A. PENGERTIAN
Menurut Chang (2010), Serangan otak merupakan istilah kontemporer
untuk stroke atau cedera serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan
suplai darah otak secara mendadak sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah
parsial atau total, atau akibat pecahnya pembuluh darah otak.
Menurut Williams (2008), Stroke merupakan gangguan mendadak pada
sirkulasi serebral di satu pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak.
Stroke menginterupsi atau mengurangi suplai oksigen dan umumnya
menyebabkan kerusakan serius atau nekrosis di jaringan otak.
Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (primary
hemorrhagic strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic strokes).
Menurut Price (2006), stroke non haemoragik (SNH) merupakan
gangguan sirkulasi cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses patologis
pada pembuluh misalnya trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar
seperti artero sklerosis dan arteritis yang mengganggu aliran darah cerebral
sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otal menurun yang menyebabkan
terjadinya infark.
Menurut Padila (2012), Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak
yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan
trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat
lain di tubuh.
Menurut Arif Muttaqin (2008), Stroke non haemoragik merupakan
proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya
terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak
terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
C. POHON MASALAH
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Muttaqin (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ialah sebagai berikut :
a. Angiografi Serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik
seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
b. Lumbal Pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran
lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan
adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari
pertama.
c. CT Scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan
posisinya secara pasti.Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens
fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak.
d. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan
otak.Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
g. Pemeriksaan Laboratorium
1) Lumbal Pungsi
Pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu
hari-hari pertama.
2) Pemeriksaan Darah Rutin
3) Pemeriksaan Kimia Darah
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali.
4) Pemeriksaan Darah Lengkap
Untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Muttaqin (2008) penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi
dua, yaitu :
a. Phase Akut :
1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan,
oksigenisasi dan sirkulasi.
2) Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop.
Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik /
emobolik.
3) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
4) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
5) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang
b. Post phase akut
1) Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2) Program fisiotherapi
3) Penanganan masalah psikososial
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital
dengan melakukan tindakan sebagai berikut:
F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan Utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak badan sebagian, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, obat-obat adiktif dan
kegemukan.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus.
6. Pengkajian Fokus:
a. Aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan,
hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia dan hipertensi arterial.
c. Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK . Misalnya inkoontinentia
urine, anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus
menghilang.
e. Makanan/cairan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang di lidah, pipi dan
tenggorokan serta dysphagia.
f. Neuro Sensori
Pusing, sakit kepala, perdarahan sub intrakranial. Kelemahan dengan
berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang
pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang
berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang
sama di muka.
g. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada
otak/muka.
h. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury.
Perubahan persepsi dan orientasi.
j. Interaksi social
Gangguan dalam bicara dan ketidakmampuan berkomunikasi.
7. Pengkajian Tingkat Kesadaran
a. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
c. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area
Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan
disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria
(kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat
ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.
d. Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika
kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau
fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang
menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam program
rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat
oleh respons alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini.
Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan
oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan kurang
kerja sama.
e. Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh,
penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral
sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut.
Pada stroke hemifer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku
lambat dan sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan,
disfagia global, afasia, dan mudah frustrasi.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
H. RENCANA KEPERAWATAN
I. REFERENSI
Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf Edisi IV. Tangerang: Gramedia Pustaka
Utama