, sekelompok pencopet atau pencuri yang beroperasi di suatu

wilayah tertentu. Baik secara sendiri-sendiri ataupun secara berkelompok, mereka

melakukan jaringan kejahatan yang terorganisir rapi mereka memliki “aturan

main” yang sedemikian cermatnya sehingga kejahatan mereka sulit untuk dilacak

atau dibongkar pihak kepolisian.46

5) Penyimpangan campuran (mixture of both deviation)

Jenis penyimpangan ini dilakukan oleh suatu golongan sosial yang

terorganisir secara rapi, sehingga individu ataupun kelompok di dalamnya taat dan

tunduk kepada norma-norma golongan, padahal secara keseluruhan merasa

mengabaikan norma-norma masyarakat yang berlaku. Sebagai contoh adalah

geng-geng anak-anak yang nakal yang meniru “gangster” ala Amerika. Kelompok

44
Yad Mulyadi, dkk . Sosiologi, (Jakarta: Yudistira, 1995), hlm. 55.

45
Nurseno, Sociology…, hlm. 160.

46
Yad Mulyadi, dkk . Sosiologi, (Jakarta: Yudistira, 1995). Hlm: 55
30

semacam ini sekarang berkembang menjadi semacam kelompok “mafia” dunia

kejahatan yang terdiri atas preman-preman yang sangat meresahkan masyarakat.

Semula mereka berasal dari remaja yang putus sekolah dan pengangguran

yang frustasi. Mereka merasa tersisih dari pergaulan dan kehidupan masyarakat.

Dipihak lain mereka ingin hidup enak. Di bawah pimpinan seorang tokoh yang

terpilih karena kenekatan dan kebrutalannya kemudian mereka mengelompok ke

dalam semacam organisasi “rahasia” dengan kelengkapan norma atau pranata

yang mereka buat sendiri. Jelasnya, norma yang mereka buat pada umumnya

bertentangan bahkan berlawanan dengan norma umum yang berlaku secara

umum.47

Jika dirumuskan secara sederhana, penyimpangan adalah kelainan dalam

tingkah laku serta perbuatan ataupun tindakan-tindakan yang bersifat asosial,

dalam hal terdapat pelanggaran-pelanggaran terhadap norma-norma sosial-agama

yang berlaku dalam masyarakat dan tindakan-tindakan pelanggaran hukum.

Bentuk penyimpangan remaja (kenakalan Remaja) dalam perumusan tersebut

dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu: 48

a) Kenakalan yang tergolong pelanggaran atau kejahatan yang telah

diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau

undang-undang lainnya. Misalnya berjudi sampai mempergunakan

uang dan taruhan benda yang lain, mencuri, mencopet, menjambret,

merampas dengan kekerasan atau tanpa kekerasan, penggelapan

47
Yad Mulyadi, dkk . Sosiologi…, hlm. 55-56.

48
Y. Bambang Mulyono, Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan
Penanggulangannya, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1993), hlm. 22-23.
31

barang, penipuan dan pemalsuan, pelanggaran tata susila, menjual

gambar-gambar porno dan film porno, dan pemerkosaan, pemalsuan

uang dan pemalsuan surat-surat keterangan resmi, tindakan-tindakan

anti sosial; perbuatan yang merugikan orang lain, percobaan

pembunuhan, pembunuhan, pengguguran kandungan, dan

Penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian seseorang.

b) Kenakalan yang tergolong pelanggaran norma sosial dan norma-norma

lainnya, tetapi yang belum/ tidak diatur dalam KUHP atau undang-

undang lainnya, atau tingkah laku/ perbuatan anak-anak yang cukup

menyulitkan atau cukup tidak dimengerti orang tua maupun

masyarakat pada umumnya. Bentuk-bentuk penyimpangan perilaku

remaja yang dimaksud antara lain suka menentang orangtua/ guru,

suka kluyuran tanpa tujuan yang jelas, berpakaian yang tidak sopan

(tidak diterima oleh masyarakat umum, membolos, pergi

meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah, pesta-pesta

semalam suntuk, suka membaca buku-buku atau menonton film cabul,

sering berkelahi, sering keluar malam yang tidak berguna, suka ngebut,

selalu minta uang kepada orangtua, mencoret-coret di jalanan/ tembok-

tembok, minum minuman keras, merokok di tempat umum sebelum

batas umur yang ‘pantas’, menjelekkan nama keluarga/ sekolah, sering

bohong, dan lain-lain.

c. Penyebab Perilaku Menyimpang


32

Dengan banyaknya bermunculan kasus tentang penyimpangan yang

dilakukan oleh anak-anak yang baru mulai beranjak dewasa dikarenakan tidak

adanya pengawasan dari orang tua tersebut dan lingkungannyapun kurang

mendukung itu dikatakan sebagai salah satu penyebabnya. Serta guru-gurupun

ikut dianggap bertanggung jawab.

Maka dengan itu secara garis besar faktor yang mempengaruhi terjadinya

penyimpangan perilaku remaja bisa di golongkan menjadi tiga antara lain:

1) Faktor keluarga

Keluarga adalah sebuah wadah dari permulaan pembentukan pribadi serta

tumpuhan dasar fundamental bagi perkembangan dan pertumbuhan anak.

Lingkungan keluarga secara potensial dapat membentuk pribadi anak menjadi

hidup secara bertanggung jawab, apabila usaha pendidikan dalam keluarga itu

gagal, akan terbentuk seorang anak yang lebih cenderung melakukan tindakan-

tindakan yang bersifat kriminal.49 Itulah sebabnya mengapa keluarga dapat juga

berperan dalam membentuk keperibadian yang menyimpang.50

2) Faktor sekolah

Sekolah adalah suatu lingkungan pendidikan yang secara garis besar masih

bersifat formal. Anak remaja yang masih duduk di bangku SLTP maupun SMU

pada umumnya mereka menghabiskan waktu mereka selama tujuh jam disekolah

setiap hari, jadi jangan heran bila lingkungan sekolah juga sangat berpengaruh

terhadap perkembangan moral anak.

49
Y. Bambang Mulyono, Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan
Penanggulangannya…, hlm. 26.

50
Taufiq Rohman Dhohiri, dkk. Sosiologi…, hlm. 136.
33

Kepala sekolah dan guru adalah pendidik, disamping melaksanakan tugas

mengajar, yaitu mengembangkan kemampuan berpikir, serta melatih membina

dan mengembangkan kemampuan berpikir anak didiknya, serta mempunyai

kepribadian dan budi pekerti yang baik dan membuat anak didik mempunyai sifat

yang lebih dewasa. Tujuan ini dapat berhasil jikalau guru berhasil mendorong dan

mengarahkan murid-muridnya untuk untuk belajar mengembangkan kreatifitas

pengetahuan dan dan keterampilannya. Artinya antara guru dan murid ada

hubungan yang baik dan saling mempercayai untuk belajar bersama.51

Kerena kebanyakan guru sibuk dengan urusan pribadinya tanpa dapat

memperhatikan perkembangan moral anak didiknya, anak hanya bisa diberi teori

belaka sementara dalam prakteknya guru pun melanggar teori yang telah

disampaikan pada anak didiknya. Padahal guru merupakan suri tauladan yang

nomor dua setelah orang tua, makanya setiap sifat dan tingkah laku guru menjadi

cerminan anak didiknya. Bila pendidikan kesusilaan dalam agama kurang dapat

diterapkan disekolah maka akan berakibat buruk terhadap anak, sebab di sekolah

anak menghadapi berbagai macam bentuk teman bergaul. Di dalam pergaulan

tersebut tidak seutuhnya membawa kebaikan bagi perkembangan anak.

3) Faktor Masyarakat

Masyarakat adalah lingkungan yang terluas bagi remaja dan sekaligus

paling banyak menawarkan pilihan. Pada lingkungan inilah remaja dihadapkan

berbagai bentuk kenyataan yang ada dalam kehidupan masyarakat yang berbeda-

beda, apalagi dasawarsa terakhir ini perkembangan moral kemajuan ilmu

51
Y. Bambang Mulyono, Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan
Penanggulangannya…, hlm. 29.
34

pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat, sehingga membawa

perubahan-perubahan yang sangat berarti tetapi juga timbul masalah yang

mengejutkan. Maka dalam situasi itulah yang menimbulkan melemahnya norma-

norma dan nilai-nilai dalam masyarakat akibat perbuatan sosial. Akibatnya remaja

terpengaruh dengan adanya yang terjadi dalam masyarakat yang mana kurang

landasan agamanya, dan masyarakat yang acuh terhadap lingkungan yang ada di

sekitarnya.

4) Kelompok Bermain

Lingkungan tempat tinggal dan kelompok bermain merupakan dua media

sosialisasi yang sangat berkaitan, karena seorang individu akan memiliki

kelompok bermain atau pergaulan dalam lingkungan tempat tinggal tersebut.

kadang seorang individu memiliki kelompok bermain atau pergaulan di luar

lingkungan tempat tinggal, seperti: lingkungan sekolah, dan luar sekolah.

Kelompok bermain atau pergaulan dapat mempengaruhi kepribadian seorang

individu. Jadi apabila kelompok bermain yang positif maka kepribadiannya

cenderung positif, sebaliknya bila kelompok bermain yang negatif, maka

kepribadiannya cenderung negatif.52

5) Media Masa

Media masa dapat disebut juga sebagai sosialisasi yang dapat

mempengaruhi kepribadian dan perilaku seorang individu. Pesan-pesan yang

sampaikan lewat media masa seperti televisi mampu mempengaruhi kepribadian

bagi orang yang melihatnya. Seperti seseorang yang menyaksikan tayangan yang

52
Taufiq Rohman Dhohiri, dkk. Sosiologi…, hlm. 137.
35

menyedihkan, ia akan ikut sedih, sebaliknya jika seorang individu menyaksikan

tayangan yang membahagiakan, ia akan ikut bahagia, begitu pula jika seorang

anak menyaksikan adegan kekerasan atau perkelahian maka tayangan tersebut

akan mempengaruhi kepribadian anak tersebut cenderung keras dan tidak

bersahabat. Media masa juga sangat berpotensi dalam mempengaruhi kepribadian

khalayak muda atau remaja. Para remaja cenderung mengikuti gaya hidup dan

mode pakaian yang dipakai oleh bintang-bintang idolanya di televisi. Bahkan,

tayangan pornografi di televisi dapat meningkatkan pelanggaran susila dalam

masyarakat.

D. Masalah Kehidupan Remaja Dewasa ini

Selama proses pertumbuhan dan perkembangan, remaja bisa bermasalah

dan bisa pula berbahagia. Kedua kondisi ini banyak bergantung pada pengalaman

yang positif atau negatif. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan

jiwanya. Bila remaja tidak mencapai kebahagiaan, dia mengalami masalah yang

serius. Menurut intensitasnya, rentangan remaja bermasalah dapat digambarkan

dalam tiga kategori utama; bermasalah wajar yang berkaitan dengan ciri-ciri masa

remaja, bermasalah menengah yang berkaitan dengan tanda-tanda bahayanya, dan

bermasalah taraf kuat mencakup bermasalah yang pasif dan bermasalah yang

agresif.53

1. Perilaku bermasalah yang wajar

53
Muhammad Al-Mighwar, Psikologi Remaja, (Bandung : Pustaka Setia, 2006) hlm. 187.
36

Secara psikologis, perilaku bermasalah yang wajar adalah perilaku yang

masih ada dalam batas ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan sebagai akibat

adanya perubahan fisik dan psikis, dan masih bisa diterima selama dirinya dan

masyarakat di sekitarnya tidak dirugikan.

2. Perilaku bermasalah menengah

Secara psikologis, perilaku bermasalah menengah adalah perilaku remaja

yang masih merupakan akibat dari adanya berbagai perubahan fisik dan psikis

dalam pertumbuhan dan perkembangan, tetapi telah menunjukan berbagai tanda

yang mengarah pada adanya penyimpangan yang cenderung merugikan dirinya

sendiri dan lingkunganya. Perilaku ini juga merupakan pengembangan-

pengembangan negatif berbagai masalah wajar sebelumnya yang semakin

menguat yang diakibatkan oleh tiga hal;

a. Dirinya kurang mampu menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan

perkembanganya serta tidak mampu menerima apa yang diraihnya.

b. Adanya berbagai tekanan lingkungan, seperti dari orang tua dan teman

sebaya serta masyarakat yang lebih luas.

c. Tidak mampu menyesuaikan diri dengan berbagai tekanan yang ada.

Perilaku bermasalah menegah ini juga dinamakan tanda-tanda bahaya,

baik yang agresif, pasif atau pengunduran diri, atau netral. Perilaku yang

menunjukkan tanda-tanda bahaya yang agresif, antara lain sikap selalu ingin

menguasai dan menyerang orang lain. Perilaku yang menunjukkan tanda-tanda

bahaya yang pasif, antara lain merasa tidak aman sehingga remaja merasa

merendahkan diri dan rela dijajah oleh siapa saja di dalam maupun diluar rumah,
37

selalu melamun sebagai konpensasi bagi kekurangpuasanya dalam kehidupan

sehari-hari, dan berusaha menarik perhatian dengan berbuat kekanak-kanakan.

Adapun perilaku yang menunjukkan tanda-tanda bahaya yang netral, antara lain

remaja mengabaikan tugas tugasnya demi bersenang-senang karena tidak adanya

tanggung jawab, dan terlalu malu bila berada jauh dari rumahnya.

Sebagaimana perilaku bermasalah wajar, perilaku bermasalah menegah

pun membutuhkan perhatian yang serius dari pendidik dan pembimbing. Dan

mengabaikanya akan mengakibatkan pengembangan pada perilaku yang semakin

salah dan semakin menyimpang.54

3. Perilaku bermasalah yang kuat atau penyimpangan perilaku

Perilaku bermasalah yang kuat adalah perilaku yang muncul akibat adanya

rasa tidak enak, rasa tercekam, rasa tertekan yang didorong oleh faktor -faktor

yang kontradiktif dalam diri seseorang, yang secara kuat pula menimbulkan

berbagai tindakan mengundurkan diri secara berlebihan atau agresif yang

berlebihan. Perilaku itu di anggap menyimpang dari kewajaran karena cenderung

ada rasa putus asa, tidak aman, atau merusak, melanggar berbagai peraturan.

Sebagaimana perilaku bermasalah menengah, perilaku bermasalah yang

kuat ini pun terdiri dari dua sifat, pertama,yaitu agresif, dan kedua, pasif. Perilaku

menyimpang yang agresif adalah bebtuk-bentuk tingkah laku sosial yang

menyimpang dan cenderung merusak, melanggar peraturan dan menyerang.

Banyak aspek yang menjadi objek penyimpanganya, misalnya hak milik orang

54
Muhammad Al-Mighwar, Psikologi Remaja…, hlm. 190-191.
38

lain, seks dan sebagainya. Gejala umum yang biasa tampak dari penyimpangan ini

antara lain menyakiti hati orang lain, suka berkelahi, membuat kegaduhan dalam

masyarakat atau sekolah, mengolok-olok secara berlebihan, tidak mengindahkan

perintah, melanggar peraturan, sering berbohong, sering memerintah,

mementingkan diri sendiri, suka menyakiti hati anak yang lebih kecil, pendendam,

melanggar kehormatan seks lawan jenis, dan sejenisnya. Penyimpangan ini terjadi

karena remaja tidak memiliki sikap, perasaan dan keterampilan tertentu yang

dituntut dalam tugas-tugas perkembanganya sehingga mereka cenderung tidak

memedulikan norma-norma masyarakat, dan sikap tidak peduli ini menimbulkan

semua pelanggaran tersebut. Kondisi inilah yang dikenal dengan istilah kenakalan

remaja.55

E. Tujuan Pembinaan Akhlak Remaja

Pembinaan akhlak remaja diselenggarkan dengan tujuan umum yaitu

membantu para remaja untu meningakatkan keimanan, pemahaman, dan

pengahayatan serta pengalaman tentang agama Islam sehingga menjadi manusia

muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Yang Maha Esa, berakhlak

mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Adapun

tujuan pembinaan akhlak remaja secara khusus adalah:

1. Remaja memahami dan menghayati ajaran agama Islam, terutama yang

berkaitan dengan fardu ain.

2. Remaja mau dan mampu dalam melaksanakan ajaran agama Islam.

55
Muhammad Al-Mighwar, Psikologi Remaja…, hlm. 192.
39

3. Remaja memiliki kesadaran dan kepekaan sosial dalam hidup

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.56

Manusia dalam hidupnya tidak akan terlepas dari perbuatanperbuatan

sebagai proyeksi dari kemampuanya, serta sebagai eksperimental dari apa yang

diinginkanya. Dengan perbuatan itulah akan tercermin sikap dan watak.

Dalam Islam penempatan akhlak merupakan hal yang mutlak dimiliki dan

dipunyai oleh setiap orang. Akhlak adalah upaya manusia untuk mempertahankan

keluarga dan hidupnya, dan akhlak pulalah yang membedakan manusia dengan

binatang. Akhlak yang baik adalah berderma, tidak menyakiti orang lain dan

tangguh menghadapi penderitaan serta berbuat kebaikan dan menahan diri diri

dari keburukan. Adalagi yang mengatakan bahwa “membuang sifat-sifat yang

hina dan menghiasinya dengan sifat-sifat yang mulia”.57

Bagi remaja ide-ide agama, dasar keyakinan dan pokok ajaran agama pada

dasarnya diterima oleh seorang remaja, namun manakala ia mendapat kritikan dan

apa yang tumbuh sejak kecilnya, begitu mudah sirna lantarankemampuan

menagkap hal-hal yang abstrak masih lemah. Karena itu tidak jarang-jarang ide-

ide pokok agama ditolak pula, bahkan kadang-kadang ia merasa bimbang

beragama, terutama bagi mereka yang mungkin tidak dapat ditangkap dengan

proses berfikir yang matang dan krisis.

56
Lailatus Saidah, Peran Pondok Pesantren Al-Hidayah Dalam Pembinaan Akhlak
Remaja di Desa Tarik Kecamatan Tarik Kabupaten Sidoarjo, (Skripsi), dikutip dari http://lib.uin-
malang.ac.id/files/thesis/fullchapter/03410059.pdf. Diakses pada 28 November 2015.

57
Fariq bin Gasim Anuz, Bengkel Akhlak, (Jakarta: Darul Falah, 2002), hlm. 15-16.
40

Apabila agama telah mencapai sifa t-sifat moral pada remaja, maka

kebaikan tertinggi adalah perasaan agama disertai oleh pikiran tentang kebaikan

yang tertinggi. Pada permulaan, adalah kelezatan, sesudah itu muncul bapak dan

tunduk kepadanya dan setelah tumbuh pikiran tentang Allah, maka yang sangat

baik adalah mematuhi perintah Allah SWT. Kejahatan yang sangat besar dalam

pandangan anak di usia remaja adalah mencela agama. Nilai-nilai agama

meningkat bersama-sama nilai-nilai keluarga, atau berati bahwa moral keluarga

mengikuti moral agama. Misalnya pada anak umur 10 tahun, si anak patuh kepada

bapaknya karena Allah menyuruhnya, sedang pada umur 5 atau 6 tahun dulu, ia

patuh kepada Allah karena bapaknya menghendaki demikian. Ini adalah

menunjukan kemajuan sosial dan penyesuaian diri terhadap keluarga berganti

dengan penyesuaian agama.

Allah SWT semakin dekat kepada jiwa si anak, karena si anak semakin

dekat pula kepada dirinya sendiri, ia mulai mendengar kata hatinya tentang akhlak

dan Allah menjadi pantulan dari suara tersebut. Seperti filsafat ”Kant”

menganggap bahwa morallah bukan akal yang merupakan jalan untuk

menyampaikan kita kepada Allah SWT, dari penganalisaan tentang arti ”wajib”

yang membawa dengan sendirinya kepada Allah SWT, sebagai keharusan moral.

Demikian pulalah halnya dengan anak-anak yang telah besar dimana kepercayaan

tidak didasarkan atas keharusan pikiran, tapi adalah keharusan moral.58

Dengan dasar itulah, maka bukan hal yang berlebihan jika generasi muda

perlu dibina serta dididik dengan akhlakul karimah, agar remaja memiliki

58
Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hlm. 50-51.
41

pemahaman dan penjelasan yang memadai dan memuaskan tentang tata norma

kehidupan yang sesuai dengan ajaran agama, berperangai yang baik serta berbudi

pekerti yang luhur.

Anda mungkin juga menyukai