Anda di halaman 1dari 6

A.

Penanggulangan Masalah Gizi Nasional

Masalah gizi merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat di Indonesia

yang akan mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang diperlukan untuk

masa mendatang. Oleh sebab itu, diperlukan strategi sebuah bangsa untuk

menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang sehat, cerdas dan produktif

melalui penanggulangan masalah gizi. Berdasarkan Rencana Aksi Nasional

Pangan dan Gizi 2011-2015, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

penanganan masalah gizi yakni masih tingginya angka kemiskinan; rendahnya kesehatan

lingkungan; kerjasama lintas sektor dan lintas program yang belum optimal, melemahnya

partisipasi masyarakat; terbatasnya aksesibilitas pangan tingkat keluarga; masih

tingginya penyakit infeksi; belum memadainya pola asuh ibu; dan rendahnya akses

keluarga terhadap pelayanan kesehatan dasar. Oleh karena itu, penanggulangan

masalah gizi harus dilakukan secara multi disiplin ilmu serta dengan lintas

kementerian/lembaga yang melibatkan organisasi profesi, perguruan tinggi, organisasi

kemasyarakatan, dan masyarakat itu sendiri.

1. Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY)

Masalah GAKY menjadi masalah yang sangat serius dilihat dari dampak langsung

yang mempengaruhi kelangsungan hidup manusia terutama berkaitan erat dengan

kualitas sumber daya manusia baik menyangkut pertumbuhan, kecerdasan, maupun

produktivitas kerja. Untuk mempercepat penurunan prevalensi GAKY, pemerintah telah

memberikan perhatian besar dan lebih mengintensifkan upaya penanggulangan GAKY

(Mutalazimah, 2009).

Sejak tahun 1997 sudah dilaksanakan Proyek Intensifikasi Penanggulangan

GAKY secara lintas program dan lintas sektor dengan fokus utama : 1) Upaya Jangka

Pendek: pendistribusian Kapsul minyak beryodium di kecamatan dengan endemik

berat dan sedang (TGR > 20%) 2) Upaya Jangka Panjang: peningkatan konsumsi

garam beryodium (iodisasi garam) yang pelaksanaannya dipantau dengan kegiatan

pemantauan garam beryodium melalui murid SD/MI (Depkes RI, 2002).


Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya garam beryodium bagi

kesehatan dan kecerdasan manusia juga menjadi faktor timbulnya masalah GAKY.

Sosialisasi merupakan salah satu upaya untuk penanggulangan GAKY yang efektif

dalam meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang garam

beryodium. Keberhasilan sosialisasi tergantung pada peran aktif penyuluh

(pemerintah, instansi terkait dan masyarakat) dan respon dari masyarakat itu sendiri

tentang arti penting konsumsi garam beryodium dan dampak yang timbulkan dari

penyakit akibat kekurangan yodium (Sudarto, 2012). Program penanggulangan

masalah GAKI secara preventif tidaklah cukup, sehingga memerlukan penyediaan

data yang dapat digunakan sebagai informasi yang bisa didadapatkan dari penelitian-

penelitian tentang masalah GAKI yang sudah ada. Hal ini dapat mendukung baik

intervensi terbarunya maupun dalam mendukung pengembangan kebijakan gizi

kesehatan.

2. Anemia Gizi Besi (AGB) dan Kurang Vitamin A (KVA)


Penanggulangan AGB, terutama pada wanita hamil ditingkatkan, dengan cara

meningkatkan konsumsi makanan yang kaya akan zat besi disertai pemberian

sumplementasi zat besi mulai tahun 1974 secara komplementer pada kasus khusus

dengan cara yang lebih efektif. Upaya yang lain adalah fortifikasi besi terhadap

beberapa bahan makanan seperti tepung terigu dan garam. Penanggulangan AGB

pada anak juga dilakukan dengan pemberian sirup besi. Oleh karena efektivitas

jangka panjang penanggulangan AGB sangat tergantung pada peningkatan

konsumsi bahan pangan yang kaya akan zat besi, maka pemberian tablet besi

didukung oleh kegiatan penyuluhan gizi yang dilaksanakan secara intensif.


Sampai saat ini masalah Kurang Vitamin A (KVA) di Indonesia masih

membutuhkan perhatian yang serius. Upaya program penanggulangan KVA dilakukan

dengan pemberian suplemen kapsul vitamin A dosis tinggi 200.000 SI (merah)

sebanyak 2 kali setahun pada bulan Februari dan Agustus yang ditujukan kepada

anak balita (1-5 tahun) dan 1 kapsul pada ibu nifas (< 30 hari sehabis melahirkan).
Setelah tahun 1997 kemudian sasaran diperluas kepada bayi umur 6 - 11 bulan

dengan pemberian kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (biru) (Depkes RI, 2003).
Program penanggulangan masalah KVA merupakan salah satu program

perbaikan gizi masyarakat yang dilaksanakan secara promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif. Kegiatan promotif dapat dilakukan melalui promosi atau penyuluhan untuk

meningkatkan konsumsi makanan kaya vitamin A dan secara preventif dapat dilakukan

dengan suplementasi kapsul Vitamin A dosis tinggi dan fortifikasi bahan makanan

dengan Vitamin A. Deteksi dini dan pengobatan kasus Xeroftalmia adalah merupakan

kegiatan secara kuratif yang bertujuan rehabilitatif untuk mencegah terjadinya dampak

lebih lanjut KVA kebutaan (Depkes RI, 2003).


3. Kurang Energi dan Protein (KEP)
Upaya penanggulangan KEP yang masih banyak diderita oleh wanita hamil, bayi,

balita, dan anak-anak sekolah dasar terutama di desa-desa miskin ditingkatkan. Oleh

karena masalah ini sangat tergantung pada tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan

keluarga, kegiatan penanggulangan ditekankan pada pentingnya keterpaduan

kegiatan penyuluhan gizi, peningkatan pendapatan, peningkatan pelayanan kesehatan

dasar dan KB dalam mewujudkankeluarga sejahtera, serta peningkatan peran serta

masyarakat dalam gerakan UPGK dan posyandu (Baliwati, 2004).

4. Pengelolaan Upaya Perbaikan Gizi


Produktivitas dan efisiensi pengelolaan upaya perbaikan gizi ditingkatkan, antara

lain melalui peningkatan jumlah dan mutu tenaga gizi yang profesional untuk berbagai

jenjang dan tingkatan; peningkatan kegiatan penelitian unggulan di bidang pangan dan

gizi; pengembangan penerapan teknologi pangan pascapanen untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi pangan yang beraneka ragam dan bergizi; dan pengefektifan

koordinasi berbagai kegiatan upaya perbaikan gizi dalam sektor-sektor pertanian,

industri, perdagangan, kesehatan, kependudukan dan keluarga sejahtera, pendidikan,

agama dan lainnya. Selain itu, dalam pengelolaan upaya perbaikan gizi ditingkatkan

kemitraan antara pemerintah dan swasta (Suhardjo, 2003).


Upaya perbaikan gizi ditunjang meliputi program-program perbaikan gizi, yaitu :
a. Penyuluhan Gizi Masyarakat
Tujuan kegiatan ini adalah untuk memasyarakatkan pengetahuan gizi secara

luas, guna menanamkan sikap dan perilaku yang mendukung kebiasaan hidup

sehat dengan makanan yang bermutu gizi seimbang bagi seluruh masyarakat.

Kegiatannya berupa penyampaian pesan-pesan mengenai pengetahuan gizi dan

manfaatnya untuk mencegah berbagai penyakit dan meningkatkan kesehatan.

Sasaran penyuluhan ini tidak saja masyarakat di perkotaan, tetapi juga masyarakat

di perdesaan. Pesan penyuluhan tidak saja mengenai pencegahan dan

penanggulangan masalah gizi-kurang, tetapi juga menekankan pentingnya pola

makanan seimbang untuk mencegah timbulnya penyakit akibat gizi-lebih, seperti

penyakit jantung, tekanan darah tinggi, kanker dan sebagainya. Untuk itu, disusun

pedoman umum gizi seimbang (PUGS) sebagai pedoman utama dalam

melaksanakan penyuluhan gizi (Rumniati, 2012).


Kegiatan penyuluhan ini dilaksanakan dengan memanfaatkan perkembangan

teknik komunikasi dan informasi yang lebih efektif, termasuk penggunaan media

modern dan media tradisional di daerah-daerah. Kegiatan penyuluhan gizi

masyarakat dilaksanakan secara terpadu oleh berbagai sektor pembangunan

dengan peran serta masyarakat, yaitu di sektor kesehatan, pertanian, pangan,

kependudukan dan keluarga sejahtera, agama, pendidikan luar sekolah, dengan

keikutsertaan lembaga swadaya kemasyarakatan termasuk organisasi profesi dan

organisasi wanita terutama PKK di tingkat perdesaan (Rumniati, 2012).


b. Usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK)

Upaya perbaikan gizi keluarga (UPGK) adalah gerakan sadar gizi dengan

tujuan memacu upaya masyarakat terutama di perdesaan agar mampu mencukupi

kebutuhan gizinya melalui pemanfaatan aneka ragam pangan sesuai dengan

kemampuan ekonomi keluarga dan keadaan lingkungan setempat. Kemampuan

tersebut terutama sebagai perwujudan dari makin meningkatnya pemahamandan

kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan dan kesejahteraan

keluarga. Dengan UPGK masyarakat juga makin aktif berperan dan berprakarsa

dalam menanggulangi masalah kekurangan gizi di lingkungan masing-masing.


Kegiatan UPGK ditekankan pada upaya penanggulangan masalah gizi-kurang,

yaitu GAKI, AGB, KVA, dan KEP, terutama pada wanita pranikah, ibu hamil, ibu

menyusui, bayi, dan balita. Karena masalah tersebut erat kaitannya dengan

masalah kemiskinan, beberapa kegiatan UPGK dipadukan dengan upaya

penanggulangan kemiskinan. Kegiatan pokok UPGK adalah (a) penyuluhan gizi

masyarakat perdesaan; (b) pelayanan gizi di posyandu; (c) peningkatan

pemanfaatan lahan pekarangan (Rumniati, 2012).

c. Usaha Perbaikan Gizi Institusi

Usaha perbaikan gizi institusi (UPGI) adalah upaya peningkatan keadaan gizi

kelompok masyarakat tertentu yang berada di suatu lembaga atau institusi, seperti

sekolah, pusat pelatihan olahraga, rumah sakit, pabrik, perusahaan, lembaga

pemasyarakatan, dan panti perawatan. Dengan ditingkatkannya keadaan gizi

kelompok masyarakat ini, diharapkan dapat memacu peningkatan produktivitas

kerja buruh, prestasi belajar dan olahraga, mempercepat proses penyembuhan,

serta meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan kelompok masyarakat

tersebut. Kegiatannya terdiri atas pelatihan tenaga penyelenggara makanan,

bimbingan dan pengawasan terhadap institusi yang menyelenggarakan pelayanan

makanan bagi orang banyak. Kegiatan ini dilaksanakan secara terpadu oleh

tenaga-tenaga gizi, kesehatan, ketenagakerjaan, pendidikan, dan pengurus serta

penyelenggaraan institusi yang bersangkutan.

d. Upaya Fortifikasi Bahan Pangan

Upaya fortifikasi bahan pangan adalah untuk memperkaya mutu gizi bahan

makanan tertentu dengan menambahkan zat gizi tertentu yang dibutuhkan

masyarakat yang menderita masalah gizi. Zat gizi tersebut untuk Indonesia adalah

zat iodium, zat besi, dan vitamin A. Beberapa upaya perbaikan gizi yang

memerlukan dukungan fortifikasi adalah penanggulangan GAKY melalui fortifikasi

garam dengan iodium (iodisasi garam); penanggulangan KVA dengan fortifikasi

vitamin A; dan untuk penanggulangan AGB melalui fortifikasi zat besi. Fortifikasi
dilaksanakan bekerja sama dengan dunia usaha terutama di sektor industri yang

didukung oleh sektor lainnya yang berkaitan (Suhardjo, 2003).

e. Peningkatan Penerapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi


Sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) adalah suatu kegiatan

pemantauan perkembangan keadaan gizi masyarakat, yang bertujuan untuk (a)

memberikan isyarat dini tentang kemungkinan timbulnya kekurangan pangan yang

terjadi di suatu wilayah atau daerah tertentu; (b) menyediakan informasi tentang

perkembangan penyediaan dan konsumsi pangan serta keadaan gizi masyarakat

yang berguna bagi perencanaan, pengelolaan dan evaluasi program pangan dan

gizi di tingkat daerah; (c) meningkatkan kemampuan daerah dalam memecahkan

masalah pangan dan gizi berdasarkan keadaan setempat (Suhardjo, 2003).


Kegiatan SKPG meliputi (1) pemantauan keadaan pangan dan gizi di wilayah

tertentu di tingkat kabupaten; (2) pemantauan keadaan gizi balita di tingkat

kabupaten, kecamatan dan desa; (3) mengembangkan jaringan informasi pangan

dan gizi di tingkat propinsi dan nasional.

Anda mungkin juga menyukai